KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT. Oleh: R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT. Oleh: R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F"

Transkripsi

1 KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT Oleh: R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 R. Indri R. Hayuningtyas. F Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit. Di bawah bimbingan Muslich dan Prayoga Suryadarma RINGKASAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak. Nilai tambah yang diperoleh minyak sawit kasar adalah sebagai salah satu sumber penghasil karotenoid terkaya untuk menghasilkan retinol (provitamin A). Minyak sawit kasar mengandung sekitar 15 sampai 300 retinol lebih banyak dibandingkan dengan wortel, sayuran berdaun hijau dan tomat. Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Olein sawit kasar diperoleh melalui fraksinasi minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan belum mengalami proses pemurnian. Penampakan olein sawit kasar yang berwarna kuning kemerahan disebabkan kandungan karotenoidnya yang tinggi. Olein sawit kasar mempunyai jumlah karotenoid yang berkisar antara ppm. Industri minyak goreng melakukan proses pemurnian yang salah satu tujuannya untuk mendapatkan produk akhir minyak goreng yang jernih. Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap pada proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid (gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metals yang terdapat dalam minyak sawit. Proses pemucatan tersebut secara tidak langsung dapat mengakibatkan kerusakan atau kehilangan terhadap komponen yang berguna dalam minyak, seperti alfa, beta, gamma karoten dan likopen. Di lain pihak, komponen yang berguna tersebut khususnya β-karoten sangat potensial sebagai sumber provitamin A. Salah satu cara untuk mengupayakan pengambilan kembali komponen β-karoten yang terkandung dalam minyak sawit yaitu dengan adsorpsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan nilai parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif, yaitu konstanta laju adsorpsi (k) dan energi aktivasi (Ea). Kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dilakukan pada kondisi suhu 40 C, 50 C, 60 C. Kondisi kesetimbangan diperoleh berdasarkan hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein (μg/ml) dengan lama adsorpsi (menit). Kondisi kesetimbangan tercapai apabila dalam lama adsorpsi tertentu konsentrasi β-karoten dalam olein (μg/ml) tidak lagi mengalami penurunan. Nilai konstanta laju adsorpsi (k) dihasilkan dari regresi linear antara konsentrasi β-karoten dalam olein (μg/ml) dan konsentrasi β-karoten dalam adsorben (μg/g). Pemilihan model adsorpsi isotermal dilakukan dengan melihat koefisien determinasi (r 2 ) terbesar untuk mengetahui model yang memiliki tingkat kesesuaian terbaik dengan data percobaan. Perolehan nilai energi aktivasi (Ea)

3 dihasilkan dari regresi linear antara konstanta laju adsorpsi (k) dan suhu (T) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Kualitas adsorpsi diperoleh berdasarkan keselektifan adsorben dalam mengadsorpsi komponen β-karoten, α-tokoferol dan asam lemak bebas. Kemampuan adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten (desorpsi) juga dilakukan dengan menggunakan pelarut heksan, isopropanol dan etanol. Karakteristik olein sawit kasar antara lain kadar asam lemak bebas (5,10%) dan indeks bias (1,4619). Bentonit dan arang aktif yang digunakan mempunyai ukuran partikel 150 mesh. Kondisi kesetimbangan yang dicapai oleh bentonit pada suhu 40 C (20 menit; konsentrasi 68 μg/ml), 50 C (20 menit; konsentrasi 40 μg/ml) dan 60 C (18 menit, konsentrasi 32 μg/ml). Kondisi kesetimbangan yang dicapai oleh arang aktif pada suhu 40 C (22 menit; konsentrasi 45 μg/ml), 50 C (22 menit; konsentrasi 60 μg/ml) dan 60 C (19 menit, konsentrasi 85 μg/ml). Model adsorpsi isotermal yang sesuai dengan data percobaan adalah model persamaan Freundlich. Nilai konstanta laju adsorpsi (k) yang diperoleh bentonit pada suhu 40 C (2,81 x 10-5 ml (g) -1 ), 50 C (5,33 x 10-2 ml (g) -1 ) dan 60 C (3,36 x 10-2 ml (g) -1 ). Nilai konstanta laju adsorpsi (k) yang diperoleh arang aktif pada suhu 40 C (3,04 x 10-4 ml (g) -1 ), 50 C (1,29 x 10-4 ml (g) -1 ) dan 60 C (6,16 x 10-3 ml (g) -1 ). Nilai energi aktivasi (Ea) yang diperoleh bentonit sebesar 74,28 kcal/mol dan arang aktif sebesar 30,04 kcal/mol. Jumlah β-karoten yang teradsorpsi (50 C, 171 menit) pada bentonit sebesar 375,50 μg/ml dan arang aktif sebesar 426,791 μg/ml. Jumlah α-tokoferol yang teradsorpsi pada bentonit sebesar 1397,451 μg/ml dan arang aktif sebesar 763,180 μg/ml. Kadar asam lemak bebas (%) olein sawit kasar hasil adsorpsi pada bentonit sebesar 4,59% dan arang aktif sebesar 2,83%, sedangkan nilai indeks bias pada bentonit sebesar 1,4606 dan arang aktif sebesar 1,4616. Persentase perolehan β-karoten hasil desorpsi terbesar dari bentonit dan arang aktif diperoleh pelarut etanol, yaitu sebesar 16,6% dan 2,7%.

4 R. Indri R. Hayuningtyas. F Kinetics of Isothermal Adsorption of β-carotene from Crude Palm Olein Using Bentonite. Supervised by Muslich and Prayoga Suryadarma SUMMARY Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) is one of plant species from the palmae family that can produce oil. Added value that crude palm oil obtain is one of the richest source of carotenoids which can be used to produce retinol (provitamin A). Crude palm oil contains about 15 to 300 times more retinol equivalent than carrots, green leafy vegetables and tomatoes. Palm oil consists of liquid fraction called olein and solid fraction called stearin. Crude palm olein is obtain from the fractionation of crude palm oil and it has not through the refinery proccess. The yellow-reddish color of crude palm olein occurs because of the large amount of carotenoids content. Crude palm olein contains a significant number of carotenoids, for about ppm. Cooking oil industries do the refining process which one of the intention is to obtain a pure final product of cooking oil. Bleaching is a stage of refinery process that removes colored pigments, colloid suspensions (gum and resin), oxidative materials and trace metals from palm oil. Bleaching process can cause some degradations or even losses of cooking oil compounds such as alpha, beta, gamma carotene and lycopene. In other side, those compounds especially β-carotene is potential as a source of provitamin A. Adsorption is one of the various methods to recover β-carotene compounds from palm oil. The objectives of this research are to obtain the equilibrium condition and the value of kinetics parameters, which are adsorption rate constanta (k) and activation energy (Ea) of isothermal adsorption of β-carotene from crude palm olein using bentonite and activated carbon. Kinetics of isothermal adsorption of β-carotene from crude palm olein was done at temperature conditions of 40 C, 50 C and 60 C. Equilibrium condition was obtained from the relation between β-carotene concentration decrease in olein (μg/ml) and adsorption time (minute). Equilibrium condition was achieved when the adsorption time no longer improve the decrease of β-carotene concentration in olein (μg/ml). The adsorption rate constanta (k) was determined by the linear regression between the concentration of β-carotene in adsorbent (μg/g) and concentration of β-carotene in olein (μg/ml). Selection of the highest value of the determination coefficient (r 2 ) was done to choose the fit adsorption isothermal model with the experimental data. The activation energy (Ea) was obtained by using the linear regression between adsorption rate constanta (k) and temperature (T) with the Arrhenius equation. Adsorption quality was obtained by the selectivity of adsorbent to adsorp β-carotene, α-tocopherol and free fatty acid. The ability of adsorbent to release β-carotene by desorption process was done with various eluents, such as hexane, isopropanol and ethanol. The crude palm olein characteristic were free fatty acid content (5,10%) and refractive index (1,4619). Both bentonite and activated carbon that used in the

5 experiment have the 150 mesh particel size. Equilibrium condition achieved by bentonite at temperature 40 C (20 minutes; concentration 68 μg/ml), 50 C (20 minutes; concentration 40 μg/ml) and 60 C (18 minutes, concentration 32 μg/ml). While the equilibrium condition achieved by activated carbon at temperature 40 C (22 minutes; concentration 45 μg/ml), 50 C (22 minutes; concentration 60 μg/ml) and 60 C (19 minutes, concentration 85 μg/ml). Freundlich isotherm model showed a good fit and appropriate with the experimental data. The adsorption rate constanta for bentonite at temperature 40 C (2,81 x 10-5 ml (g) -1 ), 50 C (5,33 x 10-2 ml (g) -1 ) and 60 C (3,36 x 10-2 ml (g) -1 ). While the adsorption rate constanta for activated carbons at temperature 40 C (3,04 x 10-4 ml (g) -1 ), 50 C (1,29 x 10-4 ml (g) -1 ) and 60 C (6,16 x 10-3 ml (g) -1 ). Activation energy (Ea) value for bentonite was 74,28 kcal/mol and activated carbon was 30,04 kcal/mol. The adsorption recovery value of β-carotene for bentonite was 375,50 μg/ml and activated carbon was 426,791μg/ml. While the adsorption recovery value of α-tocopherol for bentonite was 1397,451 μg/ml and activated carbon was 763,180 μg/ml. Free fatty acid content (%) of crude palm olein after adsorption process (50 C, 171 minutes) for bentonite was 4,59% and activated carbon was 2,83%, while the refractive index value for bentonite was 1,4606 and activated carbon was 1,4616. The highest recovery percentage of β-carotene by desorption process for bentonite and activated carbons was obtained by using ethanol which was 16,6% and 2,7%.

6 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit adalah hasil karya Saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, Januari 2007 Yang membuat pernyataan, R. Indri Respati Hayuningtyas F

7 KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh R. INDRI RESPATI HAYUNINGTYAS F Dilahirkan pada tanggal 7 September 1984 di Bogor Tanggal lulus : 17 Januari 2007 Menyetujui, Bogor, Januari 2007 Ir. Muslich, MSi Pembimbing Akademik I Prayoga Suryadarma, S.TP, MT Pembimbing Akademik II

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 September Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Joko Purwanto (Alm) dan R. Zulfaridaningsih. Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Polisi IV Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 4 Bogor pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Bogor dan lulus pada tahun Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri periode 2006/2007. Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) dan pernah menjabat sebagai Bendahara Umum (2003/2004) dan Staf Departemen Hubungan Masyarakat (2004/2005). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Lepas Landas Sarjana Fateta (2004), Sportin (2004), Seminar ISO (2004), Hari Warga Industri (HAGATRI) (2004), Techno-F (2004), Seminar Six Sigma (2005) dan sebagai pemimpin umum buletin MIND TIN (2005). Penulis mengikuti pendidikan non formal English Conversation and TOEFL Preparation di Global Reach College Bogor (2006). Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik Mempelajari Aspek Proses Produksi Sosis di PT. Badranaya Putra, Bandung. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit.

10 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil alamin. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten dari Olein Sawit Kasar dengan Menggunakan Bentonit. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian. Suatu kehormatan tersendiri bagi penulis, selama penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak mendapat arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Ir. Muslich, MSi dan Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, 2. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini, 3. Pimpinan dari PT. Sari Dumai Sejati, dan 4. Direktorat Jenderal Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional atas bantuan yang diberikan. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Terima kasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, Januari 2007 Penulis iii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii vi viii ix I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. MINYAK KELAPA SAWIT... 4 B. PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT... 7 C. KAROTENOID... 9 D. ADSORBEN Bentonit Arang Aktif E. ADSORPSI F. MODEL KINETIKA ADSORPSI III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Tahapan Penelitian (a) Karakterisasi iv

12 (b) Penentuan Kondisi Kesetimbangan Adsorpsi (c) Penentuan Konstanta Laju Adsorpsi (k) (d) Penentuan Energi Aktivasi (Ea) (e) Penentuan Kualitas Adsorpsi Prosedur Percobaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK OLEIN SAWIT KASAR B. KARAKTERISTIK ADSORBEN C. KONDISI KESETIMBANGAN D. KINETIKA ADSORPSI Konstanta Laju Adsorpsi Energi Aktivasi E. KUALITAS ADSORPSI Selektivitas Adsorpsi Kemampuan Melepaskan β-karoten dari Adsorben V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit... 5 Tabel 2. Komponen minor yang merupakan fraksi tidak tersabunkan pada minyak kelapa sawit... 5 Tabel 3. Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit... 6 Tabel 4. Komposisi asam lemak olein kelapa sawit... 7 Tabel 5. Nilai sifat fisikokimia olein sawit kasar... 7 Tabel 6. Tabel 7. Penentuan parameter kinetika adsorpsi dari regresi linear hubungan antara q dan c pada model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich Penentuan nilai energi aktivasi pada bentonit dan arang aktif Tabel 8. Karakteristik sifat fisikokimia olein sawit kasar Tabel 9. Karakteristik sifat fisik adsorben Tabel 10. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan jenis adsorben Tabel 11. Parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Tabel 12. Konstanta laju adsorpsi dan indeks efisiensi adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Tabel 13. Energi aktivasi adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Tabel 14. Jumlah β-karoten dan α-tokoferol teradsorpsi serta nilai kadar asam lemak bebas dan indeks bias dengan menggunakan bentonit dan arang aktif pada kondisi proses yang sama vi

14 Tabel 15. Nilai parameter desorpsi β-karoten dengan menggunakan bentonit dan arang aktif vii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Komposisi kimia trigliserida... 4 Gambar 2. Struktur molekul β-karoten Gambar 3. Struktur molekul mineral monmorillonit (Theng, 1979) Gambar 4. Beberapa jenis isoterm adsorpsi (McCabe et al., 1989) Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian Gambar 6. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar Gambar 7. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi Gambar 8. Gambar 9. Hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben dengan konsentrasi β-karoten dalam olein Regresi linear hubungan log q dan log c adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar pada bentonit Gambar 10. Regresi linear hubungan log q dan log c adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar pada arang aktif Gambar 11. Regresi linear hubungan antara suhu (1/T) dengan ln k pada bentonit Gambar 12. Regresi linear hubungan antara suhu (1/T) dengan ln k pada arang aktif viii

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kurva standard konsentrasi β-karoten dalam berbagai pelarut Lampiran 2. Prosedur analisis Lampiran 3. Skema reaktor adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar tipe tangki berpengaduk Lampiran 4. Foto reaktor adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar tipe tangki berpengaduk Lampiran 5. Foto perbandingan bentonit dan olein sawit kasar sebelum dan sesudah adsorpsi Lampiran 6. Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi Lampiran 7. Hasil pengukuran konsentrasi α-tokoferol dengan menggunakan HPLC Lampiran 8. Perhitungan konstanta laju adsorpsi (k) dan energi aktivasi (Ea) Lampiran 9. Data hasil penelitian Lampiran 10. Data hasil perhitungan parameter kinetika adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar Lampiran 11. Data hasil perhitungan parameter kualitas adsorpsi ix

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Van Gelder (2004) mengemukakan bahwa luas lahan kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan yang pesat sejak pertengahan tahun Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Menurut data van Gelder (2004) nilai produksi dan konsumsi minyak sawit dunia meningkat hingga 65% dan 75% sejak tahun Perkembangan tingkat produksi dan konsumsi tersebut tidak terlepas dari peranan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Produksi minyak sawit di Indonesia berkembang sangat pesat hingga 114% yang disertai peningkatan pencapaian pangsa pasar dunia dari 28% menjadi 36% dalam tujuh tahun terakhir. Perkembangan produksi dan konsumsi minyak sawit tidak hanya dipengaruhi oleh adanya permintaan minyak pangan dari dalam atau luar negeri, akan tetapi dipengaruhi juga oleh keberadaan minyak pangan lainnya dalam pasar seperti minyak kedelai, minyak biji rape dan minyak bunga matahari. Oil World (2000) memproyeksikan sampai dengan jangka waktu 20 tahun mendatang volume perdagangan komoditas minyak sawit masih akan terus meningkat. Nilai tambah minyak sawit kasar adalah sebagai salah satu sumber penghasil karotenoid terkaya untuk menghasilkan retinol (provitamin A). Minyak sawit kasar mengandung 15 sampai 300 lebih retinol dibandingkan dengan wortel, sayuran berdaun hijau dan tomat (Latip et al., 2000). Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Olein sawit kasar diperoleh melalui fraksinasi minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan belum mengalami proses pemurnian. Karotenoid yang terkandung dalam olein sawit kasar sebesar ppm

18 dan berwarna khas merah-kuning (Ong dan Tee, 1992 dalam Zeb dan Mehmood, 2004). Produk turunan kelapa sawit memiliki banyak manfaat serta sangat prospektif untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan sebagian besar (sekitar 90%) produk dari industri turunan minyak sawit Indonesia digunakan untuk kebutuhan bahan pangan seperti minyak goreng. Industri minyak goreng melakukan proses pemurnian yang salah satu tujuannya untuk mendapatkan produk akhir minyak goreng yang jernih. Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap pada proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid (gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metal yang terdapat dalam minyak sawit. Diduga bahwa bersamaan dengan pengurangan pigmen warna tersebut terdapat pula komponen karotenoid seperti alfa, beta, gamma karoten dan likopen. Selama ini hasil dari proses pemucatan tersebut tidak dimanfaatkan dan terbuang menjadi limbah. Di lain pihak, komponen tersebut khususnya β-karoten sangat potensial sebagai sumber provitamin A. Selain itu, proses pemucatan juga ditujukan mengingat sensitivitas dari komponen-komponen tersebut terhadap suhu tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Berbagai metode pengambilan kembali komponen karotenoid dari minyak kelapa sawit telah dilakukan dengan cara saponifikasi, adsorpsi, ekstraksi pelarut dan transesterifikasi dengan pemisahan fase dan destilasi eter (Baharin et al., 1998). Adsorpsi merupakan salah satu cara yang dilakukan pada penelitian ini dalam mengupayakan pengambilan kembali komponen β-karoten yang terkandung dalam minyak sawit. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi karotenoid dari minyak kelapa sawit antara lain jenis adsorben, suhu, pengadukan, waktu ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan (Latip et al., 2001). Buckl et al. (1999) meneliti tentang penggunaan adsorben yang tepat pada minyak atau lemak nabati dan hewani, khususnya untuk memisahkan unsur warna. Pemilihan terhadap adsorben didasarkan pada kemampuannya untuk mengadsorpsi komponen β-karoten dari olein sawit kasar dan melepaskannya pada saat proses desorpsi. Bentonit atau biasa disebut lempung 2

19 pemucat telah digunakan secara luas sebagai adsorben. Bentonit digunakan dalam memisahkan komponen pengotor dalam minyak dimana kemampuan adsorpsinya memiliki peranan sangat besar dalam industri minyak pangan. Selain digunakan sebagai bahan pemucat, bentonit juga digunakan dalam industri farmasi dan sebagai bahan produk kesehatan pribadi ( Arang aktif digunakan sebagai adsorben pembanding pada penelitian ini. Karakteristik kemampuan penyerapan komponen β-karoten pada adsorben dapat dilihat dari laju adsorpsinya. Laju adsorpsi dapat diketahui dari konstanta laju adsorpsi (k) yang dihasilkan dari suatu model kinetika adsorpsi. Model isoterm Freundlich dan Langmuir digunakan untuk menentukan parameter kinetika pada suatu proses adsorpsi. Energi aktivasi (Ea) merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui efektivitas dari adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi. Hasil dari kajian kinetika adsorpsi dapat digunakan sebagai dasar untuk penggandaan skala dalam rangka pengambilan kembali komponen β-karoten dari olein sawit kasar. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan nilai parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif, yaitu konstanta laju adsorpsi (k) dan energi aktivasi (Ea). 3

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari tubuh buah (mesokarp) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Minyak kelapa sawit mengandung komponen utama trigliserida sebesar 94%, asam lemak sebesar 3-5% dan komponen minor bukan minyak yang merupakan bahan tidak tersabunkan sebesar 1%. Reaksi pembentukan trigliserida dapat dilihat pada Gambar 1. CH 2 OH R1 COOH CH 2 COOR1 CH OH + R2 COOH CH COOR2 + 3 H 2 O CH 2 OH R3 COOH CH 2 COOR3 Gliserol Asam lemak Trigliserida Air Gambar 1. Reaksi pembentukan trigliserida Wujud minyak dan lemak bergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya. Minyak yang berwujud padat pada suhu kamar dikarenakan banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi dari suhu kamar. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

21 Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit Asam Lemak Atom C- Komposisi (%) Laurat C12:0 - Miristat C14:0 1,1 2,5 Palmitat C16: Stearat C18:0 3,6 4,7 Oleat C18: Linoleat C18: Sumber : Eckey (1955) dalam Ketaren (1986) Komponen minor dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama terdiri dari turunan asam lemak, seperti mono dan digliserida, fosfatida, ester dan sterol. Golongan kedua terdiri dari hidrokarbon, alkohol alifatik, sterol bebas, tokoferol, pigmen dan trace metals. Komponen minor pada minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen minor yang merupakan fraksi tidak tersabunkan pada minyak kelapa sawit mg/kg Komponen % (dalam minyak sawit) Karotenoid α-karoten β-karoten γ-karoten Likopen Xantofil Tokoferol α-tokoferol γ-tokoferol δ-tokoferol ζ+η-tokoferol Sterol Kolesterol Kampesterol Stigmasterol β-sitosterol 36,2 54,4 3,3 3,8 2, Fosfatida Total Alkohol Triterpen Alkohol Alifatik Alkohol Sumber : Loncin, Jacobsberg dan Evrard (1970) dalam Naibaho (1983) 5

22 Kebutuhan minyak kelapa sawit sebesar 90% digunakan untuk bahan pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kokoa dan untuk kebutuhan industri roti, cokelat, es krim, biskuit dan makanan ringan. Kebutuhan 10% lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, fatty alcohol, gliserin dan metil ester. Oleokimia digunakan pada industri yang menghasilkan produk pangan dan lemak, sabun dan deterjen, kosmetik dan produk perawatan pribadi, oli dan pelumas, minyak pengering, polimer dan pelapis permukaan (coating) dan biofuel (van Gelder, 2004). Sifat fisikokimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism. Selain itu, beberapa parameter yang dapat juga digunakan untuk mengetahui sifat fisikokimia minyak sawit adalah titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala dan titik api (Ketaren, 1986). Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai sifat fisikokimia minyak kelapa sawit Sifat Nilai Bobot Jenis (25 C) 0,900 Indeks Bias (D 40 C) 1,4565 1,4585 Bilangan Penyabunan (mg KOH/g minyak) Bilangan Iod Sumber : Krischenbauer (1960) dalam Ketaren (1986) Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi padat yang disebut stearin. Fraksinasi merupakan suatu cara untuk memisahkan komponen cair dan padat pada minyak kelapa sawit, biasanya dengan cara kristalisasi parsial pada suhu tertentu. Pemisahan tersebut didasarkan atas perbedaan titik beku dari kedua jenis fraksi. Sifat fisikokimia olein bergantung pada kondisi fraksinasinya (Beare-Rogers et al., 2001). Crude palm olein atau olein sawit kasar adalah minyak fraksi cair berwarna kuning kemerahan yang diperoleh dengan cara fraksinasi minyak kelapa sawit 6

23 (crude palm oil) dan belum mengalami proses pemurnian (SNI, 1998). Komposisi asam lemak olein kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi asam lemak olein kelapa sawit Asam Lemak Atom C- Komposisi (%) Laurat C12:0 0,1 0,5 Miristat C14:0 0,9 1,4 Palmitat C16:0 38,2 42,9 Stearat C18:0 3,7 4,8 Oleat C18:1 39,8 43,9 Linoleat C18:2 10,4 13,4 Komponen Lain 0,1 0,6 Sumber : Beare-Rogers et al. (2001) Olein hasil fraksinasi minyak sawit kasar umumnya digunakan sebagai minyak goreng. Olein mempunyai sifat yang tahan terhadap oksidasi dan mempunyai umur simpan yang lama sebagai produk jadi ( Nilai sifat fisikokimia olein sawit kasar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai sifat fisikokimia olein sawit kasar Sifat Nilai Titik Leleh ( C) Maks. 24 Air dan Kotoran, (%b/b) Maks. 0,22 Asam Lemak Bebas (sebagai asam palmitat), (% b/b) Maks. 0,5 Bilangan Iod Min. 56 Sumber : SNI (1998) B. PEMURNIAN MINYAK KELAPA SAWIT Proses yang dilalui oleh minyak sawit kasar untuk menghasilkan minyak goreng adalah proses pemurnian. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak 7

24 sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren, 1986). Ketaren (1986) menambahkan beberapa jenis kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri atas tiga golongan, yaitu : 1. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble) dan tidak terdispersi dalam minyak, seperti biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, seratserat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca serta air dalam jumlah kecil, 2. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak, seperti fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya, 3. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble), seperti asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisis trigliserida dan zat warna yang terdiri dari karotenoid dan klorofil. Tahap proses pemurnian pada minyak untuk bahan pangan antara lain pemisahan bahan berupa suspensi atau dispersi koloid dengan cara degumming, pemisahan asam lemak bebas dengan netralisasi, proses pemucatan (bleaching) atau dekolorisasi, deodorisasi dan pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan. Pemucatan atau bleaching merupakan salah satu tahap proses pemurnian yang bertujuan untuk mengurangi pigmen warna, suspensi koloid (gum dan resin), bahan-bahan oksidatif dan trace metals melalui cara adsorpsi. Pemucatan minyak biasanya dilakukan dalam kondisi vakum pada suhu C (Beare-Rogers et al., 2001). Warna dan kotoran dapat dihilangkan dengan menggunakan adsorben seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Minyak yang telah melewati proses ini akan berwarna lebih jernih (Ketaren, 1986). Menurut Hui (1996), suatu proses yang dikatakan pemucatan pada minyak dan lemak merupakan suatu proses adsorpsi yang mampu menghilangkan zat-zat warna dan komponen minor lainnya. Walaupun 8

25 pengurangan zat warna memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata pada proses pemucatan produk pangan, namun penghilangan komponen minor yang terjadi pada saat proses tersebut tidak kalah pentingnya untuk menghasilkan produk deodorisasi yang stabil terhadap oksidasi, rasa yang dapat diterima dan karakteristik umur produk. C. KAROTENOID Karotenoid adalah suatu pigmen alami yang dapat ditemukan pada tanaman, ganggang, hewan vertebrata dan mikroorganisme. Pigmen ini berwarna kuning sampai merah, mempunyai ciri tertentu yang dapat menunjukkan sifat-sifatnya yang mendasar (Muchtadi et al., 1995). Karotenoid merupakan komponen intrinsik penting yang terdapat dalam minyak sawit kasar. Karotenoid dapat digolongkan atas empat golongan (Meyer, 1966 dalam Bale-Therik, 1992), yaitu : 1. Karotenoid hidrokarbon C 40 H 56 (alfa, beta, gamma karoten dan likopen), 2. Xantofil, yaitu karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil (kriptosantin dan lutein), 3. Ester xantofil, 4. Asam karotenoid yaitu turunan karoten yang mengandung gugus karboksil. Karotenoid mempunyai struktur kimia yang berupa rantai alifatik simetris yang terdiri dari 18 atom karbon dan memiliki ikatan rangkap secara kontinyu. Rantai karbon alifatik tersebut mengandung empat gugus metil. Perbedaan antara satu provitamin A dengan yang lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat di kedua sisi rantai alifatik tersebut (Andarwulan dan Koswara, 1992). Muchtadi et al. (1995) menambahkan bahwa struktur alifatik pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena (2-metil-2 butana), dimana diantara dua gugus metil yang berdekatan terdapat dua ikatan ganda yang diselingi oleh ikatan tunggal. Ikatan ganda tersebut merupakan ikatan ganda terkonjugasi. Adanya ikatan ganda yang terkonjugasi di dalam molekul karotenoid menandakan adanya gugus khromofor, yaitu lokasi di dalam sel 9

26 tempat terdapatnya karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi maka akan semakin pekat warna karotenoid tersebut, artinya semakin mengarah ke warna merah (Wirahadikusumah, 1985). Ikatan ganda ini pula yang menyebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi. Karotenoid mempunyai sifat yang dapat membentuk isomer geometrik yaitu bentuk trans dan cis. Karotenoid terutama terdapat sebagai isomer trans di alam. Bentuk trans dari karoten memiliki derajat aktivitas vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk cis (Iwasaki dan Murakoshi, 1992). Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, sangat sensitif terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O 2 ). Menurut Walfford (1980), oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan. Karotenoid menyerap spektrum cahaya, dimana panjang gelombang maksimumnya sangat tergantung pada jenis pelarutnya. Hal ini diduga karena adanya perubahan dalam keseimbangan isomer cis-trans. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida dan benzena, sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol (Andarwulan dan Koswara, 1992). Karotenoid belum mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu 60 C. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan asam lemak lebih mudah menerima radikal bebas apabila dibandingkan dengan karotenoid, sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan akibatnya karotenoid terlindung dari oksidasi (Choo et al., 1992). Pigmen karoten terdiri α, β, γ-karoten dan likopen penting diperlukan oleh tubuh karena zat tersebut dapat terproses menjadi vitamin A. Husaini (1982) menyatakan bahwa karotenoid yang paling umum dijumpai sebagai pigmen dan sumber provitamin A adalah β-karoten. Hal ini disebabkan aktivitas provitamin A yang sangat tinggi dalam β-karoten, yaitu sebesar 100%. Alfa karoten dan γ-karoten masing-masing memiliki aktivitas provitamin A sebesar 50 54% dan 42 50%. 10

27 Beta karoten mempunyai dua struktur cincin yang sama pada kedua sisi rantai karbon alifatik, yaitu berupa cincin β-ionon ( 5-1, 1,5-trimetil-sikloheksan). Oleh karena itu, β-karoten disebut pula β-β-karoten (Andarwulan dan Koswara, 1992). Struktur molekul β-karoten dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur molekul β-karoten Sumber provitamin A yang paling penting bagi manusia dan hewan adalah semua sayuran atau buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning. Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak kelapa sawit mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain mencegah penyakit xerophtalmia, mencegah avitaminosis, menghambat perkembangan sel kanker dan dapat berperan aktif sebagai pemusnah radikal bebas (Muhilal, 1991 dalam Muchtadi, 1992). D. ADSORBEN Adsorben merupakan bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut (Bernasconi et al., 1995). 1. Bentonit Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit sebagai komponen utamanya (Kirk dan Othmer, 1954). Jenis mineral monmorillonit dioktahedral termasuk ke dalam kelompok 11

28 smectite yang merupakan adsorben komponen organik utama dan paling banyak digunakan. Nama bentonit berasal dari jenis lempung plastis dan mempunyai sifat koloid tinggi yang ditemukan di daerah Fort Benton, Wyoming, Amerika Serikat (Theng, 1979). Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan alumunium silikat hidrousnya ( yaitu : 1. Activated clay : lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu, 2. Fuller's earth : digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wol dari lemak. Rumus molekul dari monmorillonit adalah (Na,Ca) 0,33 (Al,Mg) 2 Si 4 O 10 (OH) 2 (H 2 O) ( Apabila dilihat dari struktur molekulnya, monmorillonit tersusun atas unit-unit yang terdiri dari dua lapisan silika tetrahedral dengan pusat yang merupakan lapisan alumina oktahedral. Semua ujung dari tetrahedral mengacu pada arah yang sama dan berhadapan dengan pusat dari unit. Lapisan tetrahedral dan oktahedral dikombinasikan sehingga ujung dari masing-masing lapisan tetrahedron silika dan salah satu bidang hidroksil dari lapisan oktahedral membentuk monmorillonit (Grim, 1968). Struktur molekul mineral monmorillonit dapat dilihat pada Gambar 3. Molekul Al 3+ dapat ditukar secara parsial oleh kation lain seperti Mg 2+, Fe 2+ dan Fe 3+ pada gugus oktahedral dan pertukaran molekul Si 4+ oleh Al 3+ pada gugus tetrahedral (Theng, 1979). Bentonit yang telah diaktivasi mempunyai komponen SiO 2 sebesar 56%, Al 2 O 3 sebesar 14%, MgO sebesar 4%, Fe 2 O 3 sebesar 2,5%. 12

29 Kation dan n H 2 O 4 (Si, Al) 6 O 6 O 4 (Si, Al) 4 O + 2 (OH) 4 (Al, Fe, Mg) 4 O + 2 (OH) 4 (Si, Al) 6 O Gambar 3. Struktur molekul mineral monmorillonit (Theng, 1979) Bentonit mempunyai karakteristik yang khas, yaitu mampu mengembang sampai beberapa kali lebih besar dari ukuran semulanya apabila dimasukkan ke dalam air. Bentonit dapat membentuk struktur thixotropic gel dengan air meskipun komposisi jumlah gel yang terdapat dalam bentonit sangat kecil (Grim, 1968). Bentonit mempunyai ciri-ciri umumnya bertekstur lunak, plastis, berwarna pucat dengan penampakan berwarna putih, hijau muda, abu-abu dan merah muda dalam keadaan segar, serta menjadi krem apabila lapuk yang kemudian berubah menjadi kuning, merah, coklat atau hitam. Ada dua macam jenis bentonit, yaitu Na-bentonit dan Ca-bentonit. Na-bentonit mempunyai sifat yang mampu mengembang apabila dicampurkan dengan air, biasanya digunakan dalam industri penambangan lumpur bor, gas bumi dan minyak sebagai lumpur pembilas. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat pada industri minyak goreng atau minyak pelumas, sebagai katalis, bahan penyerap, bahan pengisi dan lain sebagainya. Ca-bentonit dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan bleaching earth, fuller s earth, bleaching clay, taylorite atau soapy clay ( Luas permukaan Ca-bentonit adalah 115 m 2 /g (Theng, 1979). 13

30 Menurut Ketaren (1986), daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al 3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO 2 dan Al 2 O 3 dalam bleaching clay. Menurut Adnan (1997) silika mampu menyerap hampir semua zat, magnesium mempunyai aktivitas yang lemah di dalam menyerap komponen karotenoid dan tokoferol. Tanah liat monmorillonit terdiri dari Al dan Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation. Oleh karena itu, bentonit memiliki kapasitas pertukaran ion (KTK) karena kemampuannya untuk menerima kation, maka senyawa yang diadsorpsi cenderung menempel pada permukaan lempung (Theng, 1979). 2. Arang Aktif Arang aktif merupakan karbon dengan struktur amorf atau mikrokristalin yang dengan perlakuan khusus dapat memiliki luas permukaan dalam yang sangat besar. Struktur amorf tersebut terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagon (Djatmiko et al., 1985). Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur (Ketaren, 1986). Menurut Gotz (1953) dalam Djatmiko et al. (1985) penghilangan komponen hidrokarbon pada permukaan arang dapat menyebabkan luas permukaannya menjadi lebih besar dan daya adsorpsinya lebih tinggi. Kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi juga ditentukan dari struktur kimianya, yaitu adanya atom O, H dan C yang terikat secara kimia sehingga membentuk gugus fungsi ( Arang aktif pada umumnya digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Arang aktif dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat dalam minyak dan dapat digunakan dalam 14

31 jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan bleaching clay (Ketaren, 1986). Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon. Sumber bahan baku arang aktif antara lain kayu, ampas tebu, tempurung kelapa, tongkol jagung dan batu bara. Suhu aktivasi pada arang berkisar antara C bergantung dari cara pengaktifannya. Aktivasi arang dapat juga dilakukan pada suhu 1000 C dengan cara kimiawi. Ukuran pori dari arang aktif dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu makro, meso dan mikro. Makropori mempunyai ukuran dimeter pori sebesar Å, mesopori mempunyai ukuran diameter Å dan mikropori mempunyai ukuran diameter yang kurang dari 100 Å. Luas permukaan arang aktif pada umumnya berkisar dari 850 hingga 3000 m 2 /g (Roy, 1995). Sifat fisikokimia arang aktif bergantung dari cara pengaktifannya. Arang yang diaktifkan dengan gas strukturnya masih menunjukkan struktur bahan mentah, arang yang diaktifkan dengan bahan kimia strukturnya berlainan dari bahan mentahnya. Arang yang diaktifkan dengan uap, mempunyai reaksi basa sedangkan yang diaktifkan dengan asam, memberikan reaksi asam (Djatmiko et al., 1985). E. ADSORPSI Adsorpsi menurut McCabe et al. (1989) adalah proses pemisahan dimana komponen tertentu dari suatu fasa fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Bernasconi et al. (1995) mendeskripsikan adsorpsi sebagai suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut. McCabe et al. (1989) menambahkan bahwa biasanya partikel-pertikel kecil zat penyerap ditempatkan di dalam suatu hamparan tetap, dan fluida lalu dialirkan melalui hamparan itu sampai zat padat itu mendekati jenuh dan pemisahan yang 15

32 dikehendaki tidak dapat lagi berlangsung. Aliran itu lalu dipindahkan ke hamparan kedua sampai adsorben jenuh tadi dapat diganti atau diregenerasi. Bernasconi et al. (1995) menyatakan kecepatan adsorpsi dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi, luas permukaan adsorben, suhu, tekanan (untuk gas), ukuran partikel dan porositas adsorben. Hal lain yang juga dapat mempengaruhi kecepatan adsorpsi adalah ukuran molekul bahan yang akan disorpsi dan viskositas campuran yang akan dipisahkan (cairan, gas). Kebanyakan zat pengadsorpsi atau adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan lebih erat daripada molekul-molekul lainnya. Komponen yang diadsorpsi atau adsorbat dapat melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain. Regenerasi adsorben dapat dilaksanakan kemudian untuk mendapatkan adsorbat dalam bentuk terkonsentrasi atau hampir murni (McCabe et al., 1989). Isoterm adsorpsi ialah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Untuk zat cair, konsentrasi biasanya dinyatakan dalam satuan massa, seperti bagian per juta (ppm). Konsentrasi adsorbat pada zat padat dinyatakan sebagai massa yang teradsorpsi per satuan massa adsorben semula (McCabe et al., 1989). Beberapa contoh bentuk isoterm adsorpsi ditunjukkan dalam grafik aritmetik pada Gambar 4. Isoterm linear mengikuti garis lurus melalui sumbu koordinat dan kuantitas yang diadsorpsi dalam hal ini sebanding dengan konsentrasi di dalam fluida. Isoterm yang cembung ke atas dikatakan favorable karena pemuatan zat padat yang relatif tinggi dengan konsentrasi fluida yang rendah. Isoterm yang cekung ke atas dikatakan unfavorable karena pemuatan zat padatnya relatif rendah dan mengakibatkan zona perpindahan massa di dalam hamparan itu menjadi cukup panjang. Isoterm irreversible mempunyai koefisien perpindahan massa yang konstan karena laju 16

33 perpindahan massa dalam hal ini sebanding dengan konsentrasi fluida. Isoterm very favorable memberikan hasil yang hampir sama dengan adsorpsi irreversible, karena konsentrasi keseimbangan di dalam fluida praktis bernilai nol, sampai konsentrasi zat padat sudah melewati separuh nilai jenuhnya. Irreversible W, g diadsorpsi/g zat padat Very favorable Favorable Linear Unfavorable c, ppm Gambar 4. Beberapa jenis isoterm adsorpsi (McCabe et al., 1989) F. MODEL KINETIKA ADSORPSI Isoterm Langmuir dikembangkan oleh Irving Langmuir pada tahun 1916 untuk menggambarkan hubungan antara luas permukaan gas yang diadsorpsi pada tekanan gas yang lebih tinggi dari permukaan pada suhu tertentu. Ada beberapa jenis lain dari isoterm ini (Temkin, Freundlich) yang berbeda pada satu atau lebih asumsi yang dibuat dalam menurunkan peubah dari luas permukaan dalam hal bagaimana mereka menggunakan hubungan antara luas permukaan dengan entalpi dari adsorpsi. Persamaan Langmuir merupakan persamaan yang paling sederhana. Langmuir mengembangkan suatu model kuantitatif yang telah diaplikasikan secara luas untuk menggambarkan data percobaan adsorpsi. 17

34 Persamaan adsorpsi sederhana dapat dilihat pada formula : q = qmaks. c k + c Konsentrasi penyerapan maksimum dari adsorben dilambangkan dengan q maks dan k merupakan suatu konstanta laju adsorpsi; q merupakan konsentrasi kesetimbangan atau penyerapan adsorbat pada adsorben dan c merupakan konsentrasi setimbang dari larutan pada fase cair. Persamaan Langmuir seringkali digunakan untuk menggambarkan adsorpsi dari larutan oleh padatan heterogen (contoh : karbon aktif). Prinsip dasar dari model Langmuir adalah penutupan permukaan oleh lapisan molekul tunggal. Isoterm Langmuir memiliki tiga asumsi : 1. Molekul yang teradsorpsi membentuk suatu lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan adsorben, 2. Semua permukaan situs adsorpsi adalah sama/ekuivalen dalam hal energi adsorpsi, 3. Kemampuan adsorpsi suatu molekul pada suatu situs tidak berinteraksi dengan molekul pada situs lainnya yang berdekatan. Isoterm Freundlich digunakan untuk menginterpretasikan penemuan adsorpsi dari suatu larutan. Persamaan empiris Freundlich dapat dilihat sebagai berikut : n q = k f. c Konstanta k f dan n mengkarakteristikan sistem adsorpsi, q merupakan konsentrasi kesetimbangan atau penyerapan adsorbat pada adsorben dan c adalah konsentrasi setimbang dari larutan pada fase cair. Nilai parameter k f meningkat seiring dengan meningkatnya penyerapan adsorbat pada adsorben. Nilai n merupakan indeks efisiensi adsorpsi, dapat juga sejalan dengan proses adsorpsi dan berkaitan dengan energi adsorpsi (Ribeiro et al., 2001). 18

35 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah olein sawit kasar hasil fraksinasi dari minyak sawit kasar. Minyak sawit kasar yang digunakan berasal dari PT. Asian Agro Agung Jaya, Marunda, Jakarta Utara. Standard β-karoten (Sigma-Aldrich; IU/gram), standard α-tokoferol (Sigma- Aldrich), bentonit, arang aktif, heksan, isopropanol, etanol dan BHT. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah alkohol netral 95%, kalium hidroksida beralkohol (KOH), indikator phenolftalein dan akuades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan gelas (erlenmeyer, gelas piala, tabung ulir), peralatan ukur (timbangan, pipet volumetrik, pipet mohr, buret, labu takar, stopwatch), penangas air (waterbath), pompa vakum, reaktor berpengaduk, termokontrol dan saluran pengambilan contoh. Selain itu, peralatan lain yang digunakan adalah spektrofotometer, refraktometer, High Performance Liquid Chromatrography (HPLC). B. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dibagi menjadi tahapan penelitian dan prosedur percobaan. Tahapan penelitian menjelaskan tentang langkah-langkah yang harus dilalui untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan prosedur percobaan merupakan urutan kegiatan dan tatacara secara teknis tentang percobaan yang dikerjakan. 1. Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu (a) Karakterisasi terhadap olein sawit kasar dan adsorben yang digunakan pada proses adsorpsi,

36 (b) Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi, (c) Penentuan nilai konstanta laju adsorpsi (k), (d) Penentuan nilai energi aktivasi (Ea) dan (e) Penentuan kualitas adsorpsi. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Mulai Karakterisasi Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi Penentuan konstanta laju adsorpsi (k) Penentuan energi aktivasi (Ea) Penentuan kualitas adsorpsi Selesai Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian Fraksinasi terhadap minyak sawit kasar dilakukan pada kondisi suhu ruang untuk mendapatkan olein sawit kasar. Fraksinasi dilakukan selama satu malam atau hingga didapatkan pemisahan antara fraksi olein dan stearin. Pengukuran nilai absorbansi β-karoten menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm dengan menggunakan heksan sebagai pelarut. Nilai absorbansi kemudian dikonversi menjadi konsentrasi dengan menggunakan kurva standard β-karoten. Kurva standard konsentrasi β-karoten dalam berbagai pelarut dapat dilihat pada Lampiran 1. Konsentrasi β-karoten dinyatakan dalam ppm 20

37 (μg β-karoten/ml olein sawit kasar) atau dalam International Unit (IU) sebagai suatu takaran vitamin A adalah 1 IU = 0,6 µg β-karoten. Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentonit dan sebagai adsorben pembanding digunakan arang aktif. Penjelasan dari tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : (a) Karakterisasi Karakterisasi yang dilakukan antara lain terhadap olein sawit kasar dan adsorben yang digunakan (bentonit dan arang aktif). Karakterisasi olein sawit kasar terdiri dari penentuan kadar asam lemak bebas (%) (AOAC, 1999) serta indeks bias (Apriyantono et al., 1989). Prosedur karakterisasi terhadap olein sawit kasar dapat dilihat pada Lampiran 2. Karakterisasi terhadap adsorben yang digunakan meliputi ukuran partikel, bentuk dan warna visual. Bentonit dan arang aktif yang diayak dengan vibrating screen yang mempunyai ukuran 150 mesh. (b) Penentuan Kondisi Kesetimbangan Adsorpsi Penentuan kondisi kesetimbangan adsorpsi dilakukan dengan memplotkan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (c) dengan lama adsorpsi (t). Kondisi kesetimbangan diperoleh apabila tidak terjadi penurunan lagi terhadap konsentrasi β-karoten dalam olein pada lama adsorpsi tertentu. Parameter yang ditentukan pada saat tercapai kondisi kesetimbangan adalah lama adsorpsi (menit) dan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (μg/ml). Selanjutnya dapat diketahui hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (q) dengan konsentrasi β-karoten dalam olein sawit kasar (c) dengan menggunakan model isoterm adsorpsi. Perhitungan nilai q dapat dilihat pada persamaan : 21

38 q V ( c c ) x m = 0 t Keterangan : q = konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (μg/g) c 0 = konsentrasi awal β-karoten dalam olein sawit kasar (μg/ml) c t = konsentrasi β-karoten dalam olein pada lama adsorpsi tertentu (μg/ml) V = volume olein sawit kasar (ml) m = massa adsorben (g) (c) Penentuan Konstanta Laju Adsorpsi (k) Nilai konstanta laju adsorpsi (k) dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben (q) dengan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein (c) pada persamaan Langmuir dan Freundlich. Plot dari 1/q dan 1/c menghasilkan bentuk linear dari model Langmuir. Persamaan linear tersebut dapat dilihat pada persamaan 1 : 1 q k 1 1 = +...(1) q c maks q maks Kemiringan atau slope dari hasil regresi linear persamaan 1 menghasilkan nilai k/q maks dimana k merupakan konstanta laju adsorpsi dan intersepnya menunjukkan nilai 1/q maks. Plot dari log q dan log c menghasilkan bentuk linear dari model Freundlich. Persamaan linear tersebut dapat dilihat pada persamaan 2 : log q = logk f + nlogc...(2) Kemiringan atau slope dari hasil regresi linear persamaan 2 merupakan nilai n dan intersepnya menunjukkan nilai konstanta laju adsorpsi (k f ). Parameter kinetika adsorpsi yang dihasilkan dari persamaan Langmuir dan Freundlich dapat dilihat pada Tabel 6. 22

39 Tabel 6. Penentuan parameter kinetika adsorpsi dari regresi linear hubungan antara q dan c pada model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich Perlakuan Jenis Adsorben Bentonit Arang Aktif Suhu [ C] Model Isoterm Adsorpsi Langmuir Freundlich q maks k r 2 n k f r 2 40 q maks1 k 1 r 2 n 1 k f1 r 2 50 q maks2 k 2 r 2 n 2 k f2 r 2 60 q maks3 k 3 r 2 n 3 k f3 r 2 40 q maks4 k 4 r 2 n 4 k f4 r 2 50 q maks5 k 5 r 2 n 5 k f5 r 2 60 q maks5 k 6 r 2 n 6 k f6 r 2 (d) Penentuan Energi Aktivasi (Ea) Nilai energi aktivasi (Ea) dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai konstanta laju adsorpsi (k) dan suhu (T) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Rancangan percobaan dari penentuan nilai energi aktivasi dapat dilihat pada Tabel 7. Plot antara ln k dan 1/T menghasilkan bentuk linear dari model Arrhenius yang dapat dilihat pada persamaan 3 : 1 Ea ln k = + ln Ao...(3) T R Keterangan : k = konstanta laju adsorpsi T = suhu mutlak (Kelvin) Ea = energi aktivasi (kcal/mol) R = konstanta tetapan gas (1,987 cal/k.mol) A o = konstanta proporsionalitas (besarnya tergantung dari frekuensi tumbukan dan orientasi molekul selama tumbukan) 23

40 Tabel 7. Penentuan nilai energi aktivasi pada bentonit dan arang aktif Perlakuan Jenis Adsorben Suhu [ C] Konstanta Laju Adsorpsi [(b%) -1 (menit) -1 ] Energi Aktivasi [kcal/mol] Bentonit Arang Aktif 50 k 2 Ea 1 40 k 1 60 k 3 40 k 4 50 k 5 60 k 6 Ea 2 (e) Penentuan Kualitas Adsorpsi Kualitas adsorpsi terdiri atas selektivitas adsorpsi dan kemampuan adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten. Selektivitas adsorpsi dapat diketahui berdasarkan penyerapan komponen β-karoten, α-tokoferol dibandingkan dengan komponen lain yang terdapat dalam olein selama 171 menit. Parameter kualitas adsorpsi lain yang digunakan adalah kadar asam lemak bebas dan indeks bias. Selain itu, kemampuan adsorben untuk melepaskan β-karoten dilihat dari persentase desorpsinya pada berbagai jenis pelarut. Penentuan nilai absorbansi β-karoten dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dan penentuan nilai konsentrasi α-tokoferol menggunakan High Performance Liquid Chromatrography (HPLC). Contoh larutan preparasi HPLC ditambahkan BHT. Prosedur penentuan kualitas adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran Prosedur Percobaan Perbandingan antara adsorben dengan olein sawit kasar yang digunakan adalah 1:3. Campuran adsorben dengan olein tersebut disiapkan di dalam reaktor berpengaduk berkapasitas 2 l. Skema dan foto reaktor berpengaduk dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Proses adsorpsi dilakukan pada tiga kondisi suhu, yaitu 40 C, 50 C dan 60 C. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 120 rpm. Contoh diambil melalui 24

41 saluran pengambilan contoh pada lama adsorpsi tertentu secara kontinyu selama 171 menit. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas saring dan menggunakan pompa vakum. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan adsorben yang telah mengandung β-karoten dengan olein. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dapat dilihat pada Gambar 6. Mulai Pencampuran adsorben (300 gram) dengan olein (900 ml) dalam reaktor berpengaduk (Kecepatan pengadukan =120 rpm; suhu = 40, 50, 60 C; lama adsorpsi = 171 menit) Pengambilan contoh pada lama adsorpsi (menit) tertentu Penyaringan Analisis (konsentrasi β-karoten, konsentrasi α-tokoferol, kadar asam lemak bebas, indeks bias dan kemampuan desorpsi) Selesai Gambar 6. Diagram alir adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar 25

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK OLEIN SAWIT KASAR Karakterisasi terhadap olein sawit kasar dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimianya. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik sifat fisikokimia olein sawit kasar Karakteristik Nilai Standar Mutu * Kadar Asam Lemak Bebas (%) 5,10 Maks. 5 Indeks Bias 26,9 o C 1, Sumber : * SNI (1998) Kadar asam lemak bebas atau %FFA menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terkandung di dalam 1 mg olein. Asam lemak bebas dalam minyak atau lemak dapat terbentuk dari hasil reaksi hidrolisis. Tinggi rendahnya kandungan asam lemak bebas dapat dipengaruhi oleh adanya reaksi hidrolisis tersebut. Berdasarkan hasil karakterisasi dapat diketahui bahwa olein sawit kasar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 5,10%. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu yang ditentukan oleh SNI tahun 1998, yaitu sebesar 5%. Indeks bias dalam pengujian minyak dan lemak digunakan untuk menentukan kemurnian dan derajat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Indeks bias dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu. Nilai indeks bias yang didapatkan dari hasil karakterisasi adalah 1,4619. Semakin besar nilai indeks bias menunjukkan semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap di dalam minyak.

43 B. KARAKTERISTIK ADSORBEN Adsorben yang digunakan untuk penelitian ini adalah bentonit dengan arang aktif sebagai adsorben pembanding. Karakterisasi terhadap adsorben dilakukan dengan mengamati sifat fisik yang meliputi ukuran partikel, bentuk, dan warna visual. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik sifat fisik adsorben Karakteristik Jenis Ukuran Partikel Adsorben Bentuk Warna (mesh) Bentonit 150 Serbuk Putih kecoklatan Arang Aktif 150 Serbuk Hitam Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kedua jenis adsorben yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran partikel sebesar 150 mesh dan berbentuk serbuk. Ukuran partikel sebesar 150 mesh tergolong ke dalam ukuran yang sangat kecil. Ukuran partikel dari bentonit yang biasa digunakan untuk mendapatkan hasil adsorpsi yang optimal berkisar mesh ( Adsorben dengan bentuk serbuk mempunyai luas permukaan kontak yang besar dengan bahan yang diadsorpsi sehingga digunakan untuk proses adsorpsi campuran cair (Bernasconi et al., 1995). Menurut Ketaren (1986), daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan ph adsorben mendekati netral. C. KONDISI KESETIMBANGAN Kondisi kesetimbangan dapat diartikan keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama. Ciri suatu sistem pada kesetimbangan adalah adanya nilai tertentu yang tidak berubah dengan berubahnya waktu (Petrucci, 1995). Bernasconi (1985) menambahkan keadaan kesetimbangan pada proses sorpsi dipengaruhi oleh suhu dan massa. 27

44 Proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar merupakan suatu kondisi dimana pigmen kuning kemerahan dalam olein sawit kasar secara selektif dijerap pada permukaan pori adsorben. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein yang semakin menurun menunjukkan semakin banyaknya komponen β-karoten dalam olein sawit kasar yang terserap oleh adsorben. Semakin rendah nilai konsentrasi β-karoten dalam olein dapat menunjukkan proses adsorpsi yang berjalan dengan baik. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi dapat dilihat pada Gambar Konsentrasi β-karoten dalam Olein [μg/ml] Lama Adsorpsi [menit] Gambar 7. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi (, pada bentonit suhu 40 C;, pada bentonit suhu 50 C;, pada bentonit suhu 60 C;, pada arang aktif suhu 40 C;, pada arang aktif suhu 50 C;, pada arang aktif suhu 60 C) Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi β-karoten dalam olein semakin menurun seiring dengan lamanya proses 28

45 adsorpsi. Penurunan tersebut dapat terlihat pada tiap kondisi suhu dan kedua jenis adsorben. Kondisi kesetimbangan tercapai apabila pada lama adsorpsi tertentu nilai konsentrasi β-karoten dalam olein tidak mengalami penurunan lagi. Konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan semakin lamanya waktu menyebabkan konsentrasi β-karoten yang diserap dalam adsorben meningkat sehingga adsorben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Gambar perubahan warna pada bentonit dan olein sawit kasar sebelum dan sesudah adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 5. Selanjutnya dapat diketahui bahwa pada masing-masing suhu reaksi dan jenis adsorben diperoleh kondisi kesetimbangan yang berbeda. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masingmasing kondisi suhu dan jenis adsorben disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan jenis adsorben Perlakuan Jenis Adsorben Bentonit Arang Aktif Suhu [ C] Lama Tercapainya Kesetimbangan [menit] Konsentrasi β-karoten dalam Olein [μg/ml] Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu menyebabkan lama tercapainya kesetimbangan (menit) yang semakin cepat pada bentonit dan arang aktif. Di lain hal, seiring dengan meningkatnya suhu adsorpsi, konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan semakin menurun pada penggunaan bentonit, sedangkan pada arang aktif nilai konsentrasi β-karoten dalam olein justru semakin meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa suhu dan jenis adsorben mempengaruhi laju adsorpsi dan kondisi kesetimbangan proses adsorpsi tersebut. Penentuan terhadap kondisi kesetimbangan dapat dilihat pada Lampiran 6. 29

46 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui perolehan lama tercapainya kesetimbangan pada bentonit lebih cepat dibandingkan dengan arang aktif pada kondisi suhu 40 C. Namun, nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada bentonit lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasi dengan air terikat pada struktur molekulnya hilang sehingga mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna (Ketaren, 1986). Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah luas permukaan bentonit yang lebih kecil dibandingkan dengan arang aktif dan pada kondisi suhu 40 C pori-pori bentonit belum sepenuhnya teraktifkan sehingga kemampuan penyerapannya masih kurang. Daya adsorpsi yang besar pada arang aktif dapat disebabkan arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar dan luas permukaan yang besar. Sifat fisik tersebut menyebabkan arang memiliki kemampuan untuk menyerap molekul organik dari larutan atau gas lebih banyak dibandingkan dengan bleaching earth. Adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Lama tercapainya kesetimbangan pada arang aktif lebih lambat dibandingkan bentonit dan konsentrasi β-karoten dalam olein pada arang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan bentonit pada kondisi suhu 50 C dan 60 C. Peningkatan suhu akan mampu memperbesar pori-pori yang terdapat pada adsorben sehingga mampu meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Apabila dalam suatu larutan mengandung lebih dari satu macam zat yang dapat diadsorpsi, maka zat tersebut akan bersaing menempati permukaan atau poripori dari adsorben tersebut. Berdasarkan nilai kondisi kesetimbangan, bentonit merupakan adsorben selektif yang mampu menyerap komponen β-karoten dibandingkan dengan zat warna lain. Oleh karena itu, komponen yang teradsorpsi oleh bentonit pada kondisi suhu yang lebih tinggi merupakan β-karoten. Proses pemucatan gabungan antara perlakuan panas dengan arang aktif dapat menimbulkan senyawa-senyawa penghasil warna baru seperti hasil oksidasi tokoferol. Arang aktif tidak tergolong ke dalam adsorben selektif sehingga zat warna lain akan ikut teradsorpsi sehingga arang aktif lebih cepat jenuh oleh zat warna lain dan kurang menyerap komponen β-karoten. Menurut 30

47 Djatmiko et al. (1985), apabila struktur molekul dari dua macam zat sama, maka yang berat molekulnya lebih besar akan lebih banyak diserap oleh arang aktif. Tetapi, apabila struktur molekulnya tidak sama maka adsorpsinya lebih dipengaruhi oleh susunan molekul. Struktur bentonit terdiri dari rantai silika ganda yang berikatan dengan oksigen yang merupakan gugus kurang polar. Ion aluminium yang berada di pusat berikatan dengan oksigen dan gugus hidroksil yang merupakan gugus polar (Grim, 1968). Gugus kurang polar yang terdapat dalam bentonit inilah yang berfungsi di dalam proses adsorpsi fisik pada pengikatan β-karoten. Menurut Chu et al. (2004) ikatan yang kurang polar merupakan ikatan antara silika dengan oksigen (Si-O-Si) yang disebut siloksan. Sebagian besar dari molekul β-karoten yang merupakan gugus nonpolar akan diadsorpsi oleh ikatan siloksan yang kurang polar. Jenis ikatan yang terjadi pada bentonit dan β-karoten adalah van der Waals, dimana ikatan yang terjadi tergolong lemah. Gaya van der Waals yang terjadi pada saat terjadi adsorpsi di permukaan silika timbul sebagai akibat interaksi dipol-dipol. Interaksi dipol-dipol ini menimbulkan gaya tarik menarik antara muatan yang berlainan tanda dan tolak menolak antara muatan yang sama. Molekul non polar saling ditarik oleh interaksi dipol-dipol yang lemah yang disebut gaya London. Menurut Caffaro (1978) dalam Bale-Therik (1992) bentonit mempunyai atom Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation, yaitu atom H pada β-karoten. Keadaan ini disebut dengan kemampuan pertukaran kapasitas ion. Karotenoid memiliki sifat proton aseptor sehingga cenderung menarik kation dari luar. Menurut Hendricks (1940) dalam Harter (1986), pertukaran ion-ion positif terjadi diantara lapisan aluminium silikat hidrous yang melewati pusat dari ion-ion oksigen. Interaksi yang terjadi diantara permukaan atom dan ion oksigen pada permukaan silika tersebut adalah van der Waals. Proses adsorpsi pada arang aktif mempunyai ikatan fisik yang kuat pada struktur porinya. Ikatan yang terjadi bisa digolongkan ke dalam ikatan London atau van der Waals. Penyerapan β-karoten dapat terjadi akibat interaksi dari 31

48 permukaan arang aktif lebih kuat dibandingkan dengan interaksi yang menyebabkan β-karoten tetap terlarut pada olein. Hui (1996) menyatakan teori dari proses adsorpsi pada suhu yang rendah, seperti pemucatan (bleaching), lebih disebabkan oleh ikatan intermolekular daripada pembentukan ikatan kimia baru. Ikatan yang terbentuk antara adsorben dan zat warna relatif lemah dan disebut dengan ikatan van der Waals. Pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme adsorpsinya adalah secara fisik. Swern (1982) menambahkan cukup untuk menyatakan adsorpsi sebagai fenomena permukaan, bergantung dari adanya afinitas spesifik antara adsorben dan zat yang diadsorpsi. Grafik hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi merupakan data percobaan yang digunakan untuk menentukan konsentrasi penyerapan β-karoten dalam fase padat (adsorben). Hubungan antara konsentrasi β-karoten dalam olein dan konsentrasi β-karoten dalam adsorben dapat dilihat pada Gambar Konsentrasi β-karoten dalam Adsorben [μg/g] Konsentrasi β-karoten dalam olein [μg/ml] Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben dengan konsentrasi β-karoten dalam olein (, pada bentonit suhu 40 C;, pada bentonit suhu 50 C;, pada bentonit suhu 60 C;, pada arang aktif suhu 40 C;, pada arang aktif suhu 50 C;, pada arang aktif suhu 60 C) 32

49 Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan lama adsorpsi menyebabkan konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben meningkat. Penyerapan terhadap komponen β-karoten ke dalam adsorben semakin lama menyebabkan adsorben tersebut tidak mampu untuk menyerap lagi. Kondisi tersebut merupakan kondisi setimbang dimana adsoben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui kuantitas adsorpsi yang lebih besar terjadi pada suhu yang lebih tinggi pada penggunaan bentonit. Hal yang berlawanan terjadi pada arang aktif dimana kuantitas adsorpsi yang besar terjadi pada suhu yang rendah. Gambar 8 menunjukkan isoterm adsorpsi yang berbentuk cekung ke atas atau disebut kurva unfavorable pada kedua jenis adsorben. Bentuk isoterm adsorpsi berhubungan dengan nilai efisiensi dari adsorpsi. Jenis kurva unfavorable mempunyai nilai indeks efisiensi adsorpsi (n) yang lebih dari satu. Hubungan antara konsentrasi pada fase fluida dan konsentrasi di dalam adsorben yang unfavorable menunjukkan bahwa pemuatan zat padatnya relatif rendah. Oleh karena itu, zona perpindahan massa di dalam hamparan cukup panjang sehingga proses desorpsinya akan memerlukan suhu yang lebih rendah. McCabe et al. (1989) menyatakan bahwa semua sistem menunjukkan gejala berkurangnya kuantitas yang diadsorpsi pada suhu yang lebih tinggi. Zona perpindahan massa dapat diartikan sebagai daerah dimana sebagian besar perubahan konsentrasi berlangsung. Lebar zona perpindahan massa bergantung pada laju perpindahan massa, laju aliran dan bentuk kurva kesetimbangan. Jika zona perpindahan massa pada hamparan cukup panjang dapat mengakibatkan penggunaan adsorben yang tidak efisien dan dapat menambah biaya energi untuk melakukan regenerasi adsorben. Bentuk kurva yang paling dikehendaki pada proses industri adalah yang berbentuk irreversible dibandingkan bentuk kurva very favorable, unfavorable, dan linear. Hal ini dikarenakan kuantitas yang diadsorpsi tidak bergantung pada konsentrasi adsorbat dan mengurangi biaya energi untuk regenerasi (McCabe et al., 1999). 33

50 D. KINETIKA ADSORPSI Kinetika kimia dapat membantu didalam menggambarkan berapa lama suatu reaksi terjadi. Untuk suatu proses industri, mungkin akan dipilih reaksi yang memberikan sedikit hasil tetapi berlangsung cepat daripada reaksi alternatif lain yang menghasilkan senyawa yang sama. Bagian dari kinetika kimia antara lain adalah kebutuhan untuk mampu mengukur, mengendalikan, dan bila mungkin meramalkan laju reaksi kimia. Selain itu, kinetika kimia dapat membantu unuk mengambil kesimpulan mengenai mekanisme suatu reaksi (Petrucci, 1985). Hasil kinetika adsorpsi selanjutnya berguna untuk menetapkan kondisi operasi, metoda pengendalian, kebutuhan peralatan dan teknologi suatu proses sehingga dapat dimanfaatkan untuk merancang proses yang sesuai. Peramalan laju reaksi kimia didasarkan pada persamaan matematika, dalam penelitian ini digunakan model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich. 1. Konstanta Laju Adsorpsi Hubungan penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan konsentrasi β-karoten dalam adsorben merupakan data percobaan yang digunakan untuk penentuan laju adsorpsi β-karoten olein sawit kasar. Data percobaan tersebut kemudian dihubungkan secara linear pada model isoterm adsorpsi, yaitu Langmuir dan Freundlich sehingga didapatkan konstanta laju adsorpsi (k). Model isoterm Langmuir dan Freundlich merupakan persamaan yang lazim digunakan untuk menggambarkan data adsorpsi dari suatu larutan. Kemungkinan orde reaksi dari kedua model tersebut adalah semi orde pertama. Tidak semua data percobaan dapat sesuai dengan penggunaan model isoterm adsorpsi Langmuir ataupun Freundlich karena masing-masing model memiliki asumsi tersendiri. Regresi merupakan persamaan matematika yang menduga hubungan antara satu peubah bebas (dalam hal ini konsentrasi β-karoten dalam olein yang kemudian disebut c) dengan satu peubah tak bebas (dalam hal ini 34

51 konsentrasi β-karoten dalam adsorben yang kemudian disebut q). Regresi hubungan antara q dengan c ditransformasikan mengikuti bentuk persamaan garis lurus (linear). Sementara itu, ukuran untuk melihat tingkat kesesuaian dengan data percobaan ditentukan berdasarkan koefisien determinasi (r 2 ) terbesar. Nilai parameter adsorpsi isotermal menggunakan model Langmuir dan Freundlich untuk masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Parameter kinetika adsorpsi isotermal β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Perlakuan Model Isoterm Adsorpsi Langmuir Freundlich Jenis Suhu Adsorben [ C] q maks k r 2 n k f r ,62-141,97 0,9656 2,98 2,81 x ,9778 Bentonit 50-55,56-311,77 0,9982 1,37 5,33 x , ,92-332,12 0,9708 1,49 3,36 x , ,81-89,12 0,9398 2,97 3,04 x ,9131 Arang Aktif 50-11,52-113,25 0,9391 2,84 1,29 x , ,58-192,91 0,9771 1,85 6,16 x ,9899 Penentuan penggunaan model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk kedua jenis adsorben dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi (r 2 ) terbesar, namun data penelitian tidak memiliki kesesuaian dengan model Langmuir. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 11 dimana nilai konstanta laju adsorpsi (k) dan q maks bernilai negatif untuk kedua jenis adsorben dan pada tiga kondisi suhu. Data percobaan memiliki tingkat kesesuaian terbaik dengan model isoterm Freundlich. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (en.wikipedia.org). Model isoterm Freundlich juga menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben mempunyai daya adsorpsi. Grafik regresi antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam 35

52 adsorben (log q) dengan konsentrasi β-karoten dalam olein (log c) untuk persamaan isoterm Freundlich dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. log q log c Gambar 9. Regresi linear hubungan log q dan log c adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar pada bentonit (, pada suhu 40 C, log q = 2,9823 log c 4,5516, r 2 = 0,9778;, pada suhu 50 C, log q = 1,3692 log c 1,2729, r 2 = 0,9979;, pada suhu 60 C, log q = 1,4901 log c 14021, r 2 = 0,9422) log q log c Gambar 10. Regresi linear hubungan log q dan log c adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar pada arang aktif (, pada suhu 40 C, log q = 2,9743 log c 3,5169, r 2 = 0,9131;, pada suhu 50 C, log q = 2,8403 log c 3,8906, r 2 = 0,974;, pada suhu 60 C, log q = 1,8514 log c 2,2102, r 2 = 0,9899) 36

53 Berdasarkan Gambar 9 dan 10 diperoleh nilai kemiringan dari masing-masing persamaan laju reaksi adsorpsi. Nilai kemiringan tersebut merupakan konstanta laju adsorpsi (k f ) dan intersepnya (n) menunjukkan indeks efisiensi adsorpsi. Penentuan nilai konstanta laju adsorpsi dilakukan pada tiga kondisi suhu, yaitu 40 C, 50 C dan 60 C. Nilai konstanta laju adsorpsi dan indeks efisiensi adsorpsi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Konstanta laju adsorpsi dan indeks efisiensi adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Perlakuan Jenis Suhu Adsorben [ C] Bentonit Arang Aktif n Konstanta Laju Adsorpsi [ml (g) -1 ] 40 2,98 2,81 x ,37 5,33 x ,49 3,36 x ,97 3,04 x ,84 1,29 x ,85 6,16 x 10-3 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa nilai konstanta laju adsorpsi mengalami kecenderungan yang meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Nilai konstanta laju adsorpsi terbesar pada penggunaan bentonit terjadi pada kondisi suhu 50 C dan pada arang aktif terjadi pada kondisi suhu 60 C. Peningkatan suhu dapat meningkatkan frekuensi tumbukan antarmolekul yang kemudian membentuk suatu kompleks teraktifkan. Selain itu, peningkatan suhu mampu memperbesar pori-pori pada adsorben sehingga dapat meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Oleh karena itu, peningkatan suhu dapat digunakan sebagai faktor untuk mempercepat suatu reaksi. Data pada Tabel 12 menunjukkan nilai n yang lebih dari satu pada masing-masing suhu dan jenis adsorben. Hal tersebut mengindikasikan indeks efisiensi adsorpsi yang di luar batas kecenderungan atau unfavorable dan berkaitan dengan bentuk dari isoterm adsorpsi. Konstanta 37

54 n pada model isoterm Freundlich menunjukkan indeks efisiensi adsorpsi atau kebutuhan energi yang diperlukan dalam melakukan proses pemucatan. Nilai indeks efisiensi adsorpsi pada masing-masing adsorben seperti yang terlihat pada Tabel 12 menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya suhu proses. Penurunan nilai indeks efisiensi adsorpsi tersebut dapat mengindikasikan efisiensi energi dalam proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dicapai dengan penggunaan suhu yang lebih tinggi. Apabila nilai konstanta n tinggi, adsorben bekerja secara efektif di dalam proses pemucatan dari olein namun kurang efisien sebagai bahan penyerap pada konsentrasi warna yang tinggi. Indeks efisiensi mempunyai nilai pada kisaran 0,1-1. Nilai indeks n yang lebih kecil dari satu berkaitan dengan kurva isoterm adsorpsi yang berbentuk linear. Hal tersebut mengindikasikan pemuatan zat padat yang relatif tinggi dengan konsentrasi fluida yang rendah. 2. Energi Aktivasi Energi aktivasi merupakan energi yang harus dimiliki oleh molekul untuk dapat bereaksi, yaitu energi yang harus disimpan dalam spesies antara (intermediate species) yang berupa kompleks teraktifkan yang terbentuk selama tumbukkan molekul. Apabila nilai energi aktivasi rendah maka akan semakin cepat reaksi dapat berlangsung karena semakin besar fraksi molekul yang teraktifkan (Petrucci, 1985). Penentuan nilai energi aktivasi dapat menunjukkan efektifitas dalam penggunaan adsorben. Penentuan nilai konstanta laju reaksi pada dua jenis adsorben dan tiga kondisi suhu yang berbeda kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai energi aktivasi (Ea) adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar. Untuk mendapatkan energi aktivasi dari nilai konstanta laju adsorpsi digunakan persamaan Arrhenius. Persamaan Arrhenius tersebut menghasilkan bentuk persamaan garis lurus (linear). Kurva regresi linear hubungan antara suhu 38

55 reaksi (T) dengan konstanta laju adsorpsi (k) pada dua jenis adsorben dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. ln k /T Gambar 11. Regresi linear hubungan antara suhu (1/T) dengan ln k pada bentonit (r 2 = 0,7174; kemiringan = 37383) ln k /T Gambar 12. Regresi linear hubungan antara suhu (1/T) dengan ln k pada arang aktif (r 2 = 0,5305; kemiringan = 15421) Berdasarkan kemiringan (slope) dari persamaan hasil regresi linier pada Gambar 11 dan 12 diperoleh energi aktivasi yang merupakan kemiringan (slope) dikali dengan konstanta gas (R). Nilai koefisien determinasi (r 2 ) yang tidak terlalu besar menunjukkan bahwa keragaman nilai konstanta laju adsorpsi sebagai peubah tak bebas kurang mampu 39

56 diterangkan oleh persamaan Arrhenius. Nilai energi aktivasi pada kedua jenis adsorben dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Energi aktivasi adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Energi Aktivasi Jenis Adsorben [kcal/mol] Bentonit 74,28 Arang Aktif 30,04 Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa arang aktif memiliki nilai energi aktivasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bentonit. Penggunaan arang aktif lebih mampu mengarahkan proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar menuju jalan reaksi dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa molekul dalam arang aktif tidak membutuhkan energi yang besar dan bekerja lebih efektif dalam proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar dibandingkan bentonit. Nilai energi aktivasi juga dapat menunjukkan karakteristik dari ikatan antara adsorben dan adsorbat. Apabila nilai energi aktivasinya rendah menunjukkan ikatan yang terjadi pada adsorpsi fisik lemah. E. KUALITAS ADSORPSI Kualitas adsorpsi ditentukan berdasarkan keselektifan suatu adsorben di dalam menyerap berbagai macam komponen yang terdapat di dalam olein sawit kasar. Parameter lain yang digunakan untuk menentukan kualitas dari adsorpsi adalah kemampuan suatu adsorben untuk melepaskan komponen β-karoten dengan menggunakan berbagai macam pelarut. 1. Selektivitas Adsorpsi Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai 40

57 berapa jauh warna tersebut dapat dihilangkan. Masing-masing adsorben yang digunakan mempunyai karakteristik yang berbeda dalam kemampuannya untuk memucatkan pigmen warna. Parameter yang dapat menunjukkan kualitas minyak atau lemak diantaranya kadar asam lemak bebas dan indeks bias. Jumlah β-karoten dan α-tokoferol yang mampu diadsorpsi serta nilai kadar asam lemak bebas dan indeks bias oleh bentonit dan arang aktif pada suhu 50 C selama 171 menit dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah β-karoten dan α-tokoferol teradsorpsi serta nilai kadar asam lemak bebas dan indeks bias dengan menggunakan bentonit dan arang aktif pada kondisi proses yang sama Jenis Adsorben Jumlah Teradsorpsi [μg/ml] β-karoten Parameter Adsorpsi (50 C, 171 menit) α-tokoferol Asam Lemak Bebas (%) Indeks Bias Bentonit 375, ,451 4,59 1,4606 Arang Aktif 426, ,180 2,83 1,4616 Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa jumlah β-karoten yang teradsorpsi pada bentonit lebih rendah dibandingkan dengan arang aktif. Namun, penyerapan komponen α-tokoferol pada bentonit lebih besar dibandingkan arang aktif. Bentonit lebih selektif di dalam menyerap komponen α-tokoferol dibandingkan dengan β-karoten pada kondisi adsorpsi yang sama. Hal tersebut disebabkan bentonit merupakan adsorben polar dan lebih mampu menyerap komponen yang juga bergugus polar seperti α-tokoferol. Arang aktif lebih banyak menyerap komponen β-karoten dibandingkan bentonit karena arang aktif merupakan adsorben nonpolar sehingga mampu menyerap komponen dengan kepolaran yang sama. Namun, dalam kondisi proses yang sama dapat dilihat arang aktif banyak menyerap komponen α-tokoferol dibandingkan β-karoten. Adsorpsi pada arang aktif dipengaruhi oleh susunan molekul bahan yang diserap. Alfa tokoferol mempunyai susunan molekul yang asimetris dan 41

58 mempunyai rantai samping isopren jenuh yang panjang. Selain itu, komponen tokoferol cukup tahan terhadap panas dan jumlahnya dalam minyak kelapa sawit lebih banyak dibandingkan β-karoten. Hasil pengukuran konsentrasi α-tokoferol dengan menggunakan HPLC dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai kadar asam lemak bebas yang diperoleh pada suhu 50 C mengalami penurunan bila dibandingkan dengan nilai kadar asam lemak bebas pada olein sebelum adsorpsi. Selama proses adsorpsi, asam lemak bebas dapat terbentuk dari reaksi hidrolisis dan oksidasi yang melibatkan suhu tinggi. Adsorben mengalami peningkatan kemampuan penyerapan pada suhu yang lebih tinggi sehingga mampu menyerap komponen asam lemak bebas yang dihasilkan selama proses adsorpsi. Nilai kadar asam lemak bebas yang diperoleh bentonit lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif. Hal tersebut menunjukkan bentonit hanya menyerap sedikit komponen asam lemak bebas dibandingkan dengan arang aktif. Arang aktif mampu menyerap berbagai komponen organik yang terdapat dalam olein termasuk komponen asam lemak bebas. Berdasarkan Tabel 14 terlihat penurunan nilai indeks bias dibandingkan dengan sebelum adsorpsi. Indeks bias menunjukkan bobot molekul yang terdapat di dalam olein dan menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dan panjang rantai karbon dalam olein hasil adsorpsi. Penurunan nilai indeks bias dapat disebabkan terserapnya komponen-komponen yang mempunyai ikatan rangkap dalam olein pada adsorben sehingga menurunkan bobot molekul. 2. Kemampuan Melepaskan β-karoten dari Adsorben Adsorben yang memiliki kemampuan menyerap yang baik belum tentu dapat melepaskan adsorbat dengan baik pula. Oleh karena itu, dilakukan pengujian dengan parameter yang dapat menunjukkan kualitas desorpsi dari adsorben yang digunakan. Kurva isoterm adsorpsi yang tak cenderung mengindikasikan proses desorpsinya tidak memerlukan suhu 42

59 yang tinggi. Oleh karena itu, proses desorpsi dilakukan pada suhu 40 C dengan lama desorpsi 10 menit. Nilai parameter desorpsi terhadap kedua jenis adsorben dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai parameter desorpsi β-karoten dengan menggunakan bentonit dan arang aktif Jenis Adsorben Bentonit Arang Aktif Jenis Pelarut Parameter Desorpsi (40 C, 10 menit) Perolehan (recovery) β-karoten [%] Heksan 0,1 Isopropanol 3,7 Etanol 16,6 Heksan 0,4 Isopropanol 0,6 Etanol 2,7 Senyawa non polar seperti β-karoten akan lebih mudah terelusi dengan pelarut non polar seperti heksan. Namun berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa β-karoten dalam bentonit dapat lebih mudah didesorpsi oleh pelarut semipolar seperti isopropanol ataupun etanol. Hal tersebut dapat disebabkan pelarut isopropanol dan etanol memiliki kepolaran yang sama dengan bentonit yang termasuk ke dalam penyerap polar. Struktur karotenoid yang bersifat lebih nonpolar diduga paling tidak tertahan pada permukaan adsorben dibandingkan komponen minyak sehingga dapat terelusi lebih awal. Persentase perolehan β-karoten pada arang aktif dengan menggunakan pelarut heksan lebih besar dibandingkan dengan bentonit. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelarut nonpolar seperti heksan baik digunakan untuk proses desorpsi pada arang aktif yang termasuk ke dalam penyerap nonpolar. Namun, hasil persentase desorpsi dari seluruh pelarut menunjukkan bahwa bentonit dapat lebih mudah didesorpsi dibandingkan dengan arang aktif. Ikatan yang terjadi antara adsorbat dengan arang aktif lebih kuat bila dibandingkan dengan ikatan yang terjadi antara adsorbat dengan bentonit. 43

60 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kondisi kesetimbangan diperoleh berdasarkan penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein selama proses adsorpsi. Semakin tinggi suhu proses adsorpsi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kondisi kesetimbangan pada kedua jenis adsorben. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk bentonit pada masing-masing suhu 40, 50 dan 60 C adalah 68, 40 dan 32 μg/ml dan lama tercapainya kesetimbangan adalah 20 menit, 20 menit dan 18 menit; sedangkan nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk arang aktif pada masing-masing suhu 40, 50 dan 60 C adalah 45, 60 dan 85 μg/ml dan lama tercapainya kesetimbangan adalah 22 menit, 22 menit dan 19 menit. Model isoterm adsorpsi yang memiliki tingkat kesesuaian terbaik dengan data percobaan adalah model persamaan Freundlich. Semakin meningkatnya suhu adsorpsi menyebabkan laju adsorpsi yang cenderung meningkat. Nilai konstanta laju adsorpsi pada bentonit untuk masing-masing suhu 40, 50 dan 60 C adalah 2,81 x 10-5 ml (g) -1 ; 5,33 x 10-2 ml (g) -1 dan 3,36 x 10-2 ml (g) -1, sedangkan untuk arang aktif pada masing-masing suhu 40, 50 dan 60 C adalah 3,04 x 10-4 ml (g) -1 ; 1,29 x 10-4 ml (g) -1 dan 6,16 x 10-3 ml (g) -1. Nilai energi aktivasi pada kondisi tersebut adalah 74,28 kcal/mol untuk bentonit dan 30,04 kcal/mol untuk arang aktif. B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai optimasi proses desorpsi untuk melepaskan komponen β-karoten dari bentonit maupun arang aktif.

61 DAFTAR PUSTAKA Adnan, Mochamad Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Andarwulan, N. dan S. Koswara Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta. Anonim Palm Oil Food Products. Diakses 18 November Rocky Bentonit Bleaching Earth. Diakses 18 November Informasi Mineral dan Batubara. Diakses 19 September Physisorption. Diakses 13 Januari AOAC Fatty Acids (Free) in Crude and Refined Oils Titration Methods. Official Methods of Analysis Volume II. Patricia Cunniff (ed). AOAC International. Amerika Serikat. AOCS Determination of Tocopherols and Tocotrienols in Vegetable Oils and Fats by HPLC. Official Method Ce 8-89 reapproved 1997 in Sampling and Analysis of Commercial Fats and Oils. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Baharin, B.S., K. Abdul Rahman, M.I. Abdul Karim, T. Oyaizu, K. Tanaka dan S. Takagi Separation of Palm Carotene from Crude Palm Oil by Adsorption Chromatography with a Synthetic Polymer Adsorben. J. Am. Oil Chem. Soc 75: Bale-Therik, J.F Ekstrak Karotenoid dari Minyak Sawit Kasar sebagai Sumber Vitamin A dalam Ransum Ayam Petelur. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Beare-Rogers, J., A. Dieffenbacher dan J.V. Holm Lexicon of Lipid Nutrition (IUPAC Technical Report). Pure Appl. Chem., Vol. 73, No. 4, pp Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble dan E. Schneiter Teknologi Kimia Bagian 2. Terjemahan Lienda Handojo. Pradnya Paramita. Jakarta.

62 Buckl, W., H. Ebert, H. Eicke, N. Schall, W. Zschau, dan R. Hahn Adsorbent for Treatment of Oils and/or Fats. United States Patent Choo, Y.M., S.C. Yap, A.S.H. Ong, C.K. Ooi dan S.H. Goh Production of Palm Oil Carotenoids Concentrate and Its Potential Application in Nutrition, in Lipid-Soluble Antioxidants: Biochemistry and Clinical Application. Di dalam Ong, A.S.H dan L. Packer (eds). Birkhauser Verlag, pp Chu, B.S., B.S. Baharin, Y.B. Che Man, dan S.Y. Quek Separation of Vitamin E from Palm Fatty Acid Distillate Using Silica. III. Batch Desorption Study. J. of Food Engineering 64:1-7. Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Agro Industri Press. Bogor. Grim, R.E Clay Minerology. McGraw-Hill Inc. Amerikat Serikat. Hendricks, S.B Base Exchange of the Clay Mineral Montmorillonite for Organic Cations and Its Dependence Upon Adsorption Due to van der Waals Forces. Di dalam Harter, R.D. (ed) Adsorption Phenomena. Van Nostrand Reinhold Company Inc. Amerika Serikat. Hui, Y.H Bailey s Industrial Oil and Fat Products 5 th Edition Volume 4 Edible Oil and Fat Product: Processing Technology. John Wiley & Sons. Amerika Serikat. Husaini Penggunaan Garam Fortifikasi untuk Menanggulangi Masalah KVA. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Iwasaki, R. dan M. Murakoshi Palm Oil Yields Carotene for World Markets. Oleo Chemical INFORM, Vol.3, No.2, Febr.p Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kirk, R.E dan D.F. Othmer Encyclopedy of Chemical Technology Volume 14. Interscience Publisher. New York, Amerika Serikat. Latip, R.A., B.S. Baharin, Y.B. Che Man dan R.A. Rahman Effect of Adsorption and Solvent Extraction Process on the Percentage of Carotene Extracted from Crude Palm Oil. J. Am.Oil Chem. Soc 78 No.1: Leduc, Marc Bentonit Clay for Internal Healing. Diakses 18 November McCabe, W.L., J.C. Smith dan P. Harriot Operasi Teknik Kimia Jilid 2. Terjemahan E. Jasjfi. Penerbit Erlangga. Jakarta. 46

63 Muchtadi, T.R Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan Pemanfaatan Provitamin A. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Muchtadi, T.R., A. Sulaswatty dan S. Aiman Teknik Pemekatan β-karoten Minyak Sawit dengan Transesterifikasi dan Saponifikasi. Prosiding Seminar Nasional IV Kimia dalam Industri dan Lingkungan, Desember Yogyakarta. Naibaho, P.M Pemisahan Karoten (Provitamin A) Minyak Sawit dengan Metoda Adsorpsi. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Oil World Oil World Annual ISTA Mike GMBH. Hamburg, Germany. Petrucci, R.H Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 2. Terjemahan Suminar Achmadi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Pohan, H.G., C. Siallagan dan R. Wulandari Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Natrium Hidroksida pada Pembuatan Karbon Aktif dari Sekam Padi. Diakses 3 Oktober Ribeiro, M.H.L, P.A.S. Lourenco, J.P. Monteiro dan S. Ferreira-Dias Kinetics of Selective Adsorption of Impurities from a Crude Vegetable Oil in Hexane to Activated Earths and Carbons. J. Eur Food Res Technol 213: Roy, G.M Activated Carbon Applications in the Food and Pharmaceutical Industries. Technomic Publishing Co Inc. Lancaster-Basel. SNI Crude Palm Olein ( ). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Swern, Daniel Bailey s Industrial Oil and Fat Products 4 th Edition Volume 2. John Wiley & Sons. Amerika Serikat. Theng, B.K.G Formation and Properties of Clay-Polymer Complexes. Elsevier Scientific Publishing Company. New York. van Gelder, J.W Greasy Palms: European Buyers of Indonesian Palm Oil. Friends of Earth Ltd. London. Wirahadikusumah, M Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid. Penerbit ITB, Bandung. Walfford, J Development in Food Colours-1. Applied Science Publishers Ltd. London. 47

64 Zeb, Alam dan S. Mehmood Carotenoids Contents from Various Sources and Their Potential Health Applications. Pakistan J. of Nutrition 3(3):

65 LAMPIRAN

66 Lampiran 1. Kurva standard konsentrasi β-karoten dalam berbagai pelarut Prosedur pembuatan kurva standard Kurva standard yang digunakan adalah kurva standard β-karoten dalam heksan, isopropanol dan etanol. Standard β-karoten (Sigma Aldrich) masingmasing sebanyak 0,0005 g dicampur dan dilarutkan ke dalam heksan, isopropanol dan etanol ditera dalam labu takar 100 ml. Selanjutnya dibuat beberapa konsentrasi larutan β-karoten dalam heksan, isopropanol dan etanol, diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Kurva standar β-karoten dalam heksan nilai absorbansi y = x R 2 = Konsentrasi [ppm] Kurva standar β-karoten dalam isopropanol nilai absorbansi y = x R 2 = Konsentrasi [ppm] 49

67 Kurva standar β-karoten dalam etanol nilai absorbansi y = x R 2 = konsentrasi [ppm] 50

68 Lampiran 2. Prosedur analisis A. Asam Lemak Bebas (AOAC, 1999) Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 g di dalam erlenmeyer 200 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% dan ditutup dengan aluminium foil. Kemudian larutan dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air. Larutan didinginkan dan ditambahkan dengan indikator fenolftalein 1%, kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai tepat terlihat warna merah muda, setelah itu dihitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak. Perhitungan : AxNxBM %FFA = X 100% mg min yak Bilangan Asam = A x N x 56,1 G A = jumlah ml KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH G = berat contoh (gram) 56,1 = berat molekul KOH BM olein sawit kasar sebagai asam palmitat x A x N Derajat asam = G B. Indeks Bias (Apriyantono et al., 1989) Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan dari sinus sudut sinar jatuh dan sinus sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah refraktometer abbe yang dilengkapi dengan pengatur suhu. Pengujian dilakukan pada suhu 25 C untuk minyak. Indeks bias pada suhu tertentu dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : 51

69 R = R K( T T ) Keterangan : R = Pembacaan skala pada suhu T C R = Pembacaan skala pada suhu T C T = Suhu dimana R akan dicari ( C) K = Faktor koreksi; 0, untuk minyak C. Modifikasi metode pengukuran tokoferol dan tokotrienol pada minyak dan lemak nabati menggunakan HPLC (AOCS, 1997) 1. Perlengkapan a) Sistem HPLC Sistem HPLC yang dilengkapi dengan pompa tekanan tinggi, alat penginjeksi contoh (injektor), detektor dan alat perekam grafik (integrator recorder). Detektor yang digunakan adalah Ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 292 nm. b) Kolom analisis HPLC Kolom yang digunakan untuk analisa α-tokoferol adalah Zorbax Sil dengan ukuran 250 x 4.6 mm dengan saringan membran 0,5 μm. 2. Bahan Kimia a) Larutan standar α-tokoferol b) Heksan HPLC grade c) Isopropanol HPLC grade d) Mobile Phase HPLC isopropanol dalam heksan (0.5 : 99.5, v/v) 3. Prosedur Contoh sebanyak 0,4 gr ditimbang dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditera menggunakan heksan. Contoh diinjeksikan sebanyak 20 μl ke dalam injektor. Laju alir yang digunakan pada kolom HPLC adalah 1 ml/menit selama 30 menit. 52

70 4. Perhitungan Perhitungan jumlah α-tokoferol dari sampel dalam μg/g adalah sebagai berikut : CxaxDx25 Axm Keterangan : C = Konsentrasi standar alpha tokoferol (μg/ml) A = Rata-rata luas area puncak dari standard α-tokoferol a = Rata-rata luas area puncak α-tokoferol dari sampel m = Berat contoh yang digunakan (g) D = Faktor pengenceran D. Modifikasi pengukuran total karoten menggunakan spektrofotometer (Apriyantono et al., 1989) Ukur absorbansi larutan contoh dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Blanko yang digunakan adalah heksan (adsorpsi dan desorpsi), isopropanol dan etanol (desorpsi). Untuk adsorpsi, sebanyak 0,1 ml larutan contoh diencerkan dalam labu takar 10 ml dengan menggunakan heksan. Buat kurva standard, yaitu hubungan absorbansi dan konsentrasi total karoten. Hitung konsentrasi total karoten dalam sampel berdasarkan kurva standard yang dibuat. E. Kemampuan Melepaskan β-karoten dari Adsorben (Desorpsi) Perbandingan contoh uji dengan pelarut adalah 1 : 50 (b/v). Pelarut yang digunakan antara lain heksan, isopropanol dan etanol. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan di dalam shaker waterbath dengan suhu desorpsi 50 C selama 10 menit. Larutan desorpsi diagitasi dengan kecepatan 180 rpm. Contoh disaring dengan menggunakan filter injector. Contoh diukur absorbansinya pada panjang gelombang 446 nm dan nilai absorbansi diplotkan pada kurva standard untuk mengetahui nilai konsentrasi β-karoten yang terdesorpsi. 53

71 Lampiran 3. Skema reaktor adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar tipe tangki berpengaduk Penyangga motor Motor pengaduk Termometer Pengatur kecepatan motor Ke atmosfer Ke vakum Termokontrol Wadah contoh Wadah pyrex Waterbath 54

72 Lampiran 4. Foto reaktor adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar tipe tangki berpengaduk Keterangan : 1. Wadah pyrex 2. Waterbath 3. Termokontrol 4. Pengatur kecepatan motor 5. Termometer 6. Wadah contoh 7. Pompa vakum 8. Pipa contoh 55

73 Lampiran 5. Perbandingan bentonit dan olein sawit kasar sebelum dan sesudah adsorpsi (a) (b) Bentonit: (a) sebelum adsorpsi, (b) setelah adsorpsi (a) (b) Olein sawit kasar (a) sebelum adsorpsi, (b) setelah adsorpsi 56

KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT

KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT Kinetika Adsorpsi Isotermal β -Karoten dari Olein Sawit Kasar... KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten DARI OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT KINETICS OF ISOTHERMAL ADSORPTION OF β-carotene

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi dari mesocarp tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Minyak kelapa sawit kasar mengandung komponen utama

Lebih terperinci

KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN ATAPULGIT

KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN ATAPULGIT KINETIKA ADSORPSI ISOTERMAL β-karoten OLEIN SAWIT KASAR DENGAN MENGGUNAKAN ATAPULGIT Oleh KRISTIN EVA ELISABETH SIRAIT F34102119 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Skripsi

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

*ÄÂ ¾½ Á! ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo / *ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â Okki Novian / 5203011009 Michael Wongso / 5203011016 Jindrayani Nyoo / 5203011021 Chemical Engineering Department of Widya Mandala Catholic University Surabaya All start is difficult Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Tanaman genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ketersediaan sumber energi khususnya energi fosil semakin mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia (Arisurya, 2009). Indonesia yang dahulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II. Tinjauan Pustaka A. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dan setelah di ekstraksi akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK KELAPA SAWIT Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia [11]. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, seperti

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

KINETIKA DESORPSI ISOTERMAL BETA KAROTEN OLEIN SAWIT KASAR DARI ATAPULGIT DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

KINETIKA DESORPSI ISOTERMAL BETA KAROTEN OLEIN SAWIT KASAR DARI ATAPULGIT DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL KINETIKA DESORPSI ISOTERMAL BETA KAROTEN OLEIN SAWIT KASAR DARI ATAPULGIT DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL Oleh OKIANA WINARNI F34102019 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Wahai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

ADSORPSI β-karoten YANG TERKANDUNG DALAM MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN ADSORBEN KARBON AKTIF SKRIPSI

ADSORPSI β-karoten YANG TERKANDUNG DALAM MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN ADSORBEN KARBON AKTIF SKRIPSI ADSORPSI β-karoten YANG TERKANDUNG DALAM MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN ADSORBEN KARBON AKTIF SKRIPSI Oleh OLYVIA PUTRI WARDHANI 110405006 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari x BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lipid Pengertian lipid secara umum adalah kelompok zat atau senyawa organik yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari zat

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11,No.2, April 2008, hal 53-58 STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Sutiah, K. Sofjan Firdausi, Wahyu Setia Budi Laboratorium Optoelektronik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak A. Pengertian Lemak Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam lemak (asam karboksilat pada suku tinggi) dan dapat larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform

Lebih terperinci

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F )

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F ) SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER Hendrix Yulis Setyawan (F351050091) Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari golongan palem yang dapat menghasilkan asam oleat adalah kelapa sawit (Elaenisis guineensis jacq) yang terkenal terdiri dari beberapa varietas, yaitu termasuk dalam

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS. Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS. Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak. Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS Korry Novitriani M.Si Iin Intarsih A.Md.Ak Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmlaya Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada ABSTRAK Alternatif

Lebih terperinci

OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-karoten PADA CPO

OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-karoten PADA CPO OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-karoten PADA CPO Juli Elmariza 1*, Titin Anita Zaharah 1, Savante Arreneuz 1 1 Program Studi Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, telah beredar asumsi di masyarakat bahwa minyak goreng yang lebih bening adalah yang lebih sehat. Didukung oleh hasil survey yang telah dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

PROSES PEMUCATAN MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN ARANG AKTIF

PROSES PEMUCATAN MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN ARANG AKTIF PROSES PEMUCATAN MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN ARANG AKTIF Haryono, Muhammad Ali, Wahyuni Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR Oleh BUDI HERMAWAN F34103100 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK SAWIT 2.1.1. Komposisi Minyak Sawit Crude Palm Oil yang dihasilkan dari ekstraksi tandan buah segar kelapa sawit dengan komposisi produk 66% minyak (range 40-75%), 24%

Lebih terperinci

MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL)

MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL) Manfaat dari beberapa jenis bleaching MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL) Emma Zaidar Nasution Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kehidupan manusia yang mana merupakan kunci utama dalam berbagai sektor ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Kebutuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K.

MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K. MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K. DEFINISI defines lipids as a wide variety of natural products including fatty acids and their derivatives, steroids, terpenes, carotenoids, and bile acids, which have in

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Energi merupakan salah satu kebutuhan wajib bagi seluruh masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia. Bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN BENTONIT ASAL MUARA LEMBU

PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN BENTONIT ASAL MUARA LEMBU PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN BENTONIT ASAL MUARA LEMBU Yusnimar, Is sulistyati Purwaningsih, Sunarno. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik-Universitas Riau Hp; 081371669358, yusni_sahan@yahoo.co.uk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Sawit Mentah / Crude Palm Oil (CPO) Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV EKA PUTI SARASWATI 10703064 STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEMURNIAN CRUDE GLYCERINE MELALUI PROSES BLEACHING DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF

PEMURNIAN CRUDE GLYCERINE MELALUI PROSES BLEACHING DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 1 (213) PEMURNIAN CRUDE GLYCERINE MELALUI PROSES BLEACHING DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF M. Afif Aufari, Sia Robianto, Renita Manurung DepartemenTeknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan

I. TINJAUAN PUSTAKA. nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Serat Buah Sawit 1. Definisi Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman budidaya penghasil minyak nabati berupa Crude Plam Oil (CPO), sangat banyak ditanam dalam perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

PROSES BLEACHING CPO DENGAN BENTONIT DIAKTIVASI SECARA FISIKA DAN KIMIA

PROSES BLEACHING CPO DENGAN BENTONIT DIAKTIVASI SECARA FISIKA DAN KIMIA PROSES BLEACHING CPO DENGAN BENTONIT DIAKTIVASI SECARA FISIKA DAN KIMIA Yusnimar Jurusan Teknik kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Bina Widya Simpang Baru pekanbaeru 28293 Yusni_sahan@yahoo.co.uk

Lebih terperinci