BAB I PENDAHULUAN. mendorong terwujudnya Good governance. Kota Blitar merupakan salah satu yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mendorong terwujudnya Good governance. Kota Blitar merupakan salah satu yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang semakin meluas di Indonesia memberikan dampak yang positif dan negatif terhadap kondisi lingkungan. Otonomi daerah merupakan proses pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus serta mengelola daerahnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Keterkaitan antara otonomi dengan kondisi lingkungan adalah karena otonomi berkaitan dengan pembangunan infrastruktur daerah sehingga mengakibatkan banyak sekali penggunaan lahan. Saat ini seluruh dunia sedang dihadapkan dengan masalah degradasi lingkungan seiring berkembangnya teknologi dan pertumbuhan penduduk. Permasalahan ini tentunya juga dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU Nomor 22 Tahun Otonomi daerah merupakan peluang sekaligus tantangan bagi masingmasing pemerintah daerah untuk bersaing menyejahterahkan masyarakatnya dengan cara meningkatkan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia guna mendorong terwujudnya Good governance. Kota Blitar merupakan salah satu yang telah menerapkan pola otonomi pada wilayahnya semenjak dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun Dalam perubahan kebijakan pemerintah dari sentralisasi 1

2 (terpusat) menjadi desentralisasi melalui kegiatan otonomi diharapkan akan terjadi peningkatan pembangunan secara merata di setiap daerah. Kota Blitar merupakan kota terkecil kedua di Provinsi Jawa Timur setelah Kota Mojokerto. Kota Blitar sangat identik dengan wisata sejarahnya karena sering dikaitkan dengan nama besar Bung Karno yang merupakan Presiden pertama Republik Indonesia. Kota Blitar merupakan tempat Bung Karno dimakamkan dan pernah pula tinggal disebuah rumah yang sekarang dikenal oleh masyarakat khususnya Blitar sebagai Istana Gebang, selain dari pariwisata sejarahnya sesungguhnya Kota Blitar memiliki cukup banyak daya tarik wisata non-sejarah diantaranya, Water Park Sumber Udel, Herlingga Jaya, Taman Rekreasi Kebon Rojo dan Kampung Wisata Kota Blitar. Dilihat dari lokasi administratifnya, Kota Blitar memiliki keuntungan cukup strategis, hal ini karena Kota Blitar berbatasan dengan wilayah Kabupaten Blitar, Tulungagung dan Kediri sehingga memiliki kontribusi dan pergerakan yang tinggi pada pola trasnportasi dan perdagangan yang dapat mendukung dalam upaya peningkatan sektor perekonomian. Guna membangun iklim yang kondusif sebagai Kota Patria (Blitar Pembela Tanah Air yang Tertib, Rapi, Indah dan Aman) yang didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan, saat ini Pemkot Blitar sedang membenahi serta memilih sektor pariwisata sebagai primadona guna meningkatkan perekonomian daerah 2

3 Sumber: Bappeda Kota Blitar Tahun 2011 Gambar 1.1 Peta Kota Blitar 3

4 Secara geografis wilayah Kota Blitar terletak pada 112º14-112º28 Bujur Timur dan 8º2-8º10 Lintang Selatan dengan luas wilayah 32,57 Km 2. Kota Blitar mempunyai tipe iklim agak basah dengan suhu udara cukup sejuk rata-rata 24ºC - 34ºC karena letaknya yang berada di kaki Gunung Kelud dan berjarak 160 Km arah tenggara dari Ibukota Provinsi yaitu Surabaya. Kota Blitar memiliki curah hujan ratarata pertahun sekitar 102 hari dan besarnya curah hujan rata-rata mencapai 122,857 mm/tahun. Memiliki tekstur tanah terbesar berupa tekstur halus (85,3 persen) yang berarti, bahwa tanah yang ada di wilayah ini memiliki kemampuan menahan atau mengikat air yang cukup besar, sisanya sebesar 14,75 persen adalah tekstur tanah yang kurang dapat menahan air. Namun dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman yang relatif lebih baik daripada tanah yang bertekstur halus. Dalam perwujudtan pelaksanaan otonomi daerah Kota Blitar terus berupaya memperbaiki dan membangun infrastruktur serta sarana publik yang akan membantu jalannya pemerintahan dan menyejahterakan kehidupan masyarakatnya. Dalam proses pembangunan perkotaan tentunya banyak sekali lahan yang dibutuhkan, sehingga tidak jarang terjadi pengalih-fungsian lahan terbuka hijau untuk pembangunan tersebut. Pembangunan dan pertumbuhan kota selalu identik dengan perkembangan dan perubahan fisik kota, akibatnya kerusakan ekosistem dan degradasi lingkungan terjadi, selain itu kita juga dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan perkotaan seperti kemacetan, permukiman kumuh, serta banjir, di mana permasalahan tersebut timbul karena kurangnya ruang terbuka hijau di tengah kota. 4

5 Agar tidak memperburuk hal tersebut maka Pemerintah Kota Blitar melakukan upaya penghijauan kota dengan cara penyediaan ruang terbuka hijau dengan konsep Green City berupa taman kota. Konsep Green City dilakukan guna mempercepat pemenuhan penetapan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2001 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau yaitu tersedianya ruang terbuka hijau sebesar 30 persen guna mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia. Program yang dipilih dalam rangka penciptaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah P2KH (Program Pengembangan Kota Hijau). Program P2KH ini selain untuk menciptakan RTH, tetapi juga untuk mewujudkan wilayah kota agar aman dan nyaman untuk ditinggali. Dalam pelaksanaan program P2KH Pemerintahan Kota Blitar telah melakukan pembenahan tata ruang kota salah satunya adalah merevitalisasi atau pembangunan kembali taman kota. Revitalisasi merupakan upaya peningkatan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang akan dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Proses revitalisasi juga dilakukan salah satunya yaitu pada Taman Rekreasi Keluarga Kebon Rojo dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) berperan sebagai leading sector dalam upaya pengkoordinasian seluruh pekerjaan fisik dengan sektor-sektor yang lainnya demi terlaksananya program revitalisasi tersebut. Taman Rekreasi Keluarga Kebon Rojo dulunya bernama Kebun Ratu Wilhelmina yang merupakan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda. Taman ini merupakan tempat yang cukup difavoritkan oleh masyarakat Blitar, biasanya masyarakat menggunakannya untuk tempat berkumpul, belajar, berekreasi, berdebat, 5

6 dan berlibur untuk sekedar mencari udara segar setelah melakukan banyak rutinitas yang melelahkan. Di samping itu, taman kota tersebut juga difungsikan sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota. Pada kenyataannya keberadaan ruang publik seperti taman sangat bermanfaat bagi masyarakat, banyak sekali kegiatan yang akan dapat dilakukan selain memberikan nilai manfaat hiburan juga memberikan nilai edukasi. Ruang terbuka hijau (RTH) atau dapat diartikan juga sebagai hutan kota merupakan bagian terpenting pada wilayah perkotaan. Hal ini telah diatur dalam PP No 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, di mana yang dimaksud hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Sesuai dengan Nota Kesepakatan antara Pemkot Blitar dengan DPRD Kota Blitar Nomor 27 Tahun 2007 pada tanggal 12 September 2007 tentang kebijakan umum APBD tahun anggaran 2008 bidang lingkungan hidup, dalam rangka memantapkan penerapan Sistem Manajemen Pengelolaan Hidup perlu melakukan upaya peningkatan kegiatan konservasi alam. Kegiatan tersebut meliputi pelestarian serta perlindungan sumber-sumber air, penghijauan kota dan perlindungan Ruang Terbuka Hijau (RTH), kawasan resapan air, dan kawasan hutan lindung. Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu adanya pengembangan hutan kota serta taman kota sebagai prasyarat pemenuhan standar baku lingkungan yang telah ditetapkan oleh UU Tata Ruang dan RTH diseluruh wilayah Kota Blitar. Bentuk realisasi 6

7 program penghijauan dan pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) dibangunlah Taman Kebon Rojo yang terletak di Jalan Diponegoro atau lebih tepatnya dibelakang rumah dinas Kantor Walikota Blitar. 7

8 Sumber: Gambar 1.2 Peta Lokasi Taman Rekreasi Kebon Rojo Gambar 1.3 Taman Rekreasi Kebon Rojo Taman Kebon Rojo disediakan secara gratis bagi masyarakat yang berkunjung. Di dalam taman ini terdapat ratusan jenis pohon dengan berbagai spesiesnya yang dipelihara dengan baik, selain itu pihak pengelola juga sengaja menempatkan beberapa jenis hewan seperti monyet, rusa, burung merak di bagian tertentu dengan pemberian kandang yang bagus. Selain hewan, disediakan pula 8

9 sarana bermain anak, beberapa patung hewan serta gazebo, dan kursi taman tempat bersantai bagi keluarga. Pengunjung Taman Kebon Rojo selain anak-anak dan orang tua yang sekedar mencari hiburan juga dikunjungi oleh para seniman-seniman Kota Blitar yang terkadang membuat pertunjukkan di sana. Pemkot Blitar mengerti akan hal tersebut, sehingga untuk mengapresiasi para seniman dibangunlah juga area panggung apresiasi yang berlatar belakang tugu peringatan Satu Abad Bung Karno dan di tengah kawasan Kebon Rojo terdapat air mancur yang menambah keasrian, kesejukan dan kenyamanan bagi pengunjung Taman Rekreasi Kebon Rojo tersebut. Tabel 1.1 Jumlah Wisatawan ke Taman Rekreasi Kebon Rojo Blitar Tahun per 6 Bulan Tahun Domestik Mancanegara Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kota Blitar (2015) Pengelola Taman Rekreasi Kebon Rojo adalah Badan Lingkungan Hidup, namun semenjak tahun 2015 berganti di bawah lingkup Dinas Pariwisata Kota Blitar. Perbaikan demi perbaikan secara berkala terus dilakukan pada Taman Rekreasi Kebon Rojo hingga sebaik dan senyaman sekarang. Proses Perbaikan ini merupakan salah satu bentuk optimalisasi terhadap aset. Kebon Rojo merupakan salah satu aset yang dimiliki Kota Blitar yang berpotensi untuk mendukung sektor pariwisata unggulan di Kota Blitar sehingga 9

10 bentuk optimalisai melalui perbaikan fisik dirasa sangat penting. Menurut Siregar (2004: 59) optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, jumlah/volume, aspek hukum dan nilai ekonomi yang dimiliki oleh aset tersebut. Namun dalam proses optimalisasi Taman Kebon Rojo melalui revitalisasi tentunya membutuhkan biaya perawatan yang cukup besar dan menggunakan anggaran pemerintah kota, mengingat tidak ada pengenaan biaya masuk bagi masyarakat yang datang berkunjung. Revitalisasi berfungsi untuk menghidupkan dan memperbaiki kembali melalui peningkatan kualitas dari kawasan objek wisata yang telah mengalami penurunan nilai-nilai estetika dan ekonominya, sehingga akan menghasilkan kualitas lingkungan yang lebih baik. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan nilai ekonomi dengan menggunakan metode valuasi ekonomi nilai lingkungan khususnya untuk mengukur nilai ekonomi kawasan hutan wisata yang paling sering digunakan adalah metode travel cost. Mempertimbangkan fakta yang terjadi di lapangan penting untuk mengetahui nilai ekonomi dari Taman Rekreasi Kebon Rojo setelah proses revitalisasi yang dilakukan oleh pihak pengelola agar dapat diketahui juga potensinya apakah sudah optimal pengelolaan Taman Rekreasi Kebon Rojo. Dengan demikian diperlukan kembali penelitian valuasi ekonomi untuk mengestimasi nilai ekonomi dari Taman Rekreasi Kebon Rojo dengan menggunakan metode Travel Cost Method. 10

11 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya mengenai penelitian yang menggunakan Travel Cost Method (TCM) guna mencari valuasi nilai ekonomi dari hutan kota cukup banyak dilakukan termasuk mengenai Taman Rekreasi Kebon Rojo yang dilakukan ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini merupakan bentuk revaluasi terhadap penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang menerapkan metode Travel Cost Method dapat di lihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Beberapa Penelitian Sebelumnya No. Peneliti 1 Adi (2008) 2 Djijono (2002) 3 Bamban g (2009) Objek Penelitian Hutan Wisata Kebon Rojo Kota Blitar Taman Wisata Hutan Wan Abdul Rahman Lampung Taman Wisata Alam Punti Kayu Palembang Metode Variabel Hasil Travel Cost Method Travel Cost Method Travel Cost Method Biaya perjalanan, pendapatan, kualitas responden terhadap tempat wisata, subtitusi tempat wisata sejenis. Biaya perjalanan, jumlah penduduk asal kecamatan pengunjung, pendidikan, waktu kerja per minggu. Biaya perjalanan, permintaan rekreasi. Variabel biaya perjalanan, pendapatan, kualitas tempat wisata dan subtitusi tempat wisata mempengaruhi jumlah kunjungan individu. Nilai ekonomi dari Kebon Rojo diestimasikan dalam interval Rp Rp Nilai total kesediaan berkorban adalah Rp per tahun, nilai yang dikorbankan adalah Rp per tahun, sedangkan nilai total surplus konsumen adalah Rp per tahun. Nilai ekonomi berdasarkan rata-rata kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan surplus konsumen per 1000 penduduk masing-masing 11

12 4 Mutiara (2009) 5 Tiantian Tang (2009) 6 Bulov dan Lundgre n (2007) 7 Nandagi ri (2015) 8 Wang, Nunes, Chunbo Ma (2014) Taman Hutan Raya Ir. Djuanda Yuelu Mountain Park Changsha Taman Nasional Periyar India Danau Pilikula, Mangalore India di Pantai Gold Coast, Australia Travel Cost Method Travel Cost Method (menggabun gkan nilainilai akses dari pengunjung lokal dan non-lokal) Travel Cost Method Travel Cost Method dan Contingent Valuation Travel Cost Method Biaya perjalanan, total pendapatan, umur, jarak tempuh, jumlah kunjungan, jenis kelamin, dan waktu dilokasi. Total biaya perjalanan, biaya akomodasi, biaya akses, pengeluaran lain, dan biaya waktu. Travel cost, pendapatan, umur, jenis kelamin, kebangsaan dan ada tidaknya subtitusi. WTP, jarak, usia kepala rumah tangga, jenis kelamin, status rumah, pendidikan. Biaya perjalanan, umur, jenis kelamin, pendapatan mingguan, tingkat adalah Rp , Rp , Rp Surplus konsumen berdasarkan metode TCM sebesar Rp perkunjungan dan diperoleh nilai ekonomi lokasi sebesar Rp Nilai akses rata-rata per perjalanan untuk lokal adalah 0.75 dan untuk individu non-lokal sehingga total nilai akses tahunan adalah juta. Berdasarkan TCM penambahan biaya masuk sebesar 5.43 akan memaksimalkan pendapatan yang didapat dari pengunjung. Nilai ekonomi yang merupakan surplus konsumen agregat adalah US$ Penambahan fasilitas, WTP wisatawan dari hasil TCM adalah Rs238 yang dipengaruhi oleh variabel pribadi dan demografi seperti usia, pendapatan setiap bulan, pendidikan dan status rumah. Untuk WTP hasil rata-rata individu dari CVM adalah Rs sedangkan untuk WTP peningkatan kualitas air danau tidak berpengaruh Nilai dari kunjungan pantai diperkirakan $19.47 per orang, dan untuk nilai dari Pantai Gold Coast ini ditransfer dari penelitian yang relevan yang dilakukan pada pantai di 12

13 pendidikan, kualitas lingkungan wisata. Australia lainnya yang kemudian dibandingkan dengan penelitian ini. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah metode yang digunakan, baik untuk menilai taman publik, hutan wisata serta taman nasional, yaitu dengan menggunakan travel cost, namun ada beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut. 1. Jenis Objek penelitian Taman Rekreasi Kebon Rojo Kota Blitar yang merupakan unit pelaksana teknis di bawah Badan Lingkungan Hidup (BLH), yang merupakan kawasan taman rekreasi keluarga dan difungsikan juga sebagai hutan paru-paru kota. Sesuai dengan Nota Kesepakatan antara Pemkot Blitar dengan DPRD Kota Blitar Nomor 27 Tahun 2007 pada tanggal 12 September 2007 tentang kebijakan umum APBD tahun anggaran 2008 bidang lingkungan hidup dalam rangka memantapkan penerapan Sistem Manajemen Pengelolaan Hidup perlu melakukan upaya peningkatan kegiatan konservasi alam. 2. Variabel independen Variabel independen yang akan dikembangkan pada penelitian ini adalah pendapatan, usia, pendidikan, status, jarak tempat tinggal, biaya perjalanan, dan dummy kualitas lingkungan taman. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan jika Travel Cost Method dapat digunakan untuk mencari nilai ekonomi pada hutan wisata, taman 13

14 nasional, taman publik, area rekreasi terbuka, taman laut, dan wisata sejarah (heritage). Metode travel cost pada dasarnya adalah untuk mengkaji biaya yang dikeluarkan oleh individu untuk mendatangi tempat atau objek rekreasi (pola expenditure konsumen) sehingga peneliti dapat mengetahui berapakah nilai (value) yang diberikan oleh konsumen terhadap sumber daya alam dan lingkungan. 1.3 Rumusan Masalah Untuk menghitung nilai ekonomi atas barang dan jasa yang diberikan oleh sumberdaya alam dapat digunakan teknik penilaian tertentu seperti menggunakan travel cost method, contingent valuation method dan willingness to pay. Barang dan jasa yang dimaksudkan di sini adalah nilai keindahan suatu sumber daya alam, nilai rekreasi yang memang sulit untuk dikonversi menjadi satuan uang serta tidak dapat diperdagangkan. Dengan adanya objek wisata Taman Rekreasi Kebon Rojo yang berada di Kota Blitar yang telah mengalami proses revitalisasi, akan berdampak pada potensi kenaikan jumlah kunjungan yang akan meningkatkan resiko terhadap kerusakan lingkungan taman. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan bahwa belum diketahuinya nilai ekonomi Taman Rekreasi Kebon Rojo Kota Blitar setelah revitalisasi. Dengan demikian diperlukan penelitian tentang penilaian yang bertujuan untuk menentukan nilai ekonomi dari Taman Rekreasi Kebon Rojo ini. Penilaian ekonomi ini, sangat penting dilakukan karena dengan adanya penilaian ekonomi ini maka kesalahan dalam pembuatan kebijakan pengelolaan atas taman ini kedepannya 14

15 dapat dihindari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Travel Cost Method (biaya perjalanan). 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini maka pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke Taman Rekreasi Keluarga Kebon Rojo Kota Blitar? 2. Berapa estimasi nilai ekonomi Taman Rekreasi Keluarga Kebon Rojo setelah proses revitalisasi? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian dalam penelitian ini maka tujuan dari Penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan pada Taman Rekreasi Keluarga Kebon Rojo Kota Blitar. 2. Mengestimasi nilai ekonomi dari Taman Rekreasi Keluarga Kebon Rojo Kota Blitar dengan menggunakan Travel Cost Method (TCM). 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap beberapa hal sebagai berikut. 15

16 1. Sebagai sumbangan pemikiran dan gambaran bagi pengelola Taman Rekreasi Kebon Rojo dalam pengambilan kebijakan untuk proses pengelolaan Taman Rekreasi Kebon Rojo di masa depan. 2. Menjadi sumber referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya yang tertarik meneliti tentang valuasi nilai ekonomi hutan kota tipe rekreasi. 1.7 Sistematika Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini terdiri dari 5 Bab yang terdiri dari: Bab I Pendahuluan, yang memuat uraian latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Landasan teori, yang memuat teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, formulasi hipotesis dan model penelitian. Bab III Metode Penelitian, yang memuat desain penelitian dan metode analisis penelitian. Bab IV Analisis, yang memuat deskripsi data, uji hipotesis, dan pembahasan dan Bab V Simpulan dan Saran, yang memuat simpulan, keterbatasan dan saran. 16

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern, paradigma pembangunan saat ini cenderung mengarah pada sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang memperhatikan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keindahan luar biasa dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah tujuan wisata terdepan di Indonesia. The island of paradise, itulah julukan yang disandang Pulau Dewata. Siapa yang tidak tahu Bali, sebagai primadona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pariwisata kini menjadi salah satu sektor yang diandalkan oleh pemerintah untuk dikembangkan sebagai upaya meningkatkan devisa negara dan mencari terobosan di sektor

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi bangsa Indonesia, namun migas itu sendiri sifat nya tidak dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh sektor pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, sektor pariwisata memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. Lautan merupakan barang sumber daya milik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman alam, budaya, dan seni yang khas di pulau Bali tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman alam, budaya, dan seni yang khas di pulau Bali tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman alam, budaya, dan seni yang khas di pulau Bali tidak dapat dipisahkan dari kegiatan keagamaan atau peribadatan masyarakatnya sebagai bentuk sikap kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata

1 BAB I PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata menuai hasil. Tahun 2014, jumlah kunjungan wisata ke wilayah Kabupaten Malang pemindahan hampir mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam dengan berbagai manfaat baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung berupa produk jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi pada suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Pariwisata juga tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata masih menjadi basis perekonomian Provinsi Bali. Pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata masih menjadi basis perekonomian Provinsi Bali. Pariwisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata masih menjadi basis perekonomian Provinsi Bali. Pariwisata Bali perlu dikembangkan lagi agar manfaat ekonomi yang diberikan lebih optimal. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data primer yang di peroleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Menurut undang-undang No. 10 tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam dengan beragam manfaat, berupa manfaat yang bersifat langsung maupun manfaat tidak langsung. Produk hutan yang dapat dinikmati secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai sebagai suatu ekosistem yang unik memiliki berbagai fungsi yang mampu memberikan manfaat bagi manusia yang tinggal di sekitarnya. Manfaat yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon memiliki keragaman

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik

BAB I PENDAHULUAN. dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum Nasional Republik Indonesia adalah sebuah museum yang terletak dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi pariwisata yang cukup menarik untuk dikunjungi wisatawan. Kabupaten Cianjur memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber daya alam. Berada pada daerah beriklim tropis menjadikan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Indonesia. Selain tenaga kerja yang terserap cukup besar, sektor ini juga masih mampu memberikan kontribusi pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budaya. Upaya-upaya penemuan dan pengembangan potensi-potensi tersebut,

I. PENDAHULUAN. budaya. Upaya-upaya penemuan dan pengembangan potensi-potensi tersebut, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menunjang otonomi daerah, pemerintah berupaya untuk menggali dan menemukan berbagai potensi alam yang tersebar diberbagai daerah untuk dikembangkan potensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau yang sering disebut Taman Jurug adalah obyek wisata yang terletak di tepian sungai Bengawan Solo dengan luas lahan 13.9 Ha, memiliki

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN WISATA CANDI PENATARAN DI BLITAR JAWA TIMUR

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN WISATA CANDI PENATARAN DI BLITAR JAWA TIMUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN WISATA CANDI PENATARAN DI BLITAR JAWA TIMUR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode VISI, MISI dan AGENDA PRIORITAS Walikota dan Wakil Walikota Samarinda Periode 2016-2021 1 INDIKATOR MAKRO KOTA SAMARINDA TARGET TAHAP 3 RPJPD KOTA SAMARINDA 2005-2025 PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS KOTA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang melimpah. Kekayaan hayati Indonesia dapat terlihat dari banyaknya flora dan fauna negeri ini. Keanekaragaman sumber

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan Gambaran umum kondisi kota Medan memuat perkembangan kondisi Kota Medan sampai saat ini, capaian hasil pembangunan kota sebelumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan kota adalah kawasan yang ditutupi pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami menyerupai hutan, tidak tertata seperti taman, dan lokasinya berada di dalam atau

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di seluruh dunia terutama di perkotaan. menjadi lebih dari 60 persen pada tahun 2030.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di seluruh dunia terutama di perkotaan. menjadi lebih dari 60 persen pada tahun 2030. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini dunia sedang dihadapkan pada permasalahan degradasi kondisi lingkungan. Pencemaran air, udara dan tanah tidak terelakkan lagi seiring perkembangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata di Indonesia saat ini semakin mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang cukup potensial bagi Indonesia. Akselerasi globalisasi yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin membuka peluang bagi kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paket-paket wisata laris di pasaran. Berbagai jenis produk wisata pun ditawarkan

BAB I PENDAHULUAN. paket-paket wisata laris di pasaran. Berbagai jenis produk wisata pun ditawarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pariwisata saat ini tidak terlepas dari kehidupan manusia, bahkan sudah menjadi kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi. Permintaan akan wisata menyebabkan paket-paket

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara karena merupakan salah satu sumber devisa.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara karena merupakan salah satu sumber devisa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang memiliki peran penting terhadap perekonomian suatu negara karena merupakan salah satu sumber devisa. Industri pariwisata merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan daerah di Indonesia dewasa ini memasuki paradigma baru di mana salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemerintah adalah terciptanya good governance

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada TINJAUAN PUSTAKA Konsep Penilaian Ekonomi Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada dasarnya untuk mengukur nilai benefits dari sesuatudidasarkan atas perspektif manusia (individu),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis budaya, serta berbagai peninggalan

Lebih terperinci

Wisata Alam di Kawasan Danau Buyan,Buleleng, Bali. BAB 1 PENDAHULUAN

Wisata Alam di Kawasan Danau Buyan,Buleleng, Bali. BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai alasan pemilihan judul dalam latar belakang, rumusan masalah dari permasalahan yang ingin dipecahkan, tujuan serta metode penelitian yang digunakan.

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Choice Modelling (CM) Penelitian ini dimulai pada tanggal 15 April 2016 sampai dengan tanggal 1 Mei 2016 di Hutan Mangrove Pasar Banggi, Rembang. Data diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 16 November 1972 adalah warisan dari masa lampau, yang dinikmati saat ini dan

BAB I PENDAHULUAN. 16 November 1972 adalah warisan dari masa lampau, yang dinikmati saat ini dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Warisan budaya atau cultural haritage berdasarkan Konvensi UNESCO 16 November 1972 adalah warisan dari masa lampau, yang dinikmati saat ini dan akan diteruskan kepada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh setiap daerah merupakan modal penting untuk meningkatkan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Namun kawasan wisata alam ini masih belum memaksimal potensi

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Namun kawasan wisata alam ini masih belum memaksimal potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pantai Plengkung merupakan sebuah wana wisata pantai yang menyimpan banyak potensi alam, yaitu pemandangan yang eksotis dan hamparan ombak yang tinggi. Namun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. dengan tahun 2004 mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. dengan tahun 2004 mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata internasional mencapai kondisi tertinggi sepanjang sejarah, dengan tahun 2004 mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar US$623 miliar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43),

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kuantitas lingkungan. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (2012: 43), BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kota berupa pembangunan infrastruktur, namun sayangnya terdapat hal penting yang kerap terlupakan, yaitu

Lebih terperinci

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Percepatan Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara Sebagai Pusat Industri Pertambangan Nasional Oleh, Gubernur Sulawesi Tenggara H. Nur Alam S U L A W E S I T E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci