PENGARUH LOGAM BERAT TERHADAP KEMUNCULAN POLIMORFISME IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN IKAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH LOGAM BERAT TERHADAP KEMUNCULAN POLIMORFISME IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN IKAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia)"

Transkripsi

1 PENGARUH LOGAM BERAT TERHADAP KEMUNCULAN POLIMORFISME IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN IKAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia) ABSTRAK 123 Penelitian ini dilakukan di perairan muara Sungai Kahayan dan Katingan, Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah mengaji kandungan dan pola sebaran akumulasi logam berat di dalam tulang sirip keras serta pengaruhnya terhadap kemunculan polimorfisme tulang sirip ikan Badukang dan Sembilang. Contoh ikan Badukang dan Sembilang hasil tangkapan dipisahkan antara tulang sirip keras normal serta abnormal. Kandungan Pb dan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Kandungan Hg dianalisis menggunakan Cold Vapor Atomic Absorption Spectrometer (CV-AAS). Kajian histologis pola sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras menggunakan zat pewarna Natrium Rhodizonat (C6Na2O6). Untuk mengbuang kalsium yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan menggunakan asam Chlorida (HCl). Kajian histologis pengaruh sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan menggunakan zat pewarna Eosin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tulang sirip keras punggung ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian) abnormal sebesar 12.19% dan tulang sirip dada sebesar % dari total 804 ekor contoh, sedangkan jumlah tulang sirip keras punggung ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) abnormal sebasar 17.16% dan dada sebesar 21.33% dari 1022 ekor contoh yang didapat. Perubahan morfologi yang ditemukan pada tulang sirip keras sangat bervariasi mulai dari bengkok tidak beraturan, sebagian tulang sirip keras tebal dan sebagian tipis tidak beraturan, tulang sirip semakin tipis, membesar, tulang sirip berlobang, gerigi tulang abormal, rapuh dan mudah patah. Hasil analisis kandungan Hg dalam jtulang sirip keras abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal, sementara kandungan Cd dan Pb dalam tulang sirip keras abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam tulang sirip keras membentuk kompleks Hg, Cd dan Pb yang tersebar secara bergerombol. Akumulasi kompleks Hg, Cd dan Pb yang bergerombol dalam tulang sirip keras normal ditemukan tersebar dalam dinding pembuluh darah dan sekitarnya, sedangkan akumulasi kompleks Hg, Cd dan Pb dalam tulang sirip keras abnormal ditemukan tersebar secara bergerombol seluruh jaringan tulang, dinding pembuluh darah dan sekitarnya. Kondisi demikian menyebabkan kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang. Lebih jauh diketahui bahwa tulang sirip keras abnormal tidak ditemukan struktur khusus yang melingkari dalam tulang keras ikan, sebagaimana yang ditemukan dalam tulang sirip keras normal. Hal ini mengindikasikan bahwa akumulasi logam berat dalam jumlah yang sama dalam tulang sirip keras tidak selalu menyebabkan kemunculan polimorfisme. Kompleks akumulasi logam berat bergerombol pada satu lokasi lebih memberikan dampak kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan. Besaran kandungan dan pola sebaran akumulasi kompleks Hg, Cd dan Pb dalam seluruh jaringan tulang sirip keras sangat menentukan kemunculan polimorfisme. Kompleks total akumulasi Hg, Cd dan Pb lebih berperan dalam menginduksi terjadinya kemunculan polimorfime tulang sirip keras ikan. Kata kunci: kandungan, sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), morfologi, morfologi, tulang sirip keras

2 124 PENDAHULUAN Kegiatan pertambangan, pemanfaatan hutan, perkebunan, pertanian, pemukiman menyebabkan kebakaran hutan dan gambut. Kegiatan pemanfaatan kayu, pertanian dan perkebunan menggunakan insektisida dan fungisida. Zat kimia beracun tersebut umumnya mengandung metil, etil, alkil, fenil logam berat (Tarumingkeng 1995; Anonim 2010; Rompas 2010). Air hujan yang jatuh wilayah tanpa vegetasi tersebut menyebabkan limbah dan tanah tererosi dan logam berat terangkut ke perairan sungai hingga muara. Hal demikian menyebabkan perairan muara sungai dan biota terpapar logam berat (Hg, Cd dan Pb). Menurut Hamblin dan Christiansen (2004), erosi permukaan tanah di Kalimantan Tengah termasuk kategori rendah sampai tinggi. Tanah dan batuan di Kalimantan mengandung timah hitam (Pb) dan kadmium (Cd) yang berasosiasi dengan sulfida (S) (Sukandarrumidi (2007). Hasil penelitian Global Mercury Project (2005), kegiatan penambangan emas tradisional menyebabkan air sungai, bekas galian tambang emas dan organ tubuh ikan di- Sungai Katingan terpapar Hg. Limbah lumpur tambang mengandung kadmium (Cd), raksa (Hg) dan timah hitam (Pb) (Herman 2006). Kebakaran hutan dan gambut menyebabkan air sungai dan danau terpapar Hg (Kelly et al. 2006). Achmad 2004) mengemukakan bahwa gambut mengandung logam berat. Hasil penelitian Hartoto dan Awalina (2000), air sungai dan sedimen Sungai Kahayan terpapar Hg dan Pb. Air sungai di Kalimantan rata-rata mengandung mg/l Cd (Litbang Pengairan Departemen Pekerjaan umum 1998 dalam Rompas 2010). Menurut BPPLHD (2002), air dan sedimen Sungai Kahayan bagian hulu mengandung sekitar mg/l Hg. Selama perjalanannya aliran air sungai dari hulu kemuara akan bertemu aliran air yang mengandung logam berat dan tidak mengandung logam berat. Semua jaringan organ tubuh ikan mengandung sulfur (-SH) dan nitrogen (-NH) yang mengikat logam berat secara kovalen (Cowan 1993; Pin et al. 1988). Menurut Cowan (1993), gugus sulfur mengikat Hg dan Cd lebih kuat dibandingkan Pb, sedangkan gugus nitrogen mengikat Pb lebih kuat dibandingkan Hg dan Cd. Gugus sulfur lebih reaktif terhadap Hg dan Cd dibandingkan Pb (Kanovalov 1994). Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam organ tubuh ikan dapat tereduksi menjadi Hg 2+, Cd 2+ dan Pb 2+ (Hodgson dan Levi 2000; Rompas 2010). Akumulasi logam berat di dalam tulang sirip keras dapat

3 125 menyebabkan penyerapan hormon, kalsium (Ca), seng (Zn), fosfor (P) dan vitamin terganggu (Granner 2003). Menurut Lu (1995), logam berat yang terakumulasi dalam organ tubuh ikan menyebabkan perubahan morfologi (Lu 1995). Akumulasi logam berat dalam tulang sirip keras menganggu perkembangan anatomi dan eidonomi. Anatomi adalah studi morfologi dan karakteristik struktur jaringan organ dalam tubuh ikan, sedangkan eidonomi adalah studi morfologi dan karakteristik struktur organ luar tubuh ikan (Anonim 2010). Manurut Mayr (2010), perubahan lingkungan tidak selalu menyebabkan mutasi genetik, akan tetapi dapat langsung terjadi pada organ tubuh ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan relung habitat dapat menyebabkan perubahan morfologi. Tujuan penelitian adalah mengaji: (a) Kandungan logam berat (Hg, Cd dan Pb) dalam tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Kahayan serta Katingan. (b) Sebaran akumulasi logam berat dan pengaruh terhadap kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang. BAHAN DAN METODE Metode Pengambilan Contoh Lokasi pengambilan contoh air laut dan tulang sirip keras ikan disajikan dalam halaman Metode pengambilan contoh tulang sirip keras ikan disajikan dalam halaman dan histologi disajikan pada halaman Penelitian dilakukan selama kurang lebih 6 bulan. Penelitian ini menggunakan metode survei dan pengambilan contoh purposiv sampling (Sevilla et al. 1993). Penangkapan ikan menggunakan rawai (long line). Panangkapan ikan dilakukan di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan serta Katingan. Survei dilakukan 4 kali dan 3 kali ulangan per stasiun (12 kali). Contoh ikan Badukang diambil pada spesies Arius maculatus Fis & Bian, sedangkan contoh ikan Sembilang diambil pada spesies Plotosus canius Web & Bia (Kottelat et al. 1993). Contoh ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan morfologi tulang sirip keras normal dan abnormal. Pengambilan contoh tulang sirip keras menggunakan pisau bedah. Contoh tulang sirip keras disimpan pada suhu 4 0 C. Analisis kandungan Hg, Cd dan Pb di sajikan dalam halaman 62.

4 126 Contoh tulang sirip keras ikan dalam kondisi segar difiksasi dengan menggunakan larutan formalin 10% (PA). Kalsium yang terkandung dalam tulang sirip keras ikan buang dengan asam Chlorida (HCl). Jumlah contoh preparasi 2-3 kali ulangan. Metode histologis yang digunakan terdiri atas metode histoteknik dan histokimia. Metode tersebut digunakan untuk memperoleh contoh preparasi yang memenuhi syarat (Humason 1972; Kiernan 1990). Contoh preparasi yang digunakan untuk mengetahui pola sebaran akumulasi logam berat dan pengaruhnya terhadap morfologi jaringan tulang sirip keras. Pola sebaran akumulasi logam berat dalam tulang sirip keras digunakan untuk mengetahui keterkaitan logam berat dengan kemunculan polimorfisme tulang sirip keras. Untuk mengetahui pola sebaran akumulasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan menggunakan metode Rhodizonate. Untuk mengetahui pola sebaran akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan biota menggunakan Natrium Rhodiszonate (C6Na2O6) (Kiernan 1990). Untuk mengetahui pengaruh akumulasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan menggunakan zat pewarna eosin. Metode eosin digunakan sebagai pewarna dasar untuk mengetahui perubahan struktur jaringan tulang sirip keras ikan (Humason 1972). Analisis Data Data kandungan logam berat dalam tulang sirip keras ikan dianalisis menggunakan statistik dan uji t pada taraf (P<0.05). Pola sebaran akumulasi Hg, Cd, Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang serta pengaruh dianalisis secara deskripsi. HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Morfologi Tulang Sirip Keras Ikan Normal dan Abnormal Hasil yang didapat dari keseluruhan contoh lokasi yang terpilih menunjukkan bahwa persentase tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang yang mengalami abnormalitas di muara Sungai Kahayan dan Katingan cukup tinggi. Persentase tulang sirip keras punggung ikan Badukang abnormal yang ditemukan di muara Sungai Kahayan dan Katingan sebesar 12.19%, sedangkan persentase tulang sirip keras dada ikan abnormal sebesar 17.16% (804 ekor). Persentase tulang sirip keras punggung ikan Sembilang abnormal sebesar %, sedangkan persentase tulang sirip keras dada abnormal sebesar 21.33% (1022 ekor). Persentase tulang sirip keras punggung dan dada ikan

5 Sembilang abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan Badukang. Jumlah dan persentase tulang sirip keras ikan abnormal disajikan pada Tabel 11 di bawah. Tabel 11 Jumlah dan persentase (%) tulang sirip keras punggung dan dada abnormal ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian), Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di muara Sungai Kahayan serta Katingan. Tulang sirip keras Stasiun Jumlah Punggung Dada Bedukang Sembilang Bedukang Sembilang Bedukang Sembilang St St St St Jumlah Persentase (%) Pada Tabel di atas menunjukkan bahwa kemunculan tulang sirip keras ikan Sembilang abnormal mempunyai populasi lebih tinggi dibandingkan ikan Badukang. Kondisi demikian sangat mungkin terkait dengan pola hidup ikan Sembilang yang banyak membenamkan tubuh di dalam lumpur. Pola hidup demikian memberikan peluang terjadi paparan logam berat yang lebih tinggi di dalam tubuh ikan dibandingkan ikan yang berenang aktif dalam air laut. Perubahan tulang sirip keras ikan tersebut berkaitan dangan perubahan kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen dan air laut. Meningkatnya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut dan sedimen menyebabkan biota makanan ikan terpapar logam berat. Meningkatnya kandungan logam berat dalam air laut dan sedimen memberikan peluang besar terakumulasi di dalam tubuh ikan melalui proses penyaringan oksigen oleh sel lamela insang. Akumulasi logam berat dalam tulang sirip keras ikan dapat menyebabkan perubahan molekul tulang sirip keras yang terpapar. Perubahan morfologi yang terjadi sangat mungkin terkait dengan terganggunya kegiatan enzim dan proses metabolisme pada lokasi logam berat terakumulasi dalam jaringan tulang sirip keras. Menurut Kai et al. (2006), Wagner dan Misof (1992), perubahan morfologi tulang sirip keras ikan terjadi karena pengaruh faktor lingkungan. Menurut Mayr (2010), morfologi tulang sirip keras ikan abnormal dipicu oleh perbedaan relung habitat. Paparan logam berat dalam perairan berpotensi terakumulasi dalam juvenil ikan hingga dewasa. Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap perubahan struktur morfologi dalam dan luar tulang sirip keras ikan Badukang Sembilang. Banyak laporan hasil penelitian mengatakan bahwa logam berat yang terakumulasi dalam sel jaringan organ tubuh ikan bersifat mutagenik,

6 128 teratugenik dan karsinogenik. Hal demikian menunjukkan bahwa Hg, Cd dan Pb yang terkumulasi dalam jaringan tulang sirip keras ikan berpotensi menjadi menyebabkan kemunculan polimorfisme. Kandungan Logam Berat dalam Tulang Sirip Keras Ikan Hasil analisis kandungan Hg, Cd, Pb di dalam tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang normal dan abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan disajikan pada Tabel 12. Kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan serta Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Kecuali kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang di muara Sungai Kahayan yang lebih tinggi dibandingkan Hg. Jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang abnormal di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kandungan Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan abnormal di muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan ikan normal (P<0.05) (Tabel 12, Lampiran 14, 17). Menurut Lu (1995), kompleks metalothionien (sulfhidril -SH) dalam tulang mengikat Hg, Cd dan Pb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hati, ginjal dan insang ikan berukuran kecil di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Hal demikian menunjukkan bahwa akumulasi Hg, Cd, Pb di dalam jaringan organ junvenil ikan (muda) sudah berpotensi menyebabkan kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan. Menurut Kennis (1992), toksisitas subletal Hg di dalam biota laut lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb, sedangkan toksisitas Cd lebih tinggi dibandingkan Pb. Jaringan tulang mengakumulasi 90-95% Pb (Manahan 2003; Hodgson dan Levi 2000). Kondisi demikian menujukkan bahwa Hg, Cd dan Pb berpotensi menggusur kalsium (Ca), seng (Zn) dan magnesium (Mg) dari dalam tulang sirip keras ikan. Menurut Lesson et al. (1996), tulang normal mengandung 85% kalsium fosfat (Ca3 (PO4)2 dan 10% kalsium karbonat (CaCO3) serta 5% magnesium fluorida. Hal ini menunjukkan bahwa kalsium berperan penting dalam pengerasan dan proses metabolisme tulang sirip keras. Berkurangnya kandungan mineral kalsium dalam tulang berpengaruh terhadap morfologi tulang sirip keras. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan dapat

7 Tabel 12 Kandungan logam berat (n=12) dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (Arius maculatus Fish & Bian), Sembilang (Plotosus canius Web & Bian) normal dan abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan Kandungan Morfologi Ikan Hg mg/kg bb Cd mg/kg bb Pb mg/kg bb Ikan Badukang Muara S. Kahayan Normal Rata-Rata a a a Kisaran Abnormal Rata-Rata b a a Kisaran RATA-RATA a b c Muara S. Katingan Normal Rata-Rata a a a Kisaran Abnormal Rata-Rata b a a Kisaran RATA-RATA a a b Ikan Sembilang Muara S. Kahayan Normal Rata-Rata a a a Kisaran Abnormal Rata-Rata a a a Kisaran RATA-RATA a a b Muara S. Katingan Normal Rata-Rata a a a Kisaran Abnormal Rata-Rata b a a Kisaran RATA-RATA a a b Ket: Batas deteksi alat mg/kg bb. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P< teroksidasi menjadi Hg 2+, Cd 2+ dan Pb 2+ dengan toksisitas jauh lebih tinggi (Squibb dan Fowler 1984 dalam Lu 1995). Tentu hal itu berpengaruh terhadap perkembangan sel jaringan tulang sirip keras. Menurut Lu (1995), akumulasi Hg, Cd dan Pb di dalam tulang sirip keras dapat terlihat secara makroskopik. Hal ini terjadi karena interaksi logam berat dengan metalothionien (sulfhidril -SH) dan nitrogen (-NH). Tingginya kandungan logam berat dalam organ tubuh ikan dapat menganggu kemampuan glomerulus menfiltrasi dan tubulus ginjal mengekskresi logam berat. Glomerulus dan tubulus dalam nepron ginjal berperan penting dalam proses filtrasi dan ekskresi logam berat keluar dari organ tubuh ikan. Hati ikan berperan penting dalam mendetosifikasi dan menyingkirkan Hg, Cd dan Pb

8 130 yang memasuki tubuh ikan serta mengirimnya ke ginjal. Oleh karena itu, organ tubuh ikan tersebut berperan penting dalam pelepasan logam berat melalui urine. Menurut Goldenthel (1971) dalam Lu (1995), ikan muda kali lebih rentan terpapar logam berat dibandingkan ikan dewasa. Hal terjadi karena defesiensi berbagai enzim detoksifikasi. Selain itu, organ filtrasi dan ekskresi ginjal belum berfungsi optimum. Belum berfungsi organ tubuh ikan berkaitan erat dengan fungsi metabolik dan ekskretorik. Menurut Lu (1995) dan Darmono (2001), logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan dapat mensubstitusi kofaktor enzim seng (Zn) yang berperan dalam metabolisme. Hal ini menganggu kegiatan enzim dan proses metabolisme. Hg, Cd dan Pb dapat mensubstitusi kalsium (Ca3 (PO4)2 dalam tulang. Kondisi demikian menyebabkan metabolisme jaringan tulang dan proses pengerasan sel jaringan tulang terganggu. Akumulasi logam berat dalam sel jaringan organ tubuh ikan mengganggu komunikasi sel jaringan tulang sirip keras dengan jaringan organ tubuh lainnya. Kondisi demikian terjadi karena reseptor kimia yang terdapat di dalam selaput sel tidak berfungsi dengan baik. Menurut Parsons (1994), tingginya terkanan faktor lingkungan (stress) dan perubahan habitat menyebabkan morfologi ikan berubah. Sebaran Logam Berat dalam Jaringan Tulang Sirip Keras Ikan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan mengandung Hg, Cd dan Pb (Gambar 27a-b). Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan berkaitan erat dengan gugus sulfur dan nitrogen. Menurut Cowan (1993), gugus sulfur (R-SH, R2-S, S2O3-2 ) dan nitrogen (-CN - ) mengikat Hg dan Cd secara kovalen, sedangkan gugus nitrogen (-NH) mengikat Pb secara secara kovalen. Hal demikian menyebabkan logam berat terikat sangat kuat dalam jaringan tulang sirip keras. Jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang mengandung Pb yang tergambar dengan warna coklat (Gambar 27 a-1, b-1). Jaringan tulang sirip keras ikan mengandung kompleks Hg dan Cd yang tergambar dengan warna hitam (Gambar 27 a-2, b-2). Jaringan tulang sirip keras ikan mengandung kompleks Pb, Hg dan Cd yang tergambar dengan warna coklat kehitaman (Gambar 27 a-3, b-3). Gambar warna logam berat yang terakumulasi di dalam tulang sirip keras ikan menunjukkan lokasi Hg, Cd dan Pb mengikat gugus sulfur dan nitrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola gugus nitrogen mengikat Pb secara

9 a b Gambar 27 Morfologi jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang: (a) Normal (20 x), (b) Abnormal (40 x). (1) Warna coklat menunjukkan jaringan tulang sirip keras ikan mengandung Pb, (2) Warna hitam menunjukkan jaringan tulang sirip keras ikan mengandung kompleks Cd dan Hg, (3) Warna coklat kehitaman menunjukkan jaringan tulang sirip keras ikan mengandung kompleks Hg, Cd dan Pb. Zat pewarna Natrium Rhodizonat (C6Na2O6). bergerombol dan acak. Hal demikian menyebabkan akumulasi Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan tersebar dengan pola bergerombol dan acak. Pola gugus sulfur mengikat Hg dan Cd secaraacak. Hal demikian menyebabkan akumulasi kompleks Hg dan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan tersebar dengan pola acak. Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam tulang sirip keras ikan dapat mengikat Hg, Cd dan Pb secara bergerombol. Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan normal dan abnormal kebanyakan mengikat Hg, Cd dan Pb secara bergerombol. Sebaran akumulasi kompleks Hg, Cd dan Pb dalam sel jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan sembilang abnormal kebanyakan bergerombol diberbagai lokasi di dalam jaringan tulang (Gambar 27b). Hal ini menyebabkan kemunculan polimorfisme. Sebaran akumulasi kompleks Hg, Cd dan Pb dalam sel jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan sembilang normal kebanyakan bergerombol di dalam dinding pembuluh darah dan sekitarnya (Gambar 27b). Hal ini tidak menyebabkan kemunculan polimorfisme. Pengaruh Logam Berat dalam Organ Tulang Sirip Keras Ikan Hasil pengamatan secara histologis menunjukkan bahwa Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Kahayan serta Katingan menyebabkan perubahan di dalam jaringan tulang (Gambar 28 a-1, a-2, b-1, b-2).

10 132 Hal demikian menunjukkan bahwa sinergis Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi diberbagai lokasi dalam jaringan tulang sirip keras berpengaruh terhadap perkembangan jaringan tulang. Pengaruh sinergis kompleks Hg, Cd dan Pb dalam tulang sirip keras ikan abnormal lebih tinggi dibandingkan normal. Kondisi demikian terlihat dari jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang abnormal yang tidak terbentuk lingkaran pertumbuhan jaringan tulang, sebagaimana yang terlihat pada tulang sirip keras normal. Walaupun lingkaran pertumbuhan tulang sirip keras abnormal dapat terbentuk, tetapi perkembangannya tidak teratur sebagaimana pada ikan normal (Gambar 28 a-2, b-2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perubahan struktur tulang sirip keras ikan abnormal berkaitan erat dengan pola akumulasi logam berat yang bergerombol. Berbagai lokasi sel jaringan dalam tulang sirip keras ikan annormal banyak menyebabkan morfologi jaringan dalam tulang berubah berubah. Logam berat yang terakumulasi dalam dinding pembuluh darah menyebabkan dinding pembuluh darah menebal. Jika banyak lokasi jaringan tulang sirip keras meng- 1 a 2 1 Gambar 28 Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang: (a) Normal (20 x), (b) Abnormal (20 x). (1) Pembuluh darah, (2) Lingkaran pertumbuhan jaringan tulang. Zat pewarna Eosin. akumulasi kompleks logam berat yang bergerombol, maka menyebabkan morfologi dalam tulang berubah yang diikuti dengan perubahan morfologi tulang sirip keras ikan bagian luar. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi diberbagai lokasi dalam jaringan tulang sirip keras dapat teroksidasi menjadi Pb 2+, Hg 2+ dan Cd 2+ dengan toksisitas lebih tinggi. Kondisi demikian dapat menyebabkan hipertrofi, autrofi dan nekrosis. Jika hal ini terjadi pada masa pertumbuhan ikan, maka menyebabkan polimorfisme. Menurut Chung et al. (2006), akumulasi logam berat dalam tubuh anak ikan menyebabkan pertumbuhan terhambat. Menurut Castro et al. (2006), faktor lingkungan berinteraksi dengan genetik dan organ b 2

11 133 tubuh ikan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam sel jaringan tulang sirip keras ikan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel jaringan tulang. Hasil pengamatan menunjukkan akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras menyebabkan bengkok-bengkok, Sebagian tulang sirip keras mengecil dan sebagian membesar tidak beraturan, muncul benjolan dipermukaan tulang, gerigi tulang abnormal dan tulang berlobang. Selain itu tulang bagian yang runcing sangat rapuh dan mudah patah. Hal ini terjadi karena jaringan tulang sirip keras ikan kekurang kalsium. Tulang yang berlobang dapat disebabkan karena kanker tulang. Perubahan morfologi tulang dapat terjadi karena penyerapan nutrisi terganggu. Menurut Granner (2003), supaya perkembangan dan pertumbuhan tulang sirip keras ikan normal diperlukan hormon, mineral, zat makanan dan vitamin dalam jumlah yang cukup. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam sel jaringan tulang menyebabkan penyerapan nutrisi terhambat. Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap perkembangan sel jaringan tulang sirip keras ikan muda dibandingkan ikan dewasa. Perkembangan dan pertumbuhan jaringan tulang ikan muda lebih cepat dibandingkan dewasa. Jika tulang sirip mengandung logam berat, maka potensi perubahan morfologi semakin besar. Menurut Lu (1995) dan Granner (2003), tulang memerlukan kalsium (Ca) dan fosfor (P) sangat penting selama perkembangan dan pertumbuhan tulang ikan muda. Kekurangan Ca dan P dalam tulang menyebabkan pertumbuhan tulang sirip keras ikan terganggu (Chao et al. 2006). Menurut Kai et al. (2006), morfologi tulang sirip keras abnormal berkaitan dengan kekurangan mineral. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan fisiologis. Menurut Heath (1987), akumulasi Hg, Cd dan Pb di dalam tulang menghambat kegiatan enzim Mg-ATPase dan Na/K ATPase (Hg), alkalin phosphatase (Hg, Cd, Pb,) dan acid phosphatase (Hg, Cd, Pb). Akumulasi logam berat dalam dinding pembuluh darah menghambat pengangkutan hormon, mineral essensial, zat makanan dan vitamin ke dalam tulang sirip keras ikan. Selain itu, akumulasi logam berat dalam sel jaringan tulang sirip keras ikan menyebabkan kemampuan reseptor kimia sel menerima perintah dan komunikasi antar sel terganggu. Kondisi demikian dapat juga menyebabkan kemunculan polimorfisme. Untuk mencapai perkembangan sel jaringan tulang sirip keras ikan yang normal diperlukan nutrisi dan mineral dalam jumlah cukup. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka menyebabkan polimorfisme tulang sirip keras ikan.

12 134 Karakteristik Jaringan Organ Tubuh Ikan Mengandung Logam Berat Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi Hg, Cd dan Pb menyebabkan kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Kahayan serta Katingan. Karaktersitik kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang sebagai berikut: Tulang sirip keras ikan bengkok-bengkok tidak beraturan, sebagian tulang sirip keras mengecil dan sebagian membesar tidak beraturan, tulang sirip keras semakin tipis, tulang membesar, muncul benjolan pada permukaan tulang sirip keras, sebagian tulang berlobang, gerigi pada tulang sirip keras tidak tumbuh dan jika tumbuh dengan morfologis abnormal, bagian ujung tulang sirip yang lancip sangat rapuh sehingga mudah patah (Gambar 29-30a, b, c, d-e, f-g. 34 a, b, c, d-f). Menurut Yonekura et al. (2002), morfologi tulang sirip keras abnormal terjadi karena perubahan faktor lingkungan. Jaringan tulang sirip keras ikan yang kekurangan kalsium (Ca) mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang (Granner 2003). Kalsium (Ca) dalam tulang berperan penting sebagai reseptor kimia yang memberi respon dan menerima perintah dari faktor lingkungan (Lippard dan Berg 1994). Kekurangan Ca menyebabkan morfologis tulang abnormal (Chao et al. 2006; Kai et al. 2006). Tulang sirip yang kekurangan mineral essensial, zat makanan dan vitamin menyebabkan morfologi abnormal (Baeverfjord et al. 1998). Menurut Leeson at al. (1996), Ca, Zn dan P berpengaruh terhadap perkembangan sel makrik tulang serta proses pengerasan tulang. Tulang ikan pada masa pertumbuhan memerlukan mineral essensial yang cukup (Johnston et al. 2008). Menurut Heath (1987), Hg, Cd dan Pb menghambat kegiatan enzim alkaline phosphatase dan acid phospatase, Mg ATPase dan Na/K ATPase dalam tulang. deformasi tulang sirip ikan dpat terjadi karena adaptasi dengan faktor lingkungan (Wagner dan Misof 1992). Perubahan morfologi tulang sirip bersifat permanen (Eisler 2006). Kandungan logam berat dalam organ tubuh ikan berperan penting dalam pembentukan struktur dan morfologi tulang (Xu et al. 2008). Menurut Castro et al. (2008) dan Mayr (1010), perbedaan relung habitat menyebabkan perbedaan morfologi. Polimorfisme berkaitan dengan variasi genetik dan adaptasi (Mc Namara 1998).

13 135 a b c 1 d 2 1 e 2 1 f 2 1 g 2 Gambar 29 (a) Ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian). (b) Morfologi tulang sirip keras dada ikan normal (0) dan abnormal (1). (c) Morfologi tulang sirip keras punggung normal (0) dan abnormal (1-4). (d-e) Morfologi tulang sirip keras dada normal (1) dan abnormal (2). (f-g) Morfologi tulang sirip keras punggung normal (1) dan abnormal (2).

14 136 a b c 1 d 2 1 e 2 Gambar 30 (a) Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia). (b) Morfologi tulang sirip keras punggung normal (0) dan abnormal (1-3). (c) Morfologi tulang sirip keras dada normal (0) dan abnormal (1-4). (d) Morfologi tulang sirip keras punggung normal (1) dan abnormal (2). (e) Morfologi tulang sirip keras dada normal (1) dan abnormal (2). Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Organ tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg, sedangkan kandungan Cd dalam tulang sirip keras kedua jenis ikan cenderung tidak berbeda dibandingkan Hg. Kandungan Hg dalam jaringan tulang sirip keras ikan abnormal lebih tinggi dibandingkan normal, sedangkan kandungan Cd dan Pb dalam tulang sirip ikan abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Pola sebaran akumulasi Hg bergerombol bersama Cd dan Pb. Kompleks Hg, Cd dan Pb berperan sangat sebagai pemicu kemunculan polimorfisme tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam tulang sirip keras ikan abnormal menyebabkan lingkaran pertumbuhan jaringan dalam tulang sirip keras tidak terbentuk, sebagai mana yang terjadi pada tulang sirip keras ikan normal.

15 137 Karakteristik polimorfisme tulang sirip keras ikan yang mengandung Hg, Cd dan Pb serta tidak ditemukan lingkaran pertumbuhan adalah sebagai berikut: tulang sirip keras bengkok-bengkok tidak beraturan, Sebagian tulang sirip keras mengecil dan sebagian membesar tidak beraturan, tulang sirip keras semakin tipis dan mengecil, tulang membesar, muncul benjolan pada permukaan tulang, tulang berlobang, gerigi pada tulang sirip keras tidak tumbuh dan walaupun tumbuh tetapi tidak beraturan, tulang sirip keras dibagian runcing sangat rapuh dan mudah patah. Saran Perlu diteliti lebih lanjut, pada konsentrasi berapa Hg, Cd dan Pb menyebabkan polimorfisme pada tulang sirip keras ikan. Selain itu pada umur berapa tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang mulai mengalami perubahan morfologi. Spesies ikan apa saja yang dapat menjadi indikator pencemaran logam berat.

ABSTRAK. Kata kunci: Sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), hati, insang, ginjal, otot

ABSTRAK. Kata kunci: Sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), hati, insang, ginjal, otot SEBARAN LOGAM BERAT DALAM ORGAN TUBUH IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGIS ORGAN ABSTRAK 04 Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN

KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN ABSTRAK Penelitian dilakukan di perairan muara Sungai Kahayan dan Katingan, Kalimantan Tengah. Tujuan

Lebih terperinci

Edison Harteman Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.

Edison Harteman Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya. Akumulasi Logam Berat dan Efeknya Terhadap Morfologi Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan, Kalimantan Tengah Accumulation of Heavy Metals and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air dapat diartikan sebagai masuknya suatu mahluk hidup, zat cair atau zat padat, suatu energi atau komponen lain ke dalam air. Sehingga kualitas air menjadi

Lebih terperinci

Deteksi Kandungan Hg, Cd, Pb di Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan

Deteksi Kandungan Hg, Cd, Pb di Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan Deteksi Kandungan Hg, Cd, Pb di Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan Detection of Hg, Cd, Pb Content in Catfish Hard Fin Bone (Plotosus canius

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm, sulfur dioksida (SO2), ozon troposferik, karbon monoksida (CO),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter

I. PENDAHULUAN. sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ion renik (trace) adalah ion yang terdapat di perairan dalam jumlah yang sangat sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter (Haslam, 1995).

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Benar adanya bahwa air telah ada di planet ini jauh sebelum kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut tersebut dapat berupa positif maupun negatif. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko. 4.1.1 Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. Stasiun Maroko (Stasiun 1) adalah salah satu pusat kegiatan budidaya perikanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) YANG DIPEROLEH DARI MUARA SUNGAI BANJIR KANAL BARAT DAN PERAIRAN PANTAI KOTA SEMARANG Aqnes Budiarti,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

PERUBAHAN JARINGAN GINJAL IKAN PARI KEMBANG (Dasyatis kuhlii) AKIBAT PAPARAN LOGAM MERKURI (Hg)

PERUBAHAN JARINGAN GINJAL IKAN PARI KEMBANG (Dasyatis kuhlii) AKIBAT PAPARAN LOGAM MERKURI (Hg) PERUBAHAN JARINGAN GINJAL IKAN PARI KEMBANG (Dasyatis kuhlii) AKIBAT PAPARAN LOGAM MERKURI (Hg) MC-6 Joeharnani Tresnati Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin E-mail: jtresnati@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan makhluk hidup. Seperti struktur yang membentuk makhluk hidup, komponen yang dibutuhkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem perairan sering dijadikan tempat bermuaranya buangan limbah, baik limbah domestik maupun non domestik seperti limbah industri maupun pertambangan. Dengan adanya

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya Pengukuran konsentrasi logam berat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) menurut Siaka (2008) dapat dihitung menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Mata Pelajaran Kimia Kelas X Wacana berikut digunakan untuk menjawab soal no 1 dan 2. Ditentukan 5 unsur dengan konfigurasi

Ujian Akhir Semester Mata Pelajaran Kimia Kelas X Wacana berikut digunakan untuk menjawab soal no 1 dan 2. Ditentukan 5 unsur dengan konfigurasi Ujian Akhir Semester Mata Pelajaran Kimia Kelas X Wacana berikut digunakan untuk menjawab soal no 1 dan 2. Ditentukan 5 unsur dengan konfigurasi elektron sebagai berikut: P : 2 8 7 S : 2 8 8 Q : 2 8 8

Lebih terperinci

Klorin merupakan unsur halogen yang sangat reaktif sehingga mudah bereaksi dengan senyawa organik maupun senyawa lainnya. Xu dkk (2005) melaporkan

Klorin merupakan unsur halogen yang sangat reaktif sehingga mudah bereaksi dengan senyawa organik maupun senyawa lainnya. Xu dkk (2005) melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Dengan kekayaan alam Indonesia yang melimpah, khususnya di bidang kehutanan dan tersedianya tenaga keqa, Indonesia tetap menarik minat investor asing untuk menanamkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Muara Sungai

TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Muara Sungai 7 TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Muara Sungai Berdasarkan bentuk geomorfologinya garis pantai, maka yang disebut muara sungai (estuaria) meliputi muara sungai semi tertutup (gobah), muara sungai dataran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. Keberadaan logam- logam ini sangat berbahaya, meskipun dalam jumlah yang kecil. Berbagai kegiatan manusia seperti

Lebih terperinci

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Penelitian kandungan Hg dilakukan pada ikan kakap merah yang berasal dari tiga pasar tradisional, yaitu pasar Bilungala, pasar Mupuya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi makhluk hidup. Air yang dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air yang jernih,

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Seng (Zn) Menggunakan Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.)

Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Seng (Zn) Menggunakan Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.) SIDANG TUGAS AKHIR Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat Seng (Zn) Menggunakan Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.) Oleh Senja Ike Rismawati 1507 100 033 Dosen Pembimbing: Aunuroim, S.Si, DEA Dini

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi penelitian

Gambar 7. Lokasi penelitian 3. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Angke dan perairan Muara Angke, Jakarta Utara (Gambar 7). Lokasi tersebut dipilih atas dasar pertimbangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 2016

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 2016 Pengaruh Perendaman Larutan Tomat (Solanum lycopersicum L.) Terhadap Penurunan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) The Effect of Soaking Solution Tomato (Solanum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-028-IDN Alamat Bidang Pengujian : Jl. Jend. Ahmad Yani No. 315, Surabaya 60234 Bahan atau produk Gaplek SNI 01-2905-1992 butir 7.1 Pati Serat Pasir/Silika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan teknologi dan berkembangnya dunia industri, ikut andil

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan teknologi dan berkembangnya dunia industri, ikut andil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan berkembangnya dunia industri, ikut andil bagian dalam menyebabkan pencemaran lingkungan (Giyatami, dkk. 2008). Pencemaran lingkungan oleh logam berat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang merupakan satu diantara penghuni perairan dan juga menjadi sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, kerang juga memiliki kandungan

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci