BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI"

Transkripsi

1 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI OLEH MINTO SUPENO NIM: Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR Disertasi Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia pada Universitas Sumatera Utara dengan wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara Profesor Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 28 Maret 2007 di Medan, Sumatera Utara Oleh MINTO SUPENO NIM: Program Doktor (S-3) Ilmu Kimia SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 Judul : BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR Nama : MINTO SUPENO NIM : Program : Doktor (S-3) Program Studi : Kimia MENYETUJUI, Promotor Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Co. Promotor, Co. Promotor, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc. PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU KIMIA Ketua, SEKOLAH PASCASARJANA Direktur, Prof. Dr. H. R. Brahmana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc. iii

4 PROMOTOR Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara CO PROMOTOR Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara CO PROMOTOR Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara iv

5 TIM PENGUJI Ketua : Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc. Anggota : Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc. Prof. Dr. Tonel Barus Prof. Dr. Yunazar Manjang Prof. Dr. Ir. Sumono v

6 PERNYATAAN BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR DISERTASI Saya mengakui bahwa disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, 28 Maret 2007 MINTO SUPENO NIM: vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan desertasi ini berjudul BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co-KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Medan, Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Ibu Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. 3. Bapak Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc. 4. Bapak Pembimbing penulis Prof. Dr. Seribima Sembiring, M.Sc., Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D., dan Prof. Dr. H.R. Brahmana, M.Sc. yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan sumbangan pikiran baik maupun saran kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia. 6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia. Akhirnya penulis ingin juga mengucapkan terima kasih yang sedalamnya dan penghargaan setingginya kepada Ayahanda Miskandar dan Ibuku Supiah, beserta istriku tercinta Dra. Dwitri Saulina, M.Si. dan anakku Puspa Ayu vii

8 Maretha dan Arya Saka Wicaksono yang telah memberikan semangat penulis dalam pendidikan dan dalam menyelesaikan tulisan ini. Medan, 28 Maret 2007 Penulis, Minto Supeno viii

9 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI MATERIAL KATALIS/ Co KATALIS PEMBUATAN GAS HIDROGEN DAN OKSIGEN DARI AIR ABSTRAK Berdasarkan analisis, maka bentonit Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat merupakan jenis Na bentonit. Bentonit ini dijenuhkan dengan larutan natrium klorida NaCl 1 M selama 1 (satu) hari untuk memperkaya Na bentonit. Na bentonit selanjutnya diaktivasi menggunakan asam sulfat (0,5 2,0) M selama 24 jam, lalu dikeringkan. Material ini diinterkalasi dan dipilarisasi menggunakan larutan TiCl 4 0,82 M dan dikalsinasi pada suhu 350 C menghasilkan bentonit terpilar TiO 2 dan selanjutnya dianalisa menggunakan XRD, FTIR, Luas Permukaan (BET) dan SEM. Dari data hasil analisa diketahui bahwa aktivasi yang terbaik untuk bentonit terpilar yang baik terjadi pada konsentrasi asam sulfat 1,5 M. Pengetsaan bentonit terpilar TiO 2 dilakukan dengan menggunakan larutan (HNO 3 / HF/ CH 3 COOH/ I 2 ) dan larutan HF/ H 2 O/ NH 4 F dengan maksud untuk memperbanyak rongga pada jarak antar muka dalam silikat, setelah itu dipanaskan pada C selama 1 jam. Hasil etsa pada 450 C menghasilkan material dengan luas permukaan terbesar 92,01 m 2 /g dan volum pori 0,044 cc/g, dan difoto SEM. Silikat yang telah dietsa ini dapat digunakan sebagai co-katalis, yang berfungsi mempercepat terjadinya reaksi peruraian gas hidrogen dan oksigen. Gas total yang dihasilkan sebanyak 78,5% selama 4 hari dibandingkan dengan bentonit TiO 2 yang tidak dietsa menghasilkan 60,4 % dalam waktu yang sama. ix

10 CATALYST/ Co-CATALYST MATERIAL PILLARIED CLAY IN FORMING HYDROGEN AND OXYGEN GASES FROM WATER ABSTRACT Bentonite obtanained from Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat was a Na bentonite. This bentonite was saturated with 1 M NaCl solution for 1 day to enrich the Na bentonite. Then the Na bentonite was activated by ( ) M H 2 SO 4 for 24 hours, then was dried. In the end this material was intercalated and pillaried with 0.82 M Ti complex solution and calcinated at 350 C to produce TiO 2 bentonite and analyzed using XRD, FTIR, Surface area (BET) and SEM. From the analysis data, it was known that the best activation condition for Na bentonite was at the H 2 SO 4 at concentration of 1,5 M. Etching TiO 2 bentonite using (HNO 3 / HF/ CH 3 COOH/ I 2 ) and HF/ H 2 O/ NH 4 F solutions was made to increase the hole at the between the layer distances inside the silica, then heated at C for 1 hour. The resulting etched TiO 2 bentonite which was heated at 450 C produce the material with a wide surface area 92,01 m 2 /g and the porous volum 0,044 cm 3 /g and was scanned with SEM. The etched pillary TiO 2 bentonite was used as a co-catalyst in the hydrolisis of H 2 O, and showed that the total hydrogen and oxygen gases produced was 78.5 % after 4 days, compared was only 60.4 % using non-etched TiO 2 bentonite. x

11 DAFTAR ISI Halaman UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN vii ix x xi xiv xvi xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koloid Anorganik Kaolinit (Tipe 1 : 1) Haloisit (Tipe 1 : 1) Montmorilonit (Tipe 2:1) Ilit (Tipe 2:1) Vermikulit (Tipe 2 : 1 ) Khlorit (Tipe 2 : 2) Bentonit Proses Terjadinya Bentonit di Alam Komposisi Bentonit Sifat-sifat Umum Bentonit 26 xi

12 Jenis Bentonit Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit Hidrasi pada Mineral Montmorilonit Lempung Terpilar Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar Jenis-jenis Agen Pemilar Interkalasi Agen Pemilar Preparasi Lempung Terpilar Lempung Induk Larutan Pemilar Reaksi Pertukaran Ion Aplikasi Lempung Terpilar Proses Etsa terhadap Silikon Luas Permukaan dan Porositas Padatan Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar Titania (TiO 2 ) Semikonduktor Titania 75 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat Penelitian Bahan Penelitian Lokasi Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Na Bentonit Aktivasi Na-Bentonit dengan Asam Interkalasi dan Pilarisasi Pengetsaan Bentonit TiO Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen Menggunakan Katalis/ Co-katalis Bentonit TiO Pengujian Gas Hidrogen Mekanisme Reaksi 82 xii

13 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pembahasan Pembuatan Na Bentonit Interkalasi dan Pilarisasi Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO Bentonit Terpilar TiO 2 sebagai Katalis Pembuatan Gas Hidrogen 97 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran-saran 99 DAFTAR REFERENSI 100 LAMPIRAN 104 xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Struktur Kristal Memperlihatkan Pola Kelompok Atom akan Berulang-ulang pada Tiga Arah 9 Gambar 2.2. Struktur Tunggal Silika Tetraeder 11 Gambar 2.3. Struktur Kaolinit dari Lembar-lembar Silika Tetrahedral dan Oktahedral 14 Gambar 2.4. Model Struktur Montmorilonit 17 Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit 31 Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit 41 Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi Ca Bentonit 42 Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang Terjadi pada Lempung dan PILC 45 Gambar 2.9. Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar 46 Gambar Struktur Spesies Polimer 48 Gambar Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan menggunakan Agen Pemilar 50 Gambar Prosedur Preparasi Lempung Terpilar 55 Gambar Struktur Lempung Terpilar 60 Gambar Klasifikasi 5 Tipe Adsosrpsi 69 Gambar Struktur Lapisan Terpilar 71 Gambar Penggambaran Ideal Sampel yang Diperoleh Melalui Udara Kering dan Beku Kering 72 xiv

15 Gambar Prinsip Permukaan Partikel Titania 73 Gambar Level Pita Energi pada Permukaan Titania Sesudah Radiasi dan Sebelum Radiasi 76 Gambar 4.1. Hasil Difraktogram untuk Na Bentonit 86 Gambar 4.2. Hasil Difraktogram Bentonit Terpilar 88 Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na Bentonit 91 Gambar 4.4. Spektrum Serapan FT-IR Bentonit Terpilar TiO 2 91 Gambar 4.5. Foto SEM untuk Na Bentonit 94 Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar Tio 2 yang Dietsa dan Dipanaskan 450 C 95 Gambar 4.7. Pilarisasi Bentonit Menggunakan TiO 2 dan Terbentuknya Hole pada Silika Setelah Dietsa 97 Gambar 4.8. Bentonit Terpilar TiO 2 sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen 98 xv

16 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah 7 Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah 8 Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit 26 Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar 47 Tabel 2.5. Evaluasi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada Temperatur Berbeda 52 Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur Lempung Terpilar 53 Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa untuk Semikonduktor 64 Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X 87 Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal Spacing 90 Tabel 4.3. Analisa Gugus dari FTIR 92 Tabel 4.4. Penentuan Luas Permukaan dan Volum Pori Total dengan Menggunakan Persamaan BET 93 Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO 2 yang Telah Dietsa 94 xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada H 2 SO 4 0,5 M 104 Lampiran 2. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada H 2 SO 4 1 M 105 Lampiran 3. Hasil FT-IR untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada H 2 SO 4 2 M 106 Lampiran 4. Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO 2 pada H 2 SO 4 0,5 M 107 Lampiran 5. Hasil Diffraksi Sinar-X Bentonit Terpilar TiO 2 pada H 2 SO 4 1 M 108 Lampiran 6. Hasil Diffraksi Sinar x Bentonit Terpilar TiO 2 pada H 2 SO 4 2 M 109 Lampiran 7. Hasil Luas Permukaan untuk Alumina sebagai Standar 110 Lampiran 8. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada Asam Sulfat 0,5 M 111 Lampiran 9. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada Asam Sulfat 1 M 112 Lampiran 10. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada Asam Sulfat 1,5 M 113 Lampiran 11. Hasil Luas Permukaan untuk Bentonit Terpilar TiO 2 pada Asam Sulfat 2 M 114 Lampiran 12. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO 2 yang Dietsa (450 C) 115 Lampiran 13. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO 2 yang Dietsa (400 o C) 116 xvii

18 Lampiran 14. Hasil Luas Permukaan Bentonit-TiO 2 yang Dietsa (450 o C) 117 Lampiran 15. Hasil Analisa Komposisi Bentonit 118 xviii

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Sumatera Utara terdapat dua jenis bentonit alam yaitu bentonit wyoming dan non bentonit wyoming, dan keduanya mempunyai komposisi utama SiO 2 / Al 2 O 3 dengan perbandingan (4 6 : 1). Bentonit merupakan nama umum dari jenis tanah liat yang dapat digunakan untuk mengadsorpsi warna, minyak, lemak dan lilin. Tanah pemucat adalah suatu silikat dari bermacam-macam komposisi, dengan penyusun utama SiO 2 dan Al 2 O 3 yang mengandung air dan terikat secara kimia. Selain kedua senyawa di atas bentonit juga mengandung CaO, MgO, Fe 2 O 3, Na 2 O dan K 2 O. Berdasarkan teori dari Davis dan Masser bahwa perbedaan pada perbandingan kadar SiO 2 dan Al 2 O 3 akan mempengaruhi daya aktif. Tanah yang mempunyai perbandingan SiO 2 dan Al 2 O 3 yang besar adalah tanah yang paling baik mengadsorpsi. Sedangkan tanah yang mempunyai perbandingan SiO 2 dan Al 2 O 3 kecil mempunyai kemampuan mengadsorpsi yang kecil. Perbandingan SiO 2 dan Al 2 O 3 untuk bentonit yang baik 5 6 : 1 yang mampu mengadsorpsi, dan mempunyai luas permukaan besar. Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila bercampur dengan air maka dapat mengembang (wyoming). Bentonit dalam keadaan kering berwarna krem sampai hijau dengan berat jenis antara 2,4 2,8 1

20 2 g/mm 3 dan titik leleh antara C. Bentonit alam pada umumnya mengandung sedikit kalsit, karbonat, gipsum dan kwarsa. Permukaan dan poripori bentonit alam dapat diperbesar dengan teknik aktivasi kimia maupun fisik (Burch, R., 1997), atau dengan pemilaran menggunakan unsur Zr, Ti, Fe, Na, Ca melalui teknik interkalasi dan kalsinasi pada suhu 450 C menghasilkan bentonit terpilar yang disebut serbuk fotokatalis ( Vansant, E.R., 1998; Palverejen, M., 2002). Serbuk fotokatalis semikonduktor telah banyak dipelajari ditemukan bahwa aktivitas dari fotokatalis ini semakin baik dengan turunnya ukuran partikel yang menyebabkan naiknya luas permukaan. Penurunan ukuran partikel antara 5 10 nm menyebabkan perubahan struktur pita energi menjadi semikonduktor yang dikenal sebagai efek samping kwantum. Penelitian lebih lanjut telah dilakukan menghasilkan fotokimia dari berbagai macam ukuran dan bentuk, partikel semikonduktor kolokogenide seperti CdS, ZnS, CdSe, GeSe, ZnSe dan semikonduktor oksida dari jenis ZnO, Fe 2 O 3, TiO 2 telah banyak digunakan untuk fotokatalis untuk memproduksi hidrogen dari air (Miyoshi, H., 1989). Prinsip mengubah permukaan dan pori-pori bentonit adalah dengan melarutkan logam-logam yang terdapat pada pori bentonit dengan suatu asam dan karena logam sudah larut maka pori-pori menjadi lebih luas. Metode lain untuk memperluas pori dengan cara pemilaran, dalam hal ini pori-pori bentonit yang mengandung logam Na dan K diinterkalasi dengan kation logam yang diameternya lebih besar sehingga pori tersebut mengembang, selanjutnya dikalsinasi pada suhu C (Bask,1992, Long dan Yang, 1999). Logam-

21 3 logam akan membentuk oksida-oksida yang berikatan dengan antar lapis, menghasilkan bentonit terpilar (Palverejen, M., 2002). Melalui teknik ini porositas bentonit akan menjadi besar, oksida-oksida logam sebagai agen pemilar dapat digunakan untuk katalis. Pada penelitian ini dilakukan interkalasi pori-pori bentonit menggunakan TiO 2 dan suhu kalsinasi dari C untuk menghasilkan bentonit terpilar TiO 2. Bagian isolatornya yaitu oksida-oksidanya dapat dietsa untuk menghilangkan oksida-oksida dengan menggunakan campuran HF/ H 2 O/ NH 4 F atau HF/ HNO 3 / H 2 O atau dengan menggunakan CF 4 / H 2 yang menghasilkan lapisan silikon yang bebas dari oksida dan silikon ini selanjutnya dietsa dengan larutan HF/ HNO 3 / CH 3 COOH/ I 2 sehingga silikon akan terlarut. Besarnya luas permukaan yang dihasilkan tergantung waktu yang digunakan untuk mengetsa. Jika waktu yang digunakan terlalu lama SiO 2 atau Si larut semua dan hal demikian tidak diharapkan sehingga waktu yang digunakan untuk mengetsa perlu dikontrol (Wouter, I., 1999; Sze, S.M., 1997). Jika teknik pengetsaan ini tercapai maka permukaan dan pori-pori bentonit terpilar menjadi lebih besar yang diduga menghasilkan makropori bentonit terpilar. Pemilaran dengan menggunakan TiO 2 dan pengetsaan silikat bentonit ini dapat mengubah sifat fisik dan kimia, meningkatkan basal spasing (d 001 ), luas permukaan spesifik, volume total, keasaman permukaan dan menurunkan jejari rerata pori.

22 4 Bentonit terpilar TiO 2 ini dapat digunakan untuk katalis pada pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti penyediaan bentonit terpilar ini sebagai katalis Permasalahan Bentonit alam mempunyai 60% kandungan silikatnya, untuk menyediakan material ini sebagai katalis maka perlu meningkatkan luas permukaan dan volum porinya dengan cara melakukan interkalasi dengan TiO 2 dan menjadi bentonit terpilar TiO 2. Oksida logam titania ini merupakan material yang sensitif terhadap cahaya dan baik menjadi katalis fotokimia. Jika bentonit terpilar TiO 2 dilakukan pengetsaan dengan bahan kimia maka bentonit terpilar yang teretsa dapat menjadi co-katalis. Sehingga perlu dipelajari pembuatan katalis yang sensitif terhadap cahaya matahari dari bentonit alam dan apakah bentonit terpilar TiO 2 yang telah dietsa dapat sebagai co-katalis pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air Tujuan Penelitian Pemilaran bentonit menggunakan TiO 2 menghasilkan bentonit TiO 2 yang akan meningkatkan basal spacing, atau porositas dan luas permukaan. Dengan menggunakan campuran HF/ CH 3 COOH/ HNO 3 / I 2 akan mengetsa silikat dan menjadi hole (h + ) yang ada pada SiO 2. Karena material ini telah menjadi makropori maka dapat menyerap molekul air dan pilar oksida logam (titania) sebagai katalis dan silikat yang dietsa sebagai co-katalis pada pembuatan

23 5 gas hidrogen dari air. Dengan demikian tujuan penelitian ini mempelajari apakah bentonit terpilar TiO 2 yang dibuat dapat digunakan katalis dan co-katalis pada pembuatan gas hidrogen dan oksigen dari air Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu terutama rekayasa nanopori serta dapat juga digunakan untuk mempelajari penyediaan katalis dari bentonit.

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koloid Anorganik Fraksi anorganik tanah terdiri dari pecahan batuan dan mineral dengan komposisi dan ukuran yang berbeda-beda. Selain komposisi beragam, fraksi anorganik itu di dalam tanah didominasi oleh ikatan-ikatan silikat dan oksida. Fraksi anorganik kadang-kadang dapat dibedakan menurut mineral primer dan sekunder. Namun kadang-kadang pembagian ini menimbulkan kesulitan oleh karena seringkali dalam endapan mineral sekunder dianggap mineral primer, karena mineral sekunder sering tercampur mineral primer. Dengan berdasarkan ukuran, maka dikenal tiga fraksi utama anorganik di dalam tanah: 1. Fraksi kasar (0,05 2,00 mm) disebut fraksi pasir 2. Fraksi halus (0,002 0,05 mm) disebut debu 3. Fraksi sangat halus < 0,002mm disebut liat (USDA, 1975). Dalam ilmu tanah biasanya liat dianggap koloid, meskipun ada liat dalam jumlah yang sedikit yang tidak bermuatan. Atas dasar penyusunan SiO 4 tetrahedral dalam strukturnya, maka dikenal enam tipe silikat tanah yaitu: siklo, ino, neso, filo, soro dan tekto-silikat. Seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini. 6

25 7 Tabel 2.1. Beberapa Mineral dari Keenam Tipe Silikat Tanah Silikat tanah Siklosilikat Inosilikat Nesosilikat Filosilikat Sorosilikat Tetosilikat Mineral Turmalin Amfibol, Piroksi, Hornblende Garnet, Olifin, Zirkon, Topaz Kaolinit, Montmorillonit, Ilit, Vermikulit, Klorit Epidot Felspat, Zeolit (Tan, 1982) Fraksi pasir dan sebagian besar debu termasuk ke dalam siklo, ino, neso, soro atau tektosilikat. Faksi-fraksi ini merupakan Kerangka dari tanah. Oleh karena ukuran mineral termasuk kasar, maka luas permukaannya yang kecil dan tidak memperlihatkan sifat-sifat koloid. Meskipun tidak aktif dalam melaksanakan reaksi-reaksi kimia, fraksi ini berpartisipasi sedikit dalam hal serapan. Kebanyakan mineral-mineral pasir dan debu diketahui penting pula dalam pembentukan liat. Fraksi liat termasuk tipe filosilikat. Tanah liat memegang peranan penting dalam kimia tanah, karena sifat permukaannya yang berbeda dengan butir-butir mineral yang ukurannya lebih besar. Kebanyakan mineral tanah liat berstruktur kristal, sedangkan fraksi lain memperlihatkan perkembangan kristal yang sangat lemah (poorly exhibit crystal) atau tidak mengkristal sama sekali. Beberapa tipe tanah liat dapat pula berbentuk amorf, misalnya gel silika, alumina, okida besi dan sebagainya. Fraksi tanah liat yang lain dapat disebutkan poligorskit (mineral berstruktur rantai), misalnya kuarsa dengan ukuran butir <2μm. Tanah liat kebanyakan berwujud kristal

26 8 ataupun amorf. Jika tanah liat itu bersifat amorf, maka bentuknya sukar dikenal. Dengan metode analisis yang canggih dapat dilihat perbedaan yang jelas antara tanah liat mengkristal dan amorf. Tabel 2.2. Mineral-mineral Filosilikat Utama dalam Tanah Tipe Lapisan Nama Kelompok Mineral 1 : 1 Kaolinit Kaolinit Haloisit Khrisotil Lizardit Antogorit (Tan,1982) 2 : 1 2 : 2 Montmorilonit Mika Ilit Vermikulit Khlorit Montmorilonit Beidelit Saponit Hektorit Saukonit Muskovit Paragonit Biotit Flogopit Ilit Vermikulit Khlorit Dalam ilmu tanah tanah liat dianggap amorf jika mineral memperlihatkan bentuk yang tidak dibatasi bidang-bidang datar, jika diperiksa dengan sinar-x, penyusunan atom dalam tanah liat amorf tidak beraturan, sehingga difraktogram yang dihasilkan sinar-x tidak memperlihatkan bentuk yang jelas.

27 9 Berbeda dalam sistem kristal, penyusunan atom biasanya berulang-ulang beraturan (regular pattern) dengan arah tiga dimensi. Dalam bahan yang bersifat amorf seperti gelas, ikatan kimia dan komponen-komponen atom acapkali hanya pengulangan unit-unitnya. Penyusunan atom-atom akan menghasilkan satu unit bangunan kristal yang disebut sel satuan, bangunan ini memperlihatkan pola kelompok atom-atom yang posisinya berulang-ulang dalam arah tiga dimensi dalam ruang menurut sumbu x, y dan z Gambar 2.1. (A) Struktur kristal memperlihatkan pola kelompok atom yang kedudukan atom akan berulang-ulang pada tiga arah di dalam ruang menurut sumbu x, y, z. (B) Gambar dari satu satuan sel, menunjukkan panjang satuan a, b dan c pada garis terputus-putus yang terletak pada sumbu x, y, dan z dan membentuk kristal kubus (Tan,1982). Sumbu z kadang-kadang disebut sumbu c, ukuran atau panjang pinggiran (edges) sel satuan pada tiap arah dinyatakan dengan istilah-istilah a, b dan c yang masing-masing memiliki panjang tertentu menurut kristalnya. Dalam

28 10 kristal berbentuk kubus, panjang a, b dan c adalah sama dan sudut-sudut α, β dan γ masing-masing 90. Dalam tanah liat sudut-sudut ini bervariasi menurut struktur, dengan menempatkan beberapa sel satuan secara bersama-sama susunan kristal akan menghasilkan apa yang disebut struktur kisi. Sebuah kristal yang sempurna dapat terdiri dari beberapa sel satuan, yang masing-masing satuan selnya mempunyai volum lebih kurang 1 μm 3. Kelompok-kelompok atom di dalam kisi kristal dapat tersusun dalam bidang-bidang pada jarak yang sama di sepanjang arah kristal. Beberapa tipe bidang atom dapat digambarkan di dalam kristal dengan jarak antar bidang yang disebut dengan jarak d (d-spacing). Bidang yang dibatasi oleh a dan b paralel dengan sumbu-sumbu x dan y (Gambar 2.1) memotong sumbu z dan c, tetapi tidak memotong sumbu x dan y. Menurut sistem Indeks dari Miller (Miller Indices System, Grimshaw, 1971) bidang ini diberi kode 001, jarak dasar (Basal (001) Spacing) memegang peranan penting dalam mengidentifikasikan mineral liat dengan analisis difraksi sinar-x. Bidang yang memotong sumbu a sejajar sumbu b dan c diberi kode 100, sedangkan yang memotong sumbu a dan c diberi kode 010. Silikat dibangun menurut silika tetrahedral, dalam hal ini setiap atom oksigen menerima satu valensi dari atom silikon. Agar kebutuhan divalensinya tercapai, maka atom-atom oksigen dapat mengadakan ikatan dengan kation lainnya (Gambar 2.2). Ikatan silika tetrahedral menghasilkan tiga kelompok penyusunan struktur dari silikat-silikat: rantai, lembar, dan struktur jaringan (frame work structure). Mineral-mineral silikat tanah liat dicirikan oleh struktur lembar. Kebalikan dengan silikat lainnya, struktur tanah liat tidak

29 11 menggambarkan kerangka tiga dimensi dari ikatan sederhana dari unit-unit silikon-oksigen. Akan tetapi ia dibangun oleh lapisan mampat (Stacked layer) dari lembar-lembar silika tetrahedral dan oktahedral. Lembar-lembar ini dibangun oleh pengikatan tiga atom oksigen di dalam sel tiap tetrahedral dengan satuan silika tetraheral yang berhadapan, silika tetraeder disusun menurut cincin heksagonal. Gambar 2.2. Struktur tunggal silika tetraeder (atas), penyusunan beberapa silika tetraeder ke dalam bentuk lembar dengan bekerjasama atom-atom oksigen (Tan, 1982). Dalam pola silika tetrahedral seperti ini, satu atom oksigen dalam tiap tetrahedral secara elektris tetap tidak berimbang. Agar tercapai kebutuhan valensi dua, maka yang terakhir diikatkan pada Al dalam koordinasi oktahedral. Dengan susunan serupa ini yakni lapisan dan lembar-lembar silika tetrahedral dan Al oktahedral, maka struktur berlapis dari tanah liat terbentuk. Beberapa lapisan lembar silika tetra dan aluminium oktahedral dapat lengket satu sama lainnya.

30 12 Namun setiap lapisan merupakan satuan yang bebas dan dianggap sebagai satuan kristal. Ikatan lapisan-lapisan secara relatif kuat, misalnya kaolinit, atau relatif lemah seperti montmorilonit. Di dalam tiap lapisan, kelompok atom tertentu akan berulang-ulang atomnya dalam arah lateral. Kelompok ini atau unit lapisan (Unit Layer) disebut satuan sel, sementara jumlah lapisan ditambah dengan bahan antar lapisan disebut struktur unit. Dengan dasar jumlah lembar-lembar tetraeder dan oktaeder dalam satu lapis, maka dikenal tipe struktur tanah liat sebagai berikut : 1:1 (Diamorfik) 2:1 (Trimorfik) 2:2 (Tetramorfik) 2:1:1 (Tetramorfik) Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1 karena komposisinya terdiri atas satu lembar Si tetraeder dan satu lembar Al oktaeder, golongan montmorilonit termasuk kedalam tipe 2 : 1, karena strukturnya terbangun dari dua lembar Si tetraeder dan satu lembar Al oktaeder. Golongan khlorit adalah contoh dari tipe 2 : 2. Sedangkam paligorskit dan sepiolit termasuk tipe 2 : 1 :1. Setiap golongan mineral tanah liat dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni: diokdaeder dan trioktaeder. Jika dua dari tiga posisi oktaeder diduduki oleh Al 3+, maka keadaan ini disebut diokataeder, jika semua posisi oktaeder diduduki Mg 2+, maka ini disebut trioktaeder. Sebagai tambahan dari uraian di atas, pelekatan (stacking) dari lapisanlapisan dapat juga dilakukan oleh tipe yang berbeda dari satuan lapisan-lapisan di

31 13 dalam pola beraturan ataupun tidak, gejala ini menghasilkan mineral bertingkat (interstratified group) atau mineral lapisan tercampur. Struktur mineral ini amat beragam jika dua atau lebih tipe berbeda dari satuan lapisan dapat melekatkan bersama-sama. Misalnya unit-unit vermikulit dengan khlorit dengan smektit, mika dengan smektit, dan kaolinit dengan smektit Kaolinit (Tipe 1 : 1) Mineral kaolinit adalah alumino-silikat yang terhidrasi dengan komposisi kimia umum Al 2 O 3 : SiO 2 : H 2 O = 1:1:2 atau 2SiO 2.Al 2 O 3.2H 2 O per satuan sel. Seperti telah dinyatakan, golongan ini termasuk tanah liat filosilikat dengan tipe 1 : 1. Kristalnya terdiri dari lapisan aluminium oktahedral tersusun di atas lembar silika tetraeder (Gambar 2.3). Lembar-lembar ini memanjang terus menerus dengan arah a dan b dan satu tersusun di atas lembar lainnya dalam arah sumbu z atau c. Satuan sel adalah non-simetris, dengan satu lembar silika tetraeder pada satu sisi dan satu lembar aluminium oktaeder pada sisi lain. Sebagai akibatnya, bidang dasar (basal plane) atom-atom oksigen pada satu unit krsital berseberangan dengan bidang dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Gejala terakhir menghasilkan mineral-mineral memiliki dua tipe permukaan. Kedua lembar yang membentuk satu satuan lapisan (unit layer) diikat oleh atom oksigen. Atom oksigen ini satu valensinya berpegangan erat dengan silikon, sedangkan yang lain memegang Al secara ikatan koordinasi sedangkan satuan-satuan lapisan berpegangan satu sama lain melalui ikatan H (Hydrogenbonding), menghasilkan

32 14 ruang antar-misel dengan dimensi tertentu. Basal spacing dari mineral kaolinit adalah 7,14 Å. Gambar 2.3. Struktur kaolinit terdiri dari lembar-lembar silika tetrahedral dan aluminium oktahedral (Tan, 1982) Hanya sedikit jika tidak nol berlangsung substitusi isomorf dan muatan permanen persatuan sel. Namum berhubung dengan terdapatnya gugusan OH yang tersembul (exposed), maka muatan negatis kaolinit beragam tergantung ph. Seperti terlihat strukturnya, posisi gugusan OH membuka kesempatan bagi disosiasi ion H, yang menjadi alasan untuk perkembangan muatan beragam terutama bidang gugusan OH yang tertentu pada permukaan yang tersembul dari tapak Al oktahedral (Octahedral site). Bidang gugusan OH yang lain juga

33 15 terdapat, tetapi gugusan ini terletak sebagai bidang bagian permukaan dari Al-okta yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Kemungkinan disosiasi H + melalui jaringan oksigen ini masih belum diketahui. Sebagai akibatnya nilai KTK kaolinit menjadi kecil dan dapat berubah jika ph berubah, nilai KTK biasanya antara 1-10 me/ 100 g. Oleh karena kuatnya ikatan struktural, maka partikel kaolinit tidak mudah pecah. Keadaan ini juga menyebabkan kaolinit bersifat sukar mengerut dan mengembang serta kurang plastis. Keterbatasan permukaan aktif menyebabkan daya adsorpsinya rendah. Luas permukaan spesifik kaolinit kira-kira 7 30 m 2 /g. Ada tidaknya kaolinit dalam suatu tanah dapat diidentifikasi dengan difraksi sinar-x dengan menetapkan nilai d (jarak antara bidang atom di dalam kristal). Nilai d untuk kaolinit d 001 adalah 7,14 Å. Anggota golongan kaolinit adalah kaolinit, dikit, nakrit dan haloisit. Kecuali haloisit, mineral lainnya tidak dapat mengebang dalam air. Dari mineral-mineral disebutkan di atas mineral kaolinit yang distribusinya terluas. Mineral ini banyak didapati pada tanah ordo ultisol dan oxisol di daerah tropik Haloisit (Tipe 1:1) Mineral ini mempunyai komposisi umum Al 2 O 3.2SiO 2.4H 2 O. Strukturnya mirip kaolinit, perbedaan dengan kaolinit terletak pada susunan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan air (water interlayer). Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola heksagonal, molekul air ini selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal melalui ikatan H. Oleh karena terdapatnya air di antara lapisan maka haloisit

34 16 memiliki nilai α =10,1 Å lebih besar dari kaolinit. Jika haloisit dipanaskan, maka nilai d turun menjadi 7,2 Å. Mineral yang airnya telah keluar disebut metahaloisit. Haloisit dilaporkan cepat berubah menjadi metehaloisit jika suhu menjadi 50 C. Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop elektron, bentuk ini berbeda dengan kaoilinit yang berbentuk heksagonal. Proses pembentukan dan kemantapan haloisit di dalam tanah diketahui dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Kondisi tanah lembab diperlukan untuk perkembangan mineral itu. Terdapat indikasi bahwa haloisit dipercaya sebagai bahan asal dari kaolinit. Proses pembentukan kaolinit mengikuti urutan (sequence) pelapukan berikut ini: Montmorilonit Haleisit Metahaloisit Kaolinit Montmorilonit (Tipe 2 : 1) Mineral dalam kelompok ini kadang-kadang disebut smektit dan mempunyai komposisi beragam. Namun rumus umum dinyatakan sebagai Al 2 O 3.4SiO 2.H 2 O + xh 2 O. Nama montmorilonit diperuntukkan bagi jenis aluminosilikat berhidrasi dengan substitusi rendah. Tipe tanah liat ini sering pula disebut bentonit. Montmorilonit memiliki ion-ion Mg 2+ dan Fe 3+ di dalam posisi oktaeder, sementara beidelit yang baik tidak mengdung Mg dan Fe di dalam lembar oktaeder. Beidelit dicirikan oleh kandungan Al yang tinggi. Muatan lapisan silika semua berasal dari penggantian Si 4+ oleh Al 3+. Dua macam teori struktur dari montmorilonit ialah (1) menurut Hofmann dan Endell serta (2) menurut Edelman dan Favajee. Kedua teori itu menunjukkan kemiripan yakni dalam hal struktur unit sel yang dianggap simetris,

35 17 sehingga berlawanan dengan kaolinit. Satu lembar aluminium oktaeder terselip atau terjepit di antara dua lembar silika tetraeder. Ikatan antara lapisan relatif lemah dan mempunyai ruang antar lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air meningkat. Perbedaan antara struktur Hofmann dan Endell dengan struktur menurut Edelman dan Favajee adalah dalam penyusunan jaringan silika tetraeder seperti yang dilukiskan pada Gambar 2.4. Edelmann dan Favajee berpendapat bahwa susunan alternatif dari silika tetraeder terwujud dengan ikatan Si-O-Si bersudut 180, dengan bidang dasar terdiri dari gugusan OH yang diikat oleh silika di dalam tetraeder. Gambar 2.4. (a) Model Struktur montmorilonit menurut Edelman dan Favajee, dan (b) Model struktur menurut Hofmann dan Endell (Tan, 1982) Muatan negatif montmorilonit umumnya berasal dari substitusi isomorfik yaitu penggatian kation bervalensi tinggi dengan kation valensi yang

36 18 lebih rendah dengan syarat jari-jari atom relatif sama. Hanya terdapat sedikit muatan berubah, karena semua gugusan hidroksil berlokasi dalam bidang permukaan yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Van Olphen (1977) mengemukakan nilai KTK monmorilonit kira-kira 70 me/ 100g, luas permukaan antara m 2 /g dan oleh karena besarnya nilai ini maka montmorilonit memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah. Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen-komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume tanah liat dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan. Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat, mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik. Jerapan persenyawaan organik menjurus pembentukan kompleks organo-mineral. Ion-ion organik dipercaya dapat menggantikan kedudukan kation-kation organik di dalam ruang antar misel. Jerapan persenyawaan organik sperti gliserol dan etilen glikol merupakan penciri dalam mengidentifikasi montmorilonit dengan analisa difraksi sinar-x. Jika montmorilonit dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C, maka biasanya mineral

37 19 ini dicirikan oleh puncak difraksi dari jarak dasar 10 Å, sedangkan nilai untuk kondisi kering udara adalah 12,4 14 Å. Dari keanekaragaman jenis tanah liat, monmorilonit ditemukan dalam bentuk tanah kebanyakan montmorilonit termasuk oktaeder, dan banyak ditemukan pada jenis tanah Vertisol, Mollisol, Affisol maupun Entisol. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering Ilit (Tipe 2 : 1) Golongan mineral ini termasuk mineral mika (2 : 1) yang tidak mengembang, namun berbeda dengan mika sesungguhnya yang termasuk dalam mineral sekunder. Mineral ini juga dikenal dengan nama mika berair (hydrous mica) atau mika tanah. Dalam kelompok ini ilit digunakan untuk mineral berbutir halus sedangkan berbutir kasar dinamakan mika berair. Sejumlah peneiliti menolak mengklasifikasikan ilit sebagai tanah liat, mereka mengukakan ilit adalah mika berukuran tanah liat sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mineral tanah liat (Theng, 1974). Namum mineralogi tanah liat ilit dimasukkan dalam soil taxonomy (USDA,1975). Van Olphen (1977) berpendapat, bahwa mika terutama muskovit adalah prototipe dari ilit, hubungannya yang dekat dengan mika menjadi alasan namanya disebut sebagai mika berair atau mika tanah. Mineral ilit hampir mirip komposisinya dengan muskovit, tetapi mengandung lebih banyak SiO 2 dan lebih sedikit K. Beberapa peneliti

38 20 berpendapat bahwa suatu seri yang berkelanjutan dari suatu ilit terjadi ketika berlangsung perubahan mineral muskovit menjadi montmorilonit. H 2 KAl 3 Si 3 O 12 Seri Ilit Al 2 O 3.4 SiO 2.H 2 O + x H 2 O Muskovi Montmorilonit Oleh karena ilit mengandung K dalam ruang di antara lapisan, maka unit lapisan terikat lebih kuat dibandingkan dengan monmorilonit. Jadi ruang di antara misel dari ilit dapat mengembang jika ditambahkan air. Nilai jarak dasar (basal spacing) adalah 10 Å, sedangkan KTK kira-kira 30 me/ 100 g. Plastisitas, pengerutan dan pengembangan mineral ilit jauh lebih kecil dibandingkan dengan montmorilonit sehingga sifat mineral ini lebih mirip kaolinit daripada montmorilonit, kandungan K dalam ilit berkisar antara 5 8 %. Ilit ditemukan pada tanah-tanah mollisol, alfisol, spodosol, aridisol, inceptisol dan entisol. Pada tanah yang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi, mineral ilit cenderung berubah menjadi montmorilonit, sedangkan di bawah pengaruh iklim sedang atau bersuhu tinggi, strutur ilit dilaporkan dapat berubah menjadi strutur kaolinit Vermikulit (Tipe 2:1) Nama vermikulit berasal dari vermiculare atau vermicularis dalam bahasa latin berarti mirip cacing = wormlike, yang jika dipanaskan mineralnya dapat memanjang hingga kali dari ukuran semula. Kelompok mineral ini membentuk jonjotan mirip mika sperti ilit. Vermikulit dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu vermikulit sesungguhnya (true vermiculite) dan vermikulit liat

39 21 (clay vermiculit). Vermikulit sesungguhnya tidak dianggap sebagai mineral tanah liat, tetapi sebagai mineral pembentuk batuan (Douglas, 1977). Vermikulit berukuran tanah liat ditemukan dalam tanah dianggap sebagai vermikulit liat atau vermikulit tanah. Kehadiran dalam fraksi tanah liat untuk pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1974 di Skodlandia. Pelacakan mineral ini dalam tanah dilakukan dengan alat Sinar x dengan puncak difraksi pada 14 Å sehingga acapkali mineral ini disebut sebagai mineral 14 Å. Tanah liat vermikulit adalah magnesium aluminium silikat, dengan Mg menduduki posisi oktaeder di antara dua lembar silika tetraeder, beberapa atom Fe juga ditemukan. Rumus kimia secara umum dituliskan sebagai berikut: 22 MgO. 5Al 2 O 3. Fe 2 O SiO H 2 O atau Mg 3 Si 4 O 10 (OH) 2 x H 2 O Struktur vermikulit amat mirip dengan struktur khlorit, perbedaannya ialah terdapatnya lapisan yang terdiri dari molekul-molekul air setebal 5 Å di dalam ruang antar misel. Di dalam lapisan tetraeder terjadi penggantian Si 4+ oleh Al 3+, sehingga muatan negatif pada mineral ini adalah tinggi. Vermikulit termasuk mieneral tanah liat yang tertinggi nilai KTK-nya. Nilai KTK vermikulit kira-kira 150 me/ 100 g dan lebih besar dari montmorilonit. Kebanyakan vermikulit tanah berstruktur dioktaeder dan diketahui dapat menfiksasi K +, NH 4, dan kation lainnya. Daya menfiksasi ini lebih besar dibandingkan dengan bentonit atau ilit. Pengenalan tanah liat vermikulit biasanya dilakukan dengan analisa difraksi sinarx dan dengan metode Defferential Termal Analysis (DTA). Dengan sinar-x puncak difraksi yang dihasilkan adalah 14 Å. Jika suhu ditingkatkan menjadi

40 C, maka nilai d akan turun menjadi 11,8 atau 9,3 Å. Dalam tanah umumnya sebagian vermikulit berlapis tercampur dengan montmorilonit, khlorit, dan biotit, jika vermikulit diberi larutan KCl akan dihasilkan mineral dengan struktur mika. Vermikulit dalam jumlah yang relatif sedikit diketemukan pada tanahtanah ultisol, mollisol, dan aridisol. Ionnya lebih mudah terbentuk pada tanah berdrainase baik dan berlawanan dengan pembentukan montmorilonit yang menghendaki lembab Khlorit (Tipe 2:2) Mineral tanah liat ini tersusun dari magnesium dan aluminium silikat berair yang memiliki hubungan dengan mineral mika. Kebanyakan khlorit berwarna hijau, struktur khlorit mirip dengan talk atau tanah liat tipe 2:1 yang memperlihatkan kemiripan dengan vermikulit. Namun kini sejumlah penulis bersepakat menyebut khlorit sebagai mineral tipe 2:2. Lapisan oktaeder terdiri dari hidroksida Al dan Mg yang terjepit di antara dua lembar silika tetraeder. Lembar Mg atau Mg(OH) 2 sebelumnya disebut lembar brusit. Dalam ruang antar misel juga ditempati oleh lembar brusit, sehingga disebut tanah liat tipe 2 :2. Komposisi mineral beragam, tetapi komposisi umum dilaporkan adalah: (Mg, Fe, Al) 6 (Si, Al) 4 O 10 (OH) 8. Substitusi isomorfik berlangsung di dalam kedua lapisan tetraeder maupun oktaeder. Kation Si dapat digantikan oleh Al dan Fe dapat menggantikan Mg di dalam posisi oktaeder.

41 23 Jika pergantian Mg oleh Al dalam lembar brusit, maka menimbulkan muatan positip. Muatan positip ini akan menetralisir muatan negatif dari lapisan mika sebagai akibatnya khlorit memiliki muatan yang rendah dan dengan nilai KTK yang kecil. Khlorit ditemukan dalam jumlah sedikit tercampur dengan jenis tanah liat lain. Pada tanah afisol, mollisol, dan andosol kebanyakan mineral khlorit termasuk trioktaeder Bentonit Bentonit adalah istilah perdagangan untuk sejenis lempung yang banyak mengandung mineral montmorilonit (sekitar 85 %), yaitu suatu mineral hasil pelapukan, pengaruh hidrotermal, atau akibat transformasi/ devitrifikasi dari tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya pada umumnya terdiri dari campuran mineral kuarsa/ kristobalit, feldspar, kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklas, illit, dan lain sebagainya (Zulkarnaen, Wardoyo, S., Marmer, D.H., 2002). Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2 μm. Struktur dasarnya merupakan filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari lembaran tetrahedral silikon oksigen dan lembaran oktahedral aluminium oksigen hidroksida (Lestari, S., 2002) Proses Terjadinya Bentonit di Alam Secara umum, asal mula endapan bentonit ada 4 (empat), yaitu:

42 24 1. Terjadi karena proses pelapukan batuan Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi mineral batuan induk dan kelarutannya dalam air. Mineralmineral utama dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Secara umum faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim, jenis batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas batuan tersebut. Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat di dalam air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam batuan. 2. Terjadi karena proses hidrotermal di alam Proses hidrotermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah, sehingga mineral-mineral yang kaya akan magnesium, seperti hornblende dan biotit cenderung membentuk mineral klorit. Pada alterasi lemah, kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya akan membentuk montmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur magnesium. Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam yang mengandung klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa dan akan tetap bertahan

43 25 selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal. Pada alterasi lemah, adanya unsur alkali tanah akan membentuk bentonit. 3. Terjadi karena proses transformasi dan devitrifikasi mineral-mineral dari gunung berapi Proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi gelas akan menjadi mineral lempung (mengalami devitrifikasi secara perlahan-lahan) yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang berasal proses transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau. 4. Terjadi karena proses pengendapan batuan Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, di mana unsur pembentuknya antara lain: karbonat, silika pipih, fosfat laut, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur aluminium dan magnesium (Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 2001) Komposisi Bentonit Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel bentonit yang diambil langsung di lapangan, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut:

44 26 Tabel 2.3. Hasil Analisis Sampel Bentonit Komposisi % Kalsium oksida (CaO) Magnesium oksida (MgO) Aluminium oksida (Al 2 O 3 ) Ferri oksida (Fe 2 O 3 ) Silika (SiO 2 ) Kalium oksida (K 2 O) Air 0,23 0,98 13,45 2,18 74,9 1, Sifat-sifat Umum Bentonit Sifat-sifat umum dari bentonit adalah: 1. Memiliki kilap lilin, 2. Memiliki warna yang cukup bervariasi, mulai dari warna dasar putih, hijau muda kelabu, merah muda dalam keadaan segar, dan akan berubah warna menjadi krem apabila telah melapuk, dan lama-kelamaan akan menjadi kuning dengan sedikit kemerahan, atau kecoklatan, serta hitam keabu-abuan, tergantung pada jenis dan jumlah fragmen mineralnya, 3. Bersifat sangat lunak, dan plastis, memiliki porositas yang tinggi, ringan, mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air, dan dapat melakukan pertukaran ion (ion exchanging), 4. Mempunyai berat jenis berkisar antara 2,4 2,8 g/ml Jenis-jenis Bentonit Ada 2 (dua) jenis bentonit yang banyak dijumpai, yaitu:

45 27 1. Swelling Bentonite (bentonit yang dapat mengembang) atau sering juga disebut Bentonit Jenis Wyoming atau Na-bentonit, yaitu jenis mineral montmorilonit yang mempunyai partikel lapisan air tunggal (Single Water Layer Particles) yang mengandung kation Na + yang dapat dipertukarkan. Bentonit jenis ini mempunyai kemampuan mengembang hingga 8 (delapan) kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering, berwarna putih, atau kuning gading, sedangkan dalam keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan antara kation Na + dan kation Ca + yang terdapat di dalamnya sangat tinggi, serta suspensi koloidalnya mempunyai ph 8,5 sampai 9,8. Kandungan NaO dalam bentonit jenis ini, pada umumnya lebih besar dari 2 %. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur cat, sebagai bahan baku farmasi, bahan perekat pada pasir cetak dalam industri pengecoran, dan lain sebagainya. 2. Non Swelling Bentonite (Bentonit yang kurang dapat mengembang) atau sering juga disebut Ca-bentonit, yaitu jenis mineral montmorilonit yang kurang dapat mengembang apabila dicelupkan di dalam air, namun setelah diaktifkan dengan asam, maka akan memiliki sifat menyerap sedikit air dan akan cepat mengendap tanpa membentuk suspensi. Yang mempunyai ph-nya sekitar 4,0 7,1. Daya tukar ionnya juga cukup besar. Bentonit jenis ini mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan kandungan natriumnya. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka

46 28 bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap (pemucat) warna (Bleaching Earth) Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit Pemanfaatan bentonit dalam bidang industri, sangat erat kaitannya dengan sifat yang dimiliki oleh bentonit itu sendiri, yaitu: a. Komposisi dan jenis mineral Untuk mengetahui komposisi dan jenis mineral yang terkandung dalam bentonit, dilakukan pengujian dengan menggunakan Difraksi Sinar X. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara kualitatif komposisi mineral yang terkandung di dalamnya. b. Sifat Kimia Pengujian terhadap beberapa sifat kimia yang terkandung di dalam bentonit perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas (mutu) yang dimilikinya. c. Sifat Teknologi Pemanfaatan bentonit berkaitan dengan sifat teknologi yang dimiliki bentonit tersebut, yaitu antara lain: sifat pemucatan, sifat bagian suspensi yang dapat digunakan untuk pengerasan semen, sifat mengikat dan melapisi untuk pembuatan makanan ternak dan industri logam. d. Sifat Pertukaran Ion Pengujian terhadap sifat pertukaran ion bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah air (uap air) yang dapat diserap oleh bentonit, sehingga akan tercapai kesetimbangan reaksi kimia yang diperlukan

47 29 untuk proses selanjutnya. Hal ini sangat penting diketahui karena bentonit diharapkan dapat membentuk dinding diafragma yang mencegah terjadinya rembesan air. e. Daya Serap Sifat daya serap yang dimiliki bentonit terjadi karena adanya ruang pori-pori antar ikatan mineral lempung, serta ketidakseimbangan antara muatan listrik dalam ion-ionnya. Daya serap tersebut pada umumnya berada pada ujung permukaan kristal, serta diameter ikatan mineral lempung. Hal ini disebabkan karena bentonit dapat digunakan sebagai bahan penyerap dalam berbagai keperluan, baik dalam keadaan basah (suspensi) maupun kering (tepung). f. Luas Permukaan Luas permukaan bentonit dinyatakan dalam jumlah total luas permukaan kristal atau butir kristal bentonit yang berbentuk tepung dalam setiap gram massa bentonit tersebut (m 2 /g). Semakin tinggi luas permukaannya maka semakin banyak pula zat-zat yang terbawa atau melekat pada bentonit. Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pembawa (carrier) dalam insektisida dan pestisida serta sebahai bahan pengisi (filler) dalam industri kertas (pulp), dan bahan pengembang industri makanan dan plastik. g. Kekentalan dan Suspensi Sifat kekentalan dan daya serap yang tinggi sangat diharapkan terutama untuk pengeboran minyak, eksplorasi, industri cat, dan industri kertas.

48 30 Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan diolah terlebih dahulu. Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukukan untuk aktivasi bentonit, yaitu: 1. Secara Pemanasan (heat activation and extrusion) Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur C untuk memperluas permukaan butiran bentonit. 2. Secara Kontak Asam Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca + yang ada dalam Ca-bentonit menjadi ion H + dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan pengotor-pengotor lainnya dari kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik bentonit tersebut menjadi lebih aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur (framework) mempunyai area yang lebih luas. Proses pelepasan Al dari bentonit disajikan dalam persamaan berikut ini: (Al 4 )(Si 8 )O 20 (OH) H + (Al 4 )(Si 8 )O 20 (OH) H + (Al 3 )(Si 8 )O 20 (OH) 2 + Al H 2 O (Al 2 )(Si 8 )O 20 (OH) Al H 2 O Pada kondisi di atas, separuh dari atom Al berpindah dari struktur bersama dengan gugus hidroksida. Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan 4 (empat) atom oksigen tersisa.

49 31 Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion hidrogen. Pada proses aktivasi selanjutnya terjadi pelarutan lebih banyak lagi. Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut ini: (Al 2 )(Si 8 )O 20 (OH) H + Al 3+ + (Al)(Si 8 H 4 )O 20 (Al 2 )(Si 8 )O 20 (OH) H + 2 Al 3+ + (Si 8 H 8 )O 20 Sementara proses pengolahan bentonit dapat dilihat secara skematis berikut: Bentonit Alam Asam - Asam sulfat - Asam klorida Basa - Soda abu - Soda api Bentonit aktif - Bahan penyerap (Bleaching earth) Bentonit aktif - Bahan perekat - Bahan pengisi - Bahan lumpur bor Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit Setelah bentonit selesai diaktivasi dan diolah, maka bentonit tersebut siap untuk digunakan untuk beberapa aplikasi selanjutnya, yaitu: 1. Bentonit sebagai Bahan Penyerap (Adsorben) atau Bahan Pemucat pada Industri Minyak Kelapa Sawit

50 32 Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang sering digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak nabati, minyak bumi, dan lain-lain. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan suatu bahan penyerap yang tepat dan murah. Dalam keadaan awal, bentonit mempunyai kemampuan tinggi untuk menjernihkan warna. Kemampuan penyerapan warna ini dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan. Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu: a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang rendah, b. Fuller s earth, biasanya digunakan sebagai bahan pembersih bahan wool dari lemak. Fuller s earth adalah sejenis lempung yang secara alami mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas. Karakteristik dari lempung jenis ini adalah mempunyai kandungan air yang tinggi, plastisitas yang rendah, dan struktur yang berlapis-lapis. Sebagian besar fuller s earth menunjukkan perbandingan silika terhadap alumina antara 4 6. Sifat alami lain adalah ph antara 6,5 7,5, dengan porositas %, dan luas permukaan butiran Å. Mineral ini pada umumnya didominasi oleh mineral montmorilonit, atapulgit, dengan mineral ikutan berupa kaolinit, halloysit dan illit.

51 33 Proses penyerapan zat warna organik yang terdapat dalam minyak, lemak, dan pelumas terdiri atas penyerapan fisika dan kimia. Peyerapan secara kimia pada prinsipnya adalah merusak zat warna dengan penambahan oksidator, misalnya hidrogen peroksida. Penyerapan secara fisika adalah karena kontak antara permukaan butiran pada kondisi tertentu, yang meliputi temperatur, waktu kontak, pengadukan, dan konsentrasi yang dinyatakan oleh Frieundlich. Proses pemucatan kelapa sawit dengan menggunakan adsorben pada prinsipnya adalah merupakan proses adsorbsi, di mana pada umumnya minyak kelapa sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan pemanasan. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit adalah salah satu minyak nabati yang sulit untuk dipucatkan karena mengandung pigmen β karotenoid yang tinggi dibandingkan dengan minyak biji-bijian lainnya. Penggunaan adsorben dengan pemanasan yang dilakukan dalam proses pemucatan ini tidak selalu sama untuk semua produk pengolahan minyak kelapa sawit, tetapi tergantung kepada kondisi minyak kelapa sawit, proses pabrik, dan sifat adsorben yang digunakan. Pada umumnya, penggunaan adsorben adalah 1 5 % dari massa minyak dengan pemanasan pada suhu 120 C selama ± 1 jam. Dalam hal ini, adsorben yang sering digunakan adalah bentonit (dalam hal ini berfungsi sebagai bleaching earth/ tanah pemucat) dan arang aktif (activated charcoal). Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah dengan komposisi utama terdiri dari silikat, air terikat, ion-ion kalsium, magnesium oksida, dan

52 34 besi oksida. Daya pemucatan bleaching earth ditimbulkan oleh adanya ion-ion Al 3+ pada permukaan partikel adsorben yang dapat mengasorbsi partikel zat warna (pigmen). Sementara daya pemucatan tersebut tergantung pada perbandingan antara komponen SiO 2 dan AlO 2 yang terdapat dalam bleaching earth tersebut. Aktivasi adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl/ H 2 SO 4 ) akan mempertinggi daya pemucatan, karena asam mineral tersebut akan bereaksi dan melarutkan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu, asam mineral melarutkan Al 2 O 3 sehingga menaikkan perbandingan jumlah SiO 2 dan Al 2 O 3 dari (2 3) : 1 menjadi (5 6) : 1. Bentonit yang telah ditambang diangkut ke tempat penampungan sementara (stock pile). Bentonit dalam bentuk bongkahan atau lepas, baik dalam kondisi basah maupun kering, dilakukan penirisan dan pengeringan. Kemudian dimasukkan ke dalam reaktor (aktivasi) dengan menambahkan air dan asam sulfat. Langkah selanjutnya adalah pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada mineral montmorilonit untuk selanjutnya akan masuk ke dalam thickener. Media pemisahannya adalah air. Setelah itu, akan masuk ke dalam proses penyaringan dan dilakukan pengeringan. Bentonit yang telah kering dimasukkan ke proses penggerusan untuk mendapatkan ukuran butiran kurang lebih 200 mesh. 2. Bentonit sebagai Katalis

53 35 Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan, yaitu pada proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral montmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu diperkenalkan jenis material baru lempung terpilar yang memiliki stabilitas termal relatif lebih tinggi dari material asal. 3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion Pemanfaatan bentonit sebagai bahan penukar ion didasarkan pada sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga kation-kation dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit. Sifat ini juga merupakan hal yang penting dalam pengubahan Ca bentonit menjadi Na bentonit. Bentonit di Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran kapasitas tukar kation (KTK) yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah, yaitu berkisar antara meq/ 100 g. Hal ini disebabkan karena perbedaan komposisi kandungan kimianya. 4. Bentonit sebagai Lumpur Bor Penggunaan utama mineral lempung adalah pada industri lumpur bor, yaitu sebagai lumpur pemilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi, serta uap panas bumi. Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, harus ditiriskan terlebih dahulu sedangkan jika kondisinya telah kering maka dapat langsung dilakukan penghancuran. Setelah mencapai ukuran tertentu maka dilakukan proses

54 36 pengeringan kembali, di mana sumber panas untuk pengeringan tersebut berasal dari energi listrik. Setelah butiran bentonit sesuai dengan ukuran tertentu maka dimasukkan ke dalam reaktor untuk proses aktivasinya. Dalam hal ini, fraksi pasir harus dihilangkan untuk mempertinggi kualitas bentonit sebagai lumpur pengeboran. Ke dalam reaktor aktivasi dimasukkan sejumlah air dan H 2 SO 4. Setelah proses ini selesai maka dilakukan pengeringan kembali dengan sumber panas dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk mencapai ukuran butiran halus bentonit (200 mesh) sebelum dimasukkan ke dalam siklon. Hasil siklon berupa produk dicampur dengan karbosil metil selulosa (CMC) dan ditampung di silo. Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu perlakuan untuk mengubah Ca bentonit menjadi Na bentonit dengan penambahan bahan alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah natrium karbonat dan natrium hidroksida. Dengan perubahan tersebut diharapkan sifat hidrasi, dispersi, reologi, swelling, dan lain-lain akan berubah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor. Persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut API (American Petroleum Institute) adalah sebagai berikut: Kekentalan suspensi bentonit untuk 10 g dalam 350 ml air adalah 15. Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk larutan 10 g dalam 350 ml air harus lebih kecil dari 15 ml. Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah < 2,5 %. Kandungan uap air (kelembaban) adalah < 12 %.

55 37 Sementara persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut OCMA (Oil Companies Materials Association) adalah sebagai berikut: Kekentalan suspensi bentonit untuk 6,5 g dalam 100 ml air adalah 15. Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk larutan 6,5 g dalam 100 ml air harus lebih kecil dari 15 ml. Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah <15 %. Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan basah) adalah <2,5 %. Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan kering) adalah >98 %. Kandungan uap air (kelembaban) adalah <15 %. 5. Bentonit sebagai Bahan Konstruksi Bangunan Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di daerah tropis, mempunyai bermacam macam jenis tanah, di antaranya mempuyai sifat yang kurang baik. Di antaranya sifat fisik, seperti plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik, akibatnya sifat teknik yang dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah. Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan. Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di beberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat ekspansif, yaitu mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh akibat Compressibility -nya tinggi dan sulit

56 38 memadatkannya, sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul gaya-gaya yang bekerja padanya. Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat-sifat bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah astu bahan yang dapat digunakan adalah kapur yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah pada proses pengolahan asetilen berbentuk butiran halus yang masih mengandung air. Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara kimia, limbah ini mengandung oksida-oksida logam dan persenyawaan kimia lainnya. Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat digunakan sebagai bahan aditif kimia dalam stabilitas tanah. Karena dengan kandungan: 70,90 % kalsium hidrat; 0,31 % magnesium oksida; 0,66 % silika; 2,56 % alumina; 1,76 % besi oksida; ph 12,5; dan kadar air 3,76 %, maka limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang digunakan untuk stabilisasi tanah. 6. Bentonit sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup sederhana, yaitu: Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilalukan penirisan untuk mengurangi kadar airnya. Sedangkan jika kondisinya telah kering, maka telah

57 39 siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya di mana sumber panas berasal dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon. Setelah proses siklon selesai maka bentonit sebagai bahan perekat pada pembuatan pasir cetak disimpan di silo. 7. Bentonit untuk Pembuatan Tambahan Makanan Ternak (Urea Mollases Block) Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Kandungan bentonit yang digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak < 30 %. Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh. Memiliki daya serap >60 %. Memiliki kandungan mineral montmorilonit sebesar 70 %. 8. Bentonit untuk Industri Kosmetik Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Mengandung mineral magnesium silikat (Ca bentonit). Mempunyai ph netral. Kandungan air dalam bentonit adalah <5 %. Tidak mengalami perubahan panas selama dan setelah pemanasan. Ukuran butiran bentonit adalah 325 mesh.

58 40 Secara umum dapat dikemukakan bahwa mineral montmorilonit termasuk ke dalam kelompok smektit. Beberapa mineral yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah beidelit, hektorit, dan stevensit. Pada praktiknya, komposisi montmorilonit itu sendiri adalah berbeda dari bentonit yang satu dengan bentonit yang lain dan kandungan elemennya bervariasi tergantung pada proses pembentukannya di alam. Setiap struktur kristal montmorilonit mempunyai 3 (tiga) lapisan utama, yaitu lapisan oktahedral dari lapisan aluminium dan oksigen yang terletak di antara 2 (dua) lapisan silikon dan oksigen. Kandungan air kristalnya juga bervariasi sehingga jarak antar partikelnya dapat berubah-ubah, sehingga dapat mengembang (swelling). Adapun rumus umum kimia dari montmorilonit itu sendiri, yaitu: [Al 2 O 3.4SiO 2.xH 2 O]. Molekul montmorilonit terdiri dari lapisan-lapisan yang berjarak beberapa Amstrong. Salah satu lapisan berbentuk silika terkoordinasi dan dikombinasikan dengan lapisan alumina dan magnesia yang oktahedral. Partikel montmorilonit sangatlah kecil sehinngga strukturnya hanya dapat disimpulkan melalui penelitian menggunakan Difraksi Sinar-X (X-Ray Difraction). Gambar 2.6 di bawah ini menunjukkan sketsa diagram dari struktur montmorilonit. Kation yang dapat dipertukarkan dapat terjadi di antara lapisan silika dan ruang sumbu alumino silikat dari montmorilonit tersebut yang terhidrasi sempurna tergantung pada ukuran kation-kation antar lapisan.

59 41 Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit (Cool, P., 2002) Hidrasi pada Mineral Montmorilonit Secara teori dapat diterangkan bahwa susunan partikel lempung umumnya terdiri atas lapisan-lapisan yang bertumpuk seperti tumpukan kartu. Tumpukan tersebut terdiri dari lapisan silikat, alumina, dan oksigen yang di dalamnya terdapat gugusan hidrosil serta logam logam. Bila tersuspensi di dalam air akan memperbesar jarak antara lapisan sampai beberapa Amstrong dan ini berarti akan meningkatkan daya swelling dari lempung tersebut. Jenis lempung yang terbaik yang berkenaan dengan hal ini adalah jenis Na montmorilonit. Di dalam air, lempung jenis ini akan mengembang sampai lapisan-lapisan tersebut terpisah dari kelompoknya dan membentuk suspensi.

60 42 Jarak antar lapisan pada Na bentonit kering adalah 9,8 Å sedangkan pada Ca bentonit adalah 12,1 Å. Pada saat terjadinya hidrasi yang disebabkan oleh udara yang lembab ataupun suatu kondisi yang berair, maka jarak tersebut akan bertambah. Pada Ca bentonit menjadi 17 Å dan pada Na bentonit akan bertambah menjadi Å dan selanjutnya tumpukan tersebut akan berpisah dan membentuk suspensi. Gambar 2.7 menyajikan mekanisme hidrasi dan dispersi pada Ca bentonit. Gambar 2.7. Mekanisme Hidrasi dan Dispersi pada Ca-bentonit (Figueras, F., 1988) 2.3. Lempung Terpilar (Pillaried Inter Layered Clay/ PILC) Lempung Terpilar (PILC) adalah sebuah kelas yang menarik dari material-material dengan ukuran pori yang kecil secara 2 dimensi. Oleh karena Lempung Terpilar (PILC) mempunyai luas permukaan yang tinggi dengan porositas yang tetap, maka sangat baik digunakan untuk adsorbsi dan sebagai katalis. Sejak pori-pori Lempung Terpilar (PILC) dapat dilokalisasikan ke dalam daerah pori yang kecil, substrat ini membentuk sebuah jembatan antara mikropori zeolit pada suatu sisi dengan padatan mesopori dan makropori anorganik (seperti

61 43 silika dan alumina) pada sisi lainnya. Sejarah dari Lempung Terpilar (PILC) dimulai pada tahun 1955, namun studi intensifnya yang pertama dinyatakan sekitar pada tahun Selama perintisan kerja ini, kation organik dan pilar organometalik adalah yang terutama digunakan. Sekarang kation polioksida anorganik merupakan yang paling baik karena stabil pada suhu tinggi. Dengan cara mengubahnya secara alami, ukuran pilar dan porositas, maka akan didapatkan Lempung Terpilar (PILC) yang berbeda. Pori-porinya dikombinasikan dengan bahan-bahan antar pilar dengan bahan dasar lempung, sangat penting dalam berbagai aplikasi seperti adsorbsi gas, reaksi-reaksi katalitik, dan lain sebagainya. Preparasi pertama Lempung Terpilar (PILC) menggunakan ion tetraalkil-amonium dan menghasilkan lempung yang mengembang yang dapat berfungsi sebagai penyaring molekuler (molecular sieves) untuk adsorbsi molekular organik. Montmorilonit yang telah diinterkalasi oleh 1,4 diazobisiklo 2,2,2 oktana ditemukan memiliki sifat penyaring molekul dan aktifitas katalitik yang baik untuk reaksi esterifikasi asam karboksilat. Meskipun stabilitas termal lempung organik ini lebih rendah dari 300 C sehingga membatasi penggunaannya sebagai katalis. Kebutuhan dunia industri terhadap masalah material yang memiliki sifat katalitik berkembang sangat cepat sehingga memacu munculnya material Lempung Terpilar kation polioksida yang stabil di atas suhu 600 C. Preparasi Lempung Terpilar (PILC) atau Cross-Lined Smectite (CLS) didasarkan pada fenomena swelling (mengembang) yang merupakan sifat khas smektit. Swelling dimungkinkan terjadi karena layer/ lembaran paralel dari

62 44 struktur ini terikat satu sama lain oleh gaya elektrostatik sehingga ia dapat mengembang oleh penetrasi spesies polar antar lapisannya Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar Meskipun lempung sangat luas penggunaannya dalam berbagai macam aplikasi (sebagai katalis, adsorbsi, dan pertukaran ion), kekurangannya adalah mempunyai porositas yang tetap. Smektit akan mengembang pada saat terjadi hidrasi namun pada saat terjadinya dehidrasi layer akan terbuka dan pada permukaan antar layer tidak akan memungkinkan terjadinya proses kimia. Untuk menghindari hal tersebut, beberapa peneliti menemukan cara untuk membuka lapisan-lapisan lempung yakni dengan memasukkan berupa pilar yang stabil ke dalam daerah antar lapisan lempung tersebut. Dengan cara tersebut maka akan diperoleh volume pori lempung yang tinggi. Lempung Terpilar (PILC) mempunyai porositas selama terjadinya proses hidrasi dan dehidrasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini:

63 45 Gambar 2.8. Hidrasi dan Dehidrasi yang terjadi pada Lempung dan Lempung Terpilar (PILC) (Pinnavaia, 1985) Prinsip pilarisasi ini diperbaharui oleh Barrer dan McLeod yang menunjukkan porositas yang tetap dalam montmorilonit dengan mengganti ionion alkali dengan ion tetraalkil amonium. Selama terjadinya krisis minyak (1973), Lempung Terpilar (PILC) ini mendapat perhatian khusus para peneliti dalam bidang katalisis di mana mereka menemukan Lempung Terpilar (PILC) dengan porositas tinggi namun tidak stabil pada suhu tinggi. Untuk menghadapi ketidakstabilan termal Lempung Terpilar (PILC) ini, maka Brindley, Sempels, dan Vaughan mulai mengembangkan Lempung Terpilar (PILC) anorganik. Studi pertama yang sangat mendasar dalam hal Lempung Terpilar (PILC) anorganik ini

64 46 muncul pada akhir tahun 1970-an. Tipe Lempung Terpilar (PILC) ini tetap mendapatkan perhatian sejak ditemukan stabil pada suhu tinggi, di atas 773 K. Konsep pilarisasi ini pada dasarnya sederhana dan terdiri atas 2 (dua) langkah utama. Langkah pertama, kation-kation kecil antar lapisan digantikan dengan ion-ion yang lebih besar. Langkah kedua (langkah kalsinasi), yakni menempatkan prekursor kation polioksida anorganik ke dalam lapisan antar lapisan lempung, stabilisasi terhadap pilar logam oksida, serta mengikatnya secara kuat ke dalam layer lempung. Konsep pilarisasi ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini: Gambar 2.9. Prinsip Pilarisasi pada Lempung Terpilar (PILC) (Figureas, F., 1988) Jenis-jenis Agen Pemilar (Prekursor) Beberapa agen pemilar dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini:

65 47 Tabel 2.4. Beberapa Agen Pemilar Kelas Contoh Kation-kation organik Alkil amonium Dialkil amonium 3+ Kation-kation kompleks organik Co(en) 3 Kompleks M(2,2-bipiridin) Kompleks M(O-penantrolin) 3+ Si(acac) 3 Fe 3 O(OCOCH 3 ) 6 CH 3 COOH + Senyawa-senyawa kluster logam Nb 6 Cl n+ n ,Ta 6 Cl 12, Mo 8 Cl 8 7+ Kation-kation polioksida Al 13 O 4 (OH) 24 (H 2 O) 12 Zr 4 (OH) 8 (H 2 O) (TiO) 8 (OH) Cr n (OH) m (3n-m)+ Garam Fe-hidrolis Sol-sol oksida Sol TiO 2,TiO 2 -SiO 2 Si 2 Al 4 O 6 (OH) 8 atau imogolit Pilar-pilar oksida campuran (Sumber C. P., 2002) Fe/Al Fe/Cr, Fe/Zr La/Al GaAl 12 O 4 (OH) 24 (H 2 O) Cr/Al LaNiO x Penggunaan reaktan organik sebagai agen pemilar telah lama dilaporkan oleh Barrer. Pinnavaia telah melaporkan interkalasi smektit menggunakan kompleks organometalik di mana stabilitas struktur mencapai suhu 450 C. Kation logam hidroksida polinuklear menghasilkan spasi/ jarak yang lebih tinggi, mencapai 15 Å, sehingga memiliki stabilitas pada suhu tinggi. Prinsipnya, berbagai ion bermuatan positif digunakan sebagai agen pemilar. Interkalasi ion kromium dan titanium menghasilkan lempung dengan ukuran pori yang besar. Interkalasi menggunakan Al hidroksidakation telah

66 48 dipelajari secara mendalam. Pertama kali digunakan teknik potensiometrik yang memperkirakan pembentukan oligomer, seperti Al 6 (OH) atau Al 8 (OH) Dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering, Rausch dan Bale mengusulkan: untuk ratio OH/Al antara 1 dan 2,5; formasi spesies polimer [Al 13 O 4 (OH) 24 (H 2 O) 12 ] 7+. Spesies polimer ini tersusun atas 12 Al oktahedral dan satu pusat Al tetrahedral, seperti pada Gambar 2.10 berikut ini: Gambar Struktur Spesies Polimer Al 13 (a), Zr 4 (b) dan Si 8 (c) (Burch, R., 1997)

67 49 Pada kasus Zirkonil klorida secara umum disetujui bahwa hidrolisis parsial garam menghasilkan kation tetrometrik [Zr 4 (OH) 8 (H 2 O) 16 ] 8+. Analisis larutan dengan menggunakan small-angle X-Ray Scattering menunjukkan hal tersebut. Tetromer ini juga ditemukan sebagai unit struktural padatan. Situasi ini analog dengan kasus Al di mana terdapat kemungkinan bahwa kation ini akan menjadi spesies mayor dalam larutaan dengan adanya kompleks logam yang berat molekulnya lebih besar. Pendekatan yang berbeda telah diajukan oleh Lewis dengan menggunakan senyawa organosilika yang bermuatan positif. Struktur silikat tiga dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas dikenal sebagai polihedral oligosilsesquioxon. Struktur tersebut terdiri dari skeleton polihedral silikon oksigen yang mengandung substituen organik atau anorganik yang terikat pada atom silikon. Z merupakan moiety organik yang mengandung spesies kationik (ion amonium, posponium, dan piridium) yang memungkinkan terjadinya pertukaran ion. Selanjutnya, kalsinasi material terinterkalasi, mendekomposisi senyawa organik dan membentuk pilar sehingga struktur layer menjadi lebih stabil. Di bawah ini akan diberikan Gambar 2.11 yang menunjukkan beberapa hasil Lempung Terpilar (PILC) dengan menggunakan prekursor (agen pemilar) yang berbeda.

68 50 Gambar Ilustrasi dari Beberapa Hasil Lempung Terpilar dengan Menggunakan Prekursor (agen pemilar) yang Berbeda: (A) Al- PILC, (B) Zr-PILC, (C) Ti-PILC, dan (D) Fe-PILC (Vansant, 1998) Interkalasi Agen Pemilar Al lempung dan Zr lempung dapat dipertimbangkan sebagai sebuah model sehingga preparasinya lebih mendetil dan diskusinya difokuskan pada kedua sistem ini. Proses kimia yang terjadi adalah pertukaran ion (Ion Exchanging). Dapat diprediksikan kemudian bahwa faktor fisika dan kimia akan mempengaruhi derajat pertukaran dan distribusi kation dalam partikel lempung. Faktor tersebut antar lain: konsentrasi dan ph larutan, adanya kation lain di satu sisi, dan batas difusi di sisi lain.

69 51 Secara umum, berbagai spesies ion terdapat dalam larutan seperti Al 7+ 13, Al 3+, Al 4+ 8 dan H +. Proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai kompetisi antara ion ini dengan kation asli lempung. Selektivitas pertukaran kation dalam silikat tergantung pada muatan dan ukuran kation. Selektivitas akan tinggi apabila kation bermuatan besar dan laju pertukaran menjadi lebih rendah untuk spesies yang lebih meruah. Dapat diperkirakan bahwa pada kesetimbangan termodinamik, kation Al dan Zr 8+ 4 akan mengalami pertukaran secara spesifik meskipun situasi intermediet mungkin saja berbeda bila kation ini memiliki ukuran yang besar, yang seharusnya dapat dikeluarkan dari lempung. Al dan Zr yang terdapat pada keadaan steady state tidak tergantung pada kondisi eksperimen kecuali ph yang mengontrol distribusi spesies ionik dalam larutan. Hal ini dapat diamati dengan membandingkan hasil yang berbeda dalam literatur yaitu d (001) spacing dan luas permukaan (surface area). Distribusi spesies polimer kationik dalam partikel tergantung pada batas difusi dan kompetisi dengan kation lain, dan hal ini lebih sulit untuk direproduksi karena tergantung pada kondisi eksperimen. Pertukaran makro kation Zr dalam lempung montmorilonit merupakan suatu proses random, seperti ditunjukkan dengan evolusi garis (001). Inisial sampel adalah sangat kristalin dan garis (001) pertama yang melebar dan menurun intensitasnya selama pertukaran ion selanjutnya meningkat dan menajam saat derajat pertukaran meningkat. Luas permukaan juga berpengaruh, yaitu akan menurun apabila ukuran partikel lempung meningkat. Menarik untuk dicatat bahwa stabilitas termal dari 2 (dua) sampel yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini:

70 52 Tabel 2.5. Evolusi Luas Permukaan 2 (dua) Zr-PILC Kalsinasi pada Temperatur yang Berbeda Sampel Luas Permukaan (m 2 /g) setelah Kalsinasi pada Suhu 250 C 500 C 700 C Zr-PILC Zr-PILC Pengaruh distribusi pilar dalam lempung terhadap stabilitas termal Lempung Terpilar (PILC) dapat dijelaskan dengan fakta jarak rata-rata antar pilar, sehingga dapat memfasilitasi sintering yang tergantung pada distribusi ini. Jadi, dapat dihipotesis bahwa stabilitas termal merupakan determinasi tidak langsung dari distribusi pilar yang tergantung pada kondisi eksperimen pertukaran ion. Secara garis besar, pengaruh temperatur yang digunakan terhadap penampilan pertukaran ion telah diselidiki oleh Bartley dan Burch. Keduanya mengamati stabilitas termal yang lebih baik untuk Zr lempung yang dipreparasi melalui refluks terhadap larutan ZrOCl 2 dengan lempung. Kation dari lempung juga menunjukkan beberapa pengaruh, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6 dalam kasus Zr lempung dan Al lempung. Pada Zr lempung, stabilitas termal sangat jelas berpengaruh dan struktur lempung terinterkalasi rusak pada suhu yang lebih rendah bila padatan dipreparasi dari bentuk Na lempung menggunakan jenis lempung yang sama. Pada sampel ini, garis (001) tidak muncul melalui kalsinasi pada suhu 500 C. Dapat dikatakan, bahwa luas permukaan sedikit lebih tinggi pada sampel yang dipreparasi dari bentuk Ca lempung. Pada kasus Al lempung, pengaruh kation lempung terhadap

71 53 tekstur material yang dihasilkan juga sangat jelas. Difraksi Sinar-X tidak merefleksikan variasi terlalu banyak tetapi luas permukaan menunjukkan interkalasi lempung yang lebih baik bila kation lempung memiliki muatan positif yang lebih besar. Pengaruh ini dapat dijelaskan melalui kompetisi antara kation asal dengan agen pemilar. Selektivitas pertukaran kation meningkat dengan meningkatnya muatan sehingga kompetisi antara Na + dengan Al lebih baik atau lebih menguntungkan terhadap inkorporasi Al dibandingkan dengan kompetisi antara Ce 3+ dengan Al Dengan tidak adanya kompetisi ion, Al 13 bertukar secara cepat dan akan bergerak ke pusat partikel. Penggunaan kompetisi ion, seperti Cl 3+ 7+, akan menurunkan kekuatan adsorbsi dan daya kation Al 13 dalam partikel sehingga menghasilkan distribusi kation yang homogen dan luas permukaan yang lebih besar. Tabel 2.6. Pengaruh Kation Asal Lempung terhadap Sifat Tekstur Lempung Terpilar (PILC) (a) Kation Asal d (001) Å (25 C) S m 2 /g 250 C 400 C / 500 C (b) d (001) Å Zr-montmorilonit d (001) Å S m 2 /g Na 21, Rusak - Ca ,0 284 Al-montmorilonit Na-Ca 20 18,4 329 Li 20 18,0 295 Ca 20 18,2 453 La 20 18,6 430 (Kozo Ishisaki, 1998)

72 54 Keterangan: (a) (b) Jenis lempung yang digunakan adalah Na bentonit Zr montmorilonit dikalsinasi pada suhu 500 C dan Al montmorilonit dikalsinasi pada suhu 400 C Preparasi Lempung Terpilar Prosedur preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini, yang terdiri atas 4 langkah utama, yaitu: 1. Pemurnian dan penjenuhan lempung induk ke dalam bentuk Na + -lempung. 2. Preparasi larutan pemilar. 3. Reaksi pertukaran antara ion-ion Na + antar lapisan lempung dengan kationkation polioksida yang terdapat dalam larutan pemilar. 4. Kalsinasi untuk pembentukan Lempung Terpilar (PILC) yang stabil.

73 55 Gambar Prosedur Preparasi Lempung Terpilar (PILC) secara Umum (Burch, R., 1997)

74 Lempung Induk Lempung induk selalu berada dalam bentuk Na lempung pada saat dipergunakan sebagai bahan dasar (substrat) untuk pilarisasi. Seperti yang telah diketahui, Na + sebagai ion penyeimbang muatan menghasilkan hidrasi yang baik, pada gilirannya akan memfasilitasi proses interkalasi prekursor-prekursor pemilar. Pada lempung alam yang ukuran fraksinya <2μm di mana cukup kecil untuk mendapatkan suatu lempung yang dapat mengembang. Lempung alam masih mengandung pengotor-pengotor dan perlu dipisahkan, dimurnikan, serta dijenuhkan dengan larutan natrium sebelum digunakan dalam pemilaran. Sementara pada lempung alam yang ukuran fraksinya >2μm juga masih mengandung pengotor-pengotor dapat dipisahkan secara sentrifugasi. Smektit hektorit alam yang dapat diperoleh dari Clay Repository of the Clay Minerals Society masih mengandung pengotor karbonat. Untuk menghilangkan pengotor ini hektorit tersebut perlu ditambahkan dengan larutan Natrium asetat/ asam asetat pada ph 4 sehingga pengotor karbonat diubah bentuknya menjadi H 2 CO 3, yang selanjutnya akan dibebaskan menjadi H 2 O dan CO 2 di dalam larutan. Setelah dipisahkan dari pengotor karbonatnya, hektorit ini kemudian dimasukkan ke dalam laruran jenuh NaCl kemudian dicuci dengan air suling untuk menghilangkan ion-ion kloridanya sehingga akan diperoleh Na hektorit. Laponit sintetik yang dapat diperoleh dari Laporte Inorganics telah tersedia dalam bentuk Na laponit yang bebas dari pengotor-pengotornya.

75 Larutan Pemilar Larutan pemilar untuk Al dan Zr telah ditemukan. Dalam Metode Lahav, AlC 3 0,2 M dihidrolisis dengan NaOH 0,2 menghasilkan perbandingan OH / Al 2,33 pada ph 4. Konsentrasi akhir larutan Al adalah 0,07 M. Proses akhir dilakukan pada kondisi refluks selama 24 jam. Untuk larutan pemilar Zr, digunakan ZrOCl 2.8H 2 O 0,1 M. Proses akhir juga dilakukan pada kondisi refluks dan ph larutan akhir didapatkan mendekati Reaksi Pertukaran Ion Proses Interkalasi dilakukan dengan menambahkan lempung (dalam bentuk tepung atau suspensi) ke dalam larutan pemilar. Mekanisme ini didasarkan pada proses pertukaran antara ion-ion Na + (antar lapisan/ layer lempung) dengan prekursor pemilar (ion-ion Al atau Zr). Setelah reaksi pertukaran ion, Lempung Terpilar (PILC) dipisahkan dari larutan secara sentrifugasi dan mencucinya dengan air demineral untuk membuang larutan pemilar dan ion-ion Cl -. Sangat penting artinya mencuci Lempung Terpilar (PILC) tersebut untuk meningkatkan kualitas dari Lempung Terpilar (PILC) itu. Hal ini mendukung distribusi homogen pilar antar lapisan/ layer menghasilkan jarak antar lapisan lempung meningkat (dari 12 Å tanpa pencucian menjadi 18 Å setelah pencucian). Pengeringan juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan Lempung Terpilar (PILC). Pengeringan yang baik akan menghasilkan Lempung Terpilar (PILC) dengan Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure). Struktur ini terlihat pada lempung laponit. Lempung Terpilar (PILC) yang telah kering memiliki mesoporositas yang tinggi namun kristalinitasnya rendah.

76 58 Beberapa metode telah diajukan untuk mengeringkan produk interkalasi, di antaranya adalah pengeringan dengan sistem semprot atau oven, dan metode freeze drying. Pinnavaia membandingkan metode ini dengan mengamati pengaruh metode yang digunakan terhadap porositas. Pengeringan di udara mengarah pada produk seperti zeolit yang tidak mengabsorbsi 1,3,5 trietil benzena dengan diameter kinetik 9,2 Å dan 10,4 Å. Sedangkan lempung yang menggunakan metode freeze drying menunjukkan absorbsi yang besar untuk reaktan terebut atau memiliki ukuran porositas yang tinggi. Pengeringan dalam oven dapat memadatkan lempung sehingga menjadi sangat teraglumerasi. Langkah kalsinasi yang dilakukan pada temperatur K mengubah prekursor polioksida kation Al dan Zr menjadi pilar-pilar alumina oksida dan zirkonia oksida. Proses pemanasan sangat diperlukan untuk mendapatkan Lempung Terpilar (PILC) yang stabil dengan mikroporositas yang permanen tanpa memperhatikan fenomena mengembang dan hidrolisis. Selama proses kalsinasi, berlangsung reaksi dehidrasi dan dehidroksida terhadap prekursor pemilar bermuatan yang akan menghasilkan partikel-partikel oksida yang netral. Persamaan reaksi dalam kesetimbangan elektrik diperoleh dengan melepaskan proton selama konversi pada temperatur tinggi : [Al 13 O 4 (OH) 24 (H 2 O) 12 ] 7+ 6,5 Al 2 O ,5 H 2 O + 7 H + [Zr 4 (OH) 8 (H 2 O) 16 ] 8+ 4 ZrO H 2 O + 8 H + Pada struktur partikulat smektit, lapisannya terpisah dan tidak mempunyai struktur range yang panjang sehingga dapat diamati. Efek ini semakin jelas pada dilusi yang tinggi. Saat pertukaran ion dan pengeringan produk menghasilkan

77 59 disordered structure yang dikarakterisasi dengan luas permukaan (surface area) yang tinggi dan tidak adanya garis Difraksi Sinar-X (001) yang teramati. Produk ini memiliki stuktur makropori yang dengan mudah mengabsorbsi 1,3,5 trietil benzen dari fase gas. Delaminasi merupakan sifat yang untuk dari struktur layer, yang memberi tambahan kemungkinan penyesuaian porositas pada penggunaannya sebagai katalis. Untuk tujuan adsorbsi dan pemisahan, tambahan modifikasi Lempung Terpilar (PILC) kadang kala sangat diperlukan. Aplikasi ini membutuhkan kapasitas adsorbsi yang tinggi, selektifitas terhadap molekul-molekul gas, dan kekuatan adsorbsi yang tinggi. Modifikasi ini dapat dilakukan selama sintesis atau setelah sintesis Lempung Terpilar (PILC) tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan porositas Lempung Terpilar/ PILC (dalam hal ini dilakukan modifikasi) adalah dengan cara pra-adsorbsi dari molekul-molekul awal ke dalam reaksi pertukaran ion dengan prekursor (agen) pemilar. Ion-ion n-alkil amonium lebih dahulu dipertukarkan dengan Na-lempung dalam suatu massa yang lebih rendah dari massa kapasitas tukar kation (Cation Exchanged Capacity/ CEC). Sebagai hasilnya, densitas pilar menurun jika jarak antar lapisan/ layer Lempung Terpilar (PILC) bertindak sebagai templet. Selama proses kalsinasi, molekul-molekul templet organik dibuang dan diperoleh distribusi pilar yang homogen. Heylen et al, melaporkan bahwa luas permukaan (Surface area) dan volume mikropori pada Lempung Terpilar Fe (Fe-PILC) yang disintesis (dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet adalah 2,5

78 60 kali lebih besar jika dibandingkan dengan lempung terpilar Fe (Fe PILC) yang tidak dimodifikasi. Suatu peningkatan yang juga penting dapat dilihat dari kapasitas adsorbsinya terhadap gas N 2, O 2, dan CO pada temperatur 194 K (P eq = 4,5 x 10 4 Pa) telah diteliti pada lempung terpilar Fe (Fe PILC) yang disintesis (dimodifikasi) dengan menggunakan butil amonium sebagai templet (BuA Fe PILC), di mana didapatkan: kapasitas adsorbsi untuk gas N 2 = 0,23 mmol/g; untuk gas O 2 = 0,17 mmol/g; dan untuk gas CO = 0,30 mmol/g. Sedangkan pada Lempung Terpilar Fe (Fe PILC) yang tidak dimodifikasi didapatkan: kapasitas adsorbsi untuk gas N 2 = 0,00 mmol/g; untuk gas O 2 = 0,03 mmol/g; dan untuk gas CO = 0,27 mmol/g. Struktur Bangunan Kartu (Card House Structure) biasanya digunakan untuk menggambarkan struktur lempung berlapis. Hal ini berbeda dengan struktur Face-to-Face lamelar pada Lempung Terpilar (PILC) yang menyerupai struktur kue dadar. Struktur kedua lempung ini dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini: Gambar Struktur Lempung Terpilar/ PILC (kiri) dan Struktur Lempung Berlapis (Burch, R., 1997)

79 Aplikasi Lempung Terpilar Aplikasi utama dari Lempung Terpilar (PILC) adalah pada bidang katalitik dan adsorpsi. Sifat keasaman (acidity) Lempung Terpilar (PILC) sangat penting dalam mengontrol reaksi katalitik. Lempung Terpilar (PILC) menunjukkan sifat keasaman Lewis dan juga Bronsted-Lowry. Pilar yang terdapat pada Lempung Terpilar (PILC) adalah sumber utama untuk sifat keasaman Lewis, sementara gugus Hidroksida (OH) yang terdapat pada Lempung Terpilar (PILC) tersebut menyumbangkan sifat keasaman Bronsted-Lowry. Pada Lempung Terpilar yang mengandung kation Al 3+ yang berkoordinasi 3 dan tersubstitusi untuk Si 4+ dalam lapisan T (T-layer), Al 3+ bertindak sebagai Asam Lewis. Namun ketika hidrasi terjadi (dalam Lempung Terpilar/ PILC tersebut) Al 3+ diubah ke bentuk Al terkoordinasi oktahedral oleh keasaman Bronsted. Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh asam yang terkandung dalam Lempung Terpilar (PILC) di antaranya: Cumene Cracking dilakukan sebagai reaksi pengujian terhadap keasaman Bronsted-Lowry. Oligomerisasi poli-propilen dikatalisis oleh bagian Asam Lewis pada montmorilonit terpilar-al (Al-pillared Montmorillonite). Pada Reaksi disproporsionasi terhadap trimetil benzen yang mungkin akan menghasilkan durene (1,2,4,5 tetrametil benzen), bagian Asam Lewis pada Lempung Terpilar (PILC) mengkatalisis reaksi ini, sementara dalam reaksi isomerisasi trimetil benzen (reaksi samping), bagian Asam Bronsted-Lowry pada Lempung Terpilar (PILC) juga ikut berperan.

80 62 Pada proses pemisahan gas N 2 dan O 2 dari udara yang dilakukan melalui destilasi kriogenik dan melalui adsorpsi tekanan putar (Pressure Swing Adsorption/ PSA), penggunaan Lempung Terpilar (PILC) sebagai alternatif juga menarik yaitu sebagai penyaring molekul karbon dan Lempung Terpilar (PILC) ini digunakan sebagai adsorben dalam teknik PSA ini. Kapasitas dan selektifitas terhadap komponen-komponen udara adalah sifat Lempung Terpilar (PILC) yang sangat berguna dalam aplikasi adsorpsi gas Proses Etsa (Etching) terhadap Silikon Untuk material-material semikonduktor, pengetsaan kimia secara basah biasanya berlangsung melalui oksidasi yang diikuti dengan penguraian oksida dalam suatu reaksi kimia. Untuk silikon, bahan pengetsa (etchants) yang lazim digunakan adalah campuran antara asam nitrat (HNO 3 ), asam fluorida (HF), dan asam asetat (CH 3 COOH). Reaksi berlangsung dengan mengubah silikon dari keadaan oksidasi lebih rendah ke tingkat oksidasi yang lebih tinggi: Si + 2h + Si 2+ (a) Dalam reaksi oksidasi ini dibutuhkan lubang (h + ). Oksidator utama dalam pengetsaan semikonduktor adalah ion OH -, di mana ion OH - tersebut dihasilkan dari reaksi disosiasi air (H 2 O): H 2 O + OH - H + (b) Si 2+ dalam reaksi (a) bereaksi dengan OH -, menghasilkan: Si OH - Si(OH) 2 (c) Kemudian akan membebaskan hidrogen untuk membentuk SiO 2 :

81 63 Si(OH) 2 + SiO 2 H 2 (d) Asam fluorida (HF) digunakan untuk melarutkan SiO 2 : SiO 2 + 6HF H 2 SiF 6 + 2H 2 O (e) Di mana H 2 SiF 6 dapat larut dalam air. Lubang (h + ) dalam reaksi (a) dihasilkan dari suatu reaksi autokatalitik yang dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam reaksi antara HNO 2 dengan HNO 3 dalam air akan dihasilkan: HNO 2 + HNO 3 2NO h + + 2H 2 O (f) 2NO H + 2 HNO 2 (g) HNO 2 yang dihasilkan dalam reaksi (g) akan kembali bereaksi dalam reaksi (f) sehingga didapatkan reaksi akhir (overall reaction) sebagai berikut: Si + HNO 3 + 6HF H 2 SiF 6 + HNO 2 + H 2 O + H 2 (h) Tabel 2.7 berikut ini memperlihatkan beberapa jenis bahan pengetsa (etchants) lainnya untuk semikonduktor dari bahan Silikon (Si):

82 64 Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa (etchants) untuk Semikonduktor dari Bahan Silikon (Si) No. Formula Nama 1. 1 ml HF, 1 ml C 2 O 3 (5 M) Sirtl 2. 1 ml HF, 3 ml HNO 3, 1 ml CH 3 COOH Dash 3. 2 ml HF, 1 ml K 2 Cr 2 O 7 (0,15 M) 2 ml HF, 1 ml Cr 2 O 3 (0,15 M) Secco Secco ml HF, 1 HNO ml HF, 30 ml HNO 3 60 ml H ml CH 3 COOH, 30 ml (1 g CrO 3 dalam 2 ml H 2 0) Jenkins Wright 6. 2 ml HF, 1 ml HNO 3, 2 ml AgNO 3 (0,65 M dalam H 2 O) Silver 7. 5 g H 5 IO 6, 5 mg KI dalam 50 ml H 2 O, 2 ml HF Sponheimer Mills 8. Shipley ml HF, 19 ml HNO (150g/l 1,5M, CrO 3 dalam H 2 O) dan HF 1:1 Yang ml HF, 300 ml HNO 3 28g Cu(NO 3 ) 2, 3 ml H 2 O Copper Etch ml H 2 O, 1 ml (1,0 N) KOH, 3,54 g KBr, 708 g KBrO g CuSO 4, SH 20, 950 ml H 2 O, 50 ml HF Copper Displacement ml HF, 3 ml HNO 3 White ml HF, 5 ml HNO 3, 3 ml CH 3 COOH CP-4 16a. 16b. 25 ml HF, 18 ml HNO 3, 5 ml CH 3 COOH/ 1g Br2 10 ml H 2 0, 1g Cu(NO 3 ) ml HF; 1 ml dalam 5 ml HNO3 SD1

83 65 16c. 16d. 50 ml Cu(NO 3 ) 2 ; 1 ml dalam 2 ml HF 4% NaOH + 40 NaClO hingga H 2 habis dari Si ml HNO 3, 600 ml HF 2 ml Br 2, 24 g Cu(NO 3 ) 2 larutkan 10:1 dengan H 2 O. 18. a) 75g CrO 3 dalam 1000 ml H 2 O (bagian 1). Campurkan (bagian 1) dengan 48% HF (bagian 2). b) Campurkan (bagian 1) dengan (bagian 2) ke dalam 1,5 bagian H 2 O. Sailer Schimmel g H 5 IO 6, 50 ml H 2 O, 2 ml HF, 5 mg KI Periodic HF Sze, S.M., Luas Permukaan dan Porositas Padatan Sifat permukaan padatan berpori dapat diklasifikasikan ke dalam dua karakter, yaitu karakter fisik dan karakter kimia (Baksg, 1992). Karakter fisik meliputi basal spacing ( d 001 ), luas permukaan spesifik, dan porositas, sedangkan karakter kimia terdiri dari keasaman permukaan. Pengukuran kedua karakter tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakteristik padatan baik sebagai katalis, pendukung katalis, maupun sebagai adsorben. Pada dasarnya permukaan nyata padatan tidak pernah memiliki bentuk yang sempurna dan teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau rongga yang menenbus jauh ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan terhadap luas permukaan dalam. Retakan dan lekukan yang dangkal akan memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila adsorben yang berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat maka fenomena ini terjadi tidak hanya dipermukaan luar saja tetapi juga di dalam pori-pori (Lowell, 1984). Prilaku adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan

84 66 porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik karakterisasi dengan metode adsorpsi gas dapat memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik, rerata jejari pori, volum total pori, distribusi ukuran pori, dan isoterm adsorpsi (Lowell, 1984). Persamaan adsorpsi yang sering digunakan untuk menghitung adsorpsi permukaan padatan adalah persamaan yang diturunkan oleh Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) dapat dituliskan seabagai berikut (Lowel, 1984). W(Po / P 1 1 = + 1) Wm.C C 1 (P / Po) WmC (1) Di mana, W = berat gas yang teradsorpsi pada tekanan relatif P/Po Wm = berat gas yang teradsorpsi pada lapis tunggal C = konstanta BET Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi P = Tekanan gas Asumsi menurut teori BET bahwa permukaan padatan tidak akan tertutupi secara sempurna selama tekanan uap jenuh (Po) belum tercapai. Jika adsorpsi mengikuti teori BET maka kurva antara 1/W[(Po/P)-1] lawan (P/Po) akan menghasilkan garis lurus. Untuk keperluan ini digunakan adsorbat gas N 2 dan adsorpsi berlangsung pada temperatur 77 K. Pada adsorpsi isoterm ini tekanan relatif (P/Po) yang berlaku menurut teori BET dibatasi pada rentang 0,05 0,35. Selanjutnya harga Wm dan C dapat dihitung dari harga slop (angka arah, s) dan intersep, I dari plot BET tersebut di mana: C 1 s = (2) Wm.C

85 67 1 i = (3) WmC Gabungan kedua persamaan ini memberikan persamaan berikut: 1 Wm = (4) s + i Solusi untuk menghitung C konstanta BET adalah s C = + 1 (5) i Untuk menghitung luas permukaan spesifik (S) terlebih dahulu diketahui luas permukaan total (St) yang dihitung dari harga Wm yang didapatkan dari persamaan BET. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut: WmNσ St = (6) M Di mana St = luas permukaan total adsorben N = Bilangan Avogadro (6,022 x molekul/mol) σ = luas penampang lintang adsorbat M = berat molekul adsorbat Dalam aplikasinya menggunakan N 2 (sebagai adsorbat) dengan densitas fasa cair pada tekanan 1 atm dan temperatur 77 K dan harga σ = 16,2 Å 2 /molekul. Untuk menghitung luas permukaan spesifik (S1) padatan dapat menggunakan persamaan seperti berikut: St S 1 = (7) W Di mana S1 = luas permukaan spesifik W = berat sampel

86 68 Volum total pori adalah volum gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh untuk menghitung volum total pori menggunakan persamaan: Wa V = (8) Di mana V ρ = volum total pori Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99 ρ = densitas nitrogen pada 77 K Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk silindris sehingga rerata jejari pori dapat dihitung dari perbandingan volum total pori dan luas permukaan spesifik dengan menggunakan persamaan: 2Vp rp = (9) S Di mana rp = rerata jejari pori Vp = volume total pori Ishizaki dkk (1998) memberikan persamaan distribusi ukuran pori yang diperoleh dari perubahan volum yang dipengaruhi oleh perubahan jejari pori. Persamaan yang diberikan adalah: dv = -Dv( r )dr (10) Di mana, Dv ( r ) = fungsi distribusi ukuran pori dr = perubahan jejari pori dv = perubahan volum

87 69 Gas bebas dan gas teradsorpsi berada dalam keseimbangan dinamik dan fraksi penutupan (θ) tergantung pada tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada tekanan dan temperatur tertentu disebut isoterm adsorpsi (Atkins, 1990). Adsorpsi yang terjadi pada permukaan padatan akan memberikan berbagai bentuk isoterm, umunya digambarkan dalam 5 tipe, yang diusulkan oleh Brunauer, Deming dan Teller seperti gambar berikut: Gambar Klasifikasi 5 Tipe Adsorpsi, W adalah Berat Nitrogen yang Teradsorpsi, P/Po adalah Tekanan Relatif (Levin, 1997)

88 70 Adsorpsi isoterm tipe I merupakan isoterm Langmuir dengan penutupan satu lapis atau hanya beberapa lapis molekul yang khas pada padatan mikropori. Isoterm tipe II, adsorpsi terjadi bila frekuensi kontak antara adsorben dengan adsorbat relatif tinggi. Adsorpsi tipe ini umumnya terjadi pada padatan dengan diameter pori lebih besar dari diameter mikropori. Adsorpsi ini sesuai dengan mekanisme isoterm BET, yaitu diawali terjadinya adsorpsi satu lapis kemudian dengan peningkatan tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya tertutupi secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Isoterm adsorpsi tipe III yaitu terjadinya adsorpsi karena interaksi antara adsorbat dan lapis adsorben lebih besar dibandingkan interaksi dengan permukaan adsorben. Isoterm adsorpsi tipe IV, adsorpsi terjadi pada adsorben yang memiliki jejari pori antara Å, sedangkan isoterm adsorpsi Tipe V, adsorpsi terjadi bila interaksi yang dihasilkan dari adsorbat-adsorben sangat kecil. Hal ini terjadi karena adanya assosiasi dengan pori (Lowell dan Shields, 1984) Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar Kapasitas adsorpsi diharapkan berubah dengan metode kering. Pada reaksi penukaran ion dengan cara kering, sejumlah cuplikan lempung dicampurkan dengan garam tertentu, misalnya garam alkali, kemudian dipanaskan hingga titik lebur garam alkalinya. Reaksi penukaran ion berlangsung pada suhu titik lebur, dalam hal ini garam yang digunakan bertitik lebur cukup rendah sebab jika titik lebur tinggi struktur lempung dapat rusak. Dalam suatu kasus ideal, struktur pori dari lempung terpilar ditentukan oleh ukuran pilar menghasilkan

89 71 porositas (fraksi dari volum pori terhadap volum total) dua dimensi seperti zeolit, dengan pori terbuka 8 9 Å untuk pilar Al dan pilar Zr 9 11 Å. d 3 d 2 d 1 d1 = jarak antar layer dalam kristal d2 = jarak bebas di antara lapisan d3 = jarak bebas antara pilar Agen pemilar Gambar Struktur Lapisan Terpilar Pori diklasifikasikan kedalam dua tipe, yaitu pori terbuka dan pori tertutup. Dalam pori terbuka fluida dapat masuk dan menembus ke dalam, oleh karena itu pori terbuka ini utamanya digunakan sebagai filter (penyaring). Perbedaan antara pori-pori mikro dan pori makro dapat dilihat melalui pengelompokan material berpori yang didasarkan pada ukuran pori menurut IUPAC (The International of Pure and Applied Chemistry) penamaan material berpori sebagai berikut : Mikropori, bila diameter pori < 2 nm Mesopori, bila 2 nm < diameter pori < 50 nm Makropori, bila 50 nm < diameter pori

90 72 Gambar Penggambaran ideal dari sampel yang diperoleh melalui (a) Udara Kering (b) Beku Kering (Burch, R.,1997) Umumnya tumpukan dari lapisan menghasilkan mikroporositas seperti zeolit, struktur house-ofcards untuk lempung terdelaminasi. Pada gambar (b) menggabungkan mikropori dan makropori dengan tipe berbeda dari tumpukan lapisan.

91 Titania (TiO 2 ) Titanium oksida (titania) dan dasar campuran titania adalah yang paling putih dan paling cerah dari pigmen-pigmen putih yang diperdagangkan. Hal ini karena indeks bias yang tinggi dari titania dan relatif sedikit mengadsorpsi cahaya visibel. Titania kemungkinan mempunyai beberapa bentuk kristal tetapi pigmen titania yang diperdagangan dalam bentuk mineral anatase atau rutile. Kimia dari pigmen-pigmen titania dapat dilihat dengan struktur hipotesa Gambar (2.17) di mana permukaan mengandung (1) terminal dasar, (2) jembatan hidrogen, di mana mungkin titania atau suatu oksida air menutupinya, (3) ikatan-ikatan Ti- O-Ti, (4) molekul air diadsorpsi oleh asam Lewis atau perpindahan kepermukaan kumpulan gugus hidroksil, (5) anion-anion yang diadsorpsi seperti sulfat atau khlorida dari residu, (6) permukaan yang mempunyai elektron donor potensial dan akseptor, (7) dan mungkin mengandung oksidan-oksidan yang diabsorpsi seperti hidroksil atau radikal-radikal hidroksil atau jenis-jenis oksigen yang digerakakan dan (8) dihasilkan oleh proses fotokatilik. Gambar Prinsip Permukaan Partikel Titania (D.H. Solomon, 1991)

92 74 Titania anhidrus cepat menyerap air. Hasil hidrasi permukaan titania adalah amfoter dan mengandung satu jenis hidoksil yang meliputi ion dari sebagian group hidroksil. Sifat dan lokasi permukaan dari penyerapan tersebut telah dipelajari lebih luas dan kesimpulan telah ditinjau pada skema yang lebih jelas dari model pembentukan, struktur, dan sifat dari permukaan hidroksil akan diberikan di sini. Besar bentuk permukaan grup hidroksil dari serapan kimia pada air, teori untuk menghitung proses pemisahan adsorpsi cahaya dipercaya melibatkan: (1) Pada awalnya adsorpsi pada molekul air pada 5 koordinat permukaan Ti 4+ lokasi yang lebih disukai pada bidang (110) latar dan rutil atau (100) latar anatase. (2) Ionisasi air pada permukaan bidang kristal yang kuat untuk jenis Ti-OH digambarkan seperti sebuah terminal grup hidroksil (Gambar 2.17), penguraian ini lebih luas pada permukaan rutile daripada anatase. (3) Migrasi dari proton bebas ke tempat yang berdekatan Ti-O-Ti dengan jenis formasi jembatan hidroksil dari kisi kisi anion O 2-. Spektrum infra merah pada sebuah hidrasi penuh dengan rutile mungkin mengandung 8 O H yang jelas struktur harus ditinjau yang sekarang telah diakui cm -1 : SiOH tidak munrni (atau anatase TiO-H) 3700 cm -1 : Terminal TiO-H pada tempat kisi pinggir 3680 cm -1 : Terminal TiOH pada (110) rata-rata 2610 dan 3520 cm -1 : Jembatan TiOH pada (100)

93 cm -1 : Terminal TiOH (110) rata-rata 3610 dan 3520 cm -1 : Jembatan TiOH pada (100) atau (100) rata-rata 3410 cm -1 : Jembatan TiOH pada (110) 3400 cm -1 : Diadsorpsi dan koodinat H 2 O Adsorpsi lain mungkin ada dalam rutile yang mengandung substituen kation atau adsorpsi anion, ketentuan di atas adalah sesuai dengan tipe variasi dari group hidroksil pada hidrasi lain logam oksida. Beberapa yang telah dilaporkan terdahulu rutil mempunyai puncak utama cm -1 sedangkan spektrum infra merah anatase terdiri dari 4 O H cm -1 : Terminal TiOH (001) atau (111) 3680 dan 3620 cm -1 : Jembatan (asam ) TiOH 3480 cm -1 : Adsorpsi dan koordinat H 2 O 2.9. Semikonduktor Titania Permukaan titania dapat mengoksidasi dan mereduksi keanekaragaman serapan organik dan anorganik ketika menerima cahaya berjarak nm. Aktivitas ini memiliki sejumlah aplikasi penting misalnya: fotoreduksi reversible dari serapan-serapan ion perak pada fotografik dan prosesnya yang dikembangkan dari oksidasi reduksi oleh Leuco-Dyestuffs. Fotodekomposisi dari air ke permukaan titania dapat menghasilkan hidrogen oleh sinar matahari. Serapan atom kristal titania mendekati cahaya ultraviolet merupakan kelompok adsorpsi rutile yang memiliki batas maksimum mendekati 350 nm, absorpsi ini menghasilkan perubahan cahaya quanta dan spesies atom yang

94 76 elektron-elektronya dipromosikan dari ikatan valensi ke struktur atom elektronik. Pemisahan energi atom rutile sekitar 3,05 ev. Tingkatan ini berhubungan dengan quanta cahaya yang berkisar 420 nm yang berhubungan pada batas rutile dengan kelompok absorpsi. Titania menggambarkan cahaya aktinik di bawah media hampa atau di dalam suasana bebas oksigen. Hububungan antara fotoadsorspi oksigen dengan struktur titania semikonduktor digambarkan pada Gambar Gambar Level Pita Energi Elektron pada Permukaan Titania (a) Sebelum Iradiasi (b) Sesudah Diradiasi (Neville, G. H. J., 1962) Energi serapan kimia dari molekul pertama dari oksigen mempunyai nilai proporsional (-Q) di mana Q potensial kimia, energi ekstra di atas tingkat fermi dikehendaki untuk sebuah elektron meninggalkan permukaan titania, (a) adalah afinitas elektron dari adsorpsi oksigen. Tingkat fermi dari titania yang tidak teradiasi adalah terlalu rendah untuk transfer elektron.

95 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Peralatan gelas 2. Peralatan untuk preparasi sampel seperti ayakan ukuran 100 mesh, oven, desikator, lumpang, penggerus porselin, krus porselin, pinset, pengaduk magnit, kertas saring Whatman no. 1, ph meter digital, termometer 100 C, timbangan analitik, gelas plastik, dan manometer. 3. Peralatan instrumen meliputi FT-IR, X-RD Phillips, Gas Sorption Analyzer (BET) Nova, SEM, Spektrometer, tanur 1000 C Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Lempung bentonit diambil dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang telah lolos ayakan 100 mesh. 2. Bahan-bahan kimia dengan kualitas p.a., buatan E.Merck sebagai berikut: TiCl 4, HCl pekat, H 2 SO 4, AgNO 3, BaCl 2, NaCl, etanol, HF, NH 4 F, CH 3 COOH, I Akuades dan air demineral. 77

96 Lokasi Penelitian Pembuatan Na bentonit dan bentonit terpilar dilakukan di Lab Kimia Anorganik, FMIPA USU. Karakterisasi fisika dan kimia dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Bandung dan Pusat Penelitian dan Pengembangan IPTEK BATAN, Tangerang. Penelusuran Literatur di Perpustakaan USU dan Pusat Dokumentasi Ilmiah LIPI, Jakarta Metode Penelitian Lempung bentonit dengan komposisi SiO 2 61,02 %; Al 2 O 3 15,21 %; Fe 2 O 3 4,89 %; TiO 2 0,62 %; CaO 2,08 %; MgO 1,94 %, K 2 O 0,46 %, Na 2 O 3,45%; hilang pijar 10,31 %. Berdasarkan komposisi ini maka bentonit Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, jenis Na bentonit. Bentonit ini diayak hingga lolos ayakan 100 mesh kemudian dicuci dengan akuades beberapa kali dan disaring dengan penyaring vakum dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 C selama 5 jam. Setelah kering lempung bentonit dikeringkan dan digerus sampai halus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh Penyediaan Na-bentonit Seratus gram lempung bentonit dari (3.3) selanjutnya didispersikan ke dalam 1,5 l larutan NaCl 1 M dan direndamkan selama 1 minggu di mana setiap dua hari sekali larutan NaCl diganti dengan yang baru. Pada setiap penggantian larutan NaCl dilakukan pengadukan selama 24 jam dengan pemanasan C selama 4 jam, kemudian setelah disaring endapanya dicuci dengan air demineral

97 79 sampai terbebas dari ion klorida, dibuktikan dengan uji negatif terhadap perak nitrat. Penyaringan dilakukan menggunakan penyaring vakum dan bentonit yang diperoleh dikeringkan dalam oven 100 C, setelah kering digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Selanjutnya dilakukan penjenuhan bentonit dengan menggunakan NaCl 6 M sambil diaduk selama 24 jam, kemudian disaring dengan penyaring vakum dan dicuci dengan akuades sampai terbebas dari ion klorida dengan uji negatif terhadap AgNO 3. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C. Setelah kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hasil penjenuhan lempung bentonit ini dinamakan Na bentonit Aktivasi Na Bentonit dengan Asam Masing-masing 35 gram Na bentonit didispersikan kedalam 150 ml larutan asam sulfat 0,5; 1; 1,5; dan 2,0 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 6 jam. Lalu didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan penyaring vakum dan dicuci dengan akuades panas sampai terbebas dari ion sulfat. Hal ini ditunjukkan dengan uji negatif terhadap BaCl 2. Na bentonit teraktivasi asam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C. Setelah kering digerus sampai halus kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh. Produk ini disebut dengan Na bentonit, produk diuji dengan difraksi sinar- X dan FT-IR.

98 Interkalasi dan Pilarisasi Na bentonit. Ditimbang masing-masing 30 gram lempung Na bentonit lalu didespersikan kedalam 1,5 l air bebas ion (akuabides) dan diaduk dengan pengaduk magnit selama 6 jam. Kemudian ke dalam masing-masing Na bentonit dituangkan sedikit demi sedikit larutan TiCl 4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 10 jam. Hasil interkalasi dipisahkan dengan penyaring vakum kemudian dicuci beberapa kali dengan air bebas ion sampai terbebas ion klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat diuji dengan perak nitrat tidak membentuk endapan putih. Lempung bentonit yang telah diinterkalasi dengan TiCl 4 dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C. Setelah kering digerus sampai halus dan diayak dengan ayakan 100 mesh selanjutnya dikalsinasi pada suhu 350 C. Produk ini disebut dengan bentonit TiO2 (Bask, 1992, Long dan Yang, 1999) Pengetsaan Bentonit Terpilar TiO 2 Bentonit terpilar TiO 2 yang telah dikalsinasi pada suhu 400 C diambil sebanyak 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik. Selanjutnya ditambahkan larutan pengetsa (campuran antara: 3ml HF (p) + 5ml HNO 3 (p) + 3ml CH 3 COOH (glasial) / 0,3 g I 2 / 250 ml H 2 O). Kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk plastik selama 10 menit, lalu endapan dipisahkan dari larutannya dengan cara dekantasi menggunakan pipet tetes plastik. Endapan kemudian dispersikan dalam aqua bidestilat lalu dinetralkan ph-nya, didekantasi menggunakan pipet tetes plastik. Produk etching dibagi 3 bagian, masing-masing

99 81 ditanur pada suhu 400, 450, 500 C selama 1 jam. Kemudian produk yang rendah dipanaskan dianalisis dengan foto SEM dan Surface Area Analiser. Hasil Foto SEM dari surface area analiser menunjukkan bahwa produk yang dipanaskan pada suhu 450 C mempunyai luas permukaan yang paling luas dan selanjutnya digunakan untuk uji katalis/co-katalis dalam air Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air Menggunakan Katalis/Co-katalis Bentonit Terpilar TiO 2 dengan Penyinaran UV Panjang Gelombang 180 nm Bentonit dari (3.7) dan (3.8) ditimbang sebanyak 4 g, lalu dimasukkan dalam labu yang di dalam telah diisi akuades sebanyak 10 ml dan diaduk selama menit selanjutnya diukur ph larutan. Labu dihubungkan dengan termometer dan pipa cabang tiga yang terhubung dengan manometer. Selanjutnya disinari dengan ultraviolet pada panjang gelombang λ =180 nm penyinaran dilakukan selama 1 5 hari dan diamati perubahan yang ada pada manometer. Dari perubahan manometer akibat tekanan gas total dapat dihitung total gas (%) Pengujian Gas Hidrogen dari Air Akibat Penyinaran UV Panjang Gelombang 180 nm Pengujian gas hidrogen yang terbentuk dari air (akuades) menggunakan katalis bentonit terpilar TiO 2 dan bentonit TiO 2 yang dietsa secara kualitatif:

100 82 1. Akibat penyinaran UV pada panjang gelombang 180 nm pada hari ketiga terjadi gelembung-gelembung gas dari dasar labu menunju ke atas dan semakin banyak sehingga menggeser tekanan manometer. 2. Pada hari keempat gelembung gas yang dihasilkan semakin banyak dan tekanan manometer semakin berubah. 3. Gas yang dihasilkan diuji dengan mengalirkan gas pada serbuk oksida logam CuO yang membara maka akan terbentuk uap air pada dinding pipa uji ini menunjukkan adanya gas hidrogen. 4. Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari air dideteksi oleh sensor gas hidrogen dan oksigen digital Mekanisme Reaksi Menggunakan etchant HF/ CH 3 COOH/ HNO 3. Silikon dioksida Si + 2h Si 2+ Pada reaksi oksidasi akan terbentuk hole (h + ). H 2 O OH - + H + Si OH - Si(OH) 2 SiO 2 + H 2 SiO 2 + 6HF H 2 SiF 6 + 2H 2 O Autokatalitik HNO 2 dalam HNO 3. HNO 2 + HNO 3 2NO h + + H 2 O 2NO 2 + 2H + 2HNO 2

101 83 Reaksi Keseluruhan Si + HNO 3 + 6HF H 2 SiF 6 + HNO 2 + H 2 O + H 2 Dari reaksi di atas dapat dihasilkan isoetcing curve (Sze, S.M.,1997, http//

102 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat mempunyai komposisi: SiO 2 61,02 % MgO 1,94 % Al 2 O 3 15,21 % K 2 O 0,46 % Fe 2 O 3 4,89 % Na 2 O 3,45 % TiO 2 0,62 % Hilang Pijar 10,31 % CaO 2,08 % Kadar Air 7,07 % (SNI ) Berdasarkan analisa komposisi bentonit Kabupatan Langkat maka bentonit di atas termasuk jenis Na bentonit atau Swelling, bentonit ini seterusnya dikeringkan dalam oven pada 100 C dan digerus dan diayak hingga lolos ayakan 100 mesh. Bentonit ini lalu direndam dalam NaCl 1 M selama 1 minggu, supaya terjadi pengkayaan Na bentonit setelah terbentuk natrium bentonit maka dimasukan ke dalam oven 100 C sampai kering dan setelah kering diayak hingga lolos ayakan 100 mesh. Tahap terakir pengkayaan natrium bentonit dilakukan dengan mendispersikan Na bentonit larutan NaCl 6 M atau NaCl jenuh selama 24 jam, lalu dicuci dan dikeringkan 100 C, material ini dinamakan Na bentonit. 84

103 85 Na bentonit selanjutnya didispersikan ke dalam beberapa larutan asam sulfat 0,5; 1; 1,5; 2 M diaduk dengan pengaduk magnit, aktivasi dilakukan selama 24 jam, disaring dengan penyaring vakum lalu dikeringkan dalam oven. Aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan jarak antar layer Na bentonit sehingga menjadi lebih besar. Setelah jarak antar layer Na bentonit membesar baru dilakukan interkalasi dan pilarisasi di mana Na bentonit teraktvasi didespersikan larutan komplek TiCl 4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 18 jam. Hasil interkalasi ini dipisahkan dengan pompa vakum, tujuan intekalasi untuk memasukan kompleks Ti ke dalam jarak antar layer bentonit, selanjutnya di kalsinasi 350 C untuk membentuk pilar oksida yang lebih kokoh. Analisa dilakukan dengan difraksi sinar-x, dengan menggunakan metode bubuk yang diradiasikan oleh Cu Kα, masing-masing 2 gram bentonit terpilar TiO 2 dan lempung teraktivasi diisikan ke dalam tempat sampel kemudian dibuat difraktogram dengan λ = 1,5425 Å. Berdasarkan hasil pengukuran basal spacing (d 001 ) ada peningkatan basal spacing pada bentonit terpilar TiO 2 yang menggunakan aktivasi asam 0,5 dan 1,5 M sedangkan yang menggunakan aktivasi bentonit terpilar TiO 2 mengalami kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari data difraksi sinar-x. Peningkatan basal spacing akan diikuti peningkatan luas permukaan, peningkatan porositas, dan volum total.

104 86 Gambar 4.1. Hasil difraktogram untuk Na-bentonit yang Diaktivasi dengan Asam Sulfat 1,5 M Dari hasil difraktogram Gambar 4.1, dapat diperoleh informasi bahwa bentonit ini masih mengandung kaolinit, kuarsa, mika hal ini dapat dibandingkan dengan Tabel 4.1 di bawah ini :

105 87 Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X Jenis mineral d ( A) 2- Teta Na Bentonit 14,91 13,88 4,70 3,04 Kaolinit 8,27 3,57 2,32 Kuarsa 4,07 2,51 5,92 6,36 18,84 29,28 10,68 24,88 38,68 21,80 35,68 Mika 3,34 3,34 Berdasarkan Tabel 4.1 maka Na bentonit ditandai dengan puncak pada 2-teta yaitu: 5,92; 6,36; 18,84; 29,28 dengan basal spacing d(a) masingmasing: 14,91; 13,88; 4,70; 3,04 dan puncak lain merupakan kaolinit, kuarsa, mika artinya bentonit ini belum diperkaya sehingga masih ada pengotornya.

106 88 Gambar 4.2. Hasil Difraktogram untuk Bentonit terpilar TiO 2 Dari difraktogram ini (Gambar 4.2) dapat diberikan informasi mengenai perubahan pada sudut 6 teta terjadi perubahan jarak antar lapis dari Na bentonit menjadi bentonit terpilar TiO 2 karena pengamatan atau perubahan

107 89 bentonit terpilar di daerah sudut teta 0 5. Dari Gambar 4.1 dan 4.2 telah terjadi perubahan puncak intensitas dan berubahnya jarak antar lapis d 001. Dari data difraksi sinar X di atas (Gambar 4.1 dan 4.2) dapat ditentukan jarak antar lapis, juga sebagai tanda pengenal dalam mengidentifikasi jenis-jenis mineral liat, untuk menghitung jarak antar lapis (d) mineral bentonit dapat digunakan rumus Bragg: nλ = 2 d Sin θ d = n.λ 2 sin θ di mana, d = jarak antara bidang-bidang atom kristal λ = panjang gelombang (1 Å = m) θ = sudut difraksi n = order difraksi (a) Jarak antar lapis (d) untuk Na bentonit n = 1 λ = panjang gelombang (1 Å = m) 2 θ = 5,920; θ = 2,960 d 1 1,5410 = 2sin θ 10 d = 14,917 Å (b) Bentonit terpilar TiO 2 menggunakan asam sulfat 1,5 M dapat dihitung sebagai berikut:

108 90 n = 1 λ = 1,54 x m 2 θ = 5,920; θ = 2,960 d = 16,9807 Å Selanjutnya perubahan jarak antar lapis (Δd) adalah: (Δd) = d (b) - d (a) = 16,980-14,916 = 2,063 Å Berdasarkan analisa difraksi sinar-x maka dengan interkalasi dan pilarisasi menambah, meningkatkan porositas dengan basal spacing = 2,06 Å. Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal spacing (D) dari Bentonit Terpilar yang Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam Sulfat Konsentrasi H 2 SO 4 (M) Basal spacing d 001 Na Bentonit 14,9167 0,5 M 15,6566 1,0 M 13,8857 1,5 M 16,8857 2,0 M 9,0554 Berdasarkan data Tabel 4.2, maka pilarisasi telah berhasil pada konsentrasi 1,5 M H 2 SO 4 dengan d = 16,8857 Å, berarti pilarisasi TiO 2 telah meningkatkan jarak antar lapis sebesar d = 2,0633 Å. Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan data FT-IR.

109 91 Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na Bentonit Gambar 4.4. Spektrum FTIR Bentonit Terpilar TiO 2

110 92 Bilangan gelombang yang menunjukkan adanya Ti adalah pada bilangan gelombang sebagai berikut: Tabel 4.3. Analisa gugus dari FTIR No Gugus Serapan cm SiOH tidak murni TiOH pada Kisi pinggir Jembatan TiOH pada (110), adsorpsi H 2 O Terminal TiOH pada (110) Jembatan asam TiOH TiOH pada (100) TiOH pada (110) TiO dan Pada spektra FT-IR ini terlihat pergeseran bilangan gelombang disekitar 798 cm -1 menjadi 794 cm -1 pada bentonit terpilar ini disebabkan karena proses pemilaran sudah terbentuk dengan baik pada pendispesi asam sulfat 1,5 M, hal ini disesuaikan dengan data X-RD yang menyatakan bahwa telah terjadi interkalasi dan pilarisasi yang sempurna dan kondisi ini merupakan yang terbaik untuk terjadinya pilar. Dari data penghitungan luas permukaan oleh surface area analizer diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.4.

111 93 Tabel 4.4. Luas Permukaan dan Volum Pori Total dari Bentonit Terpilar pada Kondisi Asam dengan Menggunakan Persamaan BET Konsentrasi Asam Sulfat (M) 0,5 1 1,5 2 Luas Permukaan (m 2 /g) 83, , , ,7607 Vol. Pori Total (cc/g) 0,0415 0,0435 0,0445 0,0443 Berdasarkan tiga data X-RD, FT-IR dan luas permukaan terlihat pada konsentrasi 1,5 M asam sulfat baik untuk interkalasi pada pilarisasi menghasilkan perubahan fisik basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total meningkat. Selanjutnya bentonit terpilar TiO 2 yang diaktifkan pada H2SO4 terbaik dietsa dengan menggunakan campuran (28 ml HF ml H 2 O g NH 4 F) selama 2 10 menit tujuan untuk mengetsa oksida pada silika dan menjadikan banyak hole (h + ) pada silika, selanjutnya dietsa menggunakan larutan (1 ml HF + 5 ml HNO ml CH 3 COOH + 0,3 g I 2 / 250ml H 2 O) selama 5 10 menit untuk etsa silikon selanjutnya dipanaskan 400, 450, dan 500 C selama 1 jam. Dengan teknik demikian akan dihasilkan bentonit terpilar makropori dan memperbanyak hole (h + ). Berdasarkan data ini (Tabel 4.5) maka pengetsaan meningkatkan luas permukaan dari luas permukaan Na bentonit 89,0563 m 2 /g meningkat menjadi 92,0123 m 2 /g sehingga secara rata-rata meningkatkan luas permukaan 2,956 m 2 /g hasil ini sudah memuaskan. Hasil ini selanjutnya diuji menggunakan analisa luas permukaan (BET) yang hasilnya adalah sebagai berikut:

112 94 Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO 2 yang Telah Dietsa pada Berbagai Suhu Suhu ( o C ) Luas Permukaan (m 2 /g) 90, , ,1255 Volum Total pori (cc/g) 0,0446 0,0444 0,0444 Selanjutnya bentonit terpilar TiO 2 difoto SEM memperlihatkan bahwa permukaan menjadi besar. Gambar 4.5. Foto SEM Untuk Na Bentonit Hasil foto SEM (Gambar 4.5) memperlihatkan permukaan yang masih halus (gambar putih) yang terdiri dari silikat yang merupakan permukaan yang belum teretsa oleh bahan kimia.

113 95 Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar TiO 2 yang Dietsa dan Dipanaskan 450 C Gambar 4.6 memperlihatkan banyaknya hole dari permukaan silikat hampir menyeluruh pada bentonit terpilar TiO 2 yang telah dietsa. Permukaan ini bisa mengartikan bahwa pada bentonit terpilar TiO 2 telah banyak dietsa maka terjadi hole di silikat eksternal dan kemungkinan di internal Pembahasan Pembuatan Na Bentonit Sampel bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat yang belum dilakukan pengkayaan bentonit, dibuat menjadi Na bentonit menghasilkan basal spacing d 001 = 14,917 Å, sedangkan secara teori Na bentonit basal spacing-nya = 9,8 Å. Hal ini berarti Na bentonit menyerap air dari

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

Citra LANDSAT Semarang

Citra LANDSAT Semarang Batuan/Mineral Citra LANDSAT Semarang Indonesia 5 s/d 7 km 163 m + 2 km QUARRY BARAT LAUT Tidak ditambang (untuk green belt) muka airtanah 163 m batas bawah penambangan (10 m dpl) 75-100 m dpl Keterangan

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 43

Universitas Gadjah Mada 43 6) Silikat Sekunder 6.1) Struktur Struktur lempung silikat serupa dengan struktur silikat primer eg. silikat lembaran (sheet silicate). Mineral sekunder terdiri atas lembaran silikon tetrahedral, lembaran

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENGETSAAN SiO 2 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI KATALIS GAS HIDROGEN DARI AIR

PENGETSAAN SiO 2 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI KATALIS GAS HIDROGEN DARI AIR Pengetsaan SiO 2 Bentonit Alam Terpilar sebagai Katalis Gas Hidrogen dari Air (Minto Supeno, Seri Bima Sembiring, Basuki W., H.R. Brahmana) PENGETSAAN SiO 2 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI KATALIS GAS HIDROGEN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Mineral Liat Liat dan bahan organik di dalam tanah memiliki kisi yang bermuatan negatif

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Lempung

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Lempung ^. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Lempung Lempung atau tanah Hat ialah kata umum untuk partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 2 mikrometer. Lempung mengandung leburan

Lebih terperinci

Komponen Anorganik PENYUSUN TANAH/Mineral Silikat. Kuliah Mineralogi Tanah Minggu Ke X

Komponen Anorganik PENYUSUN TANAH/Mineral Silikat. Kuliah Mineralogi Tanah Minggu Ke X Komponen Anorganik PENYUSUN TANAH/Mineral Silikat Kuliah Mineralogi Tanah Minggu Ke X KOLOID : PARTIKEL HALUS YANG UKURAN 50 A 0 (5 nm) SAMPAI 0,2 µm Bahan padat tanah terdiri atas : Kolid organik Koloid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar sebagai penopang tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH 0 2: : K

DASAR ILMU TA AH 0 2: : K DASAR ILMU TA AH Materi 02: Komponen Tanah Penyusun/ Komponen Tanah Bahan Padat (50%) : bahan mineral (45%), bahan organik (5%) Ruang antar bahan padat (50%): air (25%), udara (25%) Penyusun/ Komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pentanahan Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah DASAR ILMU TANAH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vertisol

TINJAUAN PUSTAKA. Vertisol TINJAUAN PUSTAKA Vertisol Vertisol merupakan order untuk tanah liat berwarna kelam yang bersifat fisik berat. Tanah ini terbentuk pada wilayah dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silikon dioksida (SiO 2 ) merupakan komponen utama di dalam pasir kuarsa yang terdiri dari unsur silikon dan oksigen, biasanya di temukan di alam pada pasir kuarsa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

*ÄÂ ¾½ Á! ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo / *ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â Okki Novian / 5203011009 Michael Wongso / 5203011016 Jindrayani Nyoo / 5203011021 Chemical Engineering Department of Widya Mandala Catholic University Surabaya All start is difficult Perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Energi merupakan salah satu kebutuhan wajib bagi seluruh masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia. Bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Sumber: Dokumentasi Penerbit Air laut merupakan elektrolit karena di dalamnya terdapat ion-ion seperti Na, K, Ca 2, Cl, 2, dan CO 3 2. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN K 4.1. Hasil Penelitian Pada penelitian telah dilakukan modifikasi terhadap lempung alam dari Desa Cengar (Kuantan Singingi) dengan cara interkalasi, yaitu dengan memasukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

Pengenalan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Model 3 Dimensi dan Gambar Bergerak Shockwave

Pengenalan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Model 3 Dimensi dan Gambar Bergerak Shockwave Pengenalan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Model 3 Dimensi dan Gambar Bergerak Shockwave Tugas Terjemahan Kesuburan Tanah Lanjut Oleh Rini Sulistiani 087001021 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR LAMPIRAN...xiii. 1.2 Perumusan Masalah...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR LAMPIRAN...xiii. 1.2 Perumusan Masalah... DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR...... iii INTISARI......v ABSTRACT...... vi DAFTAR ISI......vii DAFTAR TABEL...... x DAFTAR GAMBAR...... xi DAFTAR LAMPIRAN....xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. 3 TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah lempung mempunyai cadangan yang cukup besar di hampir seluruh wilayah Indonesia namum pemanfaatannya masih belum optimal. Tanah lempung merupakan bahan alam

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. TANAH Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. Tanah memberikan dukungan fisik bagi tumbuhan karena merupakan tempat terbenamnya/ mencengkeramnya akar sejumlah tumbuhan. Selain itu tanah merupakan sumber nutrien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanokomposit adalah struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda. Bahan nanokomposit biasanya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISASI LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia KARAKTERISASI LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT Nurpiyenti 1, Muhdarina 2, T. A. Amri 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe,

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe, BABV ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Lempung Asli (remolded) Sifat fisik dari lempung asli (remolded) sebagaimana yang dapat dilihat dari hasil pengujian pada bab sebelumnya yakni indeks kompresi (Cc) sebesar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH Semester : Genap 2011/2012 Disusun Oleh : Nama : Bagus Satrio Pinandito NIM : A1C011072 Rombongan : 12 Asisten : KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI Definisi Reduksi Oksidasi menerima elektron melepas elektron Contoh : Mg Mg 2+ + 2e - (Oksidasi ) O 2 + 4e - 2O 2- (Reduksi) Senyawa pengoksidasi adalah zat yang mengambil elektron

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

STUDI PENGETSAAN BENTONIT TERPILAR-Fe 2 O 3 SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

STUDI PENGETSAAN BENTONIT TERPILAR-Fe 2 O 3 SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains STUDI PENGETSAAN BENTONIT TERPILAR-Fe 2 O 3 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains YEDID NOVRIANUS LAROSA 010802032 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur);

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur); 01 : STRUKTUR MIKRO Data mengenai berbagai sifat logam yang mesti dipertimbangkan selama proses akan ditampilkan dalam berbagai sifat mekanik, fisik, dan kimiawi bahan pada kondisi tertentu. Untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Tanah secara umum didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit dengan mineralmineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral lainnya. Montmorillonit

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci