BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN"

Transkripsi

1 BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Revitalisasi ini sekaligus juga menyumbang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), ekspor non migas dan penyerapan tenaga kerja. Sektor pembangunan ini juga menyumbang terhadap ketersediaan bahan pangan bagi masyarakat. Selanjutnya, hingga saat ini sektor kehutanan masih memberikan kontribusi yang nyata terhadap pengembangan wilayah serta pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, pemanfaatannya telah melebihi daya dukungnya, sehingga perlu optimalisasi hasil hutan non kayu untuk menghindari kerusakan hutan yang terus berlanjut. Pada tahun 2005 sektor pertanian, perikanan dan kehutanan telah menyumbang 13,4 persen PDB atau sekitar Rp 365,6 triliun. Selain itu ekspor dari komoditi pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai US$ 3,1 miliar. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini mencapai 42,3 juta. Sasaran Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan tahun 2006 adalah : (1) tercapainya pertumbuhan sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan sebesar 3,6 persen, (2)

2 terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah pengangguran, dan (3) meningkatnya kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian. Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat 4 (empat) fokus kebijakan pembangunan di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan adalah: (1) peningkatan ketahanan pangan dalam wujud mempertahankan swasembada beras berkelanjutan dan pengembangan pangan lokal serta diversifikasi pangan dan gizi, (2) peningkatan kualitas petani dan produktivitas pertanian, perikanan dan kehutanan, (3) peningkatan akses petani, nelayan dan pembudidaya ikan terhadap sumberdaya produktif, iptek, pasar dan permodalan, dan (4) peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup petani, nelayan, pembudidaya ikan dan petani hutan. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan langkah-langkah untuk mengatasinya agar kebijakan revitalisasi tersebut pada tahun 2006 dapat mencapai sasaran menjadi bagian pertama dalam uraian bab ini. I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pembangunan pertanian dihadapkan pada sejumlah permasalahan sebagai berikut: (1) terbatasnya sumber daya pertanian, (2) terkendalanya sistem alih teknologi, (3) lemahnya akses permodalan, (4) rantai tata niaga yang panjang, tidak efisien dan belum adil, (5) terbatasnya ruang gerak petani/peternak, (6) lemahnya kelembagaan petani, (7) terbatasnya infrastruktur pertanian, (8) lambatnya pengembangan mekanisasi dan teknologi pasca panen pertanian, dan (9) belum berkembangnya perangkat peraturan kepastian usaha pertanian yang didasari prinsip keadilan berusaha dan perluasan partisipasi masyarakat. Dalam hal ketahanan pangan yang secara nasional berhasil dipertahankan, dalam beberapa kasus di wilayah-wilayah terpencil dimana infrastruktur pengairan dan pertanian belum tersedia dengan 19-2

3 cukup, seperti di wilayah pegunungan tengah Papua khususnya di kabupaten Yahukimo telah terjadi kasus kekurangan pangan dan gizi buruk. Kejadian seperti ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan di tingkat lokal dan rumah tangga masih perlu mendapat perhatian serius, khususnya di wilayah-wilayah terisolir dimana infrastruktur pertanian dan pengairan masih kurang. Kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah di pulau Jawa dan beberapa propinsi di pulau Sumatera dan Nusa Tenggara menunjukkan indikasi yang perlu diwaspadai. Susutnya air sungai dan waduk diikuti oleh gagalnya panen puluhan ribu hektar sawah di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, memerlukan perhatian sungguhsungguh dalam hal manajemen pengairan khususnya perhatian terhadap upaya-upaya untuk mempertahankan ketersediaan air tanah dan mengurangi aliran permukaan (run-off). Selanjutnya dalam hal sistem pengamanan kesehatan hewan telah terjadi peristiwa yang memerlukan perhatian dan penyempurnaan dalam sistem penanganannya khususnya yang berkaitan dengan merebaknya virus Avian Influenza di beberapa daerah. Dalam pengembangan perikanan, permasalahan yang dihadapi antara lain : (1) belum optimalnya produksi perikanan secara nasional karena masih rendahnya produktivitas nelayan perikanan tangkap, belum optimalnya penggunaan teknologi perikanan budidaya, dan masih kurangnya penyediaan benih yang bermutu; (2) menurunnya kualitas lingkungan perairan serta adanya hama-penyakit ikan; (3) masih rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan dan kemampuan pemasaran produk perikanan yang menyebabkan rendahnya nilai jual produk perikanan; (4) terbatasnya sarana dan prasarana perikanan, lambatnya pengembangan teknologi perikanan, masih lemahnya sistem hukum, penegakan hukum di laut, dan kelembagaan perikanan; (5) minimnya dukungan data dan informasi perikanan; (6) sebagian besar armada kapal penangkapan ikan didominasi oleh kapal-kapal ikan dibawah 10 GT, sedangkan kapal dengan kapasitas besar yang beroperasi di Indonesia masih dimiliki oleh asing, yang tidak lepas dari isu pencurian ikan (IUU fishing) oleh nelayan dan kapal asing; dan (7) masalah dalam perdagangan internasional yang terkait dengan hambatan tarif dan non tarif, yang menghambat laju ekspor komoditas perikanan. 19-3

4 Beberapa permasalahan yang mendorong perlunya dilakukan revitalisasi kehutanan adalah: (1) menurunnya peran dan fungsi kehutanan dalam pembangunan nasional akibat meningkatnya degradasi sumberdaya hutan; (2) masih dimilikinya keunggulan komparatif sektor kehutanan, dimana Indonesia masih menyisakan kawasan hutan yang cukup luas dan bisa berfungsi sebagai paru-paru hijau dunia yang kaya dengan keanekaragaman hayati; (3) dalam jangka panjang sektor kehutanan dapat kembali menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional (devisa, lapangan kerja, dll); (4) meningkatnya permintaan pasar atas produk kehutanan secara nasional maupun global; (5) industri kehutanan dalam arti luas (pengelolaan hutan lestari: Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu /Hak Pengusahaan Hutan, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman/Hutan Tanaman Industri; industri pengolahan dan jasa lingkungan) masih mempunyai daya saing yang mampu berkompetisi secara global; (6) untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, dimana 10,2 juta orang dari 48,8 juta orang yang bergantung kehidupannya pada sumber daya hutan tergolong miskin; dan (7) rendahnya resistensi industri-industri sektor kehutanan, dimana rata-rata hanya berbasiskan pada keunggulan bahan baku. II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASILYANG DICAPAI Dalam rangka mengatasi masalah keterbatasan sumber daya lahan, upaya yang dilakukan adalah berupa perluasan sawah/lahan pertanian baru, khususnya di luar Jawa. Guna mengendalikan alih fungsi lahan dilakukan peningkatan koordinasi dengan instansi terkait dan pemerintah daerah. Langkah ini dilakukan seiring dengan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas hasil sehingga usaha pertanian, terutama padi akan memberikan pendapatan dan keuntungan yang mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga petani. Upaya peningkatan produktivitas dilakukan dengan peningkatan diseminasi teknologi, baik berupa penerapan benih/bibit unggul yang baru maupun langkah-langkah perbaikan sistem budidaya di tingkat petani. Dalam hal peningkatan penggunaan benih/bibit unggul, sedang 19-4

5 disusun konsep penyediaan subsidi benih agar terjadi akselerasi penggunaan benih/bibit dalam rangka meningkatkan produktivitas. Lembaga Litbang dalam kaitan ini terus diperkuat dengan mempertajam prioritas penelitian agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat pertanian. Selain itu dilakukan pula peningkatan efektivitas diseminasi teknologi dengan memadukan antara fungsi diseminasi lembaga Litbang di daerah (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) dengan penyuluhan. Dalam upaya memperkuat kembali kelembagaan penyuluh telah dilakukan upaya revitalisasi melalui peningkatan pendampingan bagi petani, peningkatan produktivitas kualitas hasil pertanian, dan penguatan kelembagaan petani. Peningkatan dan pemberdayaan kelembagaan petani dilakukan dengan membina kelompok-kelompok tani secara intensif oleh penyuluh pertanian lapangan (PPL), melalui pendekatan pembangunan masyarakat (community development). Peningkatan akses petani terhadap permodalan dilaksanakan antara lain melalui peningkatan pendapatan petani/nelayan kecil (P4K), memberikan bantuan pinjaman langsung ke masyarakat (BPLM), pengembangan dana bergulir, dan penyediaan subsidi bunga kredit ketahanan pangan. Mulai tahun 2006 disediakan dana penjaminan guna membuka peluang bagi petani/peternak kecil dan menengah yang tidak memiliki agunan dapat memperoleh fasilitas kredit perbankan. Saat ini sedang disiapkan juga subsidi tingkat bunga kredit investasi untuk pengembangan komoditas kelapa sawit, kakao, karet, serta tanaman untuk bahan bakar nabati/biofuel. Selanjutnya, untuk mendukung peningkatan produktivitas dilakukan perbaikan jaringan irigasi dan optimalisasi lahan dengan partisipasi masyarakat. Di samping itu, untuk mendukung kegiatan tersebut dilakukan pula pengembangan koperasi dan usaha kecil, lembaga keuangan mikro perdesaan, Bank Perkreditan Rakyat dan BRI unit desa bekerjasama dengan instansi terkait dan perbankan. Untuk menurunkan biaya tata niaga dan meningkatkan kelancaran arus pemasaran hasil pertanian dilakukan perbaikan dan pembangunan jalan usahatani dengan pola partisipasi masyarakat. Peningkatan efisiensi rantai pemasaran dilakukan dengan mengembangkan pola kemitraan, memfasilitasi dibukanya pasar lelang serta dorongan dan pembinaan untuk melakukan contract 19-5

6 farming. Untuk melindungi kegiatan produksi, terutama petani kecil, terus dilakukan pengaturan impor dan penerapan tarif yang tidak merugikan konsumen. Dalam hal penanganan kasus penyakit flu burung langkahlangkah komprehensif adalah perlunya mengintegrasikan tindakan dari aspek peternakan dan aspek kesehatan manusia. Oleh karena itu, untuk penanganan penyakit flu burung telah dilakukan secara bersama antara Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan atau dengan Pemerintah Daerah. Tindakan pencegahan adalah dengan mensosialisasikan cara beternak dan memelihara hewan secara sehat. Langkah-langkah pemberantasan penyakit flu burung ditujukan agar penyebarannya tidak meluas dan penularan ke manusia dan antarmanusia (pandemi) dapat dicegah. Selain itu sosialisasi tentang mengkonsumsi ayam yang aman agar masyarakat tidak ragu-ragu untuk mengkonsumsi perlu dilakukan sehingga indutri peternakan dapat berkembang kembali. Hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan pertanian dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator luaran (output) sebagai berikut. Pada tahun 2005, secara kumulatif sektor pertanian (tidak termasuk kehutanan dan perikanan) tumbuh 2,5 persen (harga konstan tahun 2000). Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor peternakan (2,9 persen), diikuti oleh tanaman bahan makanan (2,6 persen) dan perkebunan (2,2 persen). Kontribusi sektor pertanian (tidak termasuk kehutanan dan perikanan) terhadap PDB nasional pada tahun 2005 mencapai 11,4 persen, dengan kontribusi terbesar dari subsektor tanaman bahan makanan sebesar 7,2 persen, diikuti oleh subsektor perkebunan (2,3 persen) dan subsektor peternakan (1,9 persen). Dengan perkembangan pertumbuhan tersebut, ketersediaan pangan dapat diamankan, impor bahan pangan penting dapat dikendalikan. Pembangunan pertanian telah menampakkan hasil dengan berkontribusi terhadap berkurangnya penduduk miskin, terutama penduduk miskin di perdesaan. Capaian pembangunan tersebut telah menyumbang pula terhadap pengurangan kemiskinan di perdesaan, meskipun 55 persen dari total penduduk miskin masih berada di sektor pertanian. Sekitar 75 persen diantaranya pada subsektor tanaman 19-6

7 pangan, 7,4 persen pada subsektor perikanan laut, dan 4,6 persen pada subsektor peternakan. Pembangunan pertanian telah mendorong pendapatan petani bagi peningkatan kesejahteraannya. Nilai Tukar Petani (NTP) yang tercermin dari rasio harga yang diterima dengan harga yang dibayar oleh rumah tangga petani meningkat dalam 5 bulan pertama tahun Pada bulan Mei 2006, NTP meningkat menjadi 101,7 atau 3,0 persen lebih tinggi dibandingkan akhir tahun Minat investasi di bidang pertanian primer sepanjang menunjukkan peningkatan cukup tajam. Persetujuan PMDN meningkat 112 persen dari Rp 2,6 triliun tahun 2004 menjadi Rp 5,5 triliun tahun Sementara itu, persetujuan PMA meningkat 122 persen dari US$ 208,3 juta tahun 2004 menjadi US$ 461,8 juta tahun Peningkatan neraca perdagangan komoditas pertanian berlanjut hingga tahun Pada tahun 2005 neraca kumulatif sektor pertanian mencapai surplus US $ 6,4 milyar, atau meningkat 32,8 persen dibanding tahun 2004, yang disumbang oleh subsektor perkebunan. Capaian-capaian tersebut di atas terjadi karena berbagai peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian. Pada tahun 2005 produksi padi 54,2 juta ton atau meningkat sebesar 0,1 persen dibanding produksi padi tahun 2004 yang besarnya 54,1 juta ton. Pada tahun 2006, produksi padi diperkirakan akan meningkat lagi menjadi 54,7 juta ton (Angka Ramalan II BPS). Produktivitas juga mengalami peningkatan dari 45,4 ku/ha tahun 2004 menjadi 45,7 ku/ha tahun 2005 atau meningkat sebesar 0,8 persen dan pada tahun 2006 akan meningkat menjadi 46,1 ku/ha atau meningkat sebesar 0,9 persen. Pada tahun yang sama produksi jagung meningkat sebesar 11,6 persen dari 11,2 juta ton di tahun 2004 menjadi 12,5 juta ton di tahun 2005, produksi kedelai meningkat 11,7 persen, dan kacang hijau meningkat sebesar 3,4 persen. Tantangan terbesar produksi pangan kita ke depan adalah penurunan luas baku lahan akibat peningkatan konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Agar peningkatan produksi pangan cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan nasional, maka upaya peningkatan luas panen melalui perluasan areal, pengendalian konversi lahan dan perbaikan sistem irigasi penting dilaksanakan. 19-7

8 Pada tahun 2005, produksi komoditas hortikultura beragam perkembangannya. Tanaman hias secara keseluruhan meningkat 5,8 persen, tanaman biofarmaka meningkat 6,7 persen. Sementara itu, produksi buah-buahan naik 3,5 persen dari 14,3 juta ton pada tahun 2004 menjadi 14,8 juta ton pada tahun 2005 dan sayuran naik 1,1 persen dari 9 juta ton menjadi 9,1 juta ton. Krisis ekonomi tahun 1998 berdampak positif terhadap komoditas perkebunan, karena depresiasi rupiah telah meningkatkan daya saing komoditas ini. Pada tahun 2005 peningkatan produksi komoditas perkebunan terus berlanjut. Produksi tebu naik sebesar 4,5 persen dari 2,2 juta ton tahun 2004 menjadi 2,3 juta ton. Produksi kelapa sawit meningkat 7,4 persen dari 12,2 juta ton tahun 2004 menjadi 13,1 juta ton tahun 2005; produksi karet meningkat 9,5 persen dari 2,1 juta ton tahun 2004 menjadi 2,3 juta ton tahun Produksi tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa, kopi, teh, lada, cengkeh, kakao, jambu mete, pala relatif tetap. Selama tahun 2005, semua jenis ternak mengalami peningkatan populasi dibanding tahun Populasi ayam pedaging naik 10,9 persen, itik meningkat 5,3 persen, ternak babi naik 4,8 persen, kambing dan domba masing-masing naik 3,1 persen dan 3,0 persen, dan sapi potong naik 1,4 persen. Produksi ternak dan hasilnya diharapkan terus meningkat dengan dilakukannya pengendalian penyakit ternak sesuai Rencana Strategi Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza yang terus ditingkatkan dengan kerjasama pemda dan masyarakat. Di bidang perikanan, langkah-langkah kebijakan diarahkan pada pendayagunaan sumber daya perikanan yang tepat untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional, pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan terpeliharanya daya dukung ekosistem perairan dan stok sumber daya hayati yang terkandung di dalamnya secara seimbang. Dalam operasionalisasinya, kebijakan pembangunan perikanan ditekankan pada: (1) meningkatkan pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya perikanan secara optimal, adil, dan lestari, sesuai dengan daya dukung ekosistemnya; (2) mengembangkan perikanan tangkap di perairan/kawasan yang masih belum/kurang dimanfaatkan, seperti sumber daya ikan laut dalam, laut 19-8

9 lepas, dan Zona Ekonomi Eksklusif; serta mengendalikan penangkapan di perairan/kawasan yang telah mengalami overfishing, melalui pembangunan/rehabilitasi pelabuhan perikanan, dan peningkatan sarana penangkapan; (3) mengembangkan dan menata kembali perikanan budidaya melalui pola budidaya yang lebih efisien, berdaya saing, dan berwawasan lingkungan, yang mencakup rehabilitasi saluran tambak, balai benih perikanan, pengembangan sarana dan prasarana kesehatan ikan, serta peningkatan mutu benih; (4) mengembangkan usaha perikanan berbasis kerakyatan, dan memberdayakan masyarakat pesisir dan nelayan kecil, melalui kegiatan pelatihan dan bimbingan teknis, pemberian subsidi BBM kepada nelayan, serta pengembangan kelembagaan terhadap akses permodalan; (5) mengembangkan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan hasil, melalui pembangunan pasar ikan higienis; (6) mengembangkan dan meningkatkan mutu produk perikanan, baik dalam proses produksi maupun pengolahannya; (7) mengembangkan penelitian dan iptek perikanan, melalui pembangunan balai dan loka riset, serta kios iptek; dan (8) mengembangkan kebijakan, perencanaan, dan peraturan perundangan di bidang perikanan sebagai instrumen penting dalam pembangunan perikanan. Hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan perikanan dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator luaran (output) sebagai berikut. Pada tahun 2005, kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional mencapai sebesar 2,2 persen, yang berarti mengalami penurunan dari tahun 2004 sebesar 2,4 persen. Diperkirakan pada tahun 2006 kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB nasional naik menjadi sekitar 2,9 persen. Dilihat dari sisi produksi, produksi perikanan Indonesia pada tahun 2005 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,9 persen dari tahun 2004, yaitu menjadi sebesar 6,3 juta ton. Pada tahun 2006 diharapkan produksi perikanan nasional mampu mencapai angka 7,2 juta ton. Produksi perikanan tersebut masih didominasi oleh usaha penangkapan, khususnya penangkapan ikan di laut. Dalam tahun 2005, pertumbuhan produksi perikanan tangkap menurun sebesar 5,6 persen dibandingkan dengan tahun 2004, akibat dari kenaikan harga BBM yang menjadi kendala bagi nelayan untuk melaut. Namun, usaha 19-9

10 budidaya perikanan pada tahun 2005 mengalami peningkatan apabila dilihat dari luas arealnya yang mencapai sebesar 1,1 juta ha, atau meningkat 0,2 juta ha dari tahun Kenaikan kuantitatif luas areal budidaya menunjukkan peningkatan kegiatan ekonomi usaha kecil dan menengah yang memberikan peningkatan kesejahteraan kepada pembudidaya ikan. Pada tahun 2006 ini, luas areal pemanfaatan budidaya ditargetkan mampu mencapai 1,3 juta ha guna lebih meningkatkan pengembangan usaha budidaya di Indonesia. Di sisi lain, dalam rangka melindungi para pembudidaya udang, telah diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Perdagangan mengenai larangan impor udang, sehingga produksi udang dalam negeri mengalami peningkatan. Dengan menggalakkan usaha budidaya yang tengah berkembang, diharapkan peran dari usaha budidaya mampu meningkatkan produksi perikanan dan menggantikan usaha perikanan tangkap di masa yang akan datang, seiring dengan semakin menipisnya stok sumber daya perikanan di perairan laut. Dilihat dari sisi devisa negara, kenaikan produksi perikanan mampu memberikan sumbangan devisa pada tahun 2005 sebesar US$ 1,9 miliar dengan volume ekspor sebesar 0,9 juta ton. Dibandingkan dengan tahun 2004, volume ekspor pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 5,5 persen, sedangkan untuk nilai ekspor meningkat sebesar 7,3 persen. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan kualitas mutu hasil perikanan yang diekspor dengan harga yang lebih baik. Untuk meningkatkan volume ekspor perikanan dalam tahun 2006 ini, serangkaian upaya-upaya dilakukan untuk memperbaiki mutu dan nilai tambah produk ekspor hasil perikanan. Di samping itu, juga dilakukan pengembangan komoditas perikanan dan sumber daya laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain seperti: rumput laut, mutiara, kerang-kerangan, karang laut dan berbagai jenis biota laut yang dapat dimanfaatkan sebagai obat maupun bahan baku farmasi. Selanjutnya didalam penyerapan tenaga kerja, subsektor perikanan telah mampu menyerap tenaga kerja secara langsung sebesar 5,9 juta jiwa pada tahun 2005, yang berarti meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2004 yang hanya berjumlah 5,8 juta jiwa. Tenaga kerja di subsektor perikanan didominasi oleh para nelayan dan 19-10

11 pembudidaya. Dengan ditingkatkannya usaha budidaya, akan membuka peluang lapangan kerja yang besar, sehingga diharapkan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006 di subsektor perikanan meningkat menjadi sebesar 6,1 juta jiwa. Di sisi lain, produk perikanan juga merupakan salah satu sumber protein hewani dan merupakan bentuk diversifikasi pangan bagi masyarakat. Pada tahun 2005 tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai sebesar 24,5 kg/kapita/tahun yang meningkat dari tahun 2004 sebesar 23,2 kg/kapita/tahun. Namun angka tingkat konsumsi tersebut masih di bawah rata-rata dunia sebesar 27 kg/kapita/tahun. Dengan makin meningkatnya pilihan dan selera masyarakat dalam memenuhi kebutuhan protein hewani yang berasal dari ikan, diperkirakan pada tahun 2006 ini tingkat konsumsi ikan masyakarat mampu mencapai sekitar 25,3 kg/kapita/tahun. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kampanye makan ikan dan pengenalan produk-produk makanan yang menggunakan bahan baku ikan. Di bidang kehutanan, kebijakan revitalisasi kehutanan ditetapkan menjadi salah satu kebijakan prioritas Departemen Kehutanan, yang dititikberatkan kepada pengembangan industri kehutanan melalui kebijakan pembangunan hutan tanaman industri. Terdapat empat langkah pokok revitalisasi kehutanan yaitu : (1) revitalisasi industri kehutanan, yang dititikberatkan pada pembangunan hutan tanaman industri, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan peningkatan pemanfaatan jasa lingkungan, (2) pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan alam, dilakukan antara lain melalui: Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) oleh pemegang HPH (di luar Jawa), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) oleh Perum Perhutani (di Jawa), serta Hutan Kemasyarakatan (HKm), (3) rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumberdaya alam dengan prioritas pada 60 DAS, selebihnya sejumlah 399 DAS ditetapkan sebagai prioritas selanjutnya, dan (4) perlindungan dan konservasi sumberdaya alam untuk memberantas pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal. Langkah ini mendapat dukungan internasional dan tertuang dalam berbagai bentuk kerjasama

12 Di bidang kehutanan, salah satu hasil pembangunan kehutanan yang telah dilakukan adalah studi komprehensif industri kehutanan bersama International Tropical Timber Organization, Center for International Forestry Research, World Bank, USAID menyangkut aspek sumber daya hutan, industri pengolahan kayu, dan pemasaran sebagai kerangka dasar kebijakan (Policy Framework) restrukturisasi dan revitalisasi kehutanan. Selanjutnya inventarisasi Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK), telah menghasilkan sejumlah unit usaha, dengan kebutuhan bahan baku sebesar rata-rata 66,3 juta m 3 /tahun, yang terdiri dari : (1) sawmill: unit, kebutuhan bahan baku: 16,9 juta m 3 /tahun, (2) plymill: 113 unit, kebutuhan bahan baku: 20,2 juta m 3 /tahun, (3) pulpmill: 7 unit, kebutuhan, bahan baku: 27,8 juta m 3 /tahun, dan (4) Lain-lain: 11 unit, kebutuhan bahan baku: 1,5 juta m 3 /tahun. Berdasarkan inventarisasi di atas, dilakukan pendaftaran ulang ljin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu berdasarkan Keputusan Menhut No. 300/Kpts-II/2003 jo. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.16/Menhut/11/2004. Jenis IPHHK yang wajib didaftar ulang terdiri dari ljin Usaha Industri Penggergajian Kayu, ljin Usaha lndustri Veneer, ljin Usaha Industri Kayu dan Lapis Laminated Veneer Lumber (LVL) dan ljin Usaha Serpih Kayu (Chipmill). Untuk kapasitas lebih dari m 3 /tahun telah diterbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P28/Menhut-II/2005 tentang Pembaharuan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu kepada sebanyak 65 unit. Sedangkan untuk kapasitas sampai dengan m 3 /tahun, ijin usaha diterbitkan oleh Gubernur. Kegiatan pendaftaran ulang industri dilakukan sampai dengan 30 April Untuk memenuhi kebutuhan kayu bulat sebesar 66,3 juta m 3 /tahun, dilakukan langkah-langkah : (1) rekalkulasi produksi dari hutan alam dari kapasitas 5,7 juta m 3 pada tahun 2005 menjadi 8,1 juta m 3 untuk tahun 2006, (2) meredistribusi produk tebangan HTI-Pulp ke kayu pertukangan sesuai jenis keadaan tegakan dan pasar (tidak semua untuk pulp), (3) memanfaatkan kayu hutan rakyat (0,9 juta m 3 ) dan kayu dari peremajaan kebun (0,1 juta m 3 ), (4) memanfaatkan kayu 19-12

13 dari ijin sah lainnya/land clearing perkebunan dan HTI (16,5 juta m 3 ), dan (5) memanfaatkan kayu dari Perhutani (0,8 juta m 3 ). Selain itu dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing IPHHK telah dilakukan langkah-langkah kebijakan: (1) penggantian mesin-mesin rotary-lathe lama (besar), (2) pemasangan rotary-lathe dan chipper kapasitas kecil di dekat/di dalam lokasi hutan tanaman industri; dan (3) relokasi mesin rotary-lathe tanpa menambah kapasitas terpasang ke dekat sumber bahan baku. Mengusulkan revisi Keppres No. 96 tahun 2000 untuk mendorong investasi IPHHK berbasis hutan tanaman (HTl dan hutan rakyat) dan kayu peremajaan kebun. Melelang 20 unit hutan tanaman seluas ha di provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Riau, Lampung dan Jambi serta Restorasi Ekosistem. Sampai Juni 2006 telah terealisasi pelelangan 10 unit ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) dan satu unit Restorasi Ekosistem. Mencapai target hutan tanaman seluas 5 juta ha pada tahun 2009, dari yang telah ada sekitar 2,1 juta ha, ditetapkan langkahlangkah : 1) Penyelesaian perijinan 37 unit HTI sementara, dan 63 unit HTI cadangan dengan total luas 3,5 juta ha (diperkirakan menyerap tenaga kerja baru sebanyak orang). 2) Percepatan pembangunan HTI melalui : (1) pengalihan saham, pada perusahaan HTI dan BUMN, (2) kerjasama operasi/ KSO, (3) penanaman modal asing, (4) penggabungan perusahaan IUP HHK-HT yang berbentuk perseroan terbatas, (5) Percepatan pembangunan HTI untuk pemenuhan bahan baku industri primer hasil hutan melalui deliniasi makro dan mikro, dan (6) Penyelesaian IUPHHK-HT sementara yang telah mendapatkan persetujuan prinsip/status sementara/pencadangan menjadi definitif (Permenhut No. P.24 / Menhut-ll /2005). POKJA Restrukturisasi Pengusahaan Hutan Produksi Alam telah melakukan penilaian terhadap 130 ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (IUPHHK-HA)/HPH. Dari 20 IUPHHK- HA)/HPH yang menyerahkan kembali izin usahanya kepada 19-13

14 Departemen Kehutanan, sembilan di antaranya diterima tanpa syarat dan telah diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang penghapusannya. Penilaian kinerja 24 unit IUPHHK-HT pada tahun 2005, penilaian kinerja IPHHK, dimana pada tahun 2004 telah dilakukan penilaian kinerja IPHHK sebanyak 39 unit, pencabutan 23 Perda Kabupaten dan 1 Perda Provinsi dalam rangka peningkatan daya saing dan penurunan biaya tinggi di bidang pengusahaan hutan, penertiban pemberian IPHHK 100 hektar oleh Bupati melalui tim 8 di Provinsi Sumatera Utara, evaluasi dan pemeriksaan IUPHHK yang diterbitkan oleh Bupati sampai bulan Juni 2005 sebanyak 114 unit dengan hasil telah diakui 17 unit, ditolak 10 unit, dalam proses verifikasi 53 unit dan belum diverifikasi 34 unit. Terkait dengan restrukturisasi industri, penerimaan provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) telah diefektifkan. Sampai dengan September 2005 total penerimaan sebesar Rp.1,9 triliun, berasal dari produksi hasil hutan tahun berjalan dan tunggakan dengan perincian: PSDH Rp.494,2 miliar dan DR Rp. 1,4 triliun. Sebagai tindak lanjut, revitalisasi kehutanan diarahkan pada tiga komoditi dan produk strategis kehutanan, yakni: Hutan Tanaman Industri (HTI), Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) serta Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Pada tanggal 19 April 2006 telah diselenggarakan dialog dan workshop Revitalisasi Sektor Kehutanan yang dihadiri oleh Gubernur dan Kepala Dinas 19 Provinsi (NAD, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Papua). Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam dilaksanakan melalui : (1) kajian bersama pemanfaatan pariwisata alam dengan pengusaha pariwisata alam, masyarakat, koperasi dan BUMN, (2) penyusunan data base obyek dan daya tarik wisata alam, (3) promosi wisata alam dan pendidikan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, (4) penyempurnaan PP Nomor 68 Tahun 1998 untuk adopsi pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi, dan (5) penyusunan peraturan Menteri Kehutanan tentang izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air

15 III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Pada tahun 2006 yang sedang berjalan ini, langkah tindak lanjut di sektor pertanian yang sedang dan akan terus dilakukan adalah memfokuskan pada upaya-upaya untuk : (1) meningkatkan kualitas usaha pertanian dengan melakukan penyuluhan dan pendampingan; (2) dukungan peningkatan produktivitas melalui penyebaran bibit/benih bermutu dan melakukan dukungan dan pembinaan peningkatan nilai tambah; (3) menjamin ketersediaan pangan di dalam negeri bagi seluruh masyarakat dengan tetap mengutamakan produksi dari dalam negeri, (4) mengembangkan diversifikasi pangan baik pada aspek produksi dan ketersediaan maupun pada aspek konsumsi untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat daerah dan tingkat rumah tangga; (5) mensosialisasikan tentang pentingnya kesadaran gizi dan memperkuat sistim kewaspadaan rawan pangan dan gizi yang mengutamakan partisipasi aktif masyarakat; (6) meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan usaha peternakan dan perkebunan; (7) memperkuat sistem pengendalian hama penyakit tanaman, hasil ikan, dan ternak serta sistem pengendalian keamanan produk ternak; dan (8) melakukan penguatan sistem standar mutu dan keamanan komoditas pertanian, perikanan dan kehutanan untuk meningkatkan daya saing di pasaran. Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada tahun 2006 tersebut akan dilanjutkan dan ditingkatkan pada tahun Pada tahun 2007 telah dipersiapkan 28 kegiatan pokok pembangunan pertanian, dan 5 (lima) kegiatan diantaranya merupakan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan fundamental di bidang pertanian. Kelima kegiatan tersebut masing-masing adalah, pertama, pembentukan dan pengaktifan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk mewujudkan visi pertanian modern melalui penguatan kelembagaan ekonomi petani yang berbasis di perdesaan sehingga usaha agribisnis dapat dijalankan secara efisien dan efektif. Pada tahun 2006 kegiatan dimulai dengan mengidentifikasi kelompok tani dan Gapoktan yang ada atau mempersiapkan pembentukannya pada desa-desa yang belum memiliki Gapoktan. Pada tahun 2007 kegiatan diarahkan pada pengaktifan 22 ribu Gapoktan. Kedua, pengembangan benih bersubsidi kepada petani miskin untuk meningkatkan produksi dan produktivitas melalui penggunaan 19-15

16 benih/bibit unggul bermutu bagi petani. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan akses petani miskin terhadap benih/bibit unggul dan memperluas penyebaran benih/bibit unggul di daerah-daerah kantong kemiskinan, daerah rawan pangan serta daerah terisolir. Ketiga, melanjutkan penjaminan kredit pertanian, sebagai pemantapan dan perluasan dari kegiatan tahun 2006 untuk membangun sistem pembiayaan yang mudah diakses oleh petani/peternak. Keempat, subsidi bunga kredit/investasi untuk mengembangkan subsektor perkebunan dan subsektor tanaman pangan. Kelima, melanjutkan stabilisasi kepastian harga komoditas primer melalui Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) yang telah berhasil dilaksanakan sejak tahun Kegiatan ini dilakukan sebagai tambahan upaya pemerintah dalam rangka stabilisasi harga gabah dan beras yang dilakukan melalui Bulog. Keenam, meningkatkan dukungan untuk ketersediaan bibit dan produksi tanaman bahan bakar nabati untuk mendukung penyediaan energi berbasis pertanian. Peningkatan kualitas usaha pertanian dan peningkatan diversifikasi usaha petani dan pendapatan petani di perdesaan akan terus didorong dan dimantapkan. Ketersediaan pangan terutama beras akan tetap dijaga agar produksi dalam negeri dapat mencukupi persen dari kebutuhan domestik. Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan ini pada tahun 2006 akan diupayakan pula peningkatan ketersediaan pangan asal protein hewani dan pangan alternatif yang berbasis sumber daya lokal, peningkatan fungsi kelembagaan pangan di daerah, terutama untuk mengatasi masalah pangan seperti busung lapar, serta pencegahan masuk dan menyebarnya hama penyakit dan organisme pengganggu yang dapat menyebabkan penurunan produksi. Pada tahun 2006, peningkatan kesejahteraan petani tetap merupakan fokus utama di dalam revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. Upaya-upaya ke arah tersebut akan dilakukan melalui peningkatan kemampuan petani dalam mengelola usaha pertaniannya secara efisien dan berdaya saing, peningkatan fungsi pelayanan penyuluhan dalam membantu usaha petani, upaya bantuan bagi petani secara langsung yang didahului dengan penyusunan basis data dan informasi pertanian secara lebih akurat dan lengkap

17 Untuk dapat meningkatkan kinerja di sektor perikanan dalam tahun-tahun ke depan, tindak lanjut yang perlu dilakukan antara lain meliputi : (1) mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya perikanan melalui penguatan dan pengembangan perikanan tangkap yang efisien dan berbasis kerakyatan, pengembangan usaha budidaya yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan, serta pengembangan teknologi terapan perikanan yang tepat guna; (2) revitalisasi perikanan melalui pengembangan skala usaha nelayan, pembudidaya ikan, dan masyarakat pesisir lainnya, pemberdayaan dan penguatan kelembagaan di tingkat masyarakat lokal yang didukung dengan pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan, dan peningkatan sistem penyuluhan, serta penerapan iptek dan penyelenggaraan riset di bidang perikanan; (3) mengembangkan dan merehabilitasi sarana dan prasarana perikanan terutama pada wilayah yang memiliki potensi perikanan, seperti : pelabuhan perikanan, jaringan irigasi tambak udang, dan balai benih ikan; (4) mengembangkan dan memperkokoh industri penanganan dan pengolahan melalui pengembangan sistem dan produk, untuk meningkatkan standar mutu dan nilai tambah, serta pemasaran hasil; dan (5) meningkatkan kualitas dan sistem perijinan usaha perikanan, sertifikasi balai benih, sistem pengelolaan kesehatan ikan dan karantina ikan, serta pengembangan wilayah berbasis perikanan. Di bidang kehutanan, tindak lanjut yang akan terus dilakukan adalah peningkatan pemanfaatan dan pemasaran hasil hutan kayu dan non kayu secara lestari dan tetap terpantaunya peredaran hasil hutan kayu baik yang legal maupun ilegal, pengembangan manajemen hutan tanaman dan percepatan pembangunan hutan tanaman industri, penyelesaian tunggakan dan intensifikasi iuran kehutanan, pengendalian industri primer hasil hutan kayu, serta pengembangan unit usaha dan kelembagaan hutan kemasyarakatan

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai sebesar

Lebih terperinci

PERTANIAN.

PERTANIAN. PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN Revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan dan menyumbang terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT

PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT PROGRAM KEGIATAN INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET REALISASI PRIORITAS IV : MENGEMBANGKAN DAN MEMPERKUAT EKONOMI DAERAH YANG DIKELOLA BERDASARKAN KOMODITAS UNGGULAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 1 A. Dasar Kebijakan

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN,DAN KEHUTANAN

BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN,DAN KEHUTANAN BAB 19 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN,DAN KEHUTANAN Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL PERTANIAN Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah.

Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah. 22 Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah. Pendahuluan Sektor pertanian di Indonesia memiliki peran strategis dalam perkembangan struktur perekonomian

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL: PERTANIAN

ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL: PERTANIAN PIDATO MENTERI PERTANIAN RI PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA JAKARTA, 17 JANUARI 2007 ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Indikator Target Terwujudnya koordinasi dan Presentase hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) Nizwar Syafa at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan INDONESIA Ketahanan Pangan Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan Harmonisasi Kebijakan & Program Aksi Presentasi : Pemicu Diskusi II Bp. Franky O. Widjaja INDONESIA BIDANG AGRIBISNIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di

Lebih terperinci

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani VISI KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Mengukur KESEJAHTERAAN PETANI EKONOMI Pendapatan, NTP, NTUP NON EKONOMI Terhormat Diperhatikan Dilindungi dibutuhkan

Lebih terperinci

Revitalisasi Pertanian

Revitalisasi Pertanian IX Revitalisasi Pertanian Revitalisasi pertanian dalam arti luas dilakukan untuk mendukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja, terutama di pedesaan, dan mengentas masyarakat miskin, serta mendukung

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS Disampaikan pada Rapat Kerja Akselerasi Industrialisasi dalam Rangka Mendukung Percepatan dan Pembangunan Ekonomi, Hotel Grand Sahid, 1 Pebruari 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 Kementerian PPN/ Bappenas ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci