KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN"

Transkripsi

1 KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN ABSTRAK Penelitian dilakukan di perairan muara Sungai Kahayan dan Katingan, Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah: (1) Mengaji kandungan Hg, Cd, Pb di dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian) serta Sembilang (Plotosus canius Web & Bia). (2) Mengaji kemampuan (bioconcentration factor, BCF) plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam habitatnya. (3) Mengaji korelasi antara kandungan logam berat dalam sedimen, plankton, polichaeta, tulang sirip keras ikan dengan yang terkandung dalam habbitanya. Pengambilan contoh air menggunakan kammerer bottle water sampler. Contoh air laut diawetkan dengan asam nitrat (HNO 3 ) pekat hingga ph<2. Pengambilan contoh plankton menggunakan jaring plankton dengan lebar mata 20 µm. Pemisahan plankton dari partikel lain menggunakan larutan gula dengan konsentrasi 30%. Pengambilan contoh sedimen menggunakan Petersen Grab, sedangkan penyaringan polichaeta menggunakan scoop net dengan lebar mata 100 µm dan saringan dengan lebar mata 1 mm. Analisis kandungan Cd dan Pb menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Analisis kandungan Hg menggunakan Cold Vapor Atomic Absorption Spectrometer (CV-AAS). Kemampuan biota laut mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam habitat dianalisis menggunakan faktor biokonsentrasi. Data dianalisis menggunakan statistik dan uji t (P<0.05). Hubungan antara kandungan logam berat dalam sedimen dan biota dengan yang terkandung dalam air laut dianalisis menggunakan regresi dan korelasi linier. Hasil pemisahan plankton dari partikel lain dengan menggunakan larutan gula merupakan metode baru dan lebih praktis dengan keberhasilan 75-85% dari kandungan plankton total. Kandungan Pb dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg. Kamampuan (BCF) plankton, polichaeta mengakumulasi Hg yang terkadung dalam habitat lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd, sedangkan kemampuan (BCF) organ tubuh ikan berukuran kecil, sedang dan besar mengakumulasi Hg yang terkandung dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb. Kandungan Cd dan Pb dalam air laut lebih tinggi dari ambang baku mutu air laut, sedangkan kandungan Hg lebih kecil dari ambang baku mutu air laut mg/l. Organ tubuh ikan berukuran kecil mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan plankton, organ tubuh ikan, polichaeta dan air laut. Kandungan logam berat dalam sedimen, plankton, tulang sirip keras ikan berkorelasi linier positif dan kuat dengan logam berat yang terkandung dalam air laut dan signifikan. Kandungan logam berat dalam polichaeta berkorelasi linier positif dan kuat dengan yang terkandungan di dalam air laut dan signifikan. Kontribusi logam berat yang terkandung dalam air laut pada sedimen dan biota laut lebih dari 60%. Plankton berperan penting jaringan rantai makanan mulai dari ikan Badukang dan Sembilang berukuran kecil (muda) hingga berukuran besar (dewasa) serta ikan biota pemangsa akhir. Tulang sirip keras ikan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ginjal, insang dan hati. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati, ginjal, insang ikan kecil lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ tubuh ikan abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Kata kunci: Raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), sedimen, plankton, polichaeta, ikan, faktor biokonsetrasi (BCF), normal, abnormal, korelasi 57

2 58 PENDAHULUAN Pertambangan, kebakaran hutan dan gambut, pengawet kayu, pertanian, dan perkebunan, pemukiman berpotensi menjadi sumber pencemaran (Bretzel dan Calderisi 2006; Kelly et al. 2006; Pekey 2006; Loredo et al. 2007; Peckenham et al. 2007; Penichayapichet et al. 2007). Insektisida dan fungisida yang digunakan untuk pengawet kayu, pemberantasan hama dan penyakit tanaman mengandung metil, alkil, fenil dan bensil logam berat berpotensi menjadi sumber pencemaran perairan (Tarumingkeng 1992; Anonim 2003; Cesur dan Kartal 2007). Menurut Sukandarrumidi (2007), tanah dan batuan di Kalimantan mengandung emas (Au), platina (Pt), perak (Ag), tembaga (Cu), timah hitam (Pb), kadmium (Cd) yang berasosisasi dengan sulfida (S). Limbah tambang emas juga mengandung raksa (Hg), kadmium (Cd) dan timah hitam (Pb) (Herman 2006). Gambut mengandung mg/kg Hg (Achmad 2004). Curah hujan yang tinggi di wilayah hulu menyebabkan erosi dan terangkutnya logam berat ke perairan sungai hingga muara. Menurut Hamblin dan Christiansen (2004), erosi di wilayah Kalimantan Tengah termasuk kategori rendah sampai tinggi. Logam berat yang terangkut ke perairan muara sungai diserap dan diakumulasi oleh permukaan sedimen dan biota. Semua biota laut mengandung gugus sulfur dan nitrogen yang dapat mengikat Hg, Cd dan Pb secara kovalen (Pine et al. 1988; Manahan 2003; Widowati et al. 2008). Senyawa humik dan fulvik dalam air dan sedimen muara sungai mengandung gugus sulfur (-S), nitrogen (-N) dan oksigen (-OH) yang dapat mengikat Hg, Cd dan Pb (Schnitzer 1997; Anwar dan Sudadi 2007). Kegiatan mikroba dalam sedimen menyebabkan logam berat termetilasi (-CH3) dan larut dalam air laut (Hughes dan Pool 1989). Metil logam berat yang larut dalam air diserap dan diakumulasi oleh biota laut. Kontribusi logam berat dalam air pada biota laut sangat tergantung kelarutan dan kemampuan gugus sulfur dan nitrogen mengikat logam berat. Logam berat yang terkandung di dalam air laut dapat dibiotransformasi dan dibiomagnifikasi ke biota laut (Cowan 1993; Heath 1997; Hodgson dan Levi 2000). Menurut Akin dan Unlu (2007), logam berat yang terakumulasi biota laut dapat dibiomagnifikasi kebiota pemangsa yang lebih tinggi. Plankton berperan penting dalam rantai makanan (Basmi 1992; Nybakken 1992). Plankton dan partikel dipermukaan sedimen berperan sangat penting dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat dalam air laut.

3 59 Polichaeta mengakumulasi logam berat dalam air dan sedimen. Paparan logam berat dalam organ tubuh ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian) dan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) mengganggu perkembangan sel jaringan tubuh ikan. Paparan logam berat menghambat pertumbuhan anak ikan (Granner 2003; Eisler 2006). Menurut Darmono (2001), logam berat yang terakumulasi dalam biota dapat mensubstitusi kofaktor enzim seng (Zn) dan mengganggu kegiatan enzim dan metabolisme. Tujuan penelitian adalah mengaji: (a) Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan. (b) Kemampuan (BCF) plankton, polichaeta, organ tubuh ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam habitat. (c) Hubungan antara kandungan logam berat dalam sedimen, plankton, polichaeta, tulang sirip keras ikan Badukang serta Sembilang dengan logam berat yang terkandung dalam air laut serta sedimen. BAHAN DAN METODE Metode Pengambilan Contoh Peta lokasi stasiun penelitian dan titik ulangan pengambilan contoh air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan disajikan pada halaman Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei dan pengambilan contoh purposiv sampling (Gunarnya 1985; Sevilla et al. 1993). Survei dilakukan 4 kali dan pengambilan contoh dilakukan 3 kali ulangan per stasiun. Titik lokasi pengambilan contoh berada dibagian tengah alur sungai dan bagian luar alur sungai. Dibagian sisi luar alur sungai disebelah kiri dan kanan. Pengambilan contoh plankton, polichaeta dan penangkapan ikan disesuaikan dengan kedalaman air. Hal ini terjadi karena dibagian kiri dan kanan pinggir alur sungai terbentang delta muara. Sebagian delta muara sungai pada waktu air surut muncul dipermukaan air. Kondisi demikian tidak memungkinkan sebagai titik pengambilan contoh. Pengambilan contoh air laut dilakukan secara komposit vertikal menggunakan Kammerer bottle water sampler. Contoh air diambil 500 ml setiap titik ulangan dan disimpan dalam botol gelas serta diawetkan dengan asam nitrat pekat (HNO3) hingga ph < 2 dan didinginkan pada suhu 4 O C (Fitzgerald dan Lyons 1975; APHA 1985; Alaerts dan Santika 1987).

4 60 Pengambilan contoh plankton menggunakan jaring dengan lebar mata 20 µm (Nontji 2008). Contoh plankton hasil sampling tidak dapat langsung didestruksi dan di analisis karena mengandung banyak partikel lumpur, pasir halus dan potongan tumbuhan darat berukuran kecil hingga besar. Kondisi perairan muara sungai jauh berbeda dibandingkan laut terbuka. Untuk memperoleh plankton yang lebih murni diperlukan perlakuan khusus untuk memisahkan plankton dari partikel lainnya. Perlakuan pertama, plankton harus dipisahkan dari berbagai potongan tumbuhan. Untuk mempereloh plankton yang lebih murni, maka dilakukan pemisahan dengan menggunakan larutan gula. Metode pemisahan plankton belum tersedia sehingga harus ditemukan teknik pemisahan. Peralatan yang digunakan untuk pemisahan plankton dari partikel lain dengan tahapan sebagai berikut: Peralatan yang dunakan terdiri atas: Larutan gula dengan perbandingan 70 % air suling dan 30 % gula pasir; jaringan plankton dengan lebar mata 20 µm, lebar mulut jaring 50 cm dan panjang jaringan 1.5 m serta 2 buah pelampung yang terbuat dari botol plastik berukuran ml, jarak pelampung dengan bingkai bagian depan sekitar 30 cm dan belakang sekitar 45 cm, selang plastik dengan panjang 1 m dengan diameter 0.5 cm; stoples plastik transparan berukuran 4 liter, botol plastik 1000 ml dan 50 ml; tali plastik berdiameter 1 cm dengan panjang sekitar 25 meter (tali penarik jaring plankton). Teknik pengoperasian jaringan plankton sebagai berikut: Jaring plankton dimasukan ke dalam air laut dan tarik dengan jarak sekitar 20 m, selanjutnya botol penampung plankton yang berada diujung dibagian belakang diambil dan isinya dituangkan ke dalam stoples plastik. Pengambilan contoh plankton dilakukan 4-6 kali. Contoh plankton yang tersimpan dalam stoples plastik dibawa ke darat. Selanjunya plankton yang tersimpan dalam stoples dimasukkan ke dalam stoples transparan yang berisi 2 liter larutan gula. Biarkan selama jam, setelah 1.5 jam lakukan pengamatan apakah plankton sudah terpisah atau belum. Plankton mengapung dan terkumpul disebelah atas, sedangkan lumpur dan pasir mengendap di dasar stoples. Jika plankton sudah terpisah, lakukan pengambilan plankton dengan cara disedot menggunakan selang plastik berdiameter 0.5 cm. Plankton hasil sedotan ditampung dalam botol plastik berukuran l000 ml dan dinginkan pada suhu 4 O C. Jika plankton yang belum terpisah dengan partikel lainnya tunggu sekitar setengah jam. Untuk mendapatkan plankton yang lebih murni dapat dilakukan 2-3 kali pemisahan. Plankton yang sudah dipisahkan dan masih bercampur larutan gulu dimasukkan ke dalam

5 61 tabung reaksi berukuran 100 ml dan masukkan ke dalam vessel centrifuge. Selanjutnya plankton diendapkan menggunakan putaran sentrifuge dengan kecepatan 1200 rpm selama kurang lebih 2 menit. Plankton yang sudah mengendap dalam tabung reaksi diambil dari vessel centrifuge dan dibuang air yang berada dibagian atas. Plankton disaring menggunakan keras milipore 0.45 µm yang dilapisi kain screen dengan lebar mata 20 µm. Tempat penyaringan plankton menggunakan corong plastik atau kaca. Penyaringan plankton jangan sampai menggunakan pumpa vakum. Oleh karena sedotan pumpa vakum menarik air dalam sel plankton sehingan pecah. Plankton yang sudah disaring dimasukkan ke dalam botol plastik dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 O C (Fitzgerald dan Lyon 1975; Murphie 1985). Contoh plankton yang diperlukan seikitar gram dan kandungan logam berat dalam plankton siap dianalisis. Pengambilan contoh polichaeta dalam sedimen menggunakan Petersen grab (Bubicz et al. 1982). Metode pemisahan sedimen dengan polichaeta dapat dilihat dalam Lampiran 30. Sedimen dan polichaeta dimasukkan ke dalam scoop net dengan lebar mata 100 µm dan disemprot dengan air laut. Selanjutnya partikel yang berukuran kecil dibuang dengan menggunakan saringan dengan lebar mata 1 mm. Contoh polichaeta diambil dari antara partikel dan dimasukkan dalam botol 250 ml serta disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 O C (Fitzgerald dan Lyon 1975; Murphie 1985). Contoh polichaeta diperlukan sekitar gram dan kandungan logam berat dalam polichaeta siap dianalisis. Pengambilang contoh ikan Badukang (Arius maculatus Fish & Bian) dan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) (Kottelat et al. 1993) menggunakan rawai (long line). Ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan tulang sirip keras normal dan abnormal. Kriteria ikan normal yaitu tidak terjadi perubahan pada tulang sirip keras, sedangkan kriteria ikan abnormal yaitu terjadi perubahan tulang sirip keras ikan. Setiap ikan yang tertangkap diukur panjang baku (standard). Panjang baku ikan dibagi menjadi tiga ukuran kecil, sedang dan besar secara statistik. Pengukuran panjang baku ikan menggunakan jangka sorong digital. Pengambilan contoh tulang sirip keras, hati, ginjal dan insang dilakukan menggunakan pisau bedah. Contoh organ tubuh ikan disimpan dalam kotak es (di lapangan) dan lemari pendingin (di laboratorium) pada suhu 4 0 C (Fitzgerald dan Lyon 1975; Murphie 1985). Contoh organ tubuh ikan yang diperlukan gram. Analisis kandungan Pb dan Cd dalam biota laut menggunakan Flame Spekrofotometer Serapan

6 62 Atom (F-AAS) Shimadzu AA 6800, sedangkan kandungan Hg dianalisis menggunakan Cold Vapor Atomic Absorption Spectrofometer (CV-AAS) Sanso Seisakusho (Hg-201). Analisis Data Kajian kemampuan plankton dan organ tubuh ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam air laut dianalisis menggunakan faktor biokonsentrasi (BCF). Kemampuan polichaeta mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam sedimen dianalisis menggunakan faktor biokonsentrasi (BCF). Analisis faktor biokonsentrasi dilakukan berdasarkan kandungan logam berat dalam biota dibagi dengan logam berat yang terkandung di dalam air laut atau sedimen. Faktor biokonsentrasi adalah kemampuan biota laut mengakumulasi logam berat yang terkandung dalam habitat (Connell 1995; Mukhtasor 2007). Faktor biokonsentrasi dihitung dengan rumus (Connell 1990) sebagai berikut: CB = KB / CW... 6 CB adalah faktor biokonsentrasi, KB adalah kandungan logam berat dalam biota laut. CW adalah kandungan logam dalam air atau sedimen. Perbedaan kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut, sedimen dan biota laut; kemampuan biota mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam air laut atau sedimen dianalisis menggunakan statistik dan uji t pada taraf (P<0.05). Hubungan antara kandungan Hg, Cd dan Pb dalam biota laut dengan yang terkandung dalam air hahitat dianalisis menggunakan regresi dan korelasi linier (Gaspersz 1995). Analisis regresi dan korelasi linier bertujuan untuk memperoleh informasi tentang seberapa besar hubungan dan kontribusi logam berat yang terkandung dalam air pada sedimen dan biota laut. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak statistik minitab 14 untuk window. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Logam Berat di Dalam Air Laut Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 7. Kandungan Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd jauh lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Kandungan Hg dan Pb dalam air laut di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata

7 Tabel 7 Kandungan Hg, Cd dan Pb (n=12) dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan Muara S. Kahayan Muara S. Katingan Logam Stasiun Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD St a ± a ± Hg (mg/l) Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata-rata a ± a ± Kisaran St a ± a ± Cd (mg/l) Kisaran St b ± b ± Kisaran Rata-rata b ± b ± Kisaran St a ± a ± Pb (mg/l) Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata-rata c ± c ± Kisaran Batas deteksi alat mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05). 63 bandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam air laut di wilayah stasiun 2 lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 (P<0.05) (Tabel 7, Lampiran 8). Kandungan Cd dalam air laut di muara Sungai Katingan cenderung lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Kandungan Pb dalam air laut cenderung lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Kandungan Hg dalam air di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih kecil dari mg/l (tidak terdeteksi alat). Tingginya kandungan Pb dan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan diduga bersumber bekas kebakaran hutan dan gambut, kegiatan pertambangan, limbah pengawet kayu, lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman dibagian hulu sungai. Hasil penelitian yang dilakukan diluar negeri bahwa tanah bekas tambang mengandung mg/kg Pb (Rompas 2010). Pb dan Cd yang terkandung dalam air laut di muara Sungai Kahayan serta Katingan salah satu ancaman yang serius terhadap habitat dan biota estuaria. Pb dan Cd yang terkandung di dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan sudah melebihi ambang baku mutu air laut untuk kepentingan biota laut (0.001 mg/l Cd dan mg/l Pb serta mg/l Hg)

8 64 (Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004). Menurut laporan hasil penelitian Litbang Pengairan Departemen Pekerjaan umum RI (1989) dalam Rompas (2010), air sungai di Kalimantan rata-rata mengandung mg/l Cd. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan hasil penelitian ini. Tingginya kandungan Pb dan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan serta Katingan menyebabkan sedimen dan biota terpapar logam berat tersebut. Menurut Kennish (1992), logam berat yang terkandung dalam air laut diserap dan di akumulasi oleh sedimen dan biota laut. Hal demikian sangat berpengaruh terhadap kelestrarian habitat dan kelangsungan hidup biota laut di muara Sungai Kahayan serta Katingan. Kandungan Logam Berat dalam Sedimen dan Hubungannya dengan Air Laut Kandungan Logam Berat dalam Sedimen Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 8. Sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg, sedangkan kandungan Cd dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Sedimen di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Cd dalam sedimen di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan lebih rendah dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam sedimen diwilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Pb dalam sedimen di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Sedimen muara sungai bersumber dari padatan tersuspensi total dan erosi sedimen sungai dari wilayah hulu, sebagian berasal dari laut sekitar muara sungai. Sedimen muara sungai merupakan kumpulan endapan pesisir, tanah, mineral dan fosil biota yang sudah mati. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen di muara sungai sangat tergantung dengan limbah kegiatan manusia dan logam berat yang terkandung dalam tanah, batuan dan biota di darat dan laut. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen di muara Sungai Kahayan serta Katingan lebih tinggi dibandingkan air laut. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sedimen menyerap logam berat yang terlarut di dalam air laut. Kandungan Hg dan Cd di dalam sedimen muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan, sedangkan

9 65 Tabel 8 Kandungan Hg, Cd dan Pb (n=12) dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan Muara S. Kahayan Muara S. Katingan Logam Stasiun Rata-rata±SD Rata-rata±SD St a ± a ± Hg (mg/kg bb) Kisaran St b ± a ± Kisaran Rata-rata a ± a ± Kisaran St a ± a ± Cd (mg/kg bb) Kisaran St b ± a ± Kisaran Rata-rata b ± b ± Kisaran St a ± a ± Pb (mg/kg bb) Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata rata C ± c ± Kisaran Batas deteksi alat mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05). kandungan Pb di dalam sedimen muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sedimen berperan penting menyerap logam berat yang terkandung dalam air laut. Padatan tersuspensi total dalam air laut mengakumulasi logam berat dalam air (Pekey 2006; Yu et al. 2006; Peckenham et al. 2007). Menurut Macias et al. (2007), partikel dipermukaan sedimen menyerap dan mengakumulasi logam berat dalam air laut sangat tinggi. Namun logam berat yang tersimpan dalam sedimen dapat terlepas kembali ke dalam air karena arus, angin, gelombang dan kegiatan mikroba. Marvin et al. (2007) dan Xu et al. (2008) melaporkan bahwa logam berat yang terkandung di dalam air dapat berasosiasi dengan partikel dipermukaan sedimen. Senyawa humik dan fulvik yang terkandung dalam sedimen berperan penting dalam mengikat logam berat yang terkandung dalam air laut dan sungai. Menurut Schnitzer (1997), senyawa humik dan fulvik mengandung gugus sulfur (-SH) dan nitrogen (-NH) yang mengikat Hg, Cd serta Pb dalam air laut. Biota laut yang hidup dipermukaan dan dalam sedimen mengakumulasi logam berat yang terkandung dalam sedimen. Suhu dan salinitas sangat berpengaruh terhadap akumulasi logam berat dalam

10 66 biota laut dan sedimen (Nam dan Seung 2006). Kegiatan mikroba dalam sedimen menyebabkan logam berat termetilasi (-CH3) dan larut dalam air laut. Hubungan Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam Sedimen dengan Air Laut Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan Hg dalam air laut tidak terdeteksi oleh alat sehingga semua nilai contoh lebih kecil atau sama dengan mg/l. Kondisi demikian menyebabkan nilai Hg rata-rata dengan ragam nol, sehingga keterkaitan kandungan Hg dalam sedimen, plankton, tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang dengan Hg yang terkandung dalam air laut tidak dapat dianalisis. Kondisi demikian terjadi karena kandungan Hg dalam biota dan air yang dapat di analisis dengan regresi dan korelasi linier jika nilai ragam tidak sama dengan nol. Namun hubungan antara kandungan Hg dalam polichaeta dengan Hg yang terkandung dalam sedimen dapat dianalisis dengan regresi dan korelasi linier karena nilai ragam tidak sama dengan nol. Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y= (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (61.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada sedimen sebesar 61.9% (Gambar 9a). Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 61.9% total Cd yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kaut dengan Cd yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 =0.729 (72.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd terkandung dalam air pada sedimen sebesar 72.9% (Gambar 9b). Hal ni menunjukkan bahwa sekitar 72.9% total Cd yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Semakin tinggi kandungan Cd di dalam air laut, maka kandungan Cd dalam sedimen semakin tinggi. Kontribisi Cd dalam air laut pada sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan berkisar antara % Cd. Kontribusi Cd dalam air laut pada sedimen muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan.

11 Kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) Kandungan Pb dalam sedimen (mg/l) Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) Y = (X) R 2 = n = Y = (x) R 2 = n = Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) a Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) b Y = (X) R 2 = n = Y = (X) R 2 = n = c 4 3 d Kandungan Pb dalam air laut (mg/l) Kandungan Pb dalam air laut (mg/l) 3.0 Gambar 9 (a) Hubungan kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan (c) Hubungan kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (R = 81.1%) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (65.7%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb yang terkandung dalam air laut pada sedimen sebesar 65.7% (Gambar 9c). Hal ni menunjukkan bahwa sekitar 65.7% total Pb yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model

12 68 Y= (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (65.0%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb yang terkandung dalam air laut pada sedimen sebesar 65.0%(Gambar 9d). Hal ni menunjukkan bahwa sekitar 65.0% total Pb yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Semakin tinggi kandungan Pb yang terkandung dalam air laut, maka kandungan Pb dalam sedimen semakin tinggi. Kontribusi Pb dalam air laut pada sedimen berkisar antara %. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Menurut Yu et al. (2006) dan Marvin et al. (2007), partikel dipermukaan sedimen mengakumulasi Cd dan Pb yang terkandung di dalam air laut. Akumulasi logam berat dalam sedimen menyebabkan kandungan logam berat dalam air laut menurun. Hal ini terdeteksi dari kandungan Hg, Cd dan Pb total dalam air laut lebih rendah dibandingkan sedimen. Akumulasi Logam Berat dalam Plankton dan Hubungannya dengan Air Laut Akumulasi Logam Berat dalam Plankton Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 9, Lampiran 8 dan 10a-b. Plankton muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg lebih tinggi dibandingkan air laut, sedangkan kandungan Cd dan Pb dalam plankton tidak jauh berbeda dibandingkan air laut. Plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb dan Hg lebih tinggi dibandingkan air laut, sedangkan kandungan Cd dalam plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih rendah dibandingkan air laut. Plankton muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Hg dan Cd (P<0.05), sedangkan kandungan Hg dalam plankton tidak berbeda nyata dibandingkan Cd (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 5-6 kali lipat Hg dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (1 kali lipat) dan Pb (2-4 kali lipat) (P<0.05), sedangkan kemampuan plankton mengakumulasi Pb dalam air laut tidak berbeda nyata dibandingkan Cd (P<0.05).

13 Tabel 9 Kandungan dan faktor biokonsentrasi Hg, Cd, Pb (n=12) dalam plankton di muara Sungai Kahayan serta Katingan Muara S. Kahayan Logam Stasiun Plankton (mg/kg bb) Faktor biokonsentrasi - BCF Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD St a ± a ± Hg Kisaran St b ± b ± Kisaran Rata-rata a ± a ± Kisaran St a ± a ± Cd Kisaran St b ± a ± Kisaran Rata-rata b ± b ± Kisaran St a ± a ± Pb Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata-rata c ± c ± Kisaran Muara S. Katingan St a ± a ± Hg Kisaran St b ± b ± Kisaran Rata-rata a ± a ± Kisaran St a ± a ± Cd Kisaran St b ± a ± Kisaran Rata-rata b ± b ± Kisaran St a ± a ± Pb Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata-rata c ± c ± Kisaran Ket: Batas deteksi alat mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05). 69

14 70 Kandungan Hg dan Cd dalam plankton di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan tidak jauh berbeda dibandingkan stasiun 2, sedangkan kandungan Pb dalam plankton diwilayah stasiun 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan stasiun 1. Kemampuan (BCF) plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 5-7 kali lipat Hg yang terkandung di dalam air laut, sedangkan kemampuan (BCF) plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 1 kali lipat Cd yang terkandung di dalam air laut. Kemampuan (BCF) plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 2-5 kali lipat Pb yang terkandung di dalam air laut. Kondisi demikian menunjukkan bahwa afinitas Hg pada plankton jauh lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam plankton muara Sungai Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan muara Sungai Kahayan. Kemampuan plankton di muara Sungai Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb cenderung lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Plankton juga mengandung gugus sulfur (-SH) dan nitrogen (-NH) yang dapat mengikat Hg, Cd serta Pb secara kovalen (Manahan 2003). Plankton mengakumulasi logam berat dalam air laut (Davies 1987). Menurut Walsh dan Hunter (1992), plankton mengandung fosfor (P) dan berasosiasi dengan Cd. Salinitas dan suhu air sangat berpengaruh terhadap akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam biota laut (Luque et al. 2007). Akumulasi logam berat dalam plankton menyebabkan metabolisme terganggu (Alam dan Frakel 2006; Kai et al. 2006). Walaupun umur plankton jauh lebih pendek dibandingkan polichaeta dan ikan, tetapi kemampuan mengakumulasi logam berat dalam air laut jauh lebih tinggi dibandingkan polichaeta dan organ tubuh ikan. Plankton merupakan makanan utama anak ikan setelah cadangan makanan yang terkandung dalam kuning telur habis. Plankton berperan penting dalam menyerap metil (-CH3) logam berat yang terlarut dalam air laut. Permukaan tubuh plankton yang lebih besar menyebabkan penetrasi Hg, Cd dan Pb total di dalam plankton jauh lebih cepat dibandingkan polichaeta dan ikan. Hubungan Kandungan Cd dan Pb dalam Plankton dengan Air Laut Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R= (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut

15 71 berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd yang terkandung di dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (72.5%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada plankton sebesar 72.5% (Gambar 10a). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 72.5% total Cd yang terkandung dalam plankton bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan kandungan Cd dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (77.7%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada plankton sebesar 77.7% (Gambar 10b). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 77.7% total Cd yang terkandung dalam plankton bersumber dari alam air laut. Semakin tinggi kandungan Cd dalam air laut, maka kandungan Cd di dalam plankton semakin tinggi. Kontribusi Cd dalam air laut pada plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan berkisar antara %. Kontribusi Cd dalam air laut pada plankton muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Konovalov (1994), gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam biota mengakumulasi Hg dan Cd. Jaringan tubuh biota laut mengandung 26-33% metalothionin (sulfhidril SH) (Widowati et al. 2008). Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (67.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam air laut pada plankton sebesar 67.9% (Gambar 10c). Ha demikian menunjukkan bahwa sekitar 67.9% total Pb dalam yang terkandung dalam plankton bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (83.1%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam air laut pada plankton sebesar 83.1% (Gambar 10d). Hal demikian menunjukkan

16 Kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) Kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) Kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) Kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) Y = (X) R 2 = n = Y = (X) R 2 = N = Kandungan Cd dalam air laut (mg/) a Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) b Y = (X) R 2 = n = Y = (X) R 2 = n = Kandungan Pb dalam air laut (mg/l) 1.8 c Kandungan Pb dalam air laut (mg/l) 2.5 d 3.0 Gambar 10 (a) Hubungan kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (d) Hubungan kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. bahwa sekitar 83.1% total Pb yang terkandung dalam plankton bersumber dari dalam air laut. Semakin tinggi kandungan Pb di dalam air laut, maka kandungan Pb dalam plankton semakin tinggi. Kontribusi Pb dalam air laut pada plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan berkisar antara %. Kontribusi Pb dalam air laut di muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Mwaskote (2003), biota laut mengakumulasi logam berat lebih tinggi dibandingkan sedimen. Hal ini

17 73 menunjukkan bahwa plankton berperan penting dalam menyerap dan mengakumulasi Pb yang terkandung di dalam air laut. Akumulasi Logam Berat dalam Polichaeta dan Hubungannya dengan Sedimen Akumulasi Logam Berat dalam Polichaeta Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb di dalam polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 10 dan Lampiran 9, 11a-b. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih rendah dibandingkan air laut dan sedimen. Polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam polichaeta lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 1 kali Hg yang terkandung di dalam sedimen dan lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd (P<0.05), sedangkan polichaeta mengakumulasi 1 kali Pb yang terkandung didalam sedimen dan lebih tinggi dibandingkan Cd (P<0.05). Kandungan Hg, Cd, Pb dalam polichaeta di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), kecuali kandungan Pb dalam polichaeta di wilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan yang berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi menunjukkan bahwa kemampuan (BCF) polichaeta di wilayah stasiun 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 1 kali Hg, Cd serta Pb yang terkandung di dalam sedimen. Kemampuan (BCF) polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb jauh lebih rendah dibandingkan plankton dan ikan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kutikola (citin) yang melapisi kulit polichaeta berperan berperan penting dalam mencegah penetrasi logam berat yang terkandung dalam sedimen ke dalam kulit. Selain itu, sistem pencernaan polichaeta memiliki peran yang sangat penting dalam pelepasan Hg, Cd dan Pb melalu feces. Hubungan Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam Polichaeta dengan Sedimen Hasil analisis regresi linier kandungan Hg dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Kahayan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Hg dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Hg yang terkandung dalam polichaeta dan

18 Tabel 10 Kandungan, faktor biokonsentrasi Hg, Cd, Pb (n=12) dalam polichaeta di muara Sungai Kahayan serta Katingan Muara S. Kahayan Logam Stasiun Polichaeta (mg/kg bb) Faktor biokonsentrasi - BCF Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD Hg St a ± a ± Kisaran St a ± b ± Kisaran Rata-rata a ± a ± Kisaran Cd St a ± a ± Kisaran St a ± b ± Kisaran Rata-rata b ± b ± Kisaran Pb St a ± a ± Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata-rata c ± c ± Kisaran Muara S. Katingan Hg St a ± a ± Kisaran St a ± b ± Kisaran Rata rata a ± a ± Kisaran Cd St a ± a ± Kisaran St a ± a ± Kisaran Rata-rata b ± b ± Kisaran Pb St a ± a ± Kisaran St b ± a ± Kisaran Rata-rata c ± c ± Kisaran Ket: Batas deteksi alat mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P<

19 75 signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (53.7%) menunjukkan bahwa kontribusi Hg dalam sedimen pada polichaeta sebesar 53.7% (Gambar 11a). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 53.7% total Hg yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Regresi linier kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Katingan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Hg dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Hg yang terkandung di dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (57.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Hg dalam sedimen pada polichaeta sebesar 57.9% (Gambar 11b). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 57.9% total Hg yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Semakin tinggi kandungan Hg di dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Hg di dalam polichaeta semakin tinggi. Kontribusi Hg dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan pada polichaeta berkisar antara %. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Hg dalam sedimen muara Sungai Katingan pada polichaeta lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Kutti et al. (2008), kelimpahan individu polichaeta berkaitan dengan kondisi penetrasi bahan beracun dan organik dalam sedimen. Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Kahayan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (45.3%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada polichaeta sebesar 45.3% (Gambar 11c). Hal demikian Menunjukkan bahwa sekitar 45.3% total Cd yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Katingan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa bahwa kandungan Cd dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (53.0%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada polichaeta sebesar 53.0% (Gambar 11d). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 53.0% total Cd yang terkandung

20 Kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb) Kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb) Kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb) Kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb) Kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) Kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) Y= (X) R 2 = n = Y= (X) R 2 = n = a b Kandungan Hg dalam sedimen (mg/kg bb) Kandungan Hg dalam sedimen (mg/kg bb) Y = (X) R 2 = n = Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) c Y = (X) R 2 = n = Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) d Y = (X) R 2 = n = Y = (X) R 2 = n = Kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) 8 9 e Kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) Gambar 11 (a) Hubungan kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Kahayan. (d) Hubungan kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di wilayah muara Sungai Katingan. (e) Hubungan kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Kahayan (f) Hubungan kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Katingan f 9

21 77 di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Semakin tinggi kandungan Cd di dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Cd di dalam polichaeta semakin tinggi. Kontribusi Cd dalam sedimen pada polichaeta berkisar antara %. Kontribusi Cd dalam sedimen di muara Sungai Kahayan pada polichaeta lebih rendah dibandingkan muara Sungai Katingan. Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Kahayan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (46.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada polichaeta sebesar 46.9% (Gambar 11e). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 46.9% total Pb yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Regresi linier kandungan Pb dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Katingan dengan model Y = (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = (39.2%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada polichaeta sebesar 39.2% (Gambar 11f). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 39.2% total Pb yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Semakin tinggi kandungan Pb di dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Pb di dalam polichaeta semakin tinggi. Kontribusi Pb sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan pada polichaeta berkisar antara %. Kontribusi Pb dalam sedimen muara Sungai Kahayan pada polichaeta lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Menurut Soul dan Kleppel (1988), makrobentos mengakumulasi logam berat dalam air laut paling tinggi dan sering digunakan sebagai indikator pencemaran. Biota laut mengakumulasi Hg dan Cd yang terkandug dalam habitat (Xu et al. 2008).

22 78 Akumulasi Logam Berat dalam Tulang Sirip Keras Ikan Badukang dan Hubungannya dengan Air Laut Akumulasi Logam Berat dalam Jaringan Tulang Sirip Keras Ikan Badukang Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Gambar 12a-b dan Lampiran 12a-c. Kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan air laut. Kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam tulang sirip keras ikan lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi kali lipat Hg yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb (P<0.05), sedangkan tulang sirip keras mengakumulasi 5-15 kali lipat Cd yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Pb (1 kali lipat) (P<0.05). Kandungan Hg dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip ikan di wilayah stasiun 2 lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 (P<0.05). Kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi kali lipat Hg dan kali lipat Cd yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi 1 kali lipat Pb dalam air laut dan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi kali lipat Hg, 5 kali lipat Cd, 1 kali lipat Pb yang terkandung dalam air laut dan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan sangat berkaitan dengan lama waktu ikan terpapar logam barat, kandungan logam berat dalam air, salinitas, suhu dan kelarutan

PENGARUH LOGAM BERAT TERHADAP KEMUNCULAN POLIMORFISME IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN IKAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia)

PENGARUH LOGAM BERAT TERHADAP KEMUNCULAN POLIMORFISME IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN IKAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia) PENGARUH LOGAM BERAT TERHADAP KEMUNCULAN POLIMORFISME IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN IKAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia) ABSTRAK 123 Penelitian ini dilakukan di perairan muara Sungai

Lebih terperinci

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data

identifikasi masalah sampling ekstraksi AAS analisis data BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan sesuai dengan metode penelitian seperti tampak pada Gambar 3.1. identifikasi masalah penentuan titik sampling penentuan metode sampling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Proses pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta pada tiga

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), hati, insang, ginjal, otot

ABSTRAK. Kata kunci: Sebaran, raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), hati, insang, ginjal, otot SEBARAN LOGAM BERAT DALAM ORGAN TUBUH IKAN BADUKANG (Arius maculatus Fis & Bian) DAN SEMBILANG (Plotosus canius Web & Bia) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP MORFOLOGIS ORGAN ABSTRAK 04 Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari Kegiatan Penelitian Kompetitif Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI (P2O-LIPI) yang telah dilakukan pada tahun 2010 dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan program penelitian tentang logam berat di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Muara Kamal pada bulan Agustus Oktober 2011. Analisis preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Produktivitas

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi penelitian

Gambar 7. Lokasi penelitian 3. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Angke dan perairan Muara Angke, Jakarta Utara (Gambar 7). Lokasi tersebut dipilih atas dasar pertimbangan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 1.4 Hipotesis.... 5 1.5 Kerangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Deteksi Kandungan Hg, Cd, Pb di Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan

Deteksi Kandungan Hg, Cd, Pb di Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan Deteksi Kandungan Hg, Cd, Pb di Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) di Muara Sungai Kahayan dan Katingan Detection of Hg, Cd, Pb Content in Catfish Hard Fin Bone (Plotosus canius

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum yakni tentang analisis penyebaran logam berat tembaga pada air tanah dan aliran sungai di sekitar industri kerajinan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap seperti yang tampak pada diagram berikut: IDENTIFIKASI MASALAH PENGUMPULAN DATA PERSIAPAN SURVEI AWAL PENENTUAN

Lebih terperinci

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992)

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992) L A M P I R A N Lampiran 1. Data Kualitas Perairan St. Lokasi Koordinat Kedalaman Temperatur Bujur Lintang (m) (0C) Salinitas 1 Muara Angke 106.7675-6.1035 3.1 27.6 2 2 Laut 106.744-6.0939 3.2 29.7 10

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel.

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel. 24 III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian 1. Feses sapi potong segar sebanyak 5 gram/sampel. 2. Sludge biogas sebanyak 5 gram/sampel. 3. Bahan yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) DALAM UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) YANG DIPEROLEH DARI MUARA SUNGAI BANJIR KANAL BARAT DAN PERAIRAN PANTAI KOTA SEMARANG Aqnes Budiarti,

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 36 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode expost facto. Ini berarti analisis dilakukan berdasarkan fakta dan data yang sudah terjadi. Dengan demikian penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian diawali dengan survei pendahuluan pada bulan Agustus 2012. Penelitian utama ini telah dilaksanakan pada Januari 2013 - Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif karena tidak dilakukan perlakuan terhadap objek yang diuji (Nazir,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air dapat diartikan sebagai masuknya suatu mahluk hidup, zat cair atau zat padat, suatu energi atau komponen lain ke dalam air. Sehingga kualitas air menjadi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini di mulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kerangka Penelitian :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi terutama bidang industri di Indonesia memiliki dampak yang beragam. Dampak positifnya adalah pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, di sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental Murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest posttest control group

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksploratif, untuk mengetahui tingkat pencemaran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksploratif, untuk mengetahui tingkat pencemaran 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksploratif, untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat timbal (Pb) pada tiap lokasi di perairan Waduk Sengguruh. Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 di perairan Pantai Balongan, Kabupaten Indramayu. Pengambilan sampel dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, proses pengolahan limbah terutama limbah cair sering mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). Salah satu cara yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya Pengukuran konsentrasi logam berat dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry) menurut Siaka (2008) dapat dihitung menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Diambil daging. Ditambah 25 ml aquades. Ditambah 10 ml HNO 3

Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Diambil daging. Ditambah 25 ml aquades. Ditambah 10 ml HNO 3 Lampiran A. Prosedur Analisa Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Bulu (Anadara inflata) Kerang Diambil daging Ditambah 25 ml aquades Ditambah 10 ml HNO 3 Dipanaskan dengan suhu 120 0 C selama 30 menit Didinginkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilanjutkan dengan analisis di laboratorium. Penelitian ini didukung oleh penelitian deskriptif dengan pendekatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. Ekstraksi, analisis sifat kimia ekstrak campuran bahan organik dan analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Juni 2014 sampai Januari

Lebih terperinci

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cr PADA AIR DAN SEDIMEN DI SUNGAI AO DESA SAM SAM KABUPATEN TABANAN

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cr PADA AIR DAN SEDIMEN DI SUNGAI AO DESA SAM SAM KABUPATEN TABANAN PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cr PADA AIR DAN SEDIMEN DI SUNGAI AO DESA SAM SAM KABUPATEN TABANAN NI PUTU DIANTARIANI DAN K.G. DHARMA PUTRA Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana. ABSTRAK Telah diteliti

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 7: Cara uji seng (Zn) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 7: Cara uji seng (Zn) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 7: Cara uji seng (Zn) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 29 III. BAHAN DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Kampar Provinsi Riau (Gambar 6), laboratorium parasit dan penyakit dan laboratorium lingkungan Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah galah bambu, kantong plastik, ice box, kertas ph, gunting, oven, timbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru,28293, Indonesia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru,28293, Indonesia BEBAN PENCEMARAN LOGAM BERAT Cd DAN ION NITRAT DARI LIMBAH TAMBANG EMAS TERHADAP AIR SUNGAI SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU Handoko 1, Subardi Bali 2, T. Abu Hanifah 2 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, karena pada

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan salah satu jenis metode penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut tersebut dapat berupa positif maupun negatif. Salah satu

Lebih terperinci

Metode Pengumpulan Data Komponen Lingkungan Metode Analisis Dampak Lingkungan Metode dan Teknik Indentifikasi, Prediksi, Evaluasi dan Interpretasi

Metode Pengumpulan Data Komponen Lingkungan Metode Analisis Dampak Lingkungan Metode dan Teknik Indentifikasi, Prediksi, Evaluasi dan Interpretasi Metode Pengumpulan Data Komponen Lingkungan Metode Analisis Dampak Lingkungan Metode dan Teknik Indentifikasi, Prediksi, Evaluasi dan Interpretasi Dampak Mengetahui komponen dan parameter lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. telah tercemar logam merkuri oleh limbah pertambangan emas tradisional.

BAB III METODE PENELITIAN. telah tercemar logam merkuri oleh limbah pertambangan emas tradisional. 30 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di desa Hulawa kecamatan Buntulia Kabupaten Pohuwato. Dengan hasil observasi bahwa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci