PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA"

Transkripsi

1 137 PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA (Comparison of Accuracy Using Parsial Data and Whole Data in Sheep Behaviour Observation) ABSTRAK Penggunaan rekaman video memiliki beberapa kelebihan untuk pengamatan tingkah laku, namun demikian teknik ini mempunyai kekurangan pada aspek waktu analisa yang lama. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan penelitian tentang durasi data parsial tingkah laku domba yang dapat dipercaya untuk dapat menggambarkan data utuh. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dalam menggambarkan tingkah laku domba dari data utuh. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada domba. Sebanyak 34 ekor domba dewasa jantan dan betina dari 5 bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Sepuluh sifat tingkah laku diamati selama 8 jam dari data rekaman video tingkah laku domba sepanjang hari. Data parsial 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dari 8 jam pengamatan tersebut digunakan sebagai prediksi data tingkah laku 8 jam. Data parsial terlebih dahulu dikonversi melalui pengkalian dengan faktor tertentu sesuai lama pengamatan data parsial. Uji t berpasangan dilakukan untuk membandingkan rataan setiap data parsial dengan data utuh 8 jam dengan PROC TTEST dan untuk melihat keeratan korelasi antara data parsial dengan data utuh dilakukan analisa korelasi dengan PROC CORR dari program SAS ver Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya ada kecenderungan semakin lama data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Tingkah laku makan (INGEST) dan berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data parsial yang terlama dibandingkan tingkah laku domba yang lain yaitu minimal menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu, data parsial yang paling singkat (data parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara akurat durasi tingkah laku domba minum (DRINK). Kata kunci : data parsial, data utuh, prediksi, tingkah laku, durasi, domba ABSTRACT Besides some advantages for behavioral observations studies, the use of video recording needs a long period of observation time. Therefore, the research of partial data duration of behavior sheep that acceptable to describe the behavior of sheep is needed. The purpose of this study was to get a method of behavior observation of sheep that was easy, quick and more accurate in describing the sheep behaviors of the whole data. The results of this research can be used as a reference to reduce time analysis of

2 138 video recording data using acceptable partial data to describe sheep behavior of the whole data. A total of 34 head adult male and female sheep of five breed used in this study, i.e. Barbados Black Belly Cross (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG), Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Ten nature of behavior observed for 8 hours of sheep behavior data video recording all day. Partial data 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 7 hours of 8 hours observation were used as a prediction of 8 hours sheep behavior. Partial data converted by multiplying by a certain factor according to duration of partial data. Paired t test was performed to compare the average of each partial data to the 8 hours whole data using PROC TTEST. Analyze the correlation between partial data was performed using the PROC CORR of SAS Ver The results show that generally there was a tendency that the longer of the partial data was used then the more accurate the sheep behavior predicted. The use of 6 hours partial data was the best partial data to predict all of sheep behavior accurately. Eating (INGEST) and fighting / aggressive (AGON) behavior require the longest partial data than the other sheep behavior, that require at least 6 hours partial data recording. Meanwhile, the shortest partial data (1 hour partial data) could only accurately predict the behavior duration of sheep drinking (DRINK). Keywords: partial data, whole data, prediction, behavior, duration, sheep

3 139 PENDAHULUAN Seperti ilmu-ilmu lainnya, metodologi yang ketat dalam desain dan pelaksanaan penelitian juga dipatuhi dalam penelitian tingkah laku hewan. Gambaran sangat baik tentang bagaimana membuat desain dan melakukan penelitian tingkah laku pada hewan telah dijelaskan secara lengkap oleh Lehner (1987). Disamping itu, khusus untuk penelitian tingkah laku dengan perlakuan (treatment) pada hewan percobaan maka pertimbangan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare) dari hewan percobaan juga harus dilakukan (National Institute of Mental Health 2002). Salah satu bagian penting dari sekian rangkaian dalam membuat desain penelitian adalah dalam hal pengumpulan data. Pengumpulan data dimulai dengan pilihan metode sampling yang sesuai dan peralatan untuk memastikan validitas, akurasi dan kehandalan dari data yang dikumpulkan (Lehner 1987). Altmann (1974) telah menjelaskan dan menggambarkan secara lengkap tujuh teknik untuk melakukan sampling dalam penelitian tingkah laku hewan beserta rekomendasi penggunaannya. Sementara itu, peralatan dalam pengumpulan data tingkah laku sangat terkait erat dengan metode sampling yang digunakan yang tergantung kepada jenis tingkah laku yang diamati. Pada umumnya, pengumpulan data tingkah laku dapat dilakukan dalam dua cara yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung (live observation) atau merekam tingkah laku hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik (recording). McGlone (1986) mengemukakan lebih banyak paper yang dipublikasikan menggunakan pengamatan langsung tingkah laku dibandingkan dengan cara merekam, namun demikian trend ini sedang berubah berbalik lebih cenderung dengan cara merekam. McGlone (1986) mengemukakan kelebihan dan kekurangan dalam penelitian tingkah laku yang menggunakan pengamatan secara langsung. Pengamatan langsung dengan menggunakan pensil dan kertas hanya dapat mencatat frekuensi dari tingkah laku. Durasi tingkah laku sulit dilakukan kecuali dengan menggunakan alat bantu penghitung waktu seperti stopwatch, dan sebagainya. Umumnya pengamatan langsung lebih unggul dalam mengamati kualitas dari tingkah laku seperti mimic (perubahan raut muka) hewan hidup. Kelemahan lain dalam pengamatan langsung adalah sulit untuk mencatat tingkah laku dimana pergerakan hewan sangat cepat serta jika beberapa kejadian terobservasi pada saat yang sama.

4 140 Pengamatan tingkah laku sepanjang hari mengharuskan kehadiran pengamat untuk mencatat dan berkonsentrasi dalam waktu yang panjang dan hal tersebut menyulitkan sekaligus dapat mengurangi keakuratan data yang dikumpulkan. Umumnya peneliti melakukan pengamatan berselang dalam upaya mengurangi waktu pengamatan, seperti yang dilakukan oleh Tiesnamurti et al. (2000, 2006) yang melakukan penelitian tingkah laku menyusu anak domba dengan cara 15 menit pengamatan dan 15 menit istirahat dalam waktu 24 jam. Beberapa peneliti melakukan pengamatan tingkah laku pada sapi dengan interval yang lebih lama yaitu 1 jam (Ray dan Roubicek 1971; Gonyou dan Stricklin 1984), walaupun demikian untuk tingkah laku yang berdurasi tidak terlalu lama, pengamatan dilakukan dari awal hingga akhir tingkah laku, seperti tingkah laku induk domba saat beranak (Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995; Tiesnamurti dan Subandriyo 2005; Inounu et al. 2006). Seiring dengan perkembangan dan kemajuan peralatan perekam elektronik, penelitian tingkah laku hewan juga memanfaatkan kelebihan penggunaan peralatan elektronik dalam penelitian tingkah laku dibandingkan penelitian tingkah laku secara langsung. Peralatan elektronik seperti video dapat merekam seluruh tingkah laku hewan dalam durasi yang lama sesuai kapasitas memori alat yang dimiliki. Hasil rekaman dapat diputar ulang setiap kali diinginkan untuk dilakukan analisa terhadap suatu sifat tingkah laku yang diamati. Pada analisa yang lebih mendalam dan teliti, pergerakan cepat hewan dapat diamati lebih lambat dengan menu slow motion ataupun sebaliknya. Jika pengamatan dilakukan terhadap beberapa individu, tingkah laku yang dilakukan pada saat yang bersamaan juga masih dapat dianalisa dengan memutar ulang data rekaman tersebut. Disamping beberapa kelebihan seperti tersebut di atas, rekaman video juga mempunyai kekurangan yaitu analisa data rekaman video tingkah laku memerlukan waktu yang lama karena dalam memutar film video juga diperlukan putar diperlambat (slow motion) dan putar ulang (play back). Sehubungan dengan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai persentase durasi data parsial tingkah laku domba yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data utuh dari data tingkah laku yang dikumpulkan dengan alat perekam video. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Manfaat dari

5 141 penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada domba.

6 142 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak yaitu di Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Domba Cilebut, selama 5 bulan sejak bulan Oktober 2010 hingga Pebruari Materi Penelitian Materi penelitian yang digunakan adalah domba dewasa jantan dan betina dari lima bangsa domba yaitu Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik 50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross (SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix). Jumlah sampel yang digunakan dari seluruh bangsa domba adalah sebanyak 34 ekor, yang terdiri dari 5 ekor domba BC, 6 ekor domba KG, 10 ekor domba LG, 7 ekor domba KS dan 6 ekor domba SC. Metode Penelitian Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m 2 diisi masing-masing 5 ekor domba betina atau jantan dari bangsa yang sama. Pengamatan tingkah laku domba dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan CCTV (Close Circuit Televisi). Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut terhubung dengan kabel ke peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang diletakkan di ruangan khusus pengamatan. Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension.vvf hasil backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 1-1.5TB.

7 143 Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku yaitu : 1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat, rumput atau mineral blok (menit). 2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit). 3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang (menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit). 4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses (defekasi) atau urine (urinasi) (menit). 5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher, kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit). 6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau berjalan (menit). 7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah), biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau melihat/mengamati sesuatu (menit). 8. Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit). 9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit). 10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air minum (menit).

8 144 File data rekaman dibuka dengan software VVF Player dan kemudian hasil rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi (menit) suatu sifat tingkah laku dilakukan. Terbatasnya waktu yang tersedia untuk menterjemahkan seluruh data rekaman menyebabkan data rekaman tingkah laku hanya dapat diamati selama durasi 8 jam sebagai data utuh, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu pengamatan 8 jam yang diambil dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari seperti terlihat pada Tabel 35. Tabel 35. Periode pengamatan tingkah laku data utuh (8 jam) yang digunakan dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari (24 jam) Data rekaman tingkah laku Periode pengamatan Periode waktu pengamatan 24 jam I WIB Jumlah waktu pengamatan II III IV V VI VII VIII WIB WIB WIB WIB WIB WIB WIB 8 jam

9 145 Tabel 36. Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam) Metode pengamatan Periode waktu pengamatan Data utuh Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30: Sampai 7:30:00 8:00:00 10:30:00 11:00:00 13:30:00 14:00:00 16:30:00 17:00:00 19:30:00 20:00:00 22:30:00 23:00:00 1:30:00 2:00:00 4:30:00 5:00:00 Durasi 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 8:00:00 Data 1 jam Mulai 7:00:00 10:00:00 13:00:00 16:00:00 19:00:00 22:00:00 1:00:00 4:00:00 Sampai 7:07:30 10:07:30 13:07:30 16:07:30 19:07:30 22:07:30 1:07:30 4:07:30 Durasi 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 1:00:00 Data 2 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00 Sampai 7:07:30 7:37:30 10:07:30 10:37:30 13:07:30 13:37:30 16:07:30 16:37:30 19:07:30 19:37:30 22:07:30 22:37:30 1:07:30 1:37:30 4:07:30 4:37:30 Durasi 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 2:00:00 Data 3 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00 Sampai 7:10:00 7:42:30 10:10:00 10:42:30 13:10:00 13:42:30 16:10:00 16:42:30 19:10:00 19:42:30 22:10:00 22:42:30 1:10:00 1:42:30 4:10:00 4:42:30 Durasi 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 3:00:00 Data 4 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00 Sampai 7:10:00 7:50:00 10:10:00 10:50:00 13:10:00 13:50:00 16:10:00 16:50:00 19:10:00 19:50:00 22:10:00 22:50:00 1:10:00 1:50:00 4:10:00 4:50:00 Durasi 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 4:00:00 Data 5 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00 Sampai 7:20:00 7:47:30 10:20:00 10:47:30 13:20:00 13:47:30 16:20:00 16:47:30 19:20:00 19:47:30 22:20:00 22:47:30 1:20:00 1:47:30 4:20:00 4:47:30 Durasi 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 5:00:00 Data 6 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00 Sampai 7:20:00 7:55:00 10:20:00 10:55:00 13:20:00 13:55:00 16:20:00 16:55:00 19:20:00 19:55:00 22:20:00 22:55:00 1:20:00 1:55:00 4:20:00 4:55:00 Durasi 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 6:00: Total durasi 145

10 Tabel 36 (Lanjutan). Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam) Metode pengamatan Periode waktu pengamatan Data 7 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30: Sampai 7:25:00 7:57:30 10:25:00 10:57:30 13:25:00 13:57:30 16:25:00 16:57:30 19:25:00 19:57:30 22:25:00 22:57:30 1:25:00 1:57:30 4:25:00 4:57:30 Durasi 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 7:00: Total durasi

11 147 Analisa Data Analisa data dilakukan dengan membandingkan setiap tingkah laku dari data parsial dengan data utuh 8 jam pengamatan. Data parsial adalah data pengamatan tingkah laku yang diamati pada periode waktu tertentu sepanjang waktu pengamatan data utuh 8 jam yang mempertimbangkan keterwakilan untuk data utuh. Durasi pengamatan tingkah laku dan periode waktu pengamatan sesuai metode pengamatan seperti ditampilkan pada Tabel 36. Durasi pengamatan untuk data parsial ditetapkan meningkat yang terdiri dari durasi 1 jam (DP1), 2 jam (DP2), 3 jam (DP3), 4 jam (DP4), 5 jam (DP5), 6 jam (DP6) dan 7 jam (DP7) dari data utuh. Durasi setiap sifat tingkah laku data parsial kemudian dikalikan dengan faktor konversi sesuai dengan durasi pengamatan data parsial tersebut ke durasi pengamatan 8 jam untuk mendapatkan data durasi prediksi. Faktor konversi perkalian adalah dikalikan dengan 8 (x 8) untuk data parsial 1 jam (DP1), x 4 untuk DP2, x untuk DP3, x 2 untuk DP4, x 1.6 untuk DP5, x untuk DP6 dan x untuk DP7. Data durasi setiap tingkah laku dari data parsial yang sudah dikonversi ke 8 jam dibandingkan dengan data utuh (8 jam) dengan Uji t berpasangan menggunakan PROC TTEST dan juga dianalisa korelasinya dengan PROC CORR dari software SAS ver. 9.0 (SAS 2002).

12 148 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data tingkah laku dengan bantuan alat rekam (seperti CCTV) relatif mudah akan tetapi dalam penelitian ini ada dua kegiatan setelah perekaman data yang memerlukan waktu yang lama. Kegiatan pertama yang memerlukan waktu lama adalah dalam proses backup data dari harddisk DVR ke harddisk eksternal, dengan pilihan tipe alat yang lain atau perkembangan kemajuan peralatan DVR kendala ini akan dapat diatasi. Kegiatan kedua yang memerlukan waktu lama adalah pengolahan atau analisa data rekaman video tingkah laku sehingga perlu dicari cara untuk mempersingkat waktu analisa rekaman video. Pengambilan contoh dalam periode waktu tertentu dari keseluruhan data rekam tanpa melakukan analisa untuk seluruh data rekaman merupakan suatu alternatif yang dapat dipilih. Tabel 37 menunjukkan durasi dari setiap tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini untuk data utuh (8 jam pengamatan) dan data parsial dengan periode waktu pengamatan tertentu yang sudah dikonversi ke pengamatan 8 jam dengan cara dikalikan dengan suatu faktor pengali untuk setiap tingkah laku domba yang diamati. Tingkah laku dengan aktifitas yang lama untuk domba dewasa adalah istirahat berbaring (REST), berdiri (STAND) dan makan (INGEST), berturut-turut menghabiskan waktu sekitar 38 %, 29% dan 21% dari keseluruhan waktu yang dimiliki domba. Sementara itu, durasi tingkah laku yang sangat singkat dilakukan adalah bermain (PLAY), berkelahi/agresif (AGON) dan minum (DRINK), masing-masing dari ketiga tingkah laku tersebut dilakukan domba dewasa tidak lebih dari 1 menit dari 8 jam pengamatan. Penggunaan data parsial 1 jam untuk memprediksi tingkah laku data utuh (8 jam pengamatan) dapat dilakukan untuk 8 sifat tingkah laku karena tidak nyata berbeda dengan data utuh kecuali untuk tingkah laku ELIM dan LOCO yang mendapatkan hasil under estimate, berbeda nyata dengan data utuh (P<0.05). Penggunaan data parsial 3 jam tidak dapat diterima untuk memprediksi durasi tingkah laku INGEST dan STAND data utuh karena menghasilkan prediksi durasi tingkah laku INGEST yang under estimate (P<0.05) dan prediksi tingkah laku STAND yang sebaliknya over estimate (P<0.05). Hasil yang lebih baik didapat jika menggunakan data parsial 2, 4 dan 5 jam untuk memprediksi tingkah laku data utuh yaitu hanya durasi tingkah laku INGEST yang tidak dapat diterima karena berbeda nyata dengan data utuh (P<0.05).

13 149 Tabel 37. Rataan durasi setiap tingkah laku untuk data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi ke durasi 8 jam Tingkah laku Metode pengamatan DU DP1 DP2 DP3 DP4 DP5 DP6 DP7 INGEST ± (ns) ± (*) ± (*) ± (*) ± (*) ± (ns) ± (ns) ± PLAY ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± AGON 0.45 ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± 0.57 ELIM 3.34 ± (*) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± 2.09 CARE 5.46 ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± 3.90 LOCO ± (*) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (*) ± STAND ± (ns) ± (ns) ± (*) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± SLEEP ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± REST ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± DRINK 0.55 ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± (ns) ± 1.08 Keterangan : Tanda (*) di belakang nilai rataan durasi setiap tingkah laku menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh Tanda (ns) di belakang nilai rataan durasi setiap tingkah laku menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh DU = Data utuh (pengamatan 8 jam), DP1 = Data parsial pengamatan 1 jam, DP2 = Data parsial pengamatan 2 jam, DP3 = Data parsial pengamatan 3 jam, DP4 = Data parsial pengamatan 4 jam, DP5 = Data parsial pengamatan 5 jam, DP6 = Data parsial pengamatan 6 jam, DP7 = Data parsial pengamatan 7 jam INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking) 149

14 150 Hasil prediksi durasi tingkah laku data utuh yang terbaik adalah dengan menggunakan data parsial 6 jam dimana durasi seluruh tingkah laku data prediksi tidak berbeda nyata dengan data utuh (P>0.05). Walaupun demikian, durasi tingkah laku LOCO tidak dapat diprediksi dengan data parsial 7 jam karena akan mendapatkan hasil yang under estimate. Tabel 38 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara data parsial dengan data utuh 8 jam pengamatan untuk setiap tingkah laku. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut, walaupun data parsial 1 jam dapat memprediksi 8 sifat tingkah laku yang diamati kecuali ELIM dan LOCO namun sifat tingkah laku yang terbaik dapat diprediksi dengan data parsial 1 jam hanya durasi DRINK karena mempunyai nilai korelasi yang kuat yaitu 0.91, sedangkan sifat tingkah laku yang lain mempunyai korelasi yang rendah. Arnold-Meeks dan McGlone (1986) menyarankan hanya tingkah laku dengan nilai korelasi yang lebih dari 0.90 (r>0.90) yang dapat diterima untuk jenis pengujian ini. Tabel 38. Koefisien korelasi antara data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi untuk setiap tingkah laku Tingkah laku Koefisien korelasi DU-DP1 DU-DP2 DU-DP3 DU-DP4 DU-DP5 DU-DP6 DU-DP7 INGEST (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) PLAY ne (*) (*) (*) (*) (*) (*) AGON (ns) (*) (*) (*) (*) (*) (*) ELIM (ns) (*) (*) (*) (*) (*) (*) CARE (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) LOCO (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) STAND (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) SLEEP (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) REST (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) DRINK (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) Keterangan : Tanda (*) di belakang nilai koefisien korelasi setiap tingkah laku menunjukkan korelasi yang nyata (P<0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh. Tanda (ns) di belakang nilai koefisien korelasi setiap tingkah laku menunjukkan korelasi yang tidak nyata (P>0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh. ne = tidak terestimasi karena semua ulangan untuk data parsial adalah 0. DU = Data utuh (pengamatan 8 jam), DP1 = Data parsial pengamatan 1 jam, DP2 = Data parsial pengamatan 2 jam, DP3 = Data parsial pengamatan 3 jam, DP4 = Data parsial pengamatan 4 jam, DP5 = Data parsial pengamatan 5 jam, DP6 = Data parsial pengamatan 6 jam, DP7 = Data parsial pengamatan 7 jam. INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking).

15 151 Demikian pula penggunaan data parsial 2 jam, dengan memperhatikan nilai koefisien korelasi maka hanya 4 tingkah laku yang dapat memprediksi data utuh yaitu LOCO (r=0.98), STAND (r=0.94), REST (r=0.91) dan DRINK (r=0.90). Sementara itu, untuk data parsial 3 jam, durasi sifat tingkah laku yang dapat diprediksi adalah LOCO (r=0.98), REST (r=0.94) dan DRINK (r=0.90). Pada data parsial 4 jam, tingkah laku AGON dan CARE tidak dapat diterima, sedangkan untuk data parsial 5 jam adalah AGON dan ELIM, disamping tingkah laku INGEST yang berbeda nyata dengan data utuh. Seluruh tingkah laku untuk data parsial 6 jam lebih akurat digunakan untuk memprediksi data utuh karena tidak berbeda nyata dan mempunyai korelasi yang kuat dengan data utuh. Sementara itu, untuk data parsial 7 jam, kecuali tingkah laku LOCO yang berbeda nyata dengan data utuh, seluruh tingkah laku tidak berbeda nyata dan mempunyai korelasi yang kuat dengan data utuh. Penggunaan data parsial untuk beberapa tingkah laku yang tidak akurat untuk memprediksi data utuh telah dilaporkan oleh Arnold-Meeks dan McGlone (1986) yang melakukan penelitian pada babi. Penggunaan data parsial 5 menit dan 20 menit pada penelitiannya terhadap 3 tingkah laku babi yaitu menyerang, makan dan minum tidak akurat untuk memprediksi tingkah laku tersebut untuk data utuh 60 menit. Mitlohner et al. (2001) melakukan penelitian pada sapi dengan interval pengamatan yang teratur dan durasi pengamatan yang meningkat bertambah lama. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa teknik sampling dengan interval tidak lebih dari 15 menit adalah akurat untuk tingkah laku berdurasi lama (seperti berbaring, berdiri dan makan), meskipun demikian tingkah laku berdurasi pendek (seperti berjalan dan minum) mempunyai korelasi yang rendah dengan data utuh. Teknik sampling dengan interval 30 atau 60 menit hanya cocok untuk mengukur tingkah laku berbaring pada sapi penggemukan.

16 152 SIMPULAN Pada umumnya terdapat kecenderungan semakin lama data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini, yang ditandai dari tidak berbeda nyata dan berkorelasi sangat kuat dengan tingkah laku dari data utuh 8 jam. Tingkah laku makan (INGEST) dan berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data parsial yang terlama dibandingkan tingkah laku domba yang lain yaitu minimal menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu, data parsial yang paling singkat (data parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara akurat durasi tingkah laku domba minum (DRINK).

17 153 DAFTAR PUSTAKA Altmann J Observational study of behavior: Sampling methods. Behaviour 49 : Arnold-Meeks C, McGlone JJ Validating techniques to sample behavior of confined, young pigs. Appl Anim Behav Sci 16 : Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV Farm Animal Well-Being : Stress Physiology, Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Gonyou HW, Stricklin WR Diurnal behavior patterns of feedlot bulls during winter and spring in Northern latitudes. J Anim Sci 58 : Hafez ESE et al The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell. Inounu I, Kurniawan W, Noor RR Tingkah laku beranak domba Garut dan persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais. JITV 11 : Lehner PN Design and execution of animal behavior research : an overview. J Anim Sci 65: McGlone JJ Agonistic behavior in food animals : Review of research and techniques. J Anim Sci 62: Mitlohner FM, Morrow-Tesch JL, Wilson SC, Dailey JW, McGlone JJ Behavioral sampling techniques for feedlot cattle. J Anim Sci 79 : National Institute of Mental Health Methods and Welfare Considerations in Behavioral Research with Animals: Report of a National Institutes of Health Workshop. Morrison AR; Evans HL; Ator NA; Nakamura RK (eds). NIH Publication No Washington, DC: U.S. Government Printing Office. Ray DE, Roubicek CB Behavior of feedlot cattle during two seasons. J Anim Sci 33 : SAS SAS/STAT User s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS Institute Inc., Cary. Sutama IK, Budiarsana IGM Tingkah laku domba Ekor Gemuk sekitar waktu beranak. Ilmu Pet 8 : Sutama IK, Inounu I Tingkah laku beranak pada domba Jawa dengan galur prolifikasi yang berbeda. Ilmu Pet 6 : Tiesnamurti B, Handiwirawan E, Inounu I Tingkah laku menyusu anak domba Garut dan persilangan dengan St. Croix dan Moulton Charollais. Di dalam : Mathius IW, Sendow I, Nurhayati, Murdiati TB, Thalib A, Beriajaya, Suparyanto A, Prasetyo LH, Darmono, Wina E, editor. Prosiding Seminar Nasional

18 154 Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 5-6 September Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm Tiesnamurti B, Herwidi IB, Inounu I Karakteristik tingkah laku menyusu anak domba Garut. Di dalam : Haryanto B, Darminto, Hastiono H, Sutama IK, Partoutomo S, Subandriyo, Sinurat AP, Darmono, Supar, Butarbutar OS, editor. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner; Bogor, September Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm Tiesnamurti B, Subandriyo Tingkah laku beranak domba Merino dan Sumatera yang dikandangkan. Di dalam : Mathius IW, Bahri S, Tarmudji, Prasetyo LH, Triwulanningsih E, Tiesnamurti B, Sendow I, Suhardono, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, September Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm

19 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan studi terdahulu, telah diketahui bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh satu set gen-gen yang unik yang dimiliki seekor hewan (Craig 1981). Tingkah laku sebagaimana semua sifat fenotipe hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Faktor genetik dan lingkungan tersebut beraksi dalam keselarasan untuk membentuk pola dan karakteristik tingkah laku (Ewing et al. 1999). Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan oleh gen tunggal, namun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen (McFarland 1999). Dengan demikian maka genotipe setiap hewan dapat diduga dengan mempelajari fenotipe tingkah laku hewan tersebut sebagaimana menduga genotipe hewan seperti misalnya menduga nilai pemuliaan dengan mempelajari fenotipe sifat kuantitatif seperti bobot badan, pertambahan bobot badan, dan sebagainya. Fakta tersebut tersebut menunjukkan bahwa fenotipe tingkah laku berpotensi dapat dipelajari dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pada domba. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui dua cara penting yaitu melalui persilangan dan seleksi. Kedua cara tersebut dipelajari kaitannya dengan fenotipe tingkah laku pada penelitian ini. Penelitian tingkah laku pertama mempelajari peluang tingkah laku dalam pembedaan bangsa ternak domba, dimana informasi ini penting sebagai salah satu pertimbangan dalam pelaksanaan program persilangan. Penelitian tingkah laku kedua dan ketiga mempelajari peluang fenotipe tingkah laku sebagai indikator seleksi secara tidak langsung dan seleksi secara langsung dengan melihat hubungannya dengan penanda genetik DNA single nucleotide polymorphism. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik melalui analisa alel protein dan DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga dapat menduga jarak genetik antar bangsa domba yang dipelihara dalam manajemen atau lokasi dengan lingkungan yang sangat berbeda. Fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pemanfaatan fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik bangsa domba akan akurat sejauh manajemen dan lingkungan pemeliharaan dari bangsa-bangsa domba yang dibandingkan relatif sama. Kelebihan penggunaan ukuran bagian tubuh relatif lebih mudah dan tidak

20 156 memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan menggunakan data protein ataupun DNA. Bangsa-bangsa domba yang akan diduga jarak genetiknya dipelihara dalam manajemen dan lingkungan yang sama yaitu kandang percobaan Balai Penelitian Ternak, beberapa bangsa mempunyai hubungan genetik dengan bangsa yang lain karena program persilangan yang dilakukan. Pada kondisi demikian maka hasil pembedaan dan pendugaan jarak genetik dengan menggunakan ukuran tubuh akan akurat dan dalam penelitian ini dilakukan sebagai pembanding untuk pendugaan dengan menggunakan karakteristik suara dan fenotipe tingkah laku. Berdasarkan ukuran tubuh, domba St. Croix Cross, Barbados Black Belly Cross, Lokal Garut dan Komposit Garut merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross satu kelompok dengan domba Komposit Sumatera. Walaupun dalam plotting bangsa domba St. Croix cross satu kelompok dengan domba Komposit Sumatera namun nilai jarak genetik kedua bangsa tersebut nyata berbeda. Berdasarkan data ukuran tubuh terlihat bahwa kelima bangsa yang diamati masingmasing merupakan bangsa domba yang berbeda. Perhitungan jarak genetik berdasarkan ukuran bagian tubuh domba terdapat dua kelompok domba yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba St. Croix Cross, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa Lokal Garut dan Komposit Garut. Hasil yang diperoleh di atas sesuai dengan silsilah program penelitian pemuliaan (persilangan) yang dilakukan dalam pembentukan domba komposit. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan karakteristik suara memperlihatkan hasil yang sedikit berbeda dibandingkan dengan menggunakan ukuran bagian tubuh. Status seluruh bangsa yang diteliti sama dengan hasil berdasarkan ukuran bagian tubuh, perbedaan terletak pada status untuk bangsa domba Komposit Garut. Berdasarkan plotting kanonikal karakteristik suara, domba Lokal Garut, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross, Komposit Garut dan Komposit Sumatera adalah bangsa domba yang merupakan satu kelompok. Demikian pula dendogram yang dibuat berdasarkan karakteristik suara menempatkan bangsa domba Komposit Garut pada kelompok yang kurang akurat. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik suara berpeluang besar untuk dapat digunakan sebagai pembeda dan penduga jarak genetik antar bangsa domba sepanjang faktor lingkungan yang mempengaruhi dapat

21 157 diidentifikasi dan dieliminasi dalam pelaksanaan pengumpulan datanya. Metode ini dapat diterapkan untuk domba yang dipelihara sehari-hari dengan cara digembalakan di padang rumput dan tidak perlu harus ditangkap terlebih dahulu. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan fenotipe tingkah laku memberikan hasil yang sangat berbeda dibandingkan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh dan karakteristik suara. Diduga banyak faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap fenotipe tingkah laku sehingga memberikan hasil yang sangat berbeda. Masih diperlukan serangkaian penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkah laku dan mengeliminasinya sehingga metode ini dapat digunakan sebagai pembeda bangsa dan penduga jarak genetik pada domba. Alderson (1999) dan Salako (2006) telah melaporkan penggunaan indeks ukuran tubuh masing-masing pada sapi dan domba untuk menilai tipe dan fungsi dari suatu bangsa ternak. Penerapan metode tersebut dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bangsa domba Komposit Garut mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba tipe daging. Penerapan metode tersebut pada spesies ternak ruminansia yang lain seperti kerbau dan kambing untuk menilai tipe dan fungsi bangsa ternak tersebut berpeluang besar untuk dilakukan. Ciri-ciri fenotipe kualitatif pada bangsa ternak sangat penting sebagai identitas bangsa tersebut. Keseragaman yang tinggi dari sifat kualitatif maupun kuantitatif (sifat produksi) di dalam bangsa sebagai spesifikasi suatu bangsa ternak sangat dikehendaki. Bangsa domba St. Croix cross dan Barbados Black Belly cross dari ciri-ciri kualitatif terlihat relatif lebih seragam dibandingkan ketiga bangsa yang lain. Seleksi untuk meningkatkan keseragaman ciri-ciri kualitatif untuk setiap bangsa lebih mudah dilakukan karena warna tubuh dan belang tubuh hanya dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Fenotipe sifat kualitatif dapat diarahkan ke sifat kualitatif yang umum terdapat pada bangsa tersebut. Sifat-sifat kualitatif yang tercantum pada Tabel 12 merupakan ciri-ciri umum setiap bangsa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi untuk meningkatkan keseragaman setiap bangsa. Usahaternak domba di Indonesia sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Peternak

22 158 domba hanya memelihara beberapa ekor domba dan tidak mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya. Upaya perbaikan produktivitas domba yang dimiliki peternak melalui seleksi akan mengalami kendala karena kondisi tersebut. Seleksi secara tidak langsung sifat produksi domba melalui pengamatan tingkah laku tertentu yang berkorelasi kuat merupakan alternatif cara seleksi yang mudah dan dapat dilakukan oleh peternak kecil. Seleksi untuk domba dalam masa pertumbuhan dapat dilakukan dengan memilih domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut kepada orang, karena domba bertemperamen demikian mempunyai pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan domba bertemperamen sebaliknya. Sebagai indikator seleksi dapat digunakan durasi yang singkat domba menghampiri dan mencium bagian tubuh orang/pengamat. Domba yang jinak tidak banyak membuang energi untuk menghindar dan stress karena adanya orang atau petugas kandang tetapi lebih banyak mengkonversi energi dari asupan pakan untuk menambah bobot badannya. Domba yang terlalu khawatir ketika dipisahkan dengan kelompoknya; yang dalam pengamatan ditunjukkan dengan tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah lebih tinggi mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih rendah. Kedua tingkah laku tersebut berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian. Produktivitas induk juga dapat diseleksi secara tidak langsung dengan melihat tingkah lakunya dan hal ini dapat dikerjakan oleh peternak kecil. Induk domba dengan tingkah laku bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku bersuara lebih sedikit. Induk bersuara lebih banyak kemungkinan mempunyai perhatian atau kepedulian lebih besar kepada anaknya dibandingkan induk domba bertingkah laku sebaliknya. Sifat perhatian dan kepedulian induk domba terhadap anaknya terutama akan sangat penting dalam manajemen yang ekstensif dimana campur tangan manusia dalam memperhatikan ternak yang dipeliharanya sangat kurang. Seleksi secara tidak langsung ini sangat sesuai dengan kondisi peternak kecil domba di Indonesia yang pada umumnya perhatian peternak terhadap domba yang dipelihara sangat rendah.

23 159 Sifat agresif pada manusia dan tikus telah dilaporkan terkait dengan mutasi titik dan delesi yang terjadi pada ekson 8 dari gen MAOA (Brunner et al. 1993; Cases et al. 1995). Mutasi pada gen MAOA menyebabkan tubuh kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine (noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina eksogenous (Andrés et al. 2004). MAOA adalah enzim mitokondria yang dikode oleh gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991), oleh sebab itu pengamatan dan ekspresi sifat agresif lebih mudah diamati pada individu jantan. Dalam jumlah kecil terdapat domba jantan yang sering bertingkah laku agresif. Domba jantan ini menyerang atau menyeruduk petugas kandang yang sedang beraktivitas di kandang seperti membersihkan kandang, menimbang bobot badan, menggunting kuku, mencukur wol atau memberi pakan dan minum ternak. Serangan terhadap petugas dapat berakibat fatal karena itu petugas kandang umumnya memberlakukan manajemen khusus bagi domba-domba jantan yang terindikasi agresif, seperti misalnya dengan mengikat domba agresif selama petugas kandang beraktivitas. Frekuensi domba jantan agresif di dalam kelompok domba Garut tangkas diduga cukup tinggi, namun aspek tesebut tidak termasuk bagian yang diamati dalam penelitian ini. Domba Garut tangkas diseleksi secara ketat oleh peternak dan digunakan dalam budaya adu tangkas domba. Hasil sekuen ekson 8 gen MAOA domba yang terindikasi agresif tidak ditemukan adanya mutasi. Runutan DNA domba ekson 8 gen MAOA sepanjang 151 pb dari kelompok domba bertemperamen agresif dan tidak agresif adalah identik. Tingkah laku agresif dan sembilan tingkah laku lain yang diamati melalui CCTV juga tidak dapat membedakan kelompok domba agresif dan tidak agresif. Pernah melakukan serangan atau menyeruduk petugas kandang atau memberikan respon menyerang ketika tangan dipukulkan ke kepala domba adalah aspek tingkah laku yang membedakan kelompok domba agresif. Meskipun tidak terjadi mutasi di ekson 8 gen MAOA, diduga mutasi terjadi di situs lain sepanjang bentangan DNA gen MAOA yang tetap berakibat sama yaitu menyebabkan produksi enzim Mono Amine Oksidase A lebih rendah dibandingkan normal sehingga tidak mampu mengontrol konsentrasi serotonin tetap dalam keadaan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok domba jantan agresif mempunyai kandungan serotonin lebih tinggi dibandingkan kelompok domba

24 160 jantan normal. Individu yang tidak mempunyai atau rendah aktivitas MAOA lebih rentan terhadap perilaku agresif (Maxson 2009). Penelitian ini tidak menemukan penanda SNP pada ekson 8 gen MAOA sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memperoleh penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. Aplikasi seleksi domba agresif untuk domba Garut tangkas masih memerlukan penelitian lebih jauh sepanjang bentangan DNA gen MAOA dan penggunaan sampel domba Garut tangkas yang lebih banyak. Apabila penanda genetik untuk sifat agresif pada domba Garut tangkas dapat ditemukan maka seleksi dapat dilakukan sedini mungkin ketika domba berumur lebih muda sehingga lebih efisien. Satu hal yang dapat digunakan dalam seleksi domba agresif dari hasil penelitian ini adalah kandungan serotonin darah yang tinggi pada domba jantan bertemperamen agresif, akan tetapi efektifitas penggunaannya pada domba berumur muda masih perlu dipelajari, mengingat ada kemungkinan kandungan serotonin darah berkembang seiring bertambahnya umur. Pada penelitian ini domba bertemperamen agresif adalah domba yang agresif menyerang atau menyeruduk manusia. Penelitian tidak melakukan pengujian domba jantan yang agresif menyerang manusia, juga sangat agresif terhadap domba jantan yang lain. Domba jantan persilangan yang agresif (dalam jumlah kecil sampel, <10%) dan memiliki kandungan serotonin darah lebih tinggi, tidak menunjukkan tingkah laku agresif terhadap domba jantan yang lain melalui pengamatan CCTV. Namun diduga domba jantan agresif persilangan ini bertemu dengan domba jantan lain yang sudah saling kenal dan sistem sosial yang stabil telah terbentuk sehingga tingkah laku agresif tersebut tidak muncul. Penelitian pada domba Garut tangkas juga tidak memungkinkan untuk menguji domba jantan yang agresif terhadap manusia, juga agresif terhadap domba jantan yang lain. Kecenderungan pengamatan tingkah laku saat ini berubah dan beralih dari cara pengamatan langsung (live observation) ke metode dengan cara merekam tingkah laku hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik (recording) karena beberapa kelebihan yang dimiliki metode ini (McGlone 1986). Namun demikian analisa data rekaman video tingkah laku (kuantifikasi tingkah laku) memerlukan waktu yang lama sehingga menjadi tidak praktis, oleh karena itu sampling pengamatan yang mewakili dapat menggambarkan tingkah laku secara keseluruhan sangat diperlukan.

25 161 Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam adalah paling baik untuk memprediksi data pengamatan delapan jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian ini, gambaran keseluruhan tingkah laku domba dapat diketahui cukup dengan pengamatan selama 75 persen dari durasi data utuh atau diperlukan sampling pengamatan selama 18 jam untuk data 24 jam. Setiap tingkah laku memerlukan durasi sampling pengamatan yang berbeda, bervariasi dari 12.5 persen (misalnya tingkah laku minum) hingga 75 persen (seperti tingkah laku makan dan berkelahi/agresif).

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba sampai saat ini pengusahaannya masih didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Perkiraan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien 19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA

HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA HUBUNGAN TINGKAH LAKU DENGAN LAJU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS INDUK DOMBA (Correlation of behavior with growth rate and ewe productivity) ABSTRAK Laju pertumbuhan dan produktivitas induk berpotensi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN

KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN KERAGAMAN TINGKAH LAKU BEBERAPA BANGSA DOMBA YANG DIKANDANGKAN DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI EKO HANDIWIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA EKO HANDIWIRAWAN 1, ISMETH INOUNU 1, DWI PRIYANTO 2 dan ATIEN PRIYANTI 1 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Hubungan Tingkah Laku dengan Sifat-sifat Produksi dari Lima Bangsa Domba

Hubungan Tingkah Laku dengan Sifat-sifat Produksi dari Lima Bangsa Domba HANDIWIRAWAN et al. Hubungan tingkah laku dengan sifat-sifat produksi dari lima bangsa domba Hubungan Tingkah Laku dengan Sifat-sifat Produksi dari Lima Bangsa Domba EKO HANDIWIRAWAN 1, R.R. NOOR 2, C.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Gen Mono Amine Oxidase A (MAO-A) sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba

Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Gen Mono Amine Oxidase A (MAO-A) sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba JITV Vol. 17 No 4 Th. 2012: 258-275 Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) pada Gen Mono Amine Oxidase A (MAO-A) sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba EKO HANDIWIRAWAN 1, RONNY

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA 107 IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN MAOA (MONO AMINE OXIDASE A) SEBAGAI PENANDA GENETIK UNTUK SIFAT AGRESIF PADA DOMBA (Identification of Single Nucleotide Polymorphism (SNP)

Lebih terperinci

PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU

PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU PEMBEDAAN BANGSA DOMBA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUARA, FENOTIPE TUBUH DAN TINGKAH LAKU (The Differentiation of Sheep Breeds Based on Call Sound, Fenotipe and Behaviour Characteristic) ABSTRAK Informasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara. Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging walaupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang BAMBANG SETIADI dan SUBANDRIYO Balai Penelitian Ternak, PO. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 19 September

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MENYUSU ANAK DOMBA GARUT DAN PERSILANGAN DENGAN ST. CROIX DAN MOULTON CHAROLLAIS

TINGKAH LAKU MENYUSU ANAK DOMBA GARUT DAN PERSILANGAN DENGAN ST. CROIX DAN MOULTON CHAROLLAIS TINGKAH LAKU MENYUSU ANAK DOMBA GARUT DAN PERSILANGAN DENGAN ST. CROIX DAN MOULTON CHAROLLAIS (Suckling Behaviour of Garut Lambs and Its Crosses with St. Croix and Moulton Charollais) BESS TIESNAMURTI,

Lebih terperinci

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 23-28 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA (Eating Behaviour of Kacang Goat Fed Diets with Different

Lebih terperinci

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS Subandriyo dan Luis C. Iniguez (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan/Small Ruminant-CRSP) PENDAHULUAN Sekitar 50% dari populasi domba

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas penghasil daging. Domba memiliki keuunggulan diantaranya yaitu memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2012 Vol. 14 (3) ISSN 1907-1760 Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam

Lebih terperinci

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA LINGKAR DADA DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU BETINA DI KABUPATEN KENDAL (Correlation between Chest Girth and Body Weight of

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) SNI 7325:2008 Standar Nasional Indonesia Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG (Local Sheep Reproductive Performance Synchronized

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Itik Peking x Alabio

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENDUGAAN KEUNGGULAN PEJANTAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA BERDASARKAN BOBOT LAHIR DAN BOBOT SAPIH CEMPE DI SATKER SUMBEREJO KENDAL (Estimation of

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang memadai, merupakan pilar utama dalam menyokong pengembangan ternak tanah air. Penyediaan domba yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa 22 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH (Live Weight Fluctuation of Doe Crossed with Boer from Mating until Weaning Period) FITRA

Lebih terperinci

Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism pada Gen Mono Amine Oxidase A sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba

Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism pada Gen Mono Amine Oxidase A sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba JITV Vol. 17 No 4 Th. 2012: 258-275 Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism pada Gen Mono Amine Oxidase A sebagai Penanda Genetik untuk Sifat Agresif pada Domba EKO HANDIWIRAWAN 1, RONNY R. NOOR 2,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN (The Growth Performance of Kosta Kids During Preweaning

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (Correlation of Body Weight of Does with Length of Pregnancy, Litter Size, and Birth Weight of

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui usaha penggemukan ternak kambing pola kooperator (perlakuan)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto,

Lebih terperinci

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH (The Correlation between body measurements and body weight of Wonosobo Rams in Wonosobo

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA Dukungan Teknologi Uhtuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA HASTONO Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Ciawi - Bogor

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

PENGARUH EFEK TETAP TERHADAP BOBOT BADAN PRASAPIH DOMBA PRIANGAN

PENGARUH EFEK TETAP TERHADAP BOBOT BADAN PRASAPIH DOMBA PRIANGAN 2005 Dudi Posted 26 Mei 2005 Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Semester II 2004/5 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, MF (penanggung

Lebih terperinci

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 20-24 ISSN 1693-8828 Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta N. Rasminati, S. Utomo dan D.A. Riyadi Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm yang berada di Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten

Lebih terperinci

KETERANDALAN PITA DALTON UNTUK MENDUGA BOBOT HIDUP KERBAU LUMPUR, SAPI BALI DAN BABI PERSILANGAN LANDRACE

KETERANDALAN PITA DALTON UNTUK MENDUGA BOBOT HIDUP KERBAU LUMPUR, SAPI BALI DAN BABI PERSILANGAN LANDRACE KETERANDALAN PITA DALTON UNTUK MENDUGA BOBOT HIDUP KERBAU LUMPUR, SAPI BALI DAN BABI PERSILANGAN LANDRACE I.G.M. PUTRA Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ternak Kambing Kambing adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternakan rakyat dan merupakan salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah (Batubara

Lebih terperinci

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus STUDI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH ANTARA KAMBING JANTAN BOERAWA DAN PADA MASA DEWASA TUBUH DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS Study Characteristics and Body Size between Goats Males

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati Sistem perkandangan menggunakan kandang panggung terdiri atas dua sistem, yaitu kandang individu (individual system)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 TINGKAT PRODUKTIVITAS INDUK KAMBING PERSILANGAN (KAMBING KACANG DAN KAMBING BOER) BERDASARKAN TOTAL BOBOT LAHIR, TOTAL BOBOT SAPIH, LITTER SIZE DAN DAYA HIDUP (Productivity of Goat Crosbred (Kacang X Boer)

Lebih terperinci

Tingkah Laku Beranak Domba Garut dan Persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais

Tingkah Laku Beranak Domba Garut dan Persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais Tingkah Laku Beranak Domba Garut dan Persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais ISMETH INOUNU 1, W. KURNIAWAN 2 dan R. NOOR 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 2 Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

(Studies of Ingestive and Wallow Behavioral of Mud Buffalo (B.Bubalis carabanesis) in Munte, Kabanjahe and Mardingding, Karo Regency)

(Studies of Ingestive and Wallow Behavioral of Mud Buffalo (B.Bubalis carabanesis) in Munte, Kabanjahe and Mardingding, Karo Regency) STUDI PERILAKU MAKAN DAN BERKUBANG KERBAU LUMPUR (B. bubalis carabanesis) DI KECAMATAN MUNTE, KECAMATAN KABANJAHE DAN KECAMATAN MARDINGDING KABUPATEN KARO (Studies of Ingestive and Wallow Behavioral of

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR TIGA GENOTIPE DOMBA PERSILANGAN

KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR TIGA GENOTIPE DOMBA PERSILANGAN KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR TIGA GENOTIPE DOMBA PERSILANGAN (Fresh Semen Characteristics of Three Genotypes of Cross Bred Sheep) UMI ADIATI, SUBANDRIYO, B TIESNAMURTI dan SITI AMINAH Balai Penelitian Ternak,

Lebih terperinci

Keunggulan Relatif Produksi Susu Domba Garut dan Persilangannya

Keunggulan Relatif Produksi Susu Domba Garut dan Persilangannya INOUNU et al.: Keunggulan relatif produksi susu domba Garut dan persilangannya Keunggulan Relatif Produksi Susu Domba Garut dan Persilangannya I. INOUNU 1, S. SUKMAWATI 2 dan R.R NOOR 2 1 Puslitbang Peternakan,

Lebih terperinci

Kata kunci : ukuran tubuh; bobot badan; korelasi; kambing Jawarandu ABSTRACTS

Kata kunci : ukuran tubuh; bobot badan; korelasi; kambing Jawarandu ABSTRACTS On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU JANTAN UMUR MUDA DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH (The Correlation between

Lebih terperinci

Indeks Kumulatif Domba Komposit...Ai Nurfaridah

Indeks Kumulatif Domba Komposit...Ai Nurfaridah Indeks Kumulatif Domba Komposit...Ai Nurfaridah INDEKS KUMULATIF UKURAN-UKURAN TUBUH DAN BOBOT BADAN DOMBA KOMPOSIT BETINA DEWASA SEBAGAI DOMBA PEDAGING (Studi Kasus di Kandang Percobaan Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP

KLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP KLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP INTENSIF SEMI INENSIF EKSTENSIF SAPI Karbohidrat yg mudah larut Hemiselulosa Selulosa Pati Volatile Vatti Acids Karbohidrat By pass

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kambing adalah salah satu jenis ternak penghasil daging dan susu yang sudah lama dikenal petani dan memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting

Lebih terperinci

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi

tumbuh lebih cepat daripada jaringan otot dan tulang selama fase penggemukan. Oleh karena itu, peningkatan lemak karkas mempengaruhi komposisi PENDAHULUAN Semakin meningkatnya daya beli masyarakat dan berkembangnya industri perhotelan, restoran dan usaha waralaba merupakan kekuatan yang mendorong meningkatnya permintaan produk peternakan, khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci