KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN"

Transkripsi

1 KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2012 Eko Handiwirawan NIM. D

4

5 ABSTRACT EKO HANDIWIRAWAN. The Variation and Utilization of Behavior of Caged Five Sheep Breeds for Increasing Production. Under direction of RONNY RACHMAN NOOR, CECE SUMANTRI, dan SUBANDRIYO. Potential utilization behavior to improve of sheep productivity was studied in four parts of the study. Three topics of research conducted to study opportunity of behavior to differentiate and estimation of genetic distances between five sheep breeds, indirect selection on body weight gain and productivity of ewe and identification of SNP DNA markers for aggressiveness. Topic of recent research is to find a method in behavioral research which easier, more concise and accurate and can represent overall of sheep behavior. Five of sheep breeds, i.e. Barbados Black belly Cross sheep (BC), Garut Composite (KG), Garut Local (LG), Sumatra Composite (KS) and St. Cross Croix (SC) used in this study. A set of CCTV equipment used to observe a sheep behavior and recorded in a video file. Canonical discriminant analysis and hierarchical clustering according to the Average Linkage method and the dendogram performed in the study of genetic differentiation and distance estimation. Meanwhile, multiple correspondence analysis (MCA) is performed for qualitative variables. Arena tests performed to determine temperament of sheep and its relationship with growth rate and ewe productivity. Analysis of variance to behavioral variables and blood serotonin concentration and analysis of DNA polymorphism exon 8 of MAOA gene were performed between aggressive and not aggressive group ram. Paired t test and correlation analysis to estimate a correlation between partial data and the whole data were performed to fourth study. The results showed that body measurements of sheep can be utilized to differentiate and estimate a genetic distance between the sheep breeds accurately. Sound characteristics of sheep has a great opportunity to be utilized in the differentiation and estimation of genetic distance between the sheep breeds but need improvement in the sound data collection methods. Meanwhile, the utilization of behavior data to differentiate and estimate of genetic distance between the sheep breeds was less accurate. Differentiator variables for body sizes was tail width, horn base circumference, long horns, long tail, body length, and skull width, while differentiator variables for sound call characteristics was the third quartile frequencies, middle frequencies, maximum frequencies and time of the first quartile frequencies. Post weaning sheep which more docile to the observer has a daily gain higher. Ewe which have more bleats have total weaning weight and lamb survival higher than those of ewe which less bleats when separated from their lamb. Aggressive and nonaggressive sheep have the same behavior, though aggressive sheep had higher blood serotonin concentrations compared to the group of non aggressive sheep. In this study, aggressive behavior in sheep was not associated with a mutation in exon 8 of MAOA gene. The use of 6 hours partial data was the best partial data to predict all of sheep behavior accurately. Key words: behavior, genetic distance, production, genetic markers of aggressiveness, partial data accuracy

6 RINGKASAN EKO HANDIWIRAWAN. Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi. Dimbimbing oleh RONNY RACHMAN NOOR, CECE SUMANTRI, dan SUBANDRIYO. Peningkatan produksi pada domba dapat dilakukan melalui persilangan dan seleksi. Pola dan karakteristik tingkah laku dikendalikan oleh satu atau banyak gen secara tidak langsung dalam proses fisiologi yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan. Keragaman beberapa sifat tingkah laku diperlihatkan antar bangsa dan di dalam bangsa domba dan beberapa sifat tingkah laku mempunyai hubungan yang erat dengan sifat produksi. Peluang fenotipe tingkah laku untuk dimanfaatkan dalam peningkatan produktivitas domba dipelajari melalui empat bagian penelitian utama. Penelitian pertama dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk pembedaan bangsa domba yang dapat dimanfaatkan dalam program persilangan. Penelitian kedua dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi pertumbuhan dan produktivitas induk domba pada lima bangsa domba. Penelitian ketiga dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada berbagai bangsa domba. Penelitian keempat dilakukan untuk mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Penelitian dilakukan di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor. Lima bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Blackbelly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Tingkah laku domba diamati dengan seperangkat peralatan CCTV dan direkam dalam bentuk file video. Sebanyak 24 peubah karakteristik suara, 19 peubah ukuran tubuh, tujuh nilai indeks morfologi dan 10 peubah sifat tingkah laku diamati dalam penelitian pembedaan bangsa domba. Analisis ragam, analisis diskriminan kanonikal, hierarchical clustering menurut Metode Average Linkage (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), dan dendogram untuk kelima bangsa domba dilakukan. Multiple correspondence analysis (MCA) digunakan untuk menganalisa peubah kategori sifat kualitatif. Tes arena dilakukan untuk menilai temperamen domba dan dihubungkan dengan laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Analisis ragam dan analisis korelasi dilakukan untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah produksi dan peubah tingkah laku domba. Sepuluh peubah durasi tingkah laku, konsentrasi serotonin darah dan runutan DNA ekson 8 gen MAOA dari kelompok domba jantan agresif dan tidak agresif diamati. Analisis ragam peubah tingkah laku, dan konsentrasi serotonin darah serta analisis polimorfisme runutan DNA ekson 8 gen MAOA dilakukan antar kelompok domba jantan agresif dan tidak agresif. Data parsial 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dari 8 jam pengamatan tingkah laku digunakan sebagai prediksi data tingkah laku 8 jam. Uji t berpasangan dan analisis korelasi untuk melihat keeratan korelasi antara data parsial dengan data utuh dilakukan. Ukuran bagian-bagian tubuh domba dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba secara akurat. Sementara itu, dengan perbaikan dalam metode pengumpulan data suara, karakteristik suara domba berpeluang

7 besar untuk dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba. Pemanfaatan data tingkah laku untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba memberikan hasil yang kurang akurat. Peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk ukuran bagian tubuh adalah peubah lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk, panjang ekor, panjang badan, dan lebar tengkorak. Sementara itu, peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum dan waktu frekuensi kuartil pertama. Indeks ukuran tubuh dapat digunakan untuk menilai tipe dan fungsi dari bangsa domba dan berdasarkan indeks ukuran tubuh bangsa domba Komposit Garut adalah tipe domba potong. Beberapa bangsa mempunyai korespondensi yang erat dengan sifat kualitatif warna tubuh dominan, pola warna tubuh, warna belang dan persentase belang yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Bangsa domba St. Croix cross jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos (satu warna), sedangkan bangsa domba St. Croix cross betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina Komposit Garut berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, dan persentase belang 1-10%. Domba muda bertemperamen lebih jinak terhadap pengamat mempunyai pertambahan bobot badan harian lebih tinggi. Tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah berkorelasi erat negatif dengan pertambahan bobot badan harian. Induk domba bersuara lebih banyak mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya. Persentase domba jantan yang berkarakter agresif pada setiap bangsa tidak lebih dari 10 persen kecuali pada bangsa domba Komposit Sumatera relatif agak tinggi yaitu sekitar 23 persen. Domba berkarakter agresif dan tidak agresif mempunyai tingkah laku yang realtif sama, meskipun demikian kelompok domba berkarakter agresif mempunyai konsentrasi serotonin darah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok domba yang tidak agresif. Sifat agresif pada domba tidak berkaitan dengan adanya mutasi pada ekson 8 gen MAOA. Terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data pengamatan 8 jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Kata kunci : tingkah laku, jarak genetik, produksi, penanda genetik sifat agresif, akurasi data parsial

8 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian dan seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

9

10 KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

11 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc. 2. Prof (R). Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA. 2. Prof (R). Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS.

12 HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi : Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi Nama : Eko Handiwirawan NIM : D Program Studi : Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP) Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. Ketua Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Anggota Prof. (R). Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc. Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Rarah Ratih A. Maheswari, DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : 29 Juni 2012 Tanggal Lulus :...

13

14 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2009 ini ialah genetika tingkah laku domba, dengan judul Keragaman Tingkah Laku Beberapa Bangsa Domba yang Dikandangkan dan Pemanfaatannya untuk Peningkatan Produksi. Disertasi ini memuat empat penelitian yang ditulis dalam empat bab tulisan ilmiah. Penelitian pertama yang berjudul Pembedaan Bangsa Domba Berdasarkan Karakteristik Suara, Fenotipe Tubuh dan Tingkah Laku disajikan pada bab tiga dan terdiri dari tiga sub penelitian, sedangkan penelitian kedua yang berjudul Hubungan Tingkah Laku dengan Laju Pertumbuhan dan Produktivitas Induk Domba disajikan pada bab empat yang terdiri dari dua sub penelitian. Sementara itu, penelitian ketiga yang berjudul Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Gen MAOA (Mono Amine Oxidase A) sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba dan penelitian keempat yang berjudul Perbandingan Akurasi Penggunaan Data Parsial dan Data Utuh pada Pengamatan Tingkah Laku Domba disajikan pada bab lima dan enam, masing-masing satu penelitian. Tiga penelitian pertama dilakukan untuk mengetahui sejauhmana sifat tingkah laku dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi melalui (1) Pembedaan bangsa domba yang informasinya dapat digunakan dalam program persilangan pada domba, (2) Seleksi tidak langsung sifat tingkah laku yang berkorelasi erat dengan sifat produksi, dan (3) Seleksi langsung menggunakan penanda genetik SNP DNA. Penelitian keempat dilakukan untuk memperoleh metode pengamatan tingkah laku pada domba yang mudah dan cepat akan tetapi cukup akurat untuk mendapatkan gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Komisi Pembimbing dalam penelitian ini yaitu Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. sebagai Ketua Komisi, Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. dan Prof (R). Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc., masing-masing sebagai Anggota Komisi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, pikiran dan arahan dimulai sejak diskusi awal dalam penentuan ide/topik penelitian, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, analisis data hingga penulisan disertasi. Penulis berdoa semoga beliau bertiga selalu diberi keluasan ilmu, kesehatan dan kemudahan di dalam melaksanakan tugastugasnya dan amal baiknya saat ini dicatat oleh-nya sebagai amal jariyah. 2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, selaku Ketua Komisi Pembinaan Tenaga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan program doktor. 3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan yang telah memberikan dorongan dan dukungan kepada penulis untuk menimba ilmu pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. 4. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Peternakan IPB, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP) beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan akademik dan administrasi dengan sangat baik. Ketua Program Studi / Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA, yang

15 senantiasa memberikan dukungan, dorongan motivasi dan segala kemudahan dalam setiap pelaksanaan tahapan akademik yang harus penulis jalani. 5. Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Rudy Priyanto atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi Doktor. Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc. dan Prof (R). Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS. atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup serta telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan disertasi. Dr. Ir. Achmad Machmud Thohari, DEA. dan Prof (R). Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS. atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka serta telah membuka dan menambah wawasan penulis. 6. Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Margawati (UPTD-BPPT), Garut, Jawa Barat, yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian di UPTD-BPPT Domba Margawati. 7. Prof. Dr. Laba Mahaputra dan Bu Ida, Laboratorium Endokrinologi, Departemen Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, yang telah memberikan bantuan teknis analisa hormon serotonin darah domba. 8. Senior penulis di kantor dalam bidang pemuliaan ternak, yaitu Prof (R). Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS, yang telah memperkaya wawasan penulis dalam bidang pemuliaan melalui diskusi-diskusi yang dilakukan dalam banyak kesempatan. Kepala Balai Penelitian Ternak dan Ir. Bambang Setiadi, MS, yang telah memberikan izin penggunaan materi penelitian domba Komposit Sumatera, St. Croix dan Lokal Garut di Kandang Percobaan Cilebut. Demikian pula kepada Prof (R). Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS, yang telah menambah pengetahuan dan ketrampilan penulis dalam menggunakan Program SAS untuk analisa data serta diskusi-diskusi yang terkait dengan penelitian penulis. 9. Pak Saeri dan Pak Kusma, masing-masing selaku kepala kandang percobaan domba Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor, beserta seluruh teknisi dan petugas kandang, diantaranya Pak Endang Sopian, Bu Siti Aminah, Pak Sumantri, Pak Tohir, Pak Ruchyat, Pak Nurjaya, Pak Asep Supriyadi, Pak Mukmin, dan lain-lain yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian di kandang percobaan domba. Bu Zulqolah Layla, teknisi Laboratorium Pemuliaan Ternak yang telah membantu dalam pengambilan sampel darah, isolasi DNA dan amplifikasi DNA target hingga sampel siap untuk disekuen. 10. Rekan seangkatan di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan tahun 2007, yaitu Dr. Ir. Aron Batubara, M.Sc., Dr. Ir. Bambang Ngaji Utomo, M.Sc., Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. dan Dr. Suryana, S.Pt., MP., yang telah saling bantu dalam memperdalam dan memperkaya wawasan ilmu, serta saling memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian studi. 11. Orang-orang terdekat dan terkasih yaitu Ayahnda Soebinto, Ibunda Harminah, Ayahnda Mertua Muhamad Zen Budjang dan Ibunda Mertua Hinomarti yang senantiasa mendorong dan memberikan dukungan serta doa sehingga kesulitan yang penulis hadapi menjadi semakin mudah dan ringan. Istriku, Ir. Eva Sukma Herlinamarty, yang telah memberikan kelonggaran hati melalui pengertian, pengorbanan, dan kesabarannya, dukungan dan dorongan serta doa yang tiada henti, menjaga semangat dan motivasi penulis, meringankan dan memudahkan penulis dalam berkonsentrasi di semua tahapan studi S3 ini. Kepada Ananda Muhammad Nafil Fauzan semoga semua ini dapat menjadi dorongan motivasi untuk berupaya keras meraih apa yang menjadi cita-citanya.

16 Besar harapan karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, dan bermanfaat bagi pembangunan peternakan di Indonesia. Bogor, Juli 2012 Eko Handiwirawan

17

18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 16 Mei 1967 sebagai anak sulung dari lima bersaudara dari pasangan Soebinto dan Harminah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, lulus pada tahun Pada tahun 1993, penulis menikah dengan Ir. Eva Sukma Herlinamarty dan dikaruniai seorang putra bernama Muhammad Nafil Fauzan yang lahir pada tanggal 9 September Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Ilmu Ternak pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi/Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (ITP) pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia. Penulis mulai bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor sejak tahun Tahun 1998 hingga 1999, penulis menjabat Asisten Peneliti Muda di Bidang Produksi Ternak merangkap Pj. Kepala Sub Bidang Publikasi Penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Tahun 2001 penulis menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Program pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Sejak tahun 2002 penulis menjabat sebagai Kepala Seksi Jasa Penelitian pada Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor dan berakhir pada tahun Tahun 2004, penulis menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Kerjasama Penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Tahun 2005, penulis menjabat Peneliti Muda di Bidang Pemuliaan dan Genetika Ternak merangkap sebagai Kepala Sub Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor yang berakhir saat penulis mulai menjalani tugas belajar program Doktor pada tahun Pada saat mengikuti pendidikan S3 (tahun 2010), penulis menjadi Sekretaris I Pengurus Pusat Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI). Sebuah artikel berjudul The Differentiation of Sheep Breed Based on the Body Measurements telah diterbitkan pada Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture (JITAA) Volume 36 Nomor 1 pada tahun Karya ilmiah tersebut berhasil meraih Peringkat III JITAA Award 2011 dari Dekan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian program S3 penulis.

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxiii DAFTAR GAMBAR... xxvi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 Hipotesis Penelitian... 5 Ruang Lingkup Penelitian... 5 Kerangka Pemikiran... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika... 9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Kontrol Genetik dan Pengaruh Lingkungan terhadap Sifat Tingkah Laku Pewarisan Sifat Tingkah Laku Tetua Bangsa Domba Komposit Pembeda Bangsa Ternak Tingkah Laku sebagai Pembeda Bangsa Karakteristik Suara sebagai Pembeda Bangsa Tingkah Laku sebagai Indikator Seleksi Penanda SNP untuk Sifat Agresif PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU Abstrak Abstract Pendahuluan Materi dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA Abstrak Abstract Pendahuluan Materi dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka

20 IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA Abstrak Abstract Pendahuluan Materi dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA Abstrak Abstract Pendahuluan Materi dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xxii

21 DAFTAR TABEL Halaman 1 Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai. 5 2 Estimasi nilai heritabilitas untuk beberapa sifat tingkah laku pada beberapa hewan ternak Lokus sistem golongan darah pada domba 23 4 Lokus untuk polimorfisme biokimia pada domba Model pewarisan tanduk dan scurs Karakteristik tingkah laku yang disukai pada saat domestikasi 28 7 Contoh beberapa sifat tingkah laku yang memberikan respon jika diseleksi Panjang runutan mrna gen MAOA pada beberapa spesies Jumlah sampel bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) yang digunakan dalam penelitian karakteristik suara, fenotipe dan tingkah laku Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Struktur total kanonik peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Ringkasan karakteristik sifat kualitatif domba jantan dan betina Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berdasarkan persentase terbanyak dari setiap sifat kualitatif Rataan kuadrat terkecil beberapa ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Struktur total kanonik peubah ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC).. 67 xxiii

22 15 Nilai indeks ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Lokal Garut (LG), Komposit Garut (KG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku untuk bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) Struktur total kanonik peubah tingkah laku bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah karakteristik suara Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah ukuran tubuh Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah sifat tingkah laku Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba Kriteria dan cara pengelompokkan domba muda dan domba induk ke dalam 3 kategori tingkah laku Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian dan tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian berdasarkan kategori tingkah laku domba Koefisien korelasi antara peubah pertambahan bobot badan harian dan peubah tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi dan tingkah laku induk bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi induk berdasarkan kategori tingkah laku domba xxiv

23 28 Koefisien korelasi antara peubah tingkah laku dan peubah produksi induk Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba Banyaknya siklus, suhu dan lama proses amplifikasi yang diprogramkan pada PCR Jumlah domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif pada berbagai bangsa domba Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku berdasarkan pengelompokan domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta interaksi antara karakter dan bangsa domba Konsentrasi serotonin darah menurut bangsa dan karakter domba dan interaksi karakter dan bangsa domba Translasi runutan asam amino dari ekson 8 gen MAOA domba normal dan domba yang mengalami mutasi insersi Periode pengamatan tingkah laku data utuh (8 jam) yang digunakan dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari (24 jam) Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam) Rataan durasi setiap tingkah laku untuk data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi ke durasi 8 jam Koefisien korelasi antara data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi untuk setiap tingkah laku. 150 xxv

24 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alur kerangka penelitian 7 2 Faktor genetik dan lingkungan yang menentukan populasi dan fenotipe tingkah laku individu (Craig 1981) Diagram kontrol gen-gen terhadap tingkah laku yang bekerja secara tidak langsung melalui sistem fisiologi (Plomin et al. 1990) 12 4 Domba Barbados Black Belly jantan (a) dan betina (b) serta domba jantan American Black Belly (c) (Barbados Black Belly Sheep Association International Int l 2011) Domba St. Croix jantan (a) dan betina (b) (Rising Sun Farm 2006) Domba Charollais jantan (a) dan betina (b) (Coldharbour Charollais 2008) 18 7 Domba lokal Sumatera jantan (a) dan betina (b) (atas kebaikan Prof (R). Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc., Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor) 18 8 Domba Garut jantan (a) dan kelompok domba Garut betina (b) Keberadaan tanduk (a = jantan dan b = betina), warna tanduk (c = jantan dan d = betina) dan orientasi tanduk (e = jantan dan f = betina domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Profil muka domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b) Keragaman keberadaan tanduk (a, b, c, d, e, f, i, = domba jantan bertanduk; h = domba betina bertanduk; g, j = domba jantan tidak bertanduk), warna tanduk (d, h = hitam; a, b, e, f, i = kuning; c = hitam kuning), orientasi tanduk (d, f = lurus; b, i = agak melengkung; a, c = melingkar; e = tonjolan), profil muka (b, i =cembung; d, j = lurus) Warna tubuh dominan domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j) Pola warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b) xxvi

25 14 Warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j) Persentase warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b) Keragaman warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) Keragaman warna tubuh domba Komposit Garut (KG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) Keragaman warna tubuh domba Lokal Garut (LG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) Keragaman warna tubuh domba Komposit Sumatera (KS) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) Keragaman warna tubuh domba St. Croix Cross (SC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j) Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan sifat-sifat kualitatif kepala Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan sifat-sifat kualitatif kepala Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan warna tubuh Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan warna tubuh Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan karakteristik suara Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan ukuran tubuh Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan tingkah laku Dendogram berdasarkan jarak Mahalanobis dari lima bangsa domba menggunakan data (a) karakteristik suara, (b) ukuran tubuh dan (c) tingkah laku Denah kandang pengujian temperamen domba xxvii

26 30 Kurva larutan standar hubungan antara nilai NET-rataan optical density dengan konsentrasi serotonin (ng/ml) berdasarkan persamaan matematis non linier terbaik Diagram mrna gen MAOA Mus musculus yang digambarkan berdasarkan runutan yang dipublikasikan oleh NCBI dengan kode aksesi NM_ dan runutan ekson 8 gen tersebut pada Mus musculus dan Bos taurus (kode aksesi EF672353) Produk yang diperoleh dari hasil amplifikasi primer yang didesain khusus pada ekson 7 (forward) dan ekson 9 (reverse) dengan ukuran sekitar 1800 pb Runutan DNA ekson 8 gen MAOA pada beberapa bangsa domba yang berkarakter agresif dan tidak agresif serta runutan DNA ekson 8 gen MAOA Bos taurus Runutan asam amino ekson 8 gen MAOA pada beberapa bangsa domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta runutan asam amino ekson 8 gen MAOA Bos taurus Runutan DNA ekson 8 gen MAOA pada seekor domba SC bernomor 5099 yang mengalami mutasi insersi dibandingkan dengan runutan DNA domba normal xxviii

27 PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba sampai saat ini pengusahaannya masih didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Perkiraan sumbangan pendapatan usaha ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) terhadap total pendapatan petani di beberapa lokasi di Jawa Barat berkisar antara 13,3 25,9 persen dan cenderung lebih besar pada petani tanpa lahan dan petani subsisten yakni mencapai hampir seperempat dari total pendapatan atau berkisar antara 21,6 25,9 persen (Knipscheer et al. 1987). Berdasarkan Sensus Pertanian tahun 2003 jumlah rumah tangga peternak domba mencapai , dan dibandingkan dengan 4 komoditas ruminansia yang lain (sapi potong, sapi perah, kerbau dan kambing) jumlah rumah tangga peternak domba menempati posisi ketiga di bawah peternak sapi potong dan kambing (DITJENNAK 2010). Berdasarkan data tersebut maka upaya peningkatan produktivitas domba rakyat akan memberi dampak kepada cukup banyak ekonomi rumah tangga. Peningkatan produktivitas domba dalam pemuliaan dapat diupayakan melalui persilangan dan seleksi. Persilangan mempunyai tujuan utama untuk menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda yang semula terdapat dalam dua bangsa ternak ke dalam satu bangsa silangan (Hardjosubroto 1994). Persilangan tiga bangsa domba untuk membentuk bangsa komposit di Indonesia yang berhasil meningkatkan produktivitas keturunannya antara lain adalah pembentukan domba Komposit Garut (Nafiu 2003) dan domba Komposit Sumatera (Subandriyo et al. 2000; 2001; 2002). Seleksi terhadap suatu sifat produksi dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan menseleksi sifat yang diinginkan, namun juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan menseleksi sifat lain yang memiliki korelasi genetik positif. Warwick et al. (1990) mengemukakan bahwa hubungan genetik positif semacam ini terutama berguna dalam keadaan suatu sifat yang diinginkan sangat sukar atau mahal untuk diukur tetapi secara genetis berkorelasi dengan sifat lain yang dapat lebih mudah diukur serta menentukan tekanan optimal untuk menseleksi sifat-sifat yang berbeda. Studi-studi tingkah laku telah membuktikan secara jelas bahwa gen mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap tingkah laku (Jensen 2002), bukti-bukti bahwa sifat-sifat tingkah laku diwariskan telah ditemukan pada beberapa spesies (Hinch 1997).

28 2 Beberapa sifat tingkah laku dikontrol oleh gen tunggal dan banyak sifat-sifat tingkah laku yang lain dipengaruhi oleh sejumlah besar gen. Pola tingkah laku adalah hasil dari interaksi kompleks antara stimulasi eksternal dan kondisi internal (McFarland 1999). Sehubungan dengan hal itu, studi terhadap sifat tingkah laku dapat dilakukan sebagaimana studi terhadap sifat-sifat fenotipe yang lain untuk mempelajari karakteristik bangsa pada suatu individu maupun populasi. Identifikasi dan jarak genetik bangsa adalah sangat penting sebagai informasi awal dan salah satu pertimbangan dalam melakukan persilangan jika salah satu tujuannya untuk mendapatkan efek heterosis. Pembedaan bangsa dan estimasi jarak genetik dengan mempergunakan data ukuran tubuh dan atau molekuler telah dilakukan pada sapi (Sarbaini 2004; Abdullah 2008), domba (Suparyanto et al. 2000; 2002), kambing (Herrera et al. 1996; Zaitoun et al. 2005), kelinci (Brahmantiyo 2006). Studi tingkah laku untuk membedakan bangsa hewan pada beberapa spesies telah dilaporkan, sebagai contoh terdapat perbedaan karakteristik tingkah laku pada bangsa anjing Spaniel dan Basenjis (McFarland 1999) dan perbedaan suara nyanyian spesies jangkrik Teleogryllus oceanicus, Teleogryllus commodus dan hibridnya (Bentley dan Hoy 1972) serta perbedaan kokok ayam lokal Indonesia (Rusfidra 2004). Mengukur ukuranukuran bagian tubuh domba dengan terlebih dahulu menangkap domba sampel tidak selalu mudah dilakukan terutama untuk domba-domba yang terbiasa dilepas di padang penggembalaan atau untuk feral animal atau hewan liar. Dalam keadaan demikian, data karakteristik suara dan tingkah laku masih dapat diperoleh dan diduga dapat digunakan dalam pembedaan bangsa serta pendugaan jarak genetik. Berdasarkan penelitian terdahulu, penggunaan data tingkah laku dan analisa suara untuk pembedaan bangsa domba mungkin untuk dilakukan dan perlu dilakukan sebagai salah satu alternatif pengembangan metode yang dapat dilakukan untuk pembedaan bangsa domba. Keragaman beberapa sifat tingkah laku diperlihatkan antar bangsa dan di dalam bangsa domba (Hinch 1997). Apabila masih ada variasi genetik dalam tingkah laku yang berhubungan dengan produksi ternak, kemajuan genetik memungkinkan untuk dilakukan (Goddard 1980). Dua sifat produksi yang penting dan sering dijadikan indikator dalam seleksi domba adalah laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Ada dua hal yang menjadi kendala bagi peternak dalam upaya memperbaiki produktivitas domba yang dipelihara melalui seleksi, yaitu skala pemeliharaan yang kecil dan tidak

29 3 mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya. Alternatif yang dapat dilakukan adalah menggunakan seleksi secara tidak langsung untuk sifat tingkah laku tertentu yang mempunyai korelasi yang kuat dengan kedua sifat produksi tersebut. Pengamatan sifat tingkah laku lebih mudah dilakukan bagi kebanyakan peternak domba untuk meningkatkan produktivitas domba yang dipeliharanya. Voisinet et al. (1997) mengevaluasi skor temperamen beberapa kelompok bangsa sapi dan menunjukkan bahwa meningkatnya skor temperamen secara nyata menurunkan pertambahan bobot badan harian. Sapi yang lebih pendiam dan lebih tenang selama handling mempunyai rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan sapi yang menjadi gelisah selama handling rutin. Tingkah laku induk adalah suatu sifat pada domba yang terutama dihubungkan dengan kemampuan pengasuhan dan sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadap variasi dalam kemampuan hidup anak domba (Hinch 1997). Apabila terdapat korelasi yang kuat antara sifat tingkah laku yang relevan dengan kedua sifat produksi tersebut maka dapat digunakan sebagai indikator seleksi secara tidak langsung (indirect selection). Dalam jumlah kecil terdapat domba jantan yang bersifat agresif, mudah berespon menyerang baik kepada manusia maupun domba jantan yang lain. Serangan terhadap pekerja kandang sering dapat berbahaya sehingga diperlukan manajemen khusus untuk menghindari bahaya tersebut. Domba Garut sebagai domba tangkas diduga juga merupakan tipe domba yang agresif. Gen MAOA (Mono Amine Oxidase A) telah dilaporkan mempunyai peran penting terkait dengan sifat agresif pada manusia dan tikus. Mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA berhubungan dengan gangguan pengendalian sifat agresif (Brunner et al. 1993; Cases et al. 1995). Mutasi menyebabkan kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine (noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina eksogenous (Andrés et al. 2004). Beberapa neurotransmitter yang dipecah oleh enzim MAOA tersebut harus dipecah karena konsentrasinya yang meningkat abnormal akan menyebabkan individu bereaksi secara berlebihan dan kadangkala bahkan secara keras (Morell 1993). Penyebab domba jantan mempunyai sifat yang sangat agresif belum diketahui. Apabila mutasi titik yang terjadi pada gen MAOA tikus sejalan dengan kejadian yang terjadi pada domba maka fakta sifat agresif pada domba dapat dijelaskan secara ilmiah dan di sisi

30 4 lain penanda DNA (deoxyribo nucleic acid) SNP (single nucleotide polymorphism) yang diuji pada penelitian ini dapat digunakan sebagai penanda seleksi sifat agresif pada domba. Salah satu bagian penting dari sekian rangkaian dalam membuat desain penelitian tingkah laku adalah dalam hal pengumpulan data. Pengumpulan data dimulai dengan pilihan metode sampling yang sesuai dan peralatan untuk memastikan validitas, akurasi dan kehandalan dari data yang dikumpulkan (Lehner 1987). Pengamatan tingkah laku dengan cara merekam saat ini cenderung lebih dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan. Salah satu kekurangannya adalah analisa data rekaman video tingkah laku memerlukan waktu yang lama karena dalam memutar film video juga diperlukan putar diperlambat (slow motion) dan putar ulang (play back). Sehubungan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian penggunaan durasi data parsial terbaik yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data utuh dari data tingkah laku yang dikumpulkan dengan alat perekam video. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1. Mempelajari keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk pembedaan bangsa domba. 2. Mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (pertumbuhan dan produktivitas induk) domba pada lima bangsa domba. 3. Mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. 4. Mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain : 1. Sebagai salah satu alternatif cara untuk membedakan bangsa domba berdasarkan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan sifat tingkah laku. 2. Diperolehnya informasi besarnya keeratan hubungan beberapa sifat tingkah laku dengan beberapa sifat produksi (laju pertumbuhan dan sifat keindukan) pada domba dapat dijadikan alternatif indikator dalam seleksi secara tidak langsung pada domba.

31 5 3. Identifikasi mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang berhubungan dengan sifat agresif pada domba dapat menjadi penanda DNA untuk melakukan seleksi sifat agresif pada domba. 4. Sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku secara keseluruhan pada domba. Hipotesis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Setiap bangsa domba mempunyai karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku yang berbeda. 2. Beberapa sifat tingkah laku mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa sifat produksi. 3. Mutasi titik di ekson 8 gen MAOA pada domba berhubungan dengan sifat agresif. 4. Pengamatan penggunaan data parsial yang tepat dapat menggambarkan tingkah laku domba secara keseluruhan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi lima tahapan penelitian dan beberapa penelitian terdiri dari beberapa sub penelitian. Gambaran secara keseluruhan ruang lingkup penelitian dirangkum seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tahapan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai Tahapan Penelitian Penelitian I Penelitian II Penelitian III Penelitian IV Tujuan Mempelajari keragaman dan perbedaan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku antar bangsa domba untuk digunakan sebagai pembeda bangsa. Mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (pertumbuhan dan produktivitas induk) domba pada lima bangsa domba. Mengidentifikasi penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. Mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan.

32 6 Penelitian I dilakukan untuk mempelajari peluang pemanfaatan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk digunakan sebagai pembeda bangsa. Penelitian II dilakukan untuk mempelajari indikator seleksi tidak langsung untuk sifat produksi (pertumbuhan dan produktivitas induk) berdasarkan sifat tingkah laku. Peneltian III dilakukan untuk mengidentifikasi penanda DNA SNP sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. Sementara itu, penelitian IV dilakukan untuk mendapatkan metode pengamatan tingkah laku yang mudah dan dapat mewakili gambaran fenotipe tingkah laku domba. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan berdasarkan tinjauan dari bahan pustaka yang terkait dengan topik dengan kerangka pemikiran yang disusun seperti digambarkan pada Gambar 1. Fenotipe tingkah laku sebagaimana fenotipe sifat-sifat hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi dari genetik dan lingkungan (Ewing et al. 1999). Faktor lingkungan dapat berasal dari internal ataupun eksternal dari individu domba. Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan oleh gen tunggal, namun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen (McFarland 1999). Fenotipe tingkah laku anggota individu dari kelompok/bangsa domba tertentu mempunyai kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota individu dari kelompok/bangsa domba yang lain karena genotipe setiap kelompok/bangsa domba mempunyai karakteristik yang khas untuk setiap kelompok dan kesamaan yang lebih tinggi di antara anggota kelompok tersebut dibandingkan dengan kelompok/bangsa domba yang lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka fenotipe tingkah laku dapat digunakan untuk membedakan kelompok/bangsa domba. Konsekuensi dari fenotipe tingkah laku yang dikendalikan secara genetik maka fenotipe tingkah laku tersebut diwariskan oleh tetua kepada keturunannya. Bukti-bukti bahwa fenotipe tingkah laku dapat diwariskan telah ditemukan pada banyak spesies, seperti pada serangga (Roff dan Mousseau 1987) dan tikus (DeFries et al. 1974). Hasil review yang disampaikan Buchenauer (1999) menunjukkan bahwa terdapat variasi fenotipe tingkah laku antar bangsa dan dari nilai heritabilitas menunjukkan banyak fenotipe tingkah laku yang akan memberikan respon bila diseleksi.

33 7 FAKTOR INTERNAL GENOTIPE FAKTOR EKSTERNAL FENOTIPE SIFAT KUALITATIF SIFAT KUANTITATIF SIFAT TINGKAH LAKU PEMANFAATAN PERBEDAAN FENOTIPE TINGKAH LAKU SEBAGAI PEMBEDA BANGSA KORELASI FENOTIPE TINGKAH LAKU DENGAN SIFAT PRODUKSI (INDIKATOR SELEKSI) KORELASI FENOTIPE TINGKAH LAKU DENGAN GENOTIPE (PENANDA GENETIK) Gambar 1. Diagram alur kerangka penelitian Dua sifat produksi yang sangat penting dalam usaha ternak domba adalah laju pertumbuhan dan daya hidup anak. Hasil penelitian Voisinet et al. (1997) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara temperamen dengan laju pertambahan bobot badan pada beberapa bangsa sapi, dimana meningkatnya skor temperamen secara nyata menurunkan pertambahan bobot badan harian pada beberapa bangsa sapi. Goddard (1980) mengemukakan beberapa keadaan dimana seleksi untuk tingkah laku bisa bermanfaat, salah satunya adalah seleksi terhadap tingkah laku keindukan akan lebih akurat untuk meningkatkan daya hidup anak (lamb survival).

34 8 Fenotipe tingkah laku yang dikontrol oleh gen tunggal lebih mudah dipelajari dengan adanya perubahan/mutasi pada gen tersebut. Gen MAOA telah dilaporkan mempunyai peran penting terkait dengan sifat agresif pada manusia dan tikus. Mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA berhubungan dengan gangguan pengendalian sifat agresif (Bruner et al. 1993; Cases et al. 1995). Kerja suatu gen dan fungsi enzim yang dihasilkan umumnya sama pada beberapa spesies walaupun bisajadi runutan DNA dan asam amino hormon yang dihasilkan berbeda. Temuan pada manusia dan tikus tersebut dapat menjadi dasar penelitian lanjutan untuk domba yang mempunyai sifat agresif. Apabila hasil penelitian pada manusia dan tikus tersebut sejalan dengan yang terjadi pada domba maka identifikasi SNP pada gen MAOA domba dapat digunakan sebagai penanda genetik untuk seleksi sifat agresif pada domba.

35 9 TINJAUAN PUSTAKA Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika Baker (2004) mengemukakan definisi tingkah laku adalah aktivitas tingkah laku makhluk hidup yang dihasilkan sebagai sebuah keseluruhan dalam bereaksi dengan dunia di sekelilingnya. Sementara itu, Craig (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku bisa didefinisikan sebagai pergerakan hewan, termasuk perubahan dari bergerak ke tidak bergerak, yang dihasilkan sebagai reaksi rangsangan eksternal atau internal. Tingkah laku dapat dihasilkan dalam keadaan sadar/disengaja atau tidak sadar/bergerak tanpa sadar atau secara naluriah (instinctual). Manifestasi fisik dari penyakit adalah juga tingkah laku. Sebagian tingkah laku seragam untuk seluruh spesies, sementara itu tingkah laku yang lain adalah unik untuk hewan tertentu (Baker 2004). Ethology adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan (Craig 1981; Jensen 2002). Sejak tahun 1960, ethology berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan hingga saat ini. Ethology terapan tidak hanya berhubungan dengan kesejahteraan hewan (animal welfare) akan tetapi mencakup beberapa bidang yaitu evaluasi kesejahteraan hewan (welfare assessment), optimalisasi produksi (optimizing production), pengendalian tingkah laku (behavioural control), dan kelainan tingkah laku (behavioural disorders) (Jensen 2002). Sehubungan dengan adanya keterkaitan yang sangat erat antara tingkah laku dengan genotipe, maka berkembang hingga kini bidang ilmu Genetika Tingkah Laku (Behaviour Genetics). Genetika tingkah laku adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara faktor genetik dan lingkungan untuk menjelaskan perbedaan tingkah laku individu (Baker 2004) atau mempelajari pengaruh perbedaan genotipe terhadap tingkah laku (Goddard 1980). Bidang genetika tingkah laku bisa dikatakan menjadi kuat ketika Fuller dan Thompson pada tahun 1960 mempublikasikan buku berjudul Genetika Tingkah Laku. Buku tersebut menceritakan sejarah studi psikologi tingkah laku dan inteligensia manusia dari awal abad tersebut dan mereview bukti pengaruh genetik terhadap tingkah laku (McFarland 1999). Genetika tingkah laku merupakan bidang ilmu yang mengkombinasikan antara perspektif ilmu genetika dan ilmu tingkah laku (Plomin et al. 1990).

36 10 Terdapat beberapa peluang aplikasi dari ilmu Genetika Tingkah Laku dalam upaya peningkatan produksi ternak seperti dikemukakan oleh Goddard (1980) yaitu (1) Penggunaan tingkah laku sebagai kriteria seleksi, (2) Pengenalan interaksi genotipelingkungan, (3) Penggunaan variasi genetik untuk mempelajari hubungan antar sifat, (4) Penjelasan perbedaan genetik dalam sifat-sifat produksi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Gen pool dalam suatu populasi hewan selalu mengalami perubahan frekuensi gen secara perlahan dalam lingkungan alami. Perubahan frekuensi gen dalam populasi dapat terjadi secara cepat bila terdapat campur tangan manusia. Beberapa faktor yang dapat merubah frekuensi gen dalam suatu populasi adalah mutasi, migrasi antar populasi, penghanyutan genetik (random genetic drift) dan seleksi. Pengaruh keempat faktor tersebut; yang dapat tidak sama; menentukan frekuensi gen dan karakteristik dari suatu populasi, dan secara acak diteruskan kepada generasi berikutnya. Gen pool dari suatu populasi berevolusi di bawah pengaruh seleksi alam untuk menyediakan bahan dasar tingkah laku adaptif umum di bawah kondisi alami. Hewan domestik dipelihara secara intensif maka penting disadari bahwa seleksi atas suatu sifat yang diinginkan bisa juga mempengaruhi tingkah laku. Kadang-kadang sifat tingkah laku diseleksi secara langsung. Keefektifan seleksi, baik seleksi alam dan buatan, tergantung kepada variasi genetik yang ada sebelumnya yang disediakan oleh mutasi. Pada beberapa kasus, hewan bermigrasi dari satu populasi ke populasi yang lain, yang dengan cara demikian memasukkan sebuah pool gen yang berbeda. Di lain pihak, frekuensi gen dari populasi yang relatif kecil, yang terisolasi, mungkin untuk berubah secara nyata karena random genetic drift (Craig 1981). Pada Gambar 2 ditunjukkan beberapa penentu utama dari tingkah laku individu hewan. Fenotipe seperti yang terlihat adalah tingkah laku yang terobservasi. Tingkah laku dipengaruhi oleh satu set gen-gen yang dimiliki hewan (genotipe), suatu kombinasi unik yang tidak dimiliki hewan lain kecuali saudara kembar identiknya. Seekor hewan mempunyai banyak gen-gen yang umum dengan individu lain di dalam populasi dimana hewan tersebut menjadi bagian dari populasi tersebut, dan tingkah lakunya lebih banyak mirip dengan individu anggota-anggota populasi tersebut dibandingkan dengan individu anggota populasi yang lain (Craig 1981).

37 11 Di samping genotipe, status fisiologi hewan, lingkungan umum, kejadian yang baru terjadi, dan stimulus yang terjadi saat ini juga mempengaruhi tingkah lakunya. Tingkat nutrisi, pengaruh musim seperti panjang hari dan temperatur, kesehatan, pengalaman sebelumnya, dan pelajaran, semuanya dapat mempengaruhi aktivitas tingkah laku yang terlihat (Craig 1981). Mutasi genetik Migrasi individu antar populasi Gen pool populasi Random genetic drift, populasi terisolasi Perubahan frekuensi gen secara perlahan dalam lingkungan alami Seleksi individu yang paling fit Sampling gen melalui reproduksi seksual ke individu atau generasi berikutnya Lingkungan internal atau status fisiologi : Umur Jenis kelamin Kelaparan Kesehatan dan lain-lain Genotipe Lingkungan Eksternal Fisik : Nutrisi Panjang hari Temperatur Pembatasan pergerakan dan lain-lain Sosial : Ukuran kelompok Parental contact Sexual grouping dan lain-lain Fenotipe : Tingkah laku individu Gambar 2. Faktor genetik dan lingkungan yang menentukan populasi dan fenotipe tingkah laku individu (Craig 1981)

38 12 Kontrol Genetik dan Pengaruh Lingkungan terhadap Sifat Tingkah Laku Tingkah laku sebagaimana semua sifat-sifat hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor tersebut beraksi dalam keselarasan untuk membentuk pola dan karakteristik tingkah laku (Ewing et al. 1999). Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan oleh gen tunggal, seperti dibuktikan dari hasil penelitian Rothenbuhler pada tahun 1964 mengenai sifat tingkah laku bersih (hygienic) dan tidak pembersih (nonhygienic) pada lebah madu (Apis mellifera), meskipun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen, seperti dibuktikan hasil penelitian Bentley dan Hoy pada tahun 1972 mengenai suara jangkrik (calling song) (McFarland 1999). Tingkah laku dapat merupakan hasil dari aktivitas banyak gen di tengah pengaruh banyak faktor lingkungan (Baker 2004). Lingkungan 1 (L1) L2 Gen 1 (G1) Protein 1 (P1) Intermediary 1 (I1) Tingkah Laku 1 (T1) G2 P2 I2 I3 T2 G3 P3 I4 I5 T3 L3 L4 L5 Pendekatan dengan titik perhatian gen (Gene-centered approach) Pendekatan dengan titik perhatian fisiologi (Physiology-centered approach) Pendekatan dengan titik perhatian tingkah laku (Behaviorcentered approach) Gambar 3. Diagram kontrol gen-gen terhadap tingkah laku yang bekerja secara tidak langsung melalui sistem fisiologi (Plomin et al. 1990)

39 13 Plomin et al. (1990) mengemukakan kerja gen yang mengontrol tingkah laku sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Gen-gen mengkode produksi protein tertentu atau mengatur aktivitas dari gen-gen lain. Protein tidak secara langsung menyebabkan tingkah laku. Sebagai contoh satu gen (G2) mengkode protein tertentu (P2), meskipun demikian protein tersebut tidak menyebabkan tipe tingkah laku tertentu. Protein berinteraksi dengan intermediary fisiologi lain (seperti I2) yang bisa berupa hormon atau neurotransmitter atau bisa juga property struktural dari sistem syaraf. Faktorfaktor lingkungan (seperti L2, yang bisa berupa nutrisi) bisa juga terlibat. Pengaruhpengaruh tersebut akhirnya dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkah laku dalam pengaturan tertentu. Pengaruh genetik terhadap tingkah laku berhubungan dengan path yang tidak langsung dan kompleks di antara gen-gen dan tingkah laku melalui protein dan sistem fisiologi. Hewan melakukan homeostasis untuk menghadapi perubahan lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi atau mengganggu proses fisiologi normal internal tubuhnya. Proses tersebut adalah proses fisiologi yang demikian kompleks dan khas di dalam tubuh hewan yang selalu mempertahankan status kondisi tubuh yang paling stabil untuk hidup sebagai reaksi adanya kondisi lingkungan eksternal yang berubah. Peran homeostasis yang dilakukan oleh tingkah laku dalam mengontrol lingkungan internal bervariasi tergantung oleh spesies dan penyebabnya (McFarland 1999). Gambar 3 juga menunjukkan pendekatan-pendekatan untuk mempelajari genetika tingkah laku. Plomin et al. (1990) menjelaskan lebih jauh bahwa gene-centered approach mulai dengan gen tunggal dan mempelajari pengaruhnya terhadap tingkah laku, misalnya mempelajari mutasi gen tunggal dan mengamati pengaruh tingkah lakunya. Pendekatan yang lain (physiology-centered approach) terfokus kepada intermediary fisiologi antara gen-gen dan tingkah laku. Kedua pendekatan tersebut menempatkan tingkah laku benar-benar hanya sebuah alat untuk memahami kerja gengen dan sistem fisiologi. Pendekatan ketiga (behavior-centered approach) mulai dengan tingkah laku. Tingkah laku dipilih tidak karena kesederhanaan genetik atau fisiologinya tetapi lebih karena daya tarik intrinsik (intrinsic interest) atau relevansi sosial (social relevance) nya.

40 14 Pewarisan Sifat Tingkah Laku Sebagai konsekuensi dari sifat tingkah laku yang dikendalikan secara genetik maka sifat tingkah laku tersebut diwariskan oleh tetua kepada keturunannya. Buktibukti bahwa sifat-sifat tingkah laku dapat diwariskan telah ditemukan pada banyak spesies, seperti pada serangga (Roff dan Mousseau 1987) dan tikus (DeFries et al. 1974). Heritabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar suatu sifat diwariskan kepada keturunannya. Hardjosubroto (1994) mengemukakan bahwa pada umumnya heritabilitas dikatakan rendah bila nilainya berkisar antara 0 sampai 0.1, sedang atau intermedia bila nilainya 0.1 sampai 0.3 dan tinggi bila melebihi 0.3. Tabel 2. Estimasi nilai heritabilitas untuk beberapa sifat tingkah laku pada beberapa hewan ternak Spesies Sifat Tingkah Laku Heritabilitas (%) Sapi Temperamen (kemudahan penanganan selama pemerahan) Nilai dominansi sosial 0 29 Skor kejinakan 22 Skor pergerakan 0-67 Skor temperamen 0-67 Skor temperamen maternal Babi Avoidance learning (pada umur 3 minggu) 50 Kuda Kecepatan berlari Berjalan, kecepatan derap langkah 40 Skor pergerakan 40 Skor temperamen 25 Kemampuan daya tarik 25 Ayam Konsumsi pakan (broiler), 4 8 minggu Sifat agresif, dominansi sosial Frekuensi perkawinan (jantan) Learning factors 9-28 Sumber : Craig (1981) dan Buchenauer (1999) Pengetahuan tentang besarnya heritabilitas penting dalam mengembangkan seleksi dan rencana perkawinan untuk memperbaiki ternak. Pengetahuan tersebut memberikan dasar untuk menduga besarnya kemajuan untuk program pemuliaan yang berbeda-beda dan memungkinkan untuk membuat keputusan yang penting mengenai

41 15 kesepadanan biaya program dengan hasil yang diharapkan. Manfaat lain dari heritabilitas adalah kegunaannya untuk menaksir nilai pemuliaan dari suatu individu (Warwick et al. 1990). Nilai heritabilitas untuk beberapa sifat tingkah laku seperti terlihat pada Tabel 2. Meskipun respon untuk seleksi mungkin kecil dalam satu generasi (ketika nilai heritabilitas kecil atau sedang), respon genetik kumulatif dan perbedaan fenotipe yang besar dapat dihasilkan beberapa generasi seleksi (Craig 1981). Tetua Bangsa Domba Komposit Tetua pembentuk bangsa domba Komposit Sumatera adalah domba Barbados Black Belly, domba St. Croix dan domba Lokal Sumatera sedangkan domba Komposit Garut adalah domba Moulton Charollais, domba St. Croix dan domba Lokal Garut. Ciri-ciri atau standar bangsa tetua dari domba komposit diuraikan sebagaimana diuraikan di bawah ini. Domba Barbados Black Belly. Barbados Black Belly adalah salah satu domba bulu yang berkembang biak di Pulau Barbados di Karibia. Bangsa tersebut diturunkan dari persilangan antara domba bulu Afrika dengan bangsa-bangsa domba wool Eropa yang dibawa ke pulau tersebut pada awal pertengahan 1600-an (The American Livestock Breeds Conservancy 2009). Empat domba betina dan seekor domba jantan domba Barbados Black Belly awalnya diperkenalkan ke Amerika Serikat oleh USDA pada tahun Impor domba Barbados Black Belly selanjutnya dilakukan North Carolina State University pada tahun 1970 sebagai populasi domba murni untuk penelitian. Saat ini, antara hingga keturunan domba ini ditemukan di Texas, dimana hampir semua ternak tersebut telah dikawinsilangkan dalam berbagai derajat dengan domba domestik, sebagian besar Rambouillet, dan dalam beberapa tahun terakhir dengan Mouflon Eropa, spesies liar. Melalui penangkaran selektif hati-hati untuk pertumbuhan tanduk, shedding ability, dan karakteristik warna, crossbred ini dikembangkan menjadi bangsa domba terpisah yang disebut Black Belly Amerika (Oklahoma State University 1997). Di dalam situs Barbados Black Belly Sheep Association International Int l ( dikemukakan standar spesifikasi bangsa domba Barbados Black Belly dan American Black Belly. Warna tubuh dan pola warna

42 16 tubuh kedua bangsa tersebut sama, yang membedakan kedua bangsa tersebut adalah bangsa domba Barbados Black Belly pada kedua jenis kelamin tidak mempunyai tanduk sedangkan bangsa domba American Black Belly pada domba jantan mempunyai tanduk. (a) (b) (c) Gambar 4. Domba Barbados Black Belly jantan (a) dan betina (b) serta domba jantan American Black Belly (c) (Barbados Black Belly Sheep Association International Int l 2011) Ciri-ciri standar bangsa domba Barbados Black Belly adalah sebagai berikut (Gambar 4) : Warna tubuh dapat bervariasi dari coklat kekuningan hingga coklat sampai merah gelap. Garis warna hitam dapat bervariasi tetapi harus mencakup perut hitam kontras memanjang ke bawah sisi belakang kaki belakang dan termasuk bagian bawah ekor. Bagian atas hidung dan rahang bawah berwarna hitam dan termasuk sebuah garis hitam terus di bagian depan leher yang berhubungan dengan perut. Tanda hitam lebar dari sudut bagian dalam mata masing-masing ke puncak kepala dan akan terus ke bawah mulut. Tanda-tanda ini disebut bar wajah, tanda ini kadang-kadang lebih jelas pada

43 17 domba jantan. Mungkin ada tanda hitam tambahan dari sudut luar mata ke sudut mulut. Ada sebuah mahkota rambut hitam di bagian atas kepala. Bagian dalam telinga berwarna hitam. Kaki depan dan kaki belakang hitam ke bawah dari lutut; sering tepi luar kaki tidak hitam. Jantan dewasa memiliki surai rambut kasar yang menutupi leher dan ke bawah dada (Barbados Black Belly Sheep Association International Int l 2011). Domba St. Croix. Domba St. Croix merupakan salah satu keluarga domba rambut Karibia yang dikembangkan dari domba rambut Afrika Barat dan beberapa domba wool Eropa yang dibawa ke Karibia awal tahun 1600-an. Sebagian besar domba ini berwarna putih dengan beberapa cokelat tua, coklat, hitam atau putih dengan coklat atau bintik hitam (Gambar 5). Kedua jenis kelamin tidak bertanduk dan domba jantan mempunyai rambut leher yang besar (The American Livestock Breeds Conservancy 2009; Oklahoma State University 1997). Pada tahun 1975, diimpor 25 ekor domba St. Croix yang terdiri dari 23 ekor domba betina dan 3 domba jantan ke US olah Dr. W. C. Foote dari Utah State University. Domba tersebut diseleksi berdasarkan kriteria warna putih, sedikit wol dan ukuran tubuh serta konformasi. Domba-domba ini adalah cikal bakal dari bangsa domba St. Croix saat ini yang ada di US (Oklahoma State University 1997). (a) (b) Gambar 5. Domba St. Croix jantan (a) dan betina (b) (Rising Sun Farm 2006) Domba Charollais. Domba Charollais berasal dari Perancis yang dibentuk pada awal tahun 1800-an dari persilangan bangsa domba Leicester Longwool dan bangsa domba lokal Landrace. Bangsa domba ini digunakan terutama sebagai terminal sire meningkatkan perototan dan laju pertumbuhan domba. Domba Charollais termasuk

44 18 domba berukuran sedang hingga besar, bertubuh panjang, perototan tebal dan baik, dada dalam dan lebar. Kepala bebas dari wool, berwarna abu-abu/agak merah muda kadangkadang dengan totol-totol (Gambar 6) (Oklahoma State University 1997; National Sheep Association 2012). (a) (b) Gambar 6. Domba Charollais jantan (a) dan betina (b) (Coldharbour Charollais 2008) Domba Sumatera. Domba lokal Sumatera dikategorikan sebagai domba yang lambat laju pertumbuhannya serta memiliki ukuran tubuh dewasa yang kecil (Iniguez et al. 1991). Warna tubuh dominan domba lokal Sumatera umumnya coklat muda (50.9 %) atau putih (41.2 %), sedangkan warna lainnya dalam persentase kecil adalah coklat sedang, coklat tua dan hitam (Gambar 7). (a) (b) Gambar 7. Domba lokal Sumatera jantan (a) dan betina (b) (atas kebaikan Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc., Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor)

45 19 Pola warna tubuh umumnya satu warna (61.8 %) atau dua warna (35.5 %) hanya sedikit yang berpola tiga warna (2.8 %). Warna belang domba lokal Sumatera umumnya putih (33.3%), coklat muda (26.1%) dan abu-abu (21.7%), dengan proporsi penyebaran belang 1-10 % (60.3%) dan 10-20% (19.1%). Domba lokal Sumatera sebagian besar mempunyai garis muka lurus (68.6%), sedangkan yang mempunyai garis muka cembung mencapai 27.5% dan sisanya cekung (3.9%). Umumnya memiliki wool penutup tubuh yang relatif tebal terkecuali pada perut, kaki bawah atau kepala (74.9%) sedangkan yang memiliki tipe bulu rambut hanya mencapai 11.1% (Priyanto et al. 2000). Domba Garut. Domba Garut atau Priangan merupakan domba yang diduga terbentuk secara spontan melalui populasi awal hasil persilangan tiga bangsa domba yaitu Kaapstad, Merino dan domba lokal. Istilah domba Priangan diduga sesuai asal penyebarannya yang dilakukan oleh K. F. Holle sekitar tahun 1864 berawal dari di daerah Garut kemudian menyebar ke daerah Priangan (Bandung, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya) (Merkens dan Soemirat 1926). Di Garut melalui persilangan yang tidak terencana tampaknya terdapat dua arah pengembangan, yaitu yang mengarah ke domba daging dan domba tangkas (Mulyaningsih 1990). Domba Garut daging umumnya berwarna putih baik pada yang jantan (47.7%) maupun betina (53.7%) atau dalam persentase kecil berwarna hitam, coklat dan abu-abu (Gambar 8). Sementara itu, warna tubuh domba Garut tangkas warna putih dan hitam adalah warna yang umum baik pada jantan (21.5% putih, 19.3% hitam) maupun pada betina (21.6% putih, 23.6% hitam), terdapat domba yang berwarna coklat dan abu-abu dalam persentase kecil. Domba Garut daging umumnya mempunyai warna tubuh satu warna baik pada yang jantan (61.3%) maupun yang betina (68.5%), sedangkan yang mempunyai dua warna sebanyak 37.2% dan tiga warna sebanyak 1.5% untuk yang jantan dan untuk yang betina 28.6% dan 2.9% mempunyai kombinasi dua warna dan tiga warna. Domba Garut tangkas yang jantan umumnya mempunyai kombinasi warna tubuh dua warna (52.4%) atau satu warna (46.5%), sedangkan domba betina umumnya satu warna (58.8%) dan dua warna (38.2%), terdapat domba dengan persentase kecil yang mempunyai kombinasi tiga warna. Domba Garut daging jantan, Garut tangkas jantan dan betina yang mempunyai kombinasi dua warna umumnya adalah berwarna hitam putih atau putih hitam, sedangkan domba Garut daging betina umumnya putih

46 20 hitam atau putih coklat. Domba jantan Garut daging dan tangkas seluruhnya bertanduk sedangkan domba betina Garut daging lebih dari 98% tidak bertanduk kecuali domba Garut tangkas diperoleh 2.1% bertanduk dan 14.8% berupa tonjolan (Mulliadi 1996). (a) (b) Gambar 8. Domba Garut jantan (a) dan kelompok domba Garut betina (b) Pembeda Bangsa Ternak Definisi bangsa ternak menurut FAO (2000) adalah sekelompok ternak domestik dengan karakteristik eksternal yang dapat didefinisikan dan dapat dikenali yang memungkinkan kelompok tersebut dapat dibedakan secara visual dari kelompok yang lain di dalam spesies yang sama. Definisi lain bangsa ternak yang dipakai secara umum adalah populasi atau kelompok populasi yang dapat dibedakan dari populasi lain dari suatu spesies yang didasarkan pada perbedaan frekuensi alel, perubahan kromosom atau perbedaan karakteristik morfologi yang disebabkan oleh faktor genetik (Maijala 1997). Sementara itu, Carter dan Cox (1982) mengemukakan definisi bangsa ternak adalah suatu sub-kelompok ternak domba yang telah diketahui pembentukannya oleh asosiasi bangsa domba tertentu atau telah tercatat dalam official flockbook. Berbagai bangsa ternak di dunia dan karakteristiknya dengan mudah dapat diakses di beberapa website yang dikelola oleh asosiasi atau breeder maupun perguruan tinggi, diantaranya adalah untuk bangsa-bangsa ternak sapi, breeds.html untuk bangsa-bangsa domba dan yang mempublikasikan berbagai bangsa ternak dari beberapa spesies ternak domestik.

47 21 Studi untuk mengkarakterisasi suatu suatu bangsa ternak umumnya diperlukan untuk memberikan gambaran karakteristik bangsa ternak tersebut. Apabila suatu bangsa ternak telah ditetapkan beserta karakteristik yang dimilikinya maka penyimpangan karakteristik dari yang telah ditetapkan dapat menjadi indikasi bahwa bangsa tersebut telah tidak murni atau telah terjadi aliran gen dari luar bangsa tersebut. Karakterisasi bangsa ternak yang membedakannya dengan bangsa lain dapat menjadi ukuran kemurnian bangsa tersebut dan sebagai dasar program konservasi bagi bangsa ternak tersebut. Dalam kegiatan karakterisasi, sifat/karakter yang diamati sebenarnya dapat berupa sifat morfologis, pertumbuhan, reproduksi, kemampuan adaptasi, ketahanan parasit dan penyakit, atau beberapa sifat unik yang diwariskan seperti tipe golongan darah, karyotipe, polimorfisme biokimia dan DNA atau frekuensi gen untuk tiap-tiap bangsa (Balain 1992). Sebagai penanda atau pembeda bangsa dan dari definisi bangsa ternak di atas, maka penanda bangsa ternak dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu (1) Penanda DNA, (2) Penanda kromosom, (3) Penanda biokomia atau serologi, dan (4) Penanda morfologi. Penanda DNA. Jenis penanda DNA yang digunakan untuk membuat peta genetik umumnya dapat digolongkan ke dalam dua kategori (O Brien et al. 1993). Jenis pertama (tipe I) adalah penanda yang terkait dengan runutan gen yang terkonservasi di seluruh spesies mamalia. Jenis ini tidak polimorfik dan oleh karena itu sukar untuk digunakan dalam linkage maping. Jenis kedua (tipe II) adalah sangat polimorfik tetapi biasanya merupakan segmen DNA anonimous dan paling umum digunakan sebagai penanda genetik. Hingga saat ini telah dikembangkan berbagai penanda DNA yang digunakan untuk mempelajari variasi yang terdapat pada runutan DNA yang dapat digunakan sebagai pembeda bangsa. Beberapa penanda DNA yang biasa digunakan adalah RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), SSCP (Single-Strand Conformational Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats /Minisatelit), STR (Short Tandem Repeat /Mikrosatelit), SNP (Single Nucleotide Polymorhism) dan lain-lain (Montgomery dan Crawford 1997; Barendse dan Fries 1999). Handiwirawan (2003) telah berhasil menguji penanda mikrosatelit INRA 035 yang dapat digunakan sebagai penanda bangsa sapi Bali yang membedakannya dengan

48 22 bangsa sapi lain di Indonesia. DNA runutan berulang juga telah berhasil digunakan untuk membedakan spesies tikus Mus musculus dan Mus caroli (Siracusa et al. 1983). Penanda Kromosom. Jumlah kromosom diploid domba domestik (Ovis aries) adalah 54 buah. Autosom terdiri dari tiga pasang kromosom metasentrik besar dan 23 pasang kromosom telosentrik. Kromosom X adalah kromosom akrosentrik paling besar dan kromosom Y adalah kromosom metasentrik sangat kecil, yang biasanya menyerupai sebuah titik persegi empat kecil (Broad et al. 1997). Polimorfisme kromosom pada mamalia diketahui khususnya pada kromosom kelamin. Stranzinger et al. (2007) telah melaporkan adanya polimorfisme panjang kromosom Y pada berbagai bangsa sapi di Switzerland. Panjang relatif kromosom Y dapat membedakan bangsa sapi Holstein (hitam dan merah) dengan bangsa sapi purebred Brown Swiss, crossbred Brown Swiss, purebred Simmental dan berbagai bangsa sapi potong asli (terutama bangsa sapi Limousin, Angus dan Charollais). Sementara itu, rasio panjang lengan kromosom Y dapat membedakan sapi Holstein dengan crossbred Brown Swiss dan berbagai bangsa sapi potong asli (terutama bangsa sapi Limousin, Angus dan Charollais). Berdasarkan kromosom ini juga telah dapat dibedakan sapi Bali murni dengan sapi Bali yang diduga telah tercampur secara genetik dengan sapi lain (Tim Peneliti Fapet IPB dan BIB Singosari 2000). Penanda Biokimia atau Serologi. Golongan darah, protein darah dan protein susu tergolong ke dalam penanda biokimia atau serologi. Ketiga molekul tersebut mempunyai frekuensi yang bervariasi di antara bangsa ternak domba. Glikoprotein pada membran sel darah merah atau faktor golongan darah diketahui terdapat dalam berbagai bentuk molekul yang dibedakan oleh daya antigeniknya dan oleh karena itu dapat dikenali dari reaksi antigen-antibodi atau analisis serologi (Di Stasio 1997). Hingga saat ini telah dikenal luas 22 faktor golongan darah pada domba dalam tujuh sistem (Warwick et al. 1990; Di Stasio 1997). Lokus untuk sistem golongan darah domba seperti terlihat pada Tabel 3. Banyak varian protein darah dan susu dapat dideteksi dengan metode elektroforesis berdasarkan muatan listriknya. Studi-studi genetik menunjukkan bahwa protein yang diteliti di bawah kontrol alel yang mengikuti pewarisan Mendel sederhana sehingga identifikasi polimorfisme protein adalah suatu identifikasi tidak langsung dari

49 23 polimorfisme pada tingkat DNA. Analisis segregasi menunjukkan bahwa varian protein dikontrol oleh alel pada lokus tunggal, pada umumnya kodominan (Di Stasio 1997). Lokus untuk polimorfisme biokimia pada domba seperti terlihat pada Tabel 4, dimana sistem protein Transferrin di dalam plasma diketahui mempunyai alel yang paling banyak (15 alel). Tabel 3. Lokus sistem golongan darah pada domba Sistem Simbol Antigen Jumlah alel lokus Antigen eritrosit A EAA a (A), b (B) Setidak-tidaknya 5 Antigen eritrosit B EAB a (P), b (B ), c (Y), d (N ), e Kira-kira 100 (E ), f (E), g (O ), h (S), I (lx) Antigen eritrosit C EAC a (C), b(cx) Kira-kira 20 Antigen eritrosit D EAD a (D), b Setidak-tidaknya 3 Antigen eritrosit M EAM a (M), b (L), c (M ) Setidak-tidaknya 3 Antigen eritrosit R EAR R, O 2 Antigen eritrosit X EAX X, Z 2 Sumber : Di Stasio (1997) Keterangan : ( ) = Nama asli Tabel 4. Lokus untuk polimorfisme biokimia pada domba Sistem Simbol lokus Alel Di dalam plasma : Albumin ALB F, S, W, (D), (T), (V) Arylesterase ES A, o Transferrin TF A, B, C, D, E, G, P, U, V, H, K, (M), (N), (L), (X) Di dalam eritrosit : Amino acid transport TR H, h Carbonic anhydrase CA2 F, S, (M) Haemoglobin-α1 HBA1 D, L, (A) Haemoglobin-β HBB A, B, (E), (G), (H), (I) Haemoglobin-βC HBBC C Malic enzyme 1 ME1 F, S Nicotinamide Adenine DIA F, S Dinucleotide (NADH) diaphorase Nucleoside phosphorylase NP H, I Potassium transport KE L, h X protein XP P, n Di dalam susu : Laktoglobulin LGB A, B, (C) Sumber : Di Stasio (1997) Keterangan : ( ) = masih dalam konfirmasi

50 24 Penelitian penanda biokimia (protein darah) sebagai penanda bangsa sapi telah dilaporkan oleh Namikawa et al. (1982), dimana alel haemoglobin X (Hb X ) diduga spesifik untuk sapi Bali karena alel tersebut adalah alel yang paling umum ditemukan pada sapi Bali dan pada banteng sebagai leluhur dari sapi Bali. Penanda Morfologi. Seekor hewan mempunyai banyak gen-gen yang umum dengan individu lain di dalam populasi dimana hewan tersebut menjadi bagian dari populasi tersebut. Perbedaan gen antar anggota individu di dalam bangsa tersebut relatif tidak besar (lebih seragam) olehkarena adanya tekanan seleksi, yang ditunjukkan dengan relatif seragamnya fenotipe seperti warna dan pola warna bulu, bentuk tanduk, ukuran tubuh, tinggi, bobot badan dan lain-lain. Ciri-ciri fenotipe yang khas dari populasi/bangsa yang dapat diamati atau terlihat secara langsung tersebut dapat digunakan sebagai penanda morfologi untuk populasi/bangsa tersebut. Pembedaan bangsa dan estimasi jarak genetik dengan mempergunakan data ukuran tubuh telah dilakukan pada sapi (Abdullah 2008), domba (Suparyanto et al. 2000; 2002), kambing (Herrera et al. 1996; Zaitoun et al. 2005) dan kelinci (Brahmantiyo 2006). Menurut Capitan et al. (2009), model pewarisan sifat tanduk yang paling umum diterima adalah melibatkan tiga lokus (Tabel 5) yaitu lokus polled, scurs dan African horn, sebagai berikut : 1. Lokus polled mempunyai dua alel yaitu P (polled atau tidak bertanduk) yang dominan terhadap alel p (bertanduk). 2. Lokus scurs mempunyai dua alel yaitu Sc yang mengkode perkembangan scurs dan sc untuk sifat tidak ada scurs. Scurs berkembang seperti tanduk kecil dan tumbuh di tempat yang sama tanduk tumbuh tetapi tidak menempel di tengkorak, bervariasi dalam ukuran dan bentuk hingga sampai terlihat seperti tanduk. Fenotipe scurs terjadi jika lokus polled mempunyai sedikitnya alel P. Alel Sc dominan terhadap alel sc pada jantan bergenotipe P/p Sc/sc tetapi resesif pada betina bergenotipe P/p Sc/sc. 3. Lokus African horn mempunyai dua alel yaitu Ha (bertanduk African horn) dan ha (tidak bertanduk African horn) dimana alel Ha dominan terhadap alel ha pada jantan bergenotipe P/p Ha/ha dan resesif pada betina bergenotipe P/p Ha/ha. Sponenberg (1997) mengemukakan bahwa ada beberapa lokus penentu warna pada domba. Salah satu lokus yang cukup penting adalah lokus Agouti. Lokus ini

51 25 mempunyai beberapa macam alel, beberapa diantaranya adalah A wt (mengatur warna putih atau coklat), A + (liar), A gt (abu-abu dan coklat), A g (abu-abu), A t (hitam dan coklat), A a (non agouti). Lokus lain adalah lokus Ekstension yang mempunyai interaksi penting dengan lokus Agouti dalam menentukan warna domba. Alel tipe liar (E + ) pada lokus Ekstension mengijinkan ekspresi dari lokus Agouti. Alel dominan pada lokus Ekstension biasanya disebut hitam dominan (E D ) (Roberts 1926). Warna belang pada domba diatur oleh alel yang terletak pada lokus Piebald (Belang), yang mempunyai alel AsP p (belang) dan AsP + (liar). Lokus spotting mengatur warna totol (spot) yang terdapat pada domba. Pada lokus spotting terdapat 3 alel yang terdiri dari alel liar (S + ), totol (S s ) dan bizet spotting (tingkat ekspresinya lebih rendah) (S b ) (Sponenberg 1997). Tabel 5. Model pewarisan tanduk dan scurs Genotipe lokus polled Genotipe lokus scurs Sc/Sc Sc/sc sc/sc P/P S Jantan NS atau S, betina NS NS P/p S Jantan S, betina NS NS p/p H H H Sumber : Capitan et al. (2009) Keterangan : S = scurs, H = bertanduk, NS = tidak scurs Disamping itu, penggunaan indeks morfologi dapat dikembangkan dan bermanfaat untuk melakukan penaksiran/penilaian tipe atau fungsi suatu bangsa ternak di dalam spesies. Indeks morfologi dapat menggambarkan bentuk dan proporsi tubuh dari suatu bangsa ternak yang sangat berkaitan dengan jenis tipe ternak tersebut. Penggunaan indeks morfologi untuk menaksir tipe dan fungsi pada ternak sapi (Alderson 1999) dan domba (Salako 2006) telah dilaporkan. Tingkah Laku sebagai Pembeda Bangsa Fenotipe sifat tingkah laku yang merupakan ekspresi gen-gen juga berpeluang untuk dapat digunakan sebagai alat pembeda bangsa ternak. Craig (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku suatu individu hewan lebih banyak mirip dengan individu anggota-anggota populasi tersebut dibandingkan dengan individu anggota populasi yang lain. Studi tingkah laku untuk membedakan bangsa hewan pada beberapa spesies telah dilaporkan, sebagai contoh terdapat perbedaan karakteristik tingkah laku

52 26 pada bangsa anjing Spaniel dan Basenjis (Scott dan Fuller 1965) dan perbedaan suara nyanyian spesies jangkrik T. oceanicus, T, commodus dan hibridnya (Bentley dan Hoy 1972). Sifat tingkah laku pada domba cukup banyak, Hafez et al. (1969) mengelompokkannya menjadi 9 macam jenis tingkah laku yang meliputi tingkah laku makan (ingestif), shelter seeking, menyelidik (investigatory), berkelompok (allelomimetic), berkelahi (agonistic), membuang kotoran (eliminatif), merawat diri (care giving), bermain (play) dan perkawinan (sexual). Sementara itu, Ewing et al. (1999) membagi tingkah laku hewan lebih terperinci menjadi 14 tipe tingkah laku yang meliputi tingkah laku sosial (socially oriented), berkelahi (agonistic), penguasaan wilayah (spacing), bermain (play), merawat diri (self care), menyelidik (exploratory), reproduksi (reproductive), tingkah laku janin (fetal), melahirkan (parturient), keindukan (maternal), tingkah laku anak (juvenile), makan (feeding), merumput (grazing) dan tingkah laku menyimpang (aberrant). Karakteristik Suara sebagai Pembeda Bangsa Komunikasi adalah perjalanan informasi dari satu hewan ke hewan yang lain melalui pesan-pesan atau sinyal-sinyal (Grier 1984). Komunikasi adalah kritis bagi tingkah laku sosial hewan, seperti kemampuannya untuk mempertahankan hubungan positif dengan lingkungan dimana mereka berada. Sehubungan dengan hal itu, perhatian karakteristik komunikasi dan kemampuan sensory adalah penting dalam pemahaman tingkah laku hewan dan hubungannya dengan manajemen (Ewing et al. 1999). Semua hewan berkomunikasi dengan sejumlah kombinasi arti penglihatan (visual), pendengaran (auditory) dan penciuman (olfactory/transmisi kimia) dan melalui kontak fisik. Komunikasi adalah kritis dalam kelangsungan hidup individu dan spesies karena mempunyai hubungan dengan perlindungan, reproduksi, tingkah laku maternal dan belajar (Ewing et al. 1999). Grier (1984) mengemukakan bahwa untuk spesies burung, suara dikelompokkan ke dalam dua kategori umum yaitu suara panggilan (call) dan suara nyanyian (song). Suara panggilan biasanya pendek dan sederhana, yang digunakan untuk banyak fungsi sinyal pada burung. Suara nyanyian di lain pihak, umumnya lebih berkembang dan

53 27 kompleks. Tergantung kepada spesies dan kompleksitas suara nyanyian, suara nyanyian bisa mempunyai potensi informasi identitas beberapa tipe perbedaan, seperti pengenalan spesies (berbeda antar spesies tetapi konstan di dalam spesies), dialek lokal (konsekuensi dari pemisahan geografi antar populasi dan drift dalam ekspresi yang meniru suara melalui proses belajar), pengenalan individu (bervariasi di dalam spesies tetapi konstan pada jantan) dan variasi motivasi (informasi keadaan internal burung). Analisa suara kokok ayam lokal Indonesia telah dilakukan oleh Rusfidra (2004), dengan melihat pola waveform dan spectogram (sonogram/audiogram) dapat dibedakan kokok ayam Balenggek dengan ayam Pelung, ayam Bekisar, ayam Kampung dan burung perkutut. Pada domba suara antara induk dan anak penting dalam ikatan hubungan, dalam identifikasi dan menemukan setiap yang lain di dalam kelompok. Ketika induk dan anak terpisah, secara khas kedua hewan tersebut berupaya untuk bersuara sampai mereka bersama lagi. Domba dewasa menggunakan suara dalam kelompok sosial dan kemungkinan besar dalam mempertahankan kontak dengan yang lain. Ada korelasi antara suara dengan tingkat aktivitas. Ukuran kelompok mempengaruhi tingkat suara. Kelompok yang besar lebih berisik, kemungkinan besar berhubungan dengan usaha untuk mempertahankan kontak. Frekuensi suara domba terbentang dari 125 Hz hingga 40 khz, dengan frekuensi terbaik kira-kira 10 khz (Ewing et al. 1999). Suara yang dikeluarkan ketika sedang bertingkah laku agresif dan tidak agresif menunjukkan perbedaan dalam lama dan frekuensinya. Compton et al. (2001) melaporkan hasil penelitiannya pada mamalia white-nosed coatis (Nasua narica) bahwa ketika tidak agresif lama bersuara lebih pendek (106 vs 222 m detik) dan frekuensi lebih tinggi (17 vs 9 khz) dibandingkan dengan ketika bertingkah laku agresif. Tingkah Laku sebagai Indikator Seleksi Hasil review yang disampaikan Buchenauer (1999) menunjukkan bahwa banyak penelitian yang memberikan perhatian pada bukti adanya variasi genetik sifat-sifat tingkah laku antar bangsa. Variasi genetik terjadi dalam banyak tingkah laku yang mempengaruhi produksi ternak meliputi perkawinan, interaksi anak-induk, respon dengan peternakan intensif, sifat agresif (aggressiveness), sifat takut (fearfulness), tingkah laku flok dan temperamen. Variasi genetik dalam tingkah laku adalah sangat

54 28 umum dan dalam beberapa keadaan tingkah laku hewan dapat menjadi kriteria seleksi yang bermanfaat dalam program pemuliaan (Goddard 1980). Seleksi untuk sifat tingkah laku telah dipraktekkan sejak manusia mulai menjinakkan hewan ternak. Perbedaan tingkah laku di antara populasi ternak dapat dihubungkan dengan kemampuan adaptasi mereka terhadap ekologi tempat yang cocok dimana mereka dikembangkan atau karena perbedaan tujuan seleksi dalam sistem peternakan dan budaya yang berbeda (Buchenauer 1999). Tabel 6 menunjukkan karakteristik tingkah laku yang disukai pada waktu domestikasi. Terlihat bahwa pada fase awal domestikasi dihubungkan dengan pilihan hewan dengan sifat tingkah laku yang cocok dengan kebutuhan manusia (Hinch 1997). Tabel 6. Karakteristik tingkah laku yang disukai pada saat domestikasi Sifat Tingkah Laku Struktur kelompok Tingkah laku seksual Interaksi anak-induk Reaksi terhadap manusia Kebutuhan habitat Sumber : Hinch (1997) Sifat Tingkah Laku yang Disukai Struktur kelompok yang secara hirarki besar Tingkah laku perkawinan tidak diskriminasi (tidak membeda-bedakan) Perkembangan ikatan induk-anak dibentuk dengan seawal mungkin Short flight distances Herbivora dan dapat beradaptasi dengan kisaran kondisi lingkungan yang luas Hasil review yang disampaikan Buchenauer (1999) menunjukkan bahwa dari nilai heritabilitas menunjukkan banyak sifat tingkah laku yang akan memberikan respon bila diseleksi. Kemajuan genetik suatu sifat berbanding lurus dengan heritabilitas sifat tersebut dan diferensial seleksi (Warwick et al. 1990), dengan demikian semakin tinggi nilai heritabilitas dari sifat tingkah laku yang akan diseleksi maka akan memberikan tambahan respon kemajuan genetik yang semakin tinggi. Contoh beberapa sifat yang memberikan respon ketika diseleksi pada beberapa jenis ternak dikemukakan oleh Ewing et al. (1999) seperti terlihat pada Tabel 7. Sifat-sifat pada ternak dapat mempunyai korelasi antara satu dengan yang lain. Korelasi di antara sifat-sifat dapat disebabkan oleh akibat dari pengaruh lingkungan atau dapat diakibatkan oleh pengaruh genetik. Korelasi fenotipik dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut korelasi lingkungan dan genetik. Korelasi genetik adalah

55 29 korelasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu. Korelasi genetik dapat terjadi karena dua sebab yaitu (1) Pleiotropi, bila gen yang sama mempengaruhi ekspresi dari dua sifat atau lebih, atau (2) Gen-gen yang mengatur sifat tersebut dalam posisi berangkai sangat dekat sehingga selalu diwariskan secara bersama-sama (Warwick et al. 1990). Tabel 7. Contoh beberapa sifat tingkah laku yang memberikan respon jika diseleksi Jenis Ternak Sapi perah Sapi potong Babi Domba Kuda Lebah madu Anjing Ayam Sifat Tingkah Laku Sumber : Ewing et al. (1999) Temperamen dan milk letdown Tingkah laku kawin dan keindukan Penurunan agresi, tingkah laku kawin dan keindukan Tingkah laku keindukan, kawin dan kelompok/flok Temperamen dan kemampuan dilatih (trainability) Kejinakan (docility) dan tingkah laku higienik Kemampuan dilatih, kepatuhan/kejinakan, berburu, dan karakteristik kerja Pengeraman (karakteristik yang berkaitan dengan penetasan dan pengasuhan anak) dan adaptasi dengan kandang (cage adaptability) (penurunan agresi sosial) Adanya korelasi sifat tingkah laku dengan sifat produksi pada ternak telah dilaporkan. Goddard (1980) melaporkan bahwa babi yang sangat agresif bisa menurunkan laju pertumbuhan keseluruhan babi di kelompoknya dibandingkan laju pertumbuhannya sendiri. Hasil penelitian Voisinet et al. (1997) melaporkan bahwa meningkatnya skor temperamen secara nyata menurunkan pertambahan bobot badan harian pada beberapa bangsa sapi. Masih ada variasi genetik dalam banyak sifat tingkah laku yang relevan dengan produksi ternak menunjukkan bahwa perbaikan ke depan seharusnya mungkin dilakukan (Goddard 1980). Pemanfaatan seleksi secara tidak langsung terhadap suatu sifat yang mempunyai korelasi genetik erat merupakan salah satu metode alternatif seleksi yang dapat dilakukan. Goddard (1980) mengemukakan beberapa keadaan dimana seleksi untuk tingkah laku bisa bermanfaat, diantaranya (1) Sifat yang ingin diperbaiki sukar untuk diukur, misalnya fertilitas pejantan dimana seleksi terhadap tingkah laku kawin bisa memperbaiki fertilitas; (2) Kita tidak dapat mengukur sifat yang diinginkan untuk

56 30 diperbaiki dengan tepat/akurat atau secara terus-menerus, misalnya daya hidup anak (lamb survival) dimana seleksi terhadap tingkah laku keindukan (maternal) bisa lebih akurat; (3) Sebuah sifat yang mempengaruhi performans sifat yang lain di dalam kelompok, misalnya babi yang mempunyai sifat agresif berlebihan dapat menurunkan laju pertumbuhan keseluruhan babi dalam kelompok dibandingkan dengan laju pertumbuhannya sendiri. Kemampuan kompetitif adalah sebuah komponen penting dari produksi, seleksi individu untuk produktivitas dapat menurunkan produktivitas kelompok; (4) Sebuah sifat tingkah laku yang berpengaruh nilai ekonomi langsung, misalnya sapi yang sulit ditangani dapat meningkatkan biaya tenaga kerja. Kemampuan maternal yang baik adalah sangat penting pada banyak spesies bagi daya hidup dan pertumbuhan dari keturunannya. Tingkah laku induk dapat mempunyai dampak besar pada peluang hidup keturunannya selama periode pra sapih. Beberapa sifat tingkah laku induk memainkan peran pada peluang hidup keturunannya dan awal yang baik dalam hidupnya. Contoh sifat-sifat tingkah laku tersebut adalah kesigapan terhadap sinyal dari anak (babi), tingkah laku agresif terhadap anak (babi dan domba), tingkah laku menyusui (babi dan domba) dan tingkah laku khawatir (fear behavior) (babi, domba dan sapi). Sejumlah sifat tersebut dikontrol secara genetik sehingga berpeluang untuk diperbaiki dengan seleksi (Grandinson 2005). Laju pertumbuhan dan daya hidup anak merupakan dua sifat produksi penting dalam peternakan domba. Berdasarkan tinjauan di atas dan umumnya nilai heritabilitas skor temperamen yang berkisar antara sedang sampai tinggi yang menunjukkan bahwa skor temperamen akan tanggap bila diseleksi (Buchenauer 1999), maka diduga juga terdapat korelasi antara sifat tingkah laku temperamen dengan laju pertumbuhan pada domba. Demikian pula dengan daya hidup anak domba yang berkorelasi dengan sifat tingkah laku maternal induk domba. Penanda SNP untuk Sifat Agresif Mono Amine Oxidase (disingkat MAO) adalah enzim yang bertanggung jawab untuk mendegradasi/mengoksidasi berbagai amina biogenik termasuk neurotransmitter yaitu epinephrine, norepinephrine, dopamine dan serotonin (Weyler et al. 1990). Dua bentuk enzim MAO; MAOA dan MAOB; telah diidentifikasi berdasarkan perbedaan berat molekul, afinitas susbtrat, sensitivitas inhibitor dan immunological properties.

57 31 Enzim ini diekspresikan di seluruh tubuh tetapi berbeda dalam perkembangan dan ekspresi sel spesifik (Hotamisligil dan Breakefield 1991). MAOA dan MAOB adalah enzim mitokondria yang dikode oleh gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) yang berasal dari duplikasi leluhur (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991). Tabel 8. Panjang runutan mrna gen MAOA pada beberapa spesies Spesies Kode aksesi Panjang runutan (bp) Anjing Canis lupus familiaris AB bp Canis lupus familiaris NM_ bp Kuda Equus caballus AB bp Equus caballus NM_ bp Babi Sus scrofa AY bp Sus scrofa NM_ bp Tikus rumah Mus musculus BC bp Mus musculus NM_ bp Sapi Bos taurus BT bp Bos taurus NM_ bp Ayam Gallus gallus NM_ bp Manusia Homo sapiens BC bp Homo sapiens NM_ bp Manusia HUMMAOAAA 1931 bp Pencarian (searching) pada database gene bank NCBI (The National Center for Biotechnology Information) pada bulan Pebruari 2012 di alamat diperoleh runutan mrna gen MAOA dari beberapa spesies hewan seperti terlihat pada Tabel 8. Panjang runutan mrna gen MAOA tersebut berbeda-beda antar spesies dan di dalam spesies kecuali anjing, kuda dan babi yang masing-masing dua contoh runutannya mempunyai panjang yang sama. Runutan

58 32 gen MAOA untuk domba tidak terdapat pada database gene bank NCBI. Dalam sistematika hewan, domba bersama-sama kambing masuk di dalam Subfamily Caprinae. Subfamily Caprinae bersama-sama dengan Subfamily Bovinae yang anggotanya adalah bison, kerbau dan sapi domestik termasuk ke dalam Family Bovidae (Franklin 1997). Sapi merupakan spesies yang terdekat domba dalam satu Family yang runutannya dijadikan acuan karena hingga penelitian ini dilakukan runutan gen MAOA untuk kambing sebagai spesies yang terdekat belum tersedia. Pada manusia, gen MAOA terdiri dari 15 ekson dan 14 intron yang membentang sedikitnya 16 Kb (Grimsby et al. 1991). Kedua MAO penting dalam inaktivasi monoaminergik nuerotransmiter tetapi berbeda untuk kekhususannya. Serotonin, norepinephrine (noradrenaline) dan epinephrine (adrenaline) serta beberapa amina eksogenous terutama dipecah oleh MAOA, sementara itu phenylethylamine dipecah oleh MAOB, dan dopamine dipecah oleh keduanya (Andres et al. 2004). Kedua protein tersebut menunjukkan 70 persen runutan asam amino yang identik (Son et al. 2008). Beberapa neurotransmitter yang dipecah oleh enzim MAOA tersebut harus dipecah karena konsentrasinya yang meningkat abnormal akan menyebabkan orang bereaksi secara berlebihan dan kadangkala bahkan secara keras (Morell 1993). Serotonin mengatur tingkah laku agresif melalui ikatan dengan reseptornya pada manusia dan tikus, dan hasil penelitian pada ayam pemberian antagonis reseptor telah meningkatkan sifat agresif (Denis et al. 2008). Karena perannya yang vital dalam menginaktivasi neurotransmitter maka disfungsi MAO menyebabkan sejumlah psychiatric dan neurological disorders, termasuk depresi dan penyakit Parkinson (Son et al. 2008). Kekurangan enzim MAOA yang diakibatkan mutasi pada gen MAOA yang berhubungan dengan tingkah laku agresif telah dilaporkan. Cases et al. (1995) melaporkan meningkatnya tingkah laku agresif pada tikus transgenik karena adanya delesi pada gen MAOA. Mutasi titik telah diidentifikasi pada ekson 8 dari gen struktural MAOA yang merubah glutamine menjadi kodon terminasi (mutasi C T). Defisiensi MAOA diketahui dihubungkan dengan fenotipe tingkah laku yang mencakup gangguan pengendalian agresi (Brunner et al., 1993). Tikus yang kekurangan enzim tersebut menunjukkan pertambahan agresi dan mengubah emosional relatif menjadi hewan tipe liar (Kim et al. 1997).

59 PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU (The Differentiation of Sheep Breeds Based on Call Sound, Fenotipe and Behaviour Characteristic) ABSTRAK Informasi mengenai pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa domba sangat diperlukan dalam program persilangan antar bangsa dan program pelestarian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memanfaatkan keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara dan ukuran tubuh untuk pembedaan bangsa domba. Penelitian dilakukan di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor, pada bulan Juni 2009 hingga Pebruari Lima bangsa domba yang digunakan adalah domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC), dengan jumlah sampel 100 ekor untuk penelitian karakteristik suara, 323 ekor untuk penelitian ukuran tubuh dan 50 ekor untuk penelitian sifat tingkah laku. Sebanyak 24 peubah karakteristik suara, 19 peubah ukuran tubuh, tujuh nilai indeks morfologi dan 10 peubah sifat tingkah laku diamati dalam penelitian ini. Analisis ragam dan pengujian signifikansi untuk pembandingan antar bangsa dilakukan untuk semua data kuantitatif karakteristik suara, ukuran tubuh dan tingkah laku menggunakan PROC GLM dari Program SAS ver 9.0. PROC CANDISC, digunakan untuk analisis diskriminan kanonikal, hierarchical clustering dilaksanakan dengan PROC CLUSTER menurut Metode Average Linkage (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), dan dendogram untuk kelima bangsa domba dibuat dengan PROC TREE. Frekuensi dan persentase setiap sifat kualitatif dihitung menggunakan PROC FREQ. PROC CORRESP digunakan untuk melakukan multiple correspondence analysis (MCA) di antara peubah kategori sifat kualitatif. Peubah pembeda bangsa untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum dan waktu frekuensi kuartil pertama, sedangkan lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk dan peubah panjang ekor, panjang badan serta lebar tengkorak adalah peubah-peubah pembeda bangsa untuk ukuran tubuh. Sementara itu, peubah pembeda bangsa untuk sifat tingkah laku adalah lama berdiri dan lama makan. Bangsa domba SC jantan berkorespondensi dengan sifat tidak bertanduk dan sifat profil muka cembung, sedangkan bangsa domba BC jantan berkorespondensi kuat dengan sifat orientasi tanduk agak melengkung dan tonjolan serta warna tanduk coklat. Bangsa-bangsa domba berjenis kelamin betina tidak mempunyai korespondensi yang kuat terhadap sifat kualitatif kepala tertentu yang membedakannya dengan bangsa-bangsa yang lain. Bangsa domba SC jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos atau satu warna, sedangkan bangsa domba SC betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina KG berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, serta persentase belang 1-10%. Bentuk tubuh domba KG terlihat lebih panjang, lebih lebar bagian rump dan proporsi dalam dada lebih tinggi dibandingkan bangsa domba yang lain. Nilai indeks kumulatif, yang mempunyai nilai relatif tetap sepanjang hidup dan

60 34 menyediakan sebuah gambaran akurat dari tipe bangsa, tertinggi dimiliki oleh domba KG. Berdasarkan bentuk tubuh dan nilai indeks kumulatif terlihat bahwa domba KG mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba tipe daging. Plotting kanonikal karakteristik suara dapat membedakan domba LG, KS dan BC, sedangkan domba SC, KG dan KS sulit untuk dibedakan. Plotting berdasarkan ukuran tubuh dapat membedakan domba SC (dan KS) dengan domba BC, LG dan KG, sedangkan domba SC dan KS sulit untuk dibedakan. Sementara itu, plotting berdasarkan sifat tingkah laku dapat membedakan domba BC, KS dan LG (bersama KG dan SC). Dendogram berdasarkan karakteristik suara meletakkan bangsa domba KG pada kelompok yang kurang tepat. Pengelompokan domba berdasarkan ukuran tubuh menghasilkan hasil yang lebih tepat yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba SC, KS dan BC dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa LG dan KG. Sementara itu, dendogram berdasarkan sifat tingkah laku menghasilkan pengelompokkan bangsa domba yang kurang akurat. Kata kunci : karakteristik suara, ukuran tubuh, tingkah laku, pembedaan, jarak genetik ABSTRACT Information of the estimation of genetic distances and differentiation among sheep breeds are needed in crossing programs and conservation programs. The aims of research were utilizing the diversity of sound call characteristic variables and body sizes for the differentiation of the sheep breeds. The study was conducted at Cilebut and Bogor Animal House of Indonesian Research Institute for Animal Production, in June 2009 until February Five of sheep breeds used were Barbados Black Belly Cross (BC), Garut Composite (KG), Garut Local (LG), Sumatera Composite (KS) and St. Croix Cross (SC). Total sample was 20 heads for the characteristics of call sound study, 323 heads for the body sizes study and 50 heads for the behavior study. A total of 24 variables characteristics of call sound, 19 variables of body size, seven morphological index values and 10 variables of behavior traits were observed in this study. Analysis of variance and significance tests were applied to compare between sheep breeds performed for all of quantitative data call sound characteristics, body size and behavior using PROC GLM of SAS Program ver PROC CANDISC was used for canonical discriminant analyses, hierarchical clustering performed using the PROC CLUSTER by Average Linkage method (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), and the dendogram for the five sheep breeds was described using PROC TREE. Frequency and percentage of qualitative traits were calculated using PROC FREQ. PROC CORRESP used to perform multiple correspondence analyses (MCA) between the variable of qualitative categories. Differentiator variables for sound call characteristics was the third quartile frequencies, middle frequencies, maximum frequencies and time of the first quartile frequencies, while the tail width, horn base circumference, long horns, long tail, body length, and skull width were the differentiator variables for body sizes. Meanwhile, the differentiator variables for the behavior traits were standing and feeding duration. SC male sheep have a correspondence with absence of horns and convex face profiles, while the BC male sheep corresponded strongly with slightly curved horns, scurs and brown color horns. All of five female sheep breeds did not have a strong correspondence to the head qualitative traits that could differentiated from other breeds. SC male sheeps were closely related to one

61 35 color, while the SC female sheeps corresponded closely to the dominant body color of white. Meanwhile, the KG female sheeps corresponded closely to the two colors mix, striped colors white, brown and dark brown, and the percentage of mottle 1-10%. KG sheep has a longer body shape, wider part of the rump and higher proportion of chest than the other sheeps. Cumulative index value, which has a relative value fixed throughout life and provides an accurate picture of the type of breed, the highest belonged to KG sheep. Based on body shape and the value of the cumulative index, KG sheep can be categorized into a meat type sheep. Plotting canonical sound characteristics could differentiate LG, KS and BC sheeps, while the SC, KG and KS sheeps were difficult to differentiated. Plotting based on body sizes could differentiate SC (and KS) with BC, LG and KG sheeps, while the SC and KS sheeps was difficult to differentiated. Meanwhile, the plotting based on behavioral characteristics could differentiate BC, KS and LG (with KG and SC) sheeps. Dendogram based on call sound characteristics put KG sheep on groups that were less precise. The grouping of sheep based on the body sizes produces more precise results i.e. the first group consisting of SC, KS and BC and the second group consisting of LG and KG. Meanwhile, the dendogram based on the behavior traits produced sheep grouping that are less accurate. Keywords: call sound, body sizes, body index, behavior, differentiation, genetic distance

62 36 PENDAHULUAN Beberapa cara atau analisa untuk menduga jarak genetik dan pembedaan bangsa atau subpopulasi domba telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Cara atau analisa yang telah dilakukan studi-studi terdahulu adalah menggunakan analisa molekuler, baik DNA maupun protein, atau menggunakan data morfometri melalui analisa multivariate. Beberapa peneliti terdahulu telah melaporkan pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa pada domba menggunakan analisa DNA (Wu et al. 2003; Tapio et al. 2010; Kusza et al. 2010) dan protein (Shahrbabak et al. 2010). Walaupun demikian, pekerjaan yang berkaitan dengan protein dan DNA tersebut memerlukan peralatan laboratorium yang relatif lengkap, biaya yang relatif mahal dan penguasaan teknik yang memadai. Pengumpulan data ukuran tubuh memiliki kelebihan relatif lebih mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan pengumpulan data DNA maupun protein. Metode analisa multivariate dapat digunakan untuk menentukan apakah sebagian populasi sudah berbeda dan membentuk subpopulasi tersendiri atau masih sama dengan sebagian populasi yang lain atau belum membentuk subpopulasi yang baru. Beberapa peneliti terdahulu dengan metode analisa multivariate telah berhasil melakukan penghitungan jarak genetik dan pembedaan beberapa subpopulasi domba di Indonesia (Suparyanto et al. 1999; Mansjoer et al. 2007; Gunawan dan Sumantri 2008). Menggunakan cara analisa yang sama Salamena et al. (2007) telah membuktikan bahwa dari tiga subpopulasi domba Kisar di Maluku yang diamati belum menunjukkan terbentuknya subpopulasi baru yang berbeda dengan subpopulasi domba Kisar yang lain. Hasil yang sama juga telah dilaporkan untuk spesies ternak yang lain yaitu kerbau lokal di Jawa Tengah (Johari et al. 2009) dan kerbau lokal Maluku (Salamena dan Papilaja 2010), dari beberapa subpopulasi yang diamati belum menunjukkan terbentuknya subpopulasi baru. Pada spesies burung, perbedaan suara kicauan/nyanyian adalah kriteria yang paling diandalkan dalam pembedaan spesies burung (Mahler dan Gil 2009). Rusfidra (2004) telah membandingkan dan dapat membedakan karakteristik suara ayam Balenggek dengan ayam Pelung, ayam Bekisar, ayam kampung dan burung Perkutut. Nowak et al. (2008) menyatakan bahwa bangsa-bangsa domba seperti individu juga berbeda karakteristik suaranya. Keragaman karakteristik suara yang terdapat pada

63 37 spesies domba antar bangsa domba diduga juga dapat digunakan untuk pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa domba. Metode ini tidak perlu menangkap ternak/hewan sampel sehingga tidak banyak menimbulkan stress pada ternak/hewan sampel dan memudahkan dalam penelitian pada hewan-hewan liar. Telah diketahui bahwa tingkah laku suatu individu hewan lebih banyak mirip dengan individu anggota-anggota populasi tersebut dibandingkan dengan individu anggota populasi yang lain Craig (1981). Beberapa studi tingkah laku telah dilakukan untuk pembedaan bangsa hewan pada beberapa spesies, sebagai contoh terdapat perbedaan karakteristik tingkah laku pada bangsa anjing Spaniel dan Basenjis (McFarland 1999) dan perbedaan suara nyanyian spesies jangkrik T. oceanicus, T, commodus dan hibridnya (Bentley dan Hoy 1972). Analisa multivariate belum pernah digunakan untuk pembedaan bangsa domba berdasarkan karakteristik peubah suara dan tingkah laku. Sebagaimana data ukuran tubuh, data suara dan tingkah laku juga memiliki banyak peubah. Setidaknya 24 peubah dapat diukur dari suara yang dihasilkan oleh seekor domba dengan bantuan Software Raven 1.3 Pro (Charif et al. 2008). Hafez et al. (1969) mengelompokkan tingkah laku menjadi 9 macam jenis tingkah laku sedangkan Ewing et al. (1999) membagi tingkah laku hewan lebih terperinci lagi menjadi 14 tipe tingkah laku. Berdasarkan karakteristik suara dan tingkah laku yang mempunyai banyak peubah ini maka pembedaan bangsa domba berpeluang dilakukan dengan analisa multivariate. Informasi mengenai pendugaan jarak genetik dan pembedaan bangsa domba sangat diperlukan dalam program persilangan antar bangsa. Persilangan antar bangsa domba dengan jarak genetik yang jauh akan memaksimalkan efek heterosis dan efek suplementasi pada keturunannya (Warwick et al. 1990). Di samping itu, informasi jarak genetik dan pembedaan bangsa domba atau sub populasi domba juga diperlukan dalam mempertimbangkan program pelestarian bangsa domba. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mempelajari keragaman pada peubah-peubah karakteristik suara, fenotipe tubuh dan tingkah laku untuk pembedaan bangsa domba. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif cara untuk membedakan bangsa domba berdasarkan karakteristik suara, fenotipe tubuh dan sifat tingkah laku.

64 38 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak yaitu di Kandang Percobaan yang berlokasi di Cilebut dan Bogor. Penelitian berlangsung selama 9 bulan yang dilakukan pada bulan Juni 2009 hingga Pebruari Materi Penelitian Domba yang digunakan dalam penelitian karakteristik suara, fenotipe (sifat kualitatif dan kuantitatif/ukuran tubuh) dan tingkah laku adalah domba dewasa (berumur 2 tahun) dari lima bangsa domba yang dipelihara di Kandang Percobaan Cilebut dan Bogor. Kelima bangsa domba tersebut adalah Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik 50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross (SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix). Jumlah masing-masing bangsa domba yang digunakan dalam penelitian seperti tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah sampel bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) yang digunakan dalam penelitian karakteristik suara, fenotipe dan tingkah laku Jenis Penelitian Jenis Kelamin Jumlah sampel (ekor) BC KG LG KS SC Total Karakteristik Suara Jantan Betina Total Karakteristik Fenotipe Jantan Betina Total Karakteristik Tingkah laku Jantan Betina Total

65 39 Metode Penelitian Penelitian Karakteristik Suara. Sebanyak minimal tiga contoh suara panggilan (call sound) dari setiap domba direkam dengan digital voice recorder (CENIX Tipe W900) dalam format file MP3. Sebelum dianalisis lebih lanjut, sampel suara dibersihkan dari suara noise (gaduh/riuh) dan suara hiss (desis/suit) serta suara-suara yang tidak dikehendaki (seperti suara langkah, suara domba-domba lain, dll), dengan bantuan software Wavepad Sound Editor Ver Suara domba sampel yang tercampur dengan domba yang lain tidak digunakan dalam analisa. Selanjutnya analisis suara domba dilakukan dengan bantuan Software Analisis Suara Interaktif Raven Pro 1.3 for Windows yang dibuat oleh Cornell Lab of Ornithology. Software tersebut diunduh dan dibeli dari situs web Dua puluh empat peubah yang mampu dihitung oleh software Raven 1.3 Pro (Charif et al. 2008) diukur dari setiap suara domba sampel. Peubah-peubah yang diukur adalah : 1. Lama Suara/Delta Waktu (DELWAK) = perbedaan antara waktu mulai bersuara dan akhir waktu bersuara untuk suara yang dianalisa (detik). 2. Panjang Wafeform (PJWAFE) = jumlah frame yang terkandung di dalam suara yang dianalisa (frame). 3. Amplitudo Maksimum (AMPMAK) = nilai amplitudo maksimum dari semua nilai sampel di dalam suara yang dianalisa (unit). 4. Waktu Amplitudo Maksimum (WAMPMAK) = waktu dimana amplitudo maksimum terjadi (detik). 5. Amplitudo Minimum (AMPMIN) = nilai amplitudo minimum dari semua nilai sampel di dalam suara yang dianalisa (unit). 6. Waktu Amplitudo Minimum (WAMPMIN) = waktu dimana amplitudo minimum terjadi (detik). 7. Puncak Amplitudo (PUNAMP) = nilai absolut terbesar dari amplitudo maksimum dan amplitudo minimum (unit). 8. Waktu Puncak Amplitudo (WPUNAMP) = waktu dimana puncak amplitudo terjadi (detik). 9. Root-Mean-Square Amplitudo/Amplitudo Efektif (AMPRMS) = dihitung oleh Software Raven 1.3 Pro (dalam satuan unit) dengan rumus (Charif et al. 2008) :

66 40 Keterangan : n = jumlah sampel di dalam suara yang dianalisa = amplitudo sampel ke-i di dalam suara yang dianalisa 10. Frekuensi Kuartil Pertama (FREKQ1) = frekuensi yang membagi suara menjadi dua interval frekuensi yang mengandung 25% dan 75% energi dalam suara yang dianalisa (Hz). 11. Waktu Frekuensi Kuartil Pertama (WFREKQ1) = titik waktu yang membagi suara menjadi dua interval waktu yang mengandung 25% dan 75% energi dalam suara yang dianalisa (detik). 12. Frekuensi Kuartil Ketiga (FREKQ3) = frekuensi yang membagi suara menjadi dua interval frekuensi yang mengandung 75% dan 25% energi dalam suara yang dianalisa (Hz). 13. Waktu Frekuensi Kuartil Ketiga (WFREKQ3) = titik waktu yang membagi suara menjadi dua interval waktu yang mengandung 75% dan 25% energi dalam suara yang dianalisa (detik). 14. Daya Rata-rata (DYRT) = nilai rata-rata spektrum daya dari suara yang dianalisa (jumlah nilai spektrum daya di antara batas frekuensi atas dan bawah dibagi jumlah bin frekuensi di dalam suara yang dianalisa) (db). 15. Frekuensi Tengah (FREKTGH) = frekuensi yang membagi suara yang dianalisa menjadi dua interval frekuensi berenergi sama (Hz). 16. Waktu Frekuensi Tengah (WFREKTGH) = titik waktu dimana suara yang dianalisa dibagi menjadi dua interval waktu berenergi sama (detik). 17. Energi (ENERGI) = dihitung oleh Software Raven 1.3 Pro (dalam satuan db) dengan rumus (Charif et al. 2008) : Keterangan : dan = batas frekuensi bawah dan atas dari sampel suara yang dianalisa dan = jumlah frame awal dan akhir dari sampel suara yang dianalisa = nilai referensi daya

67 41 = spectrogram power spectral density di frame t pada frekuensi f (dalam db) Δf = ukuran bin frekuensi (sama dengan sampling rate dibagi ukuran Discrete Fourier Transform (DFT)) 18. Perbedaan Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga (BDFREKQ13) = perbedaan antara frekuensi kuartil pertama dan kuartil ketiga (Hz). 19. Perbedaan Waktu Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga (WBDFREKQ13) = perbedaan waktu antara saat Frekuensi Kuartil Pertama terjadi dan saat Frekuensi Kuartil Ketiga terjadi (detik). 20. Panjang Spektrogram (PJSPEKTR) = jumlah frame spectra yang yang terkandung di dalam suara yang dianalisa (frame). 21. Frekuensi Maksimum (FREKMAK) = frekuensi dimana daya maksimum terjadi dalam suara yang dianalisa (Hz). 22. Daya Maksimum (DYMAK) = daya maksimum yang terjadi pada suara yang dianalisa. Pada grayscale spectrogram, daya maksimum adalah titik tergelap pada suara yang dianalisa (db). 23. Waktu Daya Maksimum (WDYMAK) = waktu dimana titik spektrogram sama dengan daya maksimum (detik). 24. Waktu Frekuensi Maksimum (WFREKMAK) = waktu dimana frekuensi maksimum terjadi (detik). Penelitian Fenotipe Tubuh. Karakteristik sifat fenotipe kualitatif dan kuantitatif dari setiap bangsa domba diamati. Beberapa karakteristik dari sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ini mengikuti petunjuk Handiwirawan et al. (2007) yaitu : 1. Keberadaan tanduk (1=ada, 2=tidak), 2. Warna tanduk (1=hitam, 2=coklat, 3=putih/kuning gading), 3. Orientasi tanduk (1=lurus, 2=agak melengkung, 3=melingkar, 4=tonjolan), 4. Profil muka (1=cekung, 2=cembung, 3=lurus), 5. Warna tubuh dominan adalah warna dominan yang terdapat pada tubuh (1=putih, 2=coklat muda, 3=coklat tua, 4=abu-abu, 5=hitam), 6. Pola warna tubuh adalah jenis-jenis warna yang terdapat pada tubuh (1=satu warna, 2=campuran dua warna, 3=campuran tiga warna, 4=totol),

68 42 7. Warna belang adalah warna yang ada di samping warna dominan (1=putih, 2=coklat muda, 3=coklat tua, 4=abu-abu, 5=hitam), 8. Penyebaran belang adalah persentase belang yang terdapat pada tubuh (1=1 10%, 2=>10 20%, 3=>20 30%, 4=>30 40%, 5=>40 50%). Karakteristik sifat kuantitatif yang diamati adalah bobot badan dan ukuran beberapa bagian tubuh domba yaitu : 1. Bobot badan (BB), ditimbang pada pagi hari sebelum domba diberi makan (kg), 2. Panjang tengkorak (PJTGK) adalah jarak antara titik tertinggi sampai titik terdepan tengkorak (cm), 3. Lebar tengkorak (LBTGK) adalah jarak antara titik penonjolan tengkorak kiri dan kanan (cm), 4. Tinggi tengkorak (TGTGK) adalah jarak antara titik tertinggi tengkorak sampai titik terendah rahang bawah (cm), 5. Panjang tanduk (PJTA) adalah panjang dari pangkal tanduk sampai ke ujung tanduk mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar (cm), 6. Lingkar pangkal tanduk (LGPT) adalah ukuran lingkar pada pangkal tanduk (cm), 7. Panjang telinga (PJTEL) adalah jarak antara pangkal daun telinga sampai titik ujung telinga (cm), 8. Lebar telinga (LBTEL) adalah jarak antara dua titik terluar daun telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga (cm), 9. Tinggi pundak (TGPU) adalah jarak tertinggi pada pundak tegak lurus sampai ke tanah menggunakan tongkat ukur (cm), 10. Panjang badan (PJBD) adalah jarak dari tepi tulang processus spinocus sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/os ischium) (cm), 11. Lebar dada (LBDD) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan (cm), 12. Lingkar dada (LGDD) adalah ukuran lingkar rongga dada tepat di belakang sendi bahu (os scapula) tegak lurus sumbu tubuh (cm), 13. Dalam dada (DLDD) adalah jarak bagian tertinggi pundak sampai dengan dasar dada (cm),

69 Lingkar kanon (LGKN) adalah ukuran lingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kanan (cm), 15. Tinggi pantat (TGPA) adalah jarak tertinggi sacrum tegak lurus ke tanah (cm), 16. Lebar pinggul (LBPG) adalah jarak titik terluar antara pinggul kiri dan kanan (cm), 17. Panjang pantat (PJPA) adalah jarak pinggul (tuber coxae) sampai tuber ischii (cm), 18. Panjang ekor (PJEK) adalah jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor (cm), 19. Lebar ekor (LBEK) adalah jarak lebar antara titik sisi kiri dan kanan pangkal ekor (cm). Penelitian Tingkah Laku. Pengamatan tingkah laku domba dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan CCTV (Close Circuit Televisi). Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m 2 diisi masing-masing 5 ekor domba dari bangsa dan jenis kelamin yang sama. Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut terhubung dengan peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang diletakkan di ruangan khusus pengamatan. Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension.vvf hasil backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 1-1.5TB. Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku yaitu : 1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit).

70 44 3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit). 8. Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit). File data rekaman dibuka dengan software VVF Player dan kemudian hasil rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi lama (menit) suatu sifat tingkah laku dilakukan. Terbatasnya waktu yang tersedia menyebabkan data rekaman tingkah laku hanya dapat diamati selama durasi 5 jam, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu yang diamati adalah pada pukul (domba mulai melakukan aktivitas di pagi hari dan makan), (aktivitas makan dan aktivitas umum lain), (aktivitas tingkah laku umum dan berbaring istirahat),

71 45 (aktivitas mulai berkurang, biasanya berdiri atau berbaring istirahat) dan (aktivitas berbaring tidur atau berdiri diam) WIB. Analisa Data Koreksi data dilakukan sebelum analisa statistik dilakukan untuk setiap data kuantitatif. Setiap nilai peubah karakteristik suara dan tingkah laku dikoreksi terhadap jenis kelamin, sedangkan untuk data ukuran tubuh terlebih dahulu dikoreksi terhadap jenis kelamin dan umur. PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 digunakan untuk penentuan nilai konstanta faktor koreksi yang dilakukan dengan cara penambahan atau pengurangan RKT data. Data karakteristik suara dan tingkah laku dikoreksi terhadap RKT domba betina sedangkan data ukuran tubuh dikoreksi terhadap RKT domba jantan dan kelompok umur di atas 3 tahun. Analisa ragam dari setiap peubah suara, ukuran tubuh dan tingkah laku dilakukan dengan software SAS ver. 9.0 (SAS 2002) dengan PROC GLM dan dilakukan uji signifikansi untuk penentuan perbedaan antar bangsa domba. PROC CANDISC dari software SAS ver 9.0, digunakan untuk analisis diskriminan kanonikal berupa penghitungan jarak Mahalanobis, koefisien kanonikal dan interpretasi visual dari perbedaan bangsa domba. Berdasarkan matriks jarak Mahalanobis yang telah dihasilkan dari analisis sebelumnya, hierarchical clustering dilaksanakan dengan PROC CLUSTER menurut Metode Average Linkage (Unweighted Pair-Group Method Using Arithmetic Averages, UPGMA), kemudian dari output yang dihasilkan dibuat dendogram untuk kelima bangsa domba dengan PROC TREE dari software SAS ver 9.0 (SAS 2002). Penghitungan indeks morfologi dilakukan menurut petunjuk Salako (2006) dan Alderson (1999) untuk menaksir tipe dan fungsi dari lima bangsa domba penelitian. Indeks morfologi yang dihitung adalah sebagai berikut : 1. Kemiringan (slope) tinggi (SLPTG) = tinggi pundak tinggi pantat 2. Indeks panjang (INDPJG) = panjang badan / tinggi pundak 3. Kemiringan (slope) lebar (SLPLBR) = lebar pinggul / lebar dada 4. Indeks dalam (INDDLM) = dalam dada / tinggi pundak 5. Panjang kaki depan (PJKKDPN) = tinggi pundak dalam dada 6. Keseimbangan (keserasian) (SEIMB) = (panjang pantat x lebar pinggul) / (dalam dada x lebar dada)

72 46 7. Indeks kumulatif (INDEKUM) = (bobot badan / rataan bobot badan bangsa) + indeks panjang + keseimbangan Analisa ragam dari setiap peubah suara, ukuran tubuh, indeks ukuran tubuh dan tingkah laku dilakukan menggunakan software SAS ver. 9.0 dengan PROC GLM, dan dilakukan uji signifikansi untuk melihat perbedaan antar bangsa domba. Model persamaan linier yang digunakan adalah : Y ij = µ + B i + ε ij dimana : Y ij = Pengamatan pada perlakuan bangsa ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum B i = Pengaruh bangsa ke-i, (i = 1, 2, 3, 4, 5) ε ij = Pengaruh acak karena pengaruh bangsa ke-i dan ulangan ke-j Frekuensi dan persentase setiap sifat kualitatif dihitung menggunakan PROC FREQ dari software SAS ver 9.0 yang membuat tabulasi silang antara sifat kualitatif yang diamati dengan bangsa domba. PROC CORRESP digunakan untuk melakukan multiple correspondence analysis (MCA) di antara peubah kategori sifat kualitatif. Plot yang dihasilkan dari data keluaran PROC CORRESP menunjukkan grafik hubungan antara kategori-kategori dari peubah kategori (SAS 2002). Berdasarkan grafik ini dapat ditentukan apakah terdapat keterkaitan antara peubah kualitatif tertentu dengan bangsa domba tertentu sehingga sifat kualitatif tersebut menjadi ciri spesifik bangsa tertentu.

73 47 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Karakteristik Suara Karakteristik suara dari lima bangsa domba yang terdiri atas 24 peubah ditampilkan pada Tabel 10. Lama domba bersuara bervariasi antara detik. Lama bersuara domba SC dan KG tidak berbeda, namun kedua bangsa domba tersebut berbeda dengan domba BC, LG dan KS. Suara dengan amplitudo maksimum dikeluarkan oleh domba SC ( unit) sedangkan yang terendah dikeluarkan oleh domba KS ( unit). Energi suara domba LG (102.3 db) sama dengan domba SC (101.4 db) dan KG (99.9 db) tetapi lebih tinggi dibandingkan domba BC (97.1 db) yang sama dengan domba KS (97.7 db). Frekuensi maksimum domba LG ( Hz) sama dengan domba SC ( Hz), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan domba KS ( Hz) dan domba BC ( Hz). Shillito-Waser dan Hague (1980) juga menemukan dan melaporkan bahwa dari hasil analisa sonografi beberapa parameter suara bernada tinggi menunjukkan perbedaan antara domba Clunt Forest, Jakob, Dalesbred dan Border Leicester. Daya maksimum suara domba BC dan KS lebih rendah dibandingkan domba SC dan LG. Peubah amplitudo, energi dan daya berkaitan dengan kuat atau lemahnya suara, sedangkan peubah frekuensi menunjukkan tinggi rendahnya nada suara. Berdasarkan analisis total struktur kanonikal peubah karakteristik suara terdapat beberapa peubah yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda bangsa domba. Peubah pembeda bangsa tersebut adalah FREKQ3, FREKTGH, dan FREKMAK (kanonikal 1) berturut-turut dengan nilai , , dan serta WFREKQ1 (kanonikal 2) dengan nilai (Tabel 11).

74 48 48 Tabel 10. Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Bangsa domba BC KG LG KS SC DELWAK (detik) 0.92 a ± b ± c ± a ± b ±0.06 PJWAFE (frame) a ± b ± c ± a ± b ± AMPMAK (unit) ab ± abc ± bc ± a ± c ± WAMPMAK (detik) 0.47 b ± b ± b ± a ± a ±0.03 AMPMIN (unit) a ± ab ± b ± a ± b ± WAMPMIN (detik) 0.46 bc ± bcd ± cd ± a ± ab ±0.04 PUNAMP (unit) ab ± ab ± b ± a ± b ± WPUNAMP (detik) 0.47 b ± b ± c ± a ± a ±0.03 AMPRMS (unit) a ± a ± b ± a ± b ± FREKQ1 (Hz) c ± ab ± a ± c ± bc ±60.67 WFREKQ1 (detik) 0.36 b ± b ± c ± a ± b ±0.02 FREKQ3 (Hz) b ± a ± a ± b ± a ±66.70 WFREKQ3 (detik) 0.63 ab ± c ± d ± a ± bc ±0.04 DYRT (db) a ± ab ± b ± a ± b ±0.86 FREKTGH (Hz) c ± b ± a ± c ± ab ±64.26 WFREKTGH (detik) 0.48 ab ± b ± c ± a ± b ±0.03 ENERGI (db) a ± bc ± c ± ab ± c ±0.96 BDFREKQ13 (Hz) b ± a ± a ± a ± a ±64.25

75 49 Tabel 10 (Lanjutan). Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Bangsa domba BC KG LG KS SC WBDFREKQ13 (detik) 0.31 a ± b ± c ± a ± b ±0.03 PJSPEKTR (frame) a ± b ± c ± a ± b ±13.44 FREKMAK (Hz) cd ± bc ± a ± d ± ab ±82.51 DYMAK (db) a ± ab ± b ± a ± b ±0.82 WDYMAK (detik) 0.46 ab ± bc ± c ± a ± ab ±0.04 WFREKMAK (detik) 0.46 ab ± bc ± c ± a ± ab ±0.04 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) DELWAK = Lama Suara, PJWAFE = Panjang Wafeform, AMPMAK = Amplitudo Maksimum, WAMPMAK = Waktu Amplitudo Maksimum, AMPMIN = Amplitudo Minimum, WAMPMIN = Waktu Amplitudo Minimum, PUNAMP = Puncak Amplitudo, WPUNAMP = Waktu Puncak Amplitudo, AMPRMS = Root- Mean-Square Amplitudo/Amplitudo Efektif, FREKQ1 = Frekuensi Kuartil Pertama, WFREKQ1 = Waktu Frekuensi Kuartil Pertama, FREKQ3 = Frekuensi Kuartil Ketiga, WFREKQ3 = Waktu Frekuensi Kuartil Ketiga, DYRT = Daya Rata-rata, FREKTGH = Frekuensi Tengah, WFREKTGH = Waktu Frekuensi Tengah, ENERGI = Energi, BDFREKQ13 = Perbedaan Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, WBDFREKQ13 = Perbedaan Waktu Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, PJSPEKTR = Panjang Spektrogram, FREKMAK = Frekuensi Maksimum, DYMAK = Daya Maksimum, WDYMAK = Waktu Daya Maksimum, WFREKMAK = Waktu Frekuensi Maksimum 49

76 50 Tabel 11. Struktur total kanonik peubah wafeform dan spektrogram dari suara bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Kanonikal 1 Kanonikal 2 DELWAK PJWAFE AMPMAK WAMPMAK AMPMIN WAMPMIN PUNAMP WPUNAMP AMPRMS FREKQ WFREKQ FREKQ WFREKQ DYRT FREKTGH WFREKTGH ENERGI BDFREKQ WBDFREKQ PJSPEKTR FREKMAK DYMAK WDYMAK WFREKMAK Keterangan : DELWAK = Lama Suara, PJWAFE = Panjang Wafeform, AMPMAK = Amplitudo Maksimum, WAMPMAK = Waktu Amplitudo Maksimum, AMPMIN = Amplitudo Minimum, WAMPMIN = Waktu Amplitudo Minimum, PUNAMP = Puncak Amplitudo, WPUNAMP = Waktu Puncak Amplitudo, AMPRMS = Root-Mean-Square Amplitudo/Amplitudo Efektif, FREKQ1 = Frekuensi Kuartil Pertama, WFREKQ1 = Waktu Frekuensi Kuartil Pertama, FREKQ3 = Frekuensi Kuartil Ketiga, WFREKQ3 = Waktu Frekuensi Kuartil Ketiga, DYRT = Daya Rata-rata, FREKTGH = Frekuensi Tengah, WFREKTGH = Waktu Frekuensi Tengah, ENERGI = Energi, BDFREKQ13 = Perbedaan Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, WBDFREKQ13 = Perbedaan Waktu Frekuensi Kuartil Pertama dan Ketiga, PJSPEKTR = Panjang Spektrogram, FREKMAK = Frekuensi Maksimum, DYMAK = Daya Maksimum, WDYMAK = Waktu Daya Maksimum, WFREKMAK = Waktu Frekuensi Maksimum

77 51 Keragaman Sifat Kualitatif Gambar 9 memperlihatkan grafik keberadaan, warna dan orientasi tanduk domba jantan dan betina dari bangsa domba BC, KG, LG, KS dan SC. Sementara itu, Gambar 11 adalah foto yang memperlihatkan keragaman sifat-sifat tersebut. SC LG BC 17.6 (a) Jantan % 50% 100% Bertanduk Tidak Bertanduk 0 SC LG BC (b) Betina % Bertanduk 50% Tidak Bertanduk 100% (c) Warna Tanduk Domba Jantan (d) Warna Tanduk Domba Betina % Tidak Bertanduk BC KG LG KS SC Tanduk Hitam Tanduk Coklat Tanduk Kuning Tanduk Hitam Kuning % Tidak Bertanduk BC KG LG KS SC Tanduk Hitam Tanduk Kuning (e) Orientasi Tanduk Domba Jantan (f) Orientasi Tanduk Domba Betina % Tidak Bertanduk BC KG LG KS SC Lurus Agak Melengkung Melingkar Tonjolan % Tidak Bertanduk BC KG LG KS SC Lurus Tonjolan Gambar 9. Keberadaan tanduk (a = jantan dan b = betina), warna tanduk (c = jantan dan d = betina) dan orientasi tanduk (e = jantan dan f = betina domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC)

78 52 Domba Lokal Garut berjenis kelamin jantan seluruhnya mempunyai tanduk (Gambar 9a), yang sebagian besar berorientasi melingkar (75 %) (Gambar 9e) dan sebagian besar berwarna hitam (87.5 %) (Gambar 9c). Sementara itu, domba BC, KG dan KS berjenis kelamin jantan sebagian besar mempunyai tanduk, sedangkan domba SC berjenis kelamin jantan hanya sebagian kecil yang mempunyai tanduk (17.6%). Warna tanduk domba jantan BC lebih bervariasi dengan warna hitam, coklat dan kuning dan lebih setengahnya berwarna hitam (53.6 %) (Gambar 9c). Domba KG hanya mempunyai dua warna tanduk yaitu hitam dan kuning namun berkebalikan dengan domba BC, tanduk domba KG jantan dominan umumnya berwarna kuning (55.6). Domba jantan KS dan SC hanya memiliki dua jenis warna tanduk yaitu hitam dan kuning. Domba KG jantan mempunyai orientasi atau bentuk tanduk yang lebih bervariasi, sementara itu domba KS dan SC hanya mempunyai dua bentuk tanduk yaitu agak melengkung dan tonjolan. Bentuk tanduk yang berupa tonjolan lebih banyak dimiliki oleh domba jantan BC dan KS, berturut-turut sebesar 40 % dan 48 % (Gambar 9e). Domba betina pada umumya tidak memiliki tanduk seperti diperlihatkan pada Gambar 9b. Domba betina BC, KS dan SC seluruhnya tidak bertanduk, sementara itu domba betina KG dan LG dalam persentase kecil memiliki tanduk (5.4 % dan 7.1 %). Domba betina KG yang bertanduk seluruhnya memiliki bentuk berupa tonjolan (Gambar 9f) berwarna hitam atau kuning (Gambar 9d), sedangkan domba betina LG yang bertanduk berorientasi tanduk lurus (Gambar 9f) dan berwarna hitam (Gambar 9d). (a) Jantan SC KS LG KG BC % 50% 100% Cembung Lurus (b) Betina SC KS LG KG BC % 50% 100% Cembung Lurus Gambar 10. Profil muka domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b)

79 53 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 11. Keragaman keberadaan tanduk (a, b, c, d, e, f, i, = domba jantan bertanduk; h = domba betina bertanduk; g, j = domba jantan tidak bertanduk), warna tanduk (d, h = hitam; a, b, e, f, i = kuning; c = hitam kuning), orientasi tanduk (d, f = lurus; b, i = agak melengkung; a, c = melingkar; e = tonjolan), profil muka (b, i =cembung; d, j = lurus)

80 54 Coklat Tua 47% (a) Domba BC Jantan Hitam 13% Coklat Muda 40% (b) Domba BC Betina Hitam 3% Coklat Tua 36% Putih 10% Coklat Muda 51% Abu-abu 5% Coklat Tua 17% Coklat Muda 5% (c) Domba KG Jantan Hitam 6% Putih 67% (e) Domba LG Jantan Coklat Tua 8% Coklat Muda 5% (d) Domba KG Betina Hitam 11% Putih 76% (f) Domba LG Betina Hitam 38% Putih 25% Coklat Tua 37% Coklat Tua 7% Hitam 47% Putih 39% Coklat Muda 7% Coklat Tua 20% Coklat Muda 12% (g) Domba KS Jantan Putih 68% (i) Domba SC Jantan Coklat Tua 12% Coklat Muda 30% (h) Domba KS Betina Hitam 4% Putih 54% (j) Domba SC Betina Putih 100% Putih 100% Gambar 12. Warna tubuh dominan domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j)

81 55 Sebagian besar domba jantan maupun betina dari kelima bangsa mempunyai profil muka lurus, bahkan domba jantan dan betina BC dan domba betina KS seluruhnya berprofil muka lurus (Gambar 10 dan 11). Domba betina yang berprofil muka cembung lebih sedikit dibandingkan yang berjenis kelamin jantan untuk setiap bangsa domba. Kelima bangsa domba memiliki karakteristik warna tubuh dominan yang berbedabeda. Domba SC jantan seluruhnya memiliki warna tubuh dominan putih (Gambar 12i), dan bangsa domba jantan yang memiliki warna tubuh dominan umumnya putih adalah domba jantan KG (67 %) dan KS (68 %) (Gambar 12c dan 12g). Coklat tua adalah warna tubuh dominan bagi bangsa domba BC (47 %) dan LG (37 %) jantan. Diantara kelima bangsa domba jantan tersebut domba KG memiliki warna tubuh dominan lebih bervariasi, disamping umumnya berwarna putih juga terdapat domba jantan yang berwarna abu-abu, coklat muda, coklat tua dan hitam. Domba betina pada umumnya mempunyai jenis warna tubuh dominan lebih banyak dibandingkan domba jantan untuk setiap bangsa (Gambar 12) kecuali bangsa domba betina KG memiliki 4 macam warna dimana yang jantan memiliki 5 macam warna (Gambar 12d) dan domba betina SC memiliki jenis warna yang sama dengan domba jantan SC (Gambar 12i). (a) Jantan (b) Betina % BC KG LG KS SC % BC KG LG KS SC Satu warna Satu warna Campuran 2 warna Campuran 3 warna Campuran 2 warna Campuran 3 warna Totol-totol Gambar 13. Pola warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b)

82 56 Putih Coklat Tua 6% Coklat Tua 11% Putih Hitam 25% Hitam 20% Coklat Tua 8% Hitam 40% Coklat Muda 7% Putih Abu-abu 6% Hitam 11% Coklat Tua Hitam 13% Hitam 12% Putih Coklat Muda 12% Coklat Muda Hitam 4% Polos 100% (a) BC Jantan Polos 20% Putih 33% (c) KG Jantan Putih Hitam 11% (e) LG Jantan (g) KS Jantan (i) SC Jantan Polos 25% Putih 25% Polos 28% Putih 5% Coklat Muda 22% Coklat Tua Hitam 4% Polos 36% Putih 4% Coklat Muda 12% Putih Hitam 10% Coklat Tua 3% Hitam 5% Coklat Tua 3% Putih Coklat Muda 4% Hitam 25% Coklat Muda Hitam 6% Hitam 9% Hitam 1% Coklat (b) BC Betina Muda Hitam Polos 3% 33% Hitam 36% Putih Coklat Muda 3% Coklat Muda 46% Putih Hitam 4% Coklat Tua 3% Putih Hitam 14% Coklat Tua 7% Coklat muda 14% Coklat Tua Hitam 4% Coklat muda hitam 3% (d) KG Betina (f) LG Betina (h) KS Betina Polos 24% (j) SC Betina Coklat Muda 5% Putih Hitam 5% Putih 5% Polos 39% Putih 14% Putih 10% Coklat Tua Hitam 11% Coklat Tua Hitam 3% Polos 30% Coklat Muda Tua Putih Hitam Coklat 4% Putih Tua 10% Hitam 2% Coklat Muda 20% Coklat muda tua hitam 2% Polos 79% Coklat tua hitam 1% Gambar 14. Warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a) dan betina (b), Komposit Garut (KG) jantan (c) dan betina (d), Lokal Garut (LG) jantan (e) dan betina (f), Komposit Sumatera (KS) jantan (g) dan betina (h), St. Croix Cross (SC) jantan (i) dan betina (j)

83 57 Hanya terdapat 4 macam warna tubuh dominan yang dimiliki domba betina untuk semua bangsa yaitu putih, coklat muda, coklat tua dan hitam kecuali domba betina SC yang hanya memiliki satu macam warna tubuh dominan.warna tubuh dominan putih umumnya dimiliki oleh domba betina bangsa KG (Gambar 12d), KS (Gambar 12h) dan SC (Gambar 12i), sedangkan domba betina BC umumnya berwarna coklat muda (Gambar 12b) dan domba betina LG berwarna hitam (Gambar 12f). Pola warna tubuh domba jantan KG, LG dan KS lebih bervariasi yang terdiri dari polos atau satu warna, campuran dua warna dan campuran tiga warna (Gambar 13). Domba jantan KG dan KS umumnya memiliki pola warna campuran dua warna, sedangkan domba jantan LG lebih banyak yang memiliki campuran dua atau tiga warna. Domba jantan BC memiliki dua macam pola warna yaitu polos atau satu warna dan campuran dua warna. Pola warna polos atau satu warna hanya dimiliki oleh domba jantan SC (Gambar 13a). Domba betina dari kelima bangsa memiliki pola warna polos, campuran dua warna dan campuran tiga warna, kecuali domba betina KS dan SC disamping memiliki pola warna tersebut juga mempunyai pola warna totol-totol (Gambar 13b). Empat bangsa domba (BC, KG, LG dan KS) pada umumnya mempunyai pola warna campuran dua warna, sedangkan domba betina SC umumnya memiliki satu warna. Jumlah macam warna belang domba jantan KG dan KS paling banyak dibandingkan bangsa domba yang lain (Gambar 14c dan 14g) yaitu tujuh warna sedangkan domba jantan BC mempunyai warna belang paling sedikit yaitu tiga warna (Gambar 14a). Domba jantan SC tidak mempunyai warna belang atau hanya mempunyai satu warna (polos) yaitu putih. Domba betina pada umumnya memiliki jumlah warna belang lebih banyak dibandingkan domba jantan (Gambar 14), kecuali domba KG jantan maupun betina memiliki tujuh macam warna belang. Warna belang domba KS betina paling bervariasi dibandingkan domba betina dari kelima bangsa yang lain, yang memiliki sembilan macam warna belang. Sementara itu, domba betina yang memiliki paling sedikit macam warna belang adalah domba betina SC dengan 5 macam warna belang. Persentase warna belang domba jantan maupun betina dari kelima bangsa domba seperti terlihat pada Gambar 15a. Sebagian besar domba jantan BC memiliki warna belang dengan persentase 1 10 %, demikian pula dengan domba jantan KG.

84 58 Disamping persentase belang kecil, domba jantan KG juga ada yang memiliki persentase belang antara >30 50 %. Domba jantan KS memiliki persentase belang antara 1 20 %. Persentase belang yang dimiliki domba jantan LG adalah 1-10 % atau >40 50 %. Persentase belang domba betina lebih bervariasi dibandingkan domba jantan dari kelima bangsa (Gambar 15b). Domba betina KS memilki persentase belang lebih bervariasi (1-50 %) sedangkan yang paling sedikit variasinya adalah domba betina SC (1-10 %). Persentase warna belang 1-10 % lebih banyak dimiliki oleh domba betina dari empat bangsa domba (KG, LG, KS dan SC), sedangkan domba betina BC lebih banyak yang memiliki persentase belang antara >10 20 %. % (a) Jantan BC KG LG KS SC Polos % >10-20% >30-40% > % (b) Betina BC KG LG KS SC Polos % >10-20% >20-30% >30-40% > Gambar 15. Persentase warna belang domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS), St. Croix Cross (SC) jantan (a) dan betina (b) Setiap bangsa domba menunjukkan variasi fenotipe seperti terlihat pada Gambar 16 (BC), Gambar 17 (KG), Gambar 18 (LG), Gambar 19 (KS) dan Gambar 20 (SC). Definisi bangsa ternak menurut FAO (2000) adalah sekelompok ternak domestik dengan karakteristik eksternal yang dapat didefinisikan dan dapat dikenali yang memungkinkan kelompok tersebut dapat dibedakan secara visual dari kelompok yang lain di dalam spesies yang sama. Dari kelima bangsa domba, bangsa domba SC dan BC mempunyai karakteristik fenotipe yang relatif lebih seragam.

85 59 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 16. Keragaman warna tubuh domba Barbados Black Belly Cross (BC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)

86 60 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 17. Keragaman warna tubuh domba Komposit Garut (KG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)

87 61 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 18. Keragaman warna tubuh domba Lokal Garut (LG) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)

88 62 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 19. Keragaman warna tubuh domba Komposit Sumatera (KS) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)

89 63 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 20. Keragaman warna tubuh domba St. Croix Cross (SC) jantan (a, b, c, d) dan betina (e, f, g, h, i, j)

90 64 Tabel 12. Ringkasan karakteristik sifat kualitatif domba jantan dan betina Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) berdasarkan persentase terbanyak dari setiap sifat kualitatif Sifat kualitatif Jantan Bangsa Domba BC KG LG KS SC Tanduk Ada Ada Ada Ada Tidak ada Warna tanduk Hitam Kuning Hitam Kuning - Orientasi tanduk Tonjolan Melingkar/ Tonjolan Melingkar Tonjolan - Profil muka Lurus Lurus Lurus Lurus Lurus Warna tubuh dominan Pola warna Coklat tua Putih Coklat tua Putih Putih Campuran 2 warna Campuran 2 warna Warna belang Hitam Coklat muda Campuran 2 warna Persentase belang 1-10% 1-10% 1-10% atau >40-50% Betina Campuran 2 atau 3 warna Putih Hitam % - Satu warna Tanduk Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Warna tanduk Orientasi tanduk Profil muka Lurus Lurus Lurus Lurus Lurus Warna tubuh dominan Pola warna Coklat muda Campuran 2 warna Putih Hitam Putih Putih Campuran 2 warna Warna belang Hitam Coklat muda Campuran 2 warna Hitam Campuran 2 warna Coklat muda Persentase belang >10-20% 1-10% 1-10% 1-10% - Satu warna - Keseragaman sifat kualitatif dan produksi diperlukan sebagai suatu standar spesifikasi suatu bangsa ternak, termasuk domba. Karakteristik sifat kualitatif dari kelima bangsa domba berdasarkan persentase terbanyak untuk setiap sifat diperlihatkan pada Tabel 12. Sifat-sifat kualitatif yang tercantum pada Tabel 12 merupakan ciri-ciri umum setiap bangsa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

91 65 melakukan seleksi untuk meningkatkan keseragaman setiap bangsa. Seleksi untuk sifatsifat yang dikendalikan oleh gen tunggal dan alelnya bersifat dominan akan lebih mudah dilakukan dibandingkan sifat-sifat yang dikendalikan oleh banyak gen dan bersifat resesif. Keragaman Ukuran Tubuh Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa BB dan sebagian besar ukuran tubuh domba LG memiliki ukuran terkecil dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Domba LG mempunyai ukuran terbesar dibandingkan bangsa domba yang lain hanya untuk ukuran PJTA, LGPT dan LBDD. Domba LG mempunyai ukuran PJTA mencapai 34.6 cm dengan LGPT 20.4 cm. Bangsa domba SC memiliki ukuran BB yang paling besar, serta paling tinggi (TGPU dan TGPA) dibandingkan bangsa domba yang lain, disamping itu juga terbesar untuk ukuran PJTGK, LBTGK, LGDD, LGKN dan PJPA. Domba KG mempunyai ukuran tengkorak (PJTGK, LBTGK, TGTGK), panjang badan (PJBD), ukuran dada (LBDD dan LGDD), ukuran pinggul (LGPG) dan ukuran ekor (PJEK dan LBEK) terpanjang dibandingkan kelima bangsa domba yang lain. Domba KS mempunyai beberapa ukuran terpanjang seperti ukuran tengkorak (PJTGK dan LBTGK), ukuran telinga (PJTEL dan LBTEL), serta ukuran dada (LBDD dan DLDD). Domba BC mempunyai banyak rataan ukuran tubuh yang berada di antara bangsa domba yang lain terkecuali tiga ukuran yang dimiliki merupakan ukuran terpanjang bersama salah satu dari bangsa domba yang lain yaitu PJTEL dan DLDD (bersama KS), dan PJBD (bersama KG). Berdasarkan analisis total struktur kanonikal ukuran tubuh diperoleh beberapa peubah yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda bangsa domba. Peubah LBEK ( ), LGPT ( ), PJTA ( ) (kanonikal 1) dan peubah PJEK ( ), PJBD ( ), LBTGK ( ) (kanonikal 2) adalah peubah-peubah ukuran tubuh yang mempunyai nilai relatif tinggi dan menjadi peubah pembeda bangsa (Tabel 14). Jenis peubah pembeda bangsa yang diperoleh dalam suatu penelitian dapat berbeda bergantung kepada bangsa domba yang digunakan dalam penelitian. Mansjoer et al. (2007) mendapatkan bahwa peubah panjang telinga dan lebar telinga (kanonikal 1)

92 66 serta lebar ekor dan lebar dada (kanonikal 2) sebagai peubah pembeda bangsa domba Garut tipe tangkas dan pedaging, sedangkan Gunawan dan Sumantri (2008) mendapatkan lebar ekor, tinggi pundak dan panjang badan (kanonikal 1) serta lebar dada (kanonikal 2) sebagai peubah pembeda bangsa domba Garut dan persilangannya. Tabel 13. Rataan kuadrat terkecil beberapa ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Ukuran Tubuh Bangsa Domba BC KG LG KS SC BB (kg) b ± c ± a ± b ± d ±0.48 PJTGK (cm) b ± c ± a ± c ± c ±0.17 LBTGK (cm) b ± c ± a ± c ± c ±0.11 TGTGK (cm) b ± c ± a ± ab ± b ±0.12 PJTA (cm) 5.17 b ± c ± d ± a ± a ±0.57 LGPT (cm) 4.20 b ± c ± d ± a ± a ±0.32 PJTEL (cm) cd ± c ± a ± d ± b ±0.24 LBTEL (cm) 5.99 c ± b ± a ± d ± c ±0.12 TGPU (cm) c ± a ± b ± d ± e ±0.46 PJBD (cm) d ± d ± a ± b ± c ±0.39 LBDD (cm) b ± c ± c ± c ± a ±0.25 LGDD (cm) b ± c ± a ± b ± c ±0.56 DLDD (cm) cd ± b ± a ± d ± c ±0.25 LGKN (cm) 6.96 a ± b ± a ± c ± d ±0.07 TGPA (cm) b ± a ± c ± d ± e ±0.44 LBPG (cm) c ± e ± b ± d ± a ±0.30 PJPA (cm) b ± b ± a ± b ± c ±0.21 PJEK (cm) b ± d ± a ± b ± c ±0.32 LBEK (cm) 5.27 c ± e ± d ± b ± a ±0.12 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) BB = bobot badan, PJTGK = panjang tengkorak, LBTGK = lebar tengkorak, TGTGK = tinggi tengkorak, PJTA = panjang tanduk, LGPT = lingkar pangkal tanduk, PJTEL = panjang telinga, LBTEL = lebar telinga, TGPU = tinggi pundak, PJBD = panjang badan, LBDD = lebar dada, LGDD = lingkar dada, DLDD = dalam dada, LGKN = lingkar kanon kaki depan kanan, TGPA = tinggi pantat, LBPG = lebar pinggul, PJPA = panjang pantat, PJEK = panjang ekor, LBEK = lebar ekor

93 67 Tabel 14. Struktur total kanonik peubah ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Kanonikal 1 Kanonikal 2 BB PJTGK LBTGK TGTGK PJTA LGPT PJTEL LBTEL TGPU PJBD LBDD LGDD DLDD LGKN TGPA LBPG PJPA PJEK LBEK Keterangan : BB = bobot badan, PJTGK = panjang tengkorak, LBTGK = lebar tengkorak, TGTGK = tinggi tengkorak, PJTA = panjang tanduk, LGPT = lingkar pangkal tanduk, PJTEL = panjang telinga, LBTEL = lebar telinga, TGPU = tinggi pundak, PJBD = panjang badan, LBDD = lebar dada, LGDD = lingkar dada, DLDD = dalam dada, LGKN = lingkar kanon kaki depan kanan, TGPA = tinggi pantat, LBPG = lebar pinggul, PJPA = panjang pantat, PJEK = panjang ekor, LBEK = lebar ekor Keragaman Indeks Tubuh Alderson (1999) dan Salako (2006) telah melaporkan penggunaan indeks ukuran tubuh masing-masing pada sapi dan domba untuk menilai tipe dan fungsi dari suatu bangsa ternak. Mengikuti rumus indeks Alderson (1999) dan Salako (2006) tersebut, nilai indeks kelima bangsa domba ditampilkan seperti terlihat pada Tabel 15. Domba diketahui lebih tinggi di bagian pundak dibandingkan bagian rump (Salako 2006), demikian pula dengan kelima bangsa yang diamati ini. Bangsa BC mempunyai indeks SLPTG tertinggi sedangkan SLPTG terendah adalah bangsa domba

94 68 LG, KG dan KS. Melihat indeks tersebut maka domba BC dari samping akan terlihat lebih tinggi di bagian depan dibandingkan bagian belakang sedangkan domba LG, KG dan KS relatif terlihat rata antara bagian depan dan belakang. Tabel 15. Nilai indeks ukuran tubuh bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Lokal Garut (LG), Komposit Garut (KG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Indeks Ukuran Tubuh Bangsa Domba BC LG KG KS SC SLPTG 4.33 d ± a ± ab ± b ± c ±0.27 INDPJG 1.09 d ± c ± e ± b ± a ±0.01 SLPLBR 1.04 c ± a ± d ± c ± b ±0.01 INDDLM 0.52 c ± b ± d ± b ± a ±0.01 PJKKDPN b ± b ± a ± c ± d ±0.48 SEIMB 0.74 b ± a ± c ± b ± b ±0.01 INDEKUM 2.83 c ± a ± d ± b ± a ±0.02 Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) SLPTG = kemiringan (slope) tinggi, INDPJG = indeks panjang, SLPLBR = kemiringan (slope) lebar, INDDLM = indeks dalam, PJKKDPN = panjang kaki depan, SEIMB = keseimbangan (keserasian), INDEKUM = indeks kumulatif Nilai INDPJG, SLPLBR dan INDDLM yang dimiliki domba KG adalah paling tinggi, berbeda nyata dengan keempat bangsa yang lain. Domba KG mempunyai nilai INDPJG hampir 1.5, sedangkan keempat bangsa domba yang lain mempunyai nilai berkisar antara 0.84 sampai Sementara itu, nilai SLPLBR dan INDLM domba KG dibandingkan keempat bangsa domba yang lain adalah berturut-turut 1.20 (vs ) dan 0.66 (vs ). Berdasarkan nilai indeks tersebut maka domba KG terlihat lebih panjang, lebih lebar bagian rump dibandingkan bagian depan dan proporsi DLDD yang lebih tinggi dibandingkan TGPU sedangkan bangsa domba yang lain relatif imbang antara PJBD dan tinggi badan, LBPG dan LBDD yang imbang dan proporsi DLDD lebih rendah dibandingkan TGPU. Ketiga nilai indeks di atas memperlihatkan bahwa domba KG mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba penghasil daging, mirip dengan salah satu tetuanya yaitu domba Moulton Charollais yang merupakan bangsa domba tipe pedaging dan lebih baik dibandingkan keempat domba yang lain. Nilai PJKKDPN domba SC adalah yang paling tinggi sedangkan yang paling rendah adalah domba KG. PJKKDPN domba SC sekitar 56.8 % dari TGPU, sedangkan domba KG hanya sekitar 34.2 % dari TGPU-nya. Dilihat dari nilai indeks SEIMB,

95 69 domba KG mempunyai nilai indeks tertinggi sedangkan domba LG adalah yang terendah (0.91 vs 0.64). Indeks kumulatif adalah sebuah indikator yang berguna dari keseluruhan nilai morfologi karena menggabungkan nilai berat dan struktur dan menyediakan sebuah gambaran akurat dari tipe bangsa. Nilai ini relatif tetap dalam kehidupan seekor ternak dan dapat digunakan pada hewan muda untuk memperkirakan keunggulannya pada saat dewasa (Alderson 1999). Nilai indeks kumulatif tertinggi dimiliki oleh domba KG dan terendah adalah domba LG dan SC (3.38 vs 2.62 dan 2.61). Indeks kumulatif mempunyai potensi untuk diaplikasikan dalam studi tipe dan fungsi dalam bangsa ternak, meskipun demikian menurut Alderson (1999), indeks kumulatif dipandang kurang menarik karena agak rumit dimana dalam perhitungannya memerlukan lima ukuran linier tubuh. Dalam praktek mungkin ukuran lebar pinggul dan panjang pantat merupakan ukuran yang disukai karena mempunyai korelasi tinggi dengan indeks kumulatif dan bobot badan. Dario et al. (2008) melaporkan bahwa nilai heritabilitas tinggi pundak, lingkar dada dan lingkar kanon pada keledai berkisar antara sedang sampai tinggi. Pemanfaatan sifat-sifat yang mempunyai heritabilitas sedang hingga tinggi sebagai dasar seleksi massa akan dapat memberikan kemajuan seleksi yang tinggi. Keragaman Tingkah laku Sifat tingkah laku pada domba cukup banyak, ada sekitar 9 macam tingkah laku Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999) malah mengelompokkannya menjadi lebih terperinci lagi menjadi sekitar 14 sifat tingkah laku. Dalam penelitian ini diamati 10 macam tingkah laku yang dapat dan mudah diamati dengan peralatan CCTV untuk membedakan bangsa domba, seperti tercantum pada Tabel 16. Ada tiga macam sifat tingkah laku yang tidak berbeda nyata untuk kelima bangsa domba, yaitu bermain (PLAY), menyerang/agresif (AGON) dan merawat diri (CARE). Tingkah laku bermain hanya dalam waktu singkat atau sedikit dilakukan oleh domba BC dan KG (hanya 0.02 menit) tetapi tidak dilakukan oleh domba LG, KS dan SC. Temuan ini sesuai dengan pendapat Rutter (2002) yang menyatakan bahwa aktivitas bermain pada domba hanya diperlihatkan oleh domba berusia muda. Sementara itu, materi pada penelitian ini adalah domba jantan dan betina dewasa dengan usia 2 tahun.

96 70 Domba yang digunakan dalam penelitian ini diduga tidak termasuk domba yang agresif, sifat tingkah laku agresif hanya ditunjukkan selama 0.09 hingga 1.18 menit sepanjang lama pengamatan. Timbulnya sifat agresif pada tikus dilaporkan karena terjadinya mutasi titik atau delesi pada gen MAOA yang mengakibatkan defisiensi enzim MAOA (Brunner et al. 1993; Cases et al. 1995), sifat agresif pada domba belum diketahui penyebabnya. Ektoparasit adalah isu yang biasanya terkait erat dengan kemampuan adaptasi suatu bangsa ternak. Rasa gatal yang kemungkinan disebabkan ektoparasit atau sebab lain direspons domba dengan cara menggigit bagian tubuh yang gatal, menggaruk dengan kaki belakang atau menggesek-gesekkan bagian tubuh yang gatal ke dinding atau tiang kandang. Lama merawat diri dari kelima bangsa tersebut tidak berbeda selama pengamatan. Hal tersebut adalah salah satu indikasi kemampuan adaptasi yang sama antara bangsa domba persilangan dengan bangsa domba lokal. Tabel 16. Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku untuk bangsa domba Barbados Black Belly cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix cross (SC) Sifat Tingkah laku Bangsa Domba BC KG LG KS SC menit INGEST a ± c ± ab ± bc ± d ±24.78 PLAY 0.02± ± ± ± ±0.00 AGON 1.18± ± ± ± ±0.38 ELIM 1.34 ab ± ab ± ab ± b ± a ±0.82 CARE 4.66± ± ± ± ±5.78 LOCO a ± ab ± b ± ab ± a ±5.72 STAND a ± b ± b ± c ± ab ±16.92 SLEEP b ± ab ± a ± ab ± ab ±16.32 REST b ± a ± a ± a ± a ±32.16 DRINK 2.29 c ± b ± ab ± a ± ab ±0.26 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang Kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking) Lama makan domba BC adalah yang paling pendek (55.7 menit) sama dengan domba LG namun berbeda dengan domba KG, KS dan SC. Diantara kelima bangsa,

97 71 domba SC memiliki durasi waktu makan paling lama. Pada umumnya domba memakan rumput raja yang dicacah dengan memilih bagian daun terlebih dahulu kemudian memakan batang-batang yang lunak, bagian batang rumput yang keras tidak dimakan. Durasi lama makan yang tinggi memperlihatkan bahwa domba SC memakan dan menghabiskan rumput lebih banyak dibandingkan bangsa domba yang lain termasuk batang-batang rumput keras dimana bangsa domba lain sudah tidak ingin memakannya. Hal yang menarik adalah walaupun durasi lama makan tertinggi namun durasi defekasi dan urinasi (ELIM) domba SC sama dengan domba BC, KG dan LG, hanya berbeda dengan domba KS. Sementara itu, durasi waktu minum domba BC paling tinggi dan berbeda dengan keempat domba yang lain. Tabel 17. Struktur total kanonik peubah tingkah laku bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Kanonikal 1 Kanonikal 2 INGST PLAY AGON ELIM CARE LOCO STAND SLEEP REST DRINK Keterangan : INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang Kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking) Domba LG terlihat paling aktif bergerak atau berjalan (LOCO) dan berbeda dengan domba BC dan SC akan tetapi tidak berbeda dengan domba KG dan KS. Aktivitas berdiri paling lama dilakukan oleh bangsa domba KS (130.5 menit) berbeda dengan keempat bangsa domba yang lain dan yang paling cepat adalah bangsa domba BC (53 menit) sama dengan bangsa domba SC (70.8 menit). Domba BC nampak seperti domba yang malas, durasi melakukan aktivitas berjalan (LOCO) dan berdiri (STAND) paling singkat sedangkan durasi aktivitas tidur (SLEEP) dan istirahat

98 72 berbaring (REST) paling lama dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Durasi tidur (SLEEP) dan istirahat berbaring (REST) domba KG, LG, KS dan SC tidak berbeda. Berdasarkan analisis total struktur kanonikal sifat tingkah laku diperoleh beberapa peubah yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda bangsa domba. Peubah lama berdiri (STAND) untuk kanonikal 1 dengan nilai dan peubah lama makan (INGEST) untuk kanonikal 1 dan 2 berturut-turut dengan nilai dan adalah peubah-peubah yang dapat dijadikan sebagai peubah pembeda bangsa (Tabel 17). Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa bangsa domba dapat dibedakan dengan bangsa domba yang lain berdasarkan kedua peubah sifat tingkah laku tersebut, sementara peubah yang lain tidak dapat digunakan sebagai pembeda bangsa. Peubah sifat tingkah laku dapat berbeda antar bangsa sebagai ekspresi dari perbedaan komposisi genetik yang dimiliki bangsa-bangsa domba tersebut. Pembedaan Bangsa Domba Berdasarkan Sifat Kualitatif Analisa multiple korespondensi antara bangsa-bangsa ternak dengan kategori sifat kualitatif kepala ditunjukkan pada Gambar 21 (domba jantan) dan Gambar 22 (domba betina). Analisa ini menunjukkan korespondensi beberapa sifat kualitatif kepala dengan bangsa ternak tertentu relatif dengan korespondensi yang lain. Bangsa domba tertentu akan terletak pada kuadran yang sama dengan suatu sifat tertentu apabila mempunyai korespondensi yang lebih kuat dibandingkan dengan bangsa yang lain. Sifat kualitatif yang berkorespondensi erat dengan bangsa tertentu tersebut merupakan ciri pembeda bagi bangsa domba tersebut dengan bangsa domba yang lain. Pada Gambar 21 terlihat pada kuadran I (kanan atas) terdapat dua bangsa domba yang terkait dengan beberapa sifat kualitatif. Bangsa domba jantan KG dan LG terkait erat dengan sifat warna tanduk hitam kuning, kuning dan hitam dan orientasi tanduk melingkar. Sifat warna tanduk hitam kuning, kuning dan hitam lebih berkorespondensi dengan domba jantan KG sedangkan domba jantan LG lebih berkorespondensi dengan orientasi tanduk yang melingkar. Pada kuadran II (kiri atas) dari Gambar 21 terlihat bahwa bangsa domba SC jantan berkorespondensi dengan sifat tidak bertanduk. Sifat profil muka cembung juga masuk dalam kuadran II bersama bangsa domba SC walaupun agak jauh jaraknya. Pada kuadran III (kiri bawah) terdapat bangsa domba KS yang tidak mempunyai

99 73 korespondensi kuat terhadap salah satu pun sifat kualitatif kepala dibandingkan bangsa domba yang lain. Sementara itu, pada kuadran IV (kanan bawah) terlihat bahwa bangsa domba BC jantan berkorespondensi kuat dengan sifat orientasi tanduk agak melengkung dan tonjolan serta warna tanduk coklat. KORESPONDENSI BANGSA DOMBA JANTAN DENGAN CIRI KEPALA Dimensi 2 (13.25 %) Dimensi 1 (24.31 %) BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Adatdk = Bertanduk, Tidakadatdk = Tidak Bertanduk, Tidakwrntdk = Tidak bertanduk, Tdkhtm = Tanduk hitam, Tdkcoklat = Tanduk coklat, Tdkkng = Tanduk kuning, Tdkhtmkng = Tanduk hitam kuning, Tidakor = Tidak Bertanduk, Tdklurus = Tanduk lurus, Tdkagklengkng = Tanduk agak melengkung, Tdkmelingkr = Tanduk melingkar, Tdktonjoln = Tonjolan, Mkcekng = Muka cekung, Mkcembng = Muka cembung, Mklurus = Muka lurus Gambar 21. Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan sifat-sifat kualitatif kepala Gambar 22 memperlihatkan korespondensi berbagai bangsa domba betina dengan berbagai sifat kualitatif kepala. Kelima bangsa domba dan berbagai sifat kualitatif kepala terlihat mengumpul di titik origin (koordinat 0,0) yang menunjukkan bahwa bangsa-bangsa domba berjenis kelamin betina tidak mempunyai korespondensi yang

100 74 kuat terhadap sifat kualitatif kepala tertentu yang membedakannya dengan bangsabangsa yang lain. Hal yang menarik adalah pada Gambar 22 terlihat bahwa pada kuadran I (kanan atas) bangsa domba KG terletak satu kuadran dengan sifat warna tanduk kuning dan orientasi tanduk berupa tonjolan dengan jarak yang sangat jauh, demikian pula pada kuadran IV (kanan bawah) terdapat bangsa domba LG yang terletak satu kuadran dengan sifat kualitatif warna tanduk hitam dan orientasi tanduk lurus. KORESPONDENSI BANGSA DOMBA BETINA DENGAN CIRI KEPALA Dimensi 2 (13.91 %) Dimensi 1 (30.71 %) BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Adatdk = Bertanduk, Tidakadatdk = Tidak Bertanduk, Tidakwrntdk = Tidak bertanduk, Tdkhtm = Tanduk hitam, Tdkcoklat = Tanduk coklat, Tdkkng = Tanduk kuning, Tdkhtmkng = Tanduk hitam kuning, Tidakor = Tidak Bertanduk, Tdklurus = Tanduk lurus, Tdkagklengkng = Tanduk agak melengkung, Tdkmelingkr = Tanduk melingkar, Tdktonjoln = Tonjolan, Mkcekng = Muka cekung, Mkcembng = Muka cembung, Mklurus = Muka lurus Gambar 22. Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan sifat-sifat kualitatif kepala

101 75 Korespondensi kelima bangsa domba jantan dengan beberapa kategori sifat warna tubuh diperlihatkan pada Gambar 23. Pada kuadran I (kanan atas) terlihat bahwa bangsa domba jantan LG dan KG berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan abu-abu dan coklat, pola warna tubuh campuran tiga warna, warna belang putih abu-abu, putih coklat muda, coklat muda hitam, coklat tua hitam, putih hitam, putih coklat tua, persentase belang >10-20% dan >30-50%. KORESPONDENSI BANGSA DOMBA JANTAN DENGAN WARNA TUBUH Dimensi 2 (10.77 %) Dimensi 1 (16.78 %) BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Putih = Warna tubuh dominan putih, Coklatmd = Warna tubuh dominan coklat muda, Coklatua = Warna tubuh dominan coklat tua, Abuabu = Warna tubuh dominan abu-abu, Hitam = Warna tubuh dominan hitam, 1 Warna = Pola warna tubuh 1 warna, Camp2wrn = Pola warna tubuh campuran 2 warna, Camp3wrn = Pola warna tubuh campuran 3 warna, Totol = Pola warna tubuh totol-totol, Tdkblg = Tidak ada belang, Blgputih = Belang putih, Blgcokmd = Belang coklat muda, Blgcoktua = Belang coklat tua, Blgabu = Belang abu-abu, Blghtm = Belang hitam, Blgpthcokmd = Belang putih coklat muda, Blgpthcoktua = Belang putih coklat tua, Blgpthabu = Belang putih abu-abu, Blgpthhtm = Belang putih hitam, Blgcokmdhtm = Belang coklat muda hitam, Blgcoktuahtm = Belang coklat tua hitam, Tdk% = Tidak belang, 1-10% = Persentase belang 1-10%, >10-20% = Persentase belang antara >10 sampai 20 %, >20-30% = Persentase belang antara >20 sampai 30 %, >30-40% = Persentase belang antara >30 sampai 40 %, >40-50% = Persentase belang antara >40 sampai 50 % Gambar 23. Hubungan antara bangsa-bangsa domba jantan dengan warna tubuh

102 76 Di kuadran II (kanan atas) terlihat bahwa bangsa domba SC jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos atau satu warna. Di kuadran III tidak terdapat korespondensi antara bangsa domba tertentu dengan sifat warna tubuh dominan putih. Domba jantan BC dan KS berkorespondensi bersama-sama dengan sifat warna tubuh dominan coklat muda dan hitam, pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda, coklat tua dan hitam, serta persentase belang 1-10 % (kuadran IV). KORESPONDENSI BANGSA DOMBA BETINA DENGAN WARNA TUBUH Dimensi 2 (18.94 %) Dimensi 1 (13.80 %) BarbadosC = Barbados Black Belly Cross, Garut = Lokal Garut, KGarut = Komposit Garut, KSumatera = Komposit Sumatera, StCroixC = St. Croix cross, Putih = Warna tubuh dominan putih, Coklatmd = Warna tubuh dominan coklat muda, Coklatua = Warna tubuh dominan coklat tua, Abuabu = Warna tubuh dominan abu-abu, Hitam = Warna tubuh dominan hitam, 1 Warna = Pola warna tubuh 1 warna, Camp2wrn = Pola warna tubuh campuran 2 warna, Camp3wrn = Pola warna tubuh campuran 3 warna, Totol = Pola warna tubuh totol-totol, Tdkbl = Tidak ada belang, Blpth = Belang putih, Blcomd = Belang coklat muda, Blcotua = Belang coklat tua, Blabu = Belang abu-abu, Blhtm = Belang hitam, Blptcomd = Belang putih coklat muda, Blptcotua = Belang putih coklat tua, Blptabu = Belang putih abu-abu, Blptht = Belang putih hitam, Blcomdht = Belang coklat muda hitam, Blptcotuaht = Belang putih coklat tua hitam, Blcomdtuaht = Belang coklat muda coklat tua hitam, Tdk% = Tidak belang, 1-10% = Persentase belang 1-10%, >10-20% = Persentase belang antara >10 sampai 20 %, >20-30% = Persentase belang antara >20 sampai 30 %, >30-40% = Persentase belang antara >30 sampai 40 %, >40-50% = Persentase belang antara >40 sampai 50 % Gambar 24. Hubungan antara bangsa-bangsa domba betina dengan warna tubuh

103 77 Korespondensi kelima bangsa domba betina dengan beberapa kategori sifat warna tubuh terlihat pada Gambar 24. Di kuadran I (kanan atas), bangsa domba betina LG, KS dan BC bersama-sama berkorespondensi dengan sifat warna tubuh dominan coklat muda dan coklat tua, pola warna tubuh campuran tiga warna dan totol-totol, warna belang hitam, putih coklat muda, coklat muda hitam, coklat tua hitam, coklat muda coklat tua hitam, putih coklat tua hitam, persentase belang >10-40%. Di kuadran II (kiri atas) tidak terdapat bangsa domba betina yang berkorespondensi dengan sifat warna tubuh dominan hitam dan pola warna polos atau satu warna. Bangsa domba SC betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih (kuadran III). Di kuadran IV (kanan bawah) terlihat bahwa bangsa domba betina KG berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, persentase belang 1-10%. Pembedaan Bangsa Domba Berdasarkan Karakteristik Suara, Ukuran Tubuh dan Tingkah laku Plotting kanonikal untuk pembedaan kelima bangsa seperti terlihat pada Gambar 25 (berdasarkan karakteristik suara), Gambar 26 (berdasarkan ukuran tubuh) dan Gambar 27 (berdasarkan sifat tingkah laku). Grafis yang dihasilkan dari ketiga macam data tersebut menghasilkan plotting kanonikal yang berbeda. Berdasarkan plotting kanonikal karakteristik suara, domba LG, KS dan BC merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba SC, KG dan KS merupakan bangsa domba yang satu kelompok (terlihat berhimpit pada Gambar 25). Berdasarkan ukuran tubuh, domba SC (dan KS), BC, LG dan KG merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba SC satu kelompok dengan domba KS (Gambar 26). Hasil yang berbeda ditunjukkan dari analisa data sifat tingkah laku yang menunjukkan bahwa domba BC, KS dan LG (bersama-sama dengan KG dan SC) merupakan kelompok yang berbeda (Gambar 27). Bangsa-bangsa domba yang berada dalam satu kelompok mempunyai karakteristik nilai peubah yang serupa dan hal sebaliknya untuk bangsa-bangsa domba yang berbeda kelompok. Hal tersebut berkaitan dengan komposisi genetik setiap bangsa yang berbeda sebagai akibat persilangan dalam membentuk bangsa domba tersebut.

104 78 Kanonikal 2 Kanonikal 1 B = BC, L = LG, G = KG, S = KS, T = SC Gambar 25. Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan karakteristik suara Tabel 18. Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah karakteristik suara Bangsa domba BC KG LG KS SC BC KG < LG < KS < < SC < Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Nilai pada diagonal ke atas menunjukkan nilai jarak Mahalanobis Nilai di bawah diagonal menunjukkan signifikansi probabilitas jarak Mahalanobis

105 79 Nilai jarak Mahalanobis antar bangsa domba berdasarkan karakteristik suara ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 19 menunjukkan nilai jarak berdasarkan ukuran tubuh dan Tabel 20 menunjukkan nilai jarak berdasarkan peubah sifat tingkah laku. Kanonikal 2 Kanonikal 1 B = BC, L = LG, G = KG, S = KS, T = SC Gambar 26. Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan ukuran tubuh Tabel 19. Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah ukuran tubuh Bangsa domba BC KG LG KS SC BC KG < LG < < KS < < < SC < < < < Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Nilai pada diagonal ke atas menunjukkan nilai jarak Mahalanobis Nilai di bawah diagonal menunjukkan signifikansi probabilitas jarak Mahalanobis

106 80 Kanonikal2 Kanonikal 1 B = BC, L = LG, G = KG, S = KS, T = SC Gambar 27. Plotting kanonikal yang menggambarkan pengelompokan lima bangsa domba berdasarkan tingkah laku Tabel 20. Nilai jarak Mahalanobis dan signifikansi probabilitasnya antar lima bangsa domba berdasarkan peubah sifat tingkah laku Bangsa domba BC KG LG KS SC BC KG < LG < KS < < SC < < Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Nilai pada diagonal ke atas menunjukkan nilai jarak Mahalanobis Nilai di bawah diagonal menunjukkan signifikansi probabilitas jarak Mahalanobis

107 81 Berdasarkan karakteristik suara, jarak domba terdekat adalah KG dan SC ( ) (P>0.05) sehingga berdasarkan karakteristik suara domba KG dan SC adalah satu bangsa. Bangsa domba yang mempunyai nilai jarak terdekat dengan kedua domba tersebut adalah domba KS, kedekatan ketiga bangsa domba ini juga ditunjukkan dengan berhimpitnya plotting pada Gambar 25. Berdasarkan ukuran tubuh (Tabel 19), jarak terdekat adalah antara domba SC dan KS sedangkan yang terjauh adalah antara bangsa domba SC dan KG. Nilai jarak Mahalanobis yang sangat berbeda dihasilkan dari data sifat tingkah laku (Tabel 20). Nilai jarak yang terdekat berdasarkan data tingkah laku adalah antara bangsa domba SC dan KG dengan nilai dan tidak nyata (P>0.05) sehingga kedua bangsa tersebut merupakan satu bangsa. Jarak terjauh dengan nilai jarak adalah antara bangsa domba KS dan BC. Berdasarkan jarak Mahalanobis pada Tabel 18 dibuat dendogram untuk memperjelas klasifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 28a, untuk Tabel 19 dibuat dendogram seperti terlihat pada Gambar 28b, sedangkan untuk Tabel 20 dibuat dendogram seperti terlihat pada Gambar 28c. Dendogram yang dibuat berdasarkan karakteristik suara berbeda dalam hal posisi domba KG bila dibandingkan dendogram yang dibuat berdasarkan ukuran tubuh. Pada Gambar 28a, terbentuk 2 kelompok domba dimana kelompok domba persilangan (BC, KG, SC dan KS) terpisah dengan domba lokal (LG). Sementara itu, pada Gambar 28b terbentuk 2 kelompok domba dengan kelompok pertama terdiri atas domba KS, SC dan BC, sedangkan kelompok kedua terdiri atas domba KG dan LG. Dendogram berdasarkan sifat tingkah laku (Gambar 28c) jauh berbeda dengan dendogram yang dibuat berdasarkan data karakteristik suara dan ukuran tubuh. Dendogram berdasarkan sifat tingkah laku menempatkan bangsa domba BC terpisah dengan keempat bangsa domba lain yang merupakan satu kelompok. Dendogram pada Gambar 28b yang berdasarkan ukuran tubuh menunjukkan kesesuaian yang tinggi dan sejalan dengan proses penelitian pemuliaan pembentukan domba KS dan KG. Populasi domba KS yang ada saat ini berasal dari persilangan antara domba BC, SC dan Lokal Sumatera oleh karena itu terlihat bahwa ketiga bangsa domba (BC, SC dan KS) menjadi satu kelompok tersendiri. Sementara itu, domba KG yang terbentuk dari persilangan antara domba Moulton Charollais, SC dan LG juga membentuk kelompok kedua (KG dan LG).

108 82 (a) (b) (c) Gambar 28. Dendogram berdasarkan jarak Mahalanobis dari lima bangsa domba menggunakan data (a) karakteristik suara, (b) ukuran tubuh dan (c) tingkah laku Populasi domba SC tetua bangsa domba KS dan KG merupakan populasi yang berbeda. Populasi bangsa domba SC yang ada saat ini merupakan populasi tetua bangsa KS dan hasil persilangan antara bangsa domba St. Croix dengan Lokal Sumatera, sementara itu populasi bangsa domba SC yang menjadi tetua bangsa domba KG adalah persilangan antara bangsa domba St. Croix dengan bangsa domba Lokal Garut. Perbedaan hasil yang ditunjukkan dalam nilai jarak Mahalanobis (Tabel 18, 19 dan 20) dan dendogram (Gambar 28) disebabkan kekuatan peubah yang digunakan dalam menerima pengaruh lingkungan berbeda. Peubah sifat tingkah laku lebih labil dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sementara itu ukuran bagian-bagian tubuh walaupun juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dalam penelitian ini semua bangsa mendapat pengaruh lingkungan yang relatif sama. Sepanjang pengaruh lingkungan terhadap bangsa domba yang dibedakan sama, hasil analisa terhadap ukuran tubuh dapat dipercaya dan akan sama dengan hasil analisa menggunakan data runutan DNA. Data

109 83 ukuran tubuh patut dipertimbangkan jika lingkungan sampel yang diambil relatif sama, kelebihannya dibandingkan data runutan DNA adalah dari segi biaya yang lebih murah, peralatan yang lebih sederhana dan ketrampilan pelaksanaan pengambilan data yang tidak rumit. Karakteristik suara lebih labil dibandingkan sifat-sifat morfologi (Mahler dan Gil 2009) sehingga pengaruh lingkungan sekitar terhadap peubah suara kemungkinan cukup tinggi. Perlu diperhatikan bahwa dalam pengambilan data suara (perekaman) faktor lingkungan berpengaruh cukup nyata terhadap karakteristik suara pada domba dan perlu diidentifikasi dan dieliminasi pada saat perekaman suara. Jika dilihat hasil analisa yang hanya sedikit berbeda dibandingkan hasil analisa dengan menggunakan ukuran tubuh maka metode ini mempunyai peluang yang sangat baik. Apabila faktor-faktor lingkungan dapat diidentifikasi dan dieliminasi maka metode ini merupakan metode yang memiliki kelebihan karena tidak perlu menangkap atau menyentuh hewan yang diamati dan lebih mudah dalam pengambilan datanya. Hasil penelitian pada burung mendapatkan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi suara diantaranya adalah struktur habitat, sumber kebisingan dan kondisi cuaca (Brumm dan Naguib 2009). Beberapa peneliti melaporkan adanya korelasi negatif antara frekuensi suara dengan sifat morfologi (ukuran tubuh). Hasil penelitian tersebut dilaporkan terdapat di dalam spesies kelelawar (Zhang 2000) dan burung (Brumm dan Naguib 2009) atau pembandingan antar spesies (Fletcher 2010). Adanya korelasi ini membuka peluang seleksi secara tidak langsung terhadap sifat produksi bobot badan dengan memanfaatkan data frekuensi suara. Di antara ketiga jenis data yang digunakan tersebut, data tingkah laku adalah yang paling labil seperti ditunjukkan dari hasil perhitungan jarak Mahalanobis dan pembuatan dendogram yang jauh berbeda dengan kedua hasil analisa di atas. Pengaruh lingkungan sekitar diduga sangat tinggi terhadap sifat tingkah laku individu domba percobaan. Pen kandang yang terbuka memungkinkan domba percobaan untuk berkomunikasi dengan domba-domba yang berada di pen kandang yang lain, dan hasil komunikasi ini direspons domba percobaan dengan tingkah laku tertentu. Weary dan Fraser (2002) menyatakan bahwa hampir semua tingkah laku sosial melibatkan beberapa bentuk komunikasi. Komunikasi bisa terjadi melalui beberapa cara, yaitu suara, penciuman, penglihatan dan sentuhan (Hauser 1996).

110 84 SIMPULAN Peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum (kanonikal 1) dan waktu frekuensi kuartil pertama (kanonikal 2), sedangkan peubah lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk (kanonikal 1), dan peubah panjang ekor, panjang badan, serta lebar tengkorak (kanonikal 2) adalah peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk ukuran tubuh. Sementara itu, peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk sifat tingkah laku adalah lama berdiri (kanonikal 1) dan peubah lama makan (kanonikal 1 dan 2). Bangsa domba SC jantan berkorespondensi dengan sifat tidak bertanduk dan profil muka cembung, sedangkan bangsa domba BC jantan berkorespondensi kuat dengan sifat orientasi tanduk agak melengkung dan tonjolan serta warna tanduk coklat. Bangsa-bangsa domba berjenis kelamin betina tidak mempunyai korespondensi yang kuat terhadap sifat kualitatif kepala tertentu yang membedakannya dengan bangsabangsa yang lain. Bangsa domba SC jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos atau satu warna, sedangkan bangsa domba SC betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina KG berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, serta persentase belang 1-10%. Bentuk tubuh domba Komposit Garut terlihat lebih panjang, lebih lebar bagian rump dan proporsi dalam dada lebih tinggi dibandingkan bangsa domba yang lain. Nilai indeks kumulatif tertinggi dimiliki oleh domba Komposit Garut. Berdasarkan bentuk tubuh dan nilai indeks kumulatif terlihat bahwa domba Komposit Garut lebih prospektif sebagai bangsa domba tipe daging. Dendogram yang dibuat dari hasil perhitungan jarak Mahalanobis berdasarkan karakteristik suara menempatkan bangsa domba Komposit Garut pada kelompok yang kurang akurat. Pengelompokan domba berdasarkan ukuran tubuh mendapatkan hasil yang lebih akurat yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba St. Croix Cross, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa Lokal Garut dan Komposit Garut. Sementara itu, dendogram yang dibuat berdasarkan sifat tingkah laku menghasilkan pengelompokkan bangsa-bangsa domba yang kurang akurat.

111 85 DAFTAR PUSTAKA [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations World Watch List for Domestic Animal Diversity. Scherf BD, editor. 3 rd edition. Rome : Food and Agriculture Organization of The United Nations. Alderson, G.L.H The development of a system of linear measurements to provide an assessment of type and function of beef cattle. AGRI 25: Andrés AM et al Positive selection in MAOA gene is human exclusive: determination of the putative amino acid change selected in the human lineage. Hum Genet 115: Bentley DR, Hoy RR Genetic control of the neuronal network generating cricket (Teleogryllus gryllus) song patterns. Anim Behav 20: Brumm H, Naguib M Environmental acoustics and the evolution of bird song. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol. 40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm Brunner HG, Nelen M, Breakefield XO, Ropers HH, van Oost BA Abnormal behavior associated with a point mutation in the structural gene for monoamine oxidase A. Science 262 (5133): Cases O et al Agressive behavior and altered amounts of brain serotonin and norepinephrine in mice lacking MAOA. Science 268: Charif RA, Waack AM, Strickman LM Raven Pro 1.3 User s Manual. New York : Cornell Laboratory of Ornithology, Ithaca. Craig JV Domestic Animal Behaviour : Causes and Implications for Animal Care and Management. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Dario C et al Heritability estimates for some biometric traits in Martina Franca Donkey Breed. Proc Aust Soc Anim Prod Vol. 27. Dennis RL, Chen ZQ, Cheng HW Serotonergic mediation of aggression in high and low aggressive chicken strains. Poult Sci 87: Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV Farm Animal Well-Being : Stress Physiology, Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Fletcher NH A frequency scale rule in mammalian vocalization. Di dalam : Brudzynski SM, editor. Handbook of Mammalian Vocalization : An Integrative Neuroscience Approach. Edisi Pertama. London, Burlington, San Diego : Elsevier BV. hlm

112 86 Franklin IR Systematics and Phylogeny of the Sheep. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm Grimsby J, Chen K, Wang LJ, Lan NC, Shih JC Human monoamine oxidase A and B genes exhibit identical exon-intron organization. Proc Natl Acad Sci USA 88: Gunawan A, Sumantri C Pendugaan nilai campuran fenotipik dan jarak genetik domba Garut dan persilangannya. JITAA 3 : Hafez ESE et al The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell. Handiwirawan E, Asmarasari SA, Setiadi B Panduan Karakteristik Ternak Kambing dan Domba. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hauser MD The Evolution of Communication. Cambridge : MIT Press. Johari S, Kurnianto E, Sutopo, Hamayanti WA Multivariate analysis of phenotypic traits of body measurement in swamp buffalo (Bubalus bubalis). JITAA 2 : Kusza S et al Microsatellite analysis to estimate genetic relationships among five bulgarian sheep breeds. Gen Molec Biol 1 : Mahler B, Gil D The evolution of song in the Phylloscopus Leaf Warblers (Aves : Sylviidae) : a tale of sexual selection, habitat adaptation, and morphological constraints. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol. 40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm Mansjoer SS, Kertanugraha T, Sumantri C Estimasi jarak genetik antar domba Garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Med Pet 2: McFarland D Animal Behaviour, Psychobiology, Ethology and Evolution. 3 rd Edition. Essex : Addison Wesley Longman Limited. Nowak R, Porter RH, Blache D, Dwyer CM Behaviour and the welfare of the sheep. Di dalam : Dwyer C., editor. The Welfare of Sheep. Vol. 6. Edinburgh : Springer Science + Business Media B. V. hlm Rusfidra Karakterisasi sifat-sifat fenotipik sebagai strategi awal konservasi ayam kokok Balenggek di Sumatera Barat [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rutter SM Behaviour of sheep and goats. Di dalam : Jensen P., editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm

113 87 Salako AE Application of morphological indices in the assessment of type and function in sheep. Int J Morphol 24(1): Salamena JF, Noor RR, Sumantri C, Inounu I Hubungan genetik, ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi domba di Pulau Kisar. JITAA 2 : Salamena JF, Papilaja BJ Characterization and genetic relationships analysis of buffalo population in Moa Island of South-East West Maluku Regency of Maluku Province. JITAA 2 : SAS SAS/STAT User s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Shahrbabak HM, Farahani AHK, Shahrbabak MM, Yeganeh HM Genetic variations between indigenous fat-tailed sheep populations. Afr J Biotech 36 : Shillito-Waser EE, Hague P Variation in the structure of bleats from sheep of four different breeds. Behaviour 75 : Suparyanto A, Purwadaria T, Subandriyo Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 4 : Tapio M et al Microsatellite-based genetic diversity and population structure of domestic sheep in Northern Eurasia. BMC Genet 11 : Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W Pemuliaan Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Weary DM, Fraser D Social and reproductive behaviour. Di dalam : Jensen P., editor. The Ethology of Domestic Animals, an Introductory Text. Oxon : CAB International. hlm Wu CH, Zhang YP, Bunch SWTD, Wang W Mitochondrial control region sequence within the Argali wild sheep (Ovis ammon) : Evolution and conservation relevance. Mammalia 1 : Zhang S et al Relationship between echolocation frequency and body size in two species of hipposiderid bats [notes]. Chin Sci Bull 45 :

114 HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA (Correlation of behavior with growth rate and ewe productivity) ABSTRAK Laju pertumbuhan dan produktivitas induk berpotensi untuk diseleksi secara tidak langsung apabila terdapat korelasi genetik yang kuat dengan sifat tingkah laku tertentu pada domba. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (laju pertumbuhan dan produktivitas induk) pada lima bangsa domba. Informasi besarnya keeratan hubungan beberapa sifat tingkah laku dengan beberapa sifat produksi (laju pertumbuhan dan sifat keindukan) pada domba dapat dijadikan alternatif kriteria seleksi secara tidak langsung pada domba. Sebanyak 128 ekor domba muda dan 167 domba induk yang sedang mempunyai anak prasapih dari 5 bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Tes arena dilakukan untuk menilai temperamen domba dan dihubungkan dengan laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Data produksi dikoreksi untuk faktor jenis kelamin dan tipe kelahiran pada penelitian laju pertumbuhan dan tipe sapih dan kategori umur induk pada penelitian produktivitas induk. Setiap bangsa domba dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi, berdasarkan peubah tingkah laku yang diamati. Rataan dan standar deviasi dari seluruh data dari kelima bangsa domba digunakan sebagai kriteria penetapan kategori rendah, sedang dan tinggi. Analisis ragam peubah produksi dan tingkah laku antar bangsa domba serta analisis ragam peubah produksi berdasarkan kategori tingkah laku domba dilakukan menggunakan PROC GLM dari software SAS ver PROC CORR digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah produksi dan peubah tingkah laku domba. Domba muda bertemperamen lebih jinak terhadap pengamat mempunyai pertambahan bobot badan harian lebih tinggi. Tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah berkorelasi erat negatif dengan pertambahan bobot badan harian. Induk domba bersuara lebih banyak mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya. Korelasi positif nyata ditunjukkan antara peubah frekuensi suara dan daya hidup anak untuk induk domba BC, antara peubah durasi berada di daerah A dan tipe sapih pada induk domba KG dan antara peubah durasi berada di daerah A dan total bobot sapih pada domba LG. Kata kunci : Tingkah laku, laju pertumbuhan, produktivitas induk, korelasi, domba ABSTRACT Growth rate and productivity of ewe could be selected indirectly if they strongly correlate with behavior in sheep. The purpose of this study is to estimate the correlation between behavior and production traits i.e. growth rate and ewe productivity of five breeds of sheep. Information about correlation between some behavior traits and production traits in sheep can be used as an alternative criterion of indirect selection in

115 89 sheep. A total of 128 head post weaning sheep and 168 ewe which have pre weaning lamb of five breed used in this study, i.e. Barbados Black Belly Cross (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG), Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Arena test conducted to assess temperament of the sheep and its association with the growth rate and ewe productivity. Production data corrected for the sex and birth type factors to growth rate research and weaning type and age factors to ewe productivity. Each breed of sheep was grouped into three categories: low, medium and high, based on behavioral variables. Average and standard deviation of all data of five breeds used as criteria on the category of low, medium and high. Analysis of variance of production and behavioral variables among breeds as well as analysis of variance of variables of sheep production by category of behavior carried out using PROC GLM of SAS software ver PROC CORR used to measure the closeness of correlation between production variables and behavior variable of sheep. Post weaning sheep which more docile to the observer has a daily gain higher. A frequency of crossing the test area A and B and a frequency of step were negatively correlated negatively with a daily gain. Ewe which have more bleats have total weaning weight and lamb survival higher than those of ewe which less bleats when separated from their lamb. A positive correlation shown between frequency of bleats and lamb survival for BC ewe, between time duration stay in the area A and weaning type for KG ewe and between time duration stay in the area A and total weaning weight for LG ewe. Keywords : Behavior, growth rate, ewe productivity, correlation, sheep

116 90 PENDAHULUAN Seleksi merupakan tindakan yang dilakukan manusia sejak domestikasi hewan ternak agar sifat-sifat tertentu atau sifat produksi yang diinginkan dalam populasi menjadi lebih baik dan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Metode seleksi dalam genetika kuantitatif hingga saat ini telah berkembang sedemikian baik sehingga dengan memanfaatkan catatan produksi yang tersedia, software serta hardware komputer yang telah berkembang pesat, seleksi dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah dan cepat. Seiring kemajuan dalam teknologi DNA, beberapa tahun belakangan teknologi Marker Assisted Selection dalam program seleksi telah dikembangkan dan menurut Meuwissen (2003) teknologi ini akan bermanfaat terutama untuk sifat-sifat dimana dalam seleksi konvensional mempunyai akurasi rendah seperti sifat-sifat dengan heritabilitas rendah, sifat-sifat dengan catatan yang sedikit (misalnya karena proses pencatatan yang mahal), sifat-sifat yang diukur pada late in life, sifat-sifat yang hanya tersedia setelah ternak disembelih dan sifat-sifat ketahanan terhadap penyakit. Dampak MAS dalam seleksi cukup besar baik dalam perubahan genetik maupun ekonomi seperti diuraikan oleh Davis dan DeNise (1998), sehingga berpeluang untuk diaplikasikan (Dekkers 2004). Seleksi tidak langsung dapat diterapkan jika kedua sifat yang menjadi perhatian mempunyai korelasi genetik yang kuat. Seleksi secara tidak langsung umumnya berguna pada keadaan dimana suatu sifat yang diinginkan sangat sukar untuk diukur tetapi secara genetis berkorelasi dengan sifat lain yang dapat lebih mudah diukur (Warwick et al. 1990). Penelitian mengenai seleksi tidak langsung telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, diantaranya untuk seleksi bobot sapih dan bobot satu tahun pada sapi (Aaron et al. 1986), seleksi bobot sapih, bobot setahun dan skor otot untuk sifatsifat karkas pada sapi (Koch 1978), yang juga dikaitkan dengan keuntungan (Kahi et al. 2007). Dua sifat produksi ekonomis yang penting dalam usahaternak domba adalah laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Kedua sifat produksi tersebut berpotensi untuk diseleksi secara tidak langsung apabila terdapat korelasi genetik yang kuat dengan sifat tingkah laku tertentu, sesuai pernyataan Goddard (1980) bahwa apabila masih ada variasi genetik dalam tingkah laku yang berhubungan dengan produksi ternak maka kemajuan genetik memungkinkan untuk dilakukan. Adanya hubungan temperamen dengan pertambahan bobot badan pada sapi telah dilaporkan oleh Voisinet et al. (1997),

117 91 dimana sapi yang lebih pendiam dan lebih tenang selama handling mempunyai rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan sapi yang menjadi gelisah selama handling rutin. Tingkah laku induk juga sering dihubungkan dengan kemampuan pengasuhan dan sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadap variasi dalam kemampuan hidup anak domba (Hinch 1997). Tingkah laku maternal mempunyai pengaruh yang besar terhadap performans anaknya, dan perbaikan tingkah laku maternal dan perbaikan kemampuan hidup anak merupakan sebuah cara yang penting untuk memperbaiki produktivitas dan kesejahteraan ternak (Grandinson 2005). Sebagian besar usahaternak domba di Indonesia merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Peternak tidak mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya. Kedua hal tersebut merupakan kendala bagi peternak dalam upaya memperbaiki produktivitas domba yang dipelihara melalui seleksi. Seleksi secara tidak langsung sifat produksi domba dengan melakukan pengamatan tingkah laku tertentu yang berkorelasi kuat merupakan alternatif cara seleksi yang dapat dilakukan oleh peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara sifat tingkah laku dengan sifat produksi (laju pertumbuhan dan produktivitas induk) pada lima bangsa domba. Diperolehnya informasi besarnya keeratan hubungan beberapa sifat tingkah laku dengan beberapa sifat produksi (laju pertumbuhan dan sifat keindukan) pada domba dapat dijadikan alternatif kriteria seleksi secara tidak langsung pada domba.

118 92 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak yaitu di Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Domba Cilebut, selama 7 bulan sejak bulan Maret hingga September Materi Penelitian Lima bangsa domba yang digunakan dalam penelitian laju pertumbuhan dan produktivitas induk adalah bangsa Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik 50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross (SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix). Jumlah domba secara terperinci yang digunakan dalam dua jenis penelitian tersebut tercantum dalam Tabel 21. Tabel 21. Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba Jenis penelitian Laju pertumbuhan Produktivitas induk Materi penelitian Bangsa domba Jumlah Domba muda berumur 3 7 bulan BC KG LG KS SC Jantan Betina Jumlah Domba induk dengan anak prasapih (berumur < 90 hari) Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, KG = Komposit Garut, LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Metode Penelitian Dalam penelitian ini, untuk menilai temperamen atau tingkah laku domba digunakan Tes Arena yang kemudian hasilnya dihubungkan dengan dua sifat produksi yaitu laju pertumbuhan dan produktivitas induk. Prosedur pengujian temperamen

119 93 domba mengikuti prosedur penelitian yang dilakukan McBride dan Wolf (2007) yang dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan ruang kandang percobaan. Tes Arena dilakukan dengan menggunakan kandang berukuran 6 x 3 m yang terbagi menjadi dua yaitu daerah A dan daerah B masing-masing berukuran 3 x 3 m (Gambar 29). Daerah uji ini bersebelahan dengan daerah tunggu yang berisi kelompok domba muda (yang seumur dengan domba uji) untuk penelitian laju pertumbuhan atau domba induk (dan anak-anaknya serta domba anak dari domba induk yang diuji) untuk penelitian produktivitas induk. Daerah tunggu dan daerah uji dibatasi pagar kayu bercelah sehingga memungkinkan domba di daerah uji melihat domba di daerah tunggu. Selama pengujian seorang pengamat duduk di ujung daerah B dekat pagar pemisah dan menghadap daerah tunggu. Daerah Uji Daerah B Daerah A Daerah Tunggu Pengamat Pembantu Pengamat 3 m 3 m Gambar 29. Denah kandang pengujian temperamen domba Pengujian dilakukan dengan memasukkan seekor domba uji (domba muda atau domba induk) melalui pintu masuk di ujung daerah A oleh petugas lain dan kemudian pintu ditutup. Domba yang diuji dibiarkan di dalam arena selama 10 menit waktu pengujian. Tingkah laku domba selama pengujian diamati dan dicatat oleh pengamat dan seorang pembantu pengamat yang berada di luar kandang uji. Beberapa tingkah laku yang diamati adalah frekuensi domba bersuara (mengembik), durasi domba berada di daerah A, frekuensi domba menyeberang batas daerah A dan daerah B, durasi yang diperlukan sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat dan frekuensi langkah domba selama di daerah uji. Penimbangan bobot badan untuk domba muda dilakukan setiap bulan (dari umur 3 7 bulan) untuk mengetahui laju pertambahan bobot badan. Sementara itu,

120 94 penimbangan bobot badan untuk anak domba prasapih dilakukan pada saat lahir dan selanjutnya setiap dua minggu hingga saat anak disapih (berumur 90 hari). Analisa Data Koreksi data dilakukan sebelum analisa statistik untuk faktor jenis kelamin dan tipe kelahiran pada penelitian laju pertumbuhan dan tipe sapih dan kategori umur induk pada penelitian produktivitas induk. PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 digunakan untuk penentuan nilai konstanta faktor koreksi jenis kelamin, tipe kelahiran (penelitian laju pertumbuhan), tipe sapih dan umur induk (penelitian produktivitas induk) dimana koreksi data dilakukan dengan penambahan atau pengurangan RKT data dengan konstanta tersebut. Penelitian laju pertumbuhan data dikoreksi terhadap RKT domba jantan dan tipe kelahiran satu (tunggal) sedangkan data penelitian produktivitas induk dikoreksi terhadap RKT tipe sapih satu dan umur induk 3-6 tahun. Sebelum analisis ragam dilakukan, setiap bangsa domba dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi, berdasarkan peubah tingkah laku yang diamati. Kriteria pengelompokkan didasarkan kepada frekuensi domba bersuara (mengembik), durasi domba berada di daerah A, frekuensi domba menyeberang batas daerah A dan daerah B, durasi yang diperlukan sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat dan frekuensi langkah domba selama di daerah uji. Rataan dan standar deviasi dari seluruh data (kelima bangsa domba) digunakan sebagai kriteria penetapan kategori rendah, sedang dan tinggi. Kriteria dan cara pengelompokkan domba untuk penelitian laju pertumbuhan dan produktivitas induk ditentukan seperti terlihat pada Tabel 22. Analisis ragam peubah produksi dan tingkah laku antar bangsa domba serta analisis ragam peubah produksi berdasarkan kategori tingkah laku domba dilakukan untuk penelitian laju pertumbuhan maupun produktivitas induk dengan PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 (SAS 2002). PROC CORR digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara peubah produksi dan peubah tingkah laku domba.

121 95 Tabel 22. Kriteria dan cara pengelompokkan domba muda dan domba induk ke dalam 3 kategori tingkah laku Dasar pengelompokkan SUARA (kali) DURASI A (menit) SEBERANG (kali) CIUM (menit) LANGKAH (kali) Temperamen domba muda Temperamen induk Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi µ-0.5σ ( ) µ-0.5σ ( 2.274) µ-0.5σ ( ) µ-0.5σ ( 1.627) µ-0.5σ ( ) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (84.425<µ< ) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (2.274<µ<4.843) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (10.051<µ<20.312) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (1.627<µ<4.078) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ ( <µ< ) µ+0.5σ ( ) µ+0.5σ ( 4.843) µ+0.5σ ( ) µ+0.5σ ( 4.078) µ+0.5σ ( ) µ-0.5σ ( ) µ-0.5σ ( 1.200) µ-0.5σ ( ) µ-0.5σ ( 1.219) µ-0.5σ ( ) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (69.936<µ< ) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (1.200<µ<3.080) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (13.839<µ<31.519) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ (1.219<µ<3.586) µ-0.5σ<µ<µ+0.5σ ( <µ< ) µ+0.5σ ( ) µ+0.5σ ( 3.080) µ+0.5σ ( ) µ+0.5σ ( 3.586) µ+0.5σ ( ) Keterangan : µ = rataan nilai setiap indikator tingkah laku yang dihitung dari seluruh bangsa domba, σ = standar deviasi, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji 95

122 96 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Laju Pertumbuhan Rataan peubah produksi (pertambahan bobot badan harian pasca sapih) dan peubah tingkah laku domba muda dari lima bangsa domba tercantum pada Tabel 23. Domba muda KG, KS dan SC berturut-turut mempunyai pertambahan bobot badan harian sebesar 63.80, dan gram/hari dan tumbuh lebih cepat dibandingkan domba LG. Tabel 23. Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian dan tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Bangsa domba BC KG LG KS SC PBBH (gram/hari) ab ± b ± a ± b ± b ±4.61 SUARA (kali) bc ± d ± cd ± ab ± a ±6.62 DURASI A (menit) 3.05 ab ± a ± b ± b ± ab ±0.51 SEBERANG (kali) ab ± c ± a ± a ± bc ±1.88 CIUM (menit) 2.59 ab ± a ± b ± a ± b ±0.56 LANGKAH (kali) ab ± c ± a ± b ±17.29 tt Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) tt = tidak teramati, PBBH = Pertambahan bobot badan per hari, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji Berdasarkan Tes Arena, kelima bangsa domba menunjukkan tingkah laku yang bervariasi dari lima tingkah laku yang diamati. Domba KG muda bertemperamen lebih pencemas jika dipisahkan dengan kelompok domba yang lain, hal tersebut ditunjukkan dengan frekuensi bersuara (SUARA), frekuensi menyeberang daerah A - daerah B (SEBERANG) dan frekuensi langkah (LANGKAH) yang paling tinggi dibandingkan bangsa domba yang lain. Namun demikian domba KG paling tidak khawatir dengan keberadaan pengamat yang ditunjukkan dengan durasi di daerah A (DURASI A) dan rentang waktu memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat (CIUM) yang paling singkat. Kecemasan domba LG ketika dipisahkan dengan domba yang lain ditunjukkan dengan frekuensi suara yang paling tinggi (tidak berbeda dengan domba

123 97 KG) namun tidak ditunjukkan dengan frekuensi menyeberang dan langkah, justru untuk kedua tingkah laku tersebut domba LG mempunyai frekuensi paling rendah. Domba LG paling khawatir dengan pengamat yang ditunjukkan dengan durasi di daerah A dan rentang mencium pengamat yang paling lama. Rataan pertambahan bobot badan harian domba berdasarkan kategori tingkah laku tercantum pada Tabel 24. Hasil analisa menunjukkan bahwa tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH pada kategorinya memperlihatkan adanya perbedaan pertambahan bobot badan harian pada domba muda. Tabel 24. Rataan kuadrat terkecil pertambahan bobot badan harian berdasarkan kategori tingkah laku domba Tingkah laku Kategori PBBH (gram/hari) Rendah 55.13±4.44 SUARA (kali) Sedang 58.04±3.60 Tinggi 54.23±3.94 Rendah 59.57±3.42 DURASI A (menit) Sedang 51.49±3.53 Tinggi 58.86±4.00 Rendah ab ±4.32 SEBERANG (kali) Sedang a ±3.98 Tinggi b ±4.26 Rendah b ±2.73 CIUM (menit) Sedang b ±4.88 Tinggi a ±4.90 Rendah 54.90±3.37 LANGKAH (kali) Sedang 60.31±4.59 Tinggi 52.18±4.93 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kelompok tingkah laku yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05), PBBH = Pertambahan bobot badan per hari, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji Domba dengan kategori kelompok frekuensi SEBERANG sedang mempunyai pertambahan bobot badan harian paling rendah (49.94 gram/hari), berbeda nyata dengan kategori frekuensi SEBERANG tinggi (62.54 gram/hari). Sementara itu, domba dengan kategori CIUM tinggi mempunyai pertambahan bobot badan lebih rendah dibandingkan dengan kategori CIUM sedang dan rendah (Tabel 24). Domba dengan kategori CIUM tinggi berarti paling khawatir dengan keberadaan orang ditunjukkan dengan rentang

124 98 waktu yang paling lama dari memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada sapi yang telah dilaporkan oleh Voisinet et al. (1997), yang melaporkan bahwa sapi yang lebih pendiam dan lebih tenang selama handling mempunyai rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan sapi yang menjadi gelisah selama handling rutin. Pada manajemen intensif, kontak antara domba dengan pekerja sangat sering terjadi. Pekerjaan rutin membersihkan kandang, memberi pakan dan minuman, memotong kuku, mencukur wol, menimbang ternak dilakukan secara periode tertentu. Domba yang bertemperamen khawatir/penakut (nervous) melakukan kontak dengan orang kemungkinan mempunyai feed intake yang lebih rendah dibandingkan domba yang lebih tenang, disamping itu energi yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan domba yang lebih tenang, untuk berjalan dan berlari menjauhi orang. Peningkatan tingkat ketakutan akan mempengaruhi produksi dan reproduksi bahkan lebih jauh kesejahteraan ternak (Grandinson 2005). Hemsworth et al. (1990) telah mengestimasi nilai heritabilitas untuk sifat ketakutan terhadap manusia adalah sebesar 0.38 pada anak babi, dan nilai heritabilitas tersebut tergolong tinggi (Hardjosubroto 1994). Ketakutan dicatat oleh Hemsworth et al. (1990) dalam penelitiannya sebagai waktu yang dihabiskan untuk anak babi sampai berhasil kontak fisik dengan manusia. Tabel 25. Koefisien korelasi antara peubah pertambahan bobot badan harian dan peubah tingkah laku domba pasca sapih Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Koefisien korelasi BC KG LG KS SC SUARA-PBBH tn tn tn tn tn DURASI A-PBBH tn tn tn tn tn SEBERANG-PBBH tn tn * tn tn CIUM-PBBH tn tn tn tn tn LANGKAH-PBBH tn tn * tn tt Keterangan : * = nyata (P<0.05), tn = tidak nyata (P>0.05), tt = tidak terestimasi, PBBH = Pertambahan bobot badan per hari, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh peneliti, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji Hasil analisa korelasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara setiap peubah tingkah laku dengan pertambahan bobot badan harian pada setiap bangsa domba

125 99 tercantum pada Tabel 25. Di antara kelima bangsa domba, hanya bangsa domba LG yang pertambahan bobot badan hariannya mempunyai korelasi yang erat dengan dua peubah tingkah laku. Tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian dengan nilai korelasi sedang, berturut-turut sebesar dan Hal tersebut menunjukkan bahwa domba LG muda yang mempunyai pertambahan bobot badan harian yang tinggi adalah yang mempunyai tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH yang rendah atau golongan domba tenang (calm) bukan pencemas. Hal tersebut disebabkan domba tersebut tidak banyak mengeluarkan energi untuk bergerak akan tetapi lebih banyak mengalokasikan energinya untuk keperluan peningkatan laju pertumbuhan. Penelitian Produktivitas Induk Rataan beberapa peubah produksi dan tingkah laku induk domba tercantum pada Tabel 26. Lima peubah produksi yang diamati dalam penelitian ini bervariasi antar bangsa kecuali untuk tipe sapih anak tidak berbeda antar bangsa. Tabel 26. Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi dan tingkah laku induk bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) Peubah Bangsa domba BC KG LG KS SC JAS (ekor) 1.14 ab ± ab ± b ± a ± ab ±0.08 TS (ekor) 1.20± ± ± ± ±0.08 TBL (kg) 3.20 a ± b ± a ± a ± a ±0.12 TBS (kg) c ± c ± a ± c ± b ±0.51 SURV (%) ab ± ab ± ab ± b ± a ±3.11 SUARA (kali) b ± ab ± a ± a ± a ±6.15 DURASI A (menit) 2.69 b ± ab ± a ± b ± ab ±0.33 SEBERANG (kali) ab ± a ± a ± a ± b ±3.05 CIUM (menit) 2.25± ± ± ± ±0.47 LANGKAH (kali) a ± a ± a ± a ± b ±18.40 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kelompok tingkah laku yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05), JAS = Jumlah anak sekelahiran, TS = Jumlah anak disapih, TBL = Total bobot lahir, TBS = Total bobot sapih, SURV = Daya hidup anak, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji

126 100 Jumlah anak sekelahiran domba LG lebih tinggi dibandingkan domba KS tetapi hampir sama dengan domba BC, KG dan SC. Total bobot lahir domba KG lebih tinggi dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Induk domba KG (12.76 kg), KS (12.59 kg) dan BC (11.78 kg) mempunyai total bobot sapih anak lebih tinggi dibandingkan domba SC (9.32 kg) dan LG (7.08 kg). Induk domba LG mempunyai total bobot sapih anak paling rendah dibandingkan keempat bangsa domba yang lain. Kemampuan hidup anak domba lebih tinggi dicapai induk domba KS dan tidak berbeda dengan domba LG, BC dan KG dibandingkan domba SC. Tabel 27. Rataan kuadrat terkecil beberapa peubah produksi induk berdasarkan kategori tingkah laku domba Kategori tingkah laku SUARA (kali) Peubah produksi induk JAS TS TBL TBS SURV Rendah 1.25± ± ± a ± a ±2.97 Sedang 1.24± ± ± ab ± a ±2.32 Tinggi 1.25± ± ± b ± b ±2.82 DURASI A (menit) Rendah 1.26± ± ± ± ±5.67 Sedang 1.17± ± ± ± ±4.61 Tinggi 1.20± ± ± ± ±5.76 SEBERANG (kali) Rendah 1.32± ± ± ± ±3.48 Sedang 1.24± ± ± ± ±2.30 Tinggi 1.18± ± ± ± ±4.09 CIUM (menit) Rendah 1.11± ± ± ± ±2.21 Sedang 1.19± ± ± ± ±2.72 Tinggi 1.23± ± ± ± ±3.12 LANGKAH (kali) Rendah 1.20± ± ± ± ±2.98 Sedang 1.17± ± ± ± ±2.94 Tinggi 1.17± ± ± ± ±2.91 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kelompok tingkah laku yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05), JAS = Jumlah anak sekelahiran, TS = Jumlah anak disapih, TBL = Total bobot lahir, TBS = Total bobot sapih, SURV = Daya hidup anak, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji

127 101 Tingkah laku kelima bangsa bervariasi kecuali tingkah laku CIUM yang tidak berbeda untuk kelima bangsa (Tabel 26). Induk domba KS, LG dan KG tergolong kurang khawatir ketika dipisahkan dengan anaknya, yang ditunjukkan dengan frekuensi dari tingkah laku SUARA, SEBERANG dan LANGKAH lebih rendah dibandingkan domba yang lain akan tetapi induk domba LG lebih berani untuk mendekati orang dibandingkan domba KS. Kecemasan induk domba BC lebih ditunjukkan dengan frekuensi SUARA yang paling tinggi, sedangkan induk domba SC lebih menunjukkan kecemasannya dengan tingkah laku SEBERANG dan LANGKAH. Rataan beberapa peubah produksi berdasarkan kategori beberapa tingkah laku induk domba tercantum pada Tabel 27. Hanya tingkah laku SUARA yang kategorinya mempunyai perbedaan pada peubah total bobot sapih (TBS) dan daya hidup anak (SURV), sedangkan untuk tingkah laku yang lain tidak memberikan perbedaan untuk seluruh peubah produksi. Pada Tabel 27 terlihat bahwa induk domba dengan tingkah laku SUARA tinggi (frekuensi suara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya) mempunyai total bobot sapih (TBS) dan kemampuan hidup anak (SURV) lebih tinggi dibandingkan induk dengan tngkah laku rendah (frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya). Hal tersebut memperlihatkan bahwa induk domba yang mempunyai frekuensi bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya (lebih khawatir dan gelisah) mempunyai kemampuan pengasuhan yang lebih baik yang ditunjukkan dengan TBS dan SURV yang lebih tinggi. Penelitian dengan cara berbeda akan tetapi juga mengukur ketakutan induk terhadap manusia telah dilaporkan oleh O Connor et al. (1985). Induk domba yang menghindar dan mempunyai ketakutan yang lebih kuat dari pekerja yang sedang membuat ear tag pada anaknya, berhubungan dengan mortalitas prasapih yang lebih tinggi dan sedikit lebih rendah bobot sapih dari anak yang hidup. Grandison (2005) menyatakan bahwa tingkah laku induk mempunyai pengaruh yang besar terhadap peluang hidup anaknya selama periode prasapih. Tingkah laku keindukan yang baik penting khususnya dalam sistem produksi ekstensif dimana induk dapat berhasil membesarkan anaknya tanpa bantuan manusia. Disamping itu juga pada sistem produksif yang lebih intensif dengan unit produksi yang besar cenderung kekurangan staf dan konsekuensinya waktu yang dialokasikan untuk mengawasi setiap individu ternak menjadi kurang.

128 102 Tabel 28. Koefisien korelasi antara peubah tingkah laku dan peubah produksi induk Bangsa domba Koefisien korelasi SUARA-JAS SUARA-TS SUARA-TBL SUARA-TBS SUARA-SURV BC * tn tn tn * KG tn tn tn tn tn LG tn tn tn tn tn KS tn tn tn tn tn SC tn tn * tn tn DURASI A-JAS DURASI A-TS DURASI A- TBL DURASI A- TBS DURASI A- SURV BC tn tn tn tn tn KG tn * tn tn tn LG tn tn tn * tn KS tn tn tn tn tn SC tn tn tn tn tn SEBERANG- JAS SEBERANG- TS SEBERANG- TBL SEBERANG- TBS SEBERANG- SURV BC tn tn tn tn tn KG tn tn tn tn tn LG tn tn tn tn tn KS tn tn tn tn tn SC tn tn tn tn tn CIUM-JAS CIUM-TS CIUM-TBL CIUM-TBS CIUM-SURV BC tn tn tn tn tn KG tn tn tn tn tn LG tn tn tn tn tn KS tn tn tn tn tn SC tn tn tn tn tn LANGKAH- JAS LANGKAH-TS LANGKAH- TBL LANGKAH- TBS LANGKAH- SURV BC tn tn tn tn tn KG tn tn tn tn tn LG tn tn tn tn tn KS tn tn tn tn tn SC tn tn tn tn tn Keterangan : * = nyata (P<0.05), tn = tidak nyata (P>0.05), JAS = Jumlah anak sekelahiran, TS = Jumlah anak disapih, TBL = Total bobot lahir, TBS = Total bobot sapih, SURV = Daya hidup anak, SUARA = Frekuensi domba bersuara (mengembik), DURASI A = Durasi domba berada di Daerah A, SEBERANG = Frekuensi domba menyeberang batas Daerah A dan Daerah B, CIUM = Durasi sejak domba memasuki daerah uji hingga mencium bagian tubuh pengamat, LANGKAH = Frekuensi langkah domba selama di Daerah Uji

129 103 Pada beberapa bangsa terlihat adanya korelasi yang erat antara beberapa peubah tingkah laku dan beberapa peubah produksi (Tabel 28). Induk domba BC, SC, LG dan KG setidaknya mempunyai satu korelasi yang erat antara peubah tingkah laku dan produksi. Namun demikian, induk domba KS tidak satu pun mempunyai korelasi yang erat antara peubah tingkah laku dan peubah produksi. Tingkah laku SEBERANG, CIUM dan LANGKAH tidak mempunyai korelasi yang erat dengan semua peubah produksi, oleh karena itu ketiga peubah tingkah laku tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga kemampuan produksi induk. Induk domba BC mempunyai korelasi yang erat berbanding terbalik antara peubah SUARA dengan jumlah anak sekelahiran (JAS), sedangkan induk domba SC mempunyai korelasi erat positif antara peubah SUARA dan total bobot lahir (TBL) (Tabel 28). Peubah JAS dan TBL adalah peubah yang muncul di waktu sebelumnya sehingga korelasi ini kurang bermanfaat di dalam penggunaannya untuk seleksi. Korelasi positif yang nyata ditunjukkan antara peubah SUARA-SURV untuk induk domba BC, antara peubah DURASI A-TS pada induk domba KG dan antara peubah DURASI A-TBS pada domba LG dengan nilai koefisien korelasi sedang (Tabel 28). Ketiga korelasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam menduga produksi induk BC, KG dan LG.

130 104 SIMPULAN Domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut dengan pengamat (orang), dengan tingkah laku waktu yang singkat mencium bagian tubuh pengamat (CIUM) mempunyai pertambahan bobot badan harian lebih tinggi dibandingkan domba yang memerlukan waktu CIUM lebih lama. Tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian. Induk domba dengan tingkah laku SUARA tinggi (frekuensi suara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya) mempunyai total bobot sapih (TBS) dan kemampuan hidup anak (SURV) lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku rendah (frekuensi suara lebih sedikit ketika dipisahkan dengan anaknya). Korelasi positif nyata ditunjukkan antara peubah frekuensi suara dan daya hidup anak untuk induk domba BC, antara peubah durasi berada di daerah A dan tipe sapih pada induk domba KG dan antara peubah durasi berada di daerah A dan total bobot sapih pada domba LG.

131 105 DAFTAR PUSTAKA Aaron DK, Frahm RR, Buchanan DS Selection applied weaning or yearling weight in Angus cattle. I. Measurement of direct and correlated responses to selection for increased. J Anim Sci 62: Davis GP, DeNise SK The impact of genetic markers on selection. J Anim Sci 76: Dekkers JCM Commercial application of marker- and gene-assisted selection in livestock: Strategies and lessons. J Anim Sci 82(E. Suppl.):E313 E328. Goddard ME Behaviour genetics and animal production. Di dalam : Tomaszewska MW, Edey TN, Lynch JJ, editor. Behaviour in Relation to Reproduction, Management and Welfare of Farm Animals. Proceedings of a Symposium; Armidale, September Armidale : University of New England. hlm Grandinson K Genetic background of maternal behaviour and its relation to offspring survival. Livest Prod Sci 93: Hardjosubroto W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hemsworth PH, Barnett JL, Treacy D, Madgwick P The heritability of the trait fear of humans and the association between this trait and subsequent reproductive performance in gilts. Appl Anim Behav Sci 25: Hinch GN Genetics of behaviour. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB International. hlm Kahi K, Hirooka H Effect of direct and indirect selection criteria for efficiency of gain on profitability of Japanese Black cattle selection strategies. J Anim Sci 85: Koch RM Selection in beef cattle III. Correlated response of carcass traits to selection for weaning weight, yearling weight and muscling score in cattle. J Anim Sci 47: McBride SD, Wolf B Using multivariate statistical analysis to measure ovine temperament; stability of factor construction over time and between groups of animals. Appl Anim Behav Sci 103: Meuwissen T Genomic selection : The future of marker assisted selection and animal breeding. Marker assisted selection: A fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding? Proceeding of International Workshop; Turin, Italy, October Turin : The Fondazione per le Biotecnologie, The University of Turin and FAO. hlm

132 106 O Connor CE, Jay NP, Nicol AM, Beatson PR Ewe maternal behaviour score and lamb survival. Proc New Zealand Soc Anim Prod 45 : SAS SAS/STAT User s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Voisinet BD, Grandin T, Tatum JD, O Connor SF, Struthers JJ Feedlot cattle with calm temperaments have higher daily gains than cattle with excitable temperaments. J Anim Sci 75: Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W Pemuliaan Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

133 107 IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA (Identification of Single Nucleotide Polymorphism (SNP) in MAOA (Mono Amine Oxidase A) Gene as a Genetic Marker for Aggressiveness in Sheep) ABSTRAK Dalam jumlah kecil terdapat domba berkarakter agresif yang karena karakter agresifnya memerlukan manajemen khusus untuk bentuk kandang dan manajemen rutin. Berdasarkan laporan penelitian sifat agresif oleh peneliti terdahulu pada manusia dan tikus, sifat agresif yang terdapat pada domba diteliti. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP (single nucleotide polymorphism) sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada berbagai bangsa domba. Identifikasi mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang berhubungan dengan sifat agresif pada domba ini selanjutnya dapat bermanfaat menjadi penanda DNA untuk melakukan seleksi sifat agresif pada domba. Lima bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Sepuluh peubah durasi tingkah laku, konsentrasi serotonin darah dan runutan DNA ekson 8 gen MAOA dari kelompok domba jantan agresif dan tidak agresif diamati. PROC GLM dari Program SAS Ver. 9.0 digunakan untuk analisa ragam peubah tingkah laku dan konsentrasi serotonin darah. Polimorfisme runutan DNA ekson 8 gen MAOA dianalisa dengan software MEGA Ver Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase domba jantan yang berkarakter agresif pada setiap bangsa tidak lebih dari 10 persen kecuali pada bangsa domba KS relatif agak tinggi yaitu sekitar 23 persen. Berdasarkan durasi tingkah laku, domba berkarakter agresif tidak berbeda dengan domba berkarakter tidak agresif, walaupun demikian diketahui bahwa kelompok domba berkarakter agresif mempunyai konsentrasi serotonin darah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok domba yang tidak agresif. Sifat agresif pada domba tidak berkaitan dengan adanya mutasi pada ekson 8 gen MAOA karena pada penelitian ini runutan ekson 8 gen MAOA domba agresif dan tidak agresif ternyata identik. Kata kunci : domba, agresif, ekson 8 gen MAOA, single nucleotide polymorphism ABSTRACT In the population, there are aggressive sheep in a small number which requires special management to build specific animal house and management. Based on the aggressive previous research reported in humans and mice, the aggressive trait in sheep were investigated. The purpose of this study was to identify the variation of DNA marker SNP (single nucleotide polymorphism) as a genetic marker for the aggressive trait in several of sheep breed. The identification of point mutations in exon 8 of MAOA gene associated with aggressive behavior in sheep may be further useful to become of DNA markers for the aggressive trait in sheep. Five of sheep breed were used, i.e. : Barbados Black belly Cross sheep (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG), Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Duration of ten behavior

134 108 traits, blood serotonin concentrations and DNA sequence of exon 8 of MAOA gene from the sheep aggressive and nonaggressive were observed. PROC GLM of SAS Ver. 9.0 program was used to analyze variable behavior and blood serotonin concentrations. DNA polymorphism in exon 8 of MAOA gene was analyzed using the MEGA software Ver The results show that the percentage of the aggressive rams of each breed was less than 10 percent, except for the KS sheep is higher (23 percent). Based on the duration of behavior, aggressive sheep group was not significantly different with non aggressive sheep group. Nevertheless, it is known that concentrations of blood serotonin of aggressive rams is higher than the group of sheep that are not aggressive. In this study, aggressive behavior in sheep was not associated with a mutation in exon 8 of MAOA gene because sequences of exon 8 of MAOA gene in aggressive and non aggressive sheep were identical. Keywords: sheep, aggressive, exon 8 of MAOA gene, single nucleotide polymorphism

135 109 PENDAHULUAN Dalam suatu populasi domba jantan dewasa terkadang terdapat dalam jumlah sedikit domba yang bertingkah laku agresif, sifat yang berbeda dengan tingkah laku domba jantan dewasa pada umumnya. Tingkah laku agresif dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk tingkah laku. Domba agresif biasanya menunjukkan tingkah laku sering menanduk dinding kandang sehingga dinding kandang menjadi mudah rusak. Domba agresif lebih dominan di dalam kelompok dan sering menyerang domba yang lain di dalam kelompok. Tingkah laku agresif yang lain adalah menyerang petugas kandang ketika membersihkan kandang atau melakukan aktivitas rutin di kandang sehingga dapat menimbulkan cedera bagi petugas. Domba dengan sifat agresif memerlukan penanganan khusus, diantaranya beberapa penyesuaian tipe kandang atau tambahan tindakan dalam manajemen rutin yang perlu dilakukan oleh petugas kandang. Pada umumnya kandang individu dibuat dalam ukuran yang tidak cukup luas bagi domba jantan yang sering menanduk dinding kandang seperti umumnya diterapkan pada domba Garut tangkas. Domba jantan yang sering menyerang petugas biasanya diikat ketika petugas melakukan aktivitas rutin di kandang. Penelitian mengenai adanya sifat agresif pada manusia dan tikus telah dilakukan dan dilaporkan oleh Brunner et al. (1993) dan Cases et al. (1995) yang berkaitan dengan mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA (Mono Amine Oxidase A). Mutasi pada gen MAOA menyebabkan tubuh kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine (noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina eksogenous (Andrés et al. 2004). Beberapa neurotransmitter yang dipecah oleh enzim MAOA tersebut harus dipecah karena konsentrasinya yang meningkat abnormal akan menyebabkan individu bereaksi secara berlebihan dan kadangkala melakukan kekerasan (Morell 1993). MAOA adalah enzim mitokondria yang dikode oleh gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991). Kerja suatu gen dan fungsi enzim yang dihasilkan pada umumnya sama pada beberapa spesies walaupun bisajadi runutan DNA dan asam amino hormon yang dihasilkan dapat berbeda. Pada domba, sifat agresif dan gen yang mengontrolnya belum pernah dilaporkan. Bertitik tolak laporan penelitian sifat agresif oleh peneliti

136 110 terdahulu pada manusia dan tikus, sifat agresif yang terdapat pada domba dicoba untuk diteliti. Apabila mutasi yang terjadi pada domba serupa dengan yang terjadi pada manusia atau tikus maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penanda untuk sifat agresif pada domba. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman penanda DNA SNP (single nucleotide polymorphism) sebagai penanda genetik untuk sifat agresif pada berbagai bangsa domba. Identifikasi mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang berhubungan dengan sifat agresif pada domba ini selanjutnya dapat bermanfaat menjadi penanda DNA untuk melakukan seleksi sifat agresif pada domba.

137 111 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat atau laboratorium, yaitu : 1. Penelitian tingkah laku bangsa domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC), dilakukan di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak (Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Cilebut) dan untuk domba tangkas Garut dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati, Garut, Jawa Barat. 2. Analisa kandungan serotonin darah dilakukan di Laboratorium Endokrinologi, Departemen Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Kampus C Universitas Airlangga, Surabaya. 3. Isolasi DNA dan amplifikasi runutan DNA target sampel dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Ternak, Balai Penelitian Ternak, Jl. Raya Pajajaran, Bogor. Produk PCR (ekson 8 gen MAOA domba) disekuen oleh sebuah perusahaan swasta yang mempunyai jasa pelayanan sekuensing DNA di Singapura. Penelitian tingkah laku, kandungan serotonin dan analisa DNA dilakukan selama 8 bulan sejak bulan Maret hingga Oktober Materi Penelitian Jumlah dan jenis materi penelitian yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan jenis data yang ingin dikumpulkan. Jumlah dan jenis materi penelitian setiap bangsa domba dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Jenis dan jumlah sampel yang digunakan untuk setiap bangsa domba Jenis pengamatan Tingkah laku Jenis sampel Bangsa domba Jumlah BC KG LG KS SC Domba jantan dewasa (berumur >2 tahun) Serum darah Kandungan serotonin Analisa DNA Darah 6(5) 5(4) 10 8(7) 6(4) 35(30) Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross (50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), KG = Komposit Garut (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), LG = Lokal Garut, KS = Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), SC = St. Croix Cross (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix) Angka dalam kurung adalah jumlah sampel yang runutan DNA-nya layak dianalisa lebih lanjut, sampel sisanya tidak bisa dianalisa karena runutan ekson 8 gen MAOA tidak berhasil diperoleh secara lengkap

138 112 Metode Penelitian Pengumpulan Data Awal Karakter Domba Jantan Dewasa. Terlebih dahulu dikumpulkan data awal karakter seluruh domba jantan dewasa berumur > 2 tahun yang ada di Kandang Percobaan sebagai dasar penetapan pengelompokkan karakter domba. Pengelompokan domba agresif atau tidak agresif dilakukan dengan pengamatan langsung berdasarkan minimal satu dari dua indikator yang telah ditetapkan sebagai berikut : 1. Memiliki riwayat menyerang/menyeruduk petugas kandang yang diperoleh dari wawancara dengan petugas kandang. 2. Merangsang domba dengan memukulkan tangan ke kepala domba dan melihat respon yang diberikan domba. Domba agresif akan memberikan respon melawan atau menanduk/menyeruduk untuk melawan. Berdasarkan data awal pengelompokkan jantan dewasa (berumur > 2 tahun) kemudian ditentukan sampel yang mewakili kelompok domba agresif dan tidak agresif setiap bangsa. Sampel yang telah ditentukan kemudian diamati tingkah laku, kandungan serotonin darah dan runutan DNA ekson 8 gen MAOA. Prosedur Penelitian Tingkah Laku. Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m 2 diisi masing-masing 5 ekor domba jantan dari bangsa yang sama. Namun khusus untuk domba tangkas/agresif LG yang sampelnya diambil di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati, Garut, Jawa Barat setiap pen kandang hanya diisi oleh satu ekor. Pencampuran beberapa ekor domba jantan tangkas dalam satu pen kandang tidak memungkinkan karena dikhawatirkan terjadi perkelahian antar domba jantan yang dapat mengakibatkan luka. Sampel dan perekaman tingkah laku domba agresif ini diambil di UPTD BPPTD Margawati, Garut karena di Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak tidak diperoleh sampel domba jantan yang berkarakter agresif. Pengamatan tingkah laku domba dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan CCTV (Close Circuit Televisi). Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut terhubung dengan kabel ke peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang

139 113 diletakkan di ruangan khusus pengamatan. Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension.vvf hasil backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 1-1.5TB. Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku yaitu : 1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit). 3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit).

140 Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit). File data rekaman dianalisa dengan software VVF Player dan kemudian hasil rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi (menit) suatu sifat tingkah laku dilakukan. Terbatasnya waktu yang tersedia untuk menterjemahkan seluruh data rekaman menyebabkan data rekaman tingkah laku hanya dapat diamati selama durasi 5 jam, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu yang diamati adalah pada pukul (domba mulai melakukan aktivitas di pagi hari dan makan), (aktivitas makan dan aktivitas umum lain), (aktivitas tingkah laku umum dan berbaring istirahat), (aktivitas mulai berkurang, biasanya berdiri atau berbaring istirahat) dan (aktivitas berbaring tidur atau berdiri diam) WIB. Prosedur Analisa Kandungan Serotonin Darah. Sampel darah diambil melalui vena jugularis di leher domba dengan menggunakan tabung venojack 6 ml tanpa EDTA. Selama sekitar 1-2 jam sampel darah dibiarkan dalam suhu ruang sampai serum darah terpisah. Jika diperlukan, untuk memisahkan serum dan padatan yang lain maka dilakukan sentrifuse dengan kecepatan rpm selama 10 menit. Serum yang terkumpul di bagian atas tabung diambil menggunakan pipet dan dipindahkan ke dalam cryo tube 4 ml dan kemudian disimpan di dalam freezer (-20 C) sebelum dianalisa lebih lanjut. Analisa konsentrasi serotonin darah domba dilakukan dengan teknik Competitive Inhibition Enzyme Immunoassay (CIEI) menggunakan Sheep Serotonin ELISA Kit, sebuah produk Kit buatan sebuah perusahaan komersial di China. Prosedur analisa dilakukan dengan urut-urutan sebagai berikut : Semua reagen dan sampel serum yang disimpan pada suhu 2-8 C, dibawa ke suhu kamar setidaknya selama 30 menit sebelum digunakan. Sebanyak 50 µl Larutan

141 115 Standar (S1-S5) atau sampel serum dimasukkan ke dalam setiap sumur plate. Uji dilakukan dalam rangkap dua (duplo) sesuai standar petunjuk Kit. Sebanyak 50 µl Conjugate ditambahkan ke dalam setiap sumur (tetapi tidak ke sumur kosong), dicampur/diaduk rata dan kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 C. Setiap sumur diisi dengan Wash Buffer (sekitar 200 µl), didiamkan selama 10 detik dan kemudian dispin, selanjutnya cairan dibuang. Proses pencucian diulang tiga kali pencucian. Setelah pencucian terakhir (yang ketiga), Wash Buffer yang tersisa dibuang dengan cara aspirasi atau dituang. Di atas plate ditutup dengan kertas tissue bersih dan kemudian plate dibalik. Sebanyak 50 µl HRP (Horseradish Peroxidase) Avidin ditambahkan ke dalam setiap sumur, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Selanjutnya larutan dibuang (dituang) dan pencucian sebagaimana pada langkah ke-5 diulang sebanyak lima kali. Sebanyak 50 µl Substrat A dan B ditambahkan ke dalam setiap sumur kemudian dicampur/diaduk rata, selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 C. Plate dijaga dari angin dan fluktuasi suhu dalam suasana gelap. Sebanyak 50 µl Stop Solution ditambahkan ke dalam setiap sumur ketika empat sumur pertama yang berisi konsentrasi Larutan Standar tertinggi berubah menjadi berwarna biru jelas. Jika perubahan warna tidak muncul seragam, tekan dengan lembut plate untuk memastikan pencampuran menyeluruh. Optical density dari setiap sumur ditentukan dalam waktu 10 menit dengan menggunakan pembaca mikroplate yang diatur pada panjang gelombang 450 nm. Perhitungan Hasil Konsentrasi Serotonin Darah. Nilai NET-rataan optical density diperoleh dari nilai rataan pembacaan duplikat optical density untuk setiap standar, blanko, dan sampel dikurangi dengan nilai optical density blanko/non Specific Binding (NSB). Kurva larutan standar dibuat berdasarkan nilai NET-rataan optical density pada sumbu X dan konsentrasi serotonin (ng/ml) pada sumbu Y (Gambar 30). Persamaan matematis untuk membuat kurva larutan standar dihitung dengan bantuan software online di Xuru's Website ( Persamaan matematis non linier terbaik yang diperoleh dari perhitungan software online tersebut, yang ditunjukkan dengan nilai kesalahan terkecil dari nilai plot pada kurva adalah :

142 116 Y = ( X) ( / X) + ( ln(x)). Persamaan matematis tersebut kemudian digunakan untuk menghitung nilai Y (konsentrasi serotonin sampel) berdasarkan nilai X (NET-rataan optical density sampel). 600 Konsentrasi Serotonin (ng/ml) NET-Rataan Optical Density Gambar 30. Kurva larutan standar hubungan antara nilai NET-rataan optical density dengan konsentrasi serotonin (ng/ml) berdasarkan persamaan matematis non linier terbaik Prosedur Isolasi, Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Isolasi, ekstraksi dan purifikasi sampel DNA dilakukan dengan menggunakan reagen Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell), Kit produk buatan sebuah perusahaan komersial di Taiwan. Proses isolasi, ekstraksi dan purifikasi DNA dari sampel darah domba dilakukan dalam 5 langkah sesuai protokol Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell), dengan urutan sebagai berikut : Langkah 1 : Lysis Sel Darah Merah Sampel darah diambil melalui vena jugularis di leher domba dengan menggunakan tabung venojack 6 ml yang mengandung EDTA. Sebanyak 300 µl darah segar yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung mikro sentrifuse 1.5 ml. Ke dalam tabung tersebut kemudian ditambahkan 3x volume sampel RBC Lysis Buffer dan dicampur dengan cara dibolakbalik (tidak divorteks). Setelah tabung diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang, kemudian tabung disentrifuse selama 5 menit pada kecepatan xg dan kemudian supernatan dibuang. Selanjutnya sebanyak 100 µl RBC Lysis Buffer ditambahkan untuk resuspend (melarutkan kembali) pelet sel.

143 117 Langkah 2 : Lysis Sel Sebanyak 200 µl GB Buffer ditambahkan ke dalam tabung mikro sentrifuse 1.5 ml dan dicampur dengan cara shaking. Selanjutnya tabung diinkubasi pada suhu C selama 10 menit atau sampai lisat sampel terlihat jelas dan selama inkubasi, tabung dibalik setiap 3 menit. Pada saat ini, Elution Buffer yang diperlukan (200 µl per sampel) dipanaskan dalam water bath 70 C (untuk digunakan pada Langkah 5 Elusi DNA). Untuk mendegradasi RNA maka diambahkan 5 µl RNase A (10 mg/ml) ke lisat sampel dan dicampur dengan cara divorteks, kemudian tabung diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Langkah 3 : DNA Binding Sebanyak 200 µl Etanol Absolut ditambahkan ke lisat sampel dan dicampur segera dengan cara shaking selama sekitar 10 detik, jika endapan muncul maka dirusak/ dihancurkan dengan pipet. Selanjutnya GD Column ditempatkan dalam Collection Tube 2 ml. Semua campuran (termasuk endapan) dipindahkan ke GD Column, selanjutnya disentrifuse pada kecepatan xg selama 5 menit. Collection Tube 2 ml yang berisi flow-through dibuang dan kemudian GD Column ditempatkan di Collection Tube 2 ml yang baru. Langkah 4 : Pencucian (Wash) Sebanyak 400 µl W1 Buffer ditambahkan ke GD Column, kemudian disentrifuse pada kecepatan xg selama 30 detik. Flow-through dibuang dan selanjutnya GD Column ditempatkan kembali ke dalam Collection Tube 2 ml. Sebanyak 600 µl Wash Buffer (yang telah ditambahkan Etanol) kemudian ditambahkan ke dalam GD Column, selanjutnya disentrifuse pada kecepatan xg selama 30 detik. Flow-through dibuang dan GD Column selanjutnya ditempatkan kembali ke dalam Collection Tube 2 ml dan kemudian disentrifuse lagi selama 3 menit pada kecepatan xg untuk mengeringkan matriks kolom. Langkah 5 : Elusi DNA GD Column kering dipindahkan ke 1.5 ml tabung mikro sentrifuse bersih, kemudian sebanyak 100 µl Elution Buffer yang telah dipanaskan atau TE ditambahkan ke tengah matriks kolom. Tabung didiamkan selama 3-5 menit atau sampai Elution Buffer atau TE diabsorbsi (diserap) oleh matriks dan kemudian disentrifuse pada kecepatan xg selama 30 detik untuk elusi DNA yang dipurifikasi.

144 118 Prosedur Mendesain Primer. Desain primer dilakukan berdasarkan runutan mrna gen MAOA Bos taurus (no aksesi NCBI NM_181014) oleh karena runutan gen MAOA untuk domba (Ovis aries) belum tersedia di database gene bank National Center for Biotechnology Information (NCBI). Sebelumnya letak ekson 8 ditentukan dengan melakukan pensejajaran (alignment) dengan runutan acuan ekson 8 dari runutan gen MAOA Bos taurus dengan no aksesi EF NCBI karena runutan gen MAOA Bos taurus lengkap (no aksesi NCBI NM_181014) tidak memberikan informasi letak daerah ekson 8. Pensejajaran dilakukan dengan bantuan software MEGA ver 4.0 (Tamura et al. 2007). Primer untuk ekson 8 gen MAOA Bos taurus didesain dengan bantuan software pembuat primer Primer3Plus secara online di situs Runutan primer terbaik yang diperoleh dari hasil tersebut digunakan untuk mengamplifikasi ekson 8 gen MAOA domba. Runutan primer yang telah dipilih diperiksa kembali untuk melihat peluang kesalahan penempelannya dengan semua database runutan DNA yang terdapat pada NCBI dengan menu BLAST (Basic Local Alignment Search Tool). Proses desain primer berdasarkan ekson 8 gen MAOA Bos taurus menghasilkan primer forward yang terletak pada ekson 7 dan primer reverse yang terletak pada ekson 9, masing-masing primer berukuran 20 basa. Runutan primer yang digunakan dari hasil desain dengan menggunakan software online Primer3Plus adalah : Primer Forward (MAOA81_F) = GTAGAGACCCTGAATCGTGA, Primer Reverse (MAOA81_R) = AATTGGAGCTTCCTCATCTT. Primer dipesan dan dibeli dari sebuah perusahaan komersial di Singapura melalui agen perusahaannya di Indonesia. Prosedur Amplifikasi Runutan DNA Target. Reaksi PCR dibuat sebanyak 50 µl per reaksi yang terdiri dari 25 µl KAPA Taq Ready Mix DNA Polymerase (mengandung 0.05 U/µl KapaTaq DNA Polymerase, Buffer Reaksi dengan Mg 2+, 0.4mM dntp), 2 µl Primer Forward (10 µm), 2 µl Primer Reverse (10 µm), sebanyak kurang lebih 50 ng Template DNA dan Deionized Water ditambahkan sampai volume reaksi menjadi 50 µl. Mikrotube PCR yang berisi campuran seperti tersebut di atas kemudian ditempatkan pada mesin PCR.

145 119 Tabel 30. Banyaknya siklus, suhu dan lama proses amplifikasi yang diprogramkan pada PCR Siklus Tahapan Suhu ( C) Lama (menit) Ulangan 1 Denaturasi awal Denaturasi Annealing 53 1 Ekstensi Ekstensi akhir Soak Mesin PCR diprogram sesuai hasil optimalisasi suhu annealing dengan acuan rekomendasi yang diberikan oleh software online Primer3Plus pada saat mendesain primer tersebut. Berdasarkan hasil optimalisasi kondisi siklus mesin PCR, maka kondisi siklus mesin PCR diprogram dengan keadaan seperti tercantum pada Tabel 30. Prosedur Elektroforesis. Penentuan produk hasil PCR dan deteksi alel yang dihasilkan dilakukan dengan cara separasi (elektroforesis) DNA pada gel agarose 2% dengan pewarnaan ethidium bromide. Pembuatan gel agarose 2% dilakukan dengan cara melarutkan 2 gram bubuk agarose ke dalam 100 ml larutan 0.5x TBE di dalam erlenmeyer. Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan dengan menggunakan microwave oven sambil sesekali diaduk hingga larutan menjadi bening. Larutan agarose dibiarkan beberapa saat sampai tidak terlalu panas (sekitar o C) baru kemudian dituang ke dalam cetakan gel dan sisir pencetak sumur dipasang. Setelah gel membeku kemudian ditempatkan pada tangki untuk elektroforesis sedemikian rupa sehingga sumur terletak pada kutub negatif ( ). Selanjutnya larutan buffer 0.5x TBE dituang ke dalam tangki elektroforesis hingga gel agarose terendam. Sampel DNA sebanyak 5 l yang telah dicampur 1 l loading dye bromofenol biru dimasukkan ke dalam setiap sumur. Salah satu sumur diisi penanda ukuran molekuler (marker weight molecular) 1 kb sebanyak 5 l. Alat elektroforesis kemudian dihidupkan pada 70 volt selama 90 menit. Setelah selesai, gel diangkat dan direndam dalam larutan ethidium bromide dengan konsentrasi 0.5 g/ml selama 15 menit dan selanjutnya direndam (dibilas) dalam aquades dalam waktu yang sama. Selanjutnya gel diletakkan di dalam kotak alat Geldoc yang mempunyai transilluminator ultra violet

146 120 dan pola band yang diperoleh kemudian difoto dengan kamera yang terhubung dengan komputer. Produk PCR sampel dengan band yang jelas yang menunjukkan bahwa runutan target DNA teramplifikasi selanjutnya dikirim dan disekuen di sebuah perusahaan komersial di Singapura. Analisa Data Durasi setiap sifat tingkah laku selama 5 jam pengamatan dan kandungan serotonin darah diuji signifikansinya menurut karakter domba (agresif dan tidak agresif), bangsa domba dan interaksi antara karakter dan bangsa domba. PROC GLM dari software SAS ver. 9.0 digunakan untuk menganalisa data tingkah laku dan kandungan hormon (SAS 2002). Model persamaan linier yang digunakan adalah : dimana : Y ijk = µ + K i + B j + (KB) ij + ε ijk Y ijk = Durasi setiap sifat tingkah laku atau kandungan hormon karena pengaruh karakter ke-i bangsa ke-j interaksi antara karakter dan bangsa ke-ij dan ulangan ke-k µ = Rataan umum K i = Pengaruh karakter domba (agresif dan tidak agresif) ke-i, (i=1, 2) B j = Pengaruh bangsa ke-j, (j = 1, 2, 3, 4, 5) (KB) ij = Pengaruh interaksi karakter dan bangsa domba ke-ij ε ijk = Pengaruh acak karena pengaruh karakter ke-i bangsa ke-j interaksi antara karakter dan bangsa ke-ij dan ulangan ke-k Analisa runutan DNA gen MAOA hasil sekuensing dilakukan dengan software MEGA (Molecular Evolutionary Genetics Analysis) ver. 4.0 (Tamura et al. 2007) yang diperoleh dari situs Runutan DNA hasil sekuensing dilihat dan jika diperlukan diedit dengan software tersebut. Letak ekson 8 gen MAOA domba didapatkan dengan cara pensejajaran (alignment) antara runutan DNA sampel domba dengan runutan DNA ekson 8 gen MAOA Bos taurus (no aksesi EF NCBI). Software MEGA ver. 4.0 juga digunakan untuk mendeteksi adanya SNP pada runutan ekson 8 gen MAOA sampel. Translasi dari kodon ke asam amino dilakukan untuk menganalisa dan mengetahui terjadinya perubahan asam amino akibat terjadinya mutasi pada ekson 8 gen MAOA.

147 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkah Laku Persentase domba jantan agresif dari keseluruhan domba jantan dewasa yang diteliti adalah kecil (< 10 persen) (Tabel 31). Pada semua bangsa hanya ditemukan jantan agresif dengan persentase relatif kecil (di bawah 10 persen) kecuali pada bangsa domba Komposit Sumatera (KS) didapati persentase domba jantan agresif lebih tinggi yaitu sekitar 23 persen. Sementara itu, untuk domba jantan Komposit Garut berkarakter agresif tidak ditemukan di antara domba jantan dewasa Garut yang dipelihara di Kandang Percobaan Balai Penelitian Ternak Cilebut dan Bogor. Domba jantan agresif Garut yang direkam tingkah lakunya adalah domba Garut jantan yang berada di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati, Garut, Jawa Barat. Jumlah domba jantan agresif ditemukan dalam jumlah sedikit kemungkinan karena umumnya domba agresif sering diculling dari populasi untuk mengurangi bahaya kecelakaan atau luka bagi petugas kandang akibat serangan/serudukan. Disamping itu, dari sisi manajemen, domba agresif memerlukan penanganan yang lebih dibandingkan domba normal. Sifat agresif telah ditemukan dan dilaporkan terjadi di banyak spesies, Maxzon dan Canastar (2006) dalam reviewnya mengemukakan bahwa sifat agresif juga ditemukan pada spesies lalat buah, lebah madu, ikan sticklebacks, zebra fish, unggas, tikus, kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing dan primata. Tabel 31. Jumlah domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif pada berbagai bangsa domba Kelompok Bangsa domba Jumlah BC LG KG KS SC Agresif 1 (8.3) 1 (4.6) 0 (0) 6 (23.1) 1 (4.3) 9 (9.6) Tidak agresif 11 (91.7) 21 (95.4) 11 (100) 20 (76.9) 22 (95.7) 85 (90.4) Keterangan : BC = Barbados Black Belly Cross, LG = Lokal Garut, KG = Komposit Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix Cross Angka dalam kurung menunjukkan persentase Durasi sepuluh tingkah laku domba jantan berkarakter agresif dan tidak agresif yang diamati tidak berbeda nyata (Tabel 32), hal ini berlaku untuk sifat tingkah laku agresif yang menjadi titik perhatian pada penelitian ini, maupun sifat tingkah laku yang

148 122 lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat tingkah laku agresif pada domba berkarakter agresif tidak nampak/muncul dalam tingkah laku sosial kelompok. Hasil pengamatan ini kemungkinan disebabkan domba-domba jantan yang digunakan dalam penelitian sudah saling kenal sehingga walaupun dipertemukan dalam satu kandang percobaan sistem sosial yang terbentuk sudah stabil. Hal tersebut sesuai dengan pendapat McGlone (1986) bahwa tingkah laku agonistic yaitu tingkah laku dari mengancam hingga menyerang sampai penaklukan umumnya diperlihatkan ketika domba-domba yang tidak saling kenal dicampur dalam satu kandang sampai periode stabilitas sosial tercapai, namun demikian pada sistem sosial yang stabil, ancaman dari seekor domba akan mengakibatkan dengan segera tanda menghindar atau takluk dari domba yang diancam. Pada kelompok yang baru terbentuk atau kelompok sosial yang tidak stabil sebuah ancaman dapat menyebabkan penerima ancaman untuk mengancam kembali atau bisa menjadi awal tingkah laku agresif (menyerang) (McGlone 1986). Sifat tingkah laku agresif pada domba yang berkarakter agresif dapat muncul sebagai respon dari stimulasi lingkungan. Tingkah laku domba menyerang atau menyeruduk petugas kandang pada domba agresif muncul kemungkinan sebagai tingkah laku mempertahankan wilayah (defense of territory) akibat adanya petugas kandang yang dianggap sebagai pengacau/pengganggu. Tingkah laku mempertahankan wilayah merupakan salahsatu tingkah laku agresif, disamping maternal defense dan predation, dimana McGlone (1986) mengelompokkan sifat tingkah laku tersebut dalam kategori interspecific aggression. Adanya pengaruh bangsa domba terhadap seluruh tingkah laku terlihat dari hasil uji statistik. Uji statistik interaksi antara variabel karakter dan bangsa domba menunjukkan bahwa untuk semua sifat tingkah laku nyata berbeda setidaknya untuk dua variabel yang diuji (Tabel 32). Durasi tingkah laku menyerang atau agresif (AGON) paling singkat ditunjukkan oleh domba agresif LG dan domba tidak agresif SC. Domba agresif LG tidak menampakkan keagresifannya kemungkinan karena dalam penelitian ini dikandangkan secara individu (satu ekor setiap pen). Pencampuran secara berkelompok beberapa ekor domba jantan dalam satu pen tidak memungkinkan dilakukan dalam penelitian ini karena setelah berkonsultasi dengan petugas kandang dan pegawai di UPTD BPPTD Margawati, Garut, perkelahian hebat dapat terjadi yang dapat mengakibatkan luka pada domba sampel. Tingkah laku agresif paling lama dilakukan

149 123 oleh domba agresif KS dan tidak agresif KG, masing-masing selama 2.88 dan 2.90 menit. Domba agresif LG memiliki durasi makan dan minum (INGEST) yang terlama, namun dugaan bahwa hal ini diperlukan untuk aktifitas aktif tingkah laku lain yang memerlukan energi lebih tinggi misalnya berjalan (LOCO) dan berdiri (STAND) ternyata tidak berhubungan. Demikian pula yang terjadi dengan domba agresif KS yang memiliki durasi INGEST tidak berbeda dengan domba agresif LG, tetapi lebih diwujudkan dalam tingkah laku agresif (AGON) paling lama. Durasi tingkah laku istirahat (tidur/sleep dan berbaring/rest) untuk domba agresif LG dan KS tergolong moderate. Domba tidak agresif bervariasi dalam menampilkan sifat tingkah laku tergantung bangsa domba. Domba tidak agresif KG lebih aktif (sama dengan domba tidak agresif BC), dimana durasi LOCO dan STAND paling lama dibandingkan domba yang lain sementara aktivitas istirahat (SLEEP dan REST) paling singkat Kebalikan dengan tingkah laku domba tidak agresif KG (tidak berbeda secara statistik dengan domba tidak agresif KS dan LG), domba tidak agresif SC terlihat paling tidak aktif (durasi aktivitas LOCO dan STAND paling singkat) sementara itu durasi aktivitas istirahat (SLEEP dan REST) paling lama. Sifat tingkah laku eliminatif (ELIM), merawat diri (CARE) dan minum (DRINK) adalah sifat tingkah laku dengan durasi relatif lebih singkat. Durasi ELIM nampaknya tidak konsisten berhubungan dengan durasi INGEST. Beberapa faktor yang kemungkinan berpengaruh adalah faktor cara makan yang menentukan efektivitas jumlah makanan yang diperoleh dan ditelan, serta faktor bangsa yang menentukan proses fisiologi pencernaan pakan. Domba tidak agresif SC paling lama melakukan aktivitas CARE, tidak berbeda dengan domba tidak agresif BC dan LG. Durasi DRINK untuk seluruh bangsa domba tidak berbeda. Khusus untuk domba agresif LG dalam manajemennya tidak disediakan air minum sehingga dalam penelitian ini tidak diperoleh data durasi tingkah laku minum.

150 Tabel 32. Rataan durasi beberapa sifat tingkah laku berdasarkan pengelompokan domba berkarakter agresif dan tidak agresif serta interaksi antara karakter dan bangsa domba Variabel Tingkah laku INGEST PLAY AGON ELIM CARE LOCO STAND SLEEP REST DRINK Karakter NS NS NS NS NS NS NS NS NS NS - A 78.53± ± ± ± ± ± ± ± ± ± NA 64.52± ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.07 Karakter x Bangsa * NS * * * * * * * * - AxLG c ± ± a ± a ± ab ± ab ± bc ± abcd ± ab ± a ± AxKS abc ± ± b ± ab ± ab ± abc ± ab ± ab ± bc ± ab ± NAxBC ab ± ± ab ± ab ± abc ± bc ± bc ± ab ± ab ± ab ± NAxLG abc ± ± ab ± b ± bc ± abc ± ab ± abc ± bc ± b ± NAxKG abc ± ± b ± a ± a ± c ± c ± a ± a ± ab ± NAxKS bc ± ± ab ± a ± ab ± ab ± a ± bcd ± c ± ab ± NAxSC a ± ± a ± ab ± c ± a ± a ± d ± c ± ab ±0.16 Keterangan : NS = Tidak berbeda nyata, * = Berbeda nyata (P<0.05) Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) A = Agresif, NA = Tidak agresif, BC = Barbados Black Belly cross, LG = Lokal Garut, KG = Komposit Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix cross INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking)

151 125 Kandungan Serotonin Darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman konsentrasi serotonin darah domba jantan antar bangsa domba tidak berbeda nyata (Tabel 33). Besarnya konsentrasi serotonin darah domba yang diperoleh bervariasi antara 70.5 hingga 77.3 ng/ml. Bangsa domba Komposit Sumatera mempunyai rataan konsentrasi serotonin darah paling rendah sedangkan yang tertinggi adalah pada bangsa domba Lokal Garut. Tabel 33. Konsentrasi serotonin darah menurut bangsa dan karakter domba dan interaksi karakter dan bangsa domba Variabel Bangsa Konsentrasi serotonin darah (ng/ml) TN BC 71.58±3.54 LG 77.30±3.11 KG 74.65±3.82 KS 70.48±2.44 SC 71.52±3.54 Karakter * A b ±2.82 NA a ±1.92 Karakter x Bangsa * AxLG b ±2.39 AxKS ab ±3.54 NAxBC a ±3.54 NAxKG ab ±3.23 NAxKS a ±3.23 NAxSC ab ±3.54 Keterangan : TN = Tidak nyata (P>0.05), * = Nyata (P<0.05) A = Agresif, NA = Tidak agresif BC = Barbados Black Belly cross, LG = Lokal Garut, KG = Komposit Garut, KS = Komposit Sumatera, SC = St. Croix cross Konsentrasi serotonin darah kelompok domba agresif berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok domba yang tidak agresif (Tabel 33). Domba agresif mempunyai rataan konsentrasi serotonin darah lebih tinggi dibandingkan domba tidak agresif (74.7

152 126 vs 71.5 ng/ml). Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Brunner et al. (1993) yang menemukan bahwa tingginya kandungan serotonin darah pada setiap laki-laki anggota dari sebuah keluarga besar Belanda yang mempunyai sifat agresif. Temuan selanjutnya adalah bahwa tingginya kandungan serotonin darah ini disebabkan adanya mutasi titik pada gen MAO sehingga produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang dihasilkan gen tersebut, tidak mampu mengontrol konsentrasi serotonin tetap dalam keadaan normal. Enzim Mono Amine Oxidase A berfungsi dalam mendegradasi beberapa neurotransmitter seperti serotonin, norepinephrine dan dopamine. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh Cases et al. (1995) yang melakukan penelitian pada tikus transgenik dengan delesi pada gen MAOA dan melaporkan bahwa tikus jantan dengan mutasi delesi pada gen MAOA mengakibatkan konsentrasi tiga jenis neurotransmitter di otak (serotonin, norepinephrine dan dopamine) meningkat secara nyata. Tikus jantan yang mengalami mutasi delesi pada gen MAOA ini juga terlihat lebih agresif dibandingkan tikus jantan yang normal. Gagalnya gen MAOA berfungsi dengan baik untuk memproduksi enzim Mono Amine Oxidase A mengakibatkan kandungan serotonin (dan neurotransmitter yang lain) menjadi meningkat dan terakumulasi. Neurotransmitter tersebut memainkan peran penting untuk mengatur respon tubuh terhadap ancaman atau stress sehingga individu tersebut dapat mempunyai respon secara berlebihan (Morell 1993). Disamping tingkah laku agresif, tingkah laku domain yang dipengaruhi oleh serotonin bermacam-macam, termasuk pergerakan, tingkah laku seksual, tidur, nafsu makan, dan suasana hati (Manuck et al. 2006; Halbach dan Dermietzel 2006). Pada manusia walaupun pada wanita tidak ditemukan adanya hubungan, pada laki-laki yang dihukum oleh satu atau lebih pidana kekerasan dan dilaporkan menyerang secara fisik atau mengancam orang lain pada berbagai kasus mempunyai tingkat serotonin darah yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang dihukum karena pidana yang tidak terkait dengan tingkah laku kasar (Manuck et al. 2006). Bertolak belakang dengan hasil penelitian ini, Clark dan Grunstein (2000) mengemukakan bahwa perilaku tikus jantan agresif berkorelasi terbalik dengan tingkat serotonin dalam otak, dimana strain tikus yang paling agresif memiliki tingkat serotonin di otak terendah, sedangkan strain kurang agresif memiliki kadar serotonin yang lebih tinggi. Harus dipahami bahwa perilaku agresif dipengaruhi tidak hanya satu senyawa

153 127 akan tetapi beberapa senyawa dalam sistem kerja yang kompleks. Peneliti-peneliti terdahulu (Brunner et al. 1993; Morell 1993) telah melaporkan bahwa perilaku agresif dipengaruhi oleh beberapa neurotransmitter dan hormon. Meningkatnya konsentrasi dopamine dan norepinephrine diketahui berkorelasi dengan meningkatnya perilaku agresif. Neurotransmitter lain yang diketahui berhubungan dengan sifat agresif adalah nitric oxide. Hormon testosteron terutama mendorong agresi antar hewan jantan bersaing untuk posisi sosial dan preferensi kawin dan pada tingkat lebih rendah dalam perilaku interspesifik agresif seperti membunuh binatang untuk makanan (Clark dan Grunstein 2000). Runutan DNA Ekson 8 Gen MAOA Secara lengkap runutan mrna gen MAOA dapat diperoleh di website NCBI (The National Center for Biotechnology Information) ( Hasil pencarian di situs NCBI pada bulan Pebruari 2012 didapat 20 runutan lengkap mrna gen MAOA dari 11 spesies hewan. Dari hasil pencarian tersebut, hanya 2 runutan dari 2 spesies yang mempunyai informasi lengkap tentang struktur bagian-bagian ekson dari mrna gen MAOA yaitu untuk spesies Tikus rumah (Mus musculus) dan Manusia (Homo sapiens) dengan panjang runutan berturut-turut adalah 4161 dan 4090 pb. Gen MAOA mempunyai 15 ekson yang jika digambarkan berdasarkan ukuran eksoneksonnya adalah seperti terlihat pada Gambar 31. Dalam penelitian ini, primer yang dibuat berdasarkan runutan gen MAOA sapi dapat menempel pada DNA sampel domba dan dapat mengamplifikasi runutan DNA target (ekson 8 gen MAOA). Hasil amplifikasi primer tersebut diperoleh produk dengan ukuran sekitar 1800 pb (Gambar 32). Produk sepanjang 1800 pb tidak hanya berisi runutan ekson 8 gen MAOA saja tetapi merupakan runutan sebagian ekson 7 (tempat primer forward didesain), intron 7, ekson 8, intron 8 dan sebagian runutan ekson 9 (tempat primer reverse didesain). Hasil pensejajaran runutan ekson 8 gen MAOA sapi (Bos taurus) dengan kode aksesi EF sebagai acuan terhadap hasil sekuensing runutan DNA domba sampel diperoleh ekson 8 gen MAOA dengan ukuran 151 pb. Hasil analisa runutan DNA antar karakter domba agresif dan tidak agresif pada ekson 8 gen MAOA ternyata tidak terdapat adanya polimorfisme atau semua runutan DNA dua kelompok domba tersebut

154 128 sama pada berbagai bangsa, dengan demikian pada domba tidak terdapat hubungan karakter agresif dengan mutasi pada ekson 8 gen MAOA. Contoh runutan ekson 8 gen MAOA pada kelompok domba agresif dan tidak agresif pada berbagai bangsa domba seperti terlihat pada Gambar 31. E1 (216 pb) E3 (138 pb) E5 (92 pb) E7 (150 pb) E11 (58 pb) E9 (97 pb) E15 (2581 pb) E13 (112 pb) E2 (95 pb) E4 (105 pb) E6 (142 pb) E10 (54 pb) E12 (98 pb) E14 (63 pb) E8 (160 pb) Runutan Gen MAOA ekson 8 Mus musculus (NCBI kode aksesi NM_173740) tgcaaatatgtaattagtgccatcccaccggttttgactgccaagatccactttaaaccagagctt ccacctgagagaaaccaattaattcagcgtcttccaatgggggctgtcatcaagtgcatggtgtat tacaaggaagccttctggaagaaaaagg Runutan Gen MAOA ekson 8 Bos taurus (NCBI kode aksesi EF672353) tgccggtatgtcattagtgccatcccaccaactttgactgccaagatacactttagaccagagctt ccatcagagcgaaaccagctgatacagcgtcttccaatgggggctgtcattaagtgcatgatgtat tacaaggaggccttttgga Gambar 31. Diagram mrna gen MAOA Mus musculus yang digambarkan berdasarkan runutan yang dipublikasikan oleh NCBI dengan kode aksesi NM_ dan runutan ekson 8 gen tersebut pada Mus musculus dan Bos taurus (kode aksesi EF672353)

155 pb 1500 pb 1000 pb 700 pb 1800 pb 500 pb 300 pb Keterangan : Kolom 1 = 1 kb DNA ladder, kolom 2-13 sampel domba nomor 41116, 41118, 41101, 41102, 41103, 41104, 41106, 41107, 41109, 41110, 41111, Gambar 32. Produk yang diperoleh dari hasil amplifikasi primer yang didesain khusus pada ekson 7 (forward) dan ekson 9 (reverse) dengan ukuran sekitar 1800 pb Mutasi delesi dan mutasi titik di ekson 8 gen MAOA yang dilaporkan oleh Brunner et al. (1993) dan Cases et al. (1995) sebagai penyebab timbulnya sifat agresif pada manusia dan tikus ternyata tidak terjadi pada ekson 8 gen MAOA pada semua sampel domba yang berkarakter agresif. Hasil ini menunjukkan bahwa sifat agresif pada domba mempunyai mekanisme atau sebab yang berbeda dengan yang terjadi pada tikus. Mutasi kemungkinan terjadi pada gen MAOA tetapi tidak di ekson 8 karena terbukti bahwa kandungan hormon serotonin darah domba agresif secara statistik nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok domba tidak agresif (Tabel 33). Mutasi tidak terjadi pada ekson 8 gen MAOA tetapi kemungkinan terjadi di situs lain sepanjang bentangan DNA gen MAOA yang tetap berakibat sama yaitu menyebabkan produksi enzim Mono Amine Oksidase A lebih rendah dibandingkan normal. Mutasi yang dapat menyebabkan gangguan produksi enzim kemungkinan terbesar terjadi di bagian ekson (ekson 1-7 dan 9-15) atau di bagian promotor gen MAOA. Maxson (2009) mengemukakan bahwa di seluruh spesies, individu yang tidak mempunyai atau rendah aktivitas MAOA lebih rentan terhadap perilaku agresif.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba sampai saat ini pengusahaannya masih didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Perkiraan

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA

HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA (Correlation of behavior with growth rate and ewe productivity) ABSTRAK Laju pertumbuhan dan produktivitas induk berpotensi untuk

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : RINALDI

SKRIPSI OLEH : RINALDI PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KAMBING BOERKA (F2) BERDASARKAN BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN BOBOT UMUR 6 BULAN DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RINALDI 100306003 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA

PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA 137 PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA (Comparison of Accuracy Using Parsial Data and Whole Data in Sheep Behaviour Observation) ABSTRAK Penggunaan

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU

PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU (The Differentiation of Sheep Breeds Based on Call Sound, Fenotipe and Behaviour Characteristic) ABSTRAK Informasi

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG SKRIPSI MUHAMMAD ARY SYAPUTRA 110306028 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN SKRIPSI Oleh : AHMAD AWALUDDIN 100306056 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI. Oleh

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI. Oleh i HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Oleh AKHMAD NURRIS HAIDAR HAZZA PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI. Oleh : ARDY AGA PRATAMA

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI. Oleh : ARDY AGA PRATAMA HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Oleh : ARDY AGA PRATAMA PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2001 ABSTRAK HEM INDRIJANI. Penggunaan Catatan Test Day untuk

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU UMI ADIATI dan A. SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Domba Priangan merupakan domba yang mempunyai potensi sebagai domba

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh ABDULLAH HUSEIN BASBETH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh ABDULLAH HUSEIN BASBETH HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh ABDULLAH HUSEIN BASBETH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN

Lebih terperinci

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR STUDI APLIKASI RAPID SELECTION PADA DOMBA LOKAL SEBAGAI TERNAK CEPAT TUMBUH U Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc Prof. Dr. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc. Ir. Sri Rahayu, MS. Ir. Rini H. M., M.Si. Edit Lesa

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE SKRIPSI Oleh: EKANI PUTRI GURUSINGA 110306027 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika

TINJAUAN PUSTAKA Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika 9 TINJAUAN PUSTAKA Tingkah Laku dalam Ilmu Genetika Baker (2004) mengemukakan definisi tingkah laku adalah aktivitas tingkah laku makhluk hidup yang dihasilkan sebagai sebuah keseluruhan dalam bereaksi

Lebih terperinci

ESTIMASI JARAK GENETIK DAN FAKTOR PEUBAH PEMBEDA ANTARA KAMBING KACANG, MUARA DAN SAMOSIR MELALUI ANALISIS KRANIOMETRI

ESTIMASI JARAK GENETIK DAN FAKTOR PEUBAH PEMBEDA ANTARA KAMBING KACANG, MUARA DAN SAMOSIR MELALUI ANALISIS KRANIOMETRI ESTIMASI JARAK GENETIK DAN FAKTOR PEUBAH PEMBEDA ANTARA KAMBING KACANG, MUARA DAN SAMOSIR MELALUI ANALISIS KRANIOMETRI SKRIPSI OLEH: HARIS SAPUTRA 120306008 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA (Kasus Kelompok Tani Mandiri, Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) SKRIPSI RENDY JUARSYAH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara. Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging walaupun

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE SKRIPSI MARIDA S. NABABAN 110306014 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN (Body Measurement Characteristics of Swamp Buffalo in Lebak and Pandeglang Districts, Banten Province) SAROJI, R.

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENDUGAAN KEUNGGULAN PEJANTAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA BERDASARKAN BOBOT LAHIR DAN BOBOT SAPIH CEMPE DI SATKER SUMBEREJO KENDAL (Estimation of

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI RIZKI KAMPAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH Studi Kasus: Sekolah Dasar Negeri Di Kabupaten Sukohardjo Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN DI KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN DI KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN DI KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh KISMIYATI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK

METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK METODE EKSPLO ORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR TEMULAWAK EKO WAHYU WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

Hubungan Tingkah Laku dengan Sifat-sifat Produksi dari Lima Bangsa Domba

Hubungan Tingkah Laku dengan Sifat-sifat Produksi dari Lima Bangsa Domba HANDIWIRAWAN et al. Hubungan tingkah laku dengan sifat-sifat produksi dari lima bangsa domba Hubungan Tingkah Laku dengan Sifat-sifat Produksi dari Lima Bangsa Domba EKO HANDIWIRAWAN 1, R.R. NOOR 2, C.

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA

POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA Oleh : Wirdayanti 10981006613 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG JANTAN DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI. Oleh ARIES RAHARDIAN

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG JANTAN DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI. Oleh ARIES RAHARDIAN HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG JANTAN DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Oleh ARIES RAHARDIAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 i

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Kasus Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI EVA SUSANTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR

KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR KARAKTERISASI FENOTIPIK DOMBA KISAR JERRY F. SALAMENA 1, HARIMURTI MARTOJO 2, RONNY R. NOOR 2, CECE SUMANTRI 2 dan ISMETH INOUNU 3 Jurusan Peternakan Fakulas Pertanian Universitas Pattimura 1 Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON TESTOSTERON TUBUH DENGAN PANJANG CABANG UTAMA, DIAMETER TENGAH CABANG UTAMA DAN BERAT RANGGAH VELVET RUSA TIMOR (Rusa timorensis)

HUBUNGAN HORMON TESTOSTERON TUBUH DENGAN PANJANG CABANG UTAMA, DIAMETER TENGAH CABANG UTAMA DAN BERAT RANGGAH VELVET RUSA TIMOR (Rusa timorensis) HUBUNGAN HORMON TESTOSTERON TUBUH DENGAN PANJANG CABANG UTAMA, DIAMETER TENGAH CABANG UTAMA DAN BERAT RANGGAH VELVET RUSA TIMOR (Rusa timorensis) SKRIPSI Oleh: ARIFAH HARSILOWATI FAKULTAS PETERNAKAN DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien 19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina

Lebih terperinci

Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi

Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi (Morphological Characteristics of Timor Deer (Rusa timorensis) In Indonesian Research Institute for Animal Production)

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH (The Correlation between body measurements and body weight of Wonosobo Rams in Wonosobo

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA BETERNAK DENGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN KENDAL SKRIPSI. Oleh : ARUM PRASTIWI

HUBUNGAN ANTARA LAMA BETERNAK DENGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN KENDAL SKRIPSI. Oleh : ARUM PRASTIWI HUBUNGAN ANTARA LAMA BETERNAK DENGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Oleh : ARUM PRASTIWI PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS

ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS Oleh : Dadan Mauluddin D14101024 DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU REPRODUKSI MERAK HIJAU (Pavo muticus) PADA UMUR YANG BERBEDA DI UD. TAWANG ARUM KECAMATAN GEMARANG, KABUPATEN MADIUN SKRIPSI.

TINGKAH LAKU REPRODUKSI MERAK HIJAU (Pavo muticus) PADA UMUR YANG BERBEDA DI UD. TAWANG ARUM KECAMATAN GEMARANG, KABUPATEN MADIUN SKRIPSI. TINGKAH LAKU REPRODUKSI MERAK HIJAU (Pavo muticus) PADA UMUR YANG BERBEDA DI UD. TAWANG ARUM KECAMATAN GEMARANG, KABUPATEN MADIUN SKRIPSI Oleh : NILA DUHITA NARESWARI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh ISTI PRAHESTI

SKRIPSI. Oleh ISTI PRAHESTI PERBEDAAN INTENSITAS BERAHI GENERASI PERTAMA DAN KEDUA PADA SAPI HASIL PERSILANGAN SIMMENTAL- PERANAKAN ONGOLE DI DESA PLOSOSARI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Oleh ISTI PRAHESTI PROGRAM

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO

KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta )

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) SKRIPSI SETYO UTOMO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS UKURAN TUBUH INDUK DENGAN PENAMPILAN ANAK PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI. Oleh NININ DYAH AYU ULFAH

HUBUNGAN INDEKS UKURAN TUBUH INDUK DENGAN PENAMPILAN ANAK PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI. Oleh NININ DYAH AYU ULFAH HUBUNGAN INDEKS UKURAN TUBUH INDUK DENGAN PENAMPILAN ANAK PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI Oleh NININ DYAH AYU ULFAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

KONSUMSI OKSIGEN DAN LAJU METABOLISME AYAM KAMPUNG PADA BOBOT BADAN DAN WAKTU PENGUKURAN BERBEDA SKRIPSI. Oleh :

KONSUMSI OKSIGEN DAN LAJU METABOLISME AYAM KAMPUNG PADA BOBOT BADAN DAN WAKTU PENGUKURAN BERBEDA SKRIPSI. Oleh : KONSUMSI OKSIGEN DAN LAJU METABOLISME AYAM KAMPUNG PADA BOBOT BADAN DAN WAKTU PENGUKURAN BERBEDA SKRIPSI Oleh : WILDAN ALFIARDI SULAIMAN 23010111130101 FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PROFIL METABOLIT HORMON ESTROGEN DAN PROGESTERON FESES SELAMA KEBUNTINGAN SERTA POLA KELAHIRAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) TESIS

PROFIL METABOLIT HORMON ESTROGEN DAN PROGESTERON FESES SELAMA KEBUNTINGAN SERTA POLA KELAHIRAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) TESIS PROFIL METABOLIT HORMON ESTROGEN DAN PROGESTERON FESES SELAMA KEBUNTINGAN SERTA POLA KELAHIRAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) TESIS Oleh: SUKMA ADITYA SITEPU 097040001 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PRORAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

OPTIMALISASI HASIL EKSTRAKSI DNA DARI DARAH SEGAR SAPI MENGGUNAKAN HIGH SALT METHOD

OPTIMALISASI HASIL EKSTRAKSI DNA DARI DARAH SEGAR SAPI MENGGUNAKAN HIGH SALT METHOD OPTIMALISASI HASIL EKSTRAKSI DNA DARI DARAH SEGAR SAPI MENGGUNAKAN HIGH SALT METHOD DENGAN PERBANDINGAN DARAH DAN LISIS BUFFER PADA KECEPATAN SENTRIFUGASI BERBEDA SKRIPSI AYU WULANDHARI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI 1 PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI EDEN PRANATHA GINTING 060306025 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci