Husin, Surini Mangundihardjo, Endah Hartati. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Husin, Surini Mangundihardjo, Endah Hartati. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia"

Transkripsi

1 Tinjauan Hukum Perkawinan Orang Antara Yang Berbeda Agama Yang Dilaksanakan Dengan Penetapan Pengadilan Oleh Pengadilan Negeri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Analisis Penetapan PN Surakarta NO. 112/Pdt.P/2008/Pn.Ska) Husin, Surini Mangundihardjo, Endah Hartati Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia husin2799@gmail.com Abstrak Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dengan sumber data melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama. Kata Kunci: Perkawinan beda agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang PerkawinanUndang- Undang Administrasi Kependudukan Legal Analysis Of People With Different Religion Marriage That Implemented By Determination Of The District Court Based On Act No. 1/1974 About Marriage (Case Study: Determination Of The District Court Of Surakarta Number 112/Pdt.P/2008/Pn.Ska) Abstract The assimilation of cultures between ethnic, religious, cultural and country changes the views of individual especially for their relation such as different religion marriage. In the beginning there isn t problem with the different of the religion, but after arising arrangement until recent positive law in Indonesia is a existence of the definition of marriage in article 1 of the law Number 1/ 1974 about Marriage that stating marriage was born inner ties between a man with a woman as husband and wife with the aim of forming a family (of a household) 1

2 happy and eternal based on God. Based on that, the writer will analyze the determination of District Court Number 112/Pdt.P/2008/PN.Ska will be associated with the regulations such as Act Number 1 of 1974, Act Number 23 of The methodology in this study use juridical normative with data source through the study of librarianship. The results of this research is that law Number 23 of 2006 about the Residency and Changed to Administration of Act No about changes of Act Number 23 of 2006 about the Administration of the Population here, currently used to have the marriage of difference religious request. Keywords: difference of religion, Marriage Law No. 1 of 1974 about Marriage, Population Administration laws. Pendahuluan Perkembangan zaman yang makin maju dan membuat manusia semakin maju dalam berbagai hal. Dari perkembangan zaman ini membuat manusia dapat saling berinteraksi secara mudah dan cepat. Hal ini tentunya, mempercepat pembauran budaya antar bangsa. Walaupun berbeda suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara, mereka dapat saling mengenal dan melakukan hubungan sosial secara intensif dikarenakan adanya perkembangan zaman. Hubungan sosial yang terjadi dapat berupa hubungan perkawinan antara manusia yang memilki perbedaan suku, budaya, agama dan kewarganegaraan. Di Indonesia Perkawinan beda agama yang dilangsungkan berdasarkan pasal 56 Undang-Undang 1/74 yang megatur perkawinan campuran memberikan peluang untuk melakukan perkawinan beda agama, di luar negeri Perkawinan beda dapat dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan itu dilangsungkan. Akan tetapi, ada keharusan bagi pasangan yang menikah untuk melaporkan perkawinan tersebut di kantor catatan sipil Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan: Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka. Tujuan didaftarkannya perkawinan itu di kantor pencatatan perkawinan adalah agar perkawinan tersebut diakui oleh hukum Indonesia. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah ditentukan pengertian perkawinan: perkawinan ialah ikatan lahir batin seorang pria dengan 2

3 seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan perkawinan beda agama dahulu tidak dapat berdasarkan UU No. 1 Tahun Setelah berlakunya Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU Adminduk) menyebutkan: Huruf a: Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: a) Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan dan b) Perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-undang administrasi kependudukan Pasal 35 Yang dimaksud dengan Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama. Jika dilihat dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ( UU Perkawinan ), perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, maka mustahil untuk melakukan perkawinan beda agama, maka yang dapat dilakukan adalah pilihan hukum yaitu salah satu dari pasangan tersebut harus tunduk pada hukum dari salah satu calon pasangan tersebut. 2 Pokok Permasalahan 1. Apakah pengaturan perkawinan beda agama dengan penetapan pengadilan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan? 1 Indonesia (1), Undang-Undang Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, LN Tahun 1974 Nomor 1 TLN RI Nomor M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: C.V Zahir Trading, 1975), hal

4 2. Apakah Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang memerintahkan Kantor Catatan Sipil menikahkan pasangan beda agama sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaturan tentang perkawinan beda agama dengan penetapan pengadilan negeri dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang terjadi di Indonesia sudah sesuai atau belum menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 2. Untuk mengetahui apakah penetapan Pengadilan Negeri Surakarata Nomor: 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang memerintahkan kantor catatan sipil menikahkan pasangan beda agama sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Metode Penelitian Berdasarkan isi yang ada pada penulisan ini, pada dasarnya penulisan ini tergolong ke dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan. Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kepustakaan-normatif dengan melakukan studi dokumen. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Dalam penelitian yuridis normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini adalah Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, PP 9/75, oundang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, PP 37/2007. Alat pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan studi kepustakaan dan dengan wawancara. Penulis menggunakan beberapa buku yang diantaranya karangan Prof. Subekti. Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan seorang narasumber, yakni seorang Kepala Kantor Catatan Sipil. 4

5 Tipologi Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan tentang sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau menentukan frekuensi suatu gejala. 3 Dalam penelitian ini penulis mengulas mengenai pengaturan, permasalahan perkawinan orang yang berbeda agama yan dilaksanakan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri. Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini ialah bahwa perkawinan beda agama tidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan Penetapan Pengadilan. Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama. Pembahasan Penulis tidak sependapat dengan apa yang ditetapkan oleh Pengadilan Surakarta mengabulkan Permohonan Pemohon untuk melakukan perkawinan beda agama dikantor kepala kantor catatan sipil. Dan memerintahkan pegawai pencatat perkawinan pada dinas kependudukan dan catatan sipil kota Surakarta untuk melangsungkan perkawinan sesuai yang diinginkan oleh para pemohon dikarenaka tidak sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan penetapan ini hakim kembali ke KUH Perdata Pasal 26 dan 81 KUH perdata yaitu pencatatan sipil sebagai juru nikah. 3 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4. 5

6 Dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 dikatakan bahwa perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan. Dalam hal ini perkawinan yang ada di Indonesia harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan adalah Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam kasus diatas pertimbangan hakim menyatakan bahwa hakim mengganggap bahwa syarat materil pada Pasal 6 dan 7 undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu persetujuan orang tua sudah dipenuhi dan umur sudah cukup maka perkawinan dapat dilangsungkan perkawinan. Dalam hal ini saya tidak setuju dengan pertimbangan hakim, karena Dalam undangundang perkawinan sudah diatur tentang syarat-syarat tentang perkawinan dimana syaratsyarat tersebut adalah untuk sah suatu perkawinan, undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di dalam pasal-pasalnya menentukan prasyarat-prasyarat tertentu. Analisis penulis perkawinan yang dilaksanakan yang ada di dalam dan diluar negeri haruslah tunduk pada Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, karena undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang dapat menyatakan bahwa perkawinan yang dilangsungkan oleh pasangan calon suami-isteri jika melangsungkan perkawinan bisa dianggap sah atau tidak. Jika perkawinan tidak memenuhi persyaratan yang ada dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan maka perkawinan bisa dianggap sah dan harus diperhatikan juga adalah tentang larangan perkawinan berdasarkan agama dimana hal ini diatur dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam hal ini sudah seharusnya hakim sudah pasti harus tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama, karena hakim harus menghormati agama, karena dalam agama pasangan yang menikah harus seiman. Perkawinan menggunakan penetapan pengadilan tidak dapat dilaksanakan dihadapan kepala kantor catatan sipil dikarenakan kantor catatan sipil dalam melaksanakan tugas sebagai instansi yang mencatat tentang peristiwa penting tidak dapat begitu saja melaksanakan apa yang diminta oleh penduduk yang berada diwilayahnya, dalam hal perkawinan haruslah mengacu pada UU Perkawinan dan PP no 9/75 sebagai 6

7 pelaksananya. Dalam hal ini kantor catatan sipil mencatat perkawinan yg menggunakan penetapan pengadilan adalah yang ada dalam undang-undang perkawinan karena semua perkawinan hanya dapat dilaksanakan jika berdasarkan uu perkawinan. Di Kantor Catatan Sipil Depok ada yang memaksa maka kami akan konsultasi terlebih dahulu kepada pengadilan Depok untuk bagaimana pelaksanaan perkawinnannya karena dalam peraturan pelaksana UU Adminduk tidak dijelaskan tentang perkawinan beda agama yang ada hanya perkawinan tentang penghayat kepercayaan. Kepala pencatatan sipil daerah Depok tidak akan melaksanakan perkawinan beda agama berdasarkan UU Adminduk karena tidak ada tata cara pelaksanannya dan cara pencatatannya. Dalam hal praktek sehari-hari para pegawai pencatatan sipil dalam melakasanakan tugas mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, dalam Perpres ini memang ada kewajiban kepala kantor catatan sipil untuk melaksanakan penetapan pengadilan tentang perkawinan, kepala kantor catatan sipil tidak akan melaksanakan suatu penetapan pengadilan jika bertentangan dengan undang-undang. Dalam kasus perkawinan beda agama memang tidak dapat dilaksanakan karena Undang-Undang adminduk hanya menjelaskan peristiwa penting yang terjadi dimasyarakat, peristiwa penting tersebut salah satunya adalah perkawinan, sedangkan tata cara perkawinan itu diatur dalam Undang-Undang perkawinan. Undang-undang perkawinan adalah undang-undang yang khusus mengatur perkawinan di Indonesia, sedangkan undang-undang adminduk hanya undang-undang yang mengambarkan peristiwa penting pada umumnya yang terjadi di masyarakat. Dalam hukum dikenal dengan asas hukum Lex Specialist Derogat Legi Generalis yang artinya peraturan yang lebih khusus diutamakan dari pada peraturan yang lebih umum. Jadi tidak mungkin kami melakukan dimana sudah jelas peraturan yang mengatur tentang perkawinan bahwa perkawinan beda agama tidak dapat dilakukan kerana perkawinan itu dikembalikan kepada agamanya masing-masing, sedangkan dalam agama yang diakui di Indonesia selama saya menjabat dan pengalaman saya tidak ada satupun yang mengatakan perkawinan beda agama dapat dilakukan karena jika dilakukan akan menimbulkan berbagai masalah yang merupakan akibat dari perkawinan beda agama tersebut. 4 4 Wawancara dengan Bapak Suhadi, S. Sos, M.H, Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Kota Depok, pada tanggal 21 April

8 Suatu perkawinan harus terlebih dahulu didaftarkan kekantor catatan sipil sebelum dilangsungkan menurut agama sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Kitab Udang-Undang Hukum Perdata Indonesia, karena perkawinan secara agama dapat dilangsungkan jika sudah dilaksanakan perkawinan dihadapan kepala kantor catatan sipil. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Pelaksana Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana yang beragama Islam harus mendaftarkan perkawinannya ke KUA KEC dan setelah didaftarkan maka pelaksanaan perkawinan dilakukan dihadapan pegawai KUA KEC sedangkan yang beragama lainnya dikantor catatan sipil. Menurut penulis dalam kasus diatas yang menggunakan Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op De Gemengde Huwelijke Stbl No. 158) sudah tidak dapat dapat digunakan sebagai pertimbangan hakim karena kedudukan dari Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op De Gemengde Huwelijke Stbl No. 158) sudah tidak dapat dipakai sebagai pertimbangan hukum hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri mengenai perkawinan beda agama Nomor: 112/Pdt.P/2008/PN.Ska, hal ini karena kedudukannya dan keberlakuannya sudah tidak berlaku, karena pada masa penjajahan Belanda untuk masyarakat asli pribumi tidak berlaku hukum Eropa, yang berlaku adalah hukum adat. Sedangkan yang diatur dalam Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op De Gemengde Huwelijke Stbl No. 158) adalah orang yang yang tunduk pada hukum Eropa dan berlaku hukum Eropa untuk dirinya. Pada zaman sekarang sesudah kemerdekaan hukum Belanda memang masih berlaku seperti diatur dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang berbunyi: Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Dalam hal ini harus dilihat dulu apakah hukum Eropa berlaku atau tidak pada warga Indonesia asli. Pada zaman penjajahan Belanda masalah keperdataan diatur dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetbook), tetapi KUH Perdata tidak semua berlaku untuk semua golongan warga negara yang ada di Indonesia, keberlakuan KUH Perdata diatur pada mulanya dengan peraturan dalam Staatsblad 1855 nomor 79 Hukum Perdata (BW dan WvK) dengan pengecualian hukum kekeluargaan dan hukum warisan, dinyatakan berlaku untuk semua orang Timur asing (Arab, India, dll). Pada tahun 1917 dikeluarkan peraturan yang mengatur tentang golongan Tionghoa dan yang bukan Tionghoa, karena untuk golongan 8

9 Tionghoa dianggapnya hukum Eropa yang diperlakukan terhadap mereka itu dapat diperluas lagi. 5 Untuk golongan Tionghoa lalu dibuat peraturan tersendiri yaitu Staatsblad tahun 1917 no. 129, dalam peraturan ini hukum Privat Eropa berlaku seluruhnya bagi golongan Tionghoa kecuali pasal-pasal mengenai Burgerlijk Stand, upacara-upacara sebelum berlangsumg pernikahan (bagian 2 dan 3 dari Title 4 Buku I BW) dan bagi orang Tionghoa diadakan suatu Burgerlijk Stand tersendiri. 6 Bagi golongan Timur Asing lainnya (Arab, India, dll) diadakan peraturan tersendiri, dalam ordonansi yang termuat dalam Staatsblad tahun 1924 no. 556 yang menerangkan bahwa hukum Eropa berlaku bagi mereka kecuali hukum kekeluargaan dan hukum waris, bagian pembuatan wasiat (testament) tetap berlaku bagi mereka. Jadi untuk masalah perdata bagi golongan Tionghoa dan Timur Asing berlaku hukum Eropa tetapi tidak semuanya berlaku. 7 Jadi jika ada warga asli Indonesia yang ingin melakukan perkawinan beda agam harus tunduk dulu kepada hukum Eropa. Untuk warga asli Indonesia yang ingin menikah yang berbeda agama yang beragama Nasrani menggunakan HOCI, sedangkan HOCI sendiri kedudukannya sudah dicabut oleh Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan dalam pasal 106. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengenal adanya golongan-golongan warga negara, adanya hukum yang berlainan dianggap janggal. 8 Sedangkan dalam Undang- Undang nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan pada Pasal 106 penggolongan penduduk yang ada di Indonesia telah dicabut. Menurut penulis bahwa pertimbangan hakim tidak tepat karena Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op De Gemengde Huwelijke Stbl No. 158) sudah tidak 5 Subekti, Loc.,cit. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid. 9

10 relevan karena dalam Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op De Gemengde Huwelijke Stbl No. 158) Pasal 2 berbunyi Istri yang melakukan perkawinan campuran, selama dalam perkawinannya mengikuti kedudukan suaminya dalam hukum publik dan hukum perdata. Dalam kasus ini si Istri adalah seorang Nasrani dan harus tunduk pada hukum suami yaitu Islam, sedangkan dalam Islam tidak dikenal yang namanya perkawinan beda agama. Hal ini merujuk pada perkawinan harus sesuai dengan agamanya yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang perkawinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op De Gemengde Huwelijke Stbl No. 158) otomatis tidak belaku karena Pasal 2 GHR menyebutkan istri ikut hukum suami, mau agama apapun istrinya di dalam agama manapun yang ada di Indonesia tidak menghendakinya perkawinan beda agama. Dalam kasus ini pemohon menggunakan Pasal 35 dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan karena udang-undang ini tidak ada hubungannya dengan ritual perkawinan berdasarkan UU no. 1 tahun dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Kependudukan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan hanya mengatur tentang pencatatan sipil yaitu tentang pencatatan peristiwa penting bukan tentang perkawinan karena sudah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam Pasal 1 Undang- Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan berbunyi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang-pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam penjelasan Pasal 1 disebutkan Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai peranan yang penting. Jadi sudah pasti perkawinan tidak dapat terlepas dari agama dalam pelaksanannya. Sehingga Pasal 35 Undang-undang Administrasi kependudukan tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum perkawinan agama karena undang-undang Administrasi kependudukan hanya mengatur tentang pencatatan peristiwa 10

11 penting yang terjadi di masyarakat dan tidak ada hubungannya dengan tata cara perkawinan menurut UU no. 1 tahun Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat penulis dari uraian dalam bab-bab sebelumnya adalah: 1. Pengaturan dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tentang perkawinan beda agama memang tidak diatur. Karena perkawinan dapat dilangsungkan dikembalikan kepada agama, sehingga perkawinan dapat dilangsungkan. Sebelum perkawinan dilangsungkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah larangan perkawinan dalam pasal 8 huruf f Undang- Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dapat dilangsungkan jika agama atau peraturan lain mengijinkan, jadi perkawinan tidak hanya memperhatikan syarat materiiel dan syarat formil, tetapi juga pada larangan perkawinan yang sangat harus diperhatikan, karena jika agama dari para calon mempelai tidak mengijinkan maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan secara beda agama. 2. Perkawinan beda agama menggunakan Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta No. 112/Pdt.P/2008/PN/Ska yang memerintahkan Kantor Catatan Sipil untuk melangsungkan perkawinan pasangan beda agama tidak dapat dilaksanakan karena, perkawinan harus mengacu kepada undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 dimana perkawinan yang sah harus dilangsungkan berdasarkan tata cara agama dan kepercayaan. Jadi bila ada pasangan yang ingin tetap menikah dia yang berbeda agama harus melakukan pilihan hukum, hukum mana yang berlaku untuk pelangsungan perkawinan atas pasangan tersebut karena perkawinan campuran yang ada saat ini adalah beda hukum yang berlaku dikarenakan beda kewarganegaraan. Saran Saran-saran yang dapat penulis ungkapkan dalam masalah perkawinan beda agama dengan penetapan pengadilan negeri antara lain: 11

12 1. Pada prinsipnya semua agama di Indonesia tidak menghendaki perkawinan beda agama. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak mengatur tentang perkawinan beda agama, menurut penulis sebaiknya perkawinan beda agama tidak dilakukan karena memang tidak dapat dilaksanakan dengan adanya larangan perkawinan berdasarkan agama. 2. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara haruslah cermat dalam memutus suatu perkara karena hakim dalam memutus perkara harus teliti dalam memberikan pertimbangan. Hakim hendaknya menguasai peraturan perundang-undangan sehingga mengetahui apakah suatu peraturan masih dapat digunakan atau tidak dikarenakan sudah ada hal yang berkaitan dengan peraturan tersebut yang menyebabkan peraturan tersebut menjadi tidak dapat dipakai lagi. Daftar Pustaka Buku: Darmabrata, Wahyono. Tinjauan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Rizkita Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif. Hukum Perkawinan Dan Keluarga Di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia Djubaedah, Neng. Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat (Menurut Hukum Tertulis Di Indonesia Dan Hukum Islam). Jakarta: PT Sinar Grafika, Harahap, M. Yahya. Hukum Perkawinan Nasional. Medan: C.V Zahir Trading Ichsan, Achmad. Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam Suatu Tinjauan Dan Ulasan Secara Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Pradnya Paramita Kansil, CST dan Christine SF Kansil. Penghantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka. cet Mahdi, Sri Soesilowati, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono. hukum perdata (suatu penghantar). Jakarta: Gitama Jaya

13 Mamudji, Sri, et. al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. cet. 1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Jakarta Kencana Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang. Situmorang, Victor M. dan Cormentyna Sitanggang. Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Soekanto, Soerjono. Penghantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-PRESS Subekti, Wienarsih Imam dan Sri Soesilowati Mahdi. Hukum Perorangan Dan Kekeluargaan Perdata. cet.1. Jakarta: Gitama Jaya Sugondo, Sulistyowati. Indonesian Civil Registration Case Studies: Analysis & Recommendations. Jakarta: GTZ, GG PAS. Konsorsium Catatan Sipil Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. cet. 5. Jakarta: UI Press Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam. cet.2. Jakarta: Universitas Indonesia PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: Indonesia. Undang-Undang Tentang Administrasi Kependudukan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. LN Tahun 1974 Nomor 1 TLN RI Nomor Yang telah dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. LN Tahun 1974 Nomor 1 TLN RI Nomor Indonesia. Undang-Undang Pencatatan Nikah, Nikah, Talak, dan Rujuk. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Nikah, Talak Dan Rujuk. Indonesia (3). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 2007 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. PP No. 37 Tahun LN Tahun 2007 nomor 80 TLN Nomor

14 Indonesia (3). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. PP No. 9 Tahun LN Tahun 1975 nomor 12. Indonesia. Perpres Pencatatan Sipil. Peraturan Presiden Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 INTERNET: Tentang Prasayarat Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil. Diunduh pada 16 April Diunduh pda tanggal 17 Januari Diunduh pada 16 April Diunduh pada tanggal 11 Juni Diunduh pada tanggal 11 Juni 2014 WAWANCARA: Wawancara dengan Pak Suhadi, S. Sos, MH, Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Kota Depok, pada tanggal 21 April SKRIPSI Shahrana Oliviani. Perkawinan Penghayat Kepercayaan Berdasarkan Peraturan Perundang- Undangan Di Indonesia (Tinjauan Terhadap Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan). Skripsi: Sarjana Hukum Universitas Indonesia. Depok

15 15

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adjeng Sugiharti

ABSTRAK. Adjeng Sugiharti ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN STATUS ANAK DILUAR KAWIN DALAM SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MEMBERIKAN STATUS KEPADA ANAK LUAR KAWIN (KASUS MACHICA

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA

SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA SEMINAR SEHARI PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM MASYARAKAT INDONESIA OLEH H.SISRUWADI, SH,M.Kn KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA YOGYAKARTA DALAM PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Ini tercermin dari semboyan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Komang Padma Patmala Adi Suatra Putrawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap manusia di muka bumi ini diciptakan saling berpasang-pasangan. Seorang pria dan seorang wanita yang ingin hidup bersama dan mereka telah memenuhi persyaratan-persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ketentuan hukum yang berlaku nasional dalam hukum perkawinan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam perkawinan, sudah selayaknya

Lebih terperinci

STATUS HUKUM ISTERI DARI PERKAWINAN SIRI YANG DICERAIKAN MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) DITINJAU DARI HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA.

STATUS HUKUM ISTERI DARI PERKAWINAN SIRI YANG DICERAIKAN MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) DITINJAU DARI HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA. STATUS HUKUM ISTERI DARI PERKAWINAN SIRI YANG DICERAIKAN MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) DITINJAU DARI HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA Oleh Ade Ezra Efendi Walenta Ibrahim R Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asmawi, Mohammad. Nikah (dalam Perbincangan dan Perbedaan). Yogyakarta:

DAFTAR PUSTAKA. Asmawi, Mohammad. Nikah (dalam Perbincangan dan Perbedaan). Yogyakarta: 141 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Asmawi, Mohammad. Nikah (dalam Perbincangan dan Perbedaan). Yogyakarta: Darussalam, 2004. Ali, Mohammad Daud. Asas-Asas Hukum Islam. Jakarta: Rajawali, 1990. Bisri, Cik Hasan.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA Oleh Raymond Ginting I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT A marriage

Lebih terperinci

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq ABSTRACT

PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA Abdul Kholiq * ABSTRACT Marriage is a part of human life on this earth, and in Indonesia live many human diverse religions recognized by the government,

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENETAPAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Analisis Putusan No. 109/Pdt.P/2014/PN.SKA)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENETAPAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Analisis Putusan No. 109/Pdt.P/2014/PN.SKA) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENETAPAN PERKAWINAN BEDA AGAMA (Analisis Putusan No. 109/Pdt.P/2014/PN.SKA) NASKAH PUBLIKASI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

BAB II. Perkawinan Campuran, Prosedur Dan Pencatatannya. Di Indonesia. Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat tidak

BAB II. Perkawinan Campuran, Prosedur Dan Pencatatannya. Di Indonesia. Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat tidak BAB II Perkawinan Campuran, Prosedur Dan Pencatatannya Di Indonesia A. Gambaran Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat tidak terlepas dari

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN DI BAWAH UMUR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh : Komang Juniarta Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial ataupun mahluk pribadi tidak dapat hidup seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa diharapkan berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah lembaga yang luhur untuk membentuk keluarga dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagaimana tersimpul dalam judul tesis ini, topik yang akan dibahas adalah perceraian pasangan suami isteri Kristen dan problematiknya. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan institusi atau lembaga yang sangat penting dalam, masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan

Lebih terperinci

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia 48 BAB III ANALISIS MENGENAI PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DIBERIKAN PENETAPAN OLEH HAKIM DAN DI DAFTARKAN KE KANTOR CATATAN SIPIL BAGI WARGA NEGARA INDONESIA 3.1 Kasus Posisi Pada tanggal 19 November 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing adalah konsekuensi logis dari perkembangan jaman serta pesatnya perkembangan wisatawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI TESIS Oleh : T A R S I NIM : R 100030064 Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERKAWINAN BAGI ORANG YANG BERBEDA AGAMA

PELAKSANAAN PERKAWINAN BAGI ORANG YANG BERBEDA AGAMA PELAKSANAAN PERKAWINAN BAGI ORANG YANG BERBEDA AGAMA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Fakhrani Ahliyah, Farida Prihatini, dan Sulaikin Lubis. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia.

Fakhrani Ahliyah, Farida Prihatini, dan Sulaikin Lubis. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia. Analisis Pembatalan Perkawinan Karena Saudara Sesusuan dan Akibat Hukum Terhadap Anak Hasil Perkawinan (Studi Kasus Permohonan Pembatalan Perkawinan Nomor 15/Pdt.G/2012/PA.PKc) Fakhrani Ahliyah, Farida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram )

JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN. ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram ) i JURNAL ILMIAH PROSES PELAKSANAAN PENETAPAN PENGADILAN TERHADAP PERMOHONAN AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Mataram ) Oleh : L I S M A Y A D I D1A 009 211 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang hubungannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA MASALAH PENCATATAN PERKAWINAN BEDA AGAMA MENURUT PASAL 35 HURUF a UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (Suatu Analisa Kasus Nomor 527/Pdt/P/2009/PN.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama

BAB I PENDAHULUAN. yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah unsur terpenting bagi penerus generasi pada suatu keluarga yang sekaligus juga merupakan harapan bangsa. Orang tua adalah orang pertama yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama. bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendirian, serta saling

BAB I PENDAHULUAN. makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama. bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendirian, serta saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya diciptakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama bagaimanapun juga manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai kodratnya, manusia mempunyai hasrat untuk tertarik terhadap lawan jenisnya sehingga keduanya mempunyai dorongan untuk bergaul satu sama lain. Untuk menjaga kedudukan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 ANALISIS YURIDIS HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA 1 Oleh : Ardika Lontoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaidah kaidah perkawinan dengan kaidah kaidah agama.

BAB I PENDAHULUAN. kaidah kaidah perkawinan dengan kaidah kaidah agama. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting bagi kehidupan manusia karena perkawinan tidak hanya menyangkut urusan pribadi kedua mempelai tetapi juga menyangkut urusan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN Oleh Made Topan Antakusuma Dewa Gde Rudy I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam aspek agama jelaslah bahwa terdapat enam agama yang diakui di Indonesia yakni Agama Islam, Hindu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, karena perkawinan merupakan keinginan dari seorang laki-laki dan perempuan untuk memulai hidup bersama

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted

Lebih terperinci

KEABSAHAN PERKAWINAN WARGA NEGARA INDONESIA YANG BERBEDA AGAMA

KEABSAHAN PERKAWINAN WARGA NEGARA INDONESIA YANG BERBEDA AGAMA KEABSAHAN PERKAWINAN WARGA NEGARA INDONESIA YANG BERBEDA AGAMA (Analisis Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dengan Pasal 35 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Studi Penetapan No.

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN (FASAKH) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN ISTRI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN ANAK YANG BERSTATUS WARGA NEGARA ASING YANG PERKAWINAN ORANG TUANYA TIDAK DICATATKAN DI INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN ANAK YANG BERSTATUS WARGA NEGARA ASING YANG PERKAWINAN ORANG TUANYA TIDAK DICATATKAN DI INDONESIA BAB II KEDUDUKAN ANAK YANG BERSTATUS WARGA NEGARA ASING YANG PERKAWINAN ORANG TUANYA TIDAK DICATATKAN DI INDONESIA A. Perkawinan Yang Dilangsungkan di Luar Negeri dan Kedudukannya di Indonesia Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya dalam pergaulan hidup bermasyarakat, dari sifat tersebut manusia dikenal sebagai mahluk

Lebih terperinci

MUHAMAD YUSUF BAHARUDDIN SM ALAMSJAH, SURINI AHLAN SJARIF, ENDAH HARTATI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA.

MUHAMAD YUSUF BAHARUDDIN SM ALAMSJAH, SURINI AHLAN SJARIF, ENDAH HARTATI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA. PERBANDINGAN HUKUM PERKAWINAN INDONESIA DENGAN SINGAPURA DALAM PENGATURANNYA MENGENAI AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN TERHADAP MANTAN SUAMI DAN MANTAN ISTRI, ANAK, DAN HARTA BERSAMA MUHAMAD YUSUF BAHARUDDIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN 2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian perkawinan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa sakral dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013 STATUS WARGA NEGARA ASING YANG MELANGSUNGKAN PERKAWINAN DENGAN WARGA NEGARA INDONESIA DI INDONESIA 1 Oleh : Monalisa Nggilu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENERAPAN HUKUM HARTA KEKAYAAN PERKAWINAN DALAM PERKARA YANG PARA PIHAKNYA WNI KETURUNAN TIONGHOA Niko Siahaan*, Yunanto, Herni Widanarti Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

LEGAL MEMORANDUM STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM HAL PEMILIKNYA TERIKAT PERKAWINAN CAMPURAN TANPA MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN

LEGAL MEMORANDUM STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM HAL PEMILIKNYA TERIKAT PERKAWINAN CAMPURAN TANPA MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN LEGAL MEMORANDUM STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM HAL PEMILIKNYA TERIKAT PERKAWINAN CAMPURAN TANPA MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN Rudijanto Budiman (1288007) ABSTRAK Penyusunan Legal Memorandum ini

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONST!TUSI

PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONST!TUSI PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONST!TUSI Oleh: DJAJA S. MELIALA, S.H., M.H. Copyright@ 2015 pada PENERBIT NUANSA AULIA Desain Cover: Media Sembiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di berbagai bidang, seperti perkembangan di bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN YANG BELUM MEMENUHI SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Billy Bidara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN

THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN THE JUDICIAL REVIEW PROPERTY RIGHTS CITIZENS WHO MARRY FOREIGNERS IN INDONESIA BASED ON LAW NUMBER 5 OF 1960 ON THE BASIC REGULATION OF AGRARIAN Syarifa Yana Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENCATATAN PERKAWINAN DAN PELAPORAN AKTA YANG DITERBITKAN OLEH NEGARA LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Perkawinan Beda Agama Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Juridical Review of

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PERMOHONAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA NO. 186/Pdt.P/2010/PN.

ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PERMOHONAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA NO. 186/Pdt.P/2010/PN. ANALISIS YURIDIS PROSEDUR PERMOHONAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA (STUDI KASUS PENETAPAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA NO. 186/Pdt.P/2010/PN.Ska) Griselda Meira Dinanti, 0806370034, Fakultas Hukum,Universitas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa warga negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci