BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. membedakan manusia dari hewan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. membedakan manusia dari hewan."

Transkripsi

1 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia selain itu, berpikir merupakan aktivitas yang selalu dilakukan manusia bahkan ketika sedang tidur. Bagi otak, berpikir dan menyelesaikan masalah merupakan pekerjaan paling penting, bahkan dengan kemampuan yang tidak terbatas. Sehingga Berpikir merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas yang membedakan manusia dari hewan. Menurut Suwarma (2009: 3) berpikir adalah suatu kegiatan mental yang memperoleh pengetahuan, dan dalam proses belajar mengajar kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalaui persoalan pemecahan masalah. Sedangkan menurut Alvonco (2012) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir adalah proses otak mengolah dan menterjemahkan informasi (stimulus) yang masuk melalui panca indra dengan kebahagian otak sadar atau bawah sadar yang menghasilkan arti dan sejumlah konsep. Santrock (2014: 9) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir adalah memanipulasi dan mengubah informasi dalam memori. Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, alasan, berpikir kritis, 7

2 8 membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan masalah. Sehingga siswa dapat berfikir mengenai hal-hal konkret. Jika berpikir merupakan bagian dari kegiatan yang selalu dilakukan otak untuk mengorganisasi informasi guna mencapai suatu tujuan, maka berpikir kritis merupakan bagian dari kegiatan berpikir yang juga dilakukan otak. Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak untuk mengubah informasi dan mengolah informasi untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan membentuk suatu konsep, alasan, berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan suatu masalah. Menurut Santrock (2014: 11) bahwa berpikir kritis yaitu berpikir reflektif, produktif dan mengevaluasi bukti, Sejalan dengan pendapat Desmita (2010: 161) yang berpendapat bahwa pemikiran kritis merupakan pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasiinformasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), dan berpikir secara reflektif dan evaluatif. Berpikir kritis adalah suatu kemampuan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran disekolah karena siswa di sekolah tidak hanya harus mengingat dan menyerap secara pasif berbagai informasi baru, melainkan mereka perlu berbuat lebih banyak bagaimana berpikir secara kritis dan memiliki kesadaran akan diri dan lingkungan, maka dari itu pendidik di sekolah haruslah mampu

3 9 membangun siswa untuk berpikir secara kritis. Menurut Sternber (Desmita: 2010) berpendapat bahwa ada beberapa usulan untuk mengembangkan pemikiran kritis pada anak yaitu (1) mengajarkan anak menggunakan proses-proses berpikir yang benar; (2) mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah; (3) meningkatkan gambaran mental mereka; (4) memperluas landasan pengetahuan mereka; (5) memotivasi anak untuk menggunakan ketrampilan-keterampilan berpikir yang baru saja dipelajari. Selain itu Johnson (2007: 183) juga berpendapat berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam, pemahaman yang mendalam yaitu pemahaman yang membuat kita mengerti maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu yang sangat jelas mengandalkan proses berpikir, dipandang sangat baik untuk diajarkan pada siswa karena didalamnya terkandung aspek-aspek yang secara langsung menuntut siswa untuk berpikir secara kritis. Selain itu juga dalam pembelajaran matematika proses berpikir itu merupakan suatu hal yang penting karena matematika pada hakekatnya berkenaan dengan

4 10 struktur dan ide abstrak yang disusun secara sistematis dan logis melalui proses penalaran. Sering kali tujuan utama dari pembelajaran matematika tidak lain untuk membiasakan agar siswa mampu berpikir logis, kritis dan sistematis. Oleh karena itu, maka dalam mempelajari matematika kurang tepat bila dilakukan dengan cara menghafal, namun matematika dapat dipelajari dengan baik dengan cara mengerjakan latihan-latihan. Dalam mengerjakan latihan-latihan tersebut mulai berpikir bagaimana menyelesaikan masalah tersebut dengan benar dan juga dengan proses yang sistematis maka diperlukan sebuah kegiatan berpikir kritis. Apabila dalam pembelajaran matematika yang dominan mengandalkan kemampuan daya pikir maka perlu membina kemampuan berpikir siswa khususnya berpikir kritis agar mampu mengatasi permasalahan pembelajaran matematika tersebut yang materinya cenderung bersifat abstrak. Menurut Ennis (1993: 180) critical thinking is reasonable reflective thinking focused on decending what to believe or do yang mempunyai makna bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan (masuk akal) dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan tentang apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Hal ini berarti didalam berpikir kritis diarahkan kepada rumusan-rumusan yang memenuhi kriteria berpikir kritis hal ini dilakukan agar dapat membuat suatu keputusan. Berpikir kritis terdapat atas tiga tingkat yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi.

5 11 Selain itu terdapat dua belas indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kemampuan berpikir yang diungkapkan oleh Ennis (1985) yaitu (a) memberikan penjelasan dasar (elementary clarification), (b) membangun ketrampilan dasar (basic support), (c) membuat inferensi (inference), (d) membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification) dan (e) mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics). Kedua belas kemampuan tersebut adalah : (1) memfokuskan sebuah pertanyaan. (2) menganalisis suatu argumen. (3) bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang. (4) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber. (5) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi (pengamatan). (6) membuat dan menilai secara umum ke khusus (deduksi), apakah pertanyaan tersebut bersifat benar. (7) membuat dan menilai secara khusus ke umum (induksi), apakah pertanyaan bersifat benar. (8) membuat dan menilai (mempertimbangkan nilai keputusan. (9) menegaskan dan mempertimbangankan ketentuan. (10) mengidentifikasi asumsi. (11) memutuskan suatu tindakan. (12) menyusun, menyatukan, membuat dan mempertahanka argumen yang baru. Sedangkan Siegel (2003) memiliki pendapat sendiri mengenai kemampuan berpikir kritis, menurutnya berpikir kritis merupakan sikap berani memberikan pendapat yang berbeda dari yang lain, mengakui dan menegaskan sebuah argumen berdasarkan aturan yang berlaku. Disini ketika terdapat sebuah masalah, siswa terlebih dahulu mencari kebenaran

6 12 informasi yang didapatnya, sehingga untuk menyelesaikan masalah tersebut siswa berani menyampaikan pendapat yang berbeda apabila pernyataan tersebut tidak sesuai. Kemudian ketika siswa dapat mengakui sebuah argumen apabila ia telah menegaskan argumen tersebut sesuai aturan yang berlaku. Selain pendapat mengenai berpikir kritis Siegel (2003) juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kemampuan dalam berpikir kritis yaitu : (1) kemampuan untuk memberikan pendapat yang baik saat mengevaluasi dan menilai suatu argumen, hal itu dilakukan untuk menilai berdasarkan pedoman darimana argumen tersebut di dapatkan, sehingga mereka dapat meyakini, menilai dan mengambil tindakan yang baik.(2) kemampuan untuk menilai berdasarkan pada pedoman, hal ini dilakukan untuk membenarkan suatu argumen sehingga argumen dapat dipercaya. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulakan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan seseorang untuk mampu berfikir secara beralasan dan reflektif yang berfokus untuk menganalisis, menilai dan mengevaluasi suatu argumen yang dapat dipercaya kebenaranya untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu permasalahan matematika. Ketika siswa berpikir kritis dalam matematika, mereka membuat keputusan-keputusan yang beralasan atau pertimbangan tentang apa yang dilakukan dan dipikirkan. Dengan kata lain, siswa mempertimbangkan

7 13 kriteria terhadap keputusan yang bijaksana dan tidak menebak dengan mudah atau menerapkan suatu rumus tanpa menilai relevansinya. Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas tentang kemampuan berpikir kritis, maka indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siswa mampu memberikan argumen secara tepat. Kemampuan siswa untuk memberikan suatu argumen atau pendapat dengan berdasarkan dari mana argumen itu didapat, sehingga siswa dapat meyakini kebenaran suatu argumen. 2. Siswa mampu untuk menganalisis suatu argumen berdasarkan ketentuan. Kemampuan siswa untuk merinci informasi yang ada ke dalam bagian-bagian tahap penyelesaian sehingga bagian tersebut secara keseluruhan dapat dipahami dengan mudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Siswa mampu menilai dan mengevaluasi argumen berdasarkan pedoman Kemampuan siswa untuk membenarkan atau memberi sebuah penegasan pada argumen tersebut sehingga argumen tersebut dapat dipercaya. 2. Kepribadian Kepribadian dapat didefinisikan sebagai gabungan emosi dan tingkah laku yang membuat individu memiliki karakteristik tertentu untuk

8 14 menghadapi kehidupan sehari-hari. Kepribadian individu relatif stabil dan memungkinkan orang lain untuk memprediksi pola pikir atau tindakan yang akan diambil. Menurut Feist (2014: 4) menyatakan bahwa kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif permanen dan memberikan, baik konsisten maupun individualitas pada perilaku seseorang. Sejalan dengan pendapat Santrock (2008) kepribadian adalah pemikiran, emosi, dan perilaku khas seseorang dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Yusuf (2011: 3) kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris personality. Kata personality sendiri berasal dari bahasa latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan. Dalam kehidupan sehari-hari kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti: Saya seorang yang terbuka atau Saya seorang pendiam, (2) kesan umum seseorang tentang diri anda atau orang lain, seperti: Dia agresif atau Dia jujur dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti: Dia baik atau Dia pendendam. Sedangkan menurut Dashiel (Yusuf, 2011: 3) mengemukakn bahwa kepribadian sebagai gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi. Menurut Allport (Yusuf, 2011: 4) kepribadian yaitu personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment yang

9 15 berarti kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya. Serta menurut Sudarsono (Yuwono,2010) yang membedakan peserta didik yang satu dengan yang lainnya adalah perbedaan tingkah laku. Perbedaan ini disebut kepribadian yang menggambarkan tingkah laku secara deskriptif tanpa memberi nilai. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian adalah gambaran tentang baik buruknya tingkah laku, emosi, tindakan, pemikiran seseorang yang mencerminkan dirinya sendiri dalam beradaptasi dengan lingkungannya sebagai suatu ciri yang khas dalam dirinya. 3. Penggolongan Tipe Kepribadian Menurut Keirsey (1984) kepribadian digolongkan menjadi 4 tipe yaitu: guardian, artisan, rational, dan idealist. Menurut David Keirsey penggolongan ini di dasarkan pada bagaimana seseorang memperoleh energinya (extrovert dan introvert), bagaimana seseorang mengambil informasi (sensing danintuitive), bagaimana seseorang membuat keputusan (thinking danfeeling), dan bagaimana gaya dasar hidupnya (judging dan perceiving). Tentunya masing-masing tipe kepribadian tersebut akan mempunyai karakter yang berbeda dalam menyelesaikan masalah matematika. Tipe kepribadiannya dinamakan sebagai The Keirsey Temperatur Sorter (KTS) dengan tujuan untuk membantu manusia lebih memahami dirinya sendiri.

10 16 Seseorang yang lebih memilih untuk menjadi sumber energi dan suka dengan dunia luar lebih ke arah extrovert, sedangkan orang yang lebih suka menyendiri dan membangkitkan energi lebih ke arah introvert. Perbedaan extrovert dari introvert adalah cara bersosialisasi. Extrovert suka bergaul, menyukai interaksi sosial dan berfokus pada dunia luar. Sedangkan introvert tidak suka bergaul dengan banyak orang, mampu bekerja sendiri, fokus konsentrasi dan segala hal. Dalam istilah kepribadian extrovert ditulis sebagai E dan introvert ditulis I. Seseorang yang mempunyai sensing (S) mendeskripsikan dirinya menjadi orang yang praktis, sedangkan orang yang mempunyai intuitive (N) mendeskripsikan dirinya menjadi orang yang innovative. Sensing berpegang teguh terhadap hal-hal yang nyata, praktis, realistis dan melihat data apa adanya. Mereka menggunakan pedoman pengalaman, data kongkrit serta fokus pada masa kini (apa yang bisa diperbaiki sekarang). Sedangkan intuitive melihat informasi dengan menggunakan pola dan hubungan, pemikir abstrak, konseptual serta melihat kemungkinan yang akan terjadi, memilih cara yang unik dan berfokus pada masa depan (apa yang mungkin dicapai pada masa mendatang). Seseorang yang thinking (T), lebih bersikap adil dalam mengambil keputusan. Mereka cenderung lebih menggunakan logika dan kekuatan analisa untuk mengambil keputusan, kaku serta keras kepala. Mereka menerapkan prinsip dengan konsisten dan bagus dalam melakukan analisa.

11 17 Sedangkan feeling (F) lebih melibatkan perasaan, empati serta nilai-nilai sosial yang dipercaya ketika mengambil keputusan. Judging (J) adalah seseorang yang bertumpu pada rencana yang sistematis, serta senantiasa berpikir dan bertindak teratur serta tidak suka hal-hal yang mendadak dan di luar perencanaan. Mereka selalu ingin mengikuti rencana tersebut. bagus dalam penjadwalan, penetapan struktur dan perencanaan langkah demi langkah. Sedangkan perceiving (P) lebih bersikap fleksibel dan bertindak secara bebas untuk melihat beragam peluang yang muncul. Bagus dalam menghadapi perubahan dan situasi mendadak. Berdasarkan pada ke empat temperamen, akan diuraikan gaya belajar pada masing-masing tipe kepribadian menurut Keirsey dan Bates (Yuwono : 2010) yaitu sebagai berikut: a. Tipe Guardian Tipe guardian adalah tipe yang menyukai kelas dengan model tradisional. Siswa dengan tipe ini menyukai pengajar yang dalam menjelaskan materi secara terstruktur dan sangat jelas. Sebelum mengerjakan tugas, tipe guardian menghendaki instruksi yang mendetail, termasuk kegunaan dari tugas tersebut. selain itu tipe guardian juga mempunyai kebiasaan yang baik dalam belajar yaitu pada saat mengerjakan tugas secara tepat waktu dan teliti. Tipe ini mempunyai ingatan yang kuat. Meskipun tidak selalu berpartisipasi

12 18 dalam kelas diskusi, tetapi tipe ini menyukai saat tanya-jawab dengan guru. b. Tipe Artisan Pada dasarnya tipe ini menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang, baik guru maupun teman-temannya. Bentuk kelas yang disukai adalah kelas dengan media presentasi, karena dengan demikian tipe ini dapat menunjukkan kemampuannya. Artisan akan bekerja dengan keras apabila dirangsang dengan suatu konteks. Segala sesuatunya ingin dikerjakan dan diketahui secara cepat, bahkan sering cenderung terlalu tergesa-gesa. Artisan akan cepat bosan, apabila pengajar tidak mempunyai teknik yang berganti-ganti dalam mengajar. c. Tipe Rational Tipe rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika. Tipe ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Setelah diberikan materi oleh guru, biasanya rational mencari tambahan materi melalui membaca buku. Rational menyukai guru yang dapat memberikan tugas tambahan secara individu setelah pemberian materi. Cara belajar yang paling disukai adalah penemuan dan pemecahan masalah. Kelompok ini cenderung mengabaikan materi yang dirasa tidak perlu atau membuang waktu, oleh karenanya, dalam setiap pemberian materi,

13 19 guru harus dapat meyakinkan kepentingan suatu materi terhadap materi yang lain. d. Tipe Idealist Tipe idealist lebih menyukai untuk menyelesaikan tugas secara pribadi dari pada diskusi kelompok. Tipe ini selalu ingin meningkatkan kegunaan diri dan tipe ini dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif. Menyukai membaca, dan juga menyukai menulis. Oleh karena itu, idealist kurang cocok dengan bentuk tes objektif, karena tidak dapat mengungkap kemampuan dalam menulis. Kreativitas menjadi bagian yang sangat penting bagi seorang idealist. Kelas besar sangat mengganggu idealist dalam belajar, sebab lebih menyukai kelas kecil dimana setiap anggotanya mengenal satu dengan yang lain. Menurut Keirsey (1998: 12) mengelompokkan jenis-jenis tipe kepribadian yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Jenis Pengelompokkan Tipe Kepribadian Jenis Pengelompokan ESTJ, ISTJ, ESFJ, ISFJ ESTP, ISTP, ESFP, ISFP ENTJ, INTJ, ENTP, INTP ENFJ, INFJ, ENFP, INFP Keterangan: Tipe Kepribadian Guardian Artisan Rational Idealist E = Extrovert (terbuka) I = Introvert (tertutup) S = Sensing (pancaindra) N = Intuitive (intuisi) T = Thinking (berpikir) F = Feeling (perasaan) J = Judging (menilai) P = Perceiving (mengamati)

14 20 Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas, maka indikator pengelompokan tipe kepribadian siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Indikator pengelompokan tipe kepribadian siswa Jenis Pengelompokan ESTJ, ISTJ, ESFJ, ISFJ ESTP, ISTP, ESFP, ISFP ENTJ, INTJ, ENTP, INTP ENFJ, INFJ, ENFP INFP Tipe Kepribadian Guardian Artisan Rational Idealist 4. Kajian Materi Kesebangunan dan Kekongruenan Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesebangunan dan kekongruenan berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP) di sekolah SMP semester ganjil. SK: 1. Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah. KD: 1.1. Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen. Indikator Mengidentifikasi dua bangun datar sebangun atau kongruen Mengidentifikasi dua segitiga yang berkaitan dengan sifat-sifat kesebangunan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung luas dari bangun-bangun yang sebangun

15 Menggunakan konsep kesebangunan dalam pemecahan masalah. Indikator Memecahkan masalah yang melibatkan kesebangunan dalam kehidupan sehari-hari. B. Penelitian Relevan Penelitian yang berkaitan dengan berpikir kritis matematis ditinjau dari tipe kepribadian David Keirsey telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Peneliti yang berkaitan dengan berpikir kritis matematis diantaranya adalah: 1. Ismaimuza (2011) menyatakan hasil penelitiannya adalah terdapat penjenjangan kelompok dalam penelitian kemampuan berpikir kritis matematis siswa jenjang kelompoknya yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah dan presentase tiap kelompok berpikir kritis tinggi adalah 87,50, sedang adalah 64,64 dan rendah adalah 48, Hidayanti (2016) menyatakan hasil penelitiannya bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada jenjang SMP tergolong rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang memenuhi masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis siswa masih dibawah 50%. Peneliti menggunakan 3 indikator yaitu indikator analisis, evaluasi dan inferensi, dan semua indikator terlihat masih tergolong rendah. Presentasi indikator kemampuan berpikir kritis adalah pada indikator analisis siswa tergolong rendah yaitu sebanyak 23% siswa yang menganalis dengan baik, dan pada indikator

16 22 evaluasi dan inferensi juga masih rendah karena 100% siswa tidak dapat melakukan evaluasi dan inferensi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah samasama memfokuskan pada kemampuan berpikir kritis siswa. Perbedaan pada penelitian di atas yaitu memfokuskan pada penjenjangan dari keseluruhan siswa dalam kemampuan berpikir kritis, sedangkan penelitian ini memfokuskan kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan tipe kepribadian David Keirsey. Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan tipe kepribadian adalah sebagai berikut : a. Yuwono (2010) menyatakan hasil penelitiannya adalah setiap siswa berbeda-beda dalam memahami masalah matematika dilihat dari masing-masing tipe kepribadiannya. Hal tersebut dapat diketahui yaitu pada tipe guardian dan artisan siswa tidak dapat menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal sedangkan tipe rational dan idealist mampu menuliskan apa yang ditanya dan diketahui dalam soal. b. Dewiyani (2011) menyatakan hasil penelitiannya adalah karakter maupun atribut soft skills setiap mahasiswa itu berbeda dan dapat ditingkatkan melalui pengenalan terhadap profil proses berpikir berdasarkan tipe kepribadiannya. Persamaan penelitian tersebut adalah sama-sama meninjau dari tipe kepribadian, yaitu tipe kepribadian guardian, artisan, rational dan idealist. Perbedaan penelitian di atas adalah memfokuskan siswa dengan masing-

17 23 masing tipe kepribadian, sedangkan penelitian ini focus kepada kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan tipe kepribadiannya. C. Kerangka pikir Kerangka pikir bertujuan untuk memperoleh kejelasan mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir kritis dan tipe kepribadian David Keirsey. Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak untuk mengubah informasi dan mengolah informasi untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan membentuk suatu konsep, alasan, berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan suatu masalah. Berpikir kritis matematis adalah kemampuan seseorang untuk mampu berfikir secara beralasan dan reflektif yang berfokus untuk menganalisis, menilai dan mengevaluasi suatu argumen yang dapat dipercaya kebenaranya untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu permasalahan matematika. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam menguasai kemampuan berpikir kritis yaitu dengan memahami karakteristik siswa. Salah satu karakterisitik siswa yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran yaitu berkenaan dengan tipe kepribadian siswa. Kepribadian adalah gambaran tentang baik buruknya tingkah laku, emosi, tindakan, pemikiran seseorang yang mencerminkan dirinya sendiri dalam beradaptasi dengan lingkungannya sebagai sesuatu ciri yang khas dalam dirinya. Kirsey menggolongkan tipe kepribadian menjadi 4 tipe, yaitu guardian, artisan rational dan idealist.

18 24 Tipe kepribadian antar siswa memliki ciri-ciri khusus dalam pembelajaran, sehingga setiap siswa mempunyai tipe kepribadian yang berbeda. Dari kepribadian yang berbeda dimungkinkan akan mengakibatkan kemampuan berpikir kritis yang berbeda Mengingat bahawa tipe kepribadian dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa beragam, maka guru sebagai seorang pendidik yang berkualitas harus mampu membuat siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan guru dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Sehingga siswa dapat terdorong dan termotivasi untuk lebih aktif dalam berpikir kritis. Maka dengan termotivasinya siswa dalam belajar matematika maka kemungkinan besar tingkat kemampuan berpikir kritis siswa akan jauh lebih baik lagi. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap tipe kpribadian siswa dan kemampuan berpikir kritis matematis guna mengetahui gambaran kemampuan berpikir kritis matematis siswa ditinjau dari tipe kepribadian David Keirsey.

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan). Masalah dalam matematika adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Analitik Matematis. yang terpadu, memahami prosesnya, cara kerja dan sistematikanya.

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Analitik Matematis. yang terpadu, memahami prosesnya, cara kerja dan sistematikanya. 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Analitik Matematis Menurut Sudjana (2010), analitik adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur yang jelas susunannya.

Lebih terperinci

Tes Inventory. Pengertian, Kegunaan, dan Metode Tes MBTI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Tes Inventory. Pengertian, Kegunaan, dan Metode Tes MBTI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Tes Inventory Pengertian, Kegunaan, dan Metode Tes MBTI Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Sejarah MBTI MBTI dibuat berdasarkan teori

Lebih terperinci

MBTI (Myers Briggs Type Indicator) Mengenali : -Kekuatan, keunikan, motivasi, potensi -Menghargai/berkomunikasi dg mereka yg berbeda dg kita

MBTI (Myers Briggs Type Indicator) Mengenali : -Kekuatan, keunikan, motivasi, potensi -Menghargai/berkomunikasi dg mereka yg berbeda dg kita MBTI (Myers Briggs Type Indicator) Mengenali : -Kekuatan, keunikan, motivasi, potensi -Menghargai/berkomunikasi dg mereka yg berbeda dg kita SIAPA ANDA SEBENARNYA? APA YANG MEMBEDAKAN ANDA DARI IBU, AYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

Tes Inventori. Tes MBTI MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 04

Tes Inventori. Tes MBTI MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 04 MODUL PERKULIAHAN Tes Inventori Tes MBTI Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 04 A61616BB Riblita Damayanti S.Psi., M.Psi Abstract Pembahasan pengantar mengenei pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir secara umum diartikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk pada level rendah berdasarkan benchmark internasional

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk pada level rendah berdasarkan benchmark internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sasaran pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan diantaranya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir matematis. Pengembangan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepribadian adalah jati diri setiap manusia, tetapi banyak individu yang tidak memperhatikan atau menyadari tentang karakteristik kepribadian diri nya sendiri. Sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Deporter dan Hernacki

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN IDENTITAS DIRI PEMAIN DAN AVATAR PADA GAME RAGNAROK ONLINE

BAB IV KAJIAN IDENTITAS DIRI PEMAIN DAN AVATAR PADA GAME RAGNAROK ONLINE BAB IV KAJIAN IDENTITAS DIRI PEMAIN DAN AVATAR PADA GAME RAGNAROK ONLINE Pada bab sebelumnya telah dipaparkan gambaran umum tentang psikioanalisis dan game Ragnarok Online, maka pada bab ini akan dicoba

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Faktor Penentu Kesuksesan Agile software development

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Faktor Penentu Kesuksesan Agile software development BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan kepustakaan bertujuan untuk membentuk kerangka teori dalam menentukan metode penyelesaian sebagai anggapan dasar, teori-teori yang berhubungan dengan pokok permasalah,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR PENGENALAN KEPRIBADIAN DIRI DENGAN PENDEKATAN TEORI MYERS-BRIGGS TYPE INDICATOR

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR PENGENALAN KEPRIBADIAN DIRI DENGAN PENDEKATAN TEORI MYERS-BRIGGS TYPE INDICATOR PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR PENGENALAN KEPRIBADIAN DIRI DENGAN PENDEKATAN TEORI MYERS-BRIGGS TYPE INDICATOR Yan Watequlis Syaifudin Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Malang Jl. Sukarno Hatta

Lebih terperinci

Tes Kepribadian. Paulus dachi Tes telah diselesaikan pada: Feb. 16, 2013

Tes Kepribadian. Paulus dachi Tes telah diselesaikan pada: Feb. 16, 2013 Paulus dachi Tes telah diselesaikan pada: Feb 16, 2013 Usia: 23 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Negara: Indonesia Status: Profesional Muda Spesialisasi: Akuntansi Daftar Isi 1 Tipe-tipe Kepribadian 2 11

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI 4 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. e-learning dan Learning Management System Perkembangan zaman yang ditandai dengan bertambah pesatnya pemanfaatan teknologi informasi, semakin terus dirasakan; dan penyelenggaraan

Lebih terperinci

Myers-Briggs Type Indicator Laporan Interpretatif untuk Organisasi

Myers-Briggs Type Indicator Laporan Interpretatif untuk Organisasi Dikembangkan oleh Sandra Krebs Hirsh dan Jean M. Kummerow Laporan disusun untuk JANE CONTOH September 2, 2016 Ditafsirkan oleh ABC Alpha Beta Gamma CPP, Inc. 800-624-1765 www.cpp.com Laporan Interpretatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan soal (pertanyaan) yang harus dijawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa. Keberhasilan pendidikan ini didukung dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain maupun dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I A. Latar Belakang Masalah

BAB I A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki begitu banyak fungsi bagi kehidupan sehingga di wajibkan oleh pemerintah untuk di pelajari dalam jenjang pendidikan baik itu jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Astri Jayanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa untuk menghadapi tantangan hidup dimasa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa untuk menghadapi tantangan hidup dimasa mendatang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan siswa melalui kegiatan pengajaran, bimbingan dan latihan agar berkembang bakat dan potensi siswa untuk menghadapi

Lebih terperinci

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR Personality Questionaire PANDUAN PENGISIAN MBTI NO. A 1. Isilah dengan jujur & refleksikan setiap pernyataan yang ada ke dalam keseharian Anda 2. JANGAN terlalu banyak berpikir,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh penting dalam kemajuan suatu negara. Dengan adanya pendidikan, pengetahuan baru dapat kita temukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perwujudan dari amanat itu, yaitu

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir

Lebih terperinci

Tes Kepribadian. Paulus dachi Tes telah diselesaikan pada: Feb. 16, 2013

Tes Kepribadian. Paulus dachi Tes telah diselesaikan pada: Feb. 16, 2013 Paulus dachi Tes telah diselesaikan pada: Feb 16, 2013 Usia: 23 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Negara: Indonesia Status: Profesional Muda Spesialisasi: Akuntansi Daftar Isi 1 Tipe-tipe Kepribadian 2 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai bentuk interaksi antara pendidik dengan siswa. Interaksi antara pendidik dengan siswa ini terjadi pada saat proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi seperti saat ini, bangsa Indonesia dituntut untuk dapat bersaing dengan bangsa lain, dan menghasilkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI FEBRUARI,

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI FEBRUARI, ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENURUT LERNER DENGAN KEPRIBADIAN ARTISAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SMP FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu proses dan tujuan yang penting dalam pembelajaran di sekolah adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016: 1), kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada pengaruhnya, akibatnya. Menurut Peter Salim (Rakasiwi,

Lebih terperinci

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional yaitu siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spritual yang seimbang (Kemdikbud, 2013a). Fisika merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Gangguan Kepribadian. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Gangguan Kepribadian. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Gangguan Kepribadian Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id A. Defenisi Kepribadian Kata kepribadian (personality) sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Kata komputer berasal dari bahasa inggris yaitu computare yang artinya menghitung, karena pada awalnya komputer hanya berfungsi sebagai alat hitung atau sama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di setiap kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan sampai kepada masalah yang sulit untuk didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerapan teori-teori pendidikan pada masa ini adalah hal yang marak dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI TIPE SOAL OPEN- ENDED PADA MATERI PECAHAN

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI TIPE SOAL OPEN- ENDED PADA MATERI PECAHAN DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI TIPE SOAL OPEN- ENDED PADA MATERI PECAHAN Yoseffin Dhian Crismasanti 202013018@student.uksw.edu Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika sebagai salah satu ilmu mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Berpikir Kreatif Kreatif merupakan istilah yang banyak digunakan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Umumnya orang menghubungkan kreatif dengan sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pemebelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berasal dari Bahasa Inggris, yaitu natural science. Nature artinya berhubungan dengan alam atau yang bersangkut paut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis a. Pengertian Penalaran Matematis Penalaran matematika dan pokok bahasan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN :

PROSIDING ISBN : P-65 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DIPADUKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS PADA SISWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Sesuai dengan tujuan Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Masalah Matematika salah satu unsur dalam pendidikan dan mempunyai peranan yang sangat penting didalam dunia pendidikan. Salah satu hakekat matematika adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003),

BAB I PENDAHULUAN. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika yang merupakan ilmu dasar dari perkembangan teknologi, memiliki peranan sangat besar bagi perkembangan disiplin ilmu yang lain. Selain itu, matematika juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Adaptif Menurut Depdiknas (Shadiq, 2009) ada dua hal yang sangat berkaitan dengan penalaran yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Matematika Istilah Matematika mulanya muncul dari bahasa Yunani, mathematike, yang berakar kata mathema yang berarti pengetahuan. Istilah mathematikejuga

Lebih terperinci

Aplikasi Menentukan Karakter Peserta Didik Menggunakan Teori Myers Briggs Type Indicator

Aplikasi Menentukan Karakter Peserta Didik Menggunakan Teori Myers Briggs Type Indicator Aplikasi Menentukan Karakter Peserta Didik Menggunakan Teori Myers Briggs Type Indicator Muhammad Fatroni Jurusan Teknik Informatika, STMIK Amik Riau fatroni@stmik-amik-riau.ac.id Erlin Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis Menurut Jones & Knuth (Mustangin, 2015) representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan sumber-sumber daya pendidikan yang tersedia. pendidikan juga mengalami dinamika yang semakin lama semakin

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan sumber-sumber daya pendidikan yang tersedia. pendidikan juga mengalami dinamika yang semakin lama semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan. Pendidikan merupakan sarana dan wahana yang strategis di dalam pengembangan sumber

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MEMPELAJARI MATEMATIKA BERBASIS TIPE KEPRIBADIAN

KARAKTERISTIK PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MEMPELAJARI MATEMATIKA BERBASIS TIPE KEPRIBADIAN Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 KARAKTERISTIK PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MEMPELAJARI MATEMATIKA BERBASIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SKRIPSI

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SKRIPSI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA ( PTK Pembelajaran Matematika kelas VII C SMP Muhammadiyah 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik bagi guru dan siswa. Banyak permasalahan-permasalahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menarik bagi guru dan siswa. Banyak permasalahan-permasalahan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan dituntut dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, khususnya kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang semakin maju, menyadarkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang semakin maju, menyadarkan manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pendidikan yang semakin maju, menyadarkan manusia terhadap hakikat dan kegunanan matematika baik sebagai ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Dari hasil penelitian tentang tingkat berpikir kreatif siswa kelas IX dalam memngerjakan soal open ended ditinjau dari tipe kepribadiannya

Lebih terperinci

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir Kritis (Critical Thinking) Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau harapan yang

Lebih terperinci

AUDIT SDM (STUDI KASUS di PT A JAKARTA) Gede Umbaran Dipodjoyo Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta

AUDIT SDM (STUDI KASUS di PT A JAKARTA) Gede Umbaran Dipodjoyo Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta AUDIT SDM (STUDI KASUS di PT A JAKARTA) Gede Umbaran Dipodjoyo Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta umbaran13@gmail.com Ruri Puji Santoso Fakultas Psikologi Universitas Persada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ketrampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ketrampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikanlah suatu bangsa menjadi maju. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir manusia. Matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan seseorang yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan seseorang cerdas,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian. lain yang harus dilakukan yaitu : yang akan dicapai.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian. lain yang harus dilakukan yaitu : yang akan dicapai. 65 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian Sebelum mengadakan penelitian, langkah awal yang perlu dilakukan adalah persiapan penelitian agar tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK MAHASISWA MELALUI GUIDED DISCOVERY LEARNING DALAM MENENTUKAN BANYAK SEGI-N BERATURAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK MAHASISWA MELALUI GUIDED DISCOVERY LEARNING DALAM MENENTUKAN BANYAK SEGI-N BERATURAN 85 KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK MAHASISWA MELALUI GUIDED DISCOVERY LEARNING DALAM MENENTUKAN BANYAK SEGI-N BERATURAN Oleh: Sumuslistiana IKIP Widya Darma Surabaya Abstrak: Menyadari betapa pentingnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Discovery Learning Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Bruner berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci