Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut."

Transkripsi

1 e. BAPAS dituntut sebagai konselor Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS tersebut dituntut untuk selalu siap dalam menerima segala keluhan yang terjadi pada diri Klien Pemasyarakatan baik di lingkungan keluarganya, masyarakat dan kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. B. Syarat dan Tugas Pembimbing Pemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas Pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan. Pembimbing Kemasyarakatan bertugas: 107 a. melakukan penelitian kemasyarakatan untuk: 1. membantu tugas Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam perkara Anak Nakal 2. menentukan program pembinaan narapidana di LAPAS dan Anak DidikPemasyarakatan di LAPAS Anak 3. menentukan program perawatan Tahanan di RUTAN 4. menentukan program bimbingan dan atau bimbingan tambahan bagi Klien Pemasyarakatan. b. melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi Klien Pemasyarakatan. c. memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang meminta data atau hasil penelitian kemasyarakatan Klien tertentu. 107 Himpunan Peraturan Tentang Pemasyarakatan hal

2 d. mengkoordinasikan pekerja sosial dan pekerja sukarela yang melaksanakan tugas pembimbingan. e. melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana pengawasan, Anak Didik Pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh dan orang tua, wali dan orang tua asuh yang diberi tugas pembimbingan. Pembimbing Kemasyarakatan berkewajiban: a. menyusun laporan atas hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya. b. mengikuti sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan guna memberikan data, saran dan pertimbangan atas hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukannya. c. mengikuti sidang pengadilan yang memeriksa perkara Anak Nakal guna memberikan penjelasan, saran dan pertimbangan kepada hakim mengenai segala sesuatau yang berkaitan dengan Anak Nakal yang sedang diperiksa di Pengadilan berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya. d. melaporkan setiap pelaksanaan tugas kepada Kepala BAPAS. Pembimbing Kemasyarakatan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Kepala BAPAS. Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Pembimbing Kemasyarakatan adalah: a. Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan serendah-rendahnya lulusan. 1. Sekolah Menengah Kejuruan bidang Pekerja Sosial 2. Sekolah Menengah Umum atau Kejuruan lainnya.

3 b. telah berpengalaman kerja sebagai pembantu Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan: 1. Sekolah menengah Kejuruan bidang Pekerja Sosial berpengalaman sekurangkurangnya 1 (satu) tahun. 2. Sekolah Menengah Umumatau Kejuruan lainnya berpengalaman sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun. c. sehat jasmani dan rohani d. pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda (Golongan/Ruang II/a) e. telah mengikuti Pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan. f. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang kesejahteraan sosial g.semua unsur penilaian dalam DP3 berniat baik dan tidak sedang menjalani hukuman disiplin Pembimbing Kemasyarakatan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pengangkatan dan pemberhentian Pembimbing Kemasyarakatan dilakukan atas usul Kepala BAPAS melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat. Pembimbing Kemasyarakatan diberhentikan dengan hormat karena: a. mencapai usia pensiun b. permintaan sendiri c. keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya tidak lagi mampu menjalankan tugasnya setelah dinyatakan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan yang berwenang d. tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik

4 e. meninggal dunia Pembimbing Kemasyarakatan diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melakukan perbuatan tercela b. melakukan pelanggaran terhadap tugas dan kewajiban c. melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman paling rendah 2 (dua) tahun dan telah berkekuatan hukum tetap C. Pengawasan Pembebasan Bersyaratbagi warga binaan penyalahguna NarkotikaPemasyarakatan Pengawasan Pembebasan Bersyarat bagi warga binaan penyalahguna Narkotika Pemasyarakatan merupakan tugas Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) selaku unit pelaksana teknis untuk kepentingan integrasi klien dengan masyarakat. Balai Pemasyarakatan di Sumatera Utara terdiri dari 3 yaitu Balai Pemasyarakatan Klas I Medan dan Balai Pemasyarakatan Sidempuan (Tapanuli Utara), Balai Pemasyarakatan Sibolga Klas II ( Kota Sibolga). 108 Bimbingan klien pemasyarakatan yang menjiwai tata peradilan pidana dan mengandung aspek penegakan hukum dalam rangka pencegahan kejahatan dan bimbingan pelanggar hukum maka harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku. 108 Wawancara dengan Kepala Sub Bimbingan Kemasyarakatan Klien Dewasa pada tanggal 28 April 2015

5 Untuk melaksanakan kegiatan bimbingan klien pemasyarakatan tersebut di atas, perlu dikeluarkan petunjuk pelaksanaan yang mengatur cara pembimbingan klien Penerimaan dan pendaftaran klien 1) Penerimaan: a. Penerimaan klien pemasyarakatan di Balai Bispa wajib didasarkan pada surat-surat yang sah. b. Penerimaan dilakukan oleh petugas yang ditunjuk. c. Setelah petugas yang ditunjuk menerima klien, segera meneliti sah tidaknya surat-surat yang melengkapinya dan mencocokkan dengan identitas yang tercantum dalam surat-surat tersebut. d. Selanjutnya petugas yang ditunjuk mengantar klien berikut suratsuratnya kepada petugas pendaftaran 2) Pendaftaran: a. Petugas pendaftaran meneliti kembali sah tidaknya surat-surat yang melengkapi klien tersebut. b. Penerimaan klien dari jaksa atau petugas lembaga Pemasyarakatan atau Balai Bispa lain dibuat berita acara serah terima yang ditanda tangani oleh petugas yang menerima dan yang menyerahkan. c. Kemudian petugas mencatat identitas dan surat-surat dalam buku daftar sesuai dengan status klien yang bersangkutan 109 Himpunan Peraturan Tentang Pemasyarakatan, hal

6 d. Selanjutnya petugas mencatat data tersebut pada butir kerja dalam kartu bimbingan, sedang hasil pembinaan narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun bimbingan klien dari Balai Bispa lain dilampirkan pada kartu bimbingan klien. e. Selanjutnya klien di foto dan foto tersebut ditempel pada kartu bimbingan klien. f. Pengambilan sidik jari klien dilakukan pada surat putusan hakim dan atau ketetapan Menteri kehakiman serta kartu Daktiloskopi g. Selanjutnya klien dihadapkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan yang akan memberikan penjelasan tentang status, kewajiban dan haknya, sekaligus mengumpulkan data dari klien yang bersangkutan serta keluarga yang menyertainya. 2. Proses Bimbingan 1) Proses bimbingan klien dilaksanakan melalui tiga tahap berdasarkan kepada kebutuhan dan permasalahan klien. 2) Tiga tahap tersebut adalah: a. Bimbingan tahap awal Kegiatan yang dilakukan pada tahap awal ialah: (a)penelitian kemasyarakatan (b) Menyusun rencana program bimbingan (c) Pelaksanaan program bimbingan

7 (d) Penilaian pelaksanaan program tahap awal dan penyusunan rencana bimbingan tahap lanjutan. b. Bimbingan taha lanjutan Kegiatan yang dilakukan pada tahap lanjutan ialah: (a) Pelaksanaan program bimbingan (b) Penilaian pelaksanaan program tahap lanjutan dan penyusunan rencana bimbingan tahap akhir. c. Bimbingan tahap akhir Kegiatan yang dilakukan pada tahap akhir ialah: (a) Pelaksanaan program bimbingan (b) Meneliti dan menilai keseluruhan hasil pelaksanaan program bimbingan. (c) Mempersiapkan klien untuk menghadapi akhir masa bimbingan dan mempertimbangkan akan kemungkinan pelayanan bimbingan tambahan (after care) (d) Mempersiapkan surat keterangan akhir masa bimbingan klien. (e) Mengakhiri masa bimbingan klien dengan diwawancarai oleh Kepala Balai Bispa. 3) Tahap-tahap dalam proses bimbingan klien ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan.

8 3. Wujud Bimbingan 1) Wujud bimbingan-bimbingan yang diberikan kepada klien didasarkan pada masalah dan kebutuhan klien pada saat sekarang dan masa mendatang yang diselaraskan dengan kehidupan keluarga dan lingkungan masyarakat dimana klien bertempat tinggal. 2) Wujud bimbingan tersebut berupa pilihan salah satu jenis bimbingan atau memadukan beberapa pilihan yang sesuai dengan kebutuhan. 3) Jenis bimbingan klien meliputi: a) Pendidikan agama. b) Pendidikan budi pekerti c) Bimbingan dan penyuluhan perorangan maupun kelompok d) Pendidikan formal e) Kepramukaan f) Pendidikan ketrampilan kerja g) Pendidikan kesejahteraan Keluarga h) Psikoterapi i) Kepustakaan j) Pskiatri terapi Dalam melaksanakan bimbingan di atas ditempuh melalui kerja sama dengan instansi lain yang terkait.

9 4. Pendekatan Bimbingan 1) Pelaksanaan bimbingan klien dilandasi dengan salah satu disiplin ilmu yang sesuai dengan tujuan bimbingan 2) Pendekatan-pendekatan tersebut diperoleh dari berbagai disiplin ilmu sebagai berikut pemasyarakatan, hukum, pekerjaan sosial, pendidikan, psikologi, psikiatri dan disiplin ilmu lain yang sesuai 5. Tim Pengamat Pemasyarakatan 1) Tim Pengamat Pemasyarakatan adalah tim atau badan yang bertugas membantu Kepala Balai Bispa dalam melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. 2) Susunan anggota Pengamat Pemasyarakatan terdiri dari: a) Pembimbing Kemasyarakatan b) Pejabat struktural yang ditunjuk c) Pembimbing Kemasyarakatan sukarela, badan-badan sosial atau organisasi kemasyarakatan d) Para ahli yang diperlukan 3) Tugas Pengamat Pemasyarakatan melaksanakan sidang-sidang guna: a) Menyusun rencana program bimbingan tahap awal, lanjutan dan akhir b) Membahas kasus klien tertentu guna menentukan program bimbingannya. c) Menyampaikan rencana program klien kepada Kepala Balai Bispa. d) mengadakan penilaian pelaksanaan program bimbingan.

10 6. Pengakhiran bimbingan Masa bimbingan klien dihentikan karena: 1. Telah selesai masa bimbingan 2. Karena melanggar hukum lagi 3. Pindah alamat tanpa melapor dan tidak diketemukan alamat baru 4. Meninggal dunia 7. Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan Balai Bispa menerima permintaan pembuatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dari: 1) Pengadilan Negeri Laporan Penelitian Kemasyarakatan ini dibuat atas permintaan Hakim yang akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memutus perkara dalam sidang di Pengadilan Negeri 2) Lembaga Pemasyarakatan Laporan Penelitian Kemasyarakatan ini dibuat atas permintaan Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang akan dipergunakan sebagai bahan penentuan program pembinaan narapidana, anak negara dan anak sipil dalam Lembaga Pemasyarakatan 3) Rumah Tahanan Negara Laporan Penelitian Kemasyarakatan ini dibuat atas permintaan Kepala Rumah Tahanan negara yang akan dipergunakan sebagai bahan pemberian perawatan tahanan.

11 4) Balai Bispa Laporan Penelitian Kemasyarakatan ini dibuat atas permintaan Kepala Balai Bispa lain yang dipergunakan sebagai bahan penentuan program bimbingan oleh Balai Bispa yang bersangkutan. 5) Instansi lain Laporan Penelitian Kemasyarakatan ini dibuat atas permintaan Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Perindustrian, dan lain-lain yang akan dipergunakan sebagai bahan pemberian pelayanan sesuai keperluan dari instansi tersebut. 8. Keikutsertaan dalam persidangan 1) Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai tugas mengikuti sidang yang diselenggarakan oleh Pengadilan Negeri maupun sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan. 2) Dalam sidang di Pengadilan Negeri, Pembimbing Kemasyarakatan memberikan penjelasan tentang laporan penelitian kemasyarakatan yang diamatinya. 3) Dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan memberikan penjelasan tentang laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuatnya serta memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan program bimbingan narapidana.

12 9. Pelaporan 1) Semua kegiatan harus dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan selanjutnya diteruskan kepada Menteri Kehakiman R.I.c.q.Direktur Jenderal Pemasyarakatan. 2) Dalam hal pengakhiran bimbingan tembusan laporan disampaikan pula kepada Instansi-instansi yang berkepentingan. 3) Dalam hal terjadi peristiwa yang luar biasa segera dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, dan instansi-instansi yang berkepentingan melalui telepon, kawat, atau dengan cara lain dan kemudian segera disusul dengan laporan secara tertulis. Keadaan terakhir Desember 2015 yang mendapat Pembebasan Bersyarat menurut Balai Pemasyarakatan Klas I Medan untuk seluruh warga binaan yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah : Lembaga Pemasyarakatan Medan 2. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan 3. Rutan Klas I Medan 4. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai 5. Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam 6. Rutan Klas IIB Tanjung Pura 7. Rutan Klas IIB Pangkalan Brandan 110 Wawancara kepada Ka Subsi Register Klien Dewasa pada tanggal 28 April 2015

13 Tabel II Jumlah seluruh narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Tahun 2015 BULAN LAKI_LAKI PEREMPUAN Desember Januari Februari Maret Sumber dari Bagian Register Klien Dewasa Balai Pemasyarakatan Klas I Medan bulan Maret 2015 Data menunjukkan jumlah pembebasan bersyarat meningkat baik laki-laki dan perempuan. Semua narapidana tindak pidana penyalah guna narkotika yang mendapat pembebasan bersyarat wajib memenuhi syarat substantif dan adminitratif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembebasan Bersyarat berfungsi juga untuk mengurangi over kapasitas di dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.

14 Tabel III Jumlah Narapidana Khusus Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika di bawah Naungan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Tahun 2015 BULAN LAKI-LAKI PEREMPUAN Desember Januari Februari Maret Sumber dari Bagian Register Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Maret 2015 Keterangan data menunjukkan khusus tindak penyalahguna narkotika di bawah naungan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan setiap bulan meningkat. Jumlah bulan Desember hingga Januari bertambah 111 orang laki-laki, dan perempuan 7 orang, bulan Januari hingga Februari bertambah 124 orang laki-laki dan perempuan berjumlah 10 orang, Februari hingga bulan Maret bertambah 108 orang laki-laki dan perempuan berjumlah 10 orang. Data menunjukkan Indonesia Darurat Tindak Pidana Narkotika dengan jumlah narapidana 75% kasus narkotika.

15 Tabel IV Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Penyalahguna Narkotika yang mendapat Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan yang ditangani Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Tahun 2015 BULAN JUMLAH WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Januari Februari Maret 18 orang 31 orang 17 orang Sumber dari bagian Register Balai Pemasyarakatan Klas I Medan Maret 2015 Keterangan sidang pembebasan bersyarat dilakukan setiap bulan. Narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidana di dalam penjara yang telah dikeluarkan Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat ditambah 1 tahun masa percobaan di luar Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan diserahkan di bawah naungan pengawasan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. Pengawasan dilakukan selama 1/3 masa pidana ditambah hukuman yang baru dijalani di Lembaga Pemasyarakatan. Adapun syarat untuk menjadi penjamin bagi narapidana yang melakukan tindak pidana penyalahguna narkotika yaitu orang yang paling dekat dengan narapidana misalnya ayah, ibu, paman, tante atau masih ada hubungan darah dengan narapidana, bisa juga penjamin dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial dan juga wajib diberikan kepada mereka yang masih berumur yang produktif untuk bekerja

16 karena si penjamin wajib menafkahi si narapidana sebelum narapidana mendapat pekerjaan, tidak cacat hukum. Undang-Undang yang mengatur tentang penjamin tidak ada yang mengaturnya. Penjamin mempunyai kewajiban membantu BAPAS untuk memberikan informasi tentang keberadaan, kondisi klien dan tugas penjamin melakukan pendampingan terhadap warga binaan pemasyarakatan, mengingatkan akan tugas dan tanggung jawab warga binaan pemasyarakatan untuk tidak melakukan tindak pidana melawan hukum, memberi nafkah selama klien belum bekerja. Secara fisik tidak memiliki resiko dan belum ada peraturan yang mengaturnya. Penjamin yang meninggal dunia tidak perlu diganti cukup si narapidana melapor ke Balai Pemasyarakatan terkecuali pindah ke luar kota Sumatera maka harus dilakukan pengganti penjaminnya. Kewajiban narapidana wajib lapor sebulan sekali atau 3 bulan sekali kepada Balai Pemasyarakatan Klas I Medan dan wajib mematuhi peraturan yang berlaku dan tidak melanggar hukum lagi serta tidak melakukan tindakan yang meresahkan kehidupan bermasyarakat. Hak dari narapidana mendapat bimbingan dari Kepala Balai Pemasyarakatan untuk membina diri ke depan lebih baik dari sebelumnya. Pengawasan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dilakukan selama 1 tahun untuk semua tindak pidana melawan hukum. 1 tahun diusahakan kepada narapidana untuk tidak membuat anggapan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan narapidana/klien melarikan diri. Narapidana yang tidak melapor berturut-turut selama 3 bulan dinyatakan narapidana melarikan diri baik narapidana berada di luar kota. Petugas Balai Pemasyarakatan melakukan kunjungan narapidana tidak berdomisili di tempat

17 yang telah ditentukan pada waktu mengisi surat pernyataan Surat Kesanggupan Keluarga yang diisi oleh keluarga narapidana di dalamnya terdapat alamat domisili dengan jelas. Balai Pemasyarakatan mengadakan kunjungan ke rumah klien/ narapidana tidak ada di sana dan penjamin pindah alamat, Balai Pemasyarakatan menganggap melarikan diri dan perpindahan alamat tidak dilaporkan ke Balai Pemasyarakatan dan Balai Pemasyarakatan tidak tahumencari alamat domisili si klien maka Balai Pemasyarakatan meminta surat keterangan dari lingkungan tersebut atau kepala desa menyatakan bahwa narapidana dan penjamin tidak berdomisili di daerah tersebut maka dianggap melarikan diri. Sanksinya kembali 1/3 masa pidana dijalani di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hak bagi si penjamin berhak mencabut surat penjaminnya apabila si narapidana tidak bisa diarahkan dan tetap melakukan pelanggaran hukum maka si penjamin berhak mencabut surat pernyataan penjamin tersebut dan dilaporkan ke Balai Pemasyarakatan. Narapidana/Klien yang tidak memiliki keluarga maka bisa diwakilkan kepada yayasan sosial misalnya Lembaga Sosial Masyarakat yang benar-benar konsisten untuk mengawasi si narapidana namun tidak boleh pegawai lapas yang fungsinya untuk menghindari kepentingan-kepentingan pribadi. Pengawasan yang dilakukan Bapas berupa program yaitu Balai Pemasyarakatan harus melakukan penyidikan ke lapangan yang artinya menghubungi mereka dalam waktu tertentu misalnya 3 bulan sekali atau 6 bulan sekali harus

18 dikunjungi, pada saat melapor Balai Pemasyarakatan memberitahu kepada narapidana untuk tidak melakukan perbuatan hukum lagi dan memberitahu bahwa mereka masih dalam keadaan status lepas bersyarat dan diberi bimbingan dan dicatat perkembangan si narapidana oleh Balai Pemasyarakatan. Kendala yang dihadapi Balai Pemasyarakatan banyaknya jumlah warga binaan yang mendapat pembebasan bersyarat dan selalu bertambah setiap bulannya sedangkan petugas Bapas tidak bertambah setiap bulannya yang bertugas untuk mengunjungi narapidana tidak relevan jumlahnya, anggaran yang diberikan kepada Balai Pemasyarakatan untuk mengunjungi ke rumah-rumah setiap narapidana tidak ada.teknik yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan bagi narapidana penyalah guna narkotika dilakukan pembimbingan itu secara perorangan, kelompok, rekreasi. Dikunjungi satu persatu, kelompok dikumpulkan secara menyeluruh di aula dan bisa dilakukan rekreasi di ke tempat-tempat rekreasi. D. Izin Pencabutan Pembebasan Bersyarat Menurut T. Sinaga Kepala bagian Bimbingan Kemasyarakatan Klien Dewasa pencabutan Izin Pembebasan Bersyarat dilakukan oleh Kepala Balai Lembaga Pemasyarakatan apabila warga binaan pemasyarakatan penyalah guna narkotika yang bersangkutan melakukan: 111 a. hidup secara tidak teratur, suka membuat onar, mabuk-mabukan, bermain judi, mengunjungi tempat mesum, mengganggu ketentraman umum atau masyarakat. b. malas bekerja c. bergaul dengan residivis 111 Wawancara dengan Bapak T.Sinaga pada tanggal 29 April 2015 Kepala Sub Bimbingan Kemasyarakatan Klien Dewasa

19 d. mengulangi tindak pidana e. menimbulkan keresahan dalam masyarakat. f. melanggar tata tertib. g. narapidana dianggap melarikan diri. Kepala Balai Lembaga Pemasyarakatan wajib segera melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan tersebutdengan melapor kepada Kepolisian setempat dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan kembali si narapidana di proses oleh kepolisian, kejaksaan dan diadili diputus hakim di pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Narapidana yang dicabut izin pembebasan bersyarat dikenakan sanksi yaitu: a. kembali mengikuti pendidikan dalam Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. hukuman disiplin menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu kembali menjalani 1/3 sisa pidana yang dahulu dan ditambah dengan hukuman pidana penjara yang baru yang diputuskan oleh hakim sesuai dengan perbuatan yang dilakukan narapidana. c. pada tahun pertama setelah pencabutan itu, untuk sementara waktu tidak diberikan remisi. Selama masa menjalani masa pembebasan bersyarat di luar Lembaga Pemasyarakatan tidak dihitung sebagai menjalani pidana dan selama menjalani sisa pidananya tidak perkenakan memperoleh izin pembebasan bersyarat.petugas Lapas tidak banyak menemui kendala yang menghambat dalam proses pemberian

20 pembebasan bersyarat hanya saja untuk hak pembebasan bersyarat kendala dihadapi oleh petugas BISPA yaitu pada saat proses memenuhi syarat administratif napi yaitu Litmas dimana mereka harus melakukan survey langsung ke lapangan untuk melihat bagaimana keadaan rumah yang untuk melihat bagaimana keadaan rumah yang akan ditinggalin napi Kendalanya adalah alamat keluarga napi tidak jelas/susah ditemukan, alamat berpindah-pindah dan dimungkinkan juga adanya kendala lain yang timbul adalah kesulitan pihak lapas untuk meminta ketersediaan napi Kendalanya adalah alamat keluarga Napi tidak jelas/susah ditemukan jelas/susah ditemukan, alamat berpindah-pindah dan dimungkinkan juga adanya kendala lain yang timbul adalah kesulitan pihak Lapas untuk meminta ketersediaan masyarakat dari lingkungan untuk Lapas dimana napi akan menjalani Pembebasan Bersyarat tidak bersedia menerima kembali kehadiran Napi apabila keadaannya adalah demikian maka lokasi dimana Napi akan menjalani Pembebasan Bersyarat dapat dialihkan ke daerah lain. Serta adanya kendala pengawasan terhadap terhadap Narapidana telah menjalani pembebasan bersyarat. Di samping itu kendala yang dihadapi petugas berasal dari diri napi yang akan diusulkan Pembebasan Bersyarat itu sendiri seperti yang terjadi pada napi dengan kasus pembunuhan kebanyakan dari narapidana tidak ingin mengurus upaya pengurangan masa pidana dengan jalan pembebasan bersyarat. Dengan alasan menghabiskan masa tahanannya di dalam penjara. Sikap tidak antusias ini merupakan kendala yang dihadapi oleh petugas Lapas dalam memberikan hak napi tersebut. Kendala paling besar yang dihadapi petugas adalah ketika melengkapi syarat administratif yaitu pernyataan persetujuan korban atas usulan pembebasan bersyarat

21 yang diberikan kepada Napi tersebut. Sejauh ini peugas Lapas telah melaksanakan pemberian hak Pembebasan Bersyarat dengan semestinya Dari semua usulan untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat, tidak ada satupun usulan Pembebasan Bersyarat yang ditolak, karena Petugas akan berusaha secara maksimal untuk memenuhi syarat administratif dan setelah semua syarat tersebut terpenuhi, maka petugas mengusulkannya ke Kalapas yang selanjutnya diusulkan ke kantor Departemen Kehakiman. Hanya saja dalam proses untuk Mendapatkan Pembebasan Beryarat ini harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah disebut diatas dan hal tersebut memakan waktu yang lama sekitar 3(tiga) sampai 6 (enam) bulan.contoh nyata narapidana atas nama Joko Kristian Syahputra Alias Joko melakukan tindak pidana narkotika dan mendapat hukuman masa pidana 3 tahun penjara dan pembebasan bersyarat jatuh pada tanggal 3 bulan 4 tahun 2014, masa percobaan pembebasan berakhir tanggal 8 bulan 4 tahun Joko Kristian Syahputra melakukan tindak pidana penyalahguna narkotika kembali dan ditangkap kembali pada tanggal 30 bulan 5 tahun 2014 sehingga izin pencabutan pembebasan bersyarat dicabut oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. 1/3 sisa pidana yaitu 1 tahun lagi dijalani di dalam Lembaga Pemasyarakatan ditambah masa hukuman pidana penjara yang baru diputuskan oleh hakim di pengadilan.

22 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Implementasi Pembebasan Bersyarat bagi penyalahguna narkotika di lembaga pemasyarakatan Klas I tanjung Gusta Medan dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah. Syarat administratif pembebasan bersyarat diberlakukan kepada narapidana di bawah 5 tahun dan di atas 5 tahun harus membayar subsider baru mendapat pembebasan bersyarat sebagai perketatan. Narapidana yang tidak mampu membayar maka wajib menjalani pidana penjara sebagai pengganti subsider supaya narapidana yang bersangkutan jera dan tidak akan mengulangi perbuatan melawan hukum. 2. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pemberian Pembebasan Bersyarat penyalahguna narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan yaitu: a. Kendala Internal yaitu Narapidana, Peraturan Perundang-Undangan, Petugas Lembaga Pemasyarakatan. 125

23 b. Kendala Eksternal yaitu Masyarakat Tempat Tinggal, Terlambatnya Kutipan Putusan Hakim (Ekstra Vonis) 3. Pengawasan Pembebasan Bersyarat dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dilakukan selama 1 tahun khusus untuk pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan untuk semua tindak pidana melawan hukum bagi narapidana yang telah menjalani 2/3 hukuman pidana penjara di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan. Pembebasan bersyarat dicabut berarti narapidana melanggar hukum atau tidak mentaati peraturan lepas bersyarat maka 1/3 masa pidana harus dijalani di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hitungan sebagai berikut warga binaan Pemasyarakatan dikenakan hukuman pidana selama 3 tahun, 2/3 dijalani di dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu selama 2 tahun, 1/3 sisa pidana yaitu 1 tahun menjalani pembebasan bersyarat di luar lembaga pemasyarakatan ditambah 1 tahun masa percobaan sehingga menjadi 2 tahun. 2 tahun warga binaan pemasyarakatan wajib lapor kepada Kepala Balai Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan. Warga Binaan Pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana atau melakukan perbuatan meresahkan masyarakat melawan hukum maka diproses kembali oleh Kepolisian sesuai dengan prosedur hukum yang baru. Penghitungannya warga binaan Pemasyarakatan wajib menjalani 1/3 sisa masa pidana sebelumnya ditambah hukuman pidana penjara yang baru.

24 B. Saran Berdasarkan pembahasan bab-bab sebelumnya, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan, antara lain: 1. Diharapkan kepada pihak yang terkait dengan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan seperti pihak pengadilan Negeri Medan dalam mengeluarkan Kutipan Putusan Hakim tidak terlambat menyampaikan Kutipan tersebut ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan agar proses perhitungan masa pidana untuk pemberian Pembebasan Bersyarat tidak terlambat dimasukkan ke data base Lembaga Pemasyarakatan. 2. Diharapkan pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana Pemasyarakatan agar lebih ditingkatkan lagi karena hal tersebut merupakan satu alternatif mengatasi over kapasitas atau kelebihan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi dengan tetap mempertimbangkan hal-hal yang ditentukan Peraturan Menteri No.M.01.PK tahun 2007 yang terdapat dalam pasal 6 dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun Diharapkan agar pihak pemerintah pusat dapat memberikan anggaran dan menambah sumber daya manusia yaitu pegawai petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan untuk memperlancar proses pengawasan pembinaan bagi warga binaan Pemasyarakatan penyalahguna Narkotika.

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba No.404, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Narapidana. Pembinaan. Izin Keluar. Syarat. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

USU Law Journal, Vol.4.No.2(Maret 2016) 70-79

USU Law Journal, Vol.4.No.2(Maret 2016) 70-79 PEMBEBASAN BERSYARAT (PB) BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN Suandi Fernando Pasaribu Alvi Syahrin, Marlina, Suhaidi (suandifernandopasaribu@yahoo.com) ABSTRACT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D ----------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014 BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Asimilasi narapidana merupakan proses pembauran narapidana dalam kehidupan

BAB II PEMBAHASAN. Asimilasi narapidana merupakan proses pembauran narapidana dalam kehidupan BAB II PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pemberian Asimilasi Di Rutan Salatiga Asimilasi narapidana merupakan proses pembauran narapidana dalam kehidupan bermasyarakat agar dapat hidup dan bergaul dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG RGS Mitra Page 1 of 9 PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M.07.PR.07.03

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent No.572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Jabatan Fungsional. Asisten Pembimbing Kemasyarakatan. Juklak Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M-03.PS.01.04 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN REMISI BAGI NARAPIDANA YANG MENJALANI PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N 4 Nopember 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N SERI E NOMOR 3 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH 164 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 58 TAHUN 1999 (58/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta Yth. 1. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 2. Kepala Divisi Pemasyarakatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 7 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 149 ayat (2) dan ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR : 25 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI SALINAN BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2017 KEMENKUMHAM. Layanan Rehabilitasi Narkotika. Tahanan dan WBP. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2013 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 20 TAHUN 2007 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 4/E, 2009 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 04 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 04 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 1986 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 1986 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 1986 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa kewenangan penegakan dan penyidikan terhadap

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PPNS ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, SALINAN Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan Anak dalam Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS)/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)/Rumah Tahanan Negara (Rutan)/Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 06 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 4 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.10, 2007 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. KEPEGAWAIAN. PPNS. Pengangkatan. Mutasi. Pemberhentian. Pencabutan.

BERITA NEGARA. No.10, 2007 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. KEPEGAWAIAN. PPNS. Pengangkatan. Mutasi. Pemberhentian. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2007 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. KEPEGAWAIAN. PPNS. Pengangkatan. Mutasi. Pemberhentian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Lembaga Pemasyarakatan. 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan dan kewajiban bertanggungjawab

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimang : a. b. bahwa dalam upaya penegakan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci