SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG SOTONG (Sepia sp.)-kitosan UNTUK KANDIDAT APLIKASI BONE FILLER SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG SOTONG (Sepia sp.)-kitosan UNTUK KANDIDAT APLIKASI BONE FILLER SKRIPSI"

Transkripsi

1 SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG SOTONG (Sepia sp.)-kitosan UNTUK KANDIDAT APLIKASI BONE FILLER SKRIPSI ISTIFARAH PROGRAM STUDI S1 TEKNOBIOMEDIK DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG SOTONG (Sepia sp.)-kitosan UNTUK KANDIDAT APLIKASI BONE FILLER SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Bidang Teknobiomedik Pada Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Airlangga Oleh : ISTIFARAH NIM Tanggal Lulus : 6 Agustus 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I Pembimbing II Ir. Aminatun, M.Si NIP Dr. Prihartini Widiyanti, drg, M.Kes. NIP ii

3 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Judul : Tulang Sotong (Sepia Sp.) Kitosan Untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler Penyusun : NIM : Pembimbing I : Ir. Aminatun, M.Si. Pembimbing II : Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes. Tanggal seminar : 6 Agustus 2012 Disetujui Oleh : Pembimbing I Pembimbing II Ir. Aminatun, M.Si. NIP Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Ketua Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Drs. Siswanto, M.Si. NIP Dr. Retna Apsari, M.Si. NIP iii

4 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai dengan kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga iv

5 , 2012,, SKRIPSI, dibawah bimbingan Ir. Aminatun, M.Si dan Dr. Prihartini Widiyanti, drg, M.Kes. Program Studi Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hidroksiapatit (HA) dari tulang sotong (Sepia sp.) dan komposit HA-kitosan untuk aplikasi bone filler. Hidroksiapatit diperoleh dengan reaksi hidrotermal antara 1M aragonit (CaCO 3 ) dari lamellae tulang sotong dan 0,6M NH 4 H 2 PO 4 dengan suhu 200 o C dan variasi durasi 12, 24 dan 36 jam. Kemudian dilakukan sintering dengan suhu 1000 C selama 1 jam. Sampel dengan kandungan HA tertinggi dijadikan matriks untuk mensintesis komposit, dengan kitosan sebagai serat/filler. Sintesis komposit HAkitosan dilakukan dengan metode pencampuran sederhana dengan variasi kitosan dari 20 hingga 35%. Uji XRD, kekuatan tekan, kekerasan dan MTT assay dilakukan untuk menentukan sampel terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh 100% CaCO 3 dari tulang sotong dan berhasil diproses menjadi 100% HA amorf. Proses sintering mengakibatkan perubahan prosentase HA dengan derajat kristalinitas yang jauh lebih baik. Kandungan HA tertinggi diperoleh pada durasi hidrotermal 36 jam setelah disintering, yaitu 94%. Sampel terbaik diperoleh pada komposit dengan kitosan 20% yang mengindikasikan terjadinya penyatuan secara sempurna antara HA dan kitosan, dengan kekuatan tekan sebesar (5,241 ± 0,063) MPa dan kekerasan sebesar (8,800 ±0,200) VHN. Penambahan kitosan meningkatkan viabilitas sel dari 87,00% menjadi 97,11%. Komposit HA dari tulang sotong-kitosan berpotensi untuk aplikasi bone filler pada tulang cancellous. Kata kunci : Hidroksiapatit, Tulang sotong, Sepia sp., Hidrotermal, Komposit HA-kitosan, XRD, Kekuatan tekan, Kekerasan, MTT assay, Bone filler. v

6 , 2012, Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite from Cuttlefish Bone (Sepia Sp.)-Chitosan Composite as Bone Filler Application Candidate, Thesis, under guidance of Ir. Aminatun, M.Si and Dr. Prihartini Widiyanti, drg, M.Kes. Biomedical Engineering, Physics Department, Faculty of Science and Technology, Airlangga University. ABSTRACT This study aimed to find out the potential of hydroxyapatite (HA) that was synthesized from cuttlefish (Sepia sp.) bone as well as HA-chitosan composite for bone filler applications. Hydroxyapatite was obtained by hydrothermal reaction between 1M aragonite (CaCO 3 ) from cuttlefish bone lamellae and 0.6 M NH 4 H 2 PO 4 at 200 o C and variations in the duration of 12, 24 and 36 hours. Followed by a sintering process with a temperature of 1000 C for 1 hour. Sample with the highest content of HA was used as the matrix to synthesize the composite with chitosan as the fiber/filler. Synthesis of HA-chitosan composite was conducted by a simple mixing method with variations of chitosan from 20 to 35%. XRD, compressive strength and hardness test as well as MTT assay were performed to determine the best sample of all. The results showed that 100% CaCO3 was obtained from cuttlefish bone and was successfully processed into 100% amorphous HA. Sintering process resulted in changes in the percentage of HA with much better degree of crystallinity. The highest HA content was obtained in the hydrothermal duration of 36 hours after sintering, of which was 94%. The best sample was obtained from the composite containing 20% chitosan which indicates perfect mixing between HA and chitosan, with a compressive strength of (5.241 ± 0.063) MPa and hardness of (8.800 ± 0.200) VHN. The addition of chitosan was found to increase the cell viability from 87.00% to 97.11%. HA-chitosan composite from cuttlefish bone has a potential for bone filler applications to cancellous bone. Keywords : Hydroxyapatite, Cuttlefish bone, Sepia sp., Hydrothermal, HAchitosan composite, XRD, Compressive strength, Hardness, MTT assay, Bone filler. vi

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Tulang Sotong (Sepia Sp.)-Kitosan Untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler. ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (S.T.) bidang Teknobiomedik pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca. Surabaya, Agustus 2012 Penulis, vii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, Papa Moh. Munir dan Mama Yuniawati Candra; adik-adik tercinta, Sayyidul Kurniadi, Azizah, Syafira Maulina, dan Chairin Nashir; seluruh keluarga besarku; serta Ardian Mas Suhendra yang selalu mendoakan, memberi kasih sayang, motivasi, semangat dan perhatian setiap saat. 2. Ibu Ir. Aminatun, M.Si. dan Ibu Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes. selaku dosen pembimbing I dan II yang senantiasa mencurahkan segenap ilmu, waktu, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan yang sangat berharga. 3. Bapak Drs. Siswanto, M.Si., dan Ibu Ir. Puspa Erawati selaku dosen penguji I dan II atas segala saran dan masukan untuk perbaikan penulisan skripsi ini. 4. Ibu Retna Apsari, M.Si. selaku Ketua Program Studi S1 Teknobiomedik, Bapak Adri Supardi, M.Sc. selaku dosen wali, serta dosen-dosen Program Studi S1 Teknobiomedik yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulisan skripsi ini. viii

9 5. Teman-teman Teknobiomedik 2008, khususnya biomaterial lovers, Windi Aprilyanti Putri, Aditya Iman Rizky, Miranda Zawazi Ichsan, Ary Andini, Agnes Krisanti Widyaning, Gilang Daril Umami, Arindha Reni Pramesti, Perwitasari Fitrah Lazzari Ramadhan, Nurul Istiqomah, Tri Wahyuni Bintarti, Wida Dinar Tri Meylani yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama perkuliahan. 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. ix

10 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL. i LEMBAR PESETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN.. iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI. iv ABSTRAK..... v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR.. vii UCAPAN TERIMA KASIH... viii DAFTAR ISI.. x DAFTAR TABEL.. xiii DAFTAR GAMBAR xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian.. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tulang Komposisi Tulang Sel Tulang Sifat Fisis dan Mekanik Tulang Kandungan Tulang Sotong Hidroksiapatit Kitosan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan X-Ray Diffraction.. 20 x

11 2.7 Analisis Sifat Mekanik Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Kekerasan (Vickers Hardness) MTT Assay BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Alat penelitian Prosedur penelitian Ekstraksi CaCO 3 dari Tulang Sotong (Sepia sp.) Persiapan Bahan Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal Sintesis Komposit HA-Kitosan Karakterisasi Sampel Uji XRD Uji Sifat Mekanik Uji Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Uji Kekerasan (Vickers Hardness) Uji Viabilitas Sel Analisis Data.. 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Uji X-Ray Diffraction (XRD) Kandungan CaCO 3 pada Tulang Sotong Hidroksiapatit dari Proses Hidrotermal Hidroksiapatit Setelah Disintering Komposit HA-Kitosan Uji Sifat Mekanik Komposit HA-Kitosan Uji Kekuatan Tekan (Compresive Strength) 45 xi

12 4.2.2 Uji Kekerasan (Hardness) Uji MTT Assay 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.. 53 DAFTAR PUSTAKA.. 55 LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL No. Judul Tabel Halaman 2.1 Karakteristik Biomekanik Tulang Sehat (Ficai et al., 2011) Kandungan Tulang Sotong Sifat Mekanik Polikristal Hidroksiapatit (Park et al., 2007) Variasi Komposisi Komposit Kandungan Sampel Setelah Disintering Hasil Uji Sifat Mekanik Hasil Uji MTT Assay xiii

14 DAFTAR GAMBAR No. Judul Gambar Halaman 2.1 Tulang kortikal dan trabekular Sotong (cuttlefish) Tulang sotong Struktur kitosan (Zilberman, 2011) Spektrum XRD kitosan (Dewi, 2009) Difraksi sinar-x Skema uji compressive strength Skema uji vickers hardness Skema pelaksanaan penelitian Spektrum XRD bubuk lamellae tulang sotong (Sepia sp.) Spektrum XRD Sampel A Spektrum XRD Sampel B Spektrum XRD Sampel C Hidroksiapatit sebelum sintering Spektrum XRD Sampel D Spektrum XRD Sampel E Spektrum XRD Sampel F Sampel setelah disintering Spektrum XRD komposit (Sampel F1) Grafik kekuatan tekan sampel Grafik kekerasan sampel Grafik viabilitas sel Penampakan sel dari mikroskop xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Lampiran Halaman 1 Hasil Uji XRD Kandungan Tulang Sotong (Sepia sp.) 2 Hasil Uji XRD Hidroksiapatit dari Proses Hidrotermal 3 Hasil Uji XRD Hidroksiapatit Setelah Disintering 4 Hasil Uji XRD Komposit F1 5 Kekuatan Tekan (Compressive Strength) 6 Kekerasan (Hardness) 7 Hasil Uji MTT Assay xv

16 Ku persembahkan Tinta dan kertas ini untuk Papa dan Mama tercinta Yang darahnya mengalir dalam tubuh ini Untuk bisikan do a dalam setiap sujudmu Untuk hadirmu dalam setiap bangkit dan jatuhku Tugas kita bukanlah untuk berhasil Tugas kita adalah untuk mencoba Karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil (Mario Teguh)

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terganggunya kesehatan dan fungsi organ dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup manusia. Penanganan kerusakan fungsi pada beberapa organ dilakukan dengan implantasi biomaterial. Biomaterial yang paling banyak digunakan adalah untuk keperluan substitusi tulang, yaitu sebesar 46% dari total keseluruhan aplikasi di bidang medis (Dewi, 2009). Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Diantaranya, ada sebanyak kasus operasi bedah tulang per bulan di RS. Dr. Soetomo Surabaya (Gunawarman dkk, 2010). Setiap tahun kebutuhan substitusi tulang terus bertambah. Hal tersebut disebabkan meningkatnya kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang, penyakit bawaan dan non-bawaan (Ficai et al., 2011). Kerusakan tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan penyokong fungsi tubuh. Dengan demikian, penggunaan material yang tepat untuk penanganan kerusakan tulang merupakan faktor keberhasilkan implantasi tulang. Material substitusi tulang yang ideal harus non-toksik, biokompatibel dengan semua jaringan di sekitarnya, osteokonduktif, mempertahankan sifat mekanik (Yildirim, 2004). Klasifikasi material substitusi tulang meliputi autograft (penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lainnya dalam satu individu), allograft 1

18 2 (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari manusia lain), xenograft (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari hewan). Setiap material tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai material untuk memperbaiki tulang. Kelemahan autograft adalah sering menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan luka, operasi tambahan, nyeri pada donor dan pasokan tulang tidak memadai untuk mengisi gap. Sedangkan allograft dan xenograft terkait dengan reaksi infeksi, inflamasi, dan penolakan. Teknik allograft yang menggunakan tulang mayat, memiliki masalah dalam reaksi imunogenik dan resiko penyakit menular (AIDS dan hepatitis). Xenograft juga membawa resiko penyakit menular antar spesies (Wahl dan Czernuszka, 2006 dan Venkatesan et al., 2010). Keterbatasan tersebut memicu perkembangan riset di bidang biomaterial, yaitu dengan melakukan berbagai modifikasi pembuatan biomaterial sintetik. Dengan biomaterial sintetik diharapkan karakter bahan diketahui secara pasti dan terkontrol. Hidroksiapatit (HA) telah dipelajari selama bertahun-tahun dan digunakan secara luas untuk pembuatan implan karena kesamaannya dengan fase mineral tulang dan terbukti biokompatibel dengan tulang dan gigi manusia (Ivankovic, 2010 dan Earl, 2006). Hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 adalah komponen anorganik utama dari jaringan keras tulang dan menyumbang 60-70% dari fase mineral dalam tulang manusia. Hidroksiapatit mampu menjalani ikatan osteogenesis dan relatif tidak larut in vivo. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa HA tidak menunjukkan toksisitas, respon peradangan, respon pirogenetik (menimbulkan demam). Selain itu, pembentukan jaringan fibrosa antara implan

19 3 dan tulang sangat baik, dan memiliki kemampuan menjalin ikatan langsung dengan tulang host. Hidroksiapatit menunjukkan sifat bioaktif dan osteokonduktif yang sangat bermanfaat dalam proses mineralisasi tulang. Hidroksiapatit yang disintesis dari bahan alam memiliki osteokonduktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan dari bahan sintetik (Saraswathy, dalam Dewi, 2008). Bahan alam yang dapat digunakan untuk sintesis HA adalah tulang sotong. Tulang sotong (Sepia sp.) merupakan residu budidaya perikanan yang biasanya dimanfaatkan sebagai pakan burung dan kurakura sebagai asupan kalsium. Dengan harganya yang terjangkau, 85% kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang terkandung dalam tulang sotong dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium dalam sintesis HA yang ekonomis dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Scaffolds HA dari tulang sotong pertama kali disintesis pada tahun 2005 oleh Rocha et al. dengan metode hidrotermal pada suhu 200ºC. Hasil uji scaffolds tersebut menunjukkan stabilitas termal yang tinggi. Selain itu, hasil uji in vitro bioaktivitas pada SBF dan biokompatibilitas dengan osteoblas, menunjukkan scaffolds HA dari tulang sotong cocok untuk aplikasi implan atau rekayasa jaringan. Dalam pengaplikasiannya, biokeramik seperti HA dan trikalsium fosfat (TKF) bersifat rapuh. Oleh karena itu, kalsium fosfat digunakan pada area dengan tensile stress yang relatif rendah, seperti pengisi tulang dan gigi, atau pelapis pada perangkat implan (Wahl dan Czernuszka, 2006). Padahal, tulang yang sering mengalami patah di antaranya adalah tibia dan fibula (Ficai et al., 2011) yang

20 4 menopang berat tubuh ketika seseorang berdiri. Dengan demikian, kekuatan mekanik juga turut memegang peran penting. Untuk menyempurnakan sifat mekanik HA dapat dilakukan modifikasi dengan menambahkan polimer sebagai serat/filler. Kitosan adalah salah satu polimer alami yang berpotensi untuk digunakan sebagai serat/filler dalam pembuatan komposit. Kitosan memiliki karakter bioresorbabel, biokompatibel, non-toksik, non-antigenik, biofungsional dan osteokonduktif. Karakter osteokonduktif yang dimiliki kitosan dapat mempercepat pertumbuhan osteoblas pada komposit HA-kitosan sehingga dapat mempercepat pembentukan mineral tulang. Pramanik et al. (2009) mensintesis nano-komposit HA-kitosan dengan cara pelarutan sederhana berdasarkan metode kimia. Variasi HA yang dilakukan dari 10% hingga 60%. Hasil penelitian menunjukkan sifat mekanik komposit meningkat secara signifikan seiring dengan pertambahan jumlah HA. Nanokomposit yang dihasilkan juga bersifat sitokompatibel, osteokompatibel, dan osteogenik, sehingga dapat digunakan untuk aplikasi bone tissue engineering. Namun, sekitar 70% penyusun tulang manusia merupakan senyawa kalsium fosfat, sehingga pada penelitian ini akan dilakukan sintesis komposit HA dari tulang sotong (Sepia sp.)-kitosan dengan variasi HA : kitosan = (80 : 20), (75 : 25), (70 : 30), (65 : 35). Komposit diharapkan memiliki sifat mekanik yang baik untuk tujuan aplikasi bone filler. Selain itu, diharapkan penambahan kitosan dapat meningkatkan osteokonduktifitas HA, sehingga dapat mempercepat pembentukan mineral tulang.

21 5 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sifat mikro HA yang disintesis dari tulang sotong dan komposit HA-kitosan? 2. Pada komposisi komposit berapakah diperoleh sifat mekanik terbaik untuk tujuan aplikasi bone filler? 3. Bagaimana pengaruh penambahan kitosan terhadap viabilitas sel? 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini, HA disintesis dari tulang sotong dengan metode hidrotermal pada suhu 200ºC selama 12, 24, dan 36 jam. HA yang dihasilkan, kemudian digunakan untuk sintesis komposit HA-kitosan dengan variasi HA : kitosan = (80 : 20), (75 : 25), (70 : 30), (65 : 35). Sifat mikro HA dan komposit HA-kitosan dapat diketahui dengan melakukan karakterisasi XRD. Untuk mengetahui komposisi komposit terbaik, dilakukan uji kekuatan tekan dan kekerasan. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan terhadap viabilitas sel dilakukan uji MTT assay. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui sifat mikro HA yang disintesis dari tulang sotong dan komposit HA-kitosan dari hasil uji XRD. 2. Mengetahui komposisi komposit HA-kitosan dengan sifat mekanik terbaik untuk aplikasi bone filler. 3. Mengetahui pengaruh penambahan kitosan terhadap viabilitas sel.

22 6 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan dasar teori tentang sifat mikro, mekanik dan biologis dari komposit HA-kitosan. 2. Membuat kandidat bone filler dari komposit HA-kitosan dengan sifat mikro, mekanik dan biologis terbaik ke arah aplikasi di bidang ortopedi.

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang merupakan jaringan kuat pembentuk kerangka tubuh manusia. Tulang memiliki empat fungsi utama yaitu fungsi mekanik, protektif, metabolik dan hemopetik. Fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat melekatnya jaringan otot untuk pergerakan. Fungsi protektif yaitu sebagai pelindung berbagai alat vital dalam tubuh dan sumsum tulang. Fungsi metabolik yaitu sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan fosfat. Fungsi hematopoietik yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses pembentukan dan perkembangan sel darah (Leeson et al., dalam Dewi, 2009). Dengan demikian, penggunaan material yang tepat merupakan faktor keberhasilan implantasi tulang Komposisi Tulang Tulang manusia tersusun dari komponen organik dan inorganik. Komponen organik pada tulang sekitar 30% yang sebagian besarnya adalah kolagen (protein). Bahan organik lain seperti polisakarida dan lemak terdapat dalam jumlah yang kecil. Komponen anorganik yaitu mineral tulang yang sebagian besar terdiri dari senyawa kalsium fosfat sekitar 70% (Prabakan, dalam Zulti 2008). Kalsium fosfat yang utama dikenal sebagai hidroksiapatit (HA) dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2. Ion magnesium, natrium, kalium dan 7

24 8 karbon ditemukan di antara mineral tulang. Karbonat juga terdapat pada tulang. Kombinasi yang demikian memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk penyangga tubuh dan pendukung gerakan, karena HA yang tumbuh berada di dekat setiap segmen serat kolagen yang terikat kuat untuk menjaga kekuatan tulang (Guyton et al., dalam Prasetyanti, 2008) Sel Tulang Sel dalam tulang yang terutama berhubungan dengan pembentukan dan resorpsi tulang : 1. Osteoblas adalah sel yang menyintesis unsur organik tulang. Sel ini bertanggung jawab untuk pembentukan tulang-tulang baru selama pertumbuhan, perbaikan dan membentuk kembali tulang. 2. Osteosit adalah sel matang yang mengisi lakuna dalam matriks. 3. Osteoklas adalah sel yang bertanggung jawab untuk menghancurkan dan membentuk kembali tulang Sifat Fisis dan Mekanik Tulang Porositas dan kerapatan tulang bervariasi bergantung pada lokasi dalam tubuh dan pembebanan di daerah tersebut. Kerapatan menentukan kekuatan dan kekakuan tulang yang tumbuh berkembang untuk menahan beban yang ada (Smallman, dalam Rismawati, 2008). Berdasarkan porositasnya, tulang dapat diklasifikasikan menjadi tulang kortikal (kompak) dan tulang cancellous (berongga). Kedua jenis jaringan tulang

25 9 tersebut memiliki komposisi yang sama. Jumlah tulang kortikal dan tulang cancellous relatif bervariasi bergantung pada jenis tulang dan bagian yang berbeda dari tulang yang sama. 1. Tulang kortikal (kompak) adalah jaringan yang tersusun rapat dan terutama ditemukan sebagai lapisan di atas jaringan tulang cancellous. Tulang kortikal terletak di bagian eksternal tulang panjang. Porositasnya bergantung pada saluran mikroskopik (kanalikuli) yang mengandung pembuluh darah, yang berhubungan dengan saluran havers. 2. Tulang cancellous disebut juga tulang bersepon, atau tulang trabekular. Struktur tulang cancellous menyerupai kisi yang terdiri dari batang tulang tipis atau trabekular yang menutupi ruang sumsum. Tulang cancellous terletak di bagian internal tulang kortikal. Pada dasarnya, keseluruhan tulang dan sebagian besar tubuh terdiri dari bagian eksternal tulang kortikal sebesar 80% dari total kerangka dan bagian internal tulang cancellous yang seperti spons, sebesar 20% dari total kerangka (Kofron, dalam Zilberman, 2011). Gambar 2.1 Tulang kortikal dan trabekular (

26 10 Tulang kortikal memiliki porositas 30%. Sebagai contoh, porositas tulang kortikal pada femur orang dewasa dapat bervariasi, yaitu sekitar 5% untuk usia 20 tahun ke atas, dan 30% pada usia 80 tahun. Sedangkan porositas tulang cancellous dapat bervariasi dari 70% pada femoral neck dan sekitar 95% pada tulang belakang (Keaveny et al., 2004). Umumnya, densitas rata-rata tulang kortikal sekitar 1,85 g/cm 3, dan tidak jauh berbeda di berbagai lokasi anatomi dan spesies. Sebaliknya, densitas rata-rata tulang cancellous sangat bergantung pada lokasi anatomi. Sekitar 0,10 g/cm 3 untuk tulang belakang, sekitar 0,30 g/cm 3 untuk tibia, dan sekitar 0,60 g/cm 3 untuk bagian yang menahan beban dari femur proksimal. Setelah kematangan kerangka (sekitar usia 25 sampai 30 tahun), densitas tulang cancellous menurun mengikuti penuaan dengan tingkat sekitar 6% per dekade (Keaveny et al., 2004). Sedangkan tensile strength tulang kortikal sebesar MPa, dan tulang cancellous sebesar 7,4 MPa (Oktay, dalam Rismawati, 2008). Kekerasan (vickers hardness) rata-rata tulang kortikal adalah 0,396 GPa atau 40,4kgf/mm 2, sedangkan tulang cancellous adalah 0,345 GPa atau 35,2 kgf/mm 2 (Pramanik et al., 2005). Tabel 2.1 Karakteristik Biomekanik Tulang Sehat (Ficai et al., 2011) Tulang kortikal Tulang cancellous Modulus Young s (Tensile) Modulus (GPa) Compressive strength (MPa) Flexural Strength (MPa) Fracture toughness (MPa m 1/2 ) Strain to failure Apparent density (g/cm 3 ) Surface area/volume ratio (mm 2 /mm 3 )

27 Kandungan Tulang Sotong Sotong atau cuttlefish adalah binatang yang hidup di perairan dangkal, kurang dari 200 meter. Berikut klasifikasi ilmiah sotong menurut Linnaeus, 1758 ( Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Cephalopoda Subclass : Coleoidea Order : Sepiida Family : Sepiidae Genus : Sepia Species : Sepia sp. Gambar 2.2 Sotong (cuttlefish) Gambar 2.3 Tulang sotong Komponen utama dari tulang sotong adalah kalsium karbonat (CaCO 3 ) sebanyak 85%. Komponen utama berikutnya adalah bahan organik (8,9%) yang

28 12 kemungkinan besar adalah karbohidrat. Isi nitrogen dari mg/kg menunjukkan bahwa sekitar 20% dari bahan organik merupakan protein. 1,4% dari material larut asam adalah silikat (pasir). Tidak ada logam berat beracun tertentu yang terdeteksi. Tabel 2.2 Kandungan Tulang Sotong An Analysis of a Sample of Cuttlebone Acid insolubles 1.4% Moisture content 2.3% Organic content 8.9% Calcium 85% Calcium Carbonate Magnesium 0.42% Magnesium Carbonate Potassium 63 mg/kg Total Kjeldahl Nitrogen 8,300 mg/kg Total Phosphate 20 mg/kg Heavy Metals (mg/kg = parts per million) Zinc 167 Iron 101 Cobalt 19 Copper 11 Manganese 8 The following heavy metals were not detected above the detection limit of 1 mg/kg: arsenic, cadmium, chromium, lead, mercury, molybdenum, nickel, silver and tin. Sumber : Hidroksiapatit Hidroksiapatit (HA) adalah komponen anorganik utama dari jaringan keras tulang dan menyumbang 60-70% dari fase mineral dalam tulang manusia. Rumus kimia HA adalah Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 yang memiliki rasio Ca : P adalah 1,67. Struktur HA adalah heksagonal. Dimensi parameter kisi HA pada tulang adalah nilai a = b = 9,419 Å dan c = 6,880 Å dan sudut α = β = 90 o dan γ =120 o (Shi, dalam Dewi, 2009).

29 13 Tabel 2.3. Sifat Mekanik Polikristal Hidroksiapatit (Park et al., 2007) Properties Values Elastic modulus GPa Compressive strength 294 MPa Bending strength 147 Mpa Hardness (vickers) 3,43 Gpa Poisson's ratio 0.27 Density 3,16 g/cm 3 Hidroksiapatit telah dipelajari selama bertahun-tahun dan digunakan secara luas untuk pembuatan implan karena kesamaannya dengan fase mineral tulang dan terbukti bersifat biokompatibel dengan tulang dan gigi manusia (Ivankovic et al., 2010 dan Earl et al., 2006). Hidroksiapatit mampu menjalani ikatan osteogenesis dan relatif tidak larut in vivo. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa HA tidak menunjukkan toksisitas, respon peradangan, respon pirogenetik. Selain itu, pembentukan jaringan fibrosa antara implan dan tulang sangat baik, memiliki kemampuan menjalin ikatan langsung dengan tulang host, serta bioaktif dan osteokonduktif (Hui et al., 2010). Sifat bioaktif dan osteokonduktif dapat merangsang sel tulang di sekitar material implan untuk berinfiltrasi sehingga dapat mempercepat proses mineralisasi tulang baru (Hin, dalam Dewi, 2009). Sintesis HA telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Berbagai metode dan prekursor sudah ditemukan untuk menghasilkan HA. Metode yang dapat dilakukan yaitu metode hidrotermal, metode basah melalui presipitasi, dan metode kering dengan perlakuan temperatur tinggi. Earl et al. (2006) melakukan sintesis HA dari Ca(NO 3 ) 2.4H 2 O dan (NH 4 ) 2 HPO 4 dengan metode hidrotermal. Metode hidrotermal dilakukan dengan

30 14 memberikan perlakuan panas dan tekanan pada proses sintesis HA. Temperatur yang digunakan yaitu 200 C dengan variasi waktu pada 24, 48, dan 72 jam. Hasil eksperimen dianalisis dengan XRD. Spektrum XRD menunjukkan pada waktu perlakuan 48 dan 72 jam terbentuk fase HA namun terdapat monetit (CaHPO 4 ). Fase tunggal HA terbentuk pada waktu perlakuan 24 jam. Sumber prekursor untuk menghasilkan HA juga dapat diperoleh dari bahan alam. Bahan alam yang mulai dikembangkan yaitu koral, kerang, cangkang telur dan tulang sotong. Penggunaan bahan tersebut sebagai sumber kalsium. Sebagian besar kandungan yang terdapat pada bahan tersebut adalah kalsium karbonat (CaCO 3 ). Penelitian in vivo menunjukkan HA dari bahan alam memiliki osteokonduktif yang lebih baik dibandingkan dengan dari bahan sintetik (Saraswathy, dalam Dewi, 2008). Scaffolds HA dari tulang sotong pertama kali disintesis pada tahun 2005 oleh Rocha et al. CaCO 3 dari tulang sotong (Sepia officinalis) dan (NH 4 ) 2 HPO 4 direaksikan dengan metode hidrotermal menggunakan autoklaf (teflon lined stainless steel) yang kemudian dimasukkan ke dalam furnace elektrik. Temperatur hidrotermal sebesar 200ºC (tingkat pemanasan dan pendinginan 5 C/menit) dengan variasi waktu 1-24 jam. Hasil uji XRD menunjukkan scaffolds HA terbaik diperoleh pada waktu 24 jam, sedangkan pada waktu perlakuan 9 jam masih ditemukan CaCO 3. Scaffolds HA yang dihasilkan juga menunjukkan stabilitas termal yang tinggi pada sintering hingga 1350 C. Selain itu, hasil uji in vitro bioaktivitas pada SBF dan biokompatibilitas dengan osteoblas, menunjukkan

31 15 scaffolds HA dari tulang sotong cocok untuk aplikasi implan atau rekayasa jaringan. Paljar et al. (2009) memisahkan terlebih dahulu bagian dorsal dan lamellae tulang sotong (Sepia officinalis), kemudian diberi perlakuan panas pada 350 C selama 3 jam. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan setelah perlakuan panas, sebagian kandungan aragonit pada bagian dorsal berubah menjadi kalsit, sehingga untuk mensintesis HA digunakan tulang sotong bagian lamellae dan NH 4 H 2 PO 4. Aragonit berubah cepat dan bertransformasi menjadi HA dengan metode hidrotermal pada 200 C selama 24 jam. Elisa et al. (2010) melakukan sintesis HA dari tulang sotong (Sepia officinalis) dengan transformasi hidrotermal pada 200 o C dengan tekanan sekitar 15 atm selama 4 jam. Uji proliferasi sel dan diferensiasi osteogenic dengan sel osteoblas MC3T3-E1 menunjukkan kinerja yang baik. Ivankovic et al. (2010) mensintesis HA dari tulang sotong (Sepia officinalis) dan NH 4 H 2 PO 4 dengan transformasi hidrotermal dengan variasi suhu antara o C dan variasi waktu antara 20 menit-48 jam dengan menggunakan bejana tekan dan tertutup (teflon lined stainless steel) pada furnace elektrik. Spektrum difraksi sinar-x sampel setelah pelakuan hidrotermal 140 C, 160 C, dan 180 C selama 20 menit menunjukkan bahwa terbentuk HA dengan kekristalan yang buruk dan brushite (CaHPO 4.2H 2 O). Sedangkan pada sampel yang diberi perlakuan 200ºC brushite tidak terdeteksi. Selain itu, peneliti mengungkapkan bahwa pada sampel yang diberi perlakuan hidrotermal pada 180 C selama 48 jam mengandung 95,4% berat HA dan 4,6% berat aragonit

32 16 (CaCO 3 ), sedangkan sampel pada 200 C selama 24 jam keseluruhan aragonit berubah menjadi HA. Di sisi lain, sampel dengan 220 C selama 24 jam mengandung 97,9% berat HA dan 2,1% berat aragonit, sedangkan perlakuan selama 48 jam, jumlah HA menurun karena terbentuk monetite (CaHPO 4 ) sebanyak 3,2% berat. Dalam pengaplikasiannya, biokeramik seperti HA dan trikalsium fosfat (TKF) bersifat rapuh. Oleh karena itu, kalsium fosfat digunakan pada area dengan tensile stress yang relatif rendah, seperti pengisi tulang dan gigi, atau pelapis pada perangkat implan (Wahl dan Czernuszka, 2006). Padahal, tulang yang sering mengalami patah di antaranya adalah tibia dan fibula (Ficai et al., 2011) yang menopang berat tubuh ketika seseorang berdiri. Dengan demikian, kekuatan mekanik juga turut memegang peran penting. Untuk menyempurnakan sifat mekanik HA dapat dilakukan modifikasi dengan menambahkan polimer sebagai serat/filler. 2.4 Kitosan Kitosan (C 6 H 11 NO 4 ) n merupakan polimer alami yang berpotensi digunakan sebagai serat/filler dalam pembuatan komposit. Kitosan banyak terdapat di alam dan dapat diperoleh dari eliminasi asetil kitin. Kitosan dapat diekstrak dari kepiting atau udang. Kitosan merupakan aminopolysaccharide dengan struktur mirip dengan selulosa (Kalinnikov, dalam Barinov, 2010). Kitosan memiliki karakter bioresorbabel, non-toksin, non-antigenik dan biofungsional. Kitosan tidak larut

33 17 dalam air, alkali dan pelarut organik, tetapi larut dalam larutan asam organik dan dapat terdegradasi oleh enzim dalam tubuh (Dewi, 2008). Selain itu, kitosan memiliki karakter biokompatibel, biodegradabel, dan osteokonduktif (Liu et al., 2006). Karakter osteokonduktif yang dimiliki kitosan dapat mempercepat pertumbuhan osteoblas sehingga dapat mempercepat pembentukan mineral tulang. Gambar 2.4 Struktur kitosan (Zilberman, 2011) Hasil difraksi sinar-x dari kitosan yang dilakukan oleh Dewi (2009) ditunjukkan pada Gambar 2.5. Puncak difraksi terjadi pada sudut 20 o dengan nilai lebar setengah puncak (FWHM) yang tinggi. Besarnya nilai FWHM menunjukkan bahwa kristalinitas kitosan rendah. Gambar 2.5 Spektrum XRD kitosan (Dewi, 2009)

34 18 Khan et al. (2000) membuat film kitosan dengan melarutkan kitosan (1,4%b/v) dalam larutan asam asetat (2%b/v). Derajat deasetilasi kitosan yang digunakan yaitu (84,05±0,17)%. Hasil uji sifat mekanik sampel menunjukkan tensile strength sebesar (67,11±1,27) N/mm 2 dan elongasi sebesar (21,35±2,12)%. 2.5 Komposit Hidroksiapatit-Kitosan Modifikasi untuk menyempurnakan sifat mekanik HA dapat dilakukan dengan menambahkan kitosan untuk membentuk komposit. Penambahan kitosan sebagai filler diharapkan dapat mengurangi sifat rapuh dari senyawa apatit sehingga menghasilkan komposit yang ulet, tahan terhadap tekanan, biodegradabel, serta mempercepat pertumbuhan osteoblas dan pembentukan mineral tulang. Li et al. (2005) mensintesis komposit kitosan-nanoha (n-ha) dengan metode co-presipitasi menggunakan Ca(OH) 2, H 3 PO 4 dan kitosan. Variasi perbandingan berat kitosan yang dilakukan yaitu antara 20-80%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HA yang disintesis adalah kristal berkarbonat, berskala nanometer dengan kristalinitas yang rendah dan tersebar merata dalam fase kitosan dan tanpa ada pemisahan. Nilai kekuatan tekan maksimum yang diperoleh dari sampel komposit dengan perbandingan berat kitosan : n-ha = 30 : 70, yaitu sekitar 120 MPa, jauh berbeda dengan HA murni yaitu 6,5 MPa. Sampel tersebut menunjukkan biodegradabilitas dan bioaktivitas yang tinggi ketika direndam dalam larutan simulated body fluid (SBF).

35 19 Lestari (2009) mensintesis komposit apatit-kitosan dengan metode in-situ dan ex-situ. Perbedaan kedua metode ini terletak pada proses penambahan kitosan saat presipitasi sampel berlangsung. Pada metode in-situ proses pembentukan mineral apatit dilakukan dalam matriks kitosan. Sedangkan metode ex-situ, penambahan larutan kitosan dilakukan setelah proses presipitasi selesai dilakukan. Hasil karakterisasi XRD pada sampel in-situ dan ex-situ memperlihatkan puncak HA, Apatit Karbonat tipe A (AKA), Apatit Karbonat tipe B (AKB), Okta Kalsium Fosfat (OKF) dan kitosan. Hal tersebut menandakan bahwa komposit apatitkitosan berhasil terbentuk. Hasil XRD juga menunjukkan penurunan derajat kristanilitas pada sampel komposit apatit-kitosan dibandingkan dengan sampel apatit yang dikarenakan kitosan bersifat lebih amorf dibandingkan apatit. Namun, derajat kristanilitas sampel ex-situ lebih besar dibandingkan in-situ. Hal tersebut dikarenakan proses pembentukan apatit tidak dihalangi oleh kitosan. Pramanik et al. (2009) mensintesis nano-komposit HA-kitosan fosfat dengan cara pelarutan sederhana berdasarkan metode kimia. Variasi HA yang dilakukan dari 10% hingga 60%. Hasil penelitian menunjukkan sifat mekanik komposit meningkat secara signifikan seiring dengan pertambahan jumlah HA. Uji sitotoksisitas dengan sel fibroblast mencit L929 menegaskan bahwa nanokomposit bersifat sitokompatibel. Penelitian dengan kultur sel osteoblas primer mencit membuktikan nanokomposit bersifat osteokompatibel dan osteogenik. Penggunaan kitosan fosfat meningkatkan homogenitas distribusi partikel filler dalam matriks polimer.

36 20 Dewi (2009) mensintesis komposit kalsium fosfat-kitosan dengan menggunakan metode sonikasi. Pembuatan komposit dilakukan variasi perbandingan kalsium fosfat (HA dan campuran HA-Apatit Karbonat(AK)) dengan kitosan yaitu (80 : 20)% dan (70 : 30)%. Kalsium fosfat yang digunakan juga dilakukan variasi perbandingan HA dan campuran HA-AK yaitu (80 : 20)% dan (70 : 30)%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan 30% mengindikasikan adanya kitosan yang tidak berinteraksi dengan kristal apatit, sehingga komposit yang optimal diperoleh dengan komposisi HA (64%), campuran HA-AK (16%) dan kitosan (20%). Ketika komposit HA-kitosan digunakan sebagai scaffold dan diimplankan ke tubuh, maka kitosan akan terdegradasi membentuk pori dan memberi ruang untuk pertumbuhan tulang baru dan kemudian digantikan dengan tulang baru. Selain itu, kitosan juga bersifat hidrofilik, sehingga dapat memfasilitasi adesi, proliferasi dan diferensiasi sel. Dengan demikian, penggunaan komposit HAkitosan untuk substitusi tulang dapat mengaktifkan regenerasi dan remodelling tulang (Li et al., 2005). 2.6 X-Ray Diffraction (XRD) Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-x, yaitu hamburan cahaya dengan panjang gelombang λ saat melewati kisi kristal dengan sudut datang θ dan jarak antar bidang kristal sebesar d (Gambar 2.6). Data yang diperoleh dari metode karakterisasi XRD adalah sudut hamburan (sudut Bragg) dan intensitas. Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi bergantung kepada lebar celah kisi

37 21 sehingga mempengaruhi spektrum difraksi, sedangkan intensitas cahaya difraksi bergantung dari berapa banyak kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Metode XRD dapat digunakan untuk menentukan sistem kristal, parameter kisi, derajat kristalinitas dan fase yang terdapat dalam suatu sampel. Puncak spektrum difraksi sinar-x berhubungan dengan jarak antar bidang. Terlihat pada Gambar 2.6 jalannya sinar-x yang melalui kisi kristal. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg yang ditunjukkan pada Persamaan (2.1). 2d sinθ = nλ (2.1) dengan d, θ, dan λ berturut-turut adalah jarak antar bidang kristal, panjang gelombang dan sudut datang cahaya. Jika atom tersusun periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimum tajam (peak). Gambar 2.6 Difraksi sinar-x XRD dapat memberi informasi secara umum baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif tentang komposisi fasa (misal dalam campuran). Hal yang perlu diperhatikan pada metode ini adalah posisi difraksi maksimum,

38 22 intensitas puncak, dan distribusi intensitas sebagai fungsi dari sudut difraksi. Tiga informasi tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi fasa yang terdapat dalam suatu bahan. Setiap bahan memiliki spektrum difraksi yang khas seperti sidik jari manusia. Spektrum difraksi sinar-x berbagai bahan telah dikumpulkan dalam data ICDD (International Centre of Diffraction Data). Salah satu analisis komposisi fasa dalam suatu bahan adalah dengan membandingkan spektrum XRD terukur dengan data tersebut. Untuk menentukan prosentase komposisi senyawa dalam suatu sampel digunakan persamaan sebagai berikut. % Senyawa = Σ I (Senyawa ) I (Keseluru han ) 100% (2.2) dengan ΣI (Senyawa) adalah jumlah intensitas yang puncak difraksinya sesuai dengan data ICDD senyawa tertentu dan I (Keseluruhan) adalah jumlah intensitas dari semua puncak difraksi suatu sampel. 2.7 Analisis Sifat Mekanik Beberapa parameter material yang dibutuhkan agar dapat digunakan sebagai bahan implan antara lain sifat mekanik yang meliputi kekuatan tekan (compressive strength) dan kekerasan (hardness) Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Kekuatan tekan (compressive strength) merupakan gaya maksimum yang diberikan untuk merusak atau mematahkan bahan. Salah satu cara untuk mengukur kekuatan tekan adalah menggunakan diametral compression test, yaitu

39 23 dengan memberi beban tekanan secara diametral pada sampel yang berbentuk silinder atau disk. Skema diametral compression test ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Besarnya kekuatan tekan dapat dihitung dengan Persamaan (2.3). σ = 2P πtd (2.3) Dengan = Kekuatan tekan (Pa) P = Beban untuk mematahkan/memecah sampel (N) t = Tebal sampel (m) d = Diameter sampel (m) Gambar 2.7 Skema uji compressive strength Kekerasan (Vickers Hardness) Kekerasan (hardness) merupakan ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi tekan atau penetrasi yang bersifat tetap (permanen). Prinsip pengukuran Vickers Hardness adalah aplikasi dari pembebanan dengan penekanan pada permukaan sampel menggunakan intan berbentuk piramid dengan posisi sudut kemiringan 136. Skema pengukuran kekerasan (Vickers Hardness Test) ditunjukkan oleh Gambar 2.8. Pengukuran tingkat kekerasan dilakukan pada kedua permukaan sampel. Dari uji kekerasan diperoleh nilai D 1 (panjang diagonal

40 24 paramid 1), D 2 (panjang diagonal paramid 2), P (Beban) dan VHN (Vickers Hardness Numbers) dengan menggunakan Persamaan (2.4). VHN = 1,854 P (2.4) d 2 Keterangan : VHN = bilangan kekerasan vickers P = beban atau gaya (kgf) d = panjang diagonal (mm) Gambar 2.8 Skema uji vickers hardness 2.8 MTT Assay Kultur sel adalah suatu proses dimana sel prokariotik, eukariotik atau sel tanaman yang dikembangkan dalam kondisi yang terkontrol. Sel kultur merujuk kepada sebuah kultur yang berasal dari sel yang dipisahkan dari jaringan asal, dari kultur primer atau dari cell line atau cell strain dengan cara enzimatik, mekanikal atau penguraian kimia (Aprilia, 2008). Secara teori, sel apapun dapat dikultur, namun tidak semua sel mampu bertahan di dalam lingkungan buatan yang dikenal sebagai media kultur. Media kultur ini harus mengandung sumber energi yang mencukupi bagi sel. Media

41 25 kultur sangat bervariasi dalam kandungan konsentrasi glukosa, faktor pertumbuhan, ph dan komponen nutrisi lainnya. Selain itu untuk menjaga pertumbuhan sel juga diperlukan temperatur dan pencampuran gas yang tepat (Aprilia, 2008). Viabilitas adalah kemampuan untuk hidup setelah lahir. Berbagai macam assay telah dikembangkan untuk mempelajari viabilitas dan proliferasi dalam populasi sel. Assay yang modern yang paling tepat adalah assay dengan format microplate (96-well plates). Parameter yang paling penting dalam assay microplate ini adalah aktivitas metabolik. Kerusakan selular pasti akan menghasilkan hilangnya kemampuan sel untuk mengatur dan menyediakan energi untuk fungsi metabolik dan perkembangan sel. Berdasarkan alasan tersebut maka assay aktivitas metabolik dikembangkan. Salah satu metode dari assay aktivitas metabolik adalah dengan menggunakan substrat colorimetric MTT (Harsas, 2008). MTT (3-(4, 5-dimethylthiazol-2-yl) 2, 5-diphenyl tetrazolium bromide) assay adalah tes laboratorium dan assay colorimetric standard (sebuah assay yang mengukur perubahan warna) untuk mengukur pertumbuhan selular. Tes ini juga digunakan untuk menentukan sitotoksisitas dari agen medikal dan material toksik lainnya. Assay ini pertama kali diperkenalkan oleh Mosmann pada tahun 1983 dan didasarkan oleh enzim dehidrogenase mitokondrial sel viable (hidup) yang mengubah cincin tetrazolium MTT kuning dan membentuk kristal formazan biru gelap yang tidak dapat menembus membran sel, sehingga akan terakumulasi di dalam sel yang masih hidup. Jumlah dari sel yang bertahan hidup seimbang

42 26 dengan tingkat pembentukan formazan. Perubahan warna yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan assay colorimetric sederhana, dibaca dengan menggunakan microplate reader. Hasil pembacaan microplate reader yang berupa nilai absorbansi (OD) dinyatakan dalam persentase terhadap kelompok kontrol sebagai viabilitas cell line dengan menggunakan persamaan dari In vitro Technologies sebagai berikut (Harsas, 2008) : Viabilitas Sel Nilai absorbansi kelompok perlakuan = (% dari kontrol) Nilai absorbansi kelompok kontrol (2.5) Jika persentase viabilitas sel masih di atas 60%, maka material yang dipaparkan pada sel tersebut dikatakan tidak toksik, kerana OD dari perlakuan masih mendekati OD dari kontrol (Wijayanti, 2010).

43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan pada tahun Pembuatan sampel hidroksiapatit (HA) dan komposit HA-kitosan dilakukan di Laboratorium Fisika Material FSAINTEK UNAIR dan Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa ITS. Uji XRD dilakukan di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS. Kompaksi sampel dilakukan di Laboratorium Farmasi UNAIR. Uji kekuatan tekan dilakukan di Laboratorium Dasar Bersama (LDB) UNAIR. Uji kekerasan dilakukan di Laboratorium Fisika Zat Padat FMIPA ITS. Uji MTT Assay dilakukan di Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) Surabaya. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam pembuatan sampel pada penelitian ini yaitu tulang sotong (Sepia sp.), amonium dihidrogen fosfat (NH 4 H 2 PO 4 ), aquades, kitosan (Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB), asam asetat (CH 3 COOH) 3%, Orthophosphoric acid (H 3 PO 4 ) 85%, metanol P.A. Bahan yang digunakan untuk MTT assay yaitu media Eagle s, fibroblast cell line Baby Hamster Kidney-21 (BHK-21), Fetal Bofine Serum (FBS), Phosphate Buffer Saline (PBS), tripsin versene, penicillin streptomycin, 27

44 28 fungizone, larutan MTT (3-(4,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide), Dimethyl Sufoxide (DMSO) Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk pembuatan sampel pada penelitian ini yaitu High Energy Milling HEM-E3D, cawan porselen, neraca analitik, hot plate, magnetic stirrer, beaker glass, gelas ukur, pipette, reaktor (bejana tekan tertutup terbuat dari stainless steel), oven elektrik, ph meter, centrifuge, furnace, mortar. Alat yang digunakan untuk karakterisasi sampel yaitu difraktometer sinar- X PANalytical X'Pert PRO untuk uji XRD, Autograph untuk uji kekuatan tekan, Microvickers Hardness untuk uji kekerasan. Sedangkan alat yang digunakan untuk MTT Assay yaitu laminar flow, botol kultur roux, mikropipet, 96-microwell plate, inkubator, Elisa reader. 3.3 Prosedur Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian ini yaitu ekstraksi CaCO 3 dari tulang sotong, persiapan bahan, sintesis hidroksiapatit, sintesis komposit hidroksiapatit-kitosan, karakterisasi meliputi XRD, uji kekuatan tekan, uji kekerasan, dan uji MTT assay, kemudian analisis data. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1.

45 29 Ekstraksi CaCO 3 dari Tulang Sotong Karakterisasi XRD Persiapan Bahan (CaCO 3 1M dan NH 4 H 2 PO 4 0,6M) Sintesis HA dengan Variasi Durasi Hidrotermal Tidak Karakterisasi XRD Ya Sintering, 1000 C, 1 jam Karakterisasi XRD Persiapan Bahan Kitosan Sintesis Komposit HA-Kitosan dengan Variasi Komposisi Karakterisasi : - Uji kekuatan tekan - XRD - Uji kekerasan - MTT Assay Analisis Data Gambar 3.1 Skema pelaksanaan penelitian Ekstraksi CaCO 3 dari Tulang Sotong (Sepia sp.) Untuk mendapatkan CaCO 3, bagian lamela tulang sotong (Sepia sp.) dijadikan bubuk dengan HEM-E3D, kemudian dipanaskan pada suhu 350 C

46 30 selama 3 jam untuk menghilangkan komponen organik. Kemudian dilakukan karakterisasi XRD untuk memastikan kandungan CaCO Persiapan Bahan CaCO 3 (Mr = 100) 1M diperoleh dengan menambahkan 100 gram CaCO 3 ke dalam 1 liter aquades. Sedangkan larutan NH 4 H 2 PO 4 (Mr = 115) 0,6 M dibuat dengan melarutkan 69 gram ke dalam 1 liter aquades Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal Senyawa hidroksiapatit (HA) diperoleh dengan mereaksikan prekursor kalsium (Ca) dan prekursor fosfat (P) dengan Ca : P = 10 : 6. Prekursor Ca diperoleh dari CaCO 3 dari tulang sotong 1M, sedangkan prekursor P diperoleh dari senyawa NH 4 H 2 PO 4 0,6 M. Reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut. 10 CaCO NH 4 H 2 PO 4 + 2H 2 O Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) (NH 4 ) 2 CO H 2 CO 3 Berikut tahapan sintesis dengan metode hidrotermal. 1. CaCO 3 1M dan larutan NH 4 H 2 PO 4 0,6M dicampur dengan magnetic stirrer selama 30 menit. 2. Campuran larutan dipindahkan ke reaktor. 3. Reaktor dimasukkan ke dalam oven elektrik untuk dipanaskan hingga suhu 200 o C dengan variasi durasi, yaitu 12 jam, 24 jam, dan 36 jam, dengan nama sampel berurutan yaitu sampel A, B, dan C. 4. Hasil yang diperoleh, didinginkan pada suhu kamar.

47 31 5. Sampel dicuci dengan aquades menggunakan magnetic stirrer. Pencucian dilakukan berulang kali hingga hasil reaksi terpisah dengan aquades, ditunjukkan oleh ph yang kembali menjadi 7. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan hasil sampingan yang bersifat asam. 6. Pencucian yang terakhir dilakukan dengan metanol untuk membatasi aglomerasi partikel HA selama pengeringan. 7. Sampel dikeringkan dalam oven elektrik pada suhu 50 o C selama 4 jam. 8. Sampel A, B, dan C dikarakterisasi XRD untuk memastikan terbentuknya HA pada masing-masing sampel. 9. Sintering sampel dengan suhu 1000 C selama 1 jam untuk menghilangkan pengotor dan meningkatkan kristalinitas sampel. Nama sampel A, B, dan C yang telah disintering berurutan adalah D, E, dan F. 10. Sampel D, E, dan F dikarakterisasi XRD untuk mengetahui kandungan masing-masing sampel Sintesis Komposit HA-Kitosan Hasil uji XRD terhadap sampel D, E, dan F menunjukkan sampel F merupakan sampel terbaik dari tahap sebelumnya. Sehingga, sampel F yang digunakan untuk mensintesis komposit HA-kitosan. Preparasi terhadap kitosan dilakukan sebelum dilakukan sintesis komposit HA-kitosan dengan langkah sebagai berikut.

48 32 1. Kitosan sebanyak 2 gram dicampurkan dengan 100 ml asam asetat 3% dan 6 gram asam fosfat 85%, kemudian dipanaskan dengan suhu 70 C selama 1 jam dengan pengadukan konstan. 2. Larutan didinginkan, kemudian diendapkan dalam metanol berlebih untuk menghilangkan asam asetat dan asam fosfat yang tidak bereaksi. Gel yang diperoleh, dilarutkan dalam aquades, kemudian dalam metanol berlebih. 3. Gel yang terbentuk dikumpulkan dan dikeringkan dengan suhu 70 o C. Sintesis komposit HA-kitosan dilakukan dengan metode pencampuran sederhana. Kitosan dilarutkan dalam 10 ml aquades bersuhu 70 o C, kemudian ditambahkan bubuk HA secara perlahan. Massa kitosan dan HA disesuaikan dengan komposisi pada Tabel 3.1. Campuran tersebut diaduk dengan magnetic stirrer selama 1 jam. Setelah semua bahan tercampur sempurna, bubur didiamkan selama semalam untuk gelembung udara. Bubur yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian dikeringkan dengan suhu 70 o C selama lebih dari semalam. Komposit yang dihasilkan kemudian dihaluskan dengan cara digerus dengan mortar. Tabel 3.1 Variasi Komposisi Komposit Sampel HA Kitosan % Massa (g) % Massa (g) F 100 2,5 0 0 F ,5 F2 75 1, ,625 F3 70 1, ,75 F4 65 1, ,825

49 Karakterisasi Sampel Uji XRD Untuk melakukan uji XRD sampel diletakkan pada tempat berbentuk balok, setelah itu sampel diletakkan pada alat uji. Hasil uji XRD tersaji dalam bentuk grafik spektrum dan tabel. Pola difraksi berupa spektrum hasil uji XRD memberikan informasi mengenai sudut terjadinya difraksi pada atom bahan (2 ) pada sumbu horizontal dan besar intensitas yang dihasilkan pada sumbu vertikal Uji Sifat Mekanik Sebelum dilakukan uji sifat mekanik, seluruh sampel ditimbang dengan massa yang sama, yaitu 0,6 gram, kemudian dicetak menjadi pellet dengan cara dikompaksi dengan beban 2 ton. Cetakan yang digunakan berdiameter 13 mm. Penambahan aseton dilakukan untuk mengatasi kesulitan dalam pencetakan sampel menjadi pellet. Sampel yang telah dicetak kemudian dipanaskan dengan suhu 40 C menggunakan hotplate selama 1 jam Uji Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Pengukuran kekuatan tekan sampel dilakukan menggunakan Autograph. Sampel yang permukaannya telah dihaluskan, ditempatkan pada bagian penekan mesin uji tekan, kemudian mesin dinyalakan dan mengatur kecepatan serta memilih range beban (gaya) yang akan diukur. Kemudian load cell diturunkan perlahan, kemudian di-stop dan dicatat besar gaya dan strain. Tahapan di atas dilakukan dengan perubahan yang sangat kecil hingga sampel patah. Secara

50 34 otomatis gaya maksimal yang dapat ditahan oleh sampel ditampilkan oleh mesin uji tekan. Kekuatan tekan dapat dihitung dengan persamaan (2.3) Uji Kekerasan (Vickers Hardness) Pengukuran tingkat kekerasan dilakukan dengan penekanan pada permukaan sampel yang telah dengan menggunakan intan berbentuk piramid dengan sudut kemiringan 136º. Akibat penetrasi pada permukaan sampel dengan waktu penetrasi (t) yang telah ditentukan akan diperoleh berkas diagonal. Secara otomatis nilai kekerasan vickers ditampilkan oleh mesin uji microvickers hardness Uji Viabilitas Sel Uji viabilitas sel dilakukan dengan pengujian MTT assay. Tahapan yang dilaksanakan sebagai berikut. 1. Persiapan kultur sel fibroblas dilakukan dalam laminar flow. Kultur sel BHK- 21 dalam bentuk monolayer dengan media Eagle s dan FBS 5% ditanam dalam botol kultur roux kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 48 jam. 2. Kultur sel lalu dicuci dengan PBS sebanyak 5 kali yang bertujuan untuk membuang sisa serum yang tersisa. Kemudian ditambahkan tripsin versene untuk melepaskan sel dari dinding botol dan memisahkan ikatan antar sel agar tidak menggerombol. 3. Sel dengan kepadatan 2 x 105 dimasukkan dalam 100 µl media (media eagle s 86%, penicillin streptomycin 1%, fungizone 100 unit/ml), kemudian

51 35 dipindahkan ke dalam 96-microwell plate sesuai dengan jumlah sampel dan control. 4. Masing-masing sampel disterilisasi dengan sinar UV selama lebih dari semalam, kemudian 0,05 gram sampel dilarutkan dalam 1 ml etanol. Larutan sampel kemudian dalam 96-microwell plate sebanyak 50 µl. Lalu diinkubasi 24 jam pada suhu 37 C. 5. Pereaksi MTT 5 mg/ml yang telah dilarutkan dalam PBS ditambahkan ke media sebanyak 10 µl untuk setiap well kemudian diinkubasi selama 4 jam dalam suhu 37 C. 6. Pelarut DMSO ditambahkan ke setiap well sebanyak 50 µl lalu disentrifuse 30 rpm selama 5 menit. 7. Nilai densitas optik (OD) formazan dihitung dengan Elisa reader pada panjang gelombang 630 nm. Penghitungan persentase viabilitas sel dapat dihitung sesuai dengan Persamaan Analisis Data Pengujian XRD dilakukan untuk menganalisis sifat mikro HA dan komposit HA-kitosan. Data pengukuran yang diperoleh dari pengujian kekuatan tekan (compressive strength) dan kekerasan (vickers hardness), akan dilakukan analisis keterkaitan antara sifat mekanik dengan variasi komposisi kitosan dalam komposit HA-kitosan. Sedangkan hasil uji MTT assay digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan terhadap viabilitas sel.

52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan sintesis komposit hidroksiapatit (HA)- kitosan, dimana HA disintesis dengan memanfaatkan kandungan aragonit (CaCO 3 ) pada tulang sotong (Sepia sp.). Hidoksiapatit yang diperoleh kemudian digunakan sebagai matriks untuk membuat komposit, dengan kitosan sebagai serat/filler. Variasi komposisi HA : kitosan yang dilakukan adalah 80 : 20, 75 : 25, 70 : 30, dan 65 : 35. Karakterisasi terhadap komposit meliputi sifat mikro dengan uji X-Ray Diffraction (XRD), sifat mekanik meliputi kekuatan tekan dan kekerasan, serta MTT Assay. 4.1 Uji X-Ray Diffraction (XRD) Kandungan CaCO 3 pada Tulang Sotong Hasil uji XRD terhadap bubuk lamellae tulang sotong yang telah diberi perlakuan panas 350 C selama 3 jam menunjukkan kandungan 100% kalsium karbonat (aragonit, CaCO 3 ) (Gambar 4.1). Spektrum XRD sampel menunjukkan kesesuaian dengan ICDD Hal tersebut seiring dengan hasil penelitian Paljar et al. (2009) yang menunjukkan bahwa perlakuan panas pada bagian dorsal tulang sotong dapat mengubah kandungan aragonit menjadi kalsit. Namun, tidak demikian halnya untuk bagian lamellae. Aragonit lebih mudah bertransformasi menjadi HA dibandingkan kalsit, sehingga pada penelitian ini digunakan aragonit dari bagian lamellae tulang sotong untuk mensintesis HA. 36

53 37 Gambar 4.1 Spektrum XRD bubuk lamellae tulang sotong (Sepia sp.) Hidroksiapatit dari Proses Hidrotermal Hasil uji XRD terhadap sampel A, B, dan C dengan durasi hidrotermal berturut-turut 12, 24, dan 36 jam menunjukkan bahwa kandungan dari ketiga sampel tersebut adalah 100% hidroksiapatit [HA, Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ]. Spektrum XRD ketiga sampel tersebut bersesuaian dengan ICDD Puncak tertinggi sampel A pada 2Ɵ = 31,72 dengan intensitas 110 (Gambar 4.2), sampel B pada 2Ɵ = 31,69 dengan intensitas 104 (Gambar 4.3), dan sampel C pada 2Ɵ = 31,74 dengan intensitas 115 (Gambar 4.4).

54 38 Gambar 4.2 Spektrum XRD sampel A Gambar 4.3 Spektrum XRD sampel B Gambar 4.4 Spektrum XRD sampel C

55 39 Rendahnya intensitas difraksi puncak tertinggi pada sampel A, B dan C menunjukkan bahwa kristalinitas HA yang dihasilkan masih rendah (amorf). Selain itu, dimungkinkan sampel A, B dan C masih mengandung pengotor. Hal tersebut didukung oleh warna bubuk dari ketiga sampel yang kecoklatan (Gambar 4.5). Diperkirakan pengotor merupakan ion karbonat (CO 2-3 ). Ion karbonat dapat hilang pada pemanasan dengan suhu di atas 600 C (Septiarini, 2009). Dengan demikian, perlu ditambahkan proses sintering untuk menghilangkan pengotor dan meningkatkan kristalinitas HA yang telah diperoleh dari proses hidrotermal. Gambar 4.5 Hidroksiapatit sebelum sintering Hidroksiapatit Setelah Disintering Sampel A, B, dan C yang telah disintering dengan suhu 1000 C selama 1 jam berturut-turut disebut sebagai sampel D, E, dan F. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut mengandung hidroksiapatit [HA, Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ] dan trikalsium fosfat [TKF, Ca 3 (PO 4 ) 2 ] sesuai dengan ICDD berturut-turut dan Selain itu, terdapat pula puncak yang tidak teridentifikasi pada sampel D dan E.

56 40 Puncak tertinggi sampel D pada 2Ɵ = 31,7152 dengan intensitas 1658,43 (Gambar 4.6), sampel E pada 2Ɵ = 31,7470 dengan intensitas 1472,35 (Gambar 4.7), dan sampel F pada 2Ɵ = 31,77576 dengan intensitas 1938,59 (Gambar 4.8). Hasil uji XRD menunjukkan peningkatan intensitas yang sangat drastis dibandingkan sampel sebelum disintering yang berkisar dari saja. Selain itu, sintering menyebabkan perubahan warna dari yang semula kecoklatan menjadi putih (Gambar 4.9). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengotor dalam sampel telah hilang. Gambar 4.6 Spektrum XRD sampel D

57 41 Gambar 4.7 Spektrum XRD sampel E Gambar 4.8 Spektrum XRD sampel F

58 42 Gambar 4.9 Sampel setelah disintering Berdasarkan analisis kuantitatif dengan metode rietveld terhadap hasil uji XRD, diperoleh kandungan masing-masing sampel. Tabel 4.1 Kandungan Sampel Setelah Disintering Nama Sampel HA (%) TKF (%) D 94 6 E F 94 6 Terbentuknya senyawa TKF pada sampel diakibatkan hilangnya OH akibat perlakuan temperatur tinggi. Namun, kehadiran TKF dalam sampel sebenarnya bukanlah hal yang fatal. Hal tersebut dikarenakan TKF juga digunakan sebagai material implan tulang. Trikalsium fosfat (TKF) memiliki sifat biodegradabel, bioaktif dan memiliki kelarutan yang tinggi (Dewi, 2009). Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa sampel D dan F yang kandungan HA tertinggi dengan jumah yang sama, yaitu 94%. Namun, dengan mempertimbangkan adanya 2 puncak yang tidak terindentifikasi sebagai HA atau TKF pada spektrum XRD sampel D, yaitu pada posisi 2Ɵ 38,4365 dan 44,6553, maka untuk tahapan penelitian selanjutnya sampel F yang digunakan sebagai matriks dalam sintesis komposit dengan kitosan.

59 Komposit HA-Kitosan Telah dilakukan sintesis komposit antara sampel F dengan kandungan HA 94% sebagai matriks dan kitosan sebagai serat/filler. Berdasarkan hasil uji sifat mekanik yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya, dipilih sampel F1 sebagai sampel komposit yang terbaik. Gambar 4.10 Spektrum XRD komposit (sampel F1) Hasil uji XRD terhadap sampel F1 ditunjukkan oleh Gambar Apabila dibandingkan dengan hasil uji XRD sampel F, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan intensitas dan pergeseran posisi puncak pada komposit. Di antaranya pada puncak difraksi bidang (002), (211), dan (300). Pada bidang (002) terjadi penurunan intensitas dari 737,25 menjadi 702,44 dan pergeseran posisi puncak dari 25,8674 menjadi 25,8648. Pada bidang (211) terjadi penurunan intensitas dari

60 ,59 menjadi 1830,03 dan pergeseran posisi puncak dari 31,7576 menjadi 31,7554. Pada bidang (300) terjadi penurunan intensitas dari 1248,14 menjadi 1082,17 dan pergeseran posisi puncak dari 32,8924 menjadi 32,8873. Penurunan intensitas dan pergeseran puncak mengindikasikan terjadinya ikatan antara matriks dan filler, yaitu HA dan kitosan dari proses pembentukan komposit. Analisis kuantitatif terhadap hasil uji XRD menunjukkan bahwa sampel F1 mengandung 95% HA dan 5% brushite [CaHPO 4 (H 2 O) 2 ]. Hal tersebut seiring dengan penelitian Sari (2012) yang menyatakan terbentuknya CaHPO 4 pada komposit kemungkinan diakibatkan ketidakstabilan stoikiometri pada HA sehingga rasio molar Ca/P > 1,67 yang membentuk CaO. Dimana, kandungan CaO diatas 55 % akan membentuk CaHPO 4. Ketidakstabilan stoikiometri tersebut juga dimungkinkan karena sampel F yang digunakan untuk mensintesis komposit F1 mengandung TKF sebesar 6%. Selain itu, afinitas yang tinggi akibat penambahan asam fosfat pada kitosan juga dapat menyebabkan ketidakstabilan stoikiometri, karena ion fosfat pada kitosan dapat bertukar dengan ion fosfat pada HA (Pramanik et al., 2009). 4.2 Uji Sifat Mekanik Komposit HA-Kitosan Pada penelitian ini sifat mekanik yang diuji adalah kekuatan tekan (compressive strength) dan kekerasan (hardness). Hasil karakterisasi sifat mekanik ditunjukkan pada Tabel 4.2.

61 45 Tabel 4.2 Hasil Uji Sifat Mekanik Nama Sampel HA : Kitosan (%) (MPa) Kekerasan (VHN) F 100 : 0 0,231 ± 0,005 5,767 ± 0,369 F1 80 : 20 5,241 ± 0,063 8,800 ± 0,200 F2 75 : 25 3,661 ± 0,042 7,433 ± 0,603 F3 70 : 30 3,379 ± 0,041 7,033 ± 0,082 F4 65 : 35 2,831 ± 0,034 8,267 ± 1, Uji Kekuatan Tekan (Compresive Strength) Uji kekuatan tekan (compresive strength) dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan sampel terhadap tekanan dari pembebanan dari luar hingga sampel rusak atau patah. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat autograph. Data hasil uji kekuatan tekan dihitung dengan Persamaan (2.3). Dari perhitungan yang disajikan di Lampiran 5, diperoleh nilai kekuatan tekan dari masing-masing sampel yang ditampilkan pada Gambar Grafik Kekuatan Tekan Sampel dengan Variasi Kitosan 6 5 F1; 20% Kekuatan Tekan (MPa) 4 3 F2;25% F3;30% F4;35% F; 0% Nama Sampel; %kitosan Gambar 4.11 Grafik kekuatan tekan sampel

62 46 Hasil uji kekuatan tekan menunjukkan penambahan kitosan sebagai filler dalam komposit HA-kitosan meningkatkan kekuatan tekan HA. Hal tersebut menegaskan bahwa elastisitas kitosan mampu memperbaiki sifat HA yang rapuh (brittle). Kekuatan tekan tertinggi diperoleh pada sampel F1, dengan perbandingan HA : kitosan sebesar 80 : 20, yaitu (5,241 ± 0,063) MPa. Hasil uji kuat tekan menunjukkan pertambahan jumlah kitosan justru mengakibatkan penurunan kekuatan tekan pada sampel F 2, F 3, dan F 4. Hal tersebut bisa saja terjadi karena sifat mekanik dipengaruhi banyak faktor. Di antaranya adalah bentuk partikel, ukuran partikel, serta distribusi ukuran partikel (Cai et al., 2009). Mengingat sampel komposit F1-F4 digerus secara manual sebelum dicetak, sehingga besar kemungkinan bentuk dan ukuran partikel tidak sama antara sampel yang satu dengan yang lainnya. Distribusi ukuran partikel komposit pun kemungkinan besar tidak homogen. Kekuatan tekan juga dipengaruhi oleh interaksi antarmuka antara matriks dan filler, yaitu HA dan kitosan (Cai et al., 2009). Penurunan kekuatan tekan akibat peningkatan jumlah kitosan, kemungkinan diakibatkan adanya kitosan yang tidak berinteraksi dengan HA. Hal tersebut seiring dengan penelitian Dewi (2009) dimana komposit kalsium fosfat-kitosan terbaik diperoleh pada komposisi 80 : 20, dan komposisi 70 : 30 mengindikasikan adanya kitosan yang tidak berinteraksi dengan kristal apatit. Berdasarkan analisis hasil uji kekuatan, sampel F1 dengan perbandingan HA : kitosan sebesar 80 : 20 dipilih sebagai sampel terbaik. Kekuatan tekan sampel F1 sebesar (5,241 ± 0,063) MPa termasuk dalam range nilai kekuatan

63 47 tekan tulang cancellous dari literatur, yaitu 2-12 MPa (Ficai et al., 2011). Sehingga, sampel F1 berpotensi sebagai implan pada tulang cancellous Uji Kekerasan (Hardness) Uji kekerasan (hardness) dilakukan untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap deformasi tekan atau penetrasi yang bersifat tetap (permanen). Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat microvickers hardness. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan yang disajikan di Lampiran 6, diperoleh nilai kekerasan masing-masing sampel yang ditampilkan pada Gambar Grafik Kekerasan Sampel dengan Variasi Kitosan 9 F1; 20% 8 F4;35% VHN 7 F2;25% F3;30% 6 F; 0% 5 Nama Sampel; %kitosan Gambar 4.12 Grafik kekerasan sampel Nilai kekerasan sampel F tidak dapat dibandingkan dengan kekerasan komposit F1-F4, karena sebelum proses kompaksi, komposit F1-F4 hanya dijadikan bubuk dan dihaluskan dengan cara digerus secara manual dengan alat

64 48 mortar, sehingga secara kasat mata pun terlihat sampel komposit F1-F4 tidak sehalus sampel F. Hasil uji kekerasan menunjukkan peningkatan jumlah kitosan pada sampel komposit mengakibatkan kekerasan sampel cenderung menurun. Hal tersebut dikarenakan kitosan yang digunakan sebagai serat/filler memiliki sifat elastisitas yang tinggi. Namun, terjadi peningkatan nilai kekerasan (VHN) pada sampel F4. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengambilan nilai VHN sebanyak 3 titik pada permukaan komposit belum mewakili nilai kekerasan dari komposit ini. Pada saat piramida menekan permukaan sampel kemungkinan mengenai HA atau kitosan sehingga menghasilkan nilai VHN yang tidak teratur, terlihat dari nilai simpangan baku yang diperoleh cukup besar. Hal tersebut mengindikasikan sampel tidak homogen akibat adanya kitosan yang tidak berinteraksi dengan matriks. Hasil uji kekerasan seluruh sampel berkisar antara 5,767-8,200 VHN, masih di bawah kekerasan rata-rata tulang cancellous, yaitu 35,2 VHN (Pramanik et al., 2005). Oleh karena itu, sampel dengan kekerasan tertinggi dipilih sebagai sampel terbaik, yaitu pada komposit dengan HA : kitosan dengan rasio 80 : 20 sebesar 8,200 VHN. Komposit tersebut juga merupakan sampel terbaik berdasarkan uji kekuatan tekan. 4.3 Uji MTT Assay Uji MTT assay dilakukan untuk menentukan sitotoksisitas suatu material. dari agen medikal dan material toksik lainnya. Assay ini didasarkan oleh perubahan warna MTT kuning menjadi kristal formazan biru gelap akibat

65 49 tereduksi enzim dehidrogenase mitokondrial sel viable (hidup). Perubahan warna dibaca dengan Elisa reader berupa nilai absorbansi (OD). Viabilitas sel dihitung dengan Persamaan (2.5). Dari perhitungan yang disajikan di Lampiran 7, diperoleh viabilitas sel dari masing-masing sampel yang disajikan pada Tabel 4.3 dan ditampilkan pada Gambar Tabel 4.3 Hasil Uji MTT Assay Nama Sampel OD Viabilitas Sel (%) F 0,3276 ± 0, ,00 F1 0,3780 ± 0, ,11 F2 0,3014 ± 0, ,73 F3 0,3751 ± 0, ,54 F4 0,1218 ± 0, ,66 Kitosan 0,0966 ± 0, ,61 Viabilitas Sel (%) Hasil Uji MTT Assay Nama Sampel Gambar 4.13 Grafik viabilitas sel Hasil uji MTT assay menunjukkan bahwa sampel F, yaitu HA yang disintesis dari tulang sotong (Sepia sp.) tidak bersifat toksik. Hal tersebut dikarenakan nilai viabilitas sel yang diperoleh sebesar 87,00%. Material tidak

66 50 bersifat toksik pada sel fibroblast (cell lines) apabila prosentase viabilitas sel masih di atas 60%, yaitu OD dari perlakuan masih mendekati OD dari kontrol (Wijayanti, 2010). Hasil uji MTT assay pada sampel F1, yaitu komposit dengan HA : kitosan sebesar 80 : 20 menunjukkan jumlah viabilitas sel sebesar 97,11%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan kitosan mampu meningkatkan viabilitas sel dibandingkan dengan sampel F. Viabilitas sel pada sampel F2, F3 dan F4 tidak menunjukkan linearitas yang kemungkinan disebabkan oleh perlakuan sebelum sampel dimasukkan ke dalam well, dimana sampel F-F4 dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol sebelum dimasukkan ke tiap well. Namun, masih terlihat adanya partikel yang berdispersi pada larutan dan terbentuk endapan di dasar tube yang mengindikasikan seluruh sampel belum larut sempurna. Partikel sampel yang terdispersi pada larutan seharusnya ditunggu hingga benar-benar mengendap sebelum dimasukkan ke tiap well, namun tidak demikian halnya dengan sampel F2, F3, dan F4. Hal tersebut mengakibatkan terbentuk endapan di dasar well yang apabila dibiarkan, dapat mempengaruhi pembacaan dengan Elisa reader. Untuk mengantisipasi hal tersebut dilakukan pencucian untuk menghilangkan endapan sampel tersebut. Proses pencucian inilah yang kemungkinan besar menyebabkan rontoknya sel, sehingga terjadi pengurangan jumlah sel dalam well yang tentunya juga mempengaruhi pembacaan nilai absorbansi (OD). Proses pencucian pun ternyata masih menyisakan endapan sampel, sehingga memungkinkan proses pembacaan OD dengan Elisa reader terhambat.

67 51 Terjadi kejanggalan pada viabilitas sel pada kitosan dan sampel F4, dimana viabilitas sel yang dihasilkan rendah dan di bawah batas non-toksik, yaitu berturut 40,61% dan 45,66%. Viabilitas yang rendah diakibatkan hasil pembacaan OD kitosan dan sampel F4 yang terbaca rendah, yaitu berturut-turut 0,0966 dan 0,1218. Hal tersebut dikarenakan pada kolom sampel kitosan dan sampel F4 tetap berwarna kuning. Rendahnya viabilitas sel pada sampel kitosan dan F4 belum tentu mengindikasikan bahwa sampel tersebut bersifat toksik. Karena dari mikroskop dapat dilihat banyak sekali sel yang hidup, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar Gambar 4.14 Penampakan sel dari mikroskop (a) Kontrol sel (b) Sampel kitosan (c) Sampel F4 Gambar 4.14 (b) menunjukkan masih banyak sel hidup pada sampel kitosan yang menunjukkan bahwa kitosan yang digunakan dalam penelitian ini

Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler

Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler Istifarah, Aminatun, Prihartini Widiyanti. Program Studi Fisika Fakultas Sains

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler

Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler Sintesis dan Karakterisasi Komposit Hidroksiapatit dari Tulang Sotong (Sepia sp.)-kitosan untuk Kandidat Aplikasi Bone Filler Istifarah 1, Aminatun 2, Prihartini Widiyanti 2 1 Mahasiswa Program Studi Teknobiomedik

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG IKAN LAMURU (Sardilnella Longiceps)-KITOSAN SEBAGAI BONE FILLER

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG IKAN LAMURU (Sardilnella Longiceps)-KITOSAN SEBAGAI BONE FILLER SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT DARI TULANG IKAN LAMURU (Sardilnella Longiceps)-KITOSAN SEBAGAI BONE FILLER Astuti Amin, Maria Ulfah Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar Jalan Perintis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH), BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu penelitian akan dilakukan selama 6 (enam) bulan. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pusat Bioamterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Kuat Tekan Komposit Ha-Kitosan Sebagai Kandidat Aplikasi Implan Tulang Kortikal.

Upaya Meningkatkan Kuat Tekan Komposit Ha-Kitosan Sebagai Kandidat Aplikasi Implan Tulang Kortikal. Upaya Meningkatkan Kuat Tekan Komposit Ha-Kitosan Sebagai Kandidat Aplikasi Implan Tulang Kortikal Arista Indriani 1, Ir. Aminatun, M.Si, Drs. Siswanto, M.Si 1 1 Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Kimia Fisik-Analitik Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Kimia Fisik-Analitik Fakultas 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2011. Tempat penelitian untuk

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan analisis efek pemberian tiga jenis pasta hasil yang diproduksi oleh BATAN, yaitu pasta Injectable Bone Xenograft (IBX) yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga VARIASI WAKTU PERENDAMAN DALAM SIMULATED BODY FLUID PADA KOMPOSI HIDROKSIAPATIT-GELATIN SEBAGAI KANDIDAT BONE GRAFT SKRIPSI RIZKA RAMADHANIA AINUNNISA PROGRAM STUDI S1 TEKNOBIOMEDIK DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan bagian substansial pada sistem skeletal manusia. Jaringan tulang mempunyai empat fungsi utama antara lain fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIK RESIN AKRILIK DENGAN PENAMBAHAN VARIASI KOMPOSISI DAN UKURAN FIBER GLASS SKRIPSI

KAJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIK RESIN AKRILIK DENGAN PENAMBAHAN VARIASI KOMPOSISI DAN UKURAN FIBER GLASS SKRIPSI KAJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIK RESIN AKRILIK DENGAN PENAMBAHAN VARIASI KOMPOSISI DAN UKURAN FIBER GLASS SKRIPSI HEMAS FITRA DIENA PROGAM STUDI S1 FISIKA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang atau kerangka merupakan penopang tubuh vertebrata dan juga tubuh manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh manusia mempunyai

Lebih terperinci

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C TUGAS AKHIR STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C Disusun : ANDY HERMAWAN NIM : D200 050 004 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitasi yang baik,

Lebih terperinci

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN Disusun Oleh: OKTO ARIYANTO NIM : D 200 040 045 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sintesis Nano-Komposit Hidroksiapatit/Kitosan (nha/cs)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sintesis Nano-Komposit Hidroksiapatit/Kitosan (nha/cs) 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Sintesis Nano-Komposit Hidroksiapatit/Kitosan (nha/cs) Penelitian dengan studi sitokompabilitas ini diawali dengan hasil sintesis nanokomposit hidroksiapatit/kitosan

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI EFEK VARIASI KOMPOSISI KONDROITIN SULFAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOSIT SCAFFOLD KITOSAN-KONDROITIN SULFAT/HIDROKSIAPATIT SEBAGAI KANDIDAT BONE GRAFT PROGRAM STUDI S-1 TEKNOBIOMEDIK DEPARTEMEN FISIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang yang menyangga struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat didalam tengkorak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN Disusun : GINANJAR PURWOJATMIKO D 200 040 020 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bidang kesehatan mengalami perkembangan yang pesat. Kualitas hidup manusia bergantung pada kesehatan organ dan jaringan. Terganggunya fungsi organ atau jaringan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan karakterisasi makroskopik, yaitu meliputi sifat mekanik dan sifat fisis nano-komposit hidroksiapatit/kitosan (n-hap/cs).

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat TUGAS AKHIR Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat Disusun : AGUS DWI SANTOSO NIM : D200 050 182 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI

PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI PEMBUATAN KOMPOSIT KALSIUM FOSFAT- KITOSAN DENGAN METODE SONIKASI SETIA UTAMI DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA SINTESIS KOMPOSIT BIOMATERIAL (β-ca 3 (PO 4 ) 2 ) (ZrO) BERBASIS CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

Lebih terperinci

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit 3 Uji Mikrostruktur dengan SEM Sampel ditempelkan pada cell holder kemudian disalut emas dalam keadaan vakum selama waktu dan kuat arus tertentu dengan ion coater. Sampel dimasukkan pada tempat sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental 4.2. Tempat Penelitian 1. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Lama Waktu Pengadukan Pada Komposit Gelatin-Hidroksiapatit Bergentamisin Sebagai Bahan Implan Tulang

Pengaruh Variasi Lama Waktu Pengadukan Pada Komposit Gelatin-Hidroksiapatit Bergentamisin Sebagai Bahan Implan Tulang Pengaruh Variasi Lama Waktu Pengadukan Pada Komposit Gelatin-Hidroksiapatit Bergentamisin Sebagai Bahan Implan Tulang Jannatika Rahmah 1, Dyah Hikmawati, S.Si, M.Si 1, Drs. Siswanto, M.Si 1 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data Indonesian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi osteoporosis dan cacat tulang di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian White Paper" yang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang memiliki peranan yang penting dalam tubuh manusia. Fungsi tulang antara lain sebagai pembentuk kerangka tubuh, tempat menempelnya otot dan jaringan, penyimpan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang merupakan jaringan keras pada vertebrata yang sangat penting. Tulang atau sistem rangka memberikan dukungan dan penopang bagi tubuh. Mereka mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur atau patah tulang merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab kematian penduduk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu sebagai termoregulasi, sintesis metabolik, dan pelindung. Adanya suatu trauma baik itu secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan Disusun : SLAMET WIDODO D 200 040 030 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI

ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI ANALISIS PROFENOFOS DALAM KUBIS MENGGUNAKAN METODE EFFERVESCENCE-LPME DENGAN INSTRUMEN HPLC UV-Vis SKRIPSI RAMADHANI PUTRI PANINGKAT PROGRAM STUDI S1 KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Pengukuran Densitas n-hap/cs. (gram) (cm) A 10% B 20%

Tabel Lampiran 1. Hasil Pengukuran Densitas n-hap/cs. (gram) (cm) A 10% B 20% Lampiran 1 Analisis rapat massa (Densitas) Tabel Lampiran 1. Hasil Pengukuran Densitas n-hapcs Sampel Konsentrasi m T D Densitas HAP (gram) (cm) (cm) (g cm 3 ) A 10% 1.2115 0.578 1.214 1.81170945 B 20%

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO

STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO Yogyakarta, 27 Agustus 2008 STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO Joko Sedyono a dan Alva Edy Tontowi b a Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of the art dalam bidang orthopedik Tulang adalah salah satu bahan komposit yang tersusun dari collagen (polimer) dan mineral (keramik). Secara umum, ada dua jenis tulang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian XRD Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan Proses Terbuka Disusun : DWI AGUS RIMBAWANTO NIM : D200 040 014 NIRM : 04.6.106.03030.50014 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit (HA) merupakan salah satu bahan biokeramik yang digunakan untuk biomedik karena komponen mineral yang terdapat didalamnya sama dengan komponen mineral

Lebih terperinci