BAB 3 ANALISIS KEBUTUHAN DAN TUJUAN SISTEM BASIS DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS KEBUTUHAN DAN TUJUAN SISTEM BASIS DATA"

Transkripsi

1 72 BAB 3 ANALISIS KEBUTUHAN DAN TUJUAN SISTEM BASIS DATA 3.1 Perumusan obyek penelitian Latar belakang penelitian Lembaga Pemasyarakatan untuk selanjutnya disebut lapas menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 26 Februari 1985 Nomor: M.01-PR Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis di bidang pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Lapas dipimpin oleh seorang Kepala, yang disebut dengan Kalapas. Lapas mempunyai tugas melaksanakan pemasyarakatan narapidana, untuk melaksanakan tugas tersebut Lapas mempunyai fungsi : 1) Melakukan pembinaan narapidana. 2) Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja. 3) Melakukan bimbingan sosial atau kerohanian narapidana. 4) Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lapas. 5) Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Lapas dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelas yaitu : a. Lapas kelas I; Kapasitas hunian standar 1500 orang b. Lapas kelas II A; Kapasitas hunian standar orang

2 73 c. Lapas kelas II B; Kapasitas hunian standar 500 orang Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas hunian atau daya tampung narapidana dan juga berdasarkan tempat kedudukan dan kegiatan kerja petugas Lapas ( berdasarkan struktur oganisasi yang berbeda beda ). Selain Lapas terdapat juga Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan (UPT Pemasyarakatan) lainnya yang bekerja dibawah Dirjen Pemasyarakatan yaitu : 1) RUTAN (Rumah Tahanan Negara), merupakan unit pelaksana teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 2) BAPAS (Balai Pemasyarakatan), merupakan pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemsayarakatan. 3) RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara), merupakan unit pelaksana di bidang penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara. Jumlah Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan seluruh Indonesia pada saat ini adalah sebagai berikut : a. Lembaga Pemasyarakatan ( Lapas ) Lapas kelas I : 10 Buah Lapas kelas IIA : 52 Buah Lapas kelas IIB : 137 Buah Jumlah Total : 199 Buah

3 74 b. Rumah Tahanan ( Rutan ) Rutan kelas I : 8 Buah Rutan kelas IIA : 7 Buah Rutan kelas IIB : 117 Buah Cabang Rutan : 58 Buah Jumlah Total : 190 Buah c. Balai Pemasyarakatan ( Bapas) Bapas kelas I : 14 Buah Bapas kelas II : 34 Buah Jumlah Total : 48 Buah d. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara ( Rupbasan ) Rupbasan kelas I : 33 Buah Rupbasan kelas II : 25 Buah Jumlah Total : 58 Buah Tugas, Fungsi dan Tata kerja dari Lapas Kelas II A, Lapas Kelas II B, Rutan, Bapas dan Rupbasan tidak dibahas dalam penulisan ini karena ruang lingkup dibatasi hanya mengenai Lapas kelas I dan yang berkaitan dengan warga binaan (mencakup narapidana, tahanan, dan sandera), pelayanan warga binaan, proses warga binaan, data data warga binaan dan tidak berkaitan dengan informasi data data petugas pemasyarakatan.

4 Struktur organisasi Lapas Cipinang terletak di sebelah timur kota Jakarta, tepatnya di Jl. Raya Bekasi Timur No.170 Kelurahan Cipinang Besar Jakarta Timur. Bangunannya berdiri diatas tanah seluas 12 hektar kemudian setelah mengalami renovasi luasnya menjadi 10 hektar. Terdiri dari 12 blok / lingkungan dengan tiap kamar blok berisi 1,3,9,17,23 orang. Disebelah Lapas ini terdapat Jl. Cipinang jaya yang membatasi Lapas dengan perumahan penduduk, pertokoan dan beberapa rumah pegawai Lapas. Disebelah kiri (barat) terdapat Jl.Cipinang Pemasyarakatan yang memisahkan antara Lapas dan kantor Imigrasi Jakarta Timur dan didepan Lapas terdapat Jl. Raya cipinang dan rel kereta api, sehingga wilayahnya sangat padat lalu lintas transportasi. Dibelakang Lapas (selatan) terdapat Jl.Cipinang Latihan yang memisahkan Lapas dengan perumahan pegawai atau penduduk. Secara statistik pada September 2002 tingkat hunian Lapas Cipinang adalah sebanyak 2435 orang pidana (terdiri dari 1183 narapidana dam 1252 tahanan), kemudian sampai akhir bulan Agustus 2004 tingkat hunian telah mencapai jumlah kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebanyak 3481 orang pidana (terdiri dari 1889 narapidana, 1587 tahanan, dan 5 sandera). Kondisi ini menjadikan Lapas Cipinang diklasifikasikan sebagai Lapas kelas I (>1500 orang). Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang sebagai unit pelaksana teknis Dirjen Pemasyarakatan memiliki struktur organisasi sebagai berikut :

5 76 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Wewenang dan tanggung jawab Struktur organisasi dan tata kerja Lembaga pemasyarakatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri kehakiman RI nomor M.01.PR Tahun 1985, tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. Secara garis besar, ikhtisar jabatan dalam struktur organisasi di Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut :

6 77 1) Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Tugas kepala lembaga pemsyarakatan adalah mengkoordinasikan tugas dibidang kegiatan kerja, administrasi keamanan dan tata tertib serta pengelolaan tata usaha Lembaga Pemasyarakatan meliputi urusan kepegawaian, keuangan dan rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan sesuai petunjuk, kebijaksanaan pimpinan serta peraturan yang berlaku dalam rangka pencapaian tujuan pemasyarakatan. 2) Bagian Tata Usaha Bagian Tata Usaha mempunyai tugas ketatausahaan dibidang umum (surat menyurat, perlengkapan dan rumah tangga), kepegawaian dan keuangan Lembaga Pemasyarakatan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Bagian Tata Usaha mempunyai tiga Sub Bagian yaitu : a. Sub-Bagian kepegawaian, mempunyai tugas melaksanakan urusan kepegawaian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku agar tercapai tertib administrasi kepegawaian. b. Sub-Bagian Keuangan, mempunyai tugas melaksanakan urusan keuangan Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka pemberian pelayanan administratif sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. c. Sub-Bagian Umum, mempunyai tugas melaksanakan urusan tata persuratan, perlengkapan dan kerumahtanggaan Lembaga

7 78 Pemasyarakatan untuk memberikan pelayanan administratif dan fasilitatif. 3) Bidang Pembinaan Narapidana Bidang Pembinaan Narapidana mempunyai tugas mengkoordinasikan pembinaan narapidana dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan dengan melaksanakan registrasi, membuat statistik serta dokumentasi sidik jari, memberikan bimbingan kemasyarakatan, mengurus kesehatan dan perawatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar para narapidana siap dikembalikan ke masyarakat. Bidang Pembinaan Narapidana mempunyai tiga seksi, yaitu : a. Seksi Registrasi, mempunyai tugas melaksanakan pencatatan dan membuat statistik serta dokumentasi narapidana dan tahanan sesuai dengan data dalam rangka pelaksanaan tugas pemasyarakatan. b. Seksi Bimbingan Kemasyarakatan, mempunyai tugas menyelenggarakan bimbingan dan pembinaan dibidang fisik, mental dan rohani, peningkatan pengetahuan asimilasi narapidana atau tahanan, pemberian izin cuti dan pelaksanaan pembebasan narapidana. c. Seksi Perawatan Narapidana, mempunyai tugas melaksanakan pengurusan kesehatan bagi narapidana dan tahanan serta memberikan perawatan dengan menyediakan fasilitas pengobatan dan konsumsi makanan bergizi untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan narapidana.

8 79 4) Bidang Kegiatan Kerja Bidang Kegiatan Kerja mempunyai tugas memberikan bimbingan latihan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka pembinaan narapidan atau tahanan. Bidang ini mempunyai tiga buah seksi, yaitu : a. Seksi Bimbingan Kerja, mempunyai tugas memberikan bimbingan dan petunjuk kerja dalam rangka memberikan keterampilan kepada narapidana atau tahanan dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. b. Seksi Sarana Kerja, mempunyai tugas mempersiapkan, mengeluarkan dan menyimpan fasilitas sarana atau peralatan kerja berdasarkan kebutuhan dalam rangka pembinaan. c. Seksi Pengelolaan Hasil Kerja mempunyai tugas menyelenggarakan pengelolaan hasil kerja narapidana atau tahanan sesuai petunjuk pimpinan dan peraturan yang berlaku dalam rangka menunjang kegairahan kerja dan pembinaan penghuni Lembaga Pemasyarakatan. 5) Bidang Administrasi dan Tata Tertib Bidang Administrasi dan Tata Tertib mempunyai tugas mengkoordinasikan kegiatan administrasi keamanan, pelaporan tata tertib sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam rangka terciptanya suasana aman dan tertib di lingkungan Lembaga

9 80 Pemasyarakatan, untuk menyelenggarakan tugas tersebut Bidang Administrasi dan Tata Tertib mempunyai fungsi : a. Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan. b. Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala di bidang keamanan dan menegakan tata tertib. Bidang Administrasi dan Tata tertib, mempunyai dua seksi, yaitu : a. Seksi Keamanan, mempunyai tugas pengamanan dan ketertiban dengan mengatur atau membuat jadwal tugas, penggunaan perlengkapan pengamanan dan penempatan petugas jaga sesuai dengan peraturan dan petunjuk yang berlaku. b. Seksi Pelaporan dan Tata tertib, mempunyai tugas membuat laporan keamanan secara berkala berdasarkan laporan harian, berita acara yang dibuat oleh satuan pengamanan yang bertugas sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. 6) Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pengamanan dan ketertiban sesuai jadwal tugas agar tercipta suasana aman dan tertib dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan, untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi :

10 81 a. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana; b. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban; c. Melakukan pengawalan penerimaan, penempatan dan pengeluaran narapidana; d. Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan; e. Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan. Adapun Kesatuan Pengamanan Lapas dipimpin oleh seorang Kepala dan membawahkan Petugas Pengamanan Lapas dan Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lapas. Kesatuan Pengamanan Lapas terdiri dari : (1) Komandan PORTIR, mempunyai tugas mengatur komandan regu I dan komandan regu II. Dimana Regu I bertugas mengawasi mobilitas pengujung yang masuk kedalam lembaga pemasyarakatan dan Regu II bertugas mengawasi mobilitas keluar masuk narapidana dan tahanan. (2) Komandan Peleton, mempunyai tugas mengatur komandan regu I dan komandan regu II. Dimana Regu I Pos bertugas mengawasi narapidana dan tahanan Lembaga Pemasyarkatan dari menara atas dan juga menjaga agar tidak ada pelarian lewat tembok Lapas dan Regu II Paste bertugas mengawasi narapidana dan tahanan dari dalam Lapas pada tiap tiap pos pos Blok di Lembaga pemasyarakatan.

11 82 (3) Kaurpam, mempunyai tugas untuk pengaturan blok dan kamar di Lapas dan penempatan narapidana dan tahanan pada masing masing Blok dan kamar di Lapas. Gambar 3.2 Strutur Organisasi Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan 3.2 Penentuan fakta kebutuhan dan tujuan sistem basis data Ruang lingkup analisis sistem yang berjalan Disebabkan luasnya data warga binaan yang dapat diolah dalam administrasi pemasyarakatan serta minimnya waktu dan sumber daya yang tersedia dalam mengembangkan perancangan sistem maka kami membatasi cakupan masalah yang akah dibahas dalam karya tulis ini agar dapat lebih terfokus penyusunannya. Bagian-bagian organisasi lembaga pemasyarakatan yang menjadi kajian penelitian sesuai dengan usulan sistem adalah sebagai berikut :

12 83 Gambar 3.3 Ruang Lingkup Sistem Usulan 1) Bidang pembinaan narapidana a. Seksi registrasi (1) Pendataan warga binaan yang masuk dan bebas. (2) Pendataan properti warga binaan. (3) Pendataan tabungan/titipan uang (4) Pendataan riwayat keluarga warga binaan b. Seksi bimbingan kemasyarakatan. (1) Pendataan tahap pembinaan narapidana. (2) Perhitungan remisi dan masa tahanan. (3) Pendataan izin keluar.

13 84 c. Seksi perawatan (1) Data warga binaan yang sakit dan menjalani rawat inap dalam atau luar. 2) Bidang keamanan dan ketertiban a. Seksi pelaporan dan tata tertib (1) Data pelanggaran tata tertib warga binaan 3) KPLP a. Pendataan pengunjung warga binaan. b. Penempatan blok dan kamar sel untuk warga binaan Mempelajari dokumen dan prosedur 1) Klasifikasi Dokumen Metode pendataan warga binaan yang digunakan saat ini adalah dengan cara melakukan penggolongan atau klasifikasi berdasarkan jenisnya (narapidana, tahanan, atau sandera) dan kemudian digolongkan kembali menurut lama masa pidana bagi narapidana dan instansi peradilan bagi tahanan. Selain itu klasifikasi dokumen juga diberikan pada proses atau bentuk data yang disesuaikan dengan fungsinya seperti pencatatan kunjungan,perawatan sakit, titipan barang warga binaan, dan sebagainya. Semua klasifikasi ini berfungsi untuk membedakan berkas dokumen yang akan dipakai dalam mencatat datanya. a. Klasifikasi A-I, adalah tahanan dari pihak kepolisian. b. Klasifikasi A-II, adalah tahanan dari pihak kejaksaan. c. Klasifikasi A-III, adalah tahanan dari pihak pengadilan negeri.

14 85 d. Klasifikasi A-IV, adalah tahanan dari pihak pengadilan tinggi. e. Klasifikasi A-V, adalah tahanan dari pihak Mahkamah Agung. f. Klasifikasi B-I, adalah narapidana yang dijatuhi hukuman diatas 1 tahun. g. Klasifikasi B-IIa, adalah narapidana yang dijatuhi hukuman antara 4 sampai dengan 12 bulan. h. Klasifikasi B-IIb, adalah narapidana yang dijatuhi hukuman antara 1 sampai dengan 3 bulan. i. Klasifikasi B-IIs, adalah narapidana yang dijatuhi hukuman kurungan pengganti pidana denda yang lama pidananya maksimal 1 bulan. j. Klasifikasi SH, adalah narapidana dengan hukuman mati atau kurungan seumur hidup. k. Klasifikasi C, individu yang disandera l. Klasifikasi D, pencatatan barang titipan m. Klasifikasi E, pencatatan data pengunjung n. Klasifikasi F, pencatatan data pelanggaran tata tertib dan hukuman yang diberikan. o. Klasifikasi G, pencatatan data perawatan sakit warga binaan p. Klasifikasi H, pencatatan narapidana dengan status kewarganegaraan asing.

15 86 2) Spesifikasi bentuk dokumen Untuk dapat memperjelas bentuk dokumen yang digunakan berikut kebutuh, yang berada dalam pengoperasian sistem tersebut. Maka penulis membuat format format dokumen masukan (input) dan bentuk dokumen keluaran (output) dari setiap pihak yang berkaitan. Dokumen input adalah segala bentuk masukan berupa dokumen yang akan diproses. Sehingga menghasilkan sistem keluaran atau output yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Adapun dokumen input adalah sebagai berikut: a. Nama dokumen : Berita Acara Penangkapan Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga binan tersebut terlibat kasus pidana atau pelanggaran hukum Sumber : Kepolisian RI Tujuan : Registrasi Media : Kertas Jumlah : 1 Berkas Frekuensi : Setiap ada kasus pidana Kepolisian b. Nama dokumen : Berita Acara Penyidikan Jaksa Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga binaan tersebut kasusnya sedang dalam proses penyidikan Sumber : Jaksa Tujuan : Registrasi Media : Kertas Jumlah : 1 Berkas

16 87 Frekuensi : Setiap ada kasus pengadilan yang kasusnya sedang diselidiki oleh Jaksa c. Nama dokumen : Surat Putusan Pengadilan Negeri Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga binaan tersebut sudah di putus Pengadilan Negeri Sumber : Pengadilan Tujuan : Registrasi Media : Kertas Jumlah : 1 Berkas Frekuensi : Setiap ada putusan Pengadilan Negeri d. Nama dokumen : Surat Pengajuan banding Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga binaan tersebut tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumber : Terpidana Tujuan : Registrasi Media : Kertas Jumlah : 1 Berkas Frekuensi : Setiap ada pengajuan banding e. Nama dokumen : Surat Putusan Pengadilan Tinggi Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga binaan tersebut sudah di putus Pengadilan Tinggi Sumber : Pengadilan Tinggi Tujuan : Registrasi

17 88 Media : Kertas Jumlah : 1 Berkas Frekuensi : Setiap ada putusan Pengadilan Tinggi f. Nama dokumen : Surat Putusan Mahkamah Agung Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga binaan tersebut sudah di putus Mahkamah Agung Sumber : Mahkamah Agung Tujuan : Registrasi Media : Kertas Jumlah : 1 Berkas Frekuensi : Setiap ada putusan Mahkamah Agung g. Nama dokumen : Data identitas diri Fungsi : Sebagai input identitas warga binaan Sumber : Registrasi Tujuan : Kaurpam dan Keperawatan Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada pidana masuk Lapas h. Nama dokumen : Surat Keterangan Sehat Fungsi : Sebagai bukti bahwa warga sehat tidak terkena penyakit dan layak untuk dipidanakan di Lapas Sumber : Keperawatan Tujuan : Registrasi Media : Kertas

18 89 Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada warga binaan masuk Lapas i. Nama dokumen : Dokumen Registrasi AI Fungsi : Untuk mengetahui bahwa warga binaan tersebut dalam proses penyidikan Kepolisian Sumber : Register Tujuan : Kabid Pembinaan Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada perubahan status tahanan j. Nama dokumen : Dokumen Registrasi AII Fungsi : Untuk mengetahui bahwa warga binaan tersebut dalam proses penyidikan Jaksa Sumber : Register Tujuan : Kabid Pembinaan Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada perubahan status tahanan k. Nama dokumen : Dokumen Registrasi AIII Fungsi : Untuk mengetahui bahwa warga binaan tersebut dalam proses Pengadilan Negeri Sumber : Register Tujuan : Kabid Pembinaan Media : Kertas

19 90 Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada perubahan status tahanan l. Nama dokumen : Dokumen Registrasi AIV Fungsi : Untuk mengetahui bahwa warga binaan tersebut dalam proses Pengadilan Tinggi Sumber : Register Tujuan : Kabid Pembinaan Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada perubahan status tahanan m. Nama dokumen : Dokumen Registrasi AV Fungsi : Untuk mengetahui bahwa warga binaan tersebut dalam proses Pengadilan Mahkamah Agung. Sumber : Register Tujuan : Kabid Pembinaan Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada perubahan status tahanan n. Nama dokumen : Dokumen Penempatan kamar sel dan blok WB Fungsi : Untuk mengetahui dimana Blok dan kamar sel warga binaan. Sumber : Kaurpam Tujuan : Register Media : Kertas

20 91 Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada perubahan kamar dan WB masuk o. Nama dokumen : Dokumen Pelanggaran Pidana Fungsi : Untuk informasi bahwa warga binaan tersebut pernah melakukan pelanggaran di lapas. Sumber : Keamanan Tujuan : Bimkemas, Kabid Kamtib Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada warga binaan yang melangar peraturan tata tertib lapas Format : Lampiran B.7 p. Nama dokumen : Dokumen Surat Bebas Fungsi : Untuk mengetahui warga binaan yang akan bebas dan sudah bebas Sumber : Register Tujuan : Kabid Pembinaan, Kalapas dan Portir Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap warga binaan bebas q. Nama dokumen : Dokumen Pembinaan Pidana Fungsi : Untuk mengetahui proses pidana warga binaan Sumber : Bimkemas Tujuan : Kabid Pembinaan, Kalapas dan Portir

21 92 Media : Kertas Jumlah : 1 Lembar Frekuensi : Setiap ada warga binaan baru yang sudah divonis 3) Struktur kode Struktur kode pada sistem yang berjalan dibuat mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh Departemen Kehakiman, struktur ini memiliki arti tersendiri pada tiap bagiannya sehingga memudahkan para petugas untuk memahaminya.dibawah ini dijelaskan elemen data yang dijadikan kode-kode tersebut: a. Kode daftar Warga Binaan Format : W E a. W B P / 2 9 / Panjang : 26 digit Tipe W : Teks : Wilayah 07 : Kode kantor Wilayah DKI Jakarta Ea : Kode Wilayah lembaga pemasyarakatan Kelas I Cipinang WBP : Kode Warga Binaan Pemasyarakatan 002 : Nomor urut Masuk ke Lapas, jumlah Warga Binaan yang masuk ke Lapas rata-rata perhari 100 orang sehingga maksimal : Kode Bulan, bulan pada saat Warga Binaan masuk

22 93 29 : Kode Tanggal, tanggal pada saat Warga Binaan masuk 2004 : Kode Tahun, Tahun pada saat Warga Binaan masuk Contoh : W7-Ea.WBP /29/2004 : Warga Binaan yang masuk dengan nomor urut ke-2 masuk pada bulan ke-01 tanggal 29 tahun b. Kode Registrasi Tahanan Format : A I I / Panjang : 13 digit Tipe A : Teks : Kode yang menyatakan bahwa Warga Binaan tersebut Tahanan II : Kode untuk menyatakan bahwa tahanan tersebut berasal dari instansi Jaksa : Kode Nomor urut tahanan Jaksa, jumlah Warga Binaan yang masuk ke Lapas rata-rata perhari biasanya 100 orang sehingga maksimal : Kode Tahun Contoh : AII-0002/2002 : Tahanan Jaksa yang masuk dengan nomor urut ke-2 tahun 2004.

23 94 c. Kode Registrasi Narapidana Format : B I I / Panjang : 13 digit Tipe B : Teks : Kode yang menyatakan bahwa Warga Binaan tersebut Napi. II : Kode untuk menyatakan bahwa napi tersebut memiliki masa hukuman dibawah 12 bulan : Kode Nomor urut napi, jumlah Warga Binaan yang masuk ke Lapas rata-rata perhari biasanya 100 orang sehingga maksimal : Kode Tahun Contoh : BII-0002/2002 : Narapidana yang masuk dengan nomor urut ke-2 tahun 2004 d. Kode Registrasi Sandera Format : C I I / Panjang : 13 digit Tipe C : Teks : Kode yang menyatakan bahwa Warga Binaan tersebut

24 95 Sandera. II : Kode untuk menyatakan bahwa Warga Binaan tersebut memiliki masa hukuman dibawah 12 bulan : Kode nomor urut, jumlah Warga Binaan yang masuk ke Lapas rata-rata perhari biasanya 100 orang sehingga maksimal : Kode Tahun Contoh : C II-0002/2002 : Sandera yang masuk dengan nomor urut ke-2 tahun 2004 e. Kode Nomor Lapas Format : W E a Panjang : 6 digit Tipe w : Teks : Wilayah 07 : Kode Wilayah DKI Jakarta Ea : Kode Pemasyarakatan Kelas I Cipinang f. Kode Pelanggaran Format : F 0 I / 2 1 / Panjang : 11 digit

25 96 Tipe 0I : Teks : Kode yang menyatakan bulan terjadinya peristiwa pelanggaran tata tertib di Lapas 21 : Menyatakan kode tanggal terjadinya peristiwa pelanggaran tata tertib di Lapas 2004 : Menyatakan kode tahun terjadinya peristiwa pelanggaran tata tertib di Lapas F : Kode untuk menyatakan pelanggaran g. Kode Blok Format : 0 0 I A Panjang : 4 digit Tipe 00I : Teks : Kode yang menyatakan Blok dengan urut 00I A : Kode untuk menyatakan baris Blok 4) Prosedur keamanan dan tata tertib Selama berada di lingkungan Lapas Cipinang, Warga binaan terikat dalam peraturan peraturan tata tertib yang wajib dipatuhi. Tata tertib ini ditekankan oleh pihak Lapas Cipinang untuk menjamin adanya keteraturan dalam kegiatan sehari-hari warga binaan dan mencegah tindakan anarkis yang dapat mengganggu proses pemasyarakatan. Beberapa contoh aturan tata tertib ini antara lain :

26 97 a. Larangan tindak perkelahian antar warga. b. Larangan untuk memiliki barang barang yg tidak diizinkan (semacam benda tajam, obat-obatan yg belum terdaftar, dan sebagainya). c. Larangan bermain judi. d. Larangan untuk mencuri barang milik sesama warga. e. Kewajiban untuk menjaga dan merawat properti Lapas. f. Kewajiban untuk mematuhi perintah petugas Lapas. Pelanggaran terhadap tata tertib ini mengakibatkan adanya sanksi atau hukuman yang dikenakan sebagai salah satu upaya menegakkan disiplin. Hukuman ini antara lain adalah pemberian denda dalam bentuk uang atau penempatan didalam sel isolasi khusus (untuk saat ini hukuman dalam bentuk denda kurang begitu banyak dilakukan lagi dan lebih difokuskan pada hukuman isolasi). Besar denda atau lama kurungan isolasi bervariasi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Seluruh peristiwa keamanan dan pelanggaran tata tertib ini akan dicatat pada berkas dengan klasifikasi F. 5) Prosedur pembinaan narapidana Narapidana yang menjalani masa hukumannya di Lapas Cipinang wajib dan berhak mengikuti program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Lapas Cipinang. Fokus kegiatan mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Kesadaran berbangsa dan bernegara

27 98 c. Kecerdasan intelektual d. Sikap dan perilaku e. Kesehatan jasmani dan rohani f. Kesadaran hukum g. Re-integrasi sehat dengan masyarakat h. Keterampilan kerja; dan i. Latihan kerja dan produksi Tujuan dari pembinaan ini adalah untuk memperbaiki kekurangan kekurangan yang dimiliki oleh para narapidana secara fisik ataupun mental agar mereka dapat menyadari kesalahan yang pernah dilakukannya dan berusaha untuk memperbaiki serta membangun sikap mental yang baik agar dapat mencegah terulangnya lagi keinginan untuk melakukan tindak kejahatan yang pernah dilakukan. Tujuan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan narapidana tersebut agar ketika telah selesai masa hukumannya dan bebas dari Lapas Cipinang dapat berbaur kembali dalam masyarakat tanpa hambatan yang berarti. Salah satu proses utama dalam pembinaan ini adalah dilakukannya kegiatan penelitian pemasyarakatan untuk mengetahui latar belakang kehidupan narapidana. Secara umum pembinaan ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu : 1. Tahap awal, dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan satu per tiga dari masa hukumannya.pada tahap ini dilakukan pengamatan, pengenalan dan

28 99 penelitian lingkungan selama 1 bulan kemudian setelah itu dibuat perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian berikut pelaksanaan dan penilaiannya. 2. Tahap lanjutan pertama sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan setengah dari masa hukuman dan tahap lanjutan kedua sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan dua per tiga masa hukumannya.aspek utama dalam tahap lanjutan pertama adalah sebagai berikut : a. Perencanaan program pembinaan lanjutan b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan program lanjutan d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi 3. Tahap akhir, dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa hukuman dari narapidana yang bersangkutan.pembinaan tahap ini meliputi : a. Perencanaan program integrasi b. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir Pengalihan pembinan dari satu tahap ke tahap lain ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan (Petugas yang melakukan pembinaan), Pembimbing Pemasyarakatan (Petugas yang melaksanakan pembimbingan klien di BAPAS atau Balai Pemasyarakatan), Pengaman Pemasyarakatan (Petugas yang melaksanakan pengamanan narapidana di Lapas ) dan wali narapidana.

29 100 6) Prosedur bimbingan kerja Dalam Lapas Cipinang, bimbingan kerja diberikan kepada narapidana sebagai salah satu upaya pembinaan agar dapat memiliki modal keterampilan bekerja setelah bebas dan kembali ke tengah masyarakat. Kegiatan kerja ini bersifat sukarela dengan perlengkapan dan bahan-bahan yang dibutuhkan disiapkan oleh Lapas Cipinang. Pekerjaan yang diberikan dibagi dalam beberapa kategori dengan setiap kategori memiliki berbagai variasi kerja sesuai hasil yang didapat. Kategori tersebut antara lain : a. Pertukangan Memiliki kegiatan kerja yang berhubungan dengan pengolahan bahan baku kayu atau besi dengan hasil semacam kursi, lemari, daun pintu, kusen, teralis besi pagar, dan sebagainya b. Peternakan Kegiatan beternak yang dapat dilakukan di Lapas Cipinang adalah ternak ayam atau ternak ikan lele. c. Perkebunan Kegiatan berkebun yang dapat dilakukan di Lapas Cipinang adalah menanam jagung, bayam, atau budidaya tanaman hias. d. Elektronik Kategori ini mengutamakan keahlian melakukan reparasi barang-barang elektronik semacam radio atau televisi.

30 101 e. Montir Lapas Cipinang memiliki sebuah bengkel kecil yang digunakan untuk kegiatan kerja yang berhubungan dengan otomotif (mobil atau sepeda motor). f. Konveksi Kategori ini mencakup kegiatan kerja yang berhubungan dengan garmen atau tekstil.antara lain menjahit atau sablon pakaian. Lapas Cipinang memperkenankan bantuan yang diberikan oleh pihak luar dalam melakukan bimbingan kerja tersebut seperti dari Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi amal lainnya. Pada waktu-waktu tertentu kerja sama antara Lapas Cipinang dan perusahaan komersial dalam melakukan produksi kerja tertentu dapat dimungkinkan dengan warga binaan sebagai tenaga kerjanya. Kerja sama ini diatur secara khusus pelaksanaannya dan pembagian hasil serta upah kerja diberikan secara merata dan adil sesuai kesepakatan kerja awal. 7) Prosedur pelayanan kesehatan Saat ini di Lapas Cipinang telah tersedia rumah sakit berikut fasilitasnya untuk kebutuhan rawat inap dengan dukungan beberapa dokter untuk memberikan layanan kesehatan warga binaan. Penyakitpenyakit yang umum berjangkit dapat ditangani oleh rumah sakit ini namun bila penyakit tersebut tergolong berat dan berada diluar kemampuan fasilitas yang ada maka dapat dilakukan pengobatan diluar

31 102 Lapas Cipinang setelah mendapat izin keluar (rumah sakit rujukan yang biasa diberikan adalah rumah sakit Polri di Kramat Jati). Pemeriksaan kesehatan secara berkala dilakukan setiap satu bulan sekali bagi para warga binaan yang hasilnya dicatatkan pada kartu kesehatan masing-masing. Apabila warga binaan meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya atau sebab lain maka pihak Lapas Cipinang wajib memberitahukan kepada keluarganya agar jenazah dan barang milik dapat diambil. 8) Prosedur tabungan atau titipan uang Sesuai aturan, penggunaan uang oleh warga binaan didalam lokasi Lapas Cipinang tidak diperkenankan. Aturan ini diberlakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (usaha penyuapan petugas, tindak pemerasan antar warga, kecemburuan sosial, dan lain-lain) apabila terjadi peredaran uang secara bebas. Sebagai gantinya, keberadaan uang tersebut dititipkan dan dikelola bagian registrasi dengan menggunakan sistem tabungan. Setiap uang yang masuk ataupun keluar dari seorang warga binaan akan dicatat dalam suatu buku catatan khusus. 9) Prosedur kunjungan Seluruh warga binaan berhak untuk menerima kunjungan dari pihak keluarga, penasihat hukum atau orang tertentu lainnya, Pelaksanaan kunjungan ini dilakukan pada ruangan khusus pengunjung

32 103 di Lapas Cipinang dan dapat dilakukan setiap hari pada jam yang telah ditentukan (sekitar pukul 8 pagi sampai dengan pukul 5 sore). Dalam peraturannya pengunjung harus diperiksa terlebih dahulu untuk mencegah masuknya barang-barang terlarang ke dalam Lapas dan dicatat datanya ke dalam dokumen klasifikasi E. 10) Prosedur perhitungan remisi narapidana dan masa kurungan tahanan Salah satu hak dari Narapidana adalah mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman penjara. Narapidana akan mendapatkan remisi jika selama di Lembaga Pemasyarakatan tidak melakukan tindakan yang mengganggu keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan. Adapun hitungan umum mengenai expirasi (hitungan sementara dimana narapidana akan keluar dari lembaga pemasyarakatan) adalah tanggal putusan pidana ditambah hukuman dikurangi potah (potong tahanan). Saat ini, perhitungan tersebut masih menggunakan tabel kalendar tahun kabisat (Telram). Remisi yang diberikan kepada narapidana telah diatur oleh Undang-Undang RI No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Keputusan Presiden RI No. 174 tahun 1999 tentang remisi. Besarnya remisi yang mungkin diberikan ditampilkan adalah sebagai berikut :

33 104 Besar Remisi Telah menjalani masa hukuman 1 Bulan 6 Bulan 12 bulan Remisi Umum Remisi Khusus RT 2 Bulan 12 Bulan Lebih 3 Bulan Pada Tahun ke 2 4 Bulan Pada Tahun ke 3 5 Bulan Pada Tahun ke - 4 dan ke 5 6 Bulan Pada Tahun ke - 6 dan seterusnya 15 Hari 6 Bulan 12 bulan 1 Bulan 12 Bulan Lebih 1 Bulan Pada Tahun ke 2 1 Bulan 15 Hari Pada Tahun ke - 4 dan ke 5 2 Bulan Pada Tahun ke - 6 dan seterusnya Seper tiga RU Jika Pemuka Seper dua RU Telah berjasa pada Negara Tabel 3.1 Perhitungan Remisi Remisi umum (RU) diberikan pada waktu peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.Remisi khusus (RK) diberikan pada setiap hari besar keagamaan sesuai dengan agama yang dianut oleh narapidana dan anak pidana yang bersangkutan. Remisi Tambahan (RT) diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang mengabdi kepada negara dan masyarakat serta membantu petugas dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Sedangkan untuk tindak pidana yang belum diputus masa pidananya atau masih dalam proses, perhitungan pemrosesan pidana terdapat pada tabel 3.2

34 105 Asal tahanan Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Negeri Tingkat Banding (Pengadilan Tinggi) Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung) Hitungan masa penahanan 20 hari, perpanjang 40 hari, Jika lebih dikeluarkan 20 hari, perpanjang 40 hari, Jika lebih dikeluarkan 30 hari, perpanjang 60 hari, Jika lebih dikeluarkan 30 hari, perpanjang 60 hari, Jika lebih dikeluarkan 30 hari, perpanjang 60 hari, Jika lebih dikeluarkan Tabel 3.2 Perhitungan masa penahanan Apabila lebih dari itu maka pihak lembaga pemasyarakatan berhak mengeluarkan tahanan dengan konfirmasi instansi yang mengirim Analisis sistem berjalan 1) Observasi sistem berjalan Ketika ditempatkan dalam Lapas Cipinang, seorang warga binaan dapat mengalami perubahan status keberadaannya mengikuti perkembangan hukum yang terjadi. Sebagai ilustrasi, seseorang dapat ditahan karena kasus pidana oleh polisi untuk kemudian ditempatkan dalam Lapas Cipinang sebagai seorang tahanan, bila masa penyidikan usai dan cukup bukti maka polisi akan melimpahkan berkasnya kepada

35 106 jaksa untuk dilakukan penuntutan hingga akhirnya pengadilan menjatuhkan vonis bebas atau bersalah. Dari status semula tahanan sampai akhirnya menjadi narapidana dapat dialami warga binaan ketika mendekam di Lapas Cipinang. Aturan dan prosedur yang berlaku untuk sistem penahanan peradilan pidana ini cukup rumit dan sepenuhnya berada didalam wilayah ilmu hukum. Karena karya tulis ini memfokuskan pada pengembangan di sisi teknologi informasi, namun pemahaman terhadap sistem penahanan peradilan pidana ini kami anggap cukup penting agar dapat mengikuti kebutuhan sistem informasi yang diinginkan, untuk itu bagi pembaca yang berminat mempelajarinya, kami memberikan ringkasan prosedurnya di lampiran alur peradilan pidana pada halaman belakang. Untuk observasi lapangan dilakukan pada sistem yang berjalan untuk proses penerimaan seluruh warga binaan mengikuti prosedur penerimaan baku narapidana. Sistem ini diberlakukan dari awal masuk Lapas Cipinang sampai akhirnya dibebaskan.tahap-tahap dari sistem yang berjalan tersebut adalah sebagai berikut:

36 107 a. Tahap penerimaan Gambar 3.4 Tahapan penerimaan warga binaan Keterangan : Buku Presiosa : Buku besar yang berisikan barang atau benda titipan warga binaan yang menitipkan barang atau uang penitipannya pada petugas registrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Lapas.

37 108 b. Tahap penempatan Meja II KAURPAM Menempatkan ke dalam Blok Berdasarkan Klasifikasi : o Jenis Kelamin o Umur o Residivis o Kewarganegaraan o Jenis Kejahatan / Pelanggaran o Lama Pidana Administrasi : o Mengurutkan daftar nama sesuai abjad o Daftar penempatan o Mencatat pada papan data Tahap Pidana Tahap I. 0 s/d 1/3 MP Max. Security Tahap II. 1/3 s/d ½ MP Medium Security Tahap III. ½ s/d 2/3 MP Minimum Security Asimilasi Tahap IV. 2/3 s/d Bebas Integrasi Tahap I - III Program Pembinaan 1. Keamanan 2. Kesehatan 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Keagamaan 6. Rekreasi 7. Kemasyarakatan 1 PB ( Pelepasan Bersyarat ) 2. CMB ( Cuti Menjelang Bebas ) 3. Bebas 4. Remisi 5. Bebas Murni Gambar 3.5 Tahapan penempatan warga binaan c. Tahap pengeluaran Meja I Portir / Dan Jaga Meja II KAURPAM Meja III Register / Permbinaan o o o o Mencocokkan Surat Lepas Menandatangani Buku Pengeluaran Mencatat dalam buku jaga Mengeluarkan WBP o Memeriksa Surat Lepas o Memeriksa badan / barang o Menandatangani buku pengeluaran o Mencatat pada Buku Laporan o Menyerahkan ke Meja I o o o o o Mencatat surat lepas dengan tanda tangan Kalapas Membuat surat pada Hakim Pengawas dan Pengamat ( Tanda tangan Kalapas ) Menyerahkan Barang Titipan Mengambil Sidik Jari Menyerahkan Ke Meja III Gambar 3.6 Tahapan pengeluaran warga binaan Diagram Arus Dokumen Yang Berjalan Prosedur Pelayanan Narapidana dikutip dari makalah Pendidikan Dasar Pemasyarakatan angkatan 2001 Oleh Sihabudin. Bc.Ip, SH, MH

38 109 Keterangan : CMB : (Cuti Menjelang Bebas) Cuti yang diberikan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan pada saat menjelang pembebasan, minimal sisa hukuman 2 bulan sebelum bebas dan diberi waktu selama 2 x 24 Jam untuk keluar dari Lapas dengan jaminan salah satu keluarganya. CMK : (Cuti Mengunjungi Keluarga) Cuti yang diberikan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan untuk keperluan tertentu yang dianggap perlu seperti mengunjungi keluarga karena keluarganya terkena musibah. Asimilasi : Proses pembinaan narapidanadan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik Pemasyarakatan dalam kehiduapan masyarakat. Integrasi : Pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dengan masyarakat. PB : (Pembebasan Bersyarat) yaitu bebas dengan syarat jaminan atau dengan membayar denda hukuman kepada pemerintah sesuai dengan pasal dan hukuman yang berlaku yang di langgar oleh narapidana dan anak didik pemasyarakatan dan juga telah berjasa kepada negara atau pemerintah dan telah menjalani sekurang kurangnya 2/3 masa pidananya minimal 9 bulan.serta disetujui oleh pihak keluarga, lingkungan Desa atau Kelurahan, pihak kepolisian, Jaksa, Hakim, Pihak Bapas dan pihak Lapas.

39 110 Diagram Alir Dokumen sistem yang berjalan Warga Binaan KPLP ( Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan PORTIR Kaurpam Ka. KPLP Berkas - Berkas Warga Binaan Memeriksa Vonis, memeriksa Penempatan, memeriksa Badan, memeriksa Barang Bawaan Meneliti BAP, Memeriksa Vonis, memeriksa Penempatan, memeriksa Badan, memeriksa Barang Bawaan Laporan Jumlah Kapasitas Lapas Buku Jaga File PORTIR Berkas Penerimaan Warga Binaan Baru A Laporan Blok J Kartu Berobat Warga Binaan C File Kaurpam C E Laporan Warga Binaan Bebas H C Penempatan ke dalam Blok Data Blok dan Kamar Warga Binaan Laporan Warga Binaan Cuti, Berobat Keluar Data Kapasitas LAPAS Surat Bebas File Kaurpam File KPLP A D A Surat Bebas

40 111 PEMBINAAN Register BIMKEMAS Keperawatan KABID Pembinaan A Meneliti BAP, Memeriksa Vonis, memeriksa Penempatan, memeriksa Barang Bawaan, Menerima BAP dan memberikan iventaris barang Proses Bina Narapidana Dokumen Pembinaan F Pemeriksaan Pidana E Laporan Data Pidana G BAP Warga Binaan C Registrasi Warga Binaan & Barang F E Proses 1/3 MP Proses 1/2 MP S/d 2/3 MP Data Pidana Sakit dan sehat G Laporan Usulan Remisi Pemeriksaan Penempatan Blok dan kamar File Register C Dokumen Penitipan Barang Proses 2/3 MP sampai Bebas Dokumen Usulan Remisi B File Bimpas H Pemeriksaan Penyakit dan pemberian rawat inap di Blok Keperawatan Dokumen Rawat Inap di Perawatan Surat peryataan Dokter penyakit tidak bisa diobati didalam Lapas Laporan Pidana Bebas Laporan Pidana Berobat Pemeriksaan Remisi & Potong Hukuman C Pidana Izin Berobat Luar D Dokumen Narapidana dapat Remisi Surat Izin Berobat Luar File KABID Pembinaan C Pidana Bebas File Keprawatan C Surat Bebas I J

41 112 KAMTIB Pengunjung Warga Binaan KASI ADKAMTIB KASI KEAMANAN KABID KAMTIB KALAPAS Kartu Pengunjung Pemeriksaan Badan dan Bawaan pengunjung Warga Binaan Pelanggaran W arga Binaan Laporan Kunjungan W arga Binaan I Laporan Pembinaan Dokumen Pengunjung Dokumen Pelanggaran File ADKAMTIB Laporan Pelanggaran Laporan KPLP D C B Surat Pangilan di Besuk File KEAMANAN C File KABID KAMTIB C Laporan KAMTIB Gambar 3.7 Diagram alir dokumen sistem yang berjalan A : Berkas Pidana F : Berkas Acara Pemeriksaan Pidana (BAP ) B : Dokumen Pelanggaran C : Data Blok dan Kamar D : Laporan Ka.KPLP E : Laporan Registrasi Pidana G : Surat Keterangan Sehat H : Kartu Berobat I : Laporan Pembinaan J : Surat Bebas

42 113 2) Hasil wawancara Ketika melakukan survei lapangan pada awalnya kami melakukan wawancara dengan salah satu staf di bagian registrasi yaitu dengan Bapak Mashudi, dalam wawancara tersebut, diberikan gambaran secara umum mengenai situasi kerja di bagian registrasi dimana segala sesuatunya masih dilakukan dengan cara manual dalam proses pencatatan warga binaan. Usulan kami untuk melakukan proses tersebut secara terkomputerasi mendapat respon positif Hasil analisis kebutuhan dan tujuan Sistem Basis Data Dari hasil wawancara, observasi, dan penelitian dokumen yang telah dilakukan maka dapat diberikan analisis terhadap kebutuhan sistem basis data beserta tujuannya seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini. Need Goal Entity Sistem informasi WargaBinaan data pribadi warga binaan Dibutuhkan informasi pribadi dan latar belakang warga binaan yang menjadi penghuni lapas Dibutuhkan informasi mengenai status hukum warga binaan yang menjadi penghuni lapas Dibutuhkan informasi mengenai warga binaan yang mendapat perawatan kesehatan selama di lapas maupun diluar lapas Dibutuhkan informasi pengunjung yang menjenguk warga binaan Dibutuhkan informasi warga binaan yang mendapat bebas Sistem informasi status hukum warga binaan Sistem informasi perawatan warga binaan Sistem informasi pengunjung warga binaan Sistem informasi pembebasan warga binaan Polisi,Hakim,Jaksa, Pengacara,Panitera, Tahanan,Narapidana, Sandera,WargaBinaan WargaBinaan,Pengobatan, IzinKeluar,Dokter WargaBinaan,pengunjung, Pegawai WargaBinaan,Bebas, Pegawai

43 114 Need Goal Entity Sistem informasi WargaBinaan,IzinKeluar, Pegawai izin keluar warga binaan Dibutuhkan informasi tentang pemberian izin keluar bagi warga binaan Dibutuhkan informasi tentang bimbingan kerja yang dilakukan oleh narapidana Dibutuhkan informasi mengenai jumlah tabungan warga binaan Dibutuhkan informasi mengenai pembinaan bagi narapidana Dibutuhkan informasi mengenai perhitungan remisi bagi narapidana Dibutuhkan informasi mengenai penempatan kamar sel bagi warga binaan Dibutuhkan informasi pelanggaran yang dilakukan oleh warga binaan Sistem informasi bimbingan kerja narapidana Sistem informasi tabungan warga binaan Sistem informasi pembinaan lapas Sistem informasi remisi warga binaan Sistem informasi sel lapas Sistem informasi keamanan WargaBinaan, BimbinganKerja,Pegawai WargaBinaan,Tabungan, Pegawai WargaBinaan,Pembinaan, Pegawai WargaBinaan,Remisi WargaBinaan,Sel WargaBinaan,Pelanggaran, Pegawai Tabel 3.3 Hasil analisis kebutuhan dan tujuan Sistem Basis Data

44 Analisis SWOT Aplikasi Sistem Basis Data Eksternal Dari analisis kebutuhan dan tujuan Sistem Basis Data diatas, dapat dibuat matriks faktor strategi internal dan eksternal seperti dibawah ini : Internal Opportunities (O) 1. Pelaporan/ penyampaian informasi yang akurat 2. Data yang sudah terintegrasi 3. Peningkatan optimasi penggunaan kapasitas hunian Threat (T) 1. Penyebaran virus yang semakin berkembang 2. Kemungkinan data hilang akibat gangguan H/W 3. Kemungkinan data diserang oleh hacker Analisis SWOT Strength (S) 1. Pola kerja semimiliteristik yang disiplin sehingga penerapan sistem baru lebih mudah 2. Sistem dokumentasi manual yang telah teruji 3. Adanya dukungan manajemen 1. Memanfaatkan struktur sistem dan pola kerja yg lama untuk mengadaptasi sistem yg baru 2. Dengan adanya dukungan manajemen dapat membantu dan mempermudah penerapan sistem yg baru Weakness (W) 1. Dana pengembangan terbatas 2. Penolakan pegawai terhadap sistem baru 3. Proses birokrasi yang rumit 4. Kemampuan pegawai dalam IT sangat beragam 1. Dapat menghasilkan dokumentasi administrasi yang efisien dan penyajian informasi secara akurat dan tepat guna dengan dana yang terbatas 2. Dengan informasi yang akurat serta data yang terintegrasi dengan semua bagian diharapkan dapat memudahkan proses birokrasi 1. Dapat mengandalkan 1. Melakukan estimasi biaya sistem dokumentasi secara rinci dalam manual jika sewaktuwaktu terjadi gangguan keamanan yang tepat penggunaan sistem pada sistem baru 2. Melakukan pelatihan 2. Dengan pola kerja yang pegawai dalam bidang IT lama dapat diharapkan secara berkala serta merekrut menangkal segala ahli komputer ancaman Tabel 3.4 Analisis SWOT

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan undang-undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia juga telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

Lebih terperinci

A.I Tingkat Penyidikan (Kepolisian)

A.I Tingkat Penyidikan (Kepolisian) A.I Tingkat Penyidikan (Kepolisian) a. N a m a a. Tempat dan (Tanggal, Bulan, Tahun) Kelahiran a. Instansi yang memerintahkan a. Tanggal masuk LPAS a. Tanggal pemindahan, b. No.KTP/Identitas Lain b. Tempat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-05.OT.01.01 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN NOMOR M.01-PR.07.03 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 52 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Lembaga Pemasyarakatan Wanitan Kelas IIA Way Hui 4.1.1 Lokasi Penelitian Gambar 1. Lapas Wanita Kelas IIA Way Hui Lokasi penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda

BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda BAB IVGAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kalianda Lapas Kalianda awalnya merupakan Rumah Tahanan Politik (RTP), kemudian pada tahun 1976 ditingkatkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG 31 BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I CIPINANG 3.1. Keadaan Umum Rumah Tahanan Klas I Cipinang Rumah Tahanan Klas I Cipinang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan marupakan instansi pemerintah yang berada dibawah naungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang memiliki visi pemulihan

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. data-data yang dimiliki harus aman dari berbagai gangguan. system, yang kemudian dikembangkan lagi menjadi database system.

BAB 1 PENDAHULUAN. data-data yang dimiliki harus aman dari berbagai gangguan. system, yang kemudian dikembangkan lagi menjadi database system. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data merupakan salah satu hal yang penting dari sebuah organisasi. Data yang dimiliki dapat diolah menghasilkan informasi yang sangat berguna bagi perkembangan organisasi

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1452, 2014 KEMENKUMHAM. Pengubahan Klas. UPT. Pemasyarakatan. Penilaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai pengurangan masa pidana (remisi)

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul) WAWANCARA Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul) Terwawancara : AKP Sri Pamujiningsih (Kanit dan Penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Utara. A. Wawancara dengan unit

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Denah Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa KANTOR PU TEMPAT TEMU BESUK KANTIN

Denah Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa KANTOR PU TEMPAT TEMU BESUK KANTIN Lampiran 1 Denah Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa KANTOR PU POS (3) P I N T U U T A M A AULA TANGGA MENUJU L.II PINTU II TEMPAT TEMU BESUK KANTIN PINTU III BLOK KAMAR NAPI / TAHANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.IN.04.03 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI PADA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN, KANTOR

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165); 3. Undang-Undang No

2016, No Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165); 3. Undang-Undang No No.69, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Tahanan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN TAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. e. BAPAS dituntut sebagai konselor Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS tersebut dituntut untuk selalu siap dalam menerima segala keluhan yang terjadi pada diri Klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung terletak di Ibukota Provinsi Lampung yaitu Bandar Lampung. Saat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2), Pasal

Lebih terperinci

PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN *36451 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1999 (32/1999) TENTANG SYARAT DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum

Lebih terperinci

Semoga dokumen ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Semoga dokumen ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tahun 01 merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BAB III TINDAKAN KERAS SIPIR LAPAS TERHADAP WARGA BINAAN DAN UPAYA PENERAPAN DISIPLIN WARGA BINAAN

BAB III TINDAKAN KERAS SIPIR LAPAS TERHADAP WARGA BINAAN DAN UPAYA PENERAPAN DISIPLIN WARGA BINAAN 54 BAB III TINDAKAN KERAS SIPIR LAPAS TERHADAP WARGA BINAAN DAN UPAYA PENERAPAN DISIPLIN WARGA BINAAN A. Kasus Ketidakdisplinan Warga Binaan Asep salah satu warga binaan yang sedang menjalani masa tahanan

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan atas

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2017 HUKUM. Anak. Anak Korban. Perkara. Register. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6033) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Kualitas Pelayanan Kesehatan..., Keynes,FISIP UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Kualitas Pelayanan Kesehatan..., Keynes,FISIP UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin beragam pula pola tindak pidana yang dilakukan. Hal ini dipengaruhi dengan

Lebih terperinci

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M-03.PS.01.04 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN REMISI BAGI NARAPIDANA YANG MENJALANI PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia. BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP 2.1. Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia. Sebelum kita mengetahui landasan hukum tentang remisi terhadap Narapidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 25 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Pada bab ini akan menjelaskan beberapa uraian menyangkut Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Bandung yang terdiri dari Sejarah, Visi dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembinaan Narapidana Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi narapidana baik di pembinaan. Pembinaan adalah segala

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N 4 Nopember 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N SERI E NOMOR 3 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 59, 1991 (ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA. KEJAKSAAN. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent No.572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Jabatan Fungsional. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan. Juklak Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 27 TAHUN 1983 (27/1983) Tanggal : 1 AGUSTUS 1983 (JAKARTA)

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.901,2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Tahanan. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-24.PK.01.01.01 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba No.404, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Narapidana. Pembinaan. Izin Keluar. Syarat. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Keberhasilan pembebasan..., Windarto, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Keberhasilan pembebasan..., Windarto, FISIP UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembebasan bersyarat merupakan metode yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Walaupun pada kenyataannya banyak orang berpendapat pembebasan bersyarat

Lebih terperinci

Nomor SOP 03/JINAYAT/MSA/2012 Revisi tanggal : 3 Januari 2012 Tanggal ditetapkan 6 Januari 2012 Jumlah halaman : 5 halaman. Panitera/PP PELAKSANAAN

Nomor SOP 03/JINAYAT/MSA/2012 Revisi tanggal : 3 Januari 2012 Tanggal ditetapkan 6 Januari 2012 Jumlah halaman : 5 halaman. Panitera/PP PELAKSANAAN z MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN AGAMA MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH Standard Operating Procedures PENYELESAIAN PERKARA JINAYAH OLEH MAJELIS HAKIM PADA MAHKAMAH SYAR IYAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN

Lebih terperinci