PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS"

Transkripsi

1 PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS Disusun oleh : HERNA SUSANTI M SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA JULI, 2010 i

2 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Pembimbing II Drs. Suharyana, M.Sc. NIP Drs. Usman Santosa, MS NIP Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Senin Tanggal : 26 Juli 2010 Anggota Tim Penguji : Dra. Riyatun, M.Si (...) NIP Mochtar Yunianto, S.Si, M.Si NIP (...) Disahkan oleh Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Ketua Jurusan Fisika Drs. Harjana, M.Si, Ph.D NIP ii

3 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Juli 2010 HERNA SUSANTI iii

4 PENGARUH VARIASI PERLAKUAN DOPING Pb PADA Bi DALAM SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO TERHADAP EFEK MEISSNER DAN SUHU KRITIS HERNA SUSANTI Jurusan Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan menggunakan metode padatan dan mengetahui pengaruh perlakuan penambahan doping Pb pada sintesis superkonduktor BSCCO terhadap uji meissner dan uji temperatur kritis (Tc). Superkonduktor Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 C 2 Cu 3 O 10+δ dengan doping Pb menggunakan metode padatan telah dibuat dan diuji superkonduktivitasnya. Telah dibuat 2 sampel dengan rumus kimia sama, tetapi variasi perlakuan penambahan Pb yang berbeda yaitu untuk sampel 1 pemberian Pb saat awal pencampuran dan sampel 2 pemberian Pb setelah kalsinasi (penggerusan kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus, di-kalsinasi, di-pellet, di-sintering, dan dikarakterisasi dengan uji Meissner dan uji Tc. Dari hasil karekterisasi yang dilakukan kedua sampel tidak menunjukkan efek Meissner. Dan temperatur kritis untuk sampel 1 dan sampel 2 tidak ditemukan. Jadi, sampel yang dibuat bukan merupakan material superkonduktor. Kata kunci : doping Pb, efek Meissner, temperatur kritis Tc iv

5 INFLUENCE OF TREATMENT VARIATION DOPING Pb TO Bi IN THE SYNTHESIS SUPERCONDUCTOR BSCCO TOWARD MEISSNER EFFECT AND CRITICAL TEMPERATURE HERNA SUSANTI Department of Physics. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University ABSTRACT This research conducted to make superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O by using solid method and to know influence treatment variation doping Pb on the synthesis superkonduktor BSCCO toward meissner effect and critical temperature (Tc). Superkonduktor Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 C 2 Cu 3 O 10-δ with doping Pb by using solid method have been made and tested the superkonduktivity. Have been made two sample with the equal chemical formula but treatment variation doping Pb different is for sampel 1 Pb given at early mixing and sampel 2 Pb given after kalsinasi (attenuation of second). The making of Superkonduktor BSCCO conducted by bray substance until really smooth, kalsinasi, pelletisasi, sintering, and characterization with Meissner effect and critical temperature (Tc). From the result of characterization whole sampel not show Meissner effect. And from grafic the critical temperature for sampel 1 and sampel 2 not found. Thus sampel not material superconductor. Keyword : doping Pb, Meissner effect, critical temperature. v

6 MOTTO Allah akan memberikan kesuksesan bagi manusia yang bersungguhsungguh Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tetapi berusahalah untuk menjadi manusia yang berguna Dan Dia-lah ALLOH (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. (Q.S. Al-An am:3) vi

7 PERSEMBAHAN 1. Ayah dan Ibuku tercinta Dengan segala peluh dan doa-doamu setiap malam ibu,akhirnya aku dapat mempersembahkan sepenggal harapanmu. 2. My Engaged Anasrul Terimaakasih buat bantuan dan antar jemputnya. 3. Kakak-kakakku (Ipuk &Yamto, Hendra) 4. Keponakan kecil ku (d Dana) 5. Almamaterku UNS Khususnya jurusan Fisika FMIPA vii

8 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Material mempunyai arti penting bagi perkembangan teknologi yang akhirnya akan berpengaruh pada aspek kehidupan masyarakat. Dengan teknologi yang semakin canggih, pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan cepat sehingga lebih menghemat tenaga dan waktu. Di bidang industri misalnya, dengan bantuan mesin dapat menghasilkan produk yang lebih banyak dengan waktu yang lebih singkat dibandingkan jika hanya dikerjakan secara manual oleh manusia. Banyak penemuan-penemuan baru yang muncul dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mempermudah segala aktivitasnya. Salah satu penemuan yang sedang marak diteliti adalah superkonduktor. Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun. Superkonduktor ini banyak menarik minat bagi ilmuwan untuk mengembangkannya. Terutama superkonduktor keramik BSCCO yang dikenal sebagai superkonduktor dengan suhu kritis tinggi. Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair. H.K Onnes menemukan pada temperatur 4,2 K hambatan listrik Merkuri menurun dari 0,03 Ω menjadi 3 x 10-6 Ω. (Suprihatin, 2008) Penemuan selanjutnya oleh De haas dan Voodg pada tahun 1930 yaitu superkonduktor paduan Pb-Bi mempunyai Tc=8,8K. Pada tahun 1933 Meissner dan Ochsenfeld menemukan gejala diamagnetik sempurna (penolakan fluks magnetik) dalam bahan superkonduktor. Pada tahun 1973, Tc yang diperoleh baru mencapai 23,2 K yaitu pada paduan logam Nb 3 Ge. Sejak saat itu peneliti selalu gagal memperoleh superkonduktor yang mempunyai Tc diatas 23,2 K viii

9 Pada tahun 1986 Bednorz dan Muller di Laboratorium IBM Zurich, berhasil menemukan bahan keramik superkonduktor dengan rumus kimia Ba 1,8 La 0,15 CuO 4 dengan Tc = 30 K. Chu,dkk, pada tahun 1987 menemukan superkonduktor YBa 2 Cu 3 O 7-δ atau dinamakan sistem YBCO yang dikenal dengan 123 mempunyai Tc = 92 K. Kemudian pada tahun 1988 Maeda,dkk menemukan superkonduktor Bi 2 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10 atau disebut juga dengan sistem BSCCO dengan Tc = 110 K. Dalam sistem superkonduktor BSCCO terdapat 3 fasa yaitu fasa 2201 (senyawa Bi 2 Sr 2 CuO x ) dengan Tc = 20 K, fasa 2212 (senyawa Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O y ) dengan Tc = 80 K, dan fasa 2223 (senyawa Bi 2 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O z ) dengan Tc = 110 K (Mukaida, 1988). Superkonduktor sistem BSCCO ini mempunyai Tc yang lebih tinggi dari pada YBCO, juga mempunyai sifat yang tahan terhadap kelembaban serta tidak mengandung unsur beracun seperti pada Tl 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 10 atau disebut juga sistem TBCCO yang mempunyai Tc = 125 K. Masalah terbesar penggunaan superkonduktor adalah suhu operasinya. Sifat superkonduktivitas baru muncul bila suhu bahan turun melewati titik tertentu, yang disebut sebagai titik kritis yang biasanya sangat rendah. Karena itu superkonduktor perlu perkakas pendingin. Sehingga niat penghematan pemakaian daya listrik masih harus bersaing dengan biaya pendinginan yang harus dilakukan. Oleh sebab itulah para ahli sampai sekarang terus berlomba-lomba menemukan bahan superkonduktor yang dapat beroperasi pada suhu tinggi. Agar dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) umumnya berupa senyawa komponen jamak dan mempunyai fase struktur yang jamak pula. Struktur yang berlapis telah memperumit pembuatan bahan ini. Karena itu sintesis dan penumbuhan kristal tunggal dari senyawa SKST telah dilakukan di berbagai laboratorium negara maju sejak tahun Dengan adanya masalah tersebut maka akan dilakukan penelitian mengukur Tc,. sehingga dapat mengetahui hubungan antara resistivitas dengan suhu. Disamping hal itu, beberapa penelitian yang penah dilakukan mahasiswa sebelumnya hanya uji XRD dan efek meissner saja, dan belum pernah ada yang melakukan penelitian untuk mengetahui suhu kritis sampel bahan superkonduktor ix

10 yang dibuat dengan menggunakan alat uji Tc dari Leybold. Sehingga alat uji Tcnya pun belum pernah digunakan. Metode yang digunakan dalam sintesis BSCCO dalam penelitian ini adalah metode padatan (solid method). Metode ini digunakan karena mempunyai keuntungan diantaranya mudah dibuat dan sederhana serta tidak mahal dalam mensintesis bahan superkonduktor. Dalam mensintesis superkonduktor Bi-Sr-Ca- Cu-O dengan menggunakan metode padatan ini diharapkan mendapatkan homogenitas yang tinggi. Karena dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik. Kesulitan yang dihadapi dalam mensintesis superkonduktor sistem BSCCO adalah memperoleh sampel dengan fasa 2223 yang murni. Masalah diatas dapat diatasi dengan beberapa cara, salah satunya dengan menambahkan (doping) Pb pada superkonduktor sistem BSCCO. Adapun pendopingan ini bertujuan untuk memperoleh superkonduktor dengan kemurnian fasa 2223 dan diharapkan mempunyai Tc yang tinggi. Disamping itu, penambahan Pb dapat menghambat penyerapan uap air diudara oleh superkonduktor (Engkir Sukirman). Pada sintesis superkonduktor sistem BSCCO digunakan Pb sebagai dopan karena titik leleh Pb lebih rendah dari titik leleh Sr, Ca, dan Cu sehingga diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan. I. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dibuat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pembuatan superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan metode reaksi padatan? 2. Bagaimana pengaruh variasi perlakuan penambahan doping Pb pada Bi dalam sintesis superkonduktor BSCCO melalui uji Meissner dan uji Tc? x

11 I. 3. Tujuan Penelitian Adapun untuk tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pembuatan superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan menggunakan metode padatan. 2. Mengetahui pengaruh perlakuan penambahan doping Pb pada sintesis superkonduktor BSCCO terhadap uji meissner dan uji Tc. I. 4. Batasan Penelitian Pembuatan superkonduktor dalam penelitian ini dibatasi pada superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O yang dibuat dengan metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan rumus kimia Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10+δ kemudian dikarakterisasi melalui Uji Meissner dan Uji Temperatur Tc. I. 5. Manfaat Penelitian Dapat mengukur temperatur kritis sampel superkonduktor yang dibuat dengan menggunakan alat uji Tc dari Leybold. Yang mana alat uji Tc tersebut sebelumnya belum pernah digunakan. I. 6. Sistematika Penulisan Laporan Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang tersusun secara ringkas agar mudah dipahamai, sebagai berikut: BAB I Merupakan bab pendahuluan, berisikan tentang latar belakang masalah yang mendasari penulisan skripsi ini, perumusan masalah dan pembatasan masalah yang akan dianalisis pada penelitian ini. Kemudian tujuan dan manfaat penelitian ini dan yang terakhir sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka, membahas secara umum tentang Superkonduktor. Antaranya mengenai penemuan superkonduktor, sifat superkonduktor, tipe superkonduktor, superkonduktor sistem BSCCO, berbagai doping pada superkonduktor sistem BSCCO. xi

12 BAB III Metodologi Penelitian, membahas tentang metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode eksperimen. Tahap-tahap yang dilakukan dalam eksperimen ini ada 2 yaitu tahap sintesis dan tahap karakterisasi.tahap sintesis menggunakan metode reaksi padatan berisi langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembuatan sampai terbentuk sampel superkonduktor sistem BSCCO yang siap untuk dikarakterisasi. Tahap karakterisasi dilakukan dengan menguji sampel yaitu uji efek Meissner dan mengukur Tc. Dikemukakan juga lokasi dan waktu penelitian serta alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini.. BAB IV Hasil dan Pembahasan, membahas pengaruh variasi perlakuan doping Pb pada Bi dalam sintesis superkonduktor BSCCO terhadap efek meissner, dan suhu kritis (Tc) menggunakan metode padatan. BAB V Penutup, berisi Kesimpulan dan saran. xii

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penemuan Superkonduktor Sifat superkonduktor suatu bahan pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes tahun Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara mendinginkan sampai 4 K atau -269 o C. Sejak saat itu Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui hambatan suatu logam akan turun (bahkan hilang sama sekali) ketika mendinginkan logam tersebut dibawah suhu ruang (suhu yang sangat dingin) atau lebih rendah dari suhu kritis logam tersebut, tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika suhu logam mendekati 0 K atau nol mutlak. (Windartun, 2010) Beberapa ahli ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin memperkirakan bahwa ketika dicapai suhu nol mutlak (0 K) maka elektron akan berhenti mengalir (arus statis). Ilmuwan yang lain termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut. Sehingga untuk mengetahui hal yang terjadi sebenarnya, Onnes mengalirkan arus pada kawat merkuri murni kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K Onnes mendapatkan bahwa hambatannya tiba-tiba menjadi hilang. Tanpa adanya hambatan arus mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus. Sehingga arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Kemudian fenomena ini oleh Onnes diberi nama superkonduktivitas.( Ismunandar, 2004) Superkonduktor kini telah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Hambatan tidak disukai karena dengan adanya hambatan maka arus akan terbuang menjadi panas. Apabila hambatan menjadi nol, maka tidak ada energi yang hilang pada saat arus mengalir. Penggunaan superkonduktor dibidang transportasi memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor. Hal ini diterapkan pada kereta api supercepat di Jepang yang diberi nama The Yamanashi MLX01 MagLev train. Kereta api ini melayang diatas magnet xiii

14 superkonduktor. Dengan melayang, maka gesekan antara roda dengan rel dapat dihilangkan dan akibatnya kereta dapat berjalan dengan sangat cepat sekitar 550 km/jam (Eddy Marlianto, 2008) II.2. Pengertian Umum Superkonduktor II.2.1. Sifat Hambatan Listrik Superkonduktor Salah satu hal yang paling menarik dari bahan super konduktor adalah pada temperatur tertentu resistivitasnya sama dengan nol (ρ = 0). Temperatur tersebut biasa di sebut dengan temperatur kritis (Tc) yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal ke keadaan superkonduktif (Suprihatin, 2008). Material yang didinginkan didalam nitrogen cair atau helium cair, resistivitas material ini akan turun seiring dengan penurunan suhu. Pada suhu tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol. II.2.2. Sifat Magnetik Superkonduktor Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut. Akan tetapi, dalam superkonduktor arus yang dihasilkan tepat berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tersebut tidak dapat menembus material superkonduktor tersebut. Hal ini akan menyebabkan magnet tersebut ditolak. Fenomena ini dikenal dengan istilah diamagnetisme dan kemudian dikenal dengan efek Meissner. Apabila efek Meissner ini sangat kuat maka sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Tetapi medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Karena apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek meissner akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya. (Windartun, 2010) xiv

15 Gambar.2.1. Sebuah magnet melayang di atas sebuah superkonduktor didinginkan oleh nitrogen cair. ( Gambar.2.2. Diagram efek meissner ( Apabila super magnet diletakkan diatas bahan non superkonduktor, maka fluks magnet akan menembus ke dalam bahan (B 0). Sebaliknya, apabila super magnet diletakkan diatas bahan superkonduktor yang berada di bawah suhu kritisnya, maka superkonduktor akan menolak fluks magnet yang mengenainya (B= 0). Sehingga super magnet akan terangkat / melayang diatas superkonduktor. xv

16 II.2.3. Suhu Kritis Superkonduktor Suhu kritis untuk superkonduktor adalah suhu di mana hambatan listrik dari logam turun drastis menjadi nol. Beberapa bahan menunjukkan tahap transisi superkonduktor pada temperatur rendah. Temperatur kritis tertinggi sekitar 23 K ditemukannya pada tahun 1986 dari beberapa superkonduktor suhu tinggi. Bahan dengan suhu kritis dalam rentang 120 K telah menerima banyak perhatian karena bahan-bahan tersebut dapat dipertahankan dalam keadaan superkonduktor dengan nitrogen cair (77 K). Tabel dibawah ini adalah suhu kritis dari beberapa unsur : Tabel 2.1 Suhu Kritis Bahan Superkonduktor (Sugata pikata, 1989) No Jenis Bahan Tc (K) 1. Gallium 1,1 K 2. Aluminum 1,2 K 3. Indium Indium 3,4 K 4. Timah 3,7 K 5. Air raksa 4,2 K 6. Lead 7,2 K 7. Niobium Niobium 9,3 K 8. Niobium-Tin 17,9 K 9. La-Ba-Cu-Oxide 30 K 10. Y-Ba-Cu-Oxide 92 K 11. Bi-Sr-Ca-Cu-Oxide 110 K 12. Tl-Ba-Cu-Oxide 125 K Perubahan sifat bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor dapat dianalogikan dengan perubahan fase air dari keadaan cair ke keadaan padat. Perubahan seperti ini sama-sama mempunyai suatu suhu transisis, pada transisi superkonduktor suhu ini disebut sebagai suhu kritis Tc, pada transisi fase ada yang disebut titik didih (dari fasa cair ke gas) dan titik beku (dari fasa cair ke padat). Pada transisi feromagnetik suhu transisinya disebut suhu Curie. xvi

17 Gambar.2.3 Grafik resistivitas sebagai fungsi suhu mutlak (Sugata pikata, 1989) Pada suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan normal, ia memiliki hambatan listrik. Transisi ke keadaan normal ini bukan selalu berarti menjadi konduktor biasa yang baik, pada umumnya malah menjadi penghantar yang jelek, bahkan ada yang ekstrim menjadi isolator. Untuk suhu T < Tc bahan berada dalam keadaan superkonduktor. II. 3. Tipe-tipe Superkonduktor Berdasarkan interaksi dengan medan magnetnya, superkonduktor dibagi menjadi : Superkonduktor Tipe I dan Superkonduktor Tipe II. II.3.1. Superkonduktor Tipe I Menurut teori BCS (Bardeen, Cooper, dan Schrieffer) dijelaskan dengan menggunakan pasangan elektron (biasa disebut pasangan Cooper). Karena adanya pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik bergerak secara merata dan akan terjadi superkonduktivitas. Superkonduktor yang bersifat seperti ini disebut superkonduktor jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek meissner, yaitu gejala penolakan medan magnet luar (gejala levitasi) oleh superkonduktor. Sifat superkonduktivitas superkonduktor akan hilang apabila kuat medannya melebihi batas kritis. Sehingga pada superkonduktor tipe I akan terus menerus xvii

18 menolak medan magnet yang diberikan sampai mencapai medan magnet kritis. Kemudian dengan tiba-tiba bahan akan berubah kembali ke keadaan normal. (Windartun, 2010). II.3.2. Superkonduktor Tipe II Superkonduktor tipe II tidak dapat dijelaskan menggunakan teori BCS, karena tidak terjadi efek meissner. Abrisokov menjelaskan superkonduktor tipe II yang didasarkan pada kerapatan pasangan elektron, dinyatakan dalam parameter keteraturan fungsi gelombang. Abrisokov menunjukkan bahwa parameter keteraturan fungsi gelombang tersebut dapat mendeskripsikan pusaran dan bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan sepanjang terowongan dalam pusaran-pusaran. Selain itu Abrisokov memprediksikan dengan meningkatnya medan magnet maka jumlah pusaran juga bertambah. Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan dalam pengembangan dan analisis superkonduktor dan magnet. Superkonduktor tipe II akan menolak medan magnet yang diberikan, akan tetapi perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba melainkan secara bertahap. Pada suhu kritis bahan akan kembali ke keadaan semula. (Windartun, 2010) Gambar.2.4. Grafik Perbandingan Superkonduktor Tipe I dan Tipe II (Sugata pikata, 1989) xviii

19 II. 4. Teori BCS Teori BCS dikemukakan oleh John Bardeen, Leon N. Cooper, dan John Robert Schrieffer. Mereka mengemukakan bahwa logam dapat memiliki hantaran super pada temperatur yang sangat dingin. Sehingga pada tahun 1972 mendapatkan Hadiah Nobel. Teori ini mengatakan bahwa bahan superkonduktor akan memiliki hambatan listrik nol apabila elektron-elektron bebas dalam material itu berpasangan. Pada material non superkonduktor elektron bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh impurities atau oleh phonon. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron. Sehingga dengan tukar menukar phonon, dua elektron akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper. Karena keadaan kuantumnya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya. Akibatnya elektron tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor. (Sugata pikata, 1989) II. 5. Superkonduktor Sistem BSCCO Dalam sistem BSCCO dikenal 3 fasa superkonduktif yang berbeda dengan struktur kristal seperti pada gambar 2.6 yaitu fasa 2201 dengan komposisi Bi 2 Sr 2 CuO memiliki suhu kritis (Tc) sebesar 10 K, fasa 2212 dengan komposisi Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O memiliki suhu kritis (Tc) sebesar 80 K dan fasa 2223 dengan komposisi Bi 2 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O memiliki suhu kritis (Tc) sebesar 110 K. xix

20 Gambar 2.5. Struktur unit sel perkonduktor BSCCO dan TSCCO (R. Abd-Shukor, F.A.Sc, 2009) Superkonduktor sistem Bismuth terdiri atas tiga fasa Tc-rendah 2201 (30K), fasa Tc-rendah 2212 (80K), dan fasa Tc-tinggi 2223 (110K). Sintesis fasa tunggal atau kristal tunggal superkonduktor sistem bismuth, khususnya fasa suhu tinggi (fasa 2223) yang mempunyai suhu kritis sekitar 110K dalam mendapatkan kualitas semurni mungkin masih sangat susah. Hal ini disebabkan jangkauan suhu pembentukan superkonduktor fasa 2223 sangat pendek, yaitu berkisar antara C sampai C. Fasa 2223 memiliki Tc paling tinggi daripada fasa 2201 dan 2212, sehingga banyak penelitian dilakukan untuk mendapatkan fasa 2223 yang murni. Untuk mensintesa BSCCO dapat dilakukan dengan metode reaksi padatan (solid state reaction). Secara umum, BSCCO disintesa menggunakan metode padatan yaitu mencampur semua bahan penyusun sampel dengan cara digerus dalam mortal. Penggerusan ini dilakukan agar memperoleh campuran yang merata dan xx

21 homogen. Penggerusan ini dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan serbuk yang halus. Setelah itu, serbuk di-kalsinasi dan di-sintering. Metode ini digunakan karena mudah dibuat dan sederhana serta tidak mahal dalam mensintesis bahan superkonduktor dan dengan menggunakan metode padatan ini diharapkan mendapatkan homogenitas yang tinggi. Karena dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik. Kesulitan yang dihadapi dalam mensintesis superkonduktor sistem BSCCO adalah memperoleh sampel dengan fasa 2223 yang murni. II. 6. Berbagai Doping Pada Superkonduktor Sistem BSCCO Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan, di-kalsinasi, di-pellet kemudian di-sintering. Penggerusan merupakan proses awal dalam pembuatan superkonduktor. Tujuan penggerusan agar partikel lebih halus dan terjadi percampuran bahan bahan, sehingga bahan bahan menjadi homogen dan reaksi padatan dapat berlangsung secara efektif. Setelah bahan halus dan homogen, proses selanjutnya adalah kalsinasi. Kalsinasi adalah pemanasan untuk menghilangkan Nitrat, CO 2 dan uap air dalam bahan superkonduktor dan terjadi reaksi difusi senyawa superkonduktor yang awal dimana membentuk butir-butir superkonduktor yang relatif kecil disamping itu juga membentuk bahan pengotor seperti Ca 2 PbO 4, ruang hampa yang terdapat antar butiran, semikonduktor. Sehingga dapat menyebabkan konduktivitasnya berkurang. Sintering merupakan lanjutan kalsinasi, dengan pemanasan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama sehingga butiran butiran superkonduktor menjadi lebih besar. Apabila pemanasan terlalu tinggi maka bahan akan meleleh dan bahan menjadi rusak sehingga tidak dapat dilakukan sintesis ulang. Tujuan sintering adalah sampel menjadi lebih mampat sehingga jarak antar partikel semakin dekat dan apabila suhu sintering yang diberikan tepat maka dapat meningkatkan jumlah fasa 2223, yang mana sudah mulai terbentuk pada proses kalsinasi. xxi

22 Salah satu upaya untuk meningkatkan harga Tc dalam sintesis superkonduktor BSCCO adalah dengan cara pemberian doping Pb, penggunaan fluks (Bi 2 O 3, KCl, dan NaCl), variasi rumus kimia dalam mensintesis superkonduktor dan variasi suhu sintering (I Gede, 2010). Pendopingan ini bertujuan untuk memperoleh superkonduktor dengan kemurnian fasa 2223,dengan penambahan Pb dapat menghambat penyerapan uap air diudara. Pada sintesis superkonduktor sistem BSCCO digunakan Pb sebagai dopan karena titik leleh Pb lebih rendah dari titik leleh Sr, Ca, dan Cu sehingga diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam mensintesis superkonduktor BSCCO diantaranya : 1. Isao Shimono, dkk (1993) mensintesis superkonduktor BPSCCO menggunakan metode sitrat. Dengan rumus kimia Bi 1,85 Pb 0,35 Sr 1,92 Ca 2,02 Cu 3,06. Bahan bahan yang digunakan adalah Bi(NO 3 ) 3.5H 2 O, Pb(NO 3 ) 2, Sr(NO 3 ) 2, Ca(NO 3 ), Cu(NO 3 ) 2.3H 2 O. Bahan bahan dilarutkankan dalam aquades untuk menghasilkan larutan nitrat. Untuk menghasilkan prekursor gel, larutan nitrat dicampur dengan Citric Acid (H 3 (C 6 H 5 O 7 ). H 2 O) dan Ethylene Glycol ((CH 2 OH) 2 ). Selanjutnya prekursor gel dipirolisis pada suhu 673 K selama 1 jam. Kemudian dihaluskan dan dipellet, sampel di-sintering pada suhu 1133K sampai 1143K selama 1 jam - 50 jam. Dalam mensintesis superkonduktor ini diperoleh fraksi volume maximum 89 % dan suhu kritisnya 101 K. 2. A. Jeremie, dkk (1993), sintesis superkonduktor BSCCO fasa 2212 dengan doping Pb pada Bi. Sintesis ini menggunakan 2 prekursor, prekursor A dengan rumus kimia Bi 2-x Pb x Sr 2 Ca 1 Cu 2 O y dengan x= 0; x=0,2; x=0,4; x=0,6. Dan prekursor B dengan rumus kimia Bi 2 PbzSr 2 Ca 1 Cu 2 O y (tanpa doping Pb). Sampel dipanaskan didalam argon yang mengalir pada suhu 725 C, 740 C, 780 C dan udara yang mengalir pada suhu 840 C dan 860 C selama 6 hari. Sampel yang dipanaskan pada argon yang mengalir mempunyai nilai Tc 86K (x=0,2) dan sampel yang dipanaskan pada udara yang mengalir mempunyai nilai Tc 80 K (x=0,4). xxii

23 BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan. Tempat penelitian di Laboratorium Pusat UNS. III. 2. Alat dan Bahan III Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca digital, tungku pemanas (furnace), cawan (crussible), cetakan pellet dan alat pengepres, penggerus (mortar dan pastel), super magnet, sampel holder, Leybold didactic GMBH , termos berisi nitrogen cair, Sensor-CASSY ( / USB) III Bahan Penelitian Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah Bi 5 O(OH) 9 (NO 3 ) 4 (Bismuth (III) Nitrate) (71,0%), PbO (Lead (II) Oxide) (99%), Sr(NO 3 ) 2 (Strontium Nitrate) (99,0%), CaCO 3 (Calcium Carbonate) (99,0%), CuO (Copper (II) Oxide) (99%), Nitrogen cair. Semua bahan berbentuk serbuk (powder), kecuali untuk Strontium Nitrate berbentuk kristal kecil xxiii

24 III. 3 Prosedur Penelitian Mulai Persiapan alat dan bahan Penimbangan Bahan Penggerusan I Kalsinasi Penggerusan II Pelletisasi Sintering Karakterisasi Efek meissner Uji Tc Selesai Gambar.3.1 Diagram alir tahap penelitian xxiv

25 III Komposisi Bahan Awal Persiapan bahan awal untuk penimbangan dalam sintesis terdiri dari Bi 5 O(OH) 9 (NO 3 ) 4, PbO, Sr(NO 3 ) 2, CaCO 3, CuO. Untuk membuat sampel senyawa superkonduktor dengan sistem Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 (Prastasi Tjahyanti, 2000) yang diperlukan adalah data tentang berat atom (BA) dari bahan awal tersebut. III Proses Sintesis Komposisi yang disintesis Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O x dengan variasi perlakuan Pb yaitu pemberian Pb pada awal pencampuran, dan pemberian Pb setelah dikalsinasi (pada penggerusan kedua) dengan massa komposisi bahan 5 gr. a. Penimbangan Bahan Penimbangan bahan ini berdasarkan jumlah mol (jumlah atom) bahan yang disesuaikan dengan reaksi berikut ini : 0,34 Bi 5 O(OH) 9 (NO 3 ) 4 + 0,3 PbO + 2 Sr(NO 3 ) 2 + 2CaCO 3 + 3CuO Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10 + uap nitrat b. Penggerusan I Setelah ditimbang, bahan dicampur dan digerus menggunakan mortal dan pastel secara manual selama ± 8 jam sampai bahan terasa halus. Penggerusan bertujuan untuk membuat bahan superkonduktor menjadi semakin halus (Indras Marhaendrajaya, 2001) dan diharapkan meningkatkan homogenitas bahan serta memperluas permukaan kontak agar reaksi padatan dapat berlangsung secara efektif (Suprihatin,2008) c. Kalsinasi Pada proses selanjutnya sampel dipanaskan dalam tungku selama 20 jam dengan suhu 820 C seperti terlihat pada gambar 3.2 (Indras Marhaendrajaya, 2001). Tetapi saat proses kalsinasi masih berlangsung terjadi pemadaman listrik. Proses kalsinasi pun berhenti pada waktu 16 jam 23 menit sehingga sampel langsung proses pendinginan. Pendinginan dengan pintu furnace masih dalam xxv

26 keadaan tertutup. Kalsinasi dilakukan untuk memperoleh campuran dalam bentuk bongkahan partikel baru. Pada proses ini sudah mulai terbentuk butir-butir superkonduktor tetapi masih sangat kecil. Proses pemanasan dapat dilihat pada gambar 3.2. T( o C) t (jam) Gambar.3.2. Proses Kalsinasi d. Penggerusan ke II Sampel hasil kalsinasi yang berbentuk padat berwarna hitam digerus sampai halus dengan pastel dan mortal. Penggerusan kedua ini dilakukan dengan tujuan agar ukuran partikel menjadi homogen sehingga dapat mengurangi celah antar partikel saat dilakukan pengepresan dan supaya sampel hasil pengepresan benar-benar padat, sehingga tidak terjadi kerusakan setelah melalui proses sintering. Penggerusan kedua ini dilakukan selama ± 5 jam. e. Pelletisasi Sampel dicetak dengan cetakan pellet, cetakan berbentuk silinder dengan panjang 50 mm dan diameter 8 mm kemudian sampel di tekan / dipres dengan alat pengepres maksimum. Pembuatan pellet ini bertujuan agar partikel bahan campuran tersusun rapat dan padat sehingga apabila diberi perlakuan panas yang tepat, akan terjadi proses difusi atom dan terbentuk ikatan yang kuat antar partikel. xxvi

27 f. Sintering Sampel di-sintering pada suhu konstan 840 o C selama 96 jam. Tujuan sintering adalah sampel menjadi lebih mampat sehingga jarak antar partikel semakin dekat dan apabila suhu sintering yang diberikan tepat maka dapat meningkatkan jumlah fasa 2223, yang mana sudah mulai terbentuk pada proses kalsinasi. Setelah sampel selesai sintering sampel siap untuk dikarakteristik. Karakteristik pertama yaitu efek meissner, tetapi dari kedua sampel yang dibuat belum menunjukkan adanya penolakan medan magnet. Kemudian sampel disintering lagi dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 845 o C selama 96 jam. Saat sintering yang kedua masih berlangsung terjadi pemadaman listrik lagi. Proses sintering pun berhenti sehingga sampel langsung pendinginan. Waktu sintering pada suhu konstan 845 o C selama 42 jam. Proses pemanasan sintering dapat dilihat pada gambar 3.3. T( o C) t (jam) Gambar.3.3. Proses Sintering III Karakterisasi III Uji Tc Untuk mengetahui hubungan antara harga resistivitas dan suhu, dengan menggunakan metode empat probe ( four point probe method ). Pada penelitian ini menggunakan susunan probe seperti pada ganbar 3.4. Jarak dari keempat titik dibuat sama untuk memudahkan pengukuran secara matematisnya. xxvii

28 Gambar.3.4. Susunan probe Setelah diperoleh data berupa tegangan dan suhu resistivitas dihitung dengan persamaan 3.1 V r = 2pS (3.1) I dimana : ρ = resistivitas (Ωm) V = tegangan (V) I = Arus (A) π = 3,14 S = jarak antar probe (m) III Efek Meissner Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya adanya sifat superkonduktivitas suatu bahan ada atau tidak. Nitrogen cair dimasukkan dalam sampel holder, kemudian sampel direndam dalam nitrogen cair tersebut sampai suhu sampel sama dengan suhu nitrogen cair. Efek meissner dapat diamati dengan ada atau tidaknya levitasi (penolakan medan magnet). Pada bahan superkonduktor suhu tinggi, penolakan fluks magnetik terjadi jika bahan berada dalam keadaan meissner. Jadi sampel superkonduktor suhu tinggi seharusnya bisa mengangkat super magnet tersebut. (Indras Marhaendrajaya, 2001). xxviii

29 Jika terjadi pengangkatan magnet di atas sampel atau magnet ditolak, maka bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor. Jika tidak terjadi penolakan magnet oleh superkonduktor terdapat dua kemungkinan yaitu bahan tersebut bukan superkonduktor atau bahan superkonduktor tetapi terdapat fase pengotor. xxix

30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Sintesis Superkonduktor BSCCO Superkonduktor BSCCO dengan doping Pb menggunakan 2 sampel. Rumus kimia sampel 1 dan sampel 2 sama Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10. Tetapi dengan variasi perlakuan penambahan Pb yang berbeda yaitu pemberian Pb saat awal pencampuran dan pemberian Pb setelah kalsinasi (penggerusan kedua). Pembuatan superkonduktor BSCCO dilakukan dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus, di-kalsinasi, dicetak kemudian di-sintering, dan dikarakterisasi dengan uji Meissner dan uji Tc. Adapun variasi perlakuan penambahan Pb, kalsinasi, sintering dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1. Variasi perlakuan penambahan Pb,kalsinasi, sintering Sampel Stokiometri Penambahan Sintering 1 Sintering 2 Pb Waktu Suhu Waktu Suhu (jam) ( C) (jam) ( C) 1 Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10 Awal percampuran 2 Bi 1,7 Pb 0,3 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O 10 setelah kalsinasi Awalnya sintering pada sintesis superkonduktor ini dilakukan sekali yaitu pada suhu 840 C selama 96 jam. Akan tetapi, setelah dikarakterisasi dengan uji meissner dari kedua sampel tidak menunjukkan adanya penolakan medan magnet meskipun sudah dicoba berulang-ulang. Sehingga dilakukan sintering lagi dengan suhu yang lebih tinggi yaitu pada suhu 845 C selama 96 jam. Tetapi, saat proses sintering masih berlangsung terjadi pemadaman listrik sehingga dengan terpaksa waktu sintering dihentikan pada waktu 42 jam. xxx

31 IV.2. Hasil dan Pembahasan Karakterisasi IV.2.1. Uji Meissner Uji meissner dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya sifat diamagnetisme sampel yang diujikan. Dengan cara nitrogen cair disiramkan pada sampel holder, kemudian baru sampel direndam dalam nitrogen cair sampai sampel sudah tidak berbuih lagi. Dengan demikian suhu sampel sudah sama dengan suhu Nitrogen cair. Kemudian super magnet diletakkan di atas sampel. Jika efek meissner kuat maka magnet akan terangkat di atas sampel. Efek meissner dikatakan lemah jika magnet tertolak oleh sampel tetapi magnet tidak sampai terangkat. Sedangkan efek meissner dikatakan tidak ada jika tolakan magnet oleh sampel sangat lemah. Hasil uji Meissner dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil uji meissner Sampel Penambahan Pb Kalsinasi Efek meissner Waktu (jam) Suhu ( C) 1 Awal percampuran 16 jam 23 menit 820 Tidak teramati 2 Setelah kalsinasi 16 jam 23 menit 820 Tidak teramati Dari kedua sampel yang dibuat tidak teramati adanya efek meissner. Jadi antara sampel yang doping Pb-nya ditambahkan di awal pencampuran dengan sampel yang doping Pb-nya di tambahkan setelah kalsinasi (penggerusan kedua) belum menunjukkan adanya perbedaan. Karena dari kedua sampel efek meissnernya sama-sama tidak teramati. xxxi

32 (a) (b) Gambar.4.1. (a) Hasil uji meissner sampel 1 (b) Hasil Uji meissner sampel 2 Hal ini terjadi karena beberapa faktor antara lain perbandingan stokiometri Bi dan Pb yang digunakan kurang tepat yaitu sebesar 1,7 dan 0,3. sehingga fasa 2223 yang terbentuk masih banyak pengotornya. Perbandingan xxxii

33 stokiometri Bi dan Pb yang optimal adalah 1,8 dan 0,4 (Prastasi Tjahyanti, 2000). Selain itu, uji Meissner dilakukan dengan mengangkat sampel di luar nitrogen cair sehingga suhu sampel tidak lagi sama dengan suhu nitrogen cair ketika didekatkan dengan magnet. Hal ini menyebabkan sifat superkonduktifitas sampel menjadi hilang dan tidak dapat menolak medan magnet didekatnya. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat superkonduktor kemurniannya kurang, sehingga sampel yang dibuat masih banyak mengandung pengotor. Dengan adanya pengotor inilah menyebabkan sampel tidak mengalami efek Meissner yang kuat. Disamping itu, kurang optimalnya waktu kalsinasi pada tiap sampel. Karena lama pemanasan merupakan salah satu proses penting dalam pembuatan superkonduktor 2223, sebab formasi fasa Bi 2223 terjadi melalui pembentukan fasa 2212 terlebih dahulu dan memerlukan waktu pemanasan yang cukup lama karena laju reaksinya sangat lambat. Sehingga lama pemanasan mempengaruhi pembentukan komposisi superkonduktor Bi VI.2.2. Uji Tc Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode 4 probe. Alat yang digunakan adalah alat uji Tc dari Leybold Didactic GMBH dan Cassy Set up alat seperti ditunjukkan pada gambar 3.4. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengukuran ini adalah menghubungkan Output 4 Messwiderstand pada adaptor dengan input A pada cassy (dihubungkan yang U bukan yang I). Menghubungkan output 5 supraleiter pada adaptor dengan input B pada cassy. Kemudian sampel yang sudah dipasang pada alat uji Tc dimasukkan kedalam sampel holder yang berisi nitrogen cair. Kemudian set program CASSY Lab. Dari sini juga akan diperoleh data dalam bentuk notepad yang jumlahnya sangat banyak sampai beribu-ribu data. Data tersebut berisi Waktu, Tegangan, dan Suhu ( C). Dengan menggunakan persamaan 3.1 maka dapat dicari nilai resistivitasnya. Dengan meng-plot resistivitas dan suhu (K) maka akan diperoleh grafik hubungan resistivitas vs suhu. Dari grafik ini dapat diketahui besarnya temperatur kritis Tc sampel. xxxiii

34 BAB V PENUTUP V.1. KESIMPULAN 1. Dari kedua sampel yang telah dibuat dengan variasi perlakuan penambahan doping Pb pada Bi yang berbeda yaitu Pb ditambahkan pada pencampuran awal dan Pb ditambahkan setelah kalsinasi (penggerusan kedua) tidak menunjukkan adanya pengaruh. Karena setelah di uji meissner, kedua sampel tidak menunjukkan adanya efek Meissner. No Sampel Perlakuan Penambahan Pb Efek meissner 1. 1 Awal pencampuran Tidak teramati 2. 2 Setelah kalsinasi Tidak teramati 2. Sampel yang dibuat tidak menunjukkan adanya efek meissner, hal ini nungkin disebabkan karena kurang tepatnya perbandingan stokiometri Bi dan Pb yang digunakan, bahan yang digunakan dalam pembuatan superkonduktor kemurniannya kurang, serta kurang optimalnya waktu kalsinasi. Yang mana saat proses kalsinasi fasa 2223 sudah mulai terbentuk. 3. Dari grafik yang diperoleh, suhu kritis untuk masing-masing sample tidak ada. Karena grafik yang diperoleh tidak seperti grafik pada literatur yang ada. Sehingga dapat disimpulkan sampel yang dibuat bukan superkonduktor, karena sampel tidak menunjukkan adanya efek meissner dan tidak mempunyai nilai temperatur kritis. xxxiv

35 V.2. SARAN 1. Dalam pembuatan superkonduktor ini sebaiknya digunakan bahan-bahan dengan kemurnian tinggi agar superkonduktor yang dihasilkan tidak banyak mengandung fase pengotor. 2. Untuk mengantisipasi pemadaman listrik, sebaiknya disediakan genset sehingga saat terjadi pemadaman listrik proses pemanasan tidak terganggu. 3. Untuk penimbangan bahan, sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang kemudian dirata-rata. Dan sebaiknya sampel yang sudah digerus disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga dihasilkan sampel yang benarbenar halus. xxxv

36 DAFTAR PUSTAKA A. Jeremie, dkk, 1993, Bi,Pb (2212) and Bi (2223) formation in the Bi-PbSr-Ca- Cu-O system, Matiĕre Condenśee, Switzerland Anonim, 2010, Efek Meissner, Diakses 22 Februari Anonim, 2010, Efek Meissner, Diakses 24 Februari Isao Shimono, dkk, 1993, Preparation of Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O Superconductor by the Citrate Method, Journal of the Ceramic Society of Japan, Int Edition. Ismunandar, Cun Sen, 2002, Mengenal Superkonduktor, Diakses 19 Februari Ismunandar, 2004, Nobel Fisika 2003: Teori Superkonduktivitas dan Superfluiditas, Diakses 17 Februari fisikanet.lipi.go.id Marhaendrajaya, Indras, 2005, Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO Dengan Metode Lelehan, Jurnal Berkala Fisika ISSN: Vol.8 No.2, April 2005, hal Marlianto, Eddy, 2008, Studi Ultrasonik Pada Bahan Superkonduktor Suhu Timggi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pikata, Sugata, 1989, Mengenal Superkonduktor, Diakses 19 Februari Prantasi Tjahjanti H, 2000, Pengaruh Variasi Bi terhadap Dopan Pb pada Pembentukan Superkonduktor(Bi-Pb-)2223 melalui Prekursor (Bi-Pb)- 2212, Jurnal ILMU DASAR, Vol.1 No.1, 2000: Shukor, Abd F.A.Sc, 2009, High Temperature Superconductors:materials, mechanisms, and applications, Academy of Sciences Malaysia, Malaysia xxxvi

37 Suprihatin, 2008, Pengaruh Variasi Suhu Sintering Dalam Sintesis Superkonduktor Bi-2221 Dengan Doping Pb (BPSCCO-2212) Pada Suhu Kalsinasi 790 o C, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, Diakses 19 Februari 2010 Usman Santosa dan Suliyah, 1999, Sintesis komposit Superkonduktor BPSCCO/Ag, Pertemuan Ilmiah XIX HFI Jateng dan DIY, Yogyakarta Windartun, 2010, Superkonduktor, didownload 9 juli xxxvii

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BPSCCO/Ag MENGGUNAKAN METODE PADATAN

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BPSCCO/Ag MENGGUNAKAN METODE PADATAN SINTESIS SUPERKONDUKTOR BPSCCO/Ag MENGGUNAKAN METODE PADATAN Disusun oleh : TATIK YULIATI M 0206011 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika JURUSAN FISIKA

Lebih terperinci

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.8, No.2, April 2005, hal 53-60 Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BPSCCO/Ag MENGGUNAKAN METODE PADATAN

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BPSCCO/Ag MENGGUNAKAN METODE PADATAN SINTESIS SUPERKONDUKTOR BPSCCO/Ag MENGGUNAKAN METODE PADATAN Disusun oleh : TATIK YULIATI M 0206011 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika JURUSAN FISIKA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 YANG DISINTESIS DENGAN METODE REAKSI PADATAN

KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 YANG DISINTESIS DENGAN METODE REAKSI PADATAN KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 YANG DISINTESIS DENGAN METODE REAKSI PADATAN Disusun Oleh : SARI MAHMUDAH M0207057 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Pengaruh Konsentrasi Doping Ce (X) Terhadap Sifat Listik Material Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ under-doped M. Saputri, M. F. Sobari, A. I. Hanifah, W.A. Somantri,

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI

Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN SUPERKONDUKTOR Pb3Sr4Ca3Cu6Ox DENGAN VARIASI SUHU SINTERING MENGGUNAKAN METODE REAKSI PADATAN

KARAKTERISASI BAHAN SUPERKONDUKTOR Pb3Sr4Ca3Cu6Ox DENGAN VARIASI SUHU SINTERING MENGGUNAKAN METODE REAKSI PADATAN KARAKTERISASI BAHAN SUPERKONDUKTOR Pb3Sr4Ca3Cu6Ox DENGAN VARIASI SUHU SINTERING MENGGUNAKAN METODE REAKSI PADATAN Disusun Oleh: EFENDI YUSUF FAJRI M0211023 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika FMIPA UNDIP Abstrak Telah dilakukan sintesis superkonduktor BPSCCO-2223

Lebih terperinci

BAB IX SUPERKONDUKTOR

BAB IX SUPERKONDUKTOR BAB IX SUPERKONDUKTOR MATERI SUPERKONDUKTIVITAS 9.1. Superkonduktor suhu kritis rendah. 9.1.1.klasifikasi logam ( isolator, semikonduktor, konduktor,konduktor bagus,superkonduktor) 9.1.2.efek Meissner,suhu

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

MENGENAL SUPERKONDUKTOR Oleh : Sugata Pikatan

MENGENAL SUPERKONDUKTOR Oleh : Sugata Pikatan Kristal no.3/juli/1989 1 MENGENAL SUPERKONDUKTOR Oleh : Sugata Pikatan Superkonduktivitas suatu bahan bukanlah hal yang baru. Sifat ini diamati untuk yang pertama kalinya pada tahun 1911 oleh fisikawan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: Teknologi Superkomputer dan Teknologi Transmisi Daya Listrik serta Teknologi Kereta Api Berkecepatan Tinggi. Oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat

Lebih terperinci

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan salah satu sifat dari superkonduktor yang paling menarik, yaitu sifat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun tanpa adanya sumber tegangan (Rusdi, 2010). Suatu superkonduktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun tanpa adanya sumber tegangan (Rusdi, 2010). Suatu superkonduktor II. TINJAUAN PUSTAKA A. Superkonduktor 1. Definisi dan Sejarah Superkonduktor Superkonduktor adalah suatu material yang tidak memiliki hambatan di bawah suatu nilai suhu tertentu. Sehingga superkonduktor

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA DAERAH UNDER-DOPED

PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA DAERAH UNDER-DOPED Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 06, No. 02 (2016) 30 36 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Superkonduktor

Bahan Listrik. Bahan Superkonduktor Bahan Listrik Bahan Superkonduktor Superkonduktor Konsep superkonduktor : Suatu bahan yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa tahanan listrik sedikitpun. Apakah ini mungkin didapatkan? Superkonduktor

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hingga suhu 4 K atau -269ºC. Kemudian Onnes pada tahun 1911 mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. hingga suhu 4 K atau -269ºC. Kemudian Onnes pada tahun 1911 mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Superkonduktor Bahan superkonduktor pertama kali ditemukan pada tahun 1911 oleh seorang fisikawan Belanda dari Universitas Leiden yaitu Heike Kamerlingh Onnes. Pada tanggal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun Sebelumnya, pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun Sebelumnya, pada 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penemuan Superkonduktor Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Sebelumnya, pada

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN MATERIAL SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN METODA PADATAN

PROSES PEMBUATAN MATERIAL SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN METODA PADATAN PROSES PEMBUATAN MATERIAL SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN METODA PADATAN Lusiana Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Gedung 470, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan E-mail : lusianand@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR YBa 2 Cu 3 O 7-x DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR-X MENGGUNAKAN CELREF

KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR YBa 2 Cu 3 O 7-x DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR-X MENGGUNAKAN CELREF KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR YBa 2 Cu 3 O 7-x DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR-X MENGGUNAKAN CELREF DISUSUN OLEH: AHMAD FAJAR PURWANTO M0209003 SKRIPSI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

STRUKTUR BAHAN Y 1-X Pr X Ba 2 Cu 3 O 7-δ KERAMIK SUPERKONDUKTOR HASIL SINTESIS DENGAN REAKSI PADATAN SKRIPSI

STRUKTUR BAHAN Y 1-X Pr X Ba 2 Cu 3 O 7-δ KERAMIK SUPERKONDUKTOR HASIL SINTESIS DENGAN REAKSI PADATAN SKRIPSI STRUKTUR BAHAN Y 1-X Pr X Ba 2 Cu 3 O 7-δ KERAMIK SUPERKONDUKTOR HASIL SINTESIS DENGAN REAKSI PADATAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 216 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BAHAN MIKROPARTIKEL BERBASIS BSCCO FASA 2223 DI DOPING Sn DAN Pb

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BAHAN MIKROPARTIKEL BERBASIS BSCCO FASA 2223 DI DOPING Sn DAN Pb PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR BAHAN MIKROPARTIKEL BERBASIS BSCCO FASA 2223 DI DOPING Sn DAN Pb Eidi Sihombing *) dan Hariyati Lubis Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan Jl. Willem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sifat superkonduktivitas bahan ditemukan pertama kali oleh Heike Kammerlingh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sifat superkonduktivitas bahan ditemukan pertama kali oleh Heike Kammerlingh 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Superkonduktor Sifat superkonduktivitas bahan ditemukan pertama kali oleh Heike Kammerlingh Onnes pada tahun 1911. Pada saat itu, dia sedang mencoba mengamati hambatan jenis (resistivity)

Lebih terperinci

PENERAPAN SUPERKONDUKTOR DALAM TEKNOLOGI TRANSPORTASI KERETA MAGLEV (MAGNETIC LEVITATION) MAKALAH. Oleh FITRIA SEPTIANI NIM

PENERAPAN SUPERKONDUKTOR DALAM TEKNOLOGI TRANSPORTASI KERETA MAGLEV (MAGNETIC LEVITATION) MAKALAH. Oleh FITRIA SEPTIANI NIM PENERAPAN SUPERKONDUKTOR DALAM TEKNOLOGI TRANSPORTASI KERETA MAGLEV (MAGNETIC LEVITATION) MAKALAH disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah umum Bahasa Indonesia Oleh FITRIA SEPTIANI NIM 131364010 PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SUHU SINTERING PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR Pb 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 9

PENGARUH PERUBAHAN SUHU SINTERING PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR Pb 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 9 PENGARUH PERUBAHAN SUHU SINTERING PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR Pb 2 Ba 2 Ca 2 Cu 3 O 9 Dwi Teguh Rahardjo, Sri Budiawanti, Lita Rahmasari Pendidikan Fisika, FKIP, UNS Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta

Lebih terperinci

OPTIMASI KOMPOSISI MOLAR AWAL OFF-STOIKHIOMETRI PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM Bi-2223

OPTIMASI KOMPOSISI MOLAR AWAL OFF-STOIKHIOMETRI PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM Bi-2223 Berkala Fisika Indoneia Volume 8 Nomor 1 Januari 2016 OPTIMASI KOMPOSISI MOLAR AWAL OFF-STOIKHIOMETRI PADA SINTESIS SUPERKONDUKTOR SISTEM Bi-2223 Dwi Teguh Rahardjo E-mail: teguhra@yahoo.com, teguhra@gmail.com

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Anorganik Program Studi Kimia ITB. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan di Laboratorium Kimia Fisik

Lebih terperinci

PENGARUH DOPAN Pb DAN Sb TERHADAP ENERGI AKTIVASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212

PENGARUH DOPAN Pb DAN Sb TERHADAP ENERGI AKTIVASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 Urania Vol. 17 No. 1, Februari 2011: 1-54 ISSN 0852-4777 PENGARUH DOPAN Pb DAN Sb TERHADAP ENERGI AKTIVASI SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 Yustinus Purwamargapratala, Patrisius Purwanto Pusat Teknologi Bahan

Lebih terperinci

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU KALSINASI DAN SINTER UTIYA HIKMAH, DARMINTO, MALIK ANJELH B. Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

XRD ANALYSIS OF Bi-2212 SUPERCONDUCTORS: PREPARED BY THE SELF-FLUX METHOD

XRD ANALYSIS OF Bi-2212 SUPERCONDUCTORS: PREPARED BY THE SELF-FLUX METHOD Jurnal Natural Vol. 13, No.1, 213 XRD ANALYSS OF Bi-2212 SUPERCONDUCTORS: PREPARED BY THE SELF-FLUX METHOD Nurmalita, Nailul Amani#, Fauzi Jurusan Fisika FMPA, Universitas Syiah Kuala #Email: nailul.usk@gmail.com

Lebih terperinci

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : xnd x )Cu 3 O 10+δ ) M. Sumadiyasa Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana Bali

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : xnd x )Cu 3 O 10+δ ) M. Sumadiyasa Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana Bali Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : 1-5 1 Pengaruh Penggantian Ca dengan Nd pada Pembentukan Fase Bi-2223 pada Superkonduktor Sistem (Bi,Pb)-Sr-Ca-Cu-O: (Bi 1.4 Pb 0.6 )Sr 2 (Ca 2-x Nd x )Cu 3 O δ

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK

STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK Tantri Wahyuni Fakultas Teknik Universitas Majalengka Tantri_wahyuni80@yahoo.co.id Abstrak Pada suhu kritis tertentu, nilai resistansi dari

Lebih terperinci

Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz

Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz Zahratul Jannah AR Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS Disusun oleh : HENDRA ANGGA YUWONO M01041 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DOPAN Pb, Ba DALAM SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O FASA 1223 MELALUI METODE PENCAMPURAN BASAH

PENGGUNAAN DOPAN Pb, Ba DALAM SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O FASA 1223 MELALUI METODE PENCAMPURAN BASAH PENGGUNAAN DOPAN Pb, Ba DALAM SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-a-u-O FASA MELALUI METODE PENAMPURAN BASAH M Shohib Anwar, dan Darminto Jurusan Fisika FMIPA ITS Kampus ITS Suklilo, Surabaya 60 Email

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1911 fisikawan Belanda H.Kamerlingh-Onnes menemukan fenomena alam baru yang dinamakan Superkonduktivitas. Pada saat itu Onnes ingin mengukur resistansi listrik

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 Hendri, Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang,

Lebih terperinci

BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR

BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR 2. 1. Konsep Thermoelectric Modul thermoelectric yaitu alat yang mengubah energi panas dari gradien temperatur menjadi energi listrik atau sebaliknya dari energi listrik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik Program studi Kimia FMIPA ITB sejak bulan September 2007 hingga Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

The DC Electrical Resistivity Curves of Bismuth-2212 Ceramic Superconductors: Evaluation of the Hole-Carrier Concentrations per-cu Ion

The DC Electrical Resistivity Curves of Bismuth-2212 Ceramic Superconductors: Evaluation of the Hole-Carrier Concentrations per-cu Ion The DC Electrical Resistivity Curves of Bismuth-2212 Ceramic Superconductors: Evaluation of the Hole-Carrier Concentrations per-cu Ion Nurmalita* Laboratorium Fisika Material, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik 1.1 Usaha Magnetik. Interaksi magnetik merupakan hal yang menarik dalam bidang Fisika. Interaksi magnetik ini merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari

Lebih terperinci

PENGARUH DOPAN Pb TERHADAP FRAKSI VOLUME KRISTAL SUPERKONDUKTOR B(P)SCCO-2212

PENGARUH DOPAN Pb TERHADAP FRAKSI VOLUME KRISTAL SUPERKONDUKTOR B(P)SCCO-2212 PENGARUH DOPAN Pb TERHADAP FRAKSI VOLUME KRISTAL SUPERKONDUKTOR B(P)SCCO-2212 { THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF B(P)SCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL } Nurmalita Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Superkonduktor Bi2Sr2(Ca1,5Nd0,25Gd0,25)Cu3Oz, wet-mixing, nanopartikel, sintering, ferromagnetik, XRD, TEM, VSM.

ABSTRAK. Kata Kunci: Superkonduktor Bi2Sr2(Ca1,5Nd0,25Gd0,25)Cu3Oz, wet-mixing, nanopartikel, sintering, ferromagnetik, XRD, TEM, VSM. ABSTRAK Telah dilakukan sintesis mengenai optimasi waktu sintering pada pembentukan kristal nanopartikel Bi2Sr2(Ca1,5Nd0,25Gd0,25)Cu3Oz dengan metode wet-mixing. Proses sintesis dilakukan dengan melakukan

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari cara kerja kalorimeter 2. Menentukan kalor lebur es 3. Menentukan kalor jenis berbagai logam

I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari cara kerja kalorimeter 2. Menentukan kalor lebur es 3. Menentukan kalor jenis berbagai logam I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari cara kerja kalorimeter 2. Menentukan kalor lebur es 3. Menentukan kalor jenis berbagai logam II. DASAR TEORI III. Kalor itu sendiri sering kita identikkan dengan panas,

Lebih terperinci

THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF BSCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL

THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF BSCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL Jurnal Natural Vol. 11, No. 2, 2011 THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF BSCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL Nurmalita Jurusan Fisika FMIPA Universitas Syiah Kuala Email : nurmalitapatra@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zirkonium dioksida (ZrO 2 ) atau yang disebut dengan zirkonia adalah bahan keramik maju yang penting karena memiliki kekuatannya yang tinggi dan titik lebur

Lebih terperinci

Superfluid si cairan ajaib

Superfluid si cairan ajaib Superfluid si cairan ajaib Fenomena ajaib yang dikenal sebagai Superfluiditas telah berhasil menghantarkan sebuah Nobel Fisika bagi Anthony J. Leggett di tahun 2003 ini. Pria Inggris yang mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

Pengetahuan Bahan Listrik

Pengetahuan Bahan Listrik Pengetahuan Bahan Listrik (TKE 071103) Superkonduktor Iwan Setiawan Lembah Valley (Silicon Valley) Slamet Valley Petani Silikon! Petani Silikon Oleh Samaun Samadikun Kami adalah petani

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH

NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH Berkala Fisika Indonesia Volume 4 Nomor 1 & 2 Januari & Juli 2012 NANOKRISTALISASI SUPERKONDUKTOR (Bi,Pb) 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ DENGAN METODE PENCAMPURAN BASAH Lydia Rohmawati Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Superkonduktor Suatu bahan superkonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya hambatan, sehingga dapat mengalirkan arus listrik tanpa

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelompok Fisika Bahan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci