BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif yang berlaku di Indonesia menyatakan adanya Asas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hukum positif yang berlaku di Indonesia menyatakan adanya Asas"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum positif yang berlaku di Indonesia menyatakan adanya Asas Kebebasan Berkontrak dalam suatu perjanjian. Asas ini membuat setiap orang dengan bebas dapat membuat perjanjian atau kontrak apa saja, baik yang sudah ada maupun yang belum ada pengaturannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Melihat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan pesat saat ini membuat kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat melakukan usaha perdagangan pun juga semakin meningkat, namun luas lahan yang tersedia semakin terbatas. Fenomena tersebut akibat dari pembangunan gedung bertingkat terutama dikota-kota besar. Mengantisipasi gejala tersebut maka dilakukanlah pembangunan rumah tinggal ataupun toko yang peruntukkannya untuk usaha, yang sebagian besar dilakukan dengan sistem sewa-menyewa. Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, pada bagian Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa : Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil perkerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Pengertian lain mengenai toko juga tertulis dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan 1

2 Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4) menyatakan bahwa: Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. Sebab tidak semua lapisan masyarakat mampu untuk membangun rumah sebagai tempat tinggal atau toko untuk melakukan usaha perdagangannya, maka masyarakat yang tidak memiliki cukup uang tersebut lebih memilih untuk menyewa ruko. Melakukan perbuatan hukum tersebut tanpa sadar para pihak terlibat dengan suatu perjanjian yakni perjanjian sewa-menyewa. Undang-undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengatur mengenai ketentuan-ketentuan untuk pembangunan ruko dan bangunan-bangunan lainnya. Pada penulisan hukum ini penulis hanya mengambil hal yang penting mengenai bangunan yang diperuntukan untuk usaha saja seperti bangunan rumah toko yang dikhususkan untuk disewakan sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti dari Putusan Perdata No.36/PDT.G/2011/PN.YK ini. Pengertian secara yuridis, berdasarkan pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang dimaskud dengan Sewa-menyewa adalah sebagai berikut: Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Berdasarkan rumusan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat disimpulkan bahwa dalam sewa-menyewa melibatkan 2 (dua) pihak yaitu pihak yang mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan dari suatu barang (pemberi sewa) dan pihak yang menerima dan merasakan kenikmatan dari 2

3 suatu barang sewa (penyewa), maka sudah sepatutnya pemberi sewa melakukan perlindungan hukum terhadap barang yang disewakan terhadap penyewa. 1 Perjanjian sewa-menyewa ruko ini juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian sewa-menyewa ini dapat membantu para pihak, baik itu dari pihak penyewa ruko maupun pemilik ruko, diharapkan akan saling menguntungkan dan mendapat perlindungan hukum. Penyewa ruko memperoleh keuntungan dengan kenikmatan dari ruko yang di sewa, dan pemilik ruko akan memperoleh keuntungan dari harga sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa. Penulis dalam Penulisan Hukum ini akan menganalisis kasus Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Putusan No: 36/PDT.G/2011/PN.Yk dengan kasus posisi sebagai berikut; pada tahun 2007, Tergugat I mendatangi Penggugat dengan maksud untuk bekerja sama membuat usaha dan mendirikan Rumah Toko (Ruko) yang rencananya akan dibangun ruko diatas tanah milik Penggugat dengan rencana kesepakatan pada waktu itu yang dilakukan secara lisan, dalam kesepakatan lisan itu Tergugat I akan membangunkan ruko kemudian disewakan kepada pihak ketiga dengan pembagian keuntungan, Penggugat mendapatkan 20% dari harga sewa selama 10 tahun, setelah jangka waktu 10 tahun bangunan ruko tersebut akan menjadi hak milik Penggugat dan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah tanggung jawab pihak Tergugat I. Sehingga, peristiwa 1 M. Yahya Harahap,1986, Segi-segi Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung,hlm.220 3

4 hukum yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat I dapat dikatakan sebagai perjanjian BOT (Build, Operate, and Transfer). Secara umum, perjanjian BOT diartikan sebagai bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah baik pemerintah, swasta maupun perorangan dengan investor yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian BOT berikut segala manfaat ekonomisnya dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa bangun guna sera berakhir. 2 Pengertian BOT menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE-38/PJ.4/1995 adalah: 1. Bentuk Perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor, 2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian. 3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah. 4. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya. Dalam kasus putusan ini yang menjadi investornya adalah perorangan yakni Tergugat I dan II. Sebelum rencana kesepakatan itu dituangkan dalam Akta Kesepakatan oleh Tergugat I tanpa ijin Penggugat, Tergugat I pada tahun 2007 serta-merta sudah 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 246/KMK/04/1995 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate And Transfer) 4

5 memulai pembangunan bangunan ruko dan hanya berselang sekitar 3 (tiga) bulan bangunan ruko telah selesai dan Tergugat I menyatakan kesanggupan untuk segera menguruskan proses Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada pemerintah Kota Yogyakarta berdasarkan kesanggupan dan kesepakatan. Masih dalam tahun 2007 dengan adanya kekhawatiran dari penggugat dikemudian hari, penggugat menawarkan kepada Tergugat I untuk dibuatkan secara formal akta notariil perjanjian kerja sama melalui notaris, sehingga disepakati akta perjanjian kerjasama akan dibuat melalui notaris yang ditunjuk yakni notaris Tri Agus Haryono S.H, setelah konsep perjanjian kerjasama itu sudah selesai didraft dan tinggal dilakukan penandatanganan dengan itikad tidak baik dari Tergugat I sampai saat ini surat perjanjian kerjasama tersebut belum ditandatangani dan difinalkan oleh Tergugat I. Padahal pada waktu itu bangunan ruko sudah jadi, bahkan oleh Tergugat I telah disewakan kepada Tergugat III dan Tergugat IV. Saat bangunan ruko tersebut sudah terlanjur dibangun tanpa sepengetahuan Penggugat, Penggugat mendesak kepada Tergugat I untuk segera mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dimaksud dan segera memformalkan kesepakatan Kerjasama tersebut melalui notaris. Pada tahun 2008, Pengguat baru mengetahui bahwa permohonan izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh Tergugat II yakni anak dari Tergugat I ditolak oleh Pemerintah Kota Yogyakarta berdasarkan Surat Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor : 640/7949 tanggal 6 September 2007 dengan alasan bahwa bangunan berdiri di dalam Garis Sepadan Bangunan (GSB) atau melanggar 100%, sehingga Permohonan IMB tidak dapat diproses atau ditolak. Setelah Penggugat mengetahui ditolaknya Permohonan IMB tersebut, Penggugat mendesak kepada 5

6 para Tergugat I dan II untuk segera membongkar bangunan ruko tersebut namun Tergugat I dan II tidak mau membongkarnya, bahkan terus menerus menyewakan ruko tersebut yang dibangun diatas tanah milik Pengugat, maka dari itu Penggugat berusaha membuat surat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta agar melalui Pemerintah Kota Yogyakarta yang membongkar paksa bangunan ruko tersebut berdasarkan surat penggugat berturut-turut tanggal 12 Maret 2008, tanggal 15 Desember 2008, tanggal 27 Mei 2010 dan tanggal 3 September 2010 bahkan telah berulangkali difasilitasi oleh Pemerintah Kelurahan Baciro untuk menyelesaikan kasus ini, namun para Tergugat I dan II sampai saat ini tidak mau untuk membongkar bangunan ruko tersebut. Terakhir Penggugat memanggil para Tergugat melalui kuasa hukum Peggugat, yakni pada tanggal 28 Februari 2011 untuk mencari solusi penyelesaian perkara ini, namun Tergugat I dan II tidak hadir dan sampai saat ini para Tergugat I dan II belum membongkar bangunan ruko, bahkan tetap saja menyewakan kepada pihak Tergugat III dan IV sehingga penggugat sangat dirugikan atas perbuatan Tergugat I dan II karena tanpa hak dan melawan hukum telah mengambil keuntungan dari sewa bangunan ruko tersebut yang didirikan di tanah milik penggugat. Disamping para Tergugat I dan II menguasai tanah milik Pengugat secara melawan hukum dan tanpa hak, juga para Tergugat I dan II telah wanprestasi atas kesanggupannnya guna mengurus IMB dan telah beritikad tidak baik tidak berkehendak untuk membuat kesepakatan perjanjian kerjasama secara tertulis padahal dapat diketahui bahwa sejak tahun 2007 sampai gugatan ini didaftarkan ke pengadilan, Para tergugat I dan II telah mengambil keuntungan atas sewa bangunan ruko tersebut, sehingga Penggugat dirugikan secara materiil dan immaterial. Sehubungan dengan penguasaan tanah 6

7 milik Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat I dan II secara melawan hukum dan tanpa hak, dan syarat sah perjanjian yang dilanggar maka hubungan hukum dalam bentuk sewa-menyewa antara para Tergugat I dan II dengan pihak Tergugat III dan IV dinyatakan TIDAK SAH oleh Putusan Pengadilan. Hakim dalam putusan kasus ini menyatakan adanya asas itikad baik yang diingkari oleh Tergugat yang menguasai bangunan diatas tanah milik Penggugat tanpa adanya IMB sehingga hakim memutuskan sewa-menyewanya pihak ketiga menjadi tidak sah disebabkan pihak penyewa ruko pun juga tidak beritikad baik hadir dalam persidangan setelah dipanggil berulang kali dan hakim tidak mengetahui dengan jelas apakah pada saat melakukan Perjanjian sewa-menyewa dengan Tergugat I dan II, Tergugat III dan IV mengetahui atau tidak jika bangunan rukonya bermasalah, padahal jika pada saat menyewa Tergugat III dan IV ternyata tidak mengetahui bahwa ruko yang disewakan bermasalah, sebenarnya Tergugat III dan IV adalah penyewa yang beritikad baik, sehingga patut untuk dilindungi oleh hukum. Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: Pejanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal ini bermakna perjanjian yang telah disepakati para pihak harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan. Undang-undang hanya menyatakan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik tetapi tidak menentukan tahap pra kontraktual, kontraktual atau pasca kontraktual. Jadi dapat disimpulkan bahwa itikad baik harus sudah ada sejak tahap pra kontraktual sampai pasca kontraktual. Subekti mengemukakan bahwa ada dua jenis asas itikad baik yaitu itikad baik subjektif dan itikad baik objektif. Itikad Baik Subjektif maknanya adalah 7

8 kejujuran. Kejujuran harus ada sebelum perjanjian dilaksanakan oleh para pihak ( artinya sebelum tahap pra kontraktual telah ada itikad baik subjektif ), sedangkan itikad baik objektif ada pada tahap kontraktual. Makna itikad baik objektif adalah kepatutan dan berada pada tahap kontraktual. Hal ini terjadi masa tahap kontraktual isi perjanjian yang berupa hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan itikad baik pula. 3 Itikad baik seharusnya dimiliki oleh setiap individu sebagai bagian dari makhluk sosial yang tidak dapat saling melepaskan diri dari ketergantungan sosial terhadap individu lain untuk saling bekerjasama, saling menghormati dan menciptakan suasana tenteram bersama-sama. Melepaskan diri dari keharusan adanya itikad baik dalam setiap hubungan dengan masyarakat adalah pengingkaran dari kebutuhannya sendiri; kebutuhan akan hidup bersama, saling menghormati dan saling memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial. Keberadaan itikad baik dalam setiap hubungan dengan masyarakat memberi arti penting bagi ketertiban masyarakat, itikad baik sebagai sikap batin untuk tidak melukai hak orang lain menjadi jaminan bagi hubungan masyarakat yang lebih tertib. Ketiadaan itikad baik dalam hubungan masyarakat mengarah pada perbuatan yang secara umum dicela oleh masyarakat, celaan datang dari sikap batin pembuat yang tidak memiliki itikad baik, sikap batin di sini mengarah pada kesengajaan sebagai bentuk kesalahan pembuat yang secara psikologis menyadari perbuatannya serta akibat yang melekat atau mungkin timbul dari pada perbuatan tersebut. 4 3 Subekti,2009, Hukum Perjanjian, Intermasa,Jakarta, hlm.7 4 Prodjodikoro, Wirjono, 2000, Azas-azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju,Bandung, hlm.102 8

9 Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk menulis dalam tugas akhir ini dengan menganalisis mengenai STUDI KASUS: PUTUSAN NO.36/PDT.G/2011/PN.YK TENTANG PERJANJIAN SEWA-MENYEWA YANG TIDAK SAH. Analisis yang penulis gunakan dalam putusan ini yakni melihat bagaimana pertimbangan hukum yang hakim gunakan untuk enilai bahwa perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan oleh Tergugat I dan II dengan Tergugat III dan IV mengapa dinyatakan sebagai perjanjian sewamenyewa yang tidak sah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang hendak dibahas yakni sebagai berikut : Bagaimana pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim untuk menilai Putusan Perkara Perdata No.36/PDT.G/PN.YK sebagai perjanjian sewamenyewa yang tidak sah? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Penulis membagi tujuan penelitian menjadi 2 hal yaitu : a. Tujuan Objektif, antara lain: Untuk mengetahui alasan pertimbangan hakim mengapa bisa menilai bahwa peristiwa hukum antara pemilik bangunan dan ruko, dengan penyewa ruko 9

10 dalam Putusan: No.36/PDT.G/2011/PN.Yk dinyatakan tidak sah perjanjian sewa-menyewanya tersebut. b. Tujuan Subjektif, antara lain: 1. Untuk memperoleh data dan jawaban dari permasalahan yang diangkat dan dituangkan dalam bentuk penulisan hukum oleh penulis. 2. Untuk melatih diri secara langsung dalam proses pembentukan sikap dan pola fikir sesuai dengan kaidah-kaidah akademika, khususnya dalam bidang hukum perdata. 3. Untuk melaksanakan tugas akhir berupa penulisan di bidang hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. c. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis, penulisan hukum dengan analisis putusan mengenai sewa-menyewa yang tidak sah belum ada sebelumnya. Namun bererapa penelitian tidak menganalisis putusan pengadilan dalam kasus yang sama hanya memiliki pembahasan yang seragam mengenai perjanjian sewa-nenyewa. Berikut adalah beberapa penelitian mengenai sewa-menyewa : 1. Penulisan penelitian hukum pada tahun 2008 oleh Fiqi Adrianti (NIM: 04/178517/HK/16617) dengan judul Pelaksanaan Sewa-menyewa Rumah Susun (Rusunawa) Cokrodirjan antara penyewa dengan Badan Pengelolaan Rumah Susun Milik Pemerintah Kota Yogyakarta.Memuat rumusan masalah sebagai berikut : 10

11 a. Bagaimanakah dengan pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa Rusun Cokrodirjan antara Penyewa dengan Badan Pengelolaan Rumah Susun Milik Pemerintah Kota Yogyakarta? b. Bagaimana bentuk wanprestasi yang timbul dalam perjanjian sewamenyewa tersebut serta upaya penyelesaiannya? Kesimpulan dari pembahasan skripsi diatas yakni; Pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa Rusunawa Cokrodirjan ini berjalan kurang lancar akibat adanya perbuatan wanprestasi pihak penyewa yaitu adanya keterlambatan dan penunggakan uang sewa. Kedudukan Badan Pengeloa Rusunawa merupakan badan layanan milik pemerintah sebagai agen tunggal yang memiliki otoritas pengelolaan rusunawa sehingga dalam kapasitasnya tersebut selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan tidak mencari keuntungan. Hal tersebut menyebabkan penyimpangan isi perjanjian khususnya mengenai sanksi yang dikenakan apabila terjadi wanprestasi. Bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa rusunawa adalah keterlambatan dan penunggakan uang sewa yang terjadi karena sering tidak menentunya pendapatan yang diperoleh para penyewa. Pengenaan sanksi berupa denda telah dilaksanakan apabila terjadi keterlambatan pembayaran dan penunggakan uang sewa tersebut, tetapi sanksi pemutusan perjanjian secara sepihak disertai pengusiran secara paksa belum dilaksanakan secara tegas. Langkah-langkah penyelesaian masalah wanprestasi di rusunawa tersebut selalu mengedepankan musyawarah mufakat yang terlihat adanya pemberian toleransi dalam pembayaran uang sewa. Dalam menyelesaikan masalah wanprestasi mengalami tahap 11

12 panjang mulai dari diberikan surat peringatan sampai penyelesaian di tingkat kelurahan dan kecamatan hingga melibatkan tim pembina dan pegawai di tingkat Dinas Kesejahteraan dan Sosial, cara ini dilakukan semata-mata agar penghuni tidak merasa berat dalam melunasi tunggakan uang sewanya. 5 Adapun perbedaannya adalah bahwa rumusan masalah dan lokasi penelitian dalam skripsi tersebut berbeda dengan rumusan masalah dan lokasi penelitian yang akan penulis angkat untuk diteliti. Rumusan masalah yang penulis angkat adalah mengenai bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan bahwa perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan antara pemilik bangunan ruko dan penyewa ruko merupakan perjanjian sewa-menyewa yang tidak sah. Kemudian subjek yang akan penulis teliti adalah hakim yang memutus perkara ini. Sedangkan lokasi penelitian yang akan penulis teliti berlokasi di Jl.Timoho, Gondokusuman, Yogyakarta. 2. Penulisan penelitian hukum pada tahun 2013 oleh Nan. Sebastian (NIM: 08/275147/HK/17932 dengan judul, Pelaksanaan Perjanjian Sewamenyewa kamar pada UGM Residence. Memuat rumusan masalah sebagai berikut: a. Mengapa terjadi wanprestasi pada pelaksanaan perjanjian sewamenyewa kamar pada Universitas Gadjah Mada Residence? 5 Fiqi Adrianti,2008, Pelaksanaan Sewa-menyewa Rumah Susun (Rusunawa) Cokrodirjan antara penyewa dengan Badan Pengelolaan Rumah Susun Milik Pemerintah Kota Yogyakarta, Fakultas Hukum UGM,Yogyakarta. 12

13 b. Bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa kamar pada Universitas Gadjah Mada? Kesimpulan dari pembahasan permasalahan tersebut yakni apa penyebab terjadinya wanprestasi pada pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa kamar UGM Residence dari pihak penghuni adalah karena kesibukkan penghuni dari kalangan mahasiswa UGM yang terlalu padat dengan tugas-tugas kuliah, sehingga mahasiswa tidak mengikuti kegiatan Life Skill ataupun mengikuti kegiatan Life Skill tetapi tidak memenuhi kewajiban dan pihak penyewa melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. Pihak penyewa melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat,wanprestasi ini umumnya terjadi karena penghuni harian membutuhkan waktu untuk berkemas dan sedikit waktu untuk beristirahat yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan check out yang dilakukan pihak penghuni harian. Sedangkan wanprestasi dari pihak UGM Residence sendiri pihak UGM Residence melakukan kesalahan karena kelalaiannya sehingga pemberian sanksi hak tinggal di UGM Residence tidak sesuai dengan tata tertib Life Skill. Dari segi upaya penyelesaian kasus wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa kamar pada UGM Residence dari pihak penghuni yakni karena tidak mengikuti kegiatan Life Skill adalah diberikan surat peringatan lisan dan tertulis sebelumnya yang kemudian diberikan sanksi berupa pemberhentian hak tinggal di UGM Residence, dan pelanggaran pulang lebih dari jam yang sudah ditentukan upaya penyelesaiannya yaitu hanya diberikan peringatan lisan saja karena dalam 13

14 kasus di skripsi ini penghuni sudah tidak mengulangi pelanggaran pulang lebih dari waktu yang ditentukan. Penyelesaiaan dari kasus wanprestasi yang dilakukan UGM Residence tersebut tidak dikenai sanksi, tetapi penghuni diberikan dispensasi perpanjangan waktu tinggal selama 2 minggu. Jadi upaya penyelesaian yang seharusnya dilakukan pihak UGM residence apabila terdapat wanprestasi yaitu tahapan peringatan lisan 1, peringatan lisan 2, peringatan lisan 3, peringatan tertulis, dan surat pemberhentian tinggal di UGM Residence. 6 Adapun perbedaannya adalah bahwa rumusan masalah dan lokasi penelitian dalam skripsi tersebut berbeda dengan rumusan masalah dan lokasi penelitian yang akan penulis angkat untuk diteliti. Rumusan masalah yang penulis angkat adalah mengenai bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan bahwa perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan antara pemilik bangunan ruko dan penyewa ruko merupakan perjanjian sewa-menyewa yang tidak sah. Kemudian subjek yang akan penulis teliti adalah hakim yang memutus perkara ini. Sedangkan lokasi penelitian yang akan penulis teliti berlokasi di Jl.Timoho, Gondokusuman, Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut, penulisan hukum yang penulis buat dapat dianggap asli dan layak untuk ditulis. Dan menyatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga diharapkan penelitian ini akan dapat menambah atau melengkapi penelitian yang telah ada. 6 Nan. Sebastian,2013, Pelaksanaan Perjanjian Sewa-menyewa kamar pada UGM Residence,Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta. 14

15 3. Kegunaan Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi penulis sendiri maupun bagi pihak lain, manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Kegunaan Akademik 1) Memberikan kontribusi atau sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya penerapan ilmu hukum. 2) Dapat memberikan acuan atau referensi bagi penulisan selanjutnya yang terkait dengan penulisan hukum ini. b. Kegunaan Praktis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang nyata dan memberikan informasi kepada pihak masyarakat tentang kemungkinan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh rekan kerjasamanya dalam hal wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum seperti dalam penulisan ini dimana pihak pemilik bangunan membangun ruko diatas tanah yang belum dikeluarkan izin IMB sehingga dapat dimohonkan pembatalan perjanjian. 2) Memberikan masukan kepada pihak-pihak dan instansi yang terlibat seperti Dinas Perizinan dan Kantor Pertanahan agar lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan dikemudian hari, sehingga kedepannya lebih baik, sistematik dan memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat agar tidak terjadi pihak yang membangun ruko tanpa adanya surat izin IMB yang membuat perjanjian ketiga belah pihak menjadi tidak sah. 15

BAB V. Analisis Putusan Hakim yang menyatakan Perjanjian Sewa-Menyewa pada. Putusan Perdata No: 36/PDT.G/2011/PN.Yk ini merupakan Sewa-Menyewa

BAB V. Analisis Putusan Hakim yang menyatakan Perjanjian Sewa-Menyewa pada. Putusan Perdata No: 36/PDT.G/2011/PN.Yk ini merupakan Sewa-Menyewa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Analisis Putusan Hakim yang menyatakan Perjanjian Sewa-Menyewa pada Putusan Perdata No: 36/PDT.G/2011/PN.Yk ini merupakan Sewa-Menyewa yang tidak sah Peristiwa hukum yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan salah satu hal yang penting bagi setiap individu. Keinginan masyarakat untuk dapat memiliki tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum. ABSTRAK Dita Kartika Putri, Nim 0810015183, Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat di CV. Marissa Tenggarong, Dosen Pembimbing I Bapak Deny Slamet Pribadi, S.H., M.H dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan pada. (APBN/APBD) yang jumlahnya tidaklah sedikit.

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan pada. (APBN/APBD) yang jumlahnya tidaklah sedikit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pembangunan sebagai kegiatan pengelolaan negara tidak terlepas dari kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan pada instansi pemerintah. Dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menjadi suatu prioritas tersendiri pada tiap-tiap negara.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menjadi suatu prioritas tersendiri pada tiap-tiap negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menjadi salah satu indikator kemajuan suatu negara. Dalam rangka mendukung kemajuan negara tersebut maka pada umumnya pendidikan menjadi suatu prioritas

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk nongkrong-nongkrong di cafe. Gaya hidup nongkrong di. kita sadari merupakan pengaruh dari globalisasi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk nongkrong-nongkrong di cafe. Gaya hidup nongkrong di. kita sadari merupakan pengaruh dari globalisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat arus informasi telah berkembang dengan sedemikian rupa sehingga pengaruhnya dapat dengan cepat terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

Perjanjian yang terjadi antara pedagang klitikan dengan Kantor. pemakaian los Pasar Klitikan Niten juga dipandang menarik untuk diteliti,

Perjanjian yang terjadi antara pedagang klitikan dengan Kantor. pemakaian los Pasar Klitikan Niten juga dipandang menarik untuk diteliti, 3 Perjanjian yang terjadi antara pedagang klitikan dengan Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul dipandang menarik untuk diteliti karena tidak ada keterangan apakah perjanjian tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan

BAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata membedakan dengan jelas antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan serta cita-cita bangsa, termasuk di dalamnya

Lebih terperinci

Sistematika Siaran Radio

Sistematika Siaran Radio Sistematika Siaran Radio Rabu, 24 Mei 2017 Tema: Penggunaan Perjanjian Tertulis (Kontrak) dalam Transaksi-Transaksi Bisnis Sehari-Hari Oleh: Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M. dan LBH Pengayoman UNPAR

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari Pembangunan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan tanah saat ini sangat meningkat karena tanah tidak hanya digunakan sebagai tempat hunian tetapi juga digunakan sebagai tempat untuk membuka usaha. Banyaknya

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi,

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai konsep dasar ilmu sosial bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya membutuhkan bantuan dari orang lain, maka terciptalah

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan perkembangan teknologi modern yang begitu cepat membuat jumlah aktifitas dan cara manusia tersebut beraktifitas

Lebih terperinci

Teknik Perancangan Perjanjian - Studi Kasus Perjanjian Jual Beli Saham

Teknik Perancangan Perjanjian - Studi Kasus Perjanjian Jual Beli Saham Teknik Perancangan Perjanjian - Studi Kasus Perjanjian Jual Beli Saham Bogor, 11 Maret 2017 Oleh : Genio Atyanto Partner Adhi Wardhana - Associate Equity Tower 49th Floor, Jalan Jenderal Sudirman, Kav.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. ( n a m a ), ( u m u r ), ( pekerjaan ), ( alamat lengkap ), ( nomer KTP / SIM ), dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunannasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999) 1 Oleh: Aristo Yermia Tamboto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Transaksi bisnis, dewasa ini sangat berkembang di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi untuk melakukan suatu transaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PENGAKHIRAN SEWA MENYEWA RUMAH YANG DIBUAT SECARA LISAN DI KELURAHAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT

TINJAUAN YURIDIS PENGAKHIRAN SEWA MENYEWA RUMAH YANG DIBUAT SECARA LISAN DI KELURAHAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT TINJAUAN YURIDIS PENGAKHIRAN SEWA MENYEWA RUMAH YANG DIBUAT SECARA LISAN DI KELURAHAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT Sukardi 1 ABSTRAK Seiring berjalannya waktu, perjanjian sewa menyewa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Menjalin suatu hubungan / interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2

TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2 TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah prosedur pembuatan perjanjian sewa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian, terutama perjanjian obligator yang di atur lebih

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/01.2009 TENTANG KODE ETIK ARBITER PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa Badan Arbitrase

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang menyatakan: Tiap-tiap warga

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang menyatakan: Tiap-tiap warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi bagi setiap warga negara sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci