Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang. Ruri Wijayanti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang. Ruri Wijayanti"

Transkripsi

1 Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang Ruri Wijayanti SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2011 Ruri Wijayanti NRP F

4 ABSTRACT RURI WIJAYANTI. Study of Engineering Process on Vacuum Frying and Business Feasibility of Banana Chips Production. Under direction of I WAYAN BUDIASTRA and ROKHANI HASBULLAH Vacuum frying is a new technology that can be used to improve quality attributes of fried food because of low temperatures process. The objectives of this study is to assess the effects of oil temperatures and exposure time of frying on physic-chemical and organoleptic properties of banana chips to get a better quality products, to determine packaging material that can extend shelf life of banana chips, to predict shelf life of banana chips using the method of acceleration and to calculate production costs and the business feasibility of vacuum fried banana chips. The quality parameters tested include water content, fat content, colour, thickness and organoleptic test. Banana chips were fried in oils with temperature of 60, 70, 80, and 90 C and time of frying 30, 45, 60 and 75 minutes. The result showed that the temperature and frying time is significantly influence the quality and characteristics of the products. The best quality of banana chips obtained at frying temperature of 80 C for 60 minutes. Aluminum foil can maintain the shelf life of banana chips for 115 days of storage, while the PP is only for 70.6 days of storage based on water content parameter. Banana chips business eligible to run if production capacity is 4 kg or more. Key words: Banana, vacuum fryer, self life, the feasibility.

5 RINGKASAN RURI WIJAYANTI. Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA dan ROKHANI HASBULLAH Pisang merupakan salah satu jenis bebuahan yang paling banyak dihasilkan di Indonesia, salah satu daerah yang ikut menyumbang hasil produksi pisang ini adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai, di Propinsi Sumatera Barat. Mengingat penduduk Mentawai masih mengkonsumsi buah-buahan ini dalam bentuk segar, distribusi dan pemasaran buah-buahan ini bergantung kepada masuk atau tidaknya kapal, maka pada saat musim panen raya ketika jumlah produksinya meningkat buah-buahan ini tidak terjual dan termanfaatkan secara optimal dan harga jualnya menurun secara tajam. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan nilai jual pisang dan meningkatkan umur simpannya adalah dengan mengolahnya menjadi produk baru seperti keripik. Metode yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan teknologi penggorengan vakum dengan memanfaatkan penggorengan pada suhu yang rendah. Salah satu keunggulan teknologi penggorengan secara vakum ini adalah dihasilkannya tekstur, warna dan aroma yang khas seperti produk aslinya. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap mutu akhir produk baik dari sifat fisiko-kimia dan organoleptiknya, menentukan jenis kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan keripik buah pisang, menduga umur simpan keripik pisang dengan menggunakan metoda akselerasi, dan menghitung biaya produksi keripik pisang vacuum frying dan kelayakan usaha keripik pisang. Penelitian dilaksanaan pada bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 bertempat di Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat. Analisis produk keripik dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Buah pisang yang digunakan adalah buah pisang jenis kepok yang memiliki tingkat kematangan yang sama yaitu ¾ penuh. Penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahap. Tahap pertama adalah pembuatan keripik pisang dengan menggunakan vacuum frying, tahap kedua adalah aplikasi kemasan sekaligus menduga umur simpan keripik pisang dan tahap yang ketiga adalah analisis kelayakan usaha keripik pisang. Penellitian tahap pertama yaitu penggorengan pisang secara vakum dilakukan dengan menggunakan penggoreng vakum disain Lastriyanto (1997) pada tekanan vakum 740 mmhg. Penelitian tahap kedua, pendugaan umur simpan dengan metoda akselerasi menggunakan model arhenius pada suhu penyimpanan 40, 50 dan 60 o C. Sedangkan penelitian tahap ke tiga dibantu dengan beberapa asumsi dan pendekatan-pendekatan untuk menganalisis kelayakan usaha keripik pisang. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap pertama adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu suhu dan waktu penggorengan dengan tiga kali ulangan. Faktor suhu memiliki 4 level, yaitu 60⁰C, 70⁰C, 80⁰C dan 90⁰C, faktor waktu juga memiliki 4 level, yaitu 30 menit, 45

6 menit, 60 menit dan 75 menit. Data diolah dengan analisis sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Apabila berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Sedangkan untuk uji organoleptik, data diolah dengan Kruskal Wallis dan jika berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Dunn. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa suhu dan waktu penggorengan sangat berpengaruh nyata terhadap penurunan maupun peningkatan mutu dan karakteristik produk yang dihasilkan dimana terjadi penurunan parameter kadar air, peningkatan nilai kadar lemak dan kekerasan. Berdasarkan hasil uji organoleptik mutu keripik pisang yang terbaik diperoleh pada suhu penggorengan 80 C selama 60 menit dengan nilai kadar air 10.75%, kadar lemak 26.45% dan kekerasan 3.90 kg/mm. Parameter mutu kritis dari pendugaan umur simpan keripik pisang adalah kadar air, dimana kemasan aluminium Foil lebih mampu mempertahankan umur simpan keripik pisang hingga 115 hari pada suhu 25 o, sedangkan kemasan PP hanya mampu mempertahankan umur simpan keripik pisang selama 70,6 hari. Biaya total produksi keripik pisang dengan kapasitas produksi 10 kg, 8 kg, 6 kg, 4 kg dan 3 kg secara berturut-turut adalah /tahun, Rp /tahun, Rp /tahun, Rp /tahun dan Rp /tahun dengan total produksi yaitu sebanyak kg/tahun untuk kapasitas 10 dan 8 kg, kg/tahun untuk kapasitas 6, 8400 kg/tahun untuk kapasitas 4 kg dan 6300 kg/tahun untuk kapasitas 3 kg. Usaha keripik pisang baru layak untuk dijalankan jika minimal kapasitas produksi per prosesnya adalah 4 kg yang ditunjukkan dengan nilai NPV yang bernilai positif, nilai IRR yang lebih besar dari discount factor pada saat sekarang dan nilai net B/C, gross B/C yang lebih besar dari satu. Sedangkan untuk kapasitas produksi per prosesnya 3 kg usaha keripik pisang ini tidak layak untuk dijalankan ditunjukkan dengan nilai NPV yang bernilai negatif, nilai net B/C, gross B/C yang lebih kecil dari 1, dan dengan nilai IRR yang tidak terdeteksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha keripik pisang baru layak untuk dijalankan jika minimal kapasitas produksi per prosesnya adalah 4 kg Kata kunci: pisang, penggorengan hampa, umur simpan, analisis kelayakan.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8

9 KAJIAN REKAYASA PROSES PENGGORENGAN HAMPA DAN KELAYAKAN USAHA PRODUKSI KERIPIK PISANG RURI WIJAYANTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr

11 Judul Tesis : Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang Nama : Ruri Wijayanti NRP : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M. Agr Ketua Dr.Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian: 31 Maret 2011 Tanggal Lulus:

12 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah pengolahan buah matang (segar) menjadi produk akhir keripik sebagai salah satu komoditi eksotik Indonesia, yakni pisang batu (kapok), dengan judul Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan saran, arahan dan bimbingan kepada penulis mulai penyusunan proposal sampai pada penulisan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya, 3. Ketua Mayor Teknologi Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB dan staf, 4. Lembaga Direktorat Penelitian dan Pengabdian Pada masyarakat (DP2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini, 5. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan, 6. Bu Rus, Pak Mul, dan Pak Sulyaden yang sudah membantu dan memberikan kemudahan dalam urusan administrasi Mayor TMB, 7. Orang tua penulis (Supradah, SE dan Tri Silati), suami (Rahmat Kurniawan, SE. MA) dan anak (Khairul Naufal Akmal), serta mertua atas segala kasih, kesabaran, doa dan dukungan selama penulis melaksanakan studi, 8. UKM Mekar Sari khususnya Keluarga Bapak Muh Khusni Nasirun atas bantuannya selama ini, 9. Rekan-rekan seperjuangan dalam TPP 08; Mba Yosi, Ka Fifi, Ibu Siti Jamila, Ka Meivi, Mba Erbi, Mba Novi, Mas Bambang, Pak Amin, Mba Dian dan Pak Khamsi, serta tak terlupakan temen-temen TPP 09; Mas Riwan, Mamat, Jati dan Ka Ir, terimakasih atas kebersamaan dan dukungan selama studi, 10. Serta masih banyak lagi ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan pengolahan pisang, serta buah tropika Indonesia pada umumnya. Bogor, Maret 2011 Ruri Wijayanti

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 25 Januari 1984 dari ayah Supradah, SE dan Ibu Tri Silati. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 4 Padang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi ujian masuk Universitas Andalas melalui jalur UMPTN. Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjananya pada akhir tahun Pada tahun 2006 penulis kembali mengambil ke profesian (Akta 4) dan memilih program studi Biologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Negeri Padang dan menyelesaikannya pada akhir tahun Kemudian pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi pascasarjana, dengan program studi Teknologi Pascapanen, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

14 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Pisang... 4 Penggorengan... 5 Penggorengan Hampa Aplikasi Proses Penggorengan Hampa Pengemasan Pendugaan Umur Simpan (Shelf Life Prediction) Biaya Dan Analisis Biaya METODOLOGI PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Bahan Dan Alat Metode Penelitian Prosedur Analisis Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Analisis Fisik Dan Proksimat...40 Uji Organoleptik...47 Uji Pembobotan...51 Penelitian Tahap Pemilihan Jenis Kemasan...53 Penentuan Batas Kritis Parameter Mutu...53

15 ii Parameter Penurunan Mutu Keripik Pisang Pendugaan Umur Simpan Penelitian Tahap Analisis Biaya Produksi Analisis Biaya Pokok Analisis Kelayakan KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 98

16 iii DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi Buah-buahan Indonesia 2 Produksi Bebuahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun Komposisi Kimia Pisang Kepok per 100 gram Bahan 4 Umur Panen Beberapa Varietas Tanaman Pisang 5 Karakteristik Kemasan Aluminum Foil dan PP 6 Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deterorasi pada produk pangan 7 Spesifikasi Alat Mesin Penggoreng Hampa desain Lastriyanto (1997) 8 Hasil uji lanjut fisikokimia keripik pisang berdasarkan parameter nilai L, kadar air, kadar lemak dan kekerasan 9 Hasil uji lanjut organoleptik keripik pisang berdasarkan parameter rasa, aroma, kekerasan dan warna 10 Hasil uji pembobotan terhadap kekerasan, rasa, warna dan aroma 11 Nilai mutu awal dan batas mutu kritis keripik pisang berdasarkan analisis fisikokimia dan analisis organoleptik 12 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis kadar air 13 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis kadar air 14 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter kadar air 15 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis kadar asam lemak bebas 16 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis kadar asam lemak bebas 17 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter kadar asam lemak bebas 18 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis kekerasan 19 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis kekerasan

17 iv 20 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter kekerasan 21 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori aroma 22 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori aroma 23 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter sensori aroma 24 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori kekerasan 25 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori kekerasan 26 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter sensori kekerasan 27 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori warna 28 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori warna 29 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter sensori warna pada ordo 0 dan ordo 1 30 Persamaan garis Penurunan mutu keripik pisang dan R 2 kemasan PP dan Aluminium Foil berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori rasa 31 Persamaan Arrhenius penurunan mutu keripik pisang dan R 2 berdasarkan analisis organoleptik terhadap sensori rasa 32 Nilai K dan umur simpan keripik pisang pada beberapa tingkat suhu untuk parameter sensori rasa 33 Umur simpan keripik pisang berdasarkan beberapa parameter penurunan mutu pada suhu ruang (25 o C) 34 Biaya Investasi Usaha Keripik Pisang pada tahun ke

18 v 35 Daftar Mesin dalam Proses Pengolahan 36 Hasil Perhitungan Total Biaya Tetap (BT) dan Total Biaya Variabel (BV) serta Total Biaya Produksi pada berbagai kapasitas 37 Hasil perhitungan biaya total produksi, biaya pokok dan keuntungan keripik pada berbagai kapasitas 38 Hasil perhitungan IRR dan B/C ratio dalam berbagai kapasitas produksi

19 vi DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kesetimbangan masa dan panas pada proses penggorengan secara deep fat frying (modifikasi Robertson, 1967) Struktur Bahan Pangan yang di Goreng Bagan Skema Mesin Penggoreng vakum Sistem Jet Air Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius Mesin Vacuum Frying Kapasitas 10 kg Bagan alir proses penelitian Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan keripik pisang Hasil Produk Keripik Pisang dalam Berbagai Tingkat Suhu dan Waktu Penggorengan Rendemen Keripik Pisang Kekerasan Keripik Pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai L keripik pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai a keripik pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap nilai b keripik pisang Kadar Air Keripik Pisang Kadar Lemak Keripik Pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan rasa keripik pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan aroma keripik pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan kekerasan keripik pisang Hubungan pengaruh perlakuan penggorengan terhadap penerimaan warna keripik pisang... 50

20 vii 20 Hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) pada suhu 40 o C, 50 o C dan 60 o C untuk kemasan PP dan Kemasan Aluminium Foil Hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (kg/mm) pada suhu 40 o C, 50 o C dan 60 o C untuk kemasan PP dan kemesan Aluminium Foil Hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kadar FFA(%) pada suhu 40 o C, 50 o C dan 60 o C untuk kemasan Aluminium Foil dan kemasan PP Diagram penerimaan sensori terhadap aroma selama penyimpanan untuk kemasan Aluminium Foil dan PP Diagram penerimaan sensori terhadap rasa selama penyimpanan untuk kemasan Aluminium Foil dan PP Diagram penerimaan sensori terhadap kekerasan selama penyimpanan untuk kemasan Aluminium Foil dan PP Diagram penerimaan sensori terhadap warna selama penyimpanan untuk kemasan Aluminium Foil dan PP Regresi Linier kadar air keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier kadar air keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar air keripik pisang untuk kemasan Aluminium Foil dengan ketebalan 70µm Regresi Linier kadar asam lemak bebas keripik pisang selama penyimpanan (Ordo 0) dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier kadar asam lemak bebas keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang... 67

21 viii 33 Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kadar asam lemak bebas keripik pisang untuk kemasan Aluminiun Foil dengan ketebalan 70µm Regresi Linier kekerasan keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier kekerasan keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kekerasan keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k kekerasan keripik pisang untuk kemasan Aluminium Foil dengan ketebalan 70µm Regresi Linier sensorik aroma keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier sensorik aroma keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori aroma keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori aroma keripik pisang untuk kemasan Aluminium Foil dengan ketebalan 70µm Regresi Linier sensorik kekerasan keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier sensorik kekerasan keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori kekerasan keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm... 79

22 ix 46 Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori kekerasan keripik pisang untuk kemasan Aluminium Foil dengan ketebalan 70µm Regresi Linier sensorik warna keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier sensorik warna keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori warna keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori warna keripik pisang untuk kemasan Aluminium Foil dengan ketebalan 70µm Regresi Linier sensorik rasa keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan PP untuk menentukan umur simpan keripik pisang Regresi Linier sensorik rasa keripik pisang selama penyimpanan Ordo 0 dan Ordo 1 pada kemasan Aluminium Foil untuk menentukan umur simpan keripik pisang Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori rasa keripik pisang untuk kemasan PP dengan ketebalan 80µm Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k sensori rasa keripik pisang untuk kemasan Aluminium Foil dengan ketebalan 70µm... 86

23 x DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data Rekapitulasi Penelitian Tahap 1 Secara Objektif Dara rekapitulasi Penelitian Tahap 1 Secara Subjektif Analisis sidik ragam dan Uji lanjut Duncan α = 5% sifat mutu dan organoleptik serta Uji Lunjut Dunn α = 5% keripik pisang Rekapitulasi data pengamatan sifat mutu keripik pisang selama penyimpanan untuk pendugaan umur simpan Rekapitulasi data pengamatan sifat mutu dan organolpetik keripik pisang selama penyimpanan untuk pendugaan umur simpan Data dan Hasil Biaya Produksi dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Biaya Hasil Uji Tingkat Kepentingan Keripik Form untuk Penelitian Tahap Form Pengujian untuk Penelitian Tahap

24 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis buah-buahan yang paling banyak dihasilkan di Indonesia dibandingkan produksi buah-buahan jenis lainnya, hal ini bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik dari tahun 2003 sampai dengan 2009 yang memperlihatkan terjadinya peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 1). Tabel 1 Produksi Buah-buahan Indonesia Tahun Produksi (ton) Mangga Jeruk Pisang Nanas Durian Nangka/ cempedak Salak Rambutan Sumber: Badan Pusak Statistik Tahun Salah satu daerah yang ikut menyumbang hasil produksi pisang ini adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai, di Propinsi Sumatera Barat. Hal ini bisa dilihat dari jumlah produksi bebuahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2008 yang disajikan pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Produksi Bebuahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2008 No Jenis Buah Produksi (ton) 1 Durian Pisang Jeruk Cempedak Rambutan 22.2 Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Kep. Mentawai Tahun 2008 Pisang merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dan sangat potensial sebagai sumber pendapatan ekonomi rumah tangga masyarakat tani, industri kecil, industri menengah dan tentu saja mampu menambah devisa negara jika dikelola dengan baik.

25 2 Mengingat penduduk mentawai masih mengkonsumsi buah-buahan ini dalam bentuk segar, distribusi dan pemasaran buah-buahan ini bergantung kepada masuk atau tidaknya kapal, sehingga pada saat musim panen raya ketika jumlah produksinya meningkat buah-buahan ini tidak terjual dan termanfaatkan secara optimal dan harga jualnya menurun secara tajam. Hal ini mengakibatkan buah dibiarkan membusuk dan akhirnya hanya digunakan sebagai pakan ternak seperti babi dan sapi. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan nilai jual pisang ini adalah dengan mengolahnya menjadi produk baru seperti keripik. Penggorengan secara tradisional tentu saja tidak mampu untuk mengolah pisang matang ini menjadi keripik karena akan dihasilkannya mutu keripik yang jelek seperti penampakannya yang gosong, teksturnya lembek dan liat, hal ini disebabkan karena produk yang digoreng memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan teknologi penggorengan vakum dengan memanfaatkan penggorengan pada suhu yang rendah. Salah satu keunggulan teknologi penggorengan secara vakum ini adalah dihasilkannya tekstur, warna dan aroma yang khas seperti produk aslinya. Menurut Ami (2003) penggorengan vakum dengan suhu rendah akan menghasilkan produk dengan tekstur dan warna yang lebih bagus, penyerapan minyak yang rendah, kerusakan vitamin rendah, sehingga produk memiliki mutu dan tingkat kesehatan yang baik. Pemanfaatan buah-buahan menjadi keripik, selain merupakan salah satu usaha untuk memperpanjang umur simpan buah, juga sebagai gaya hidup yang menuntut tersedianya makanan sehat siap santap (dalam bentuk kripik/snack) yang banyak mengandung serat. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan teknologi pengolahan pangan yang tepat untuk mengurangi kerusakan dan kebusukan. Penelitian yang mengarah pada penentuan suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap mutu keripik yang dihasilkan sudah banyak dilakukan namun dengan komoditi yang berbeda diantaranya yang dilakukan oleh, Paramita (1999) menjadikan sawo menjadi keripik dan mendapatkan suhu 95 o C selama 45 menit sebagai suhu dan waktu penggorengan terbaik, Fitriani (1999) mengolah jambu

26 3 biji menjadi keripik dengan suhu dan waktu terbaik 90 o C selama 50 menit, dan Winarti (2000) mengolah keripik mangga dan mendapatkan suhu 85 o C selama waktu 35 menit sebagai suhu dan waktu terbaik. Mengingat penggorengan pada suhu 95 o C masih dapat menyebabkan reaksi pencoklatan non-enzimatis pada produk pangan dan meningkatkan kadar lemak dalam bahan pangan, maka diperlukan penanganan atau penggorengan dengan suhu yang lebih rendah yaitu pada suhu dibawah 90 o C dengan harapan dihasilkannya mutu atau kualitas produk yang lebih baik, yakni dihasilkannya produk yang memiliki kadar lemak dan kadar air rendah yang tentunya dapat memperpanjang umur simpan produk dan mampu menekan biaya produksi khususnya biaya untuk menyalurkan barang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengaruh suhu dan waktu penggorengan hampa terhadap sifat fisiko-kimia dan organoleptik keripik pisang, kemudian penggunaan kemasan yang dapat mempertahankan atau memperlambat penurunan mutu keripik buah pisang kepok. Selain itu perlu dilakukan pendugaan umur simpan untuk mengetahui lama umur simpan dari keripik pisang yang dihasilkan. Terakhir dilakukan analisis biaya untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha produksi keripik pisang tersebut untuk dijalankan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap mutu akhir produk baik dari sifat fisiko-kimia dan organoleptiknya, (2) Menentukan jenis kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan keripik buah pisang, (3) Menduga umur simpan keripik pisang dengan menggunakan metoda akselerasi, dan (4) Menghitung biaya produksi keripik pisang vacuum frying dan kelayakan usaha keripik pisang. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: (1) Mengetahui suhu dan waktu penggorengan yang terbaik terhadap mutu akhir produk, (2) Mengetahui jenis kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan keripik pisang, (3) Mengetahui umur simpan keripik buah, (4) Mengetahui kelayakan usaha keripik pisang vacuum frying

27 4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Pisang merupakan tanaman buah dengan kuantitas yang besar di dunia, yang tumbuh dengan baik di negara tropis maupun subtropis termasuk Indonesia. Pisang dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu pisang yang dapat langsung dimakan yang dikenal dengan istilah pisang meja (banana) dan yang umumnya dimakan setelah melalui proses pengolahan (dimasak) dikenal dengan pisang plantain (Musa paradisiaca). Banana terdiri dari dua varietas yaitu (1) Musa sapientum var. Paradisiaca Baker dan Musa nana Lour (M. Chinensis sweet, M.cavendishii Lamb). Pisang jenis plantain memiliki ciri-ciri khusus yaitu mempunyai genom triploid (AAB, Acuminata, Acuminata, Balbasiana) sehingga tidak semua jenis pisang olahan dapat dikategorikan sebagai plantain. Pisang olahan dengan ciri genom yang berbeda dari plantain dapat dikategorikan sebagai cooking banana (Valmayor et al, 2005 diacu dalam Yusraini, 2007). Banyak jenis pisang olahan yang ada di Indonesia, dari beberapa pisang olahan yang ada di Mentawai pisang kepok merupakan pisang yang produksinya sangat melimpah dan sangat mudah dijumpai. Komposisi kandungan gizi pisang kepok dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3 Komposisi Kimia Pisang Kepok per 100 gram Bahan Komposisi Kimia Jumlah Air (g) 70 Karbohidrat (g) 27 Serat Kasar (g) 0,5 Protein (g) 1,2 Lemak (g) 0,3 Abu (g) 0,9 Kalsium (mg) 80 Fosfor (mg) 290 Sodium (mg) - β- karotein (mg) 2,4 Thiamine (mg) 0.5 Riboflavin (mg) 0.5 Asam Askorbat (mg) 120 Kalori (kal) 104 Sumber : Satuhu dan Supriyadi, (1999)

28 5 Pisang sudah mulai berproduksi dan dipungut hasilnya pada umur 12 hingga 15 bulan setelah tanam atau 4 6 bulan setelah tanaman berbunga, tergantung dari pada varietasnya. Berikut umur panen beberapa varietas tanaman pisang. Tabel 4 Umur Panen Beberapa Varietas Tanaman Pisang No Varietas Umur berbunga Dari bunga Dari tanam (hari) s/d panen (hari) s/d panen (hari) 1 Ambon putih Ambon hijau Ambon lumut Raja sere Cempedak Kepok Tanduk Badak Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 1995, dalam Satuhu dan Supriyadi (1999) Buah pisang yang telah mencapai derajat kemasakan optimal umumnya menampakkan tanda-tanda sebagai berikut: a) Buah pisang sudah berbentuk bulat dan tampak berisi atau minimal sudah ¾ bulat, b) Buah sudah berwarna hijau kekuningan atau buah yang terdapat pada sisir bagian atas sudah ada yang berwarna kekuningan atau sudah ada yang matang, c) Bunga atau tangkai putik yang terdapat pada ujung buah telah mengering dan gugur, dan d) Daun bendera sudah mengering. Penggorengan Teknik Penggorengan Bahan Pangan Penggorengan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air bahan yang dipindahkan dari permukaan bahan yang digoreng dengan minyak sebagai media panghantar panas. Tujuan penggorengan adalah mengurangi kadar air bahan akibat dari penguapan karena pemanasan. Sedangkan menurut Azkenazi et al (1984), menyatakan bahwa penggorengan adalah suatu teknik pemasakan dan pengeringan melalui kontak dengan minyak atau lemak panas yang melibatkan pindah panas dan massa secara simultan. Pada proses penggorengan pemanasan bahan berlangsung secara cepat

29 6 dengan penetrasi jauh kedalam, sehingga penurunan nilai gizi dan kualitas sensorisnya lebih kecil. Menurut Lawson (1995), proses penggorengan dapat dibedakan menjadi 3 metode yaitu: griddling, pan frying, dan deep fat frying. Metode griddling dan pan frying banyak digunakan dalam pengolahan pangan skala rumah tangga. Metoda griddling adalah proses penggorengan dengan menggunakan griddle (alat penggoreng dengan permukaan datar) dan minyak goreng yang sangat sedikit, sehingga membentuk lapisan film minyak pada permukaan griddle. Sedangkan Goreng gangsa (pan frying/contact frying) adalah teknik menggoreng dimana bahan bersentuhan langsung dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selapis tipis minyak/lemak. Secara tradisional umumnya proses ini hanya berlangsung pada satu permukaan dari bahan yang digoreng, sehingga bahan perlu dibolak-balik agar matang secara merata. Sedangkan metode deep fat frying yaitu proses menggoreng dengan menggunakan pindah panas yang langsung dari minyak yang panas kemakanan yang dingin (Lawson, 1995). Dimana metode ini biasa digunakan dalam industriindustri makanan. Pengertian menggoreng cenderung mengarah ke pengertian deep fat frying, dimana seluruh bagian bahan pangan terendam dalam banyak minyak dan seluruh bagian permukaannya mendapat perlakuan panas yang sama sehingga berwarna seragam. Proses penggorengan ini terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama disebut tahap pemanasan awal. Pada tahap ini pindah panas yang terjadi antara minyak dan bahan adalah konveksi dan belum terjadi penguapan air dari bahan. Sedangkan pada tahap kedua lapisan luar bahan pangan mulai mendidih, dan penguapan air bahan mulai terjadi sehingga terbentuk renyahan. Tahap ketiga (falling rate) ditandai dengan banyaknya keluar air dari bahan pangan dengan suhu permukaan bahan diatas 100 o C, temperatur lapisan core mulai mencapai titik didih dan lapisan renyahan terus terbentuk. Sedangkan pada tahap keempat yang disebut dengan bubble end point, proses yang terjadi yaitu laju penguapan air berkurang dan tidak ada gelembung terlihat dilapisan permukaan bahan.

30 7 Perpindahan massa yang terjadi dalam proses penggorengan ada dua, yaitu penguapan air dan penyerapan minyak. Bahan makanan mengalami penurunan kadar air selama proses penggorengan dalam dua cara, pertama transfer massa air terjadi dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap kelingkungan, dan kedua perubahan massa air menjadi uap terjadi di dalam bahan. Deep fat frying Prinsip penggorengan deep fat frying, minyak, bahan pangan dan panas adalah input proses sedangkan outputnya berupa makanan gorengan, uap air, uap minyak, minyak jelantah dan remah-remah bahan pangan (Robertson, 1967). Metode ini sangat penting karena prosesnya cepat, mudah dan produknya mempunyai tekstur dan aroma yang lebih disukai. Uap air + Panas by products berminyak Bahan Mentah Uap minyak panas Minyak Goreng Produk gorengan berminyak Panas remah-remah berminyak Gambar 1 Kesetimbangan masa dan panas pada proses penggorengan secara deep fat frying (modifikasi Robertson, 1967). Akibat proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisik yang bersifat spesifik yaitu (1) kenaikan suhu produk ke level yang dikehendaki, (2) evaporasi air, (3) kenaikan suhu permukaan hingga terjadi pencoklatan dan terbentuknya kerak, (4) perubahan dimensional bahan pangan, (5) terserapnya minyak kedalam bahan, dan (6) perubahan densitas produk gorengan yang menyebabkan produk timbul tenggelam selama proses berjalan (Block, 1955). Struktur Produk Gorengan Struktur dasar pangan gorengan terdiri dari inerzone atau inti, outerzone atau kerak dan outerzone surface atau permukaan kerak

31 8 (Robertson, 1967). Inti adalah bagian yang masih mengandung air. Pada pangan tipis seperti keripik, bagian inti ini hampir tidak ada yang tertinggal hanya bagian kerak saja. Core (innerzone) Lapisan renyahan (outerzone) Permukaan Luar (outerzone surface) Gambar 2 Struktur Bahan Pangan yang di Goreng Kerak outerzone adalah bagian luar pangan gorengan yang mengalami dehidrasi, semakin tebal bagian ini maka makin banyak minyak yang terserap. Outerzone surface adalah bagian paling luar dari bahan pangan gorengan yang berwarna coklat kekuningan. Warna coklat umumnya merupakan hasil reaksi Maillard yang dipengaruhi oleh komposisi makanan, suhu dan lama penggorengan. Ada dua cara untuk menggolongkan produk hasil gorengan. Yang pertama dikemukakan oleh Azkenazi, et al (1984) serta Blumenthal (1991) dimana mereka membagi produk gorengan menjadi (a) produk gorengan tanpa kerak contohnya ayam goreng, (b) produk dengan kerak contohnya French fries dan (c) produk yang keseluruhannya berupa kerak seperti keripik kentang. Transfer Panas Penggorengan merupakan fenomena transfer yang terjadi secara simultan yaitu transfer panas, transfer massa air dan transfer minyak. Panas yang ditransfer dari minyak ke bahan, massa air diuapkan dari bahan dan minyak diserap oleh bahan (Whitaker 1977a; Sahin et al. 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses transfer panas dan massa tersebut adalah sifat-sifat thermal dan physicochemical bahan dan minyak, suhu minyak dan perlakuan bahan sebelum digoreng (Krokida et al. 2001). Kecepatan transfer panas dari minyak ke bahan sangat dipengaruhi oleh suhu minyak, koefisien transfer panas, konduksi bahan dan bentuk dimensi serta ukuran bahan. Kecepatan transfer massa air dari bahan ke lingkungan (minyak) dipengaruhi oleh kadar air awal produk yang akan digoreng, difusifitas bahan dan

32 9 bentuk dimensi serta ukuran bahan. Kecepatan transfer minyak oleh bahan dipengaruhi oleh suhu minyak, viskositas minyak, porositas bahan, dan perbedaan tekanan kapiler. Panas merupakan dasar dari proses pemasakan, yang diakibatkan dari meningkatnya temperatur berakibat terhadap energi input. Suhu Penggorengan Suhu penggorengan harus lebih tinggi dari titik didih air, tetapi tidak boleh tinggi karena akan mempercepat kerusakan minyak. Biasanya suhu penggorengan yang dipakai adalah o C (Winarno, 1997), atau o C (Block, 1964), tergantung bahan pangan yang akan digoreng. Penggorengan pada suhu o C baik untuk menggoreng kacang dan berbagai jenis keripik, sedangkan pada suhu 190 o C baik untuk menggoreng donat (Robertson, 1967). Pedoman umum dalam menggoreng telah dirumuskan oleh Weiss (1985) yakni untuk makanan yang berbentuk irisan kecil penggorengan dilakukan secara cepat menggunakan suhu tinggi. Sedangkan untuk irisan besar yang membutuhkan waktu yang lama untuk penetrasi panas, sebaiknya digoreng pada suhu yang rendah. Tindakan ini untuk mencegah pemasakan yang berlebihan atau gosongnya permukaan bahan pangan. Temperatur penggorengan yang tinggi menyebabkan air dalam bahan makanan menjadi panas dan terpompa keluar kedalam minyak disekitarnya dalam bentuk uap air. (Varela, dkk, 1988). Sebagian air akan menguap dari ruang kosong yang semula diisi air kemudian diisi oleh minyak. Perubahan Kandungan Air Bahan Pindah massa selama proses penggorengan terutama ditandai dengan hilangnya sejumlah kandungan air bahan yang terjadi karena menguapnya air dari bagian kerak dan menurunnya kapasitas pengikatan air (water holding capacity) bahan pada saat kenaikan suhu (Hallstrom, 1980). Kadar air merupakan parameter penting untuk diterima oleh konsumen karena akan menentukan sifat keripik. Menurut Prashad dan Mathur (1956) kehilangan air paling banyak terjadi pada menit pertama dan jumlahnya semakin bertambah dengan meningkatnya suhu penggorengan (Irawan, 1992).

33 10 Pada awal terbentuknya kerak, air yang diuapkan pada lapisan tersebut ditransfer keluar permukaan bahan melalui media pemanas cair yang terlihat dalam bentuk gelembung kecil. Pada saat itu terjadi penurunan kadar air yang paling besar. Dengan meningkatnya waktu penggorengan, kerak makin tebal dan menghalangi jalannya uap air, akibatnya laju penurunan kadar air semakin berkurang. Pembentukan lapisan kerak yang kering pada bagian luar bahan menyebabkan adanya gradient difusi uap air pada bagian tersebut dan gradient tekanan uap air dibawah lapisan kerak (Irawan, 1992). Pengaruh Penggorengan Terhadap Kerusakan Nutrisi Oksidasi pada lemak dapat menyebabkan terjadinya ketengikan (Autooksidasi). Menurut Ketaren (1986) faktor-faktor yang mempercepat oksidasi adalah (1) radiasi oleh panas dan cahaya; (2) bahan pengoksidasi (oxidizing agent); (3) katalis metal khususnya garam dari logam berat; (4) system oksidasi yang diakibatkan adanya katalis organik yang labil terhadap panas. Kerusakan akibat oksidasi pada bahan pangan yang berlemak terdiri atas dua tahap, tahapan pertama disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen, tahapan kedua yang merupakan kelanjutan dari tahapan pertama, yang prosesnya dapat merupakan proses oksidasi maupun non oksidasi. Pada oksidasi ini umumnya terjadi pada setiap jenis lemak seperti minyak goreng. Oksidasi lemak akan bereaksi dengan komponen bukan berasal dari lemak yaitu dengan protein. Perubahan oksidatif dari fraksi lemak adalah kecil tergantung dari kadar asam lemak tidak jenuh pada makanan yang digoreng. Senyawa peroksida yang mengalami dekomposisi oleh panas dalam waktu yang lama akan mengakibatkan destruksi beberapa vitamin dalam bahan pangan yang berlemak. Peroksida ini juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlahnya lebih besar daro 100 maka dia bersifat racun dan tidak dapat dimakan (Ketaren, 1986). Menurut Ketaren (1986), autooksidasi acyl-lipid ini dapat dihambat dengan tiga cara yaitu (1) dengan meminimalkan kontak dengan oksigen, (2) penyimpanan pada suhu rendah bebas cahaya, dan (3) dengan penggunaan kemasan vakum atau dengan pemberian oksidasi glukosa.

34 11 Penyerapan Minyak Goreng Pada dasarnya minyak adalah campuran trigliserida, yang terbentuk dari satu molekul gliserol dan 3 asam lemak (Ketaren, 1986). Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung pada komposisi dari asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu asam olet, linoleat dan linolenat dengan titik cair yang rendah. Didalam proses penggorengan, jenis minyak akan berpengaruh terhadap kualitas produk. Penyerapan minyak dinyatakan sebagai jumlah minyak yang terserap oleh produk gorengan per unit berat produk akhir. Robertson (1967) menyatakan bahwa absorbsi minyak merupakan proses menyerapnya minyak goreng ke dalam bahan pangan. Absorbsi menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan tekstur dimana minyak yang terabsorbsi tersebut akan melunakkan bagian luar (crust) dan membasahi produk. Menurut Block (1964) faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak dikelompokkan menjadi dua group, (a) faktor material, terdiri atas komposisi dan karakteristik permukaan bahan, dan (b) faktor proses terdiri atas komposisi atau kondisi minyak. Sedangkan menurut Djatmiko dan Enie (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak oleh bahan selama proses penggorengan adalah kualitas dan komposisi minyak, temperatur dan lama waktu penggorengan, bentuk dan kandungan air bahan, komposisi bahan, perlakuan terhadap bahan sebelum digoreng, perlakuan terhadap lapisan permukaan bahan, porositas bahan, dan ketebalan lapisan renyahan pada bahan. Sedangkan menurut Velasco (2004), parameter utama yang mempengaruhi hilangnya air dan penyerapan minyak yaitu suhu dan waktu penggorengan, dimana pada suhu tinggi penyerapan minyak pada permukaan bahan akan lebih rendah dibandingkan dengan digoreng pada suhu rendah. Pada proses penggorengan keripik kentang faktor-faktor tersebut adalah (1) total padatan ubi, (2) suhu minyak, (3) lama penggorengan, dan (4) ketebalan irisan. Peningkatan suhu proses penggorengan akan menurunkan tingkat penyerapan minyak goreng. Rendahnya viskositas minyak pada suhu lebih tinggi menyempurnakan proses penirisan minyak dari chips masak.

35 12 Setelah proses penggorengan hampa dihentikan, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengeluarkan bahan dari dalam minyak sebelum tekanan ruang penggoreng mencapai satu atmosfir. Tindakan ini dapat mencegah penyerapan minyak lemak yang berlebihan. Selama uap dibebaskan secara cepat dari irisan yang dimasak, tingkat penyerapan minyak akan berbeda pada tingkat yang paling rendah. Pada tahap akhir penggorengan, lapisan uap air pada permukaan bahan dilepaskan, sehingga perannya sebagai lapisan pelindung akan hilang, akibatnya minyak akan masuk dan mengisi rongga-rongga dalam jaringan yang telah mongering (Block, 1964). Selain itu penyerapan minyak goreng selama proses penggorengan meningkat dengan bertambah lamanya waktu penggorengan dan bertambah tingginya suhu penggorengan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu penggorengan maka akan semakin tebal renyahan yang terbentuk, sehingga semakin banyak ruang-ruang kosong yang secara otomatis akan diisi dengan penyerapan minyak. Selama penggorengan produk menyerap minyak dan kadar minyak dalam produk biasanya dihubungkan dengan kadar air awal bahan (Gamble et al, 1987). Minyak sebagai medium pemanas dan penghantar panas memiliki sifat yang tidak dapat menyatu dengan air padahal buah-buahan banyak mengandung air, karena sifat alami air dan minyak yang tidak dapat menyatu, keduanya memegang peranan penting dalam proses penggorengan. Menurut Pinthus dan saguy, (1993) mekanisme absorbsi minyak pada bahan makanan disebabkan oleh tekanan kapiler, dan sebagian lainnya disebabkan oleh kondensasi uap pada saat memindahkan produk dari penggorengan. Penyerapan minyak merupakan fenomena kompleks yang terjadi ketika produk diangkat atau dipindahkan dari penggorengan selama periode pendinginan. Jumlah kandungan minyak yang diserap oleh bahan setelah digoreng dapat menentukan penerimaan dan kenampakan produk (Krokida et al, 2001). Massa minyak akan masuk ke dalam bahan dengan cara difusi karena adanya perbedaan konsentrasi minyak pada bagian permukaan dengan bagian dalam bahan. Pengeringan parsial irisan kentang mentah sebelum digoreng akan menurunkan jumlah minyak yang terserap dalam chips. Pencucian dengan air

36 13 panas (untuk mengeluarkan gula pereduksia) akan meningkatkan penyerapan minyak. Penelitian oleh Gamble et al (1987) mengungkapkan bahwa terdapat korelasi yang baik (r = 0.989) antara jumlah minyak yang diserap dengan jumlah air yang hilang selama proses penggorengan pada suhu 145 o C, 165 o C, dan 185 o C. peningkatan waktu pengorengan donat sebesar 5% akan meningkatkan penyerapan minyak dari 2 oz pada operasi normal menjadi oz (Block, 1964). Selain itu Lawson (1995) menyatakan bahwa, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase penyerapannya tergantung pada jenis bahan yang digoreng. Sebagai contoh minyak yang diabsorbsi oleh keripik kentang sekitar 40%, potato stick 35%, kue (doughnut) 20-25%, udang goreng dan kerang 12-15%, ikan goreng (fish stick) 10-12%, kentang goreng Prnacis 7-12% (Robertson, 1967 dikutip oleh Ketaren, 1986). Penggorengan Hampa Hingga saat ini alat yang selalu dipakai untuk mengolah buah dan sayur menjadi keripik adalah mesin vacuum frying. Mesin ini berfungsi untuk mengolah buah-buahan dan sayuran yang memiliki kadar air tinggi menjadi keripik buah/sayur yang kering dengan tetap mempertahankan warna, aroma, dan citarasa alami buah/sayur. Adapun buah yang biasa diolah adalah cempedak, apel, pepaya, nanas, salak, waluh, pisang, rambutan, mangga, labu kuning atau melon. Jenis sayuran: jamur tiram, brokoli, buncis, kacang tanah, jagung, wortel, kacang panjang atau terong. Sedangkan menurut Shing (2003) penggorengan vakum umumnya digunakan untuk mengeringkan buah-buahan, sayuran, daging, produk mengandung air dan lain-lain. Dimana proses ini akan memberikan pengaruh oksidasi yang minimum, sehingga umur simpan produk lebih panjang. Menurut Haryadi dkk (2000), prinsip kerja dari penggorengan vakum yaitu kompor gas digunakan untuk mensuplai panas ke minyak yang berada ditanki penggorengan. Kerja pompa dan water jet akan menurunkan tekanan pada ketel penggorengan. Dengan penurunan tekanan maka suhu penggorengan bisa

37 14 dilakukan relatif lebih rendah dibandingkan suhu penggorengan dengan tekanan atmosfer. Penggorengan keripik pada tekanan vakum dilakukan pada suhu o C dengan tekanan vakum mmhg, dan proses ekspansi akan berjalan optimal pada tekanan mmhg. Menurut Lastriyanto (1997), penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan vakum, dimana kondisi yang baik untuk menggoreng buah secara vakum adalah suhu 90 o C, tekanan vakum 700 mmhg dan waktu penggorengan 1 jam. Mesin penggoreng vakum (Vacuum Fryer), terdiri dari 5 (lima) komponen, yakni: 1) pompa vakum, 2) tabung penggoreng, 3) pengendali temperatur, 4) kondensor, dan 5) sumber pemanas. Secara skematis hubungan antar komponen ditunjukkan pada Gambar 3, adapun fungsi bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pompa vakum: merupakan komponen terpenting dari sistem penggoreng vakum, dipergunakan pompa vakum sistem water-jet, karena mempunyai kelebihan: tidak mempergunakan oli, seal, bantalan, dan poros sehingga rendah biaya operasinya dan pemeliharaannya. Pompa vakum ini berfungsi untuk menghisap udara didalam ruang penggorengan sehingga tekanannya menjadi rendah dan juga sekaligus berfungsi pula untuk menghisap uap air hasil penggorengan. 2. Tabung penggoreng yang berfungsi untuk mengkondisikan bahan yang diproses agar sesuai dengan tekanan yang direkomendasikan. Didalamnya berisi minyak sebagai media pindah panas yang dilengkapi dengan pengaduk dan mekanik angkat celup (liting & dipping mechanism). 3. Kondensor: berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan dan menurunkan suhu uap air dari ruang penggorengan sebelum masuk ke pompa vakum, kondensor ini mempergunakan air sebagai media pendingin pada pabrik besar pendinginan mempergunakan menara pendingin. 4. Unit pemanas: sumber panas dapat mempergunakan boiler, namun memerlukan biaya investasi dan operasi tersendiri. Untuk mesin skala industri

38 15 rumah tangga sebaiknya mempergunakan LPG karena sistem kendalinya tidak terlalu sulit. 5. Unit pengendali operasi: Unit ini keberadaannya sangat penting, karena suhu proses dilakukan pada suhu dibawah suhu didih media pemanas. Toleransi suhu sangat rendah sehingga pemilihan sensitivitas pengendali suhu menjadi sangat penting. Gambar 3 Bagan Skema Mesin Penggoreng vakum Sistem Jet Air 1. Sumber pemanas 6. Pengukur vakum 11. Pompa sirkulasi 2. Tabung penggoreng 7. Keranjang Penampung bahan 12. Saluran air pendingin 3. Tuas pengaduk 8. Kondensor 13. Bak air sirkulasi 4. Pengendali suhu 9. Saluran hisap uap air 14. Kerangka 5. Penampung kondensat 10. Water Jet Aplikasi Proses Penggorengan Hampa Berbagai kondisi proses penggorengan hampa telah digunakan dalam pembuatan keripik buah-buahan. Paramita (1999) menggunakan suhu 95 o C dan waktu penggorengan 40 menit untuk memproduksi keripik buah sawo, Fitriani (1999) menggunakan suhu 90 o C selama 50 menit untuk memproduksi buah jambu biji, sedangkan surya (1999) menggunakan suhu 90 o C Selama 50 menit untuk memproduksi keripik buah salak. Kemudian Sudjud (2000) menyatakan bahwa penggunaan suhu 90 o C selama waktu 30 menit akan memperoleh kualitas mutu yang terbaik untuk memproduksi keripik buah cempedak. Winarti (2000) mutu keripik buah mangga masih dapat dipertahankan pada suhu 85 o C selama waktu 35 menit.

39 16 Sedangkan Garayo (2001), membandingkan keripik kentang yang digoreng pada suhu (118, 132, 144 o C) dan tekanan vakum (16.661, 9.888, dan kpa) dengan keripik kentang goreng dalam kondisi atmosfer (165 o C). Ternyata keripik dengan penyerapan minyak terendah dengan kualitas produk atribut seperti penyusutan, warna, dan tekstur terbaik didapatkan pada keripik kentang yang digoreng pada kondidi suhu 144 o C dengan tekanan vakum kpa. Pengemasan Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Fungsi pengemasan produk pangan adalah untuk : (a) Menjaga produk pangan agar tetap bersih, terlindung dari kotoran/kuman dan kontaminasi, (b) Menjaga produk pangan dari kerusakan fisik, pengaruh sinar, perubahan kadar air, bau, warna maupun bentuk, (c) Memudahkan dalam penanganan dan distribusi, (d) Menyeragamkan produk dalam ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai standar, (e) Menampakkan identifikasi, informasi, daya tarik dan tampilan yang jelas sehingga membantu penjualan, dan (f) Memberikan informasi melalui sistem labelling, bagaimana cara penggunaan produk, tanggal kadaluarsa dan lain-lain. Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari pengaruh luar, yaitu kimia, biologis dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (pathogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian. Disatu sisi kemasan memberikan keuntungan, disisi lain kemasan juga perlu diwaspadai. Tidak semua bahan pengemas aman terhadap pangan. Oleh karena itu kemasan tersebut harus memenuhi syarat keamanan, yakni: (1)

40 17 Kemasan tidak bersifat toksik dan beresidu terhadap pangan, (2) Kemasan harus mampu menjaga bentuk, rasa, kehigienisan, dan gizi bahan pangan, (3) Senyawa toksik kemasan tidak boleh bermigrasi ke dalam bahan pangan terkemas, (4) Bentuk, ukuran dan jenis kemasan memberikan efektifitas, dan (5) Bahan kemasan tidak mencemari lingkungan hidup. Beberapa jenis kemasan yang biasa digunakan untuk produk olahan makanan yang banyak tersedia dipasaran diantaranya, yaitu kemasan seperti berikut: Aluminium Foil Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Aluminium foil didefinisikan sebagai aluminium murni (derajat kemurniannya tidak kurang dari 99.4%) walaupun demikian dapat diperoleh dalam bentuk campuran yang berbeda-beda (Syarief et. al., 1989). Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan. Politen atau Polietilen (PE) Berdasarkan densitasnya, PE dibagi atas: (1) Low Density Polyethylene (LDPE) : dihasilkan dengan mengekspos etilen pada suhu antara 150 dan 200 C pada tekanan 1200 atm dengan melibatkan sedikit oksigen (Sacharow dan Griffin, 1980). Paling banyak digunakan untuk kantung, mudah dikelim dan sangat murah. (2) Medium Density Polyethylene (MDPE) : Lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE (Syarief et al, 1989). (3) High Density Polyethylene (HDPE): HDPE dihasilkan pada suhu antara 60 o dan 160 o C dan pada tekanan 40 atm dengan katalis alkilmetal (Sacharow dan Griffin,1980). Paling kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (120 o C) sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus mengalami sterilisasi (Syarief et al, 1989). Sifat umum PE menurut Syarief et al, (1989) antara lain: penampakannya bervariasi dari transparan, berminyak sampai keruh (translusid) tegantung dari cara pembuatannya serta jenis resin yang digunakan. Mudah dibentuk, lemas dan

41 18 gampang ditarik. Daya rentang tinggi sampai sobek. Mudah dikelim panas sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Meleleh pada suhu 120 o C. Tidak cocok untuk pengemas produk-produk yang berlemak, gemuk atau minyak. Tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen, dan bahan kimia lainnya. Dapat digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan -50 o C. Transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan yang beraroma. Mudah lengket satu sama lain, sehingga menyulitkan dalam proses laminasi. Diperlukan penambahan bahan penambah ke dalam proses pembuatannya untuk mengurangi hambatan tersebut. Dapat dicetak setelah mengoksidasikan permukaannya dengan proses elektronik. Memiliki sifat yang kedap air dan uap air (HDPE, MDPE, LDPE). Polipropilen (PP) Sifat-sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et al, (1989) yaitu: (a) Ringan (densitas 0.9 g/cm 3 ), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film. Tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. (b) Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu -30 o C mudah pecah sehingga perlu ditambah PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. (c) Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. (d) Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen. (e) Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 o C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi. (f) Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik. Mengeluarkan benang plastik pada suhu tinggi. (g) Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl. (h) Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat. Polivinilklorida Polivinilklorida adalah film yang disiapkan dengan mempolimerkan vinilklorida dengan melibatkan katalis yang sesuai. Dengan menambahkan plastisizer, dapat menghasilkan film fleksibel. Film vinil kopolimer digunakan

42 19 sebagai pengganti oriented films untuk produk susu, daging, permen dan kemasan minuman juga untuk komponen pelapisan (Sacharow dan Griffin,1980). Tabel 5 Karakteristik Kemasan Aluminum Foil dan PP Jenis Ketebalan Densitas Gramatur WVTR* O2TR** Kemasan (mm) (g/cm 3 ) 3 (g/cm ) 2 (g/m /24 jam) 2 (cc/m /24 jam) Alumunium foil 0,05 0,721 36,037 0,5749 0,8492 0,08 1,058 84,617 0,1298 0,2933 0,1 1, ,273 0,0768 0,3199 PP 0, , ,529 0, ,380 1,258,803 0, , ,188 *Temperatur = 37,8 C, RH = 100% ** Temperatur = 21 C, RH = 55% Sumber: Laporan hasil uji laboratorium dan kalibrasi BBKK, dalam Putra dan Latifah (2010) Penentuan umur simpan bahan pangan dalam kemasan memerlukan pengetahuan mengenai transmisi uap air melalui permeabilitas kemasan. Laju transmisi uap air dan oksigen dari udara adalah faktor utama dalam melakukan kontrol umur simpan dari makanan kering dan produk pangan lain yang mengandung lipid atau komponen yang sensitif terhadap oksigen. Laju transmisi uap air atau water vapour transmission rate (WVTR) adalah jumlah uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu bahan selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan RH yang relatif konstan. Pendugaan Umur Simpan (Shelf Life Prediction) Umur simpan suatu produk didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk mempertahankan mutu atau sifat karakteristik suatu produk pada kondisi penyimpanan tertentu hingga produk tersebut tidak dapat diterima oleh konsumen (Anderson & Scott, 1991). Umur simpan suatu produk ditentukan oleh tiga faktor yaitu: a). Karakteristik produk; b) lingkungan dimana produk berada selama distribusi dan c) karakteristik kemasan (Robertson, 1993). Sedangkan Menurut Speigel (1992) umur simpan produk berkaitan erat dengan nilai kadar air kritis, suhu dan kelembaban. Aspek lain dari umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh komponen material kemasan plastik untuk bermigrasi pada bahan makanan

43 20 sampai batas maksimal kadar yang diperkenankan. Berbeda dengan kemasan metal dan gelas, pada kemasan plastik dalam suhu kamar, senyawa dengan berat molekul kecil masuk kedalam makanan secara bebas baik yang berasal dari aditif maupun plasticizers. Tergantung dari jenis plastik yang digunakan, migrasi zat-zat plastik, monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut kedalam makanan padat atau cair, berminyak (non polar) maupun cairan tak berminyak (polar) (Winarno, 1997). Kerusakan yang paling mudah terjadi pada bahan makanan perlu diketahui lebih dahulu dalam menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Jenis kerusakan ini kemudian diukur laju degradasinya dengan menggunakan model matematis tertentu (Labuza, 1982). Dasar Penurunan Mutu Penyimpanan suatu produk dari mutu awal disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini juga dapat diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi dan kompresi (Arpah, 2001). Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi didalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis, atau lainnya seperti proses fisika dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari sekeliling. Ini akan menyebabkan perubahanperubahan terhadap produk yang meliputi: perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi dan lain-lain (Arpah, 2001).

44 21 Tabel 6 Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deterorasi pada produk pangan Faktor Utama Efek Deteriorasi Oksigen Oksidasi lipid Kerusakan vitamin Kerusakan protein Oksidasi pigmen Uap air Kehilangan/kerusakan vitamin Perubahan organoleptik Oksidasi lipida Cahaya Oksidasi Pembentukan bau/perubahan flavor Kerusakan vitamin Kompresi/Bantingan, Vibrasi, Abrasi, Perubahan organoleptik Penanganan secara kasar Kebocoran bahan pengemas Bahan kimia toksik/bahan kimia off flavor Of flavor Perubahan organoleptik Perubahan bahan kimia Pembentukan racun Kriteria Kerusakan Keripik Pisang Keripik merupakan bahan pangan yang memiliki karakteristik berpori dan memiliki kadar air yang rendah. Kerusakan yang sering terjadi adalah terjadinya reaksi oksidasi lipid yang menyebabkan timbulnya rasa tengik dan penyerapan uap air oleh keripik cempedak dan pisang sebagai reaksi kondisi lingkungan. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti CU, Fe, Co dan Mn dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno, 1997). Perubahan pada tekstur akibat reaksi deteriorasi dapat berupa: a) pengempukan, b) perubahan kekentalan, c) perubahan kekerasan, d) warna dan masih banyak lagi penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan ini menyebabkan produk pangan tidak menyerupai tekstur aslinya, seperti pada awal produksi. Tergantung pada tingkat deteriorasi yang berlangsung, perubahan tersebut dapat menyebabkan produk pangan tidak dapat digunakan untuk tujuan seperti yang seharusnya, atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sehingga dikategorikan sebagai bahan kadaluarsa (Arpah, 2001).

45 22 Penyerapan uap air ditandai dengan peningkatan kadar uap air. Perubahan kadar air selama penyimpanan dapat diketahui dengan mengukur kadar air selama penyimpanan dengan interval tujuh hari. Peningkatan kadar air menyebabkan hilangnya kekerasan keripik. Metode Pendugaan Umur Simpan Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakuakn dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau yang sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadarluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisa parameter yang relatif banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi tinggi. Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu: (1) pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifasi air sebagai kriteria kadaluarsa, dan (2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982) menggunakan pendekatan Arrhenius. Persamaan Arrhenius - (1)

46 23 Keterangan: k = konstanta kecepatan reaksi k o Ea R T = konstanta pre-eksponensial = energi aktifasi (KJ/mol = konstanta gas (1.986 Kal/mol) = suhu mutlak (K) Persamaan di atas dapat diubah menjadi: - (2) maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T dengan slope Ea/R seperti pada berikut ini ln k -Ea/R 1/T Gambar 4 Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982) reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh rekasi ordo nol dan satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain. Reaksi Ordo Nol Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi (Labuza, 1982). Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut: (3)

47 24 Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan: (4) Sehingga menjadi: Dimana: - - (5) At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t Ao = jumlah awal Reaksi Ordo Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi: ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein dan lain sebagainya (Labuza, 1982). Persamaan reaksinya: (6) Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan: (7) Sehingga menjadi: - - (8) Dimana: At = Jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t Ao = Jumlah awal A Biaya Dan Analisis Biaya Biaya Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dalam beberapa cara, antara lain penggolongan atas objek pengeluaran, penggolongan atas dasar fungsi pokok pada perusahaan, penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya

48 25 berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992). Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan produk, sedangkan penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel. Selanjutnya William (1973) dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi, sedangkan biaya semi variabel berubah tidak sebanding dengan volume produksi. Analisis Biaya Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Biaya Pokok Produksi Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwi (2001), biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwi (2001), biaya pokok adalah biaya yang tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi yang dapat diperhitungkan. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang dan jasa sampai barang tersebut dapat digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwi (2001), tujuan perhitungan biaya pokok adalah (a) menentukan harga penjualan, (b) menentukan laba atau rugi perusahaan, (c) menetapkan kebijaksanaan perusahaan, (d) memberikan penilaian di dalam neraca, dan (e) menentukan efesiensi perusahaan.

49 26 Menurut Pramudya dan Dewi (1992) biaya pokok dapat dihitung dengan menggunakan rumus: (9) Keterangan: BP = Biaya Pokok (RP/tahun) B = Biaya Total (Rp/tahun) PT = Produksi Total (RP/tahun) Analisis Kelayakan Dalam mengevaluasi suatu proyek dibutuhkan analsis kelayakan finansial. Analisis kelayakan finansial tersebut dilakukan dengan menggunakan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (B/C a. Net Present Value Net Present Value (NPV) yaitu seluruh angka net cash flow yang digandakan dengan discount faktor yang telah ditentukan. Menurut Gray et al. (1985), untuk menghitung NPV dapat digunakan rumus: (10) Keterangan: NPV = Net Present Value (NPV) N = Umur Produksi (tahun) T = Tahun ke-t B = Manfaat (Rp/tahun) C = Biaya (Rp/tahun) I = Discount faktor (% tahun) Jika : NPV > 0 proyek menguntungkan NPV = 0 proyek tidak menguntungkan NPV < 0 proyek merugikan b. Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal, yaitu suatu tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik dengan biaya investasi.

50 27 Keterangan: IRR = Internal Rate of Return (IRR) i 1 = Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat positif (%) i 2 c. Benefit Cost Ratio (B/C) = Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat negatif (%) IRR adalah tingkat bunga yang membuat NPV = 0 Jadi, bila IRR (11) discount faktor proyek menguntungkan sehingga proyek layak untuk dikembangkan Dan, bila IRR < discount faktor proyek merugikan sehingga proyek tidak tidak layak untuk dikembangkan Benefit Cost Ratio (B/C), yaitu nilai perbandingan antara jumlah nilai manfaat dan nilai biaya. Nilai manfaat didapat dari hasil penjualan dan nilai sisa alat. Sedangkan nilai biaya adalah didapat dari biaya investasi dan biaya tahunan untuk perawatan dan pemeliharaan. Benefit Cost Ratio (B/C) terdiri dari dua jenis, yaitu Net B/C dan Gross B/C. Namun Gross B/C dianjurkan untuk tidak digunakan analisis benefit cost. Menurut Gray et al. (1985), untuk menghitung Net B/C dapat digunakan rumus: (12) Dimana: Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif Jika: B/C > 1 proyek menguntung

51 28 B/C = 1 proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya (tercapai titik impas) B/C < 1 proyek merugikan, sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan

52 29 METODOLOGI PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dengan judul Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat. Analisis produk keripik dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanaan pada bulan November 2010 sampai dengan Januari Bahan Dan Alat Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang kepok dengan tingkat kematangan ¾ penuh dengan jumlah 10 tandan dengan ratarata berat bersih per tandan adalah 6 kg yang diperoleh dari petani di daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Bahan baku yang digunakan pada penelitian tahap pertama adalah 8 tandan sedangkan untuk penelitian tahap kedua adalah dua tandan Kemudian digunakan pula minyak komersial yang banyak dijual di pasaran dan kemasan keripik. Bahan kemasan yang digunakan adalah kemasan PP ketebalan 80 µm, dan aluminium foil ketebalan 70 µm yang umum ada dipasaran. Gambar 5 Mesin Vacuum Frying Kapasitas 10 kg Peralatan yang digunakan dalam pembuatan keripik pisang adalah pisau stainless steel, baskom, dan penggorengan hampa kapasitas 10 kg disain

53 30 Lastriyanto (1997). Sedangkan untuk analisa digunakan RheometerModel CR 500DX untuk mengukur kekerasan atau Modulus Young keripik, Chromameter merk Minolta untuk mengukur warna, Neraca analitik, oven pengering, cawan aluminium, inkubator, dan perlengkapan untuk uji organoleptik. Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahap, tahap pertama adalah pembuatan keripik pisang dengan menggunakan vacuum frying, tahap kedua adalah aplikasi kemasan sekaligus menduga umur simpan keripik pisang dan tahap yang ketiga adalah analisis kelayakan usaha keripik pisang. Adapun alur atau prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut: PERSIAPAN (sortasi,dan pengupasan) PENGIRISAN ATAU PEMBELAHAN (berbentuk cincin) Penelitian Tahap 1 PENGGORENGAN VACCUM T: 60 o C, 70 o C, 80 o C dan 90 o C dengan Tekanan vakum 740 mmhg dan t: 30 menit, 45 menit, 60 menit dan 75 menit PENGATUSAN MINYAK (deoiling dengan sentrifus kec: 1400 rpm & t: 3 detik) ANALISI FISIK (kekerasan, warna, kadar air, kadar minyak yang tertinggal dalam produk, rendemen dan uji organoleptik) Penelitian Tahap 2 PENGEMASAN (mempergunakan bahan yang kedap cahaya dan uap air) PENDUGAAN UMUR SIMPAN DENGAN METODA ASELERASI (Kemasan PP, dan Aluminium Foil) Penelitian Tahap 3 ANALISIS BIAYA (Kapasitas masuk per proses 10, 8, 6, 4 dan 3 kg) Gambar 6 Bagan alir proses penelitian

54 31 Tahap Pertama Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu penggorengan pada rentangan yang telah ditentukan. Tahapannya terdiri dari persiapan berupa sortasi dengan memisahkan produk yang sudah busuk dengan produk yang memiliki kualitas bagus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, setelah itu dilakukan pengirisan berbentuk cincin dengan ketebalan 1 cm dengan harapan dapat mempersingkat waktu penggorengan karena luas permukaan bahan yang kontak dengan minyak semakin besar. Kemudian dilanjutkan dengan penggorengan vakum pada 4 level suhu (60, 70, 80 dan 90 o C) dengan 4 level waktu (30, 45, 60 dan 75 menit) dimana kapasitas masuk per prosesnya adalah 1 kg untuk masing-masing perlakuan pada tekanan vakum 740 mmhg. Terakhir pengetusan minyak dengan tujuan mengurangi minyak yang berada dipermukaan produk dengan kecepatan 1400 rpm selama 3 detik dan diakhiri dengan analisis sifat fisikokimia berupa kadar air, kadar lemak, rendemen, dan kekerasan serta pengujian organoleptik. Produk yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan penggorengan terbaik dilihat dari segi organoleptiknya, akan digunakan pada penelitian tahap kedua yaitu pendugaan umur simpan. Mesin vacuum fryer yang digunakan untuk penelitian ini adalah mesin penggoreng hampa (vacuum fryer) desian Lastriyanto (1997) yang memiliki spesifikasi seperti terlampir pada Tabel 7. Tabel 7 Spesifikasi Alat Mesin Penggoreng Hampa desain Lastriyanto (1997) Uraian Model Komersial I Kapasitas (kg masukan/proses) 8 (optimal) dan 10 (maksimal) Lama Proses (menit) Bahan bakar LPG dengan kontrol suhu Pendingin Sirkulasi air Volume minyak goreng (liter) Kebutuhan LPG (kg/jam) Daya (watt) (Pompa vakum) Dimensi 180x120x140 Kontrol Suhu Digital

55 32 Tahap Kedua Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis umur simpan dengan beberapa jenis plastik dengan menggunakan metoda akselerasi model Arrhenius dengan tahapan sebagai berikut: Analisa terhadap produk dan sifat fisik bahan kemasan Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap produk yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan suhu dan waktu terbaik berdasarkan uji organoleptik pada penelitian tahap pertama sebagai mutu awal pendugaan umur simpan, dan sifat fisik bahan kemasan. Analisa terhadap produk meliputi analisa kadar air, kadar asam lemak bebas dan kekerasan, sedangkan analisa terhadap sifat fisik bahan kemasan meliputi ketebalan, gramatur, densitas, laju transmisi uap air (WVTR) dan laju transmisi gas oksigen (O 2 TR) dirujuk dari studi literatur yang telah ada. Penentuan Batas Kritis Parameter Mutu Penentuan batas kritis mutu ini dilakukan dengan menyimpan keripik pada suhu ruang tanpa perlakuan kemasan, dan dilakukan pengujian setiap 30 menit berupa uji organoleptik terhadap parameter kekerasan, dan ketengikan sampai keripik ini tidak disukai lagi oleh panelis baik dari segi kekerasan dan ketengikan. Pada saat panelis tidak menyukai sensori kekerasan maupun ketengikannya, maka langsung dilakukan uji fisiko kimia berupa analisis kekerasan dan analisis kadar air untuk sensori kekerasan, dan analisis FFA untuk sensori ketengikan. Nilai ini kemudian digunakan sebagai batas kritis dari parameter mutu masing-masing yang kemudian digunakan dalam pendugaan umur simpan. Penyimpanan Pada Beberapa Kondisi Pendugaan umur simpan ini dilakukan dengan menyimpan sampel yang terdapat dalam kemasan PP, dan Aluminium Foil dalam tiga inkubator dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 40 C, 50 C dan 60 C. Analisa terhadap sampel dilakukan setiap tujuh hari. Analisa yang dilakukan meliputi kadar air, kekerasan dan kadar asam lemak bebas. Analisa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia keripik pisang selama penyimpanan. Garis besar pendugaan umur simpan keripik pisang dapat dilihat pada Gambar 7.

56 33 Keripik Pisang Pengemasan dengan menggunakan PP, dan Aluminium Foil Penyimpanan Suhu 40 o C, 50 o C dan 60 o C Gambar 7 Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan keripik pisang Setelah dilakukan pengujian lama umur simpan, dilanjutkan dengan analisis tekno ekonomi usaha keripik pisang dengan harapan diperoleh keuntungan yang maksimal ditinjau dari kapasitas masuk per prosesnya. Penentuan Parameter Kritis Pengujian setiap 7 hari sekali terhadap: Kadar air Kekerasan Kadar asam lemak bebas Penentuan parameter kritis ditentukan berdasarkan parameter mutu yang lebih dahulu menyimpang dilihat dari umur simpan keripik pisang paling pendek. Kemudian inilah yang dijadikan sebagai parameter kritis dari pendugaan umur simpan keripik pisang. Langkah-langkah pendugaan umur simpan a. Menghitung rata-rata nilai parameter setiap kondisi suhu dan waktu penyimpanan b. Menghitung nilai slope (k), konstanta (intersep) dan koefisien regreasi (R 2 ) dari fungsi waktu penyimpanan (sumbu x) terhadap parameter mutu (sumbu y) pada setiap kondisi suhu penyimpanan. untuk menghitungnya menggunkaan dua model hubungan, model ordo 0 dan ordo 1. Model mana yang akan dipilih, berdasarkan pada koefisien regresi yang paling besar. 2 c. Menghitung nilai slpoe (Ea/R), konstanta (intersep), koefisien regresi (R ) hubungan nilai slope k terhadap suhu dengan menggunakan rumus arrhenius. d. Menghitung umur simpan pada berbagai suhu penyimpanan yang diinginkan.

57 34 e. Membandingkan umur simpan berdasarkan parameter organoleptik dan parameter fisikokimia. Tahap Ketiga Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kelayakan usaha pembuatan keripik dengan menggunakan vacuum fryer. Data yang dikumpulkan berupa data primer, yang diperoleh dari hasil observasi terhadap proses penggorengan keripik dengan pemilik usaha penggorengan keripik. Analisis kelayakan ditinjau dari kapasitas masuk per prosesnya yaitu 10, 8, 6, 4 dan 3 kg. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah asumsi dan pendekatan sebagai dasar dalam melakukan perhitungan dan analisis. Asumsi dan pendekatan yang digunakan terdiri dari: (1) Umur ekonomis mesin vacuum fryer adalah 5 tahun dengan nilai akhir mesin 10% dari harga awal, (2) Umur ekonomis fasilitas bangunan adalah 10 tahun, (3) Umur ekonomis peralatan seperti pisau dan lainlain diasumsikan sesuai kondisi lapangan, (4) Umur proyek diasumsikan sesuai dengan umur ekonomis alat (5 tahun), (5) Investasi merupakan modal sendiri, (6) Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku sebelum penelitian dan sebelum terjadi perubahan selama penelitian,(7) Pendapatan dan pengeluaran dianggap tetap sepanjang umur ekonomis alat, (8) Tingkat suku bunga (dicount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 15% didekati dari tingkat suku bunga kredit usaha non program Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun (9) Pajak yang dikenakan hanya Pajak Bumi dan Bangunan yang dibayar per tahun. PPN diabaikan karena usaha ini belum memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Prosedur Analisis Rendemen Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat keripik yang dihasilkan terhadap berat daging buah awal yang digunakan.

58 35 Dimana: a = berat keripik (g) b = berat daging awal (g) Kekerasan Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Rheo Meter Mode CR- 500DX dengan model probe No.6 yang berfungsi seperti gigi yang ada di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor. Kekerasan dinyatakan dengan nilai tekanan yang dibutuhkan untuk mematahkan produk. Semakin rendah tekanan yang dibutuhkan untuk mematahkan produk, maka semakin renyah produk keripik yang dihasilkan. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter (R-200, Minolta), dengan menentukan nilai-nilai Y, x, y dan kemudian dikonversi menjadi notasi warna Hunter, yang terdiri dari nilai L, a, b dengan menggunakan rumus CIE (1931). L = Y a = 500 X X Y.. Y b = 200 Y Z.. Y0 Z0 Nilai L behubungan dengan derajat kecerahan, dimana nilainya berkisar antara nol sampai 100 (Pomeranz, 1978). Dengan meningkatnya nilai L, kecerahan produk makin meningkat. Nilai a merupakan tingkat kemerahan dan kehijauan yang berkisar antara -80 sampai 100 (Pomeranz, 1978). Nilai a negative menunjukkan kecendrungan warna hijau sedangkan nilai a positif menunjukkan warna merah. Nilai b menunjukkan tingkat kekuningan dan kebiruan, yang berkisar antara -80 sampai 70 (Pomeranz, 1978). Nilai b negative menunjukkan

59 36 kecendrungan warna biru sedangkan nilai b positif menunjukkan kecendrungan warna kuning. Kadar air Mula-mula cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 15 menit dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan kedalam cawan yang telah ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan kedalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Bila berat contoh belum konstan maka proses pengeringan dan penimbangan tersebut dilanjutkan selama 3-4 kali atau sampai diperoleh berat konstan yang dapat disebut berat akhir sampel. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel, dengan menggunakan rumus: Dimana: b.k a b c = basis kering = berat cawan & berat awal sampel keripik (g) = berat cawan & berat akhir sampel keripik (g) = berat sampel awal Kadar Lemak Metoda yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu soxhlet yang bersih dan akan digunakan dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang beratnya. Sampel sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring kemudian dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet. Kondensor diletakkan diatasnya dan labu diletakkan di bawahnya. Selanjutnya dilakukan refluks minimal 6 jam, sampai pelarut yang turun kembali kedalam labu lemak menjadi bersih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasikan dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C hingga

60 37 mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu bersama lemak didalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Dimana: a = berat labu bersih dan kering (g) b = berat sampel sekitar 5 gram c = berat labu dan lemak keripik (g) Namun demikian dalam perhitungan atau analisis digunakan kadar lemak bobot kering (b.k) yaitu: Dimana: d = berat sampel berat air sampel (g) Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Pertama kali bahan harus diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu diambil contohnya. Timbang sebanyak 28,2 ± 0,2 gram contoh dalam Erlenmeyer. Tambahkan 50 ml alkohol netral yang panas & 2 ml indikator phenolphthalein (PP). Kemudian titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandardisir sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA dengan rumus: x 100 Uji Organoleptik Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan), yang menyangkut penilaian panelis akan sifat produk. Dalam uji ini panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaannya. Pada penelitian tahap 1 pengujian dilakukan dengan mengggunakan skor dengan skala 7 kesukaan yaitu: 7 (sangat suka), 6 (suka), 5 (agak suka), 4 (netral), 3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka) dan 1 (sangat tidak suka). Pengujian menggunakan 10 orang panelis agak terlatih. Dengan form yang disajikan pada lampiran 1. Sedangkan untuk penelitian tahap 2 menggunakan skor dengan skala 5 kesukaan yaitu: 5 (suka), 4

61 38 (agak suka), 3 (cukup suka), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka). Dengan form ditampilkan pada lampiran 2. Rancangan Percobaan Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga kali ulangan dan dua faktor, yaitu suhu dan waktu penggorengan. Faktor suhu memiliki 4 level, yaitu 60 o C, 70 o C, 80 o C dan 90ºC, sedangkan faktor waktu memiliki 4 level, yaitu 30 menit, 45 menit, 60 menit dan 75 menit. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + έijk Keterangan : Y ijk = Nilai pengamatan akibat faktor A (suhu pemanasan) level ke i, faktor B (suhu pemanasan) level ke j, dan ulangan ke k µ = Nilai tengah A i B j = Pengaruh suhu pemanasan level ke i = Pengaruh waktu pemasan level ke j (AB) ij = Pengaruh interaksi faktor A dan B έ ijk = Galat percobaan Data diolah dengan analisis sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Apabila berpengaruh dilanjutkan dengan uji Duncan. Sedangkan untuk uji organoleptik, data diolah dengan Kruskal Wallis dan untuk yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Dunn.

62 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap 1 Penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu penggorengan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk akhir sekaligus menentukan mutu keripik yang terbaik dari beberapa tingkatan suhu dan waktu penggorengan. Berikut disajikan hasil produk keripik pisang yang dihasilkan dari penelitian tahap 1. Gambar 8 Hasil Produk Keripik Pisang dalam Berbagai Tingkat Suhu dan Waktu Penggorengan Keterangan: A1 = Suhu 60 C B1 = Waktu 30 menit A2 = Suhu 70 C B2 = Waktu 45 menit A3 = Suhu 80 C B3 = Waktu 60 menit A4 = Suhu 90 C B4 = Waktu 75 menit

Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang

Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang Technical Paper Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang Study of Engineering Process on Vacuum Frying and Business Feasibility of Banana Chips Production Ruri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Komposisi Kimia Jumlah

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Komposisi Kimia Jumlah 4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Pisang merupakan tanaman buah dengan kuantitas yang besar di dunia, yang tumbuh dengan baik di negara tropis maupun subtropis termasuk Indonesia. Pisang dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Tongkol Ikan tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK

KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK Volume 16, Nomor 2, Hal. 11 16 Juli Desember 2014 ISSN:0852-8349 KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK Fortuna, D,. F. Tafzi dan A.

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING Analysis of Physical and Organoleptic Properties of Mango Chips (Mangifera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pisang Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep cost of capital (biaya-biaya untuk menggunakan modal) dimaksudkan

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep cost of capital (biaya-biaya untuk menggunakan modal) dimaksudkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Usaha 2.1.1 Aspek finansial Konsep cost of capital (biaya-biaya untuk menggunakan modal) dimaksudkan untuk menentukan berapa besar biaya riil dari masing-masing sumber

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU

PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU (Making of papaya chips using vacuum frying method with temperature and timing variable)

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F

HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F HUBUNGAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN SECARA BERULANG TERHADAP UMUR SIMPAN KERIPIK SOSIS AYAM OLEH UMMI SALAMAH F 351040121 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 1 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK IKAN LEMURU Penelitian tahap satu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah-buahan banyak mengandung vitamin, mineral, dan serat yang bermanfaat bagi tubuh.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu 4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu Pisang merupakan tanaman yang termasuk kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas monokotiledon (berkeping satu) ordo Zingiberales dan famili Musaseae.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SRI NUR AENY L0C009090

TUGAS AKHIR SRI NUR AENY L0C009090 TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PERENDAMAN LARUTAN CaCl 2 TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK KERIPIK TERUNG KOPEK UNGU (Solanum melongena L.) DENGAN SISTEM PENGGORENGAN HAMPA (Analysis of The Influence immersion

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU TUGAS AKHIR PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU (Making Chips Pumpkins (Cucurbita) Using Vacuum Equipment Fryer with Variable Time and Temperature)

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM LAPORAN TUGAS AKHIR UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM (Vacuum Fryer Test to Make Radish Chip (Raphanus

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG ( The Time Effect of Vacuum Frying Towards the Amount of water and Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING TUGAS AKHIR OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING The Optimalize of time in the Process of Manifacturing Apple Chips With Vacuum Frying Diajukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable). 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bersama, kita kaya sekali akan berbagai macam buah dan sayur. Hampir di setiap daerah menghasilkan komoditas ini, bahkan di beberapa daerah mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING (The Time of Effect and Temperature on the Manufacture of Bengkoang Chips with Vaccum Frying) Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM ARTIKEL ILMIAH PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM Disusun Oleh: ZINDY APRILLIA J 300 090 009 PROGRAM

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK Jurnal Galung Tropika, 2 (3) September 2013, hlmn. 129-135 ISSN 2302-4178 ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA Syamsuar 1) dan Mukhlisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Oleh. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung ABSTRAK

Oleh. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung ABSTRAK KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Oleh Citra

Lebih terperinci

KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH

KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH KAJIAN FENOMENA DAN PENGHAMBATAN RETROGRADASI BIKA AMBON ANNI FARIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG PENENTUAN SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM YANG OPTIMAL UNTUK KERIPIK BENGKUANG (PACHYRRHIZUS EROSUS) BERDASARKAN SIFAT FISIKOKIMIAWI DAN SENSORI DETERMINATION OF THE OPTIMUM TEMPERATURE AND TIME OF VACUUM

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. IKAN LEMURU (Sardinella Longiceps)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. IKAN LEMURU (Sardinella Longiceps) II. TINJAUAN PUSTAKA A. IKAN LEMURU (Sardinella Longiceps) Menurut Saanin (1984) Ikan lemuru dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK (Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur) SKRIPSI Oleh : Fery Rois NPM : 0633010039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

Optimasi Proses Penggorengan Hampa dan Penyimpanan Keripik Ikan Pepetek (Leiognathus sp.)

Optimasi Proses Penggorengan Hampa dan Penyimpanan Keripik Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) Technical Paper Optimasi Proses Penggorengan Hampa dan Penyimpanan Keripik Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) Optimation of Vacuum Frying Process and Storage of Pepetek (Leiognathus sp.) Fish Chips Jati Sumarto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gedang di daerah Jawa, galuh di daerah Sumatra, harias di daerah Kalimantan,

BAB I PENDAHULUAN. gedang di daerah Jawa, galuh di daerah Sumatra, harias di daerah Kalimantan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan tanaman serbaguna, sebab semua bagian tanamannya mulai dari bunga, buah, daun, batang hingga akarnya dapat dimanfaatkan. Buah pisang merupakan salah

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGARUH SUHU dan WAKTU PADA PEMBUATAN KRIPIK BUNCIS DENGAN VACCUM FRYING

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGARUH SUHU dan WAKTU PADA PEMBUATAN KRIPIK BUNCIS DENGAN VACCUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH SUHU dan WAKTU PADA PEMBUATAN KRIPIK BUNCIS DENGAN VACCUM FRYING (Influence Of Temperature And Time On Making Chips Beans With Vaccum Frying) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK NANAS DENGAN VACCUM FRYING

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK NANAS DENGAN VACCUM FRYING TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK NANAS DENGAN VACCUM FRYING (The Effect of Time and Temperature on the Manufacture of Pineapple Chips with Vaccum Frying) Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panen, produksi buah-buahan berlimpah sehingga harga jualnya rendah. Petani tidak dapat menyimpan buah-buahan lebih lama karena umur

I. PENDAHULUAN. panen, produksi buah-buahan berlimpah sehingga harga jualnya rendah. Petani tidak dapat menyimpan buah-buahan lebih lama karena umur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi buah-buahan di Indonesia seperti nanas, salak, pisang, dan pepaya cukup tinggi. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), produksi buah-buahan Indonesia

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING TERHADAP SUSUT BOBOT, ph, DAN KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK BUAH POTONG PADA PENYAJIAN HIDANGAN DESSERT Alsuhendra 1, Ridawati 1, dan Agus Iman Santoso 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI Oleh : Keny Damayanti NPM.0533010023 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN PENGOLAHAN TERMAL II PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN TIM DOSEN TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 2 TUJUAN TUJUAN UTAMA: mendapatkan cita rasa produk TUJUAN SEKUNDER: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili Musaceae ini hidup di daerah tropis dengan jenis yang berbeda-beda, pisang ambon, pisang

Lebih terperinci

Jurnal Abdimas Mahakam https://journal.uwgm.ac.id/index.php/abdimasmahakam Online ISSN : Juni 2017, Vol.1 No. 2

Jurnal Abdimas Mahakam https://journal.uwgm.ac.id/index.php/abdimasmahakam Online ISSN : Juni 2017, Vol.1 No. 2 Pengolahan Pisang Talas dalam Usaha Meningkatkan Nilai Tambah Buah Hasil Panen Purwati UniversitasWidya Gama Mahakam Samarinda purwati@uwgm.ac.id Tutik Nugrahini UniversitasWidya Gama Mahakam Samarinda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia

BABI PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia BAB PENDAHULUAN! I ' BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia karena potensi produksinya yang cukup besar. Pisang sejak lama dikenal sebagai

Lebih terperinci

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP (The Frying Temperature Test of Snake Fruits in Vacuum Frying (Vacuum Pump Type)) Suryadi 1,2), Ainun Rohanah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O

PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN S U G I A R T O SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan.

Lebih terperinci

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM :

PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI. Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : PEMBUATAN MENTEGA BUAH NAGA (KAJIAN EKSTRAK BUAH NAGA : KONSENTRASI SORBITOL) SKRIPSI Oleh : IRA HERU PURWANINGSIH NPM : 0533310039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci