PENGUJIAN LENTUR BALOK LAMINASI-MEKANIK KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla King) RATNA PRASETYOWATI PUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN LENTUR BALOK LAMINASI-MEKANIK KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla King) RATNA PRASETYOWATI PUTRI"

Transkripsi

1 PENGUJIAN LENTUR BALOK LAMINASI-MEKANIK KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla King) RATNA PRASETYOWATI PUTRI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Lentur Balok Laminasi-Mekanik Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Ratna Prasetyowati Putri NIM E

4 ABSTRAK RATNA PRASETYOWATI PUTRI. Pengujian Lentur Balok Laminasi-Mekanik Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King). Dibimbing oleh FENGKY SATRIA YORESTA. Balok laminasi merupakan produk rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih lamina yang dihubungkan dengan perekat atau alat sambung mekanik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sifat mekanis dan menganalisa perilaku lentur balok kayu laminasi-mekanik. Prosedur pembuatan balok laminasi-mekanik dibagi dalam beberapa tahapan yaitu pengeringan kayu, pembuatan lamina, penyusunan lamina, perekatan, pengempaan, pengkondisisan, pemasangan paku atau baut, dan pengujian. Tiga tipe balok laminasi mekanik dipersiapkan dalam penelitian ini dan ditambah satu balok glulam. Balok tipe 1 menggunakan baut atau paku di sepanjang bentangnya sebagai penghubung antar lamina. Paku atau baut pada balok tipe 2 ditempatkan pada sepertiga bentang di kedua ujung balok dan perekat pada sepertiga bentang di tengah balok. Paku atau baut untuk balok tipe 3 diletakkan pada sepertiga bentang di bagian tengah balok dan perekat pada sepertiga bentang dikedua ujung balok. Kesimpulan yang diperoleh adalah balok laminasi tipe 3 memiliki nilai Modulus of Elasticity (MOE) paling tinggi dibandingkan balok tipe 1 dan tipe 2. Nilai MOE tertinggi terdapat pada balok laminasi-paku diameter 0.3 cm ( kg/cm 2 ) sedangkan yang terendah pada balok laminasi-paku diameter 0.3 cm tipe 1 ( kg/cm 2 ). Nilai Modulus of Rupture (MOR) tertinggi adalah balok laminasi-paku diameter 0.3 tipe 1 sebesar ( kg/cm 2 ) serta nilai terendah pada balok laminasi-baut diameter 0.5 cm tipe 3 sebesar ( kg/cm 2 ). Balok glulam memiliki nilai MOE dan MOR yang lebih tinggi dibandingkan semua balok laminasi-mekanik. Posisi penempatan baut, paku, dan perekat pada balok laminasi berpengaruh nyata terhadap nilai MOE. Kerusakan balok laminasi-mekanik semuanya berupa keruntuhan lentur dan kerusakan geser antar lamina. Kata kunci: Balok glulam, Balok laminasi-mekanik, Kayu mahoni, Pengujian lentur.

5 ABSTRACT RATNA PRASETYOWATI PUTRI. Flexural Testing of Mechanical-Laminated Mahogany (Swietenia macrophylla King.) Beam. Advised by FENGKY SATRIA YORESTA. Laminated beam (LB) is a modified product made of two or more laminas bonded with adhesive or mechanical joints. This research aims to determine the mechanical properties and analyze the flexural characteristics of mechanicallaminated beam (MLB). The MLB's manufacturing is divided into several sections: wood drying, LB manufacturing, arranging, bonding, clamping, conditioning, jointing using nails or screws, and testing. Three types of laminated beam was prepared in this research, with addition of one glued laminated timber (Glulam). Type-1 beam used screws or nails along its length as the jointer of laminas. Nails or screws on type-2 beam was put on the one third length of the span, on both ends of the beam, and given adhesive on the one third span, in the middle of the beam. Nail or screw on the type-3 was put on the one-third span, the middle, and adhesives on the one-third span on both ends of the beam. The results show that type-3 LB has highest modulus of elasticity (MOE) value. The highest value of MOE on LB with 0.3 cm-nails is kg/cm 2 ; moreover, the lowest MOE was achieved by type-1 LB with 0.3 cm-diameter nails: kg/cm 2. The highest modulus of rupture (MOR) value was achieved by type-1 LB with 0.3 cm diameter-nails, while the lowest was obtained on the type-3 LB with 0.5 cm diameter-nails: kg/cm 2. Glulam has higher MOE and MOR values compared to all MLB. The positioning of screws, nails, and adhesives on LB has significant effect on MOE value. The damage on MLB was shown in form of flexural failure and delamination. Keywords: flexural testing, glulam beam, mahogany wood, mechanical-laminated beam

6

7 PENGUJIAN LENTUR BALOK LAMINASI-MEKANIK KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla King) RATNA PRASETYOWATI PUTRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-nya dan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengujian Lentur Balok Kayu Laminasi- Mekanik Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Fengky Satria Yoresta, ST MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Setijohadi Tjatur Widjaksono (ayah), Ibu Sumiatun (ibu), Galih Prasetyo Budi (adik) serta seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan, kepada sahabat tercinta (Alfi Naelufar, R.Dimas Adijourgia, M.Nur Alifudin, Helga Dara, Novi Ari, Diniar Mungil, Qisthya Octa, Nopen Meisaroh, Hari Ning Tyas, Sela Pratiwi, Novi Tri Ayuningrum) atas suka duka selama ini, kepada teman-teman hasil hutan 47 atas semangat dan bantuannya, kepada Anxious Yoga Perdana S.hut atas doa, motivasi, dan kebersamaan serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Bogor, Maret 2015 Ratna Prasetyowati Putri

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 METODE 2 Waktu dan Tempat 2 Bahan 2 Alat 2 Prosedur Penelitian 2 Prosedur Pengujian 4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sifat Fisis 6 Modulus of Elasticity (MOE) 7 Modulus of Rupture (MOR) 8 Hubungan Beban dan Defleksi Balok Laminasi-mekanik 9 Kerusakan Balok Laminasi-mekanik 12 SIMPULAN DAN SARAN 14 Simpulan 14 Saran 15 DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 16

12 DAFTAR TABEL 1 Kode dan jumlah contoh uji 4 2 Hasil rata-rata pengujian sifat fisis kayu mahoni dan balok glulam 6 DAFTAR GAMBAR 1 Tipe balok laminasi 3 2 Skema pengujian lentur balok laminasi 5 3 Nilai MOE balok glulam dan balok laminasi-mekanik 7 4 Diagram gaya geser 8 5 Nilai MOR balok glulam dan balok laminasi-mekanik 9 6 Hubungan beban dan defleksi balok berdasarkan tipe 10 7 Hubungan beban dan defleksi balok laminasi-paku 11 8 Hubungan beban dan defleksi balok laminasi-baut 12 9 Kerusakan balok glulam Kerusakan pada balok laminasi-paku Kerusakan pada balok laminasi-baut Kerusakan balok laminasi-paku diameter 0.5 cm tipe Kerusakan pada balok laminasi-paku diameter 0.5 cm tipe 3 14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Penentuan tekanan spesifik yang diterima kayu dengan alat kempa dingin MH3248x Penentuan kelas kuat kayu berdasarkan berat jenis (BJ) menurut daftar I PKKI Data sifat perekat epoxy extreme demp-x 17 4 Analisis keragaman MOE (taraf 5%) balok laminasi-mekanik kayu mahoni 17 5 Analisis keragaman MOR (taraf 5%) balok laminasi-mekanik kayu mahoni 18

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi sampai saat ini masih menjadi pilihan masyarakat Indonesia. Sebagai bahan konstruksi maka diperlukan kayu dengan dimensi (panjang dan lebar) yang besar serta kuat. Kayu dengan kualitas tersebut biasanya didapatkan dari hutan alam. Namun perlu diketahui, pasokan kayu dari hutan alam menurun sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi pasokan kayu yang terbatas tersebut. Alternatif untuk mengatasi kekurangan kayu dari hutan alam adalah menggunakan kayu dari hutan rakyat (HR). Mahoni merupakan salah satu kayu hutan rakyat yang memiliki kelas kuat II-III (P3HH 2008). Namun kayu yang dijual di pasaran memiliki dimensi (panjang dan lebar) yang terbatas, sehingga diperlukan suatu produk rekayasa agar membuat kayu ini memiliki dimensi yang besar. Produk rekayasa tersebut adalah balok laminasi. Balok laminasi (Glulam Beam) merupakan produk rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih lapisan kayu (lamina) yang saling direkat dalam arah serat longitudinal (Moody et al. 1999). Balok laminasi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kayu solid diantaranya adalah dapat dibuat dari kayu dengan log berdiameter kecil dan berkualitas rendah, penampang dan panjang balok dapat dibuat lebih besar dan panjang sesuai kebutuhan, serta dapat dibuat melengkung. Balok laminasi lebih efisien jika dibandingkan dengan kayu solid karena dapat dibuat dalam berbagai variasi bentuk, jumlah lapisan, dan ukuran sehingga dapat menghasilkan ukuran yang besar. Selain menggunakan perekat, balok laminasi juga dapat menggunakan paku atau baut maupun kombinasi antara perekat dengan baut atau paku sebagai penghubung antar laminanya. Balok jenis ini dikenal dengan balok laminasi mekanik. Penggunaan kombinasi antara perekat dan paku atau baut sebagai penghubung antar lamina serta penempatannya akan mempengaruhi karakteristik mekanis dan perilaku keruntuhan balok. Penelitian mengenai perilaku keruntuhan balok kayu laminasi-mekanik belum banyak dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk lebih memahami karakteristik dan perilaku keruntuhan balok laminasi-mekanik paku dan baut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sifat mekanis dan menganalisis perilaku lentur balok kayu laminasi-mekanik. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data mengenai karakteristik balok kayu laminasi-mekanik yang menggunakan paku dan baut sebagai alat sambung untuk perkembangan konstruksi kayu.

14 2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-September 2014 di laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, laboratorium Biokomposit, dan laboratorium Rekasaya Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) yang diperoleh dari lokasi penggergajian kayu Jasinga Bogor. Alat sambung yang digunakan berupa perekat epoxy extreme demp-x, baut diameter 0.3 cm dan 0.5 cm, dan paku diameter 0.3 cm dan 0.5 cm. Alat Penelitian ini menggunakan moisture meter, caliper, oven, waterbath, desikator, timbangan elektrik, alat kempa dingin, baskom, kape, dan alat uji Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. Persiapan bahan baku Prosedur Penelitian Kayu mahoni berukuran 6 cm x 12 cm x 400 cm dikeringkan terlebih dahulu dalam kilang pengering selama 14 hari dengan suhu dan kelembapan yang diatur sedemikian rupa hingga kadar air mencapai 14%. Kayu kemudian dikondisikan selama 7 hari untuk menyeragamkan kadar air dalam kayu. Kayu dipotong dengan panjang 100 cm, lebar 6 cm, ketebalan 1.5 cm dan 2 cm, kemudian dihaluskan menggunakan amplas. Pembuatan contoh uji Semua balok dipersiapkan untuk pengujian lentur dengan dimensi 5 cm x 5 cm x 100 cm. Pengujian balok dilakukan melalui pembebanan satu titik di tengah bentang (one point centre loading) dengan panjang bentang 90 cm. Tiga tipe balok laminasi mekanik dipersiapkan dalam penelitian ini dan ditambah satu balok glulam. Tiga tipe balok laminasi tersebut dibedakan menurut posisi penempatan perekat dan baut atau paku pada daerah geser di sepanjang balok. Gere & Timoshenko (2000) menyatakan bahwa gaya geser maksimum pada balok sederhana dengan satu beban terpusat terdapat di ujung balok tersebut. Modifikasi alat sambung pada daerah ini akan mempengaruhi karakteristik dan perilaku keruntuhan balok.

15 Balok tipe 1 menggunakan baut atau paku di sepanjang bentangnya sebagai penghubung antar lamina. Balok tipe 2 dan tipe 3 menggunakan kombinasi paku atau baut dan perekat sebagai penghubung antar lamina. Paku atau baut pada balok tipe 2 ditempatkan pada sepertiga bentang di kedua ujung balok dan perekat pada sepertiga bentang di tengah balok. Paku atau baut untuk balok tipe 3 diletakkan pada sepertiga bentang di bagian tengah balok dan perekat pada sepertiga bentang dikedua ujung balok. Paku atau baut di semua tipe balok tersebut ditempatkan dengan jarak 6 cm. Model balok tersebut diperlihatkan pada Gambar 1. Semua balok disusun menggunakan tiga lapis lamina dengan ketebalan atas, tengah, dan bawah berturut-turut 1.5 cm, 2 cm, dan 1.5 cm. Pada bagian lamina yang ditentukan menggunakan perekat, dilabur perekat epoxy extreme demp-x dengan berat labur 280 g/m 2. Pelaburan perekat pada kayu laminasi ini dilakukan dengan cara double spread. Kayu laminasi kemudian dikempa dingin selama empat jam dengan tekanan spesifik 4.44 kg/cm 2 (Lampiran 1). Pengkondisian kayu dilakukan selama dua minggu dan dilanjutkan dengan pemasangan paku atau baut. Balok tipe 1, 2, dan 3 masing-masing terdiri dari dua jenis, yaitu balok yang menggunakan paku atau baut dengan diameter 0.3 cm dan balok yang menggunakan paku atau baut dengan diameter 0.5 cm. Masing-masing jenis balok tersebut terdiri atas tiga contoh uji. Total semua contoh uji berjumlah 39 buah yang terdiri dari balok tipe 1, 2, dan 3 (36 buah) serta balok glulam (3 buah) yang disajikan pada Tabel 1. 3 Gambar 1 Tipe balok laminasi

16 4 Tabel 1 Kode dan jumlah contoh uji Alat sambung Diameter alat sambung Balok Kode contoh uji Jumlah Tipe 1 PA cm Tipe 2 PA2 3 Paku Tipe 3 PA3 3 Tipe 1 PB cm Tipe 2 PB2 3 Tipe 3 PB3 3 Tipe 1 BA cm Tipe 2 BA2 3 Baut Tipe 3 BA3 3 Tipe 1 BB cm Tipe 2 BB2 3 Tipe 3 BB3 3 Glulam Perekat epoxy extreme demp-x Glulam 3 TOTAL 39 Kadar Air (KA) Prosedur Pengujian Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm untuk kayu solid dan 5 cm x 5 cm x 5 cm untuk kayu laminasi, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat awal (BKU). Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2) o C sampai mencapai berat konstan lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering oven (BKO). Besar nilai kadar air dihitung dengan persamaan berikut: KAKU (%) = BKU - BKO BKO x 100% Keterangan : KAKU : Kadar Air Kering Udara BKU : Berat Awal BKO : Berat Kering Oven Kerapatan (ρ) dan Berat Jenis (BJ) Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm untuk kayu solid dan 5 cm x 5 cm x 5 cm untuk kayu laminasi, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat awal (BKU) dan diukur panjang, lebar, dan tebalnya dengan alat pengukur caliper. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2) o C sampai mencapai berat konstan lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang

17 sehingga diperoleh berat kering oven (BKO). Nilai kerapatan dan berat jenis ditentukan dengan persamaan berikut: 5 BKU Kerapatan (g/cm³) = P x L x T Keterangan : BKU : Berat Kering Udara (g) BKO : Berat Kering Oven (g) P : Panjang (cm) L : Lebar (cm) T : Tebal (cm) BJ = BKO P x L x T / kerapatan air (1 g/cm3 ) Pengujian Lentur Balok laminasi Gambar 2 Skema pengujian lentur balok laminasi Balok laminasi diuji lentur dengan metode pembebanan terpusat di tengah bentang dengan panjang bentang 90 cm. Skema pengujian diperlihatkan pada Gambar 2. Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Rupture (MOR) ditentukan menggunakan persamaan berikut: 3 MOE (kg/cm 2 PL ) = 3 4 Ybh MOR (kg/cm 2 3PL ) = 2 2bh Keterangan: MOE : Modulus of Elasticity (kg/cm 2 ) MOR : Modulus of Rupture (kg/cm 2 ) P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) L : Jarak bentang (cm) Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm) h : Tebal contoh uji (cm) P : Beban maksimum (kg) Rancangan Percobaan dan Analisis Data Pengolahan data menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak tersarang dengan faktor utama tipe balok, sedangkan jenis alat

18 6 sambung tersarang pada tipe balok dan diameter alat sambung tersarang pada jenis alat sambung. Data MOE dan MOR dianalisis secara statistik dengan uji Analysis Of Covariance (Ancova) dengan tingkat minimal signifikasi α<0.05 dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Kadar air, kerapatan, dan berat jenis kayu merupakan sifat fisis kayu yang yang sangat penting karena dapat mempengaruhi sifat mekanis kayu dan kekuatan kayu (Haygreen et al. 2003). Tabel 2 Hasil rata-rata pengujian sifat fisis kayu mahoni dan balok glulam Sifat Fisis Jenis kayu Kayu mahoni Balok glulam Kadar air (%) Kerapatan (g/cm 3 ) Berat Jenis Hasil pengujian (Tabel 2) menunjukkan kadar air kayu mahoni pada balok kayu laminasi-mekanik berkisar antara % dengan rata-rata 15.63%, sedangkan nilai kadar air balok glulam berkisar antara % dengan ratarata 12.69%. Kadar air yang disyaratkan pada Japanese Agricultural Standard (JAS) 234:2003 untuk kayu laminasi maksimal sebesar 15%, sehingga balok glulam telah memenuhi standar tersebut. Kadar air dapat mempengaruhi kekuatan kayu. Mardikanto et al. (2011) menyatakan bahwa sifat mekanis kayu banyak dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Di atas titik jenuh serat, perubahan kadar air tidak mempengaruhi sifat kayu karena perubahan kadar air belum terjadi pada dinding sel. Kerapatan adalah perbandingan antara berat kayu dengan volumenya yang dapat mempengaruhi sifat kekuatan pada kayu (Haygreen & Bowyer 1982). Hasil pengujian kerapatan pada kayu mahoni dan balok glulam menunjukkan nilai kerapatan untuk kayu mahoni berkisar antara g/cm 3 dengan rata-rata 0.62 g/cm 3. Sedangkan untuk balok glulam memiliki nilai kerapatan berkisar antara g/cm 3 dengan rata-rata 0.65 g/cm 3. Hasil pengujian berat jenis pada kayu mahoni berkisar antara dengan rata-rata 0.53, sedangkan berat jenis pada balok glulam berkisar antara dengan rata-rata Kayu mahoni dan balok glulam termasuk dalam kelas kuat III berdasarkan tabel PKKI (Lampiran 2). Berat jenis kayu sangat baik dipakai sebagai indikator kekuatan kayu. Semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin kuat kayu

19 tersebut karena semakin banyaknya kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel kayu (Mardikanto et al. 2011). Sifat Mekanis Modulus of Elasticity (MOE) MOE adalah nilai indikator untuk kekakuan bahan (kayu) yang hanya berlaku sampai batas proporsi saja (Mardikanto et al. 2011). Data pengujian MOE yang disajikan pada Gambar 3, menunjukkan balok glulam mahoni memiliki ratarata nilai MOE sebesar kg/cm 2. Pada balok laminasi-mekanik rata-rata nilai MOE terbesar terdapat pada balok PA3 yaitu kg/cm 2. Besarnya rata-rata nilai MOE balok PA3 dibandingkan dengan semua balok laminasimekanik menunjukkan bahwa kekakuan balok tersebut lebih tinggi dibandingkan balok laminasi-mekanik lainnya, sehingga kombinasi penempatan perekat pada sepertiga ujung bentang dengan penempatan paku diameter 0.3 cm di sepertiga tengah bentang balok membuat balok tidak mudah berubah bentuk akibat pembebanan yang diberikan. Mengacu pada JAS 234:2003 mengenai nilai MOE minimum untuk kayu konstruksi adalah kg/cm 2, sehingga semua balok laminasi-mekanik dan glulam tidak memenuhi nilai minimum tersebut. Rendahnya nilai MOE pada balok glulam, balok tipe 2, dan tipe 3 dapat diduga karena lepasnya ikatan garis rekat antar lamina saat pengujian akibat pengempaan yang terlalu rendah. Anshari (2006) menyatakan bahwa tekanan kempa optimum dapat menghasilkan kekuatan lentur maksimum pada balok kayu laminasi. Pengempaan yang terlalu rendah dapat menyebabkan cacat perekatan seperti melepuh, garis perekat yang tebal, dan pecah muka. Rendahnya nilai MOE balok tipe 1 diduga karena pada balok laminasi-paku atau balok laminasi-baut disambung pada titik-titik dan bukan pada bidang-bidang seperti sambungan perekat sehingga efisiensinya di bawah 100%. Yap (1999) menyatakan bahwa efisiensi pada sambungan baut sebesar 30% dan sambungan paku sebesar 50%. MOE (kg/cm2) JAS 234: kg/cm Contoh uji Gambar 3 Nilai MOE balok laminasi-mekanik

20 8 Gambar 3 menunjukkan nilai MOE balok laminasi mekanik memperlihatkan pola yang sama pada ketiga tipe balok baik untuk sambungan paku ataupun baut. Balok tipe 3 memiliki nilai yang paling tinggi diikuti oleh balok tipe 2, sedangkan nilai terendah terdapat pada balok tipe 1. Balok PA3 memiliki nilai rata-rata yang tinggi diantara semua balok laminasi-mekanik sebesar kg/cm 2. Nilai MOE terendah terdapat pada balok PA1 yaitu kg/cm 2. Besarnya nilai MOE yang dimiliki oleh balok tipe 3 menunjukkan bahwa perekat lebih kuat menahan geser dibandingkan dengan paku atau baut. Balok sederhana dengan satu beban terpusat, gaya geser maksimum terjadi di ujung balok dengan nilai setengah dari beban maksimumnya (Gere dan Timoshenko 2000). Posisi gaya geser pada balok dua tumpuan dengan beban terpusat di tengah bentang akibat beban diperlihatkan pada diagram gaya geser pada Gambar 4. Gambar 4 Diagram gaya geser Berdasarkan hasil analisis ancova menunjukkan tipe balok berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai MOE, untuk jenis alat sambung yang tersarang pada tipe dan diameter alat sambung yang tersarang pada jenis alat sambung tidak berpengaruh nyata (P>0.05). Hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa balok laminasi-mekanik tipe 1 dan tipe 2 tidak berbeda nyata, namun balok tipe 3 dan balok glulam berbeda nyata dengan balok tipe 1 dan tipe 2. Balok glulam dan balok tipe 3 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penempatan posisi baut, paku atau perekat mempengaruhi kekakuan balok laminasi-mekanik. Modulus of Rupture (MOR) Modulus of Rupture (MOR) merupakan tegangan lentur maksimum balok. Kekuatan lentur menggambarkan kapasitas beban maksimum yang dapat diterima oleh kayu tersebut. Nilai yang menggambarkan kekuatan ini, dihitung berdasarkan rumus dimana berlaku sampai batas proporsi (Mardikanto et al. 2011). Nilai rata-rata MOR semua balok uji disajikan dalam Gambar 5. Balok laminasi PA3 memiliki nilai rata-rata MOR tertinggi sebesar kg/cm 2 jika dibandingkan dengan semua balok laminasi-mekanik. Hal ini menunjukkan balok PA3 mampu menahan kapasitas beban lebih tinggi jika dibandingkan dengan semua balok laminasi-mekanik. Hasil pengujian rata-rata nilai MOR balok glulam sebesar kg/cm 2. Mengacu pada JAS 234:2003 bahwa nilai MOR minimum untuk kayu konstruksi adalah 300 kg/cm 2, maka hanya balok glulam, balok PA3, dn balok BA2 yang memenuhi standar.

21 Gambar 5 menunjukkan nilai MOR semua balok laminasi-mekanik berdasarkan diameter alat sambung memperlihatkan pola yang sama. Balok laminasi-mekanik dengan diameter alat sambung 0.3 cm memiliki nilai rata-rata MOR yang lebih besar dibandingkan balok diameter 0.5 cm. Hal ini diduga karena paku dengan diameter besar akan membuat lubang yang besar juga sehingga menyebabkan kekuatan sambungan menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan Sadiyo et al. (2011) bahwa pemakaian paku yang terlalu besar sementara kayu yang digunakan memiliki kerapatan rendah, akan terjadi perlemahan akibat banyaknya serat kayu yang terangkat atau terjadi pemadatan kayu. MOR (kg/cm 2 ) Contoh uji Gambar 5 Nilai MOR balok laminasi-mekanik Berdasarkan hasil analisis ancova menunjukkan tipe balok, jenis alat sambung yang tersarang pada tipe, dan diameter alat sambung yang tersarang pada jenis alat sambung tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap nilai MOR. Hal ini menunjukkan kekuatan balok laminasi-mekanik tidak dipengaruhi oleh jenis alat sambung, diameter alat sambung, dan tipe balok laminasi. Mardikanto et al. (2011) menyatakan bahwa kekuatan kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya cacat pada kayu, berat jenis kayu, kadar air, dan zat ekstraktif. Hubungan beban dan defleksi balok laminasi-mekanik Peningkatan beban secara terus-menerus pada balok uji akan mengakibatkan kerusakan. Setiap balok dengan jenis alat sambung, diameter alat sambung, dan tipe balok laminasi memiliki perilaku kerusakan yang berbeda-beda. Gambar 6 menunjukkan kurva hubungan beban dan defleksi balok uji berdasarkan tipe balok hasil pengujian lentur. Balok glulam memiliki bentuk grafik rata-rata cenderung curam dengan defleksi yang pendek, sedangkan pada balok laminasi-mekanik bentuk grafik yang dimiliki cenderung landai dengan defleksi yang lebih panjang dibandingkan dengan balok glulam. Kemiringan grafik memperlihatkan kekakuan bahan. Mardikanto et al. (2011) menyatakan nilai kemiringan (slope) seirama dengan

22 10 sifat mudah tidaknya benda tersebut berubah bentuk akibat beban. Semakin kecil slope-nya maka semakin tidak kaku benda tersebut. (a) (b) (c) Gambar 6 Hubungan beban dan defleksi balok uji (a) Tipe 1 (b) Tipe 2 (c) Tipe 3 Balok glulam memiliki sudut kemiringan grafik (slope) yang lebih besar dibandingkan dengan semua balok laminasi-mekanik tipe 1 (Gambar 6a). Presentase rata-rata kemiringan grafik balok laminasi-paku dimeter 0.3 cm, balok laminasi-paku diameter 0.5 cm, balok laminasi-baut 0.3 cm, dan balok laminasibaut diameter 0.5 cm terhadap balok glulam berturut-turut adalah 80.02%, 77.26%, 79.34%, dan 73.99%. Selain itu balok laminasi-paku diameter 0.3 dan balok laminasi-baut diameter 0.3 cm memiliki sudut kemiringan yang lebih besar dibandingkan balok laminasi-paku diameter 0.5 cm dan balok laminasi-baut diameter 0.5 cm. Hal ini menunjukkan balok glulam cenderung lebih kaku, sedangkan antar balok lamiansi-mekanik diameter 0.5 cm pada paku atau baut lebih kaku dibandingkan dengan balok diameter 0.3 cm. Balok glulam memiliki kemiringan grafik yang lebih besar jika dibandingkan dengan semua balok tipe 2 (Gambar 6b). Presentase rata-rata kemiringan grafik balok tipe 2 pada balok laminasi-paku diameter 0.3 cm, balok laminasi-paku diameter 0.5 cm, balok laminasi-baut diameter 0.3 cm, dan balok laminasi-baut diameter 0.5 cm terhadap balok glulam berturut-turut adalah 71.94%, 63.19%, 62.58%, dan 70.11%. Berbeda dengan balok tipe 1, pada balok tipe 2 ini presentase kemiringan terbesar terhadap balok glulam adalah balok laminasi-paku diameter 0.3 cm dan balok laminasi-baut diameter 0.5 cm. Nilai presentase kemiringan sudut terhadap balok glulam pada balok tipe 2 memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan tipe 1. Hal ini dipengaruhi oleh

23 penggunaan perekat di bagian tengah balok. Bagian yang menggunakan perekat akan lebih kaku dibandingkan bagian yang menggunakan paku atau baut. Gambar 6c menunjukkan hubungan beban dan defleksi balok glulam dan balok tipe 3. Presentase kemiringan rata-rata balok laminasi-paku diameter 0.3 cm, balok laminasi-paku diameter 0.5 cm, balok laminasi-baut 0.3 cm, dan balok laminasi-baut diamater 0.5 cm tipe 3 berturut-turut adalah 12.62%, 27.46%, 21.01%, dan 13.04%. Jika dibandingkan balok tipe 1 dan tipe 2, balok tipe 3 memiliki nilai persentase kemiringan terhadap balok glulam yang lebih kecil, sehingga bentuk grafiknya hampir sama dengan balok glulam. Grafik balok tipe 3 cenderung curam dengan defleksi yang rendah. Hal ini diduga karena balok tipe 3 memiliki porsi sambungan perekat yang lebih banyak dibandingkan tipe 2, sehingga kekakuan bahannya lebih tinggi dibandingkan tipe 2. Hubungan beban dan defleksi pada balok laminasi-paku disajikan dalam Gambar 7. Tipe 1 pada balok laminasi-paku diameter 0.3 cm memiliki rata-rata persentase kemiringan terhadap balok glulam tertinggi yaitu 80.02% dengan defleksi rata-rata 8.54 cm dan balok laminasi-paku diameter 0.5 cm sebesar 77.26% dengan defleksi rata-rata 7.18 cm. 11 Gambar 7 Hubungan beban dan defleksi balok laminasi-paku Balok laminasi paku tipe 3 memiliki sudut kemiringan terhadap balok glulam yang kecil (Gambar 7), sehingga bentuk grafiknya cenderung curam dengan defleksi pendek. Balok laminasi-paku diameter 0.3 cm dan balok laminasi-paku diameter 0.5 cm memiliki persentase kemiringan terhadap balok glulam berturut-turut 12.62% dengan defleksi rata-rata 2.30 cm dan 27.46% dengan defleksi rata-rata 1.66 cm. Jika sudut kemiringan pada grafik dihubungkan dengan kekakuan maka balok laminasi-paku tipe 3 memiliki kekakuan yang terbesar dibandingkan dengan tipe 1 ataupun tipe 2. Hubungan beban dan defleksi balok laminasi-baut disajikan pada Gambar 8. Balok laminasi-baut tipe 1 dan tipe 2 memiliki bentuk grafik yang landai dengan defleksi yang panjang. Sedangkan pada tipe 3 bentuk grafiknya cenderung curam dengan defleksi yang pendek. Persentase rata-rata kemiringan grafik terhadap balok glulam tipe 1 balok laminasi-baut diameter 0.3 cm adalah 79.34% dengan defleksi sebesar 7.50 cm sedangkan pada balok laminasi-baut diameter 0.5 cm adalah 73.99% dengan defleksi sebesar 8.83 cm. Balok laminasi-baut tipe 2 memiliki bentuk grafik yang landai dengan defleksi yang panjang. Namun pada balok tipe 2 ini rata-rata sudut kemiringannya lebih kecil jika dibandingkan dengan tipe 1.

24 12 Gambar 8 Hubungan beban dan defleksi balok laminasi-baut Balok laminasi-baut tipe 3 memiliki nilai persentase rata-rata terhadap balok glulam terkecil jika dibandingkan dengan tipe 1 ataupun tipe 2. Balok tipe 3 pada laminasi-baut diameter 0.3 cm memiliki rata-rata persentase kemiringan grafik terhadap balok glulam sebesar 21.01% dengan defleksi 1.64 cm. Sedangkan balok laminasi-baut diameter 0.5 cm rata-rata prosentase kemiringan grafiknya sebesar 13.04% dengan defleksi 1.27 cm. Hasil dari keseluruhan grafik tersebut menunjukkan balok glulam memiliki kekakuan tertinggi dibandingkan balok laminasi-mekanik. Balok laminasimekanik tipe 3 pada baut maupun paku memiliki kekakuan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan balok tipe 1 ataupun tipe 2. Penggunaan perekat sebagai penyambung antar lamina akan mempengaruhi kekakuan balok. Perekat digunakan pada bagian-bagian kayu dan tidak pada titik-titik seperti pada paku atau baut sehingga efisiensi sambungan dengan perekat mencapai 100% dan menyebabkan kekakuannya lebih tinggi dibandingkan paku atau baut (Yap 1999). Kerusakan balok laminasi-mekanik Hasil pengujian lentur antara balok glulam dan balok kayu laminasi-baut atau balok kayu laminasi-paku memiliki pola keruntuhan yang berbeda. Pada saat pengujian lentur, kerusakan balok glulam terjadi dalam satu tahap. Pemberian beban pada balok glulam mengakibatkan balok mengalami lendutan. Semakin bertambahnya beban, maka kerusakan pada balok glulam semakin terlihat. Saat beban yang diterima sudah maksimum, balok glulam mengalami kerusakan berupa kerusakan lentur di bawah titik pembebanan serta rusaknya lapisan antar lamina (Gambar 9) Kerusakan antar lapisan lamina dapat terjadi karena saat pembebanan terjadi gaya tekan dan gaya tarik yang saling berlawanan di garis netral. Pada bagian bawah balok mengalami gaya tarik dan pada bagian atas balok mengalami gaya tekan, sehingga sepanjang garis netral tersebut terjadi geser dan lebih rentan terjadi kerusakan. Penyebab kerusakan pada garis rekat ini adalah kecilnya tekanan yang diberikan saat pengempaan dan waktu kempa. Tekanan kempa akan berpengaruh terhadap ikatan antara perekat dengan kayu antar lamina, sedangkan lama waktu pengempaan akan berpengaruh terhadap pematangan dan penetrasi perekat ke dalam kayu. Widiati (2001) juga mengemukakan bahwa semakin lama

25 waktu kempa maka kemampuan perekat menembus dinding sel semakin besar sehingga pematangan perekat yang terjadi maksimal. 13 (a) (b) Gambar 9 Kerusakan balok glulam (a) Di titik pembebanan (b) Antar lapisan lamina Kerusakan yang terjadi pada balok laminasi tipe 1 baik paku ataupun baut menunjukkan pola kerusakan yang hampir sama. Pemberian beban pada balok mengakibatkan balok mengalami lendutan, dengan semakin bertambahnya beban yang diberikan maka akan terjadi kerusakan balok. Kerusakan pada balok ditandai dengan bunyi ledakan. Baik balok laminasi paku ataupun baut tipe keruntuhan yang terjadi seluruhnya berupa keruntuhan lentur (Gambar 10 dan Gambar 11). Gambar 10 Kerusakan pada balok laminasi-paku Gambar 11 Kerusakan pada balok laminasi-baut Balok tipe 2 laminasi paku ataupun baut memiliki pola kerusakan yang sama. Kerusakan yang terjadi dari balok tipe 2 terdiri dari dua tahap. Saat lendutan semakin besar karena bertambahnya beban, terjadi kerusakan yang dimulai adanya suara seperti ledakan, namun tidak terdapat kerusakan yang tampak pada balok. Kerusakan yang terjadi pada garis rekat lamina yang terlihat seperti adanya rongga. Kemudian kerusakan total terjadi ketika beban sudah mencapai maksimum dan kerusakan yang terlihat berupa kerusakan lentur (Gambar 12). Hal tersebut terjadi baik pada balok laminasi-paku maupun balok laminasi-baut dengan dua diameter yang berbeda.

26 14 (a) (b) Gambar 12 Kerusakan pada balok laminasi-paku diameter 0.5 cm tipe 2 (a) Kerusakan tahap pertama (b) Kerusakan lentur yang terlihat di akhir pengujian Pada balok tipe 3 baik paku ataupun baut dengan dua diameter yang berbeda menunjukkan pola keruntuhan yang sama. Balok laminasi tipe 3 kerusakan yang terjadi terdiri dari dua tahap. Kerusakan tahap pertama terjadi antar lapisan lamina yang lepas di bagian ujung balok. Selanjutnya dengan semakin bertambahnya beban maka keruntuhan total terjadi dengan lepasnya lapisan antar lamina di ujung serta kerusakan lentur di bagian bawah titik pembebanan (Gambar 13). (a) (b) Gambar 13 Kerusakan pada balok laminasi-paku diameter 0.5 cm tipe 3 (a) Kerusakan tahap pertama (b) Kerusakan lentur yang terlihat di akhir pengujian SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh balok laminasi tipe 3 memiliki nilai MOE paling tinggi dibandingkan dengan balok tipe 1 dan tipe 2. Nilai nilai MOE tertinggi terdapat pada balok laminasi-paku diameter 0.3 cm ( kg/cm 2 ) sedangkan yang terendah pada balok laminasi-paku diameter 0.3 cm tipe 1 ( kg/cm 2 ). Nilai MOR tertinggi adalah balok laminasi-paku

27 diameter 0.3 tipe 1 sebesar ( kg/cm 2 ) serta nilai terendah pada balok laminasi-baut diameter 0.5 cm tipe 3 sebesar ( kg/cm 2 ). Posisi penempatan baut, paku, dan perekat pada balok laminasi berpengaruh terhadap nilai MOE. Kerusakan balok laminasi-mekanik semuanya berupa keruntuhan lentur dan kerusakan geser antar lamina. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian lentur balok laminasi-mekanik dengan menggunakan jenis kayu yang berbeda dan variasi besar tekanan pengempaan dan waktu pengempaan untuk perekat epoxy extreme dempx. 15 DAFTAR PUSTAKA Anshari B Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu laminasi dari kayu meranti dan keruing. Civil Engineering Dimension. 1(8): Gere JM dan Timoshenko SP Mekanika Bahan. Suryoatmono B, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Mechanics of Material Fourth Edition. Haygreen JG dan JL Bowyer Hasil Hutan dan Ilmu Kayu.Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Forest Products and Wood Science. Haygreen JG, R Shmulsky, JL Bowyer Forest Products and Wood Science, an Introduction. USA (ID): The Lowa State University Press. [JAS] Japanese Agricultural Standard Glued Laminated Timber. JAS 234:2003. Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press. Moody RC, Hernandez R, Liu JY Glued structural members. Di dalam: Wood and Handbook, Wood as Engineering Material. Madison, WI: USDA Forest Service, Forest Product Laboratory. [P3HH] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Petunjuk Praktis Sifat-Sifat Dasar Jenis Kayu Indonesia. Indonesia (ID): Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA) ITTO Project Pd 286/04. Sadiyo S, Wahyudi I, Yeyet Pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda tiga jenis kayu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan. 4(1): Widiati KY Pengaruh Tekanan dan Waktu Tekan terhadap Keteguhan Rekat dan Penetrasi Perekat pada Kayu Lamina Prosiding Seminar Nasional IV MAPEKI; 6-9 Agustus 2001; Samarinda (ID). Yap KHF Konstruksi Kayu. Bandung (ID): Trimitra Mandiri.

28 16 LAMPIRAN Lampiran 1 Penentuan tekanan spesifik yang diterima kayu dengan alat kempa dingin MH3248x50 Tekanan spesifik = 20 Ton kg = 2 m cm 2 = 1 kg/cm2 Misalkan luas penampang contoh uji 0.45 m 2 maka tekanan spesifik yang diterima contoh uji adalah : 20 Ton kg Pspesifik = 0.45 m2 = 4500 cm 2 = 4.44 kg/cm2. Lampiran 2 Penentuan kelas kuat kayu berdasarkan berat jenis (BJ) menurut daftar I PKKI 1961 Kelas Kuat I II III IV V Berat Jenis <0.3

29 Lampiran 3 Data sifat perekat epoxy extreme demp-x No Pengujian perekat Hasil pengujian 1 Kenampakan Warna putih, halus, tidak ada debu, lengket, sangat kental, dan bau tidak terlalu menyengat 17 2 Keasaman atau ph 11 3 Kekentalan Lebih dari 200 poise 4 Berat jenis Sisa penguapan 98.91% 6 Kadar abu 96.56% 7 Waktu gelatinasi 7 menit Lampiran 4 Analisis keragaman MOE (taraf 5%) balok laminasi-mekanik kayu mahoni Multiple R Multiple R² Adjusted R² SS Model df Model MS Model E E+09 SS Residual df Residual MS Residual E Source SS df MS F p F p Intercept E E Type E E Alat Sambung E E (Tipe) Diameter (Alat E E Sambung) Error E E+07 Lampiran 5 Analisis keragaman MOR (taraf 5%) balok laminasi-mekanik kayu mahoni Multiple R Multiple R² Adjusted R² SS Model df Model MS Model SS Residual df Residual MS Residual F p

30 18 Source SS df MS F p Intercept Type Alat Sambung (Tipe) Diameter (Alat Sambung) Error

31 19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 28 April Penulis merupakan anak pertama dari pasangan suami istri Setijohadi Tjatur Widjaksono dan Sumiatun. Penulis lulus dari SMA Negeri 6 Madiun tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB, penulis mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang diantaranya Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2012 di Gunung Papandayan dan Cagar Alam Sancang Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Pabrik Gondorukem Terpentin (PGT) Sindangwangi Bandung pada tahun 2013, Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PGT Sukun Ponorogo Jawa Timur. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus, antara lain panitia Forester Cup tahun 2012, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2012,panitia KOMPAK DHH tahun 2012, anggota divisi kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) , ketua divisi dana usaha Bina Corps Rimbawan tahun 2013, dan asisten PPH tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Pengujian Lentur Balok Kayu Laminasi Dan Balok Kayu Laminasi-Mekanik Dari Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) dibimbing oleh Fengky Satria Yoresta, ST MT..

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK

KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK KARAKTERISTIK MEKANIS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KAYU LAMINASI MEKANIK Ratna Prasetyowati Putri Alumni Dept. Teknologi Hasil Hutan, IPB ratnathh@gmail.com Fengky Satria Yoresta Divisi Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK PANEL LAMINASI SILANG KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK PANEL LAMINASI SILANG KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk. PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK PANEL LAMINASI SILANG KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) ANDI GUNAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN SKRIPSI Oleh: MARIAH ULFA 101201035 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI

PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI (Tectona grandis. Linn. f.) IRFAN HANDRIAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN LAMINASI SILANG KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT SYAHRUL RACHMAD

SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN LAMINASI SILANG KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT SYAHRUL RACHMAD SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN LAMINASI SILANG KAYU MINDI (Melia azedarach Linn) MENGGUNAKAN PEREKAT ISOSIANAT SYAHRUL RACHMAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M)

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M) KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M) Johannes Adhijoso Tjondro 1, Altho Sagara 2 dan Stephanus Marco 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2013. Persiapan bahan baku dan pembuatan papan laminasi dilakukan di Workshop Kehutanan dan pengujian sifat

Lebih terperinci

Perilaku Elastik Beban-Defleksi Balok Kayu Laminasi pada Pengujian Lentur (Elastic Load-Deflection Behavior of Timber Laminated Beam on Flexural Test)

Perilaku Elastik Beban-Defleksi Balok Kayu Laminasi pada Pengujian Lentur (Elastic Load-Deflection Behavior of Timber Laminated Beam on Flexural Test) Perilaku Elastik Beban-Defleksi Balok Kayu Laminasi pada Pengujian Lentur (Elastic Load-Deflection Behavior of Timber Laminated Beam on Flexural Test) Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor dan UPT Biomaterial LIPI - Cibinong Science Centre. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium UPT BPP Biomaterial LIPI Cibinong dan Laboratorium Laboratorium Bahan, Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang PU, Bandung.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan 3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI 3.1. Pendahuluan Analisa teoritis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam mekanika bahan (Gere dan Timoshenko, 1997). Teori digunakan untuk

Lebih terperinci

Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam dan Utuh Kayu Akasia

Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam dan Utuh Kayu Akasia Sulistyawati, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam dan Utuh Kayu Akasia Indah Sulistyawati Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG HASIL PENELITIAN Oleh: Satria Muharis 071203013/Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.3 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon ERMA DESMALIANA Institut

Lebih terperinci

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI

VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI 1 VARIASI KADAR PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN PARTIKEL KELAPA SAWIT DAN SERUTAN MERANTI SKRIPSI ANDRIAN TELAUMBANUA 111201059/TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005 .;.. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPIIIEIEN HISIL HUliN Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 161 Alamat Kawat FAHUTAN Bogor Phone: (251) 621285, Fax: (251)

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 61 Vol. 2, No. 1 : 61-70, Maret 2015 INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber Aryani Rofaida*,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING

PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING Civil Engineering Dimension, Vol. 8, No. 1, 25 33, March 2006 ISSN 1410-9530 PENGARUH VARIASI TEKANAN KEMPA TERHADAP KUAT LENTUR KAYU LAMINASI DARI KAYU MERANTI DAN KERUING Buan Anshari Dosen Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper)

PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) PENGARUH UKURAN PELUPUH (ZEPHYR) DAN BUKU BAMBU (NODE) TERHADAP KUALITAS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) SKRIPSI Oleh: ANNISA NADIA 101201040 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN SEMEN DARI LIMBAH INDUSTRI PENSIL DENGAN BERBAGAI RASIO BAHAN BAKU DAN TARGET KERAPATAN Oleh: Yunida Syafriani Lubis 111201033 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara ERICK MARTHIN GULTOM (061203028) KEHUTANAN 2010 KUALITAS PAPAN PLASTIK KOMPOSIT PADA BERBAGAI TINGKAT PENDAURULANGAN PLASTIK ERICK MARTHIN GULTOM 061203028 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 190 Vol. 2, No. 2 : 190-203, September 2015 KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KAYU LAPIS YANG DIREKAT DENGAN PEREKAT EPOXY EXTREME DEMP-X GISELLA INDIRA MAHARANI

KARAKTERISTIK KAYU LAPIS YANG DIREKAT DENGAN PEREKAT EPOXY EXTREME DEMP-X GISELLA INDIRA MAHARANI KARAKTERISTIK KAYU LAPIS YANG DIREKAT DENGAN PEREKAT EPOXY EXTREME DEMP-X GISELLA INDIRA MAHARANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : SINTESIS DAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DAN SABUT KELAPA Erwan 1), Irfana Diah Faryuni 1)*, Dwiria Wahyuni 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT

KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT KUALITAS PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG DARI AKASIA DAN ISOSIANAT HASIL PENELITIAN Oleh: Desi Haryani Tambunan 061203010/ Teknologi Hasil Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES Jurnal Riset Industri Vol. V, No. 1, 2011, Hal. 13-20 PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES Djoko Purwanto Balai Riset dan Standardisasi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Analisa Teknis Dan Ekonomis Penggunaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Agustus 2011. Penyiapan bahan baku dilakukan di Labratrium Penggergajian dan Pengerjaan Kayu, pembuatan dan pengempaan

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GLUED LAMINATED TIMBER DARI TIGA JENIS KAYU BERDIAMETER KECIL DENGAN DUA KETEBALAN LAMINA RAHMA NUR KOMARIAH

KARAKTERISTIK GLUED LAMINATED TIMBER DARI TIGA JENIS KAYU BERDIAMETER KECIL DENGAN DUA KETEBALAN LAMINA RAHMA NUR KOMARIAH KARAKTERISTIK GLUED LAMINATED TIMBER DARI TIGA JENIS KAYU BERDIAMETER KECIL DENGAN DUA KETEBALAN LAMINA RAHMA NUR KOMARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY Abdul Rochman 1, Warsono 2 1 Pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI DARI KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd.) The Characteristics of Glued-Laminated Beams Made from Mangium Wood

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI DARI KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd.) The Characteristics of Glued-Laminated Beams Made from Mangium Wood 1 KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI DARI KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd.) The Characteristics of Glued-Laminated Beams Made from Mangium Wood (Acacia mangium Willd.) Evalina HERAWATI 1), Muh. YUSRAM MASSIJAYA

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Particle Board from Mixture of Rattan Waste and Gemor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera L.) SKRIPSI

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera L.) SKRIPSI PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera L.) SKRIPSI OLEH : LISBETH DAMERIAHNI SIJABAT 110308031 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA Nor Intang Setyo H. 1, Gathot H. Sudibyo dan Yanuar Haryanto 3 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci