BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1990 tentang Penerbangan selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-undang Penerbangan, menimbang bahwa: Penerbangan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan tehnologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan perananya yang efektif dan efisien. Dalam menjalankan operasi penerbangan pesawat setiap perusahaan penerbangan atau maskapai penerbangan harus mempunyai sertifikat pengoperasian pesawat terbang, salah satu persyaratan sertifikat pengoperasian pesawat terbang adalah harus memiliki standar perawatan seperti yang tertuang dalam pasal 43 huruf (e) Undang-undang Penerbangan, yaitu untuk memperoleh sertifikat pengoperasian pesawat udara operator harus memenuhi persyaratan memiliki standar perawatan pesawat udara. Dalam pasal 46 ayat 1 Undang-undang Penerbangan juga menyatakan bahwa, setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib merawat pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya untuk mempertahankan keandalan dan kelaikan udara secara berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka industri jasa perawatan pesawat terbang merupakan industri yang sangat dibutuhkan oleh maskapai penerbangan. Perawatan pesawat selain sangat dibutuhkan juga menjadi perhatian dari maskapai penerbangan, karena wajib dan perawatan pesawat terbang adalah biaya operasional tertinggi 1

2 2 dalam perusahaan penerbangan. Biaya perawatan tinggi dikarenakan perusahaan jasa perawatan pesawat terbang harus menggunakan peralatan tehnologi tinggi atau padat modal dan harus mempunyai standar yang telah ditetapkan, dalam pasal 48 Undangundang Penerbangan disebutkan untuk mendapatkan sertifikat organisasi perawatan pesawat udara harus memenuhi persyaratan: 1. memiliki atau menguasai fasilitas dan peralatan pendukung perawatan secara berkelanjutan; 2. memiliki atau menguasai personel yang telah mempunyai lisensi ahli perawatan pesawat udara sesuai dengan lingkup pekerjaannya; 3. memiliki pedoman perawatan dan pemeriksaan; 4. memiliki pedoman perawatan dan pemeriksaan (maintenance manuals) terkini yang dikeluarkan oleh pabrikan sesuai dengan jenis pesawat udara yang dioperasikan; 5. memiliki pedoman jaminan mutu (quality assurance manuals) untuk menjamin dan mempertahan kinerja perawatan pesawat udara, mesin, baling-baling, dan komponen secara berkelanjutan; 6. memiliki atau menguasai suku cadang untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan berkelanjutan; dan 7. memiliki pedoman sistem manajemen keselamatan. Untuk menjamin kelaikan pesawat terbang, maka maskapai penerbangan harus secara berkelanjutan melakukan perawatan pesawat terbangnya, tetapi dengan biaya yang cukup tinggi, maka maskapai penerbangan akan mengoptimalkan biaya tersebut dan terkadang tanpa mengindahkan perjanjian-perjanjian yang berlaku diantara pihak yang terkait dalam perawatan pesawat terbang. Suatu perjanjian dapat dikatakan sah dan berlaku mengikat para pihak yang membuat perjanjian bila perjanjian itu sudah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata dan Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut pasal 1313 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Semua klausula yang telah dituangkan dalam kontrak bersifat mengikat sebagai hukum bagi para pihak yang berkontrak. Menurut 1320 KUH Perdata, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian

3 3 diperlukan empat syarat, yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang. Tetapi pada kenyataannya perjanjian-perjanjian yang dibuat terkadang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1320 dan pasal 1313 KUH Perdata tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian tersebut. Perjanjian antara PT.Garuda Maintenance Faciilty AeroAsia (selanjutnya dalam penulisan ini disebut GMF) dalam hal ini berperan sebagai kreditur, bersama dengan maskapai penerbangan sebagai debiturnya timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian jasa perawatan pesawat, mesin dan komponennya dengan memperhatikan sistem terbuka dan menggunakan asas kebebasan berkontrak. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata, dimana masing-masing pihak tidak terdapat posisi yang dominan dalam pembuatan perjanjian perawatan ini dan dapat membuat aturan tersendiri sesuai dengan undang-undang, ketertiban dan kesusilaan. Kerjasama GMF dengan perusahaan penerbangan Phuket Airlines Company Limited (dalam penelitian ini selanjutnya disebut sebagai PHUKET) terjadi pada tanggal 25 Februari 2004 dengan ditandatangani suatu Long Term Aircraft Maintenance Agreement nomor: GMF/PERJ/TP-3026/2004 (selanjutnya dalam penulisan ini disebut Long Term Agreement) untuk jasa perawatan pesawat. Dalam Long Term Agreement tersebut, PHUKET telah meminta jasa GMF sebagai sebuah perusahaan perawatan dan perbaikan pesawat terbang untuk melakukan perawatan pesawat dan/atau perbaikan pesawat dan/atau penjualan sparepart dan/atau penyewaan tools dan/atau penggunaan tenaga kerja, dengan perjanjian-perjanjian

4 4 pelaksanaan yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk repair order, Customer Work Order, Faximile, Non Contracted Sales Report, cost approval dan dokumen perikatan lainnya. Berdasarkan perjanjian tersebut para pihak telah berjanji dan bersepakat atas: 1. pekerjaan yang akan dikerjakan; 2. sparepart/tools/barang yang dijual atau disewakan dan penggunaan tenaga kerja; 3. harga pekerjaan dan/atau harga barang dan/atau harga sewa, dan 4. cara pembayaran, dimana Penggugat telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjian tersebut. Atas jasa yang telah dipenuhi oleh GMF kepada PHUKET sesuai Long Term Agreement tersebut, PHUKET sampai dengan tanggal 23 Desember 2005 PHUKET belum melakukan pembayaran secara penuh atau belum melunasi kewajiban pembayaran sebesar USD 2,806, (Dua juta delapan ratus enam ribu tujuh ratus sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh delapan dolar Amerika Serikat). Dalam Long Term Agreement telah secara jelas mengatur mengenai syarat pembayaran yang harus dipenuhi oleh PHUKET atas jasa perawatan pesawat yang dilakukan oleh GMF, namun PHUKET tidak melaksanakan sesuai yang diperjanjikan. Dalam hal ini GMF sudah melakukan kewajibannya sesuai dalam Long Term Agreement. Setelah dilakukan pemberian teguran, maka sebagai upaya penyelesaian permasalahan di luar pengadilan antara GMF dan PHUKET akhirnya sepakat menandatangani Settlement Agreement tertanggal 22 Februari 2006, No.GMF/PERJ./TA-3029/2006. PHUKET mengakui bahwa pada saat

5 5 ditandatanganinya Settlement Agrement mempunyai kewajiban pembayaran kepada GMF sebesar USD ,40 (Dua juta enam ratus empat belas ribu tiga puluh sembilan koma empat puluh dolar Amerika Serikat) dan untuk menjamin dilaksanakan kewajiban tersebut, maka PHUKET menjaminkan 3 (tiga) pesawat terbang type Boing 747 miliknya sampai seluruh pembayaran diterima GMF, serta memberikan kuasa penuh kepada GMF untuk memproses jaminan. Fakta yang terjadi adalah PHUKET tidak memenuhi kewajibannya sesuai yang disepakati dalam Settlement Agreement. Setelah dilakukan pembicaraan dan dilandaskan asas itikad baik sesuai pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata dimana bahwa para pihak yaitu, kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan, maka disepakati kembali cara penyelesaian kewajiban pembayaran PHUKET kepada GMF sebagaimana diatur dalam Akta Acknowledgement of Indebtness No 46 tertanggal 06 Desember Sebagai jaminan atas pelaksanaan kewajibannya, PHUKET menjaminkan pesawat Boing B no register HS-VAV miliknya. Pada kenyataannya walaupun telah diberikan kesempatan untuk melakukan penyelesaian secara damai, PHUKET tetap tidak melaksanankan kewajiban sesuai yang diperjanjikan. Berdasarkan hal ini terlihat bahwa kontrak telah disepakati kedua belah pihak, usaha mediasi sudah dilakukan tetapi salah satu pihak masih saja melakukan wanprestasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 1244 KUH Perdata, debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perjanjian itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perjanjian itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk

6 6 kepadanya. Oleh karena itu PHUKET telah wanprestasi terhadap Perjanjian yang telah dibuat dengan GMF, maka GMF berhak menuntut penggantian ganti rugi, biaya dan bunga. B. Perumusan Masalah Berdasarkan penelitian dari beberapa materi dalam buku kepustakaan dan perundang-undangan yang telah terurai dalam latar belakang masalah di atas, maka telah ditemukan 2 (dua) rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang? 2. Tindakan apa yang harus dilakukan perusahaan perawatan pesawat terbang dalam mengatasi wanprestasi dalam kontrak jasa perawatan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang. 2. Untuk mengkaji dan menganalisa tindakan yang dilakukan perusahaan perawatan pesawat terbang dalam mengatasi wanprestasi yang terjadi dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menambah referensi berkaitan dengan wanprestsi dalam kontrak perawatan pesawat terbang dan memberikan sumbangan

7 7 pemikiran dan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan wanprestasi. 2. Secara praktis, penulis juga berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan perusahaan yang tertulis serta prototype penelitian wanprestasi terhadap kontrak. E. Keaslian Penelitian Untuk menilai keaslian penelitian, Penulis telah menelusuri kepustakaan dan berdasarkan penelusuran kepustakaan, Penulis mendapatkan beberapa penelitian terkait wanprestasi. Penulisan hukum yang penulis temukan adalah sebagai berikut: 1. Wanprestasi Dan Penyelesaiannya Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Pada PT. Bank Internasional Indonesia Kantor Cabang Purwokerto yang ditulis oleh Indrareni Gandadinata, tahun 2007, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro. Penulisan hukum ini mempunyai beberapa kesamaan dengan tema Penulis angkat, yaitu wanprestasi dalam perjanjian. Penulis berpendapat bahwa penulisan hukum yang dibuat oleh Penulis berbeda, karena isi dan objek penelitian yang dilakukan oleh Indrareni Gandadinata berfokus pada wanprestasi dan penyelesaiannya dalam perjanjian kredit pemilikan rumah sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis berfokus pada analisa wanprestas dalam kontrak jasa perawatan pesawat terbang. 2. Penelitian terkait dengan Wanprestasi pernah dilakukan oleh Deasak Putu Thiarina Mahaswari Agastia, tahun 2014, Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, dengan judul Tesis Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia setelah Debitur

8 8 Wanprestasi. Dalam penelitian ini menyimpulkan Hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengaturan pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem hukum indonesia adalah dengan melakukan analisa pada 6 (enam) peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian kredit dan jaminan fidusia, yang mana ada beberapa peraturan yang mengatur namun belum jelas dan tegas serta ada beberapa peraturan yang tidak mengatur sama sekali mengenai pendaftaran jaminan fidusia dan akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia setelah debitur wanprestasi. Kemudian hasil penelitian mengenai akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia setelah debitur wanprestasi adalah tetap dapat dilakukannya pengeksekusian jaminan fidusia terhadap debitur yang wanprestasi karena kantor pendaftaran fidusia tetap menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia walaupun sudah terlambat dan tetap mengeluarkan sertifikat jaminan fidusia untuk diberikan pada pemohon pendaftaran jaminan fidusia, yang mana hal ini sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, karena isi dan objek penelitian yang dilakukan oleh Deasak Putu Thiarina Mahaswari Agastia berfokus pada Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia setelah Debitur Wanprestasi, maka menurut Penulis berbeda dengan pokok permasalahan yang diangkat oleh Penulis. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka permasalahan dalam Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Kontrak Jasa Perawatan Pesawat Terbang, belum ditulis oleh siapapun dan penulisan ini merupakan karya Penulis, bukan hasil duplikasi ataupun plagiasi dari karya lain.

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta Unit 2 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Jumat 05 Desember 2014, Penjulan Mobil Cetak.

BAB I PENDAHULUAN. juta Unit 2 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Jumat 05 Desember 2014, Penjulan Mobil Cetak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penjualan kendaraan bermotor di Indonesia sampai dengan bulan April 2014 seperti dilansir oleh data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penulis tentang permasalahan mengenai maskapai penerbangan, penulis memberikan kesimpulan atas identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hubungan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT

PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT PERKARA NO. 451/PDT. G/ 2012/ PN. JKT BARAT Penggugat Tergugat : PT Bangun Karya Pratama Lestari : Nine AM Ltd. FAKTA & LATAR BELAKANG PERKARA 1. Penggugat telah memperoleh pinjaman uang dari Tergugat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan salah satu hal yang penting bagi setiap individu. Keinginan masyarakat untuk dapat memiliki tempat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perorangan maupun badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur -9-4.35. 4.36. 4.37. 4.38. 4.39. 4.40. 4.41 4.42. 4.43. 4.44. 4.45. 4.46. 4.47. 4.48. 4.49. 4.50. 4.51. 4.52. 4.53. 4.54. 4.55. 4.56. 4.57. 4.58. 4.59. Personel AOC melakukan approach to landing yang bertentangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat. Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat. Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun pengangkutan barang barang dan hasil

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80, 2015 PELAYANAN PUBLIK. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Pembuatan Akta. Tata Cara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia terkait dengan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia di setiap tahunnya, maka berbagai

Lebih terperinci

SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN Nomor : 14

SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN Nomor : 14 SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN Nomor : 14 - Pada hari ini, Kamis, tanggal tiga puluh November tahun dua ribu sebelas (30-11-2011), pukul 10.00 WIB (sepuluh nol-nol Waktu Indonesia Barat);-----------------------------

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan praktik penerbangan bukanlah perkara sederhana. Ada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan praktik penerbangan bukanlah perkara sederhana. Ada banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan praktik penerbangan bukanlah perkara sederhana. Ada banyak faktor yang kehadirannya saling terkait dan mustahil untuk ditiadakan sehingga usaha penerbangan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya dalam penulisan ini disingkat dengan UUK- PKPU,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEDALAM MODAL PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya di tengah-tengah suatu kelompok masyarakat mengakibatkan masyarakat khususnya di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. 12100022 ABSTRAK Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk atau dikenal dengan nama bank BRI merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang perbankan mempunyai fungsi intermediary

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai investasi, mengingat nilainya yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai investasi, mengingat nilainya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan kebutuhan primer bagi setiap keluarga, bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai investasi, mengingat nilainya yang semakin meningkat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN 68 BAB 3 PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah diberikan maka dapat disimpulkan: 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak menyebutkan secara tegas mengenai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaturan Surat Berharga Sebelum kita sampai pada pengaturan mengenai surat berharga, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui pengertian dari surat berharga, mengenai pengertian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/23/PBI/20152015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/10/PBI/2014 TENTANG PENERIMAAN DEVISA HASIL EKSPOR DAN PENARIKAN DEVISA UTANG LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah berlangsung kurang lebih 45 tahun sejak dilahirkannya Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sudah berlangsung kurang lebih 45 tahun sejak dilahirkannya Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri perbankan. Pengakuan secara yuridis formal mengenai eksistensi perbankan sudah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan. WAWANCARA 1) Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit? Pelaksanaan pemberian kredit yakni : 7. Permohonan Kredit. f. Permohonan fasilitas kredit g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PADA PT. BANK RIAU KEPRI, PT. RIAU AIR LINES, PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam meminjam telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pihak pemberi pinjaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang kita laksanakan dewasa ini adalah suatu rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) PAPUA GRACIA AIRLINES

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) PAPUA GRACIA AIRLINES PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) PAPUA GRACIA AIRLINES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1384, 2017 KEMENHUB. Organisasi Pusat Pelatihan Perawatan Pesawat Udara. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 147. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. Ayat 1 Tidak Ada Perubahan Perubahan Pada Ayat 2 menjadi berbunyi Sbb: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Perseroan dapat membuka kantor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci