DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Transkripsi

1 ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR SEBAGAI KAWASAN BUDIDAYA IKAN BANDENG DI DESA AMBULU, KECAMATAN LOSARI, KABUPATEN CIREBON RIA LARASTITI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Ria Larastiti H

3 RINGKASAN RIA LARASTITI. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Dibimbing Oleh Tridoyo Kusumastanto dan Kastana Sapanli. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan pertambangan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk aktivitas budidaya ikan memiliki potensi yang bagus ditinjau dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan hasil perikanan dengan kandungan protein yang tinggi juga semakin meningkat. Keadaan tersebut salah satunya ditandai dengan permintaan ikan bandeng yang secara nasional meningkat 6,33% per tahun. Pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan bandeng dapat memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Desa Ambulu merupakan salah satu desa di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon yang mengembangkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng. Aktivitas budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal, sehingga untuk menjaga tingkat pemanfaatan tersebut diperlukan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng, serta nilai ekonomi pemanfaatan dari usaha budidaya tersebut. Nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kawasan budidaya ikan bandeng penting untuk diketahui sebagai bahan pertimbangan pola pengembangan wilayah pesisir. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap 48 responden diketahui bahwa karakteristik petani tambak Desa Ambulu dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya sebagian besar petani tambak berusia tahun dengan rata-rata pendidikan terakhir sampai tingkat Sekolah Dasar. Seluruh petani tambak menjadikan usaha budidaya ikan bandeng menjadi mata pencaharian utama dengan rata-rata pengalaman usaha tahun. Adapun unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu memberikan pendapatan bersih perbulan sebesar Rp untuk usaha penjualan benih bandeng, Rp untuk penjual pakan, pupuk dan obat-obatan, Rp untuk usaha pembuatan bubu, Rp untuk penyewaan alat panen, serta Rp untuk usaha bakul/ tengkulak. Hasil analisis regresi Cobb-Douglas menunjukan bahwa usaha tambak ikan bandeng di Desa Ambulu masih dalam kondisi belum optimal dengan variabel yang mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah benih penebaran, penggunaan pupuk dan penggunaan pakan tambahan. Sedangkan Nilai Residual rent dari total pemanfaatan sumberdaya peisisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu adalah sebesar Rp ,00 dalam satu tahun. Dampak ekonomi dari kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu dapat dilihat dari nilai Keynesian Income Multiplier adalah 0,60, Ratio Income

4 iii Multiplier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,59. Hal ini menunjukan bahwa pada saat ini kawasan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian lokal. Kata Kunci : Residual Rent, Model Cobb-Douglas, Multiplier effect, Budidaya Ikan Bandeng, Kecamatan Losari.

5 ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR SEBAGAI KAWASAN BUDIDAYA IKAN BANDENG DI DESA AMBULU, KECAMATAN LOSARI, KABUPATEN CIREBON RIA LARASTITI H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama NIM : Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon : Ria Larastiti : H Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS NIP : Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si Diketahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : Tanggal Lulus :

7 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan anugerah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada : 1. Bapak Muhammad Rudy dan Ibu Mulyati serta Indryati D. Rudyastika, orang tua dan adik yang selalu memberikan materi, kekuatan, dukungan, serta limpahan doa yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan memberikan banyak ilmu serta wawasan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si selaku dosen penguji utama serta dosen penguji wakil departemen. 4. Sahabatku, Dian Dermawan, Aminia Novriani, Fitria Nisaul Hakim, Ardita Oktaviana, Kriswindya Tasha, Frizka Amalia, Heny Emilia dan Winda N. A. atas saran serta waktu yang diberikan untuk mendengarkan keluh kesah. 5. Teman-Teman ESL 44, khususnya Anggun, Erlinda, Pristy, Dina S, Wezia, Fandi wina, Astrid dan Nurul atas segala kebersamaan, keceriaannya. 6. Teman-teman di BEM FEM Kabinet Orang Beraksi, Ario, Fariz, Ilham, Bayu, Maryam, Elisa, Wirda, Fadli, Yuti terima kasih atas nasihat serta kebersamaannya selama ini. 7. Pemerintah Desa Ambulu dan Mas Nurokhim serta para petani tambak yang telah membantu penulis dalam memperoleh data.

8 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai tugas akhir serta syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Penelitian ini mengidentifikasi mengenai karakteristik petani tambak, unit usaha dan tenaga kerja lokal, sebagai bagian dari masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya pesisir di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Cirebon. Penelitian ini juga mengestimasi nilai pemanfaatan sumberdaya Pesisir Desa Ambulu sebagai kawasan budidaya ikan bandeng serta menganalisis dampak aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian masyarakat lokal. Bersama ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta memberikan kontribusi bagi berbagai pihak dalam rangka pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir. Bogor, Oktober 2011 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... II. TINJAUAN PUSTAKA Pesisir Tambak Sistem Budidaya Tambak Budidaya Ikan Bandeng Produktivitas Analisis Produktivitas Fungsi Produksi Penelitan Terdahulu... III. KERANGKA PEMIKIRAN... IV. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode Analisis Data Identifikasi Karakteristik Petani tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja Lokal Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Fungsi Produksi Cobb-Douglas Uji Kriteria Ekonometrika Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal Batasan Penelitian... ii vii x xi xii

10 ix V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian Gambaran Umum Usaha Budidaya... VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja Lokal Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Usia Tingkat Pendidikan Status Pekerjaan Petani Tambak Lama Usaha Petani Tambak Karakteristik Usaha Budidaya Karakteristik Unit Usaha Terkait Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Analisis Nilai Produksi Biaya Faktor Produksi Analisis Nilai Panen Analisis Nilai Residual Rent Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak.. VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... RIWAYAT HIDUP

11 x Nomor 1 2 DAFTAR TABEL Panjang Garis Pantai Jawa Barat... Produksi Ikan Tambak Kabupaten Cirebon menurut Jenis Ikan Tahun (dalam Ton)... Halaman Uji Autokorelasi... Matriks Metode Analisis Data... Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Ambulu... Produksi Budidaya per Jenis Usaha di Kabupaten Cirebon Tahun Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng... Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per bulan... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng... Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Unit Tambak di Desa Ambulu dalam satu tahun... Nilai Rataan Panen per Unit Tambak di Desa Ambulu... Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun... Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak... Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Ikan Bandeng... Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi terhadappenerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng... Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng

12 xi Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan Bandeng Kurva Hubungan antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marginal Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan Sebaran Lama Bekerja Tenaga Kerja Lokal... 53

13 xii Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lokasi Penelitian Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun 86 4 Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun 88 5 Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun 90 6 Hasil Panen Usaha Budidaya Ikan Bandeng Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Ambulu dalam Satu Tahun 92 7 Nilai Residual Rent Perhitungan Nilai Residual Rent Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun Data Perhitungan Nilai Dampak Ekonomi... 97

14 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut seluas 5,8 juta km 2 yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta km 2, laut nusantara 2,3 juta km 2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km 2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak pulau dan garis pantai sepanjang km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Wilayah pesisir yang luas menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi sumberdaya untuk dikembangkan. Dilihat dari letak geografisnya, lahan pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan pertambangan. Hal ini menggambarkan bahwa peranan sumberdaya tersebut sangat besar dalam menunjang perekonomian nasional. Melalui pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan memberikan nilai pemanfaatan yang maksimal, mengingat tidak kurang 60% dari penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir 1. Secara keseluruhan hal ini merupakan tekanan dan beban yang harus dipikul lingkungan pesisir. Dengan memperhatikan fenomena tersebut maka pemanfaatan dan pengelolaan 1 %20DI%20WILAYAH%20PESISIR.PDF [diakses 29 September 2011]

15 2 sumberdaya pesisir secara berkelanjutan adalah merupakan suatu kebutuhan (Savitri dan Khazali, 1999). Salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi perikanan adalah Pesisir Utara Jawa Barat. Pesisir Utara Jawa Barat memiliki karakteristik laut tenang, arealnya sebagian besar berlumpur serta banyak sungai besar yang bermuara di daerah ini menjadikan wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang beragam. Panjang garis pantai utara wilayah Jawa Barat adalah kurang lebih km yang membentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon. Panjang pantai pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat dari Tabel 1 berikut. Tabel 1. Panjang Garis Pantai Jawa Barat Nama Kabupaten/Kota Panjang garis pantai (km) Indramayu 118,29 Karawang 76,00 Cirebon 68,09 Subang 52,04 Kabupaten Bekasi 46,63 Kota Cirebon 4,00 Sumber : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2007 Ikan merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya mensuplai kandungan protein yang cukup tinggi. Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia, produksi perikanan merupakan sumber penghasilan bagi negara berupa devisa ekspor. Secara khusus sektor perikanan juga turut berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah serta penyedia lapangan kerja, karena turunan proses pengolahannya yang membutuhkan sumberdaya manusia lebih banyak, oleh karena itu perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006).

16 3 Perikanan Jawa Barat saat ini sangat bertumpu pada produksi perikanan di wilayah pesisir bagian utara. Berdasarkan profil daerah Jawa Barat, tercatat bahwa produksi perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perikanan laut pesisir Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon telah memberi kesempatan pekerjaan untuk pembudidaya ikan serta 551 pembudidaya kerang hijau 2. Jika mereka dianggap sebagai kepala keluarga, maka hampir rumah tangga bergerak di sektor perikanan budidaya dan menjadi bagian penting dari perekonomian Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu jelas bahwa untuk daerah pedesaan, perikanan budidaya mempunyai peran yang sangat penting bagi penyediaan kesempatan kerja. Potensi perikanan Kabupaten Cirebon yang cukup besar tidak dihasilkan oleh semua kecamatan. Kecamatan Losari merupakan daerah potensial untuk usaha budidaya tambak. Hal ini dikarenakan Kecamatan Losari memiliki lahan seluas hektar yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya tambak 3. Potensi perikanan budidaya tambak Kabupaten Cirebon terlihat baik dari keanekaragaman komoditas perikanan maupun jumlah produksinya. Hal ini didukung oleh data produksi ikan tambak yang dirinci menurut jenis ikan, sebagai berikut : 2 [diakses 25 Maret 2011] 3 [diakses 25 Maret 2011]

17 4 Tabel 2. Produksi Ikan Tambak Kabupaten Cirebon menurut jenis ikan tahun (dalam Ton) Jenis Ikan Mujair 323,2 262,0 379,5 285,7 207,1 Bandeng 1.280, , , , ,9 Belanak 115,2 352,9 132,7 132,7 260,2 Udang Windu 971, , , ,6 Udang Vanane ,0 Udang Api-Api 567,1 466,5 443,2 416,0 320,9 Kerang Darah ,0 400,0 Lainnya - 53,7 55,3 52,3 60,0 Rumput Laut ,2 90,0 Total 3.257, , , , ,9 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon (2008) Produksi ikan tambak yang cukup besar dapat memenuhi supply konsumsi ikan masyarakat yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan data tabel diatas, produksi ikan bandeng merupakan yang terbesar diantara komoditas budidaya lainnya. Hal ini disebabkan karena ikan bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air, teknologi budidayanya juga relatif mudah untuk dilakukan. Keadaan tersebut membuat sektor usaha budidaya ikan bandeng menjadi potensial untuk dikembangkan. Aktivitas perekonomian sektor perikanan di kawasan Pesisir Losari, di dominasi oleh kegiatan budidaya ikan bandeng yang juga merupakan komoditas utama Desa Ambulu. Aktivitas budidaya budidaya ikan bandeng ini telah menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Ambulu. Sebagai sektor yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat, maka peluang penyerapan tenaga kerja untuk mempermudah proses produksi menjadi sangat besar. Aktivitas budidaya ikan bandeng dapat menimbulkan transaksi ekonomi, salah satunya dapat dilihat dari pengeluaran yang dikeluarkan petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Transaksi tersebut dapat memberikan

18 5 dampak baik secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap masyarakat sekitar yang memiliki usaha di daerah pertambakan tersebut. Transaksi tersebut juga dapat memberikan dampak pengganda bagi sektor perekonomian yang lain. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya ikan bandeng akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap perekonomian lokal. Dampak ekonomi kegiatan budidaya ikan bandeng yang cukup besar ini, didukung oleh kualitas lingkungan pesisir itu sendiri. Oleh karena itu rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir perlu dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Wilayah Kabupaten Cirebon sebagian terletak di Pesisir Utara Laut Jawa Barat, dan sebagian lainnya berada di daerah perbukitan. Pemanfaatan wilayah pesisir utara ditujukan untuk aktivitas perikanan tangkap dan budidaya. Kecamatan Losari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon yang sebagian wilayahnya berada di sepanjang garis pantai. Hal ini membuat sebagian besar masyarakatnya melakukan aktivitas ekonomi di sektor perikanan. Perikanan disini salah satunya adalah perikanan budidaya ikan bandeng. Pemanfaatan wilayah pesisir Losari sebagai kawasan perikanan budidaya ikan bandeng hanya dilakukan oleh beberapa desa saja, salah satu yang mendominasi adalah Desa Ambulu. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar wilayah desanya berada di sekitar pantai, dengan struktur tanah yang cocok untuk dijadikan lahan usaha tambak. Potensi Desa Ambulu untuk usaha budidaya ikan bandeng ternyata belum diiringi oleh peningkatan pembangunan prasarana dan sarana serta teknologi budidaya yang mendukung. Nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir memiliki

19 6 keterkaitan dengan nilai produktivitas budidaya ikan bandeng. Oleh sebab itu semakin optimal pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar nilai kontribusinya terhadap usaha tersebut, serta semakin tinggi dampak ekonomi yang ditimbulkan. Aktivitas budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak ekonomi. Dampak ekonomi dapat tercipta dari pengeluaran petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Pengeluaran petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang usaha untuk sektor-sektor lainnya, seperti dengan adanya aktivitas budidaya ikan bandeng, dapat membuka peluang untuk membuka usaha penyedia jaring, warung makan, penyedia bahan-bahan keperluan budidaya seperti benih dan pakan, serta usaha transportasi pengangkutan hasil panen tambak. Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu? 2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di Desa Ambulu? 3) Berapa nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu?

20 7 4) Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan bandeng Desa Ambulu? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu. 2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di Desa Ambulu. 3) Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu. 4) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1) Pemda Kabupaten Cirebon dan stakeholder terkait lainnya yang berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan budidaya dan dalam melakukan perbaikan prasarana dan sarana penunjang kegiatan budidaya ikan bandeng. 2) Pelaku usaha budidaya ikan bandeng untuk memperoleh gambaran mengenai prospek usaha yang mereka jalani, sehingga peningkatan hasil produktivitas tambak ikan bandeng dapat lebih mudah dilakukan.

21 8 3) Akademisi sebagai bahan tambahan dan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Wilayah penelitian ini adalah Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Responden dalam penelitian ini adalah para petani tambak, pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng. Faktor-faktor tersebut dijadikan sebagai informasi untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan bandeng. Nilai dan dampak ekonomi dianlisis dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng yang dinyatakan dalam rupiah selama satu tahun. Dampak ekonomi yang diteliti dilihat dari pengeluaran petani tambak selama proses budidaya ikan bandeng berlangsung.

22 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya. Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau dengan lebar yang bervariasi. Secara fungsi, merupakan peralihan yang luas antara tanah dan air dimana produksi, konsumsi, dan proses pertukaran terjadi pada tingkat intensitas yang tinggi. Secara geografis, batas darat wilayah pesisir sulit dipastikan. Umumnya air wilayah pantai diidentifikasikan sampai dengan ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Adapun untuk Indonesia, pada tahun 1990, definisi wilayah pesisir yang disepakati pada pembakuan teknis wilayah pesisir yaitu jalur saling pengaruh antara darat dan laut, mempunyai ciri geosfer secara khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut, dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

23 10 2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 3. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna. UU No.27 Tahun 2007 menyatakan, ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, salah satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sedangkan berdasarkan ketentuan pasal 3 UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup : 1. Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia. 2. Perairan kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman jarak dari pantai. 3. Perairan pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup.

24 11 Dengan batasan di atas, maka luas wilayah pesisir ini, bisa sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya, mulai beberapa ratus meter hingga puluhan kilometer. Pada beberapa daerah pesisir dataran rendah (coastal low land), air laut bisa masuk ke daratan pada waktu air pasang naik sehingga baik tata air tanah dan jenis tanahnya akan memperlihatkan ciri-ciri pengaruh air laut. 2.2 Tambak Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo (1992) tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut. Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo dalam Agustina (2006), berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1) Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 30 0 / 00 dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya. Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu

25 12 salinitas air tambak dapat mencapai 60 0 / 00, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan. 2) Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah. 3) Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai. Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali. 2.3 Sistem Budidaya Tambak Menurut Mujiman dan Suyanto (2004) terdapat 3 sistem budidaya, yaitu : 1) Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3-10 hektar per petak. Setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal) dengan kedalaman cm. Pada tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Padat penebarannya rata-rata antara benih/hektar (berkisar antara nener/hektar)

26 13 2) Sistem Budidaya Semi-intensif Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 hektar per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan bandeng masih dari pakan alami yang didorong pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan-ikan dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan bekatul (dedak halus). Padat penebaran nener/hektar, dengan produksi per tahunnya dapat mencapai 600 kg kg/ha/tahun. Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan bandeng sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran nener, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air. 3) Sistem Budidaya Intensif Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2 ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya intensif adalah pada penebaran nener sangat tinggi, yaitu sampai ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi

27 14 pertumbuhan. Diberi aerasi (dengan kincir, atau alat lainnya) untuk menambah kadar oksigen di dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya menggunakan pompa, agar air tetap bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa makanan dan kotoran (ekskresi). Produksi per satuan luas petak dapat mencapai sampai kg/ha/tahun. 2.4 Budidaya Ikan Bandeng Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Bandeng merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut (Saanin, 1968) ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Family : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos (Forsk)

28 15 Gambar 1. Ikan Bandeng Dari aspek konsumsi, ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Dewasa ini bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat penebaran ekor per hektar. Dengan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan kelekap atau alga sebagai pakan alami dengan rata-rata produksi yang dicapai hanya sekitar kg per hektar. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya ikan bandeng, antara lain dari faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya memelihara tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Secara sosial dan ekonomi keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses ke pemasaran Ahmad et al dalam Kaunang (2006). 2.5 Produktivitas Suatu kegiatan yang mengolah atau mengubah bentuk suatu barang menjadi bentuk yang lainnya, dikatakan sebagai kegiatan produksi. Barang-barang yang digunakan untuk memproduksi bentuk barang yang lainnya, disebut sebagai

29 16 input produksi sementara barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi disebut output produksi, sehingga dalam kata lain produksi merupakan kegiatan mengubah input produksi menjadi output produksi. Hubungan antara input dan output dalam proses produksi menurut Soekartawi (1994) disebut sebagai faktor relationship yang dapat dituliskan dalam notasi sederhana seperti dibawah ini: Y = f (X1,X2,X3,...Xn) Dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi oleh X, sementara X merupakan input produksi yang nilainya mempengaruhi nilai output yang dihasilkan pada proses produksi. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan atau mengubah nilai barang sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki dan harga input variabel. 2.6 Analisis Produktivitas Perubahan lingkungan akan mengarah kepada perubahan produktivitas dan biaya produksi, sehingga menyebabkan perubahan harga dan tingkat output yang dapat dilihat dan dinilai dari perubahan-perubahan tersebut. Kualitas lingkungan dilihat sebagai faktor produksi. Nilai surplus yang didapat dari penggunaan metode ini merupakan nilai manfaat langsung yang diturunkan dari pemanfaatan output yang didapat dari alam. Menurut Barton dalam Wijaya (2006) produktivitas tergantung pada pemanfaatan hasil langsung yang diperoleh dari lingkungan dengan asumsi ekonomi yang terpengaruh tidak mengkompensasi untuk merubah produktivitas dan kegiatan, dampak lingkungan serta perubahan output tidak mempengaruhi

30 17 harga pasar. Nilai manfaat langsung juga dapat diinterprestasikan sebagai perkiraan dari fungsi nilai pemanfaatan tidak langsung. Berikut beberapa metode yang terkait dengan perhitungan nilai yang beragam dalam tingkat estimasi suplai atau fungsi produksi dari sistem alami output : 1. Model Present Value per Hektar lahan Perhitungan terhadap nilai manfaat dari produksi biologi didapat dari perhitungan terhadap habitatnya. Proses ini diawali dengan memisahkan nilai produksi lahan per hektar dapat mendukung dalam menghitung manfaat biologi produksi per hektar dari habitatnya. Pendekatan ini mengabaikan biaya dari buruh dan sumberdaya manusia lainnya sebagai faktor produksi. Perhitungan produktivitas ekonomi tersebut menjadi dasar dalam menghitung manfaat ekosistem alami dari input populasinya. 2. Pendekatan Residual Rent Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total dari hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan, guna memperoleh nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. 3. Pendekatan Produktivitas Marjinal Pendekatan ini digunakan untuk menghitung perubahan kecil dalam produktivitas akibat perubahan yang terjadi pada habitatnya. Teknik ini dapat menghasilkan determinasi dari fungsi produksi bioekonomi yang didapat dari determinasi produktivitas marjinal. Data-data yang signifikan dibutuhkan dalam menghitung produktivitas yang bervariasi. Dalam perubahan

31 18 produktivitas lahan yang lebih sempit lagi pendekatan produktivitas marjinal tidak menghitung perubahan kesejahteraan. 2.7 Fungsi Produksi Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang (The law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Y(output) Titik Maksimum Titik Singgung Produksi Total (PT) Titik Balik Daerah II Rasional 0<Ep<1 Daerah I Irrasional Ep>1 Daerah III Irrasional Ep<0 Produksi Rata-Rata (PR) Produk Marginal (PM) X(input) Sumber: Nicholson (1995) Gambar 2. Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marginal Hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk total memperlihatkan bahwa total produksi memiliki batas optimum, hal yang mempengaruhi produk marginal dan produk rata-rata sehingga juga berpengaruh terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga

32 19 daerah produksi yang ditulis sebagai daerah I, daerah II, dan daerah III berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi. 1. Daerah produksi I Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep > 1) terletak antara titik asal 0 dan x 2 artinya penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu. Pada daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimum karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input produksi lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan. 2. Daerah produksi II Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1) terletak antara titik x 1 dan x 3. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang semakin meningkat berkurang (decreasing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah produksi II disebut daerah rasional. 3. Daerah produksi III Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0) artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga daerah III disebut juga daerah irrasional.

33 Penelitian Terdahulu Analisis fungsi produksi usahatani dilakukan oleh Lestari (2010), penelitian tentang Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Kangkung Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Metode yang dilakukan dalah kuantitatif dan deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengisisan kuesioner. Hasil pendugaan model fungsi Cobb-Douglas maka diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kangkung anggota kelompok tani adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan luas lahan. Penelitian untuk memperkirakan nilai ekonomi perikanan telah dilakukan oleh Wijaya (2006). Dalam penelitian ini, memperkirakan nilai ekonomi pemanfaatan Waduk Cirata sebagai kawasan perikanan budidaya. Perikanan budidaya dengan menggunakan media Keramba Jaring Apung. Metode yang digunakan untuk memperkirakan besar nilai ekonomi adalah dengan menggunakan Residual Rent. Nilai Residual Rent yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebesar Rp ,77 dari total unit Keramba Jaring Apung sebanyak unit. Rifqa (2010) melakukan Analisis Dampak Ekonomi Keberadaan Kawasan Wisata Pantai Sawarna terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal. Hasil analisis menunjukan nilai Keynesian Income Multiplier yang di dapat adalah 0,39. Nilai Ratio Income multiplier Tipe I yang dihasilkan adalah 1,27 sedangkan Ratio Income multiplier Tipe II untuk penelitian ini adalah sebesar 1,52.

34 21 III. KERANGKA PEMIKIRAN Pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat salah satunya dilakukan dengan cara pemanfaatan sumberdaya pesisir. Pertumbuhan penduduk yang selalu diiringi oleh peningkatan jumlah tingkat konsumsi masyarakat akan selalu menjadi alasan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir yang jauh lebih optimal. Penelitian ini dilatar belakangi adanya potensi lahan tambak yang cukup luas dimiliki Desa Ambulu. Potensi ini menjadikan usaha budidaya ikan bandeng sebagai mata pencaharian utama hampir seluruh masyarakat desa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ketua Komisi II DPRD Kab. Cirebon bahwa Desa Ambulu dapat menjadi daerah unggulan ikan bandeng yang dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya potensi ini, ternyata belum diiringi oleh pengelolaan sumberdaya pesisir serta pembangunan fasilitas yang mendukung aktivitas usaha budidaya ikan bandeng tersebut. Hal ini cukup penting dikarenakan keberlanjutan sektor budidaya ini tidak lepas dari peran sumberdaya dan lingkungan pesisir sebagai sarana penunjang utama usaha perikanan di Desa Ambulu. Besarnya tingkat ketergantungan usaha budidaya ikan bandeng terhadap kondisi sumberdaya pesisir adalah cukup tinggi, karena sedikit perubahan dari kualitas lingkungan wilayah pesisir, akan mampu mempengaruhi tingkat produktivitas budidaya ikan bandeng. Nilai pemanfaatan serta kontribusi sumberdaya pesisir untuk aktivitas perikanan budidaya menjadi penting untuk diketahui nilainya sebagai acuan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Besarnya nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir, erat hubungannya dengan produktivitas usaha budidaya

35 22 tersebut. Oleh sebab itu, informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng penting untuk diketahui. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan untuk komoditas ikan konsumsi. Perikanan budidaya memiliki kecenderungan sifat lebih mudah mengatur jumlah produksi dibandingkan dengan perikanan tangkap, oleh sebab itu peningkatan jumlah penduduk yang sulit dihindari secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya. Peningkatan aktivitas tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas unit usaha untuk memenuhi kebutuhan petani tambak, sehingga akan memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Selama proses budidaya berlangsung, petani tambak akan mengeluarkan biaya operasional tambak yang terdiri dari biaya pembelian benih dan pakan, biaya pengelolaan tambak dan biaya lainnya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani tambak dapat memberikan dampak secara langsung, tidak langsung maupun lanjutan (induced) terhadap perekonomian daerah setempat. Biaya-biaya tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis multiplier. Aktivitas budidaya ikan bandeng diperkirakan telah menjadi sektor yang cukup mempengaruhi perekonomian Desa Ambulu terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perkembangan unit usaha terkait tambak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya nilai manfaat ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan bandeng, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan dari aktivitas budidaya tersebut. Pada akhirnya besar nilai tersebut dapat dijadikan rekomendasi

36 23 pengelolaan kawasan pesisir Desa Ambulu yang lebih baik di masa yang akan datang. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 3.

37 24 Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng Dampak Ekonomi Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha dan Tenaga Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Ikan Bandeng Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Budidaya Ikan Dampak Ekonomi bagi Masyarakat Sekitar Analisis Deskriptif Residual Rent Langsung (direct) Tidak Langsung (indirect) Lanjutan (induced) Analisis Regresi Nilai Dampak Ekonomi Analisis Multiplier Pengelolaan Sumberdaya Pesisir untuk Budidaya Ikan Bandeng Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

38 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa belum adanya penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi dari aktivitas perikanan budidaya ikan bandeng di desa tersebut, selain itu desa tersebut mempunyai potensi lahan tambak yang cukup besar untuk dikembangkan. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama dua bulan, dimulai pada bulan akhir Januari hingga Februari Tahapan pra penelitian akan dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu, yaitu pada minggu kedua bulan April sampai minggu keempat bulan April Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi. Tahapan ini dilaksanakan sampai dengan minggu pertama bulan Agustus Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sample dimana informasi dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada responden.

39 Jenis dan Sumber data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross section, yaitu data aktivitas yang terkait dengan budidaya ikan bandeng yang terjadi dalam waktu satu tahun berjalan. Menurut sumber mendapatkannya, datadata tersebut terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada petani tambak, pemilik unit usaha, serta tenaga kerja lokal yang beroperasi di kawasan pesisir Desa Ambulu dengan bantuan kuesioner. Data primer yang diperlukan diantaranya : 1. Karakteristik petani tambak yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status usaha, lama usaha dan teknologi budidaya. 2. Biaya operasional serta investasi petani tambak dalam waktu satu tahun. 3. Struktur biaya pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi keadaan umum lokasi usaha tambak, kondisi alam daerah penelitian serta data produksi dan konsumsi produk perikanan. Keseluruhan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Diantaranya dengan cara pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung. 4.4 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian. Pengambilan contoh untuk petani tambak dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang dikombinasikan dengan snowball sampling, dimana responden dipilih dan

40 27 disesuaikan dengan kriteria tertentu. Jumlah responden petani tambak yang diambil adalah sebanyak 48 petani tambak. Metode pengambilan contoh untuk unit usaha dan dan tenaga kerja lokal dilakukan dengan teknik purposive sampling dan judgement sampling, dimana responden dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha budidaya ikan bandeng yang banyak di jalani oleh masyarakat Desa Ambulu. Keuntungan dari teknik ini adalah penelitian dapat dilaksanakan dengan cepat, mudah dan murah, serta relevan dengan tujuan penelitian. Responden terpilih untuk unit usaha terkait dengan aktivitas budidaya ikan bandeng adalah sebanyak 14 unit usaha dan untuk tenaga kerja sebanyak 9 orang. Pemilihan contoh 14 unit usaha didasarkan pada peran unit usaha tersebut dalam memenuhi kebutuhan petani tambak masyarakat Desa Ambulu. Responden unit usaha dan tenaga kerja lokal di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang relatif homogen. 4.5 Metode Analisis Data Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Minitab 14 dan Microsoft Office Excel Identifikasi Karakteristik Petani tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja lokal Identifikasi karakteristik responden petani tambak, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa

41 28 pada masa sekarang. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi dan gambaran secara sitematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Office Excel Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Analisis yang biasa dilakukan terkait dengan produksi bertujuan untuk mengetahui bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat dicapai, Soekartawi (1994). Hubungan antara antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi, sehingga dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan dan variabel-variabel yang menjelaskan. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui hubungan antara input dan output serta mengetahui skala usaha budidaya ikan bandeng yang aktual terjadi saat penelitian berlangsung. Pada model ini koefisien pangkatnya menunjukan besarnya elastisitas produksi masingmasing input dan besarnya tersebut menunjukan tingkat besaran kondisi skala usaha (return to scale). Kondisi Return to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut Soekartawi (1994) skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau

42 29 decreasing return to scale. Jika jumlah elastisitas produksi dari fungsi Cobb- Douglas dilambangkan dengan b i, maka kondisi usaha budidaya ikan bandeng dapat dibedakan menjadi : 1. Increasing Return to Scale, bila b i > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsional lebih besar. 2. Constant Return to Scale, bila b i = 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang diperoleh. 3. Decreasing Return to Scale, bila b i < 1. Artinya proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan output produksi. Fungsi dengan menggunakan variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Menurut Soekartawi (1994), kaidah-kaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas, persamaan matematik fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut : Y = ax b1 1 X b2 2...X b3 i..x b5 n ε dimana : Y X i...,x n a b 1...,b 5 ε = Variabel yang dijelaskan = Variabel yang menjelaskan = Intercept = Koefisien regresi yang akan diduga = Galat atau error Untuk mempermudah pendugaan terhadap persamaan maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan

43 30 persamaan tersebut. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi produksi ikan bandeng adalah produksi ikan bandeng (Y), luas tambak (X 1 ), benih penebaran (X 2 ), penggunaan pupuk (X 3 ), penggunaan obat (D 1 ), penggunaan pakan tambahan (D 2 ). Dengan fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut : Ln Y = Ln a + b 1 Ln X 1 + b 2 Ln X 2 + b 3 Ln X 3 + b 4 D 4 + b 5 D 5 + ε dimana : Y a = Hasil produksi ikan bandeng (Kg) = Intercept b 1..., b 5 = Koefisien regresi yang akan diduga X 1 = Luas tambak (m 2 ) X 2 X 3 D 4 D 5 ε = Benih penebaran (ekor) = Penggunaan pupuk (Kg) = 1, untuk menggunakan obat dan 0 tidak menggunakan obat = 1,untuk menggunakan pakan tambahan dan 0 tidak menggunakan = Galat atau error Uji Kriteria Ekonometrika Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk mengetahui apabila terjadi pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

44 31 a. Uji Multikolinieritas (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Masalah multikolineritas dapat dilihat dari nilai VIF dengan persamaan : VIF = I I R 2 R 2 adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R 2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan. b. Normalitas Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS). c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari

45 32 residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu e t berpengaruh kepada faktor pengganggu e t-1. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004) Tabel 3. Uji Autokorelasi (Firdaus, 2004) D-W Kesimpulan Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi 1,10 dan 1,54 Tanpa kesimpulan 1,55 dan 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 dan 2,90 Tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Pendekatan produktifitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat luas. Menurut Hufschmidt, et.al dalam Adrianto, et.al (2004), menyatakan langkah analisis

46 33 ekologi-ekonomi dalam konteks metode pendekatan produktifitas di awali dengan melakukan identifikasi input sumberdaya, output (produksi sumberdaya) dan residual sumberdaya dari sebuah proyek. Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung nilai ekonomi dari kegiatan budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai residual rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai residual rent Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda, yaitu: 1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

47 34 2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Ratio Income Multiplier Tipe I menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak, sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak lanjutan. Secara matematis dirumuskan : Keynesian Local Income Multiplier Ratio Income Multiplier, Tipe I Ratio Income Multiplier, Tipe II dimana : E : tambahan pengeluran petani tambak (Rupiah) D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah) N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah) U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rupiah) Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir Desa Ambulu. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excel Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini.

48 35 Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data 1 Mengidentifikasi karakteristik petani tambak, unit usaha dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu Kecamatan Losari 2 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng Data primer berupa wawancara menggunakan kuesioner dan data sekunder dari pihak-pihak terkait Data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Metode Analisis Data Analisis deskriptif Analisis regresi 3 Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk budidaya ikan bandeng 4 Analisis dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal Data sekunder dan data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner Residual Rent Analisis Multiplier 4.6 Batasan Penelitian 1) Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan. 2) Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output (produksi ikan bandeng). Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah jumlah tambak (unit), benih penebaran (ekor/musim), pupuk (kg/musim), penggunaan obat, dan pakan tambahan (kg/musim). 3) Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim (kg).

49 36 4) Osla adalah benih ikan bandeng yang digunakan oleh petani tambak Desa Ambulu untuk disebar dalam petakan tambak. Osla merupakan ikan bandeng yang telah mengalami masa pendederan selama dua minggu dengan ukuran 2-4 cm. 5) Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng di Desa Ambulu. 6) Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar usaha perikanan budidaya ikan bandeng yang berlaku saat penelitian berlangsung. 7) Residual Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah. 8) Nilai Residual Rent yang diestimasi didalam penelitian ini adalah nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu selama satu tahun. 9) Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Ambulu yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng. 10) Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap masyarakat lokal Desa Ambulu. 11) Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.

50 V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif Desa Ambulu merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon dan merupakan salah satu desa pesisir di Pantai Utara Jawa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa pusat pemerintahan lainnya yaitu : Ibukota Kecamatan Ibukota Kabupaten Cirebon Ibukota Provinsi jawa Barat Ibukota Negara RI : 3 Km : 46 Km : 175 Km : 312 Km Secara administratif Desa Ambulu terdiri dari 5 dusun. Desa juga berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Ambulu: Sebelah Utara Sebelah Barat Sebelah Selatan Sebelah Timur : Laut Jawa : Desa Malakasari, Kecamatan Gebang : Desa Kalisari, Kecamatan Losari : Desa Kalisari, Kecamatan Losari Desa Ambulu termasuk daerah berdataran rendah dengan suhu rata-rata 25 0 C 27 0 C. Iklim di pesisir Desa Ambulu tidak dapat dilepaskan dari sistem iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur 4. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari sedangkan angin musim timur mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus. 4

51 38 Informasi mengenai waktu angin musim menjadi penting karena mempengaruhi terjadinya gelombang laut. Tinggi rendahnya gelombang laut akan menjadi perhatian tersendiri bagi petani tambak karena terkait dengan keadaan tambak mereka. Petani tambak di Desa Ambulu sering mengalami kerugian karena lahan tambak mereka terkena banjir rob, yang disebabkan oleh tingginya gelombang laut yang terjadi Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian Desa Ambulu memiliki luas wilayah sebesar hektar terdiri dari lahan persawahan 337,229 hektar, lahan pemukiman hektar dan luas area tambak 826,889 hektar. Desa Ambulu dengan luas wilayah pemukiman hektar didiami oleh penduduk sebanyak jiwa yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Tabel sebaran mata pencaharian pokok masyarakat Desa Ambulu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Ambulu Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Petani Buruh Tani Buruh Migran perempuan Buruh Migran Laki- Laki Pegawai Negeri Sipil/ PNS Pedagang Keliling Peternak Nelayan Bidan Swasta Pembantu Rumah Tangga Pensiunan PNS Dukun Terlatih Karyawan Swasta Sumber : Potensi Desa Ambulu, Hasil wawancara dengan Bapak Naswito Ketua Kelompok Pembudidaya ikan bandeng di Desa Ambulu

52 Gambaran Umum Usaha Budidaya Produksi usaha budidaya tambak telah menyumbang 53,59% dari total seluruh produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 yaitu sekitar ,6 ton dari total produksi tambak ,4 ton atau meningkat 4,46% dari tahun Secara rinci kontribusi produksi usaha budidaya tambak terhadap total produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi Budidaya per Jenis Usaha di Kabupaten Cirebon Tahun 2009 No Usaha Budidaya Produksi (ton) Tambak ,6 Laut 7.732,4 Kolam 1.690,1 Sawah 3,3 Jumlah ,4 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, tahun2009 Budidaya air payau di tambak memiliki potensi sebesar hektar, pada tahun 2009 baru dimanfaatkan sebesar 5.163,57 hektar dengan perincian 1635,12 hektar untuk budidaya udang dan 3.528,45 hektar untuk budidaya ikan, dengan produksi ikan bandeng atau ikan lainnya sebesar 4.532,19 ton dan nilai produksinya mencapai Rp ,00. Potensi dan pemanfaatan tambak per kecamatan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini Tabel 7. Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun 2009 No Kecamatan Potensi (hektar) Pemanfaatan Tambak Jumlah (hektar) (%) Losari Gebang Pangenan Mundu Gunungjati Suranenggala Kapetakan ,20 499,00 739,30 145,30 165,00 226, ,00 55,21 83,32 40, ,00 165,33 101,17 Jumlah ,20 68,56 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Tahun 2009

53 40 Berdasarkan Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa potensi tambak Kecamatan Losari merupakan yang terbesar. Desa Ambulu merupakan desa di Kecamatan Losari yang menyumbangkan produksi tambak cukup besar diantara 3 desa pesisir lainnya di Kecamatan Losari. Usaha budidaya tambak yang menjadi unggulan di Desa Ambulu adalah untuk komoditas udang dan ikan bandeng, namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah budidaya ikan bandeng. Hal ini dikarenakan, terjadinya musibah nasional atau stres udang. Sejak terjadinya musibah pada tahun 1993 udang tidak lagi dapat tumbuh dengan optimal, akhirnya budidaya udang tidak lagi menguntungkan dan banyak petani tambak udang yang beralih menjadi pembudidaya ikan bandeng. Berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak ikan bandeng di Desa Ambulu termasuk kedalam tambak biasa. Tambak biasa adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Daerah yang tergolong tambak biasa mempunyai keadaan air payau. Berdasarkan klasifikasi sistem budidaya yang digunakan, tambak ikan bandeng di Desa Ambulu menggunakan sistem tambak tradisional dengan padat penebaran cukup rendah, yaitu berkisar antara nener/hektar.

54 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam menetukan model, dan arah pengembangan tata ruang 6. Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Ambulu diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan terhadap 48 petani tambak. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini Usia Tingkat usia responden petani tambak dibedakan atas tiga kategori orang dewasa menurut Havighurst dan Acherman et all dalam Mugnisyah 2008 yaitu usia dewasa awal (18 30 tahun), dewasa pertengahan (31 50 tahun), serta dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 48 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29 tahun sampai 60 tahun. Sebaran usia sebagian besar petani tambak berada pada kelompok dewasa pertengahan antara tahun sebesar 73% dan sebesar 21% berusia di atas 50 tahun, serta sisanya sebanyak 6% berusia antara tahun. Hal ini dikarenakan, mayoritas petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini 6

55 42 pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus melakukan kegiatan ini meski sudah cukup berumur. Perbandingan presentase tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 4. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi tingkat pendidikan formal menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang tidak bersekolah, kelompok SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Gambar 5. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 5. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan

56 43 Berdasarkan Gambar 4 diatas diketahui bahwa 44 % petani telah menjalani pendidikan formal sampai tingkat SD, selanjutnya 40% petani menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMP dan SMA. Presentase jumlah petani tambak yang tidak bersekolah sebanyak 10% dan presentase jumlah petani tambak yang berhasil menjalani pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 6%. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka yang hanya bisa merasakan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar, baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah ditengah ajaran Status Pekerjaan Petani Tambak Status usaha responden adalah semua petani tambak menjadikan kegiatan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama mereka, artinya petani tambak menggantungkan kehidupannya pada usaha budidaya ikan bandeng. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya ikan bandeng. Jika petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng sebagai pekerjaan utama maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Hal ini berpengaruh terhadap proses budidaya tersebut fokus atau tidak sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak. Pemerintah Desa Ambulu menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun-temurun, sehingga

57 44 sebagian besar dari petani selalu melanjutkan usaha tambak tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu Lama Usaha Petani Tambak Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya ikan bandeng ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner diperoleh hasil bahwa 69 % petani tambak telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng dengan lama usaha berkisar antara tahun. 23% atau sekitar 11 petani telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng selama 0 10 tahun dan 8 % petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara tahun. Usaha budidaya bandeng ini tidak semuanya dilakukan oleh petani yang berpengalaman, ada 3 petani tambak atau sekitar 6 persen dari mereka baru memulai usaha tambak bandeng ini. Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng Kelompok Responden Presentase (%) 0-10 tahun tahun tahun Total Sumber : Data Primer, Diolah Karakteristik Usaha Budidaya a. Jumlah Kepemilikan Tambak Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah petak tambak yang dimiliki Desa Ambulu saat ini adalah sekitar 826 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian

58 45 besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli dari petani lainnya, namun jumlah kepemilikannya relatif tetap. Berdasarkan data yang berhasil di dapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara satu sampai lima petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak, dapat dilihat pada Gambar 6. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 6. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu b. Status Kepemilikan Tambak Dari sebaran responden penelitian di dapatkan data status kepemilikan tambak, 48 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.

59 46 c. Teknologi Budidaya Dari hasil wawancara kepada 48 petani tambak semua responden mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Ambulu adalah perpaduan antara sistem budidaya tradisional atau ekstensif dengan sistem budidaya semiinsentif. Dari sisi padat penebaran tambak di Desa Ambulu memiliki rata-rata padat penebaran sekitar nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, namun disisi lain budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah menggunakan pakan tambahan berupa dedak atau pelet, hal ini merupakan ciri-ciri sistem budidaya semi-intensif. Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng. Padat penebaran benih yang akan menjadi acuan selanjutnya dari penggunaan pupuk dan pakan tambahan. Berdasarkan jumlah benih yang ditebar maka sistem budidaya ikan bandeng yang digunakan di Desa Ambulu adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk dan pakan tambahan pada beberapa tambak adalah salah satu usaha petani agar mendapatkan hasil panen yang maksimal. d. Proses Budidaya Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Pengolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah

60 47 bertujuan untuk menghilangkan lumpur-lumpur, menghilangkan bahan organik yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bisa menjadi jalan masuk hewan pengganggu, untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan. Perbaikan ph dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan pemberian kapur. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan selesai dilakukan. Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami ikan bandeng yakni klekap serta untuk menjaga kecerahan air tambak. Untuk menumbuhkan klekap maka yang dibutuhkan adalah pupuk kandang dengan dosis 350 kg/hektar. Selain penggunaan makanan alami ikan bandeng, untuk mempercepat pertumbuhan, perlu diberikan pakan buatan pabrik dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal %, Tim Karya Tani Mandiri (2010). Hewan penggangu atau hama tambak terdiri dari hewan pemangsa yaitu ikan liar, kadal dan kepiting, hama pesaing yaitu ikan liar dan siput. Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya dilakukan proses pemupukan pada lahan tambak. Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Banyaknya penebaran benih ikan bandeng sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih bandeng dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Padat benih penebaran ikan bandeng yang optimal ditentukan oleh luas lahan tambak serta ukuran benih ikan bandeng yang digunakan. Penggunaan benih ikan bandeng berukuran 1-3 cm, padat penebarannya berkisar antara 2-3 ekor/m 2.

61 48 Proses pemanenan untuk ikan bandeng dilakukan dua kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 366 kg per unit tambak. Hasil panen dengan kualitas baik akan didapat, jika proses pemanenan dilakukan saat pagi hari dan ikan bandeng masih dalam keadaan lapar. Ikan bandeng yang dipanen dalam keadaan setelah diberi makan, akan membuat hasil panen lebih cepat busuk. Proses pemanenan untuk usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, yaitu 5-10 orang disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan dipanen. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan, 3 orang berasal dari tempat penyewaan alat panen dan sisanya disediakan sendiri oleh petani tambak dengan upah setengah hari kerja atau sekitar Rp ,00 per orang. Simpul pertama hasil panen atau pemasaran usaha budidaya ikan bandeng dilakukan di tepi tambak, karena pada umumnya petani tambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung ke tambak, namun demikian ada juga petani tambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar atau ke pos-pos tengkulak. Biaya pengangkutan mulai dari tepi tambak sampai ke tempat tengkulak semua ditanggung oleh pihak tengkulak Karakteristik Unit Usaha Terkait Kegiatan budidaya ikan bandeng membutuhkan peran serta masyarakat untuk beberapa proses pelaksanaannya, sehingga kegiatan ini memiliki pengaruh yang penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Hal ini dapat mendorong masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya usaha budidaya ikan bandeng. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebanyak empat belas unit usaha. Unit usaha yang dijadikan responden adalah unit usaha yang

62 49 menjalankan usahanya di Desa Ambulu dengan pemilik usaha adalah penduduk asli Desa Ambulu. Status usaha dari responden unit usaha adalah 64% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian sampingan dan 36% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian utama. Pelaku usaha yang menjadikan usahanya sebagai usaha sampingan mayoritas pekerjaan utamanya adalah sebagai petani tambak. Sebagian besar pemilik unit usaha, menjalankan usahanya pada masa usia produktif mereka, 43 % pemilik unit usaha berusia antara tahun, 22 % pemilik unit usaha berusia tahun, dan 14 % pemilik unit usaha berusia tahun. Pemilik unit usaha dengan selang usia tahun sebanyak 14% dan pemilik unit usaha berusia diatas 50 tahun sebanyak 7%. Sebaran tingkat usia pemilik unit usaha disajikan pada Gambar 7. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 7. Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait Jenis usaha yang terdapat di Desa Ambulu diantaranya, sebanyak 43 persen responden memiliki usaha pendederan atau penjualan benih ikan bandeng

63 50 dalam ukuran osla. Sebanyak 22 persen responden memiliki usaha sebagai penyalur hasil panen dari petani tambak atau biasa disebut bakul, 14 persen membuka usaha penyewaan alat panen atau arad, 14 persen memiliki usaha penjualan pakan dan obat ikan bandeng, dan 7 persen memiliki usaha pembuatan bubu. Sebaran jenis unit usaha yang dijalankan masyarakat Desa Ambulu disajikan dalam Gambar 8. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 8. Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan Modal awal yang diperlukan masing-masing usaha sangat berbeda. Usaha penjualan benih bandeng membutuhkan modal antara Rp sampai Rp tergantung pada jumlah benih ikan bandeng yang ingin di usahakan. Usaha penyalur hasil panen atau bakul membutuhkan modal lebih besar lagi yaitu pada kisaran Rp hingga mencapai Rp Usaha penyedia pakan dan obat-obatan untuk ikan bandeng membutuhkan modal sekitar Rp Penerimaan yang berhasil diperoleh dari hasil usaha yang telah dijalani pemilik unit usaha berkisar antara Rp hingga Rp perbulan

64 51 dengan total biaya yang mereka keluarkan untuk usaha berkisar Rp hingga Rp Dari penerimaan dan total biaya tersebut, maka dapat diestimasi besarnya pendapatan bersih yang diterima unit usaha selama satu bulan adalah sebagai berikut : Tabel 9. Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per Bulan Jenis Usaha Total pendapatan per Total Penerimaan Total Biaya Bulan (Penerimaan per Bulan (Rp) Usaha (Rp) Biaya Usaha (Rp) Penjual benih bandeng (pendederan) Penjual pakan, pupuk dan obat bandeng Pembuat bubu Penyewaan Alat Panen Bakul / tengkulak Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Berdasarkan Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diterima unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng, untuk usaha pendederan atau penjual benih bandeng Rp , untuk penjual pakan dan obat bandeng Rp , untuk unit pembuat bubu Rp , untuk usaha penyewaan alat panen Rp , dan untuk unit bakul atau tengkulak Rp Penjabaran dari Tabel 8 di atas menunjukan keberadaan unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah mampu memberikan dampak bagi para pemilik usaha tersebut berupa pendapatan. Hari kerja dari seluruh responden dalam penelitian ini adalah setiap hari, dengan jam kerja hampir sama yaitu antara lima sampai enam jam setiap harinya,

65 52 kecuali jika saat musim panen tiba. Hampir sebagian besar lokasi usaha yang dijalankan dilaksanakan dirumah mereka sendiri Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Keberlangsungan usaha budidaya ikan bandeng tidak terlepas dari peran serta masyarakat lokal dalam setiap proses pelaksanaanya, mulai dari tahap rehab pematang pasca panen hingga distribusi hasil panen. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan keterlibatan masyarakat desa sebagai tenaga kerja lokal. Selain itu hal ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat desa dalam sektor ekonomi. Tenaga kerja yang terlibat di sektor usaha budidaya ikan bandeng, seluruhnya merupakan penduduk asli setempat. Sebanyak 45 % responden menyatakan telah bekerja di sektor usaha budidaya ikan bandeng antara 6-10 tahun, 22 % responden telah menjalani pekerjaan di sektor usaha budidaya ikan bandeng selama tahun, 22 % responden lagi telah menjalani pekerjaannya di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini selama 2-5 tahun, dan 11 % responden telah menjalani pekerjaannya selama lebih dari 15 tahun. Sebaran lama bekerja dari tenaga kerja lokal disajikan dalam Gambar 9.

66 53 Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 9. Sebaran Lama bekerja Tenaga Kerja Lokal Seluruh tenaga kerja lokal yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka merasakan adanya manfaat dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng berupa peningkatan pendapatan. Meskipun sebagian besar pekerjaan mereka ini bukanlah mata pencaharian utama, namun pekerjaan di sektor budidaya ikan bandeng sudah menjadi keseharian mereka, dan usaha budidaya ikan bandeng ini tidak bisa dipisahkan dari peran serta tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini diantaranya terdiri dari pekerja rehab pematang atau pembodem, pengangkut hasil panen, dan pengoperasi alat panen (arad). Pendapatan perbulan untuk pekerja rehab pematang atau pembodem berkisar antara Rp Rp , sedangkan untuk pekerja pengangkut hasil panen pendapatan sebesar Rp dan Rp untuk pekerja pengoperasi alat panen. Seluruh tenaga kerja, memiliki hari kerja dua sampai tiga hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja rata-rata tidak lebih dari enam jam sehari, kecuali pada saat musim panen.

67 6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi ikan bandeng adalah model fungsi Cobb- Douglas. Usaha budidaya ikan bandeng ini diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5% meliputi luas tambak (X 1 ), benih penebaran(x 2 ), pupuk (X 3 ), obat (X 4 ), dan pakan tambahan (X 5 ) serta diolah dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 14. Model faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng di Desa Ambulu dapat diduga dengan persamaan berikut : Ln Y = Ln a + b 1 Ln X 1 + b 2 Ln X 2 + b 3 Ln X 3 + b 4 D 4 + b 5 D 5 + ε Berdasarkan hasil analisis regresi variabel bebas dan jumlah produksi ikan bandeng, dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Ln Y = Ln 0,34-0,024 LnX 1 + 0,586 Ln X 2 + 0,220 Ln X 3-0,064 D 1 + 0,318 D 2 Keterangan: Y = Jumlah produksi ikan bandeng (Kg) a = Intercept b 1..,b 5 = Koefisien regresi X 1 = Luas tambak (m 2 ) X 2 = Benih penebaran (ekor) X 3 = Penggunaan pupuk (Kg) D 1 = Dummy pemakaian obat (menggunakan = 1; tidak menggunakan = 0) D 2 = Dummy pemakaian pakan tambahan (menggunakan = 1; tidak = 0) ε = Galat atau error Berdasarkan hasil uji statistik dapat dinyatakan bahwa model yang dihasilkan telah memenuhi kriteria. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R-Sq adjusted sebesar 72,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa variabelvariabel luas tambak, benih penebaran, penggunaan pupuk, obat dan pakan tambahan dapat menjelaskan sebesar 72,4% variasi produksi ikan bandeng dan

68 55 sisanya sebanyak 27,6 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap produksi ikan bandeng. Nilai F hitung sebesar 25,68 dengan P-value 0,000 lebih kecil dari taraf nyata (α = 5%) menunjukan bahwa variabel-variabel bebas (luas tambak, benih penebaran, pupuk, obat, dan pakan tambahan) dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng terlihat pada Tabel 10. Secara rinci hasil regresi pengaruh variabel tak bebas terhadap hasil produksi dari aktivitas budidaya ikan bandeng dengan menggunakan Minitab 14 disajikan dalam Lampiran 2. Tabel 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Variabel Koefisien regresi Standar d Eror Nilai t hitung Peluang Konstanta 0,399 1,218 0,28 0,782 Luas tambak -0,0238 0,2134-0,11 0,912 Benih penebaran 0,5858 0,1435 4,08 0,000*** Pupuk 0,2204 0,1005 2,19 0,034** Obat -0,0641 0,2398-0,27 0,791 Pakan tambahan 0,3177 0,1175 2,70 0,010** Koefesian determinasi R-Sq 75,4% R-Sq(adj) 72,4% *** α(0,01) ** α(0,05) Analysis of Variance Source Regression Residual Eror Total Durbin Watson DF ,38227 Sumber : Hasil Output Minitab 14 (2011) SS 19,6323 6, ,0539 MS 3,9265 0,1529 F 25,68 VIF 4,1 4,0 2,4 1,1 1,0 P 0,000 Model fungsi Cobb-Douglas digunakan untuk mencari model produksi terbaik dari usaha budidaya ikan bandeng dan untuk menjelaskan pengaruh faktor produksi terhadap produksi ikan bandeng. Dalam model fungsi produksi Cobb-

69 56 Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, penjumlahan dari nilai-nilai koefisien dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model produksi usaha budidaya ikan bandeng yang diduga, menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai koefisien regresi adalah 1,036. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usaha budidaya ikan bandeng pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Fungsi produksi usaha budidaya ikan bandeng pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Daerah produksi satu mencerminkan hasil panen ikan bandeng belum optimal sehingga keuntungan maksimal belum tercapai. Variabel - variabel yang diduga mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah sebagai berikut : a) Luas Tambak Rata-rata luas tambak di Desa Ambulu untuk setiap unitnya adalah satu hektar atau m 2. Dalam penelitian ini luas tambak berpengaruh positif terhadap produksi ikan bandeng. Meskipun memiliki pengaruh positif, namun secara statistik luas tambak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng pada taraf nyata α = 5 % karena memiliki nilai P sebesar 0,912. b) Benih Penebaran Benih penebaran merupakan jumlah benih ikan bandeng yang ditebar per hektarnya. Jumlah benih penebaran yang diberikan petani tambak untuk setiap hektarnya tergantung pada modal yang dimiliki petani tersebut. Rata-rata jumlah penebaran untuk satu hektar lahan tambak adalah sekitar benih/hektar.

70 57 Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil regresi, benih berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,000 artinya benih penebaran signifikan pada taraf nyata α = 5%. Hal ini dikarenakan produksi ikan bandeng dapat meningkat dengan penggunaan benih yang lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis Cobb-Douglas, faktor produksi benih memiliki koefisien sebesar 0,586 artinya setiap peningkatan 1 % pada penggunaan benih ikan bandeng atau Osla diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,586 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). c) Pupuk Penggunaan pupuk memiliki hubungan positif terhadap produksi tambak. Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukan penggunaan pupuk berpengaruh nyata pada α=5% karena memiliki P sebesar 0,034. Hal ini disebabkan, penggunaan pupuk akan memacu tumbuhnya pakan alami untuk ikan bandeng (alga), sehingga pada lahan tambak yang diberi pupuk dengan porsi yang cukup, akan membuat ikan bandeng tumbuh dengan optimal, yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil panen ikan bandeng. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, pupuk memiliki koefisien regresi sebesar 0,220 berarti setiap kenaikan 1 % pada penggunaan pupuk untuk tambak, maka diduga ratarata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,220 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).. d) Obat Obat biasa digunakan para petani tambak untuk membunuh hama atau hewan lain didalam tambak yang dapat menghambat pertumbuhan ikan bandeng mereka. Dalam penelitian ini obat merupakan Dummy 1, hasil regresi

71 58 menunjukan penggunaan obat tidak berpengaruh nyata pada α = 5 %, karena memiliki P sebesar 0,791, artinya secara statistik variabel obat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Hal ini diduga penggunaan obat yang dilakukan untuk membunuh hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu yang akan menghambat pertumbuhan ikan bandeng ternyata tidak terlalu berpengaruh. Hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu ternyata banyak yang telah mati atau hilang saat proses rehab pematang dan pengeringan lahan tambak dilakukan, oleh karena itu penggunaan obat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap hasil produksi ikan bandeng. e) Pakan Pakan tambahan tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Pakan tambahan biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki modal cukup banyak, hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan hasil panen dan membuat ikan bandeng yang dihasilkan memiliki ukuran cukup besar. Pakan memiliki hubungan positif terhadap hasil produksi ikan bandeng karena pemberian pakan yang cukup akan membantu pertumbuhan bandeng sehingga hasil produksi ikan bandeng dapat meningkat. Dalam penelitian ini pakan tambahan merupakan Dummy 2, hasil regresi memperlihatkan bahwa pakan tambahan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,010 artinya pakan tambahan signifikan pada taraf nyata α = 5%. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas faktor produksi pakan memiliki koefisien regresi sebesar 0,318 yang artinya setiap peningkatan 1 % penggunaan pakan tambahan maka diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,318 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).

72 59 Uji Kriteria Ekonometrika a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antara variabel bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai dari (VIF). Apabila nilai ini lebih dari 10 berarti pada model terdapat multikolinearitas. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 untuk analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng berkisar antara 1,0 sampai 4,1 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukan terjadinya multikolinearitas. b. Uji Normalitas Uji normalitas untuk model fungsi produksi ikan bandeng berdasarkan Lampiran 2 terdapat informasi mengenai rata-rata, standar deviasi dan jumlah pengamatan dengan nilai masing-masing -2,498E-15, 0,3180 dan 48. Hasil statistik Kolmogorov-Smirnov (KS) adalah 0,077 dengan p-value melebihi 15%. Terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-tabel (0,196). Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residual model Cobb-Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Jadi, asumsi kenormalan residual telah dipenuhi sehingga model regresi yang dibuat bisa digunakan. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas untuk memastikan varian tiap unsur gangguan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai yang dipilih dalam varian yang menjelaskan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan metode grafik, yaitu melihat penyebaran nilai residual yang tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas dapat dipenuhi. Gambar pada

73 60 Lampiran 2 memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukan tidak adanya pola yang sistematis. Untuk itu dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. Hal ini menunjukan bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung informasi yang sama penting. Konsekuensinya, semua pengamatan didalam metode kuadrat terkecil mendapatkan bobot yang sama besar. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk memastikan tidak ada gangguan pada fungsi regresi linier, yaitu jika antar sisaan tidak bebas atau E(εi, εj) 0 untuk i j. Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin- Watson. Tabel 10 menunjukan nilai D-W 2, Berdasarkan metode pendeteksian autokorelasi oleh Firdaus (2004), nilai D-W hasil statistik model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi. 6.3 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Analisis Nilai Produksi Biaya Faktor Produksi Biaya faktor produksi merupakan komponen biaya dari pemakaian barang dan jasa untuk usaha budidaya ikan bandeng yang harus dikeluarkan petani tambak selama kegiatan budidaya berlangsung. Biaya faktor produksi ini terbagi menjadi biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi atau modal usaha adalah biaya awal yang harus dikeluarkan pada awal menjalankan suatu usaha atau biaya pemakaian sarana atau peralatan yang dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama.

74 61 Biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian adalah pembelian lahan tambak serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung. Sumber permodalan dalam usaha budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian, pada umumnya berasal dari dana pribadi yang sengaja diinvestasikan untuk kegiatan ini. Peralatan yang umumnya digunakan dalam kegiatan budidaya bandeng ini antara lain pintu air yang bisa digunakan 2 sampai 3 tahun berfungsi sebagai pintu keluar masuknya air tambak. Waring digunakan sebagai alat pencegah ikan-ikan bandeng kecil keluar, bisa digunakan 3-4 tahun. Laha adalah bambu yang dirangkai sedemikian rupa, digunakan untuk mencegah ikan bandeng dewasa keluar. Laha biasa dipasang mengelilingi pintu air. Lokasi sebagian besar tambak di Desa Ambulu berada cukup jauh dari rumah, oleh sebab itu diperlukan rumah jaga sebagai tempat beristirahat ketika petani tambak sedang beraktivitas di lokasi tambak. Rumah jaga yang banyak terdapat disekitar lokasi tambak biasanya terbuat dari bilik bambu. Selain penggunaan peralatan, investasi usaha budidaya tambak juga membutuhkan lahan tambak yang biasanya sudah didapatkan secara turuntemurun. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Ambulu adalah sekitar Rp ,00 per hektar tambak. Penggunaan peralatan budidaya ikan bandeng secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11 dan rincian pengeluaran biaya investasi petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 3.

75 62 Tabel 11. Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Harga Jumlah Umur Teknis Biaya Jenis Satuan Penggunaan/petani (tahun) Penyusutan/tahun (Rp) Pintu Air Laha Rumah Jaga Waring Halus Waring Kasar 2 unit 2 unit 1 unit 4 m 5 m Sumber : Data Primer, Diolah Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terkait langsung dengan jumlah produksi satu masa panen, sedangkan besarnya biaya variabel tergantung dengan jumlah produksi. Rataan komposisi biaya faktor produksi per unit tambak di Desa Ambulu dalam satu tahun dijelaskan pada Tabel 12 dan rincian pengeluaran biaya tetap petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 12. Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Unit Tambak di Desa Ambulu dalam Satu Tahun No Komponen Jumlah Presentase (%) 1 Biaya tetap Rehab pematang ,00 17,5 Sewa Alat Panen ,00 5,5 Biaya Perawatan 0,00 0,0 Biaya Penyusutan ,00 6,0 Total Biaya Tetap ,00 29,0 2 Biaya Variabel Benih bandeng ,00 18,1 Pupuk ,00 7,7 Obat ,00 6,7 Pakan ,00 30,9 Tenaga Kerja Panen ,00 7,6 3 Total Biaya Variabel ,00 71,0 Total Biaya Produksi , Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Pada Tabel 12 diperlihatkan, jumlah biaya tetap per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp ,00 atau 29% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu

76 63 berproduksi, maka total biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp ,00 Biaya variabel sangat tergantung dengan jumlah produksi dari usaha budidaya ikan bandeng. Biaya variabel terdiri atas biaya benih ikan bandeng, biaya pembelian pupuk, obat-obatan, dan pembelian pakan. Pembelian pakan tambahan untuk ikan bandeng memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya variabel, yaitu sebesar Rp ,00 atau 30,9% dari total biaya produksi. Biaya pembelian benih ikan juga memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, yaitu sebesar Rp ,00 atau sekitar 18,1% dari total biaya produksi dengan harga jual Rp 90,00 per ekor benih bandeng (osla). Jumlah biaya variabel per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp ,00 atau 71% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu berproduksi, maka total biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp ,00. Pembelian pupuk, obat-obatan dan pakan untuk usaha tambak masing-masing petani sangat berbeda, hal ini tergantung pada kondisi tanah dan kesuburan lahan tambak mereka serta modal yang dimiliki petani tambak. Secara rinci pengeluaran petani tambak untuk input variabel yang digunakan dapat di lihat pada Lampiran Analisis Nilai Panen Ikan bandeng merupakan ikan dengan masa tumbuh 4-5 bulan untuk sampai pada ukuran siap dijual, dengan berat berkisar antara 200 gram sampai 250 gram per ekor. Oleh karena itu dalam usaha budidaya ikan bandeng, sebagian besar petani tambak hanya mengalami dua kali musim panen. Hasil produksi kegiatan budidaya tambak ikan bandeng umumnya tidak selalu sama dari satu

77 64 musim dengan musim berikutnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan, air dan cuaca. Nilai rata-rata panen per unit tambak dalam satu tahun didapat dengan mengalikan jumlah produksi (kg) per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk (Rp). Pada saat panen, segala kebutuhan serta biaya pemanenan ditanggung pihak tengkulak atau pengumpul, dan harga jual dari hasil produksi sudah ditetapkan pula oleh pihak pengumpul tersebut. Rataan panen budidaya ikan bandeng dalam satu tahun, disajikan pada Tabel 13 dan hasil panen untuk responden petani tambak, lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 13. Nilai Rataan Panen per Unit Tambak di Desa Ambulu Penerimaan Panen/tambak Nilai Panen Nilai Total Panen (Rp) Usaha (Kg) (Rp/Kg) Per musim Per tahun Budidaya Ikan Bandeng Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Tabel diatas merupakan nilai rataan panen dari 48 responden petani tambak di Desa Ambulu. Harga ikan bandeng di tingkat petani tambak berfluktuatif berdasarkan penawaran dan permintaan ikan bandeng di pasaran. Kisaran harga ikan bandeng yang berlaku di tingkat petani saat penelitian berlangsung adalah antara Rp 7.000,00 Rp ,00 per kg dengan harga jual rata-rata Rp ,68 per kg atau per kg. Hasil panen para petani untuk tahun ini berkisar antara 150 kg kg dengan nilai rata-rata sebesar 378 kg per unit tambak berukuran 6-9 ekor ikan bandeng per kg. Dengan demikian apabila seluruh tambak di Desa Ambulu yang berjumlah 826 unit berproduksi dan melakukan dua kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng di Desa Ambulu dalam satu tahun adalah Rp ,00.

78 Analisis Nilai Residual Rent Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung total nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang dijalankan oleh masyarakat Desa Ambulu adalah budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi budidaya ikan bandeng yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilai total hasil panen usaha budidaya tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau pesisir serta faktor pendapatan guna memperoleh total nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemerintah daerah Desa Ambulu, Kabupaten Cirebon, jumlah total unit tambak yang berada di pesisir Desa Ambulu sebanyak 826 unit tambak berukuran masing-masing satu hektar. Secara keseluruhan jika asumsi semua tambak berproduksi dan mengalami dua kali masa panen, maka nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng selama satu tahun adalah sebesar Rp ,00 Secara keseluruhan nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan nilai Residual rent untuk semua responden petani tambak dapat dilihat pada Lampiran 7. Contoh perhitungan nilai residual rent secara lebih jelas disajikan pada Lampiran 8.

79 66 Tabel 14. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun No Komponen Nilai (Rp) ,00 Hasil Panen (produksi ikan bandeng) 2 Biaya Produksi a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel 3 Residual Rent Sumber : Data Primer, Diolah , , ,00 Hasil penelitian memperlihatkan pengaruh produktifitas atau hasil produksi ikan bandeng dengan besarnya nilai residual rent. Kegiatan budidaya ikan bandeng ini layak untuk dikembangkan karena telah memberikan keuntungan kepada petani tambak berupa pendapatan. Nilai residual rent yang dihasilkan mencerminkan nilai kontribusi sumberdaya pesisir terhadap kegiatan budidaya ikan bandeng. Nilai ini penting untuk diketahui, melihat usaha budidaya ikan bandeng memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kondisi sumberdaya pesisir. Sehingga nilai residual rent ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penentuan rekomendasi kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Dalam rangka menghasilkan nilai pemanfaatan sumberdaya yang lebih optimal diperlukan peningkatan dalam penggunaan input produksi serta diperlukan adanya adopsi teknologi untuk kegiatan budidaya, seperti sistem tradisioanl plus, semi intensif atau intensif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan petani mengenai teknis produksi budidaya ikan bandeng, seperti konstruksi tambak, pemilihan benih dan pemberian pakan tambahan. Pada bagian ini, peran serta pemerintah daerah khususnya unit sektor budidaya tambak diperlukan.

80 67 Semakin optimal tingkat pemanfaatan atau kontribusi sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang dihasilkan kegiatan budidaya ikan bandeng yang akan berpengaruh terhadap perekonomian Desa Ambulu. 6.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Kegiatan budidaya ikan bandeng akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat sekitar lokasi tambak. Salah satu dampak yang paling terasa adalah adanya dampak ekonomi. Dampak ekonomi yang muncul dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi dapat bersifat langsung (direct), yaitu munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, baik berprofesi sebagai pekerja rehab pematang (ngebodem), dan tenaga kerja panen, serta profesi lain yang sesuai dengan modal dan kemampuan masyarakat setempat yang bisa dimanfaatkan oleh petani tambak untuk mendapatkan barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan tambak mereka seperti: pakan, obat serta pupuk untuk ikan bandeng, dan benih ikan bandeng di sekitar lokasi tambak. Hal yang demikian akan membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact) dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan tenaga kerja. Dampak

81 68 ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran petani tambak untuk pembelian pakan, benih dan obat untuk ikan serta pengeluaran lainnya Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran responden petani tambak di kawasan budidaya ikan bandeng Desa Ambulu menurut struktur pengeluaran satu tahun terakhir, biaya pembelian pakan tambahan memiliki proporsi terbesar dari sturuktur pengeluaran petani tambak. Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan adalah pakan buatan pabrik yang saat ini harganya masih sangat tergantung pada harga bahan baku. Biaya rehab pematang (bodem) juga memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini disebabkan proses rehab pematang yang masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat bantu dan pematang yang cukup luas membutuhkan tenaga kerja dan waktu pengerjaan yang cukup lama. Hal ini berpengaruh terhadap biaya atau upah yang harus dikeluarkan pemilik tambak kepada para pekerja. Hasil analisis secara rinci disajikan dalam Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak Biaya Proporsi (%) Pembelian pakan tambahan 25 Rehab Pematang (bodem) 22 Pembelian Benih bandeng 18 Biaya Upah Panen 10 Pembelian pupuk 9 Sewa Alat Panen 8 Pembelian Obat-Obatan 8 Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat, proporsi rehab pematang yang dikeluarkan oleh petani tambak memiliki proporsi paling besar, yaitu 22 %. Hal ini menunjukan bahwa rehab pematang memiliki pengaruh terhadap pengeluaran

82 69 petani tambak pada saat melakukan kegiatan budidaya ikan bandeng karena setiap tambak yang telah dipanen harus melakukan rehab pematang sebelum akhirnya disebarkan benih bandeng lagi. Besarnya biaya rehab pematang yang dikeluarkan petani tambak akan berbeda-beda sesuai dengan jumlah tambak yang mereka miliki dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Proporsi pengeluaran petani tambak terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia di lokasi budidaya ikan bandeng. Rata-rata pengeluaran petani tambak untuk setiap petak tambaknya adalah sebesar Rp ,00. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti benih bandeng yang akan disebar, obat serta pakan yang digunakan dan beberapa pengeluaran lainnya. Tabel 16 menunjukkan jumlah total pengeluaran petani tambak dalam satu kali musim panen ikan bandeng di Desa Ambulu sebesar Rp ,00. Besarnya pengeluaran petani tambak per musim didasarkan pada jumlah tambak yang mengalami panen dalam satu kali musim, yaitu 826 unit tambak jika diasumsikan semua unit tambak berproduksi. Besarnya arus uang tersebut akan menunjukan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran petani untuk keperluan tambak. Tabel 16. Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Ikan Bandeng Keterangan Jumlah Proporsi Pengeluaran petani tambak di Desa Ambulu 100% Proporsi biaya di luar lokasi tambak 0% Rata-rata pengeluaran petani tambak (Rp/unit tambak) ,00 Jumlah tambak panen per musim 826 Total Pengeluaran petani tambak (Rp) ,00 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

83 70 Keberadaan lokasi tambak ikan bandeng ini membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan petani tambak selama proses budidaya berlangsung. Unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu saat ini masih sedikit dan bersifat homogen. Sehingga perputaran arus uang yang terjadi antara petani tambak dan masyarakat lokal masih kecil, salah satunya dipengaruhi oleh faktor aksesbilitas menuju desa yang cukup jauh dari pusat kota. Penerimaan yang diterima oleh pemilik unit usaha merupakan pengeluaran petani tambak yang kemudian digunakan kembali oleh pemilik unit usaha untuk menjalankan aktivitas usaha mereka. Pemilik unit usaha membutuhkan bahan baku untuk menjalankan usaha mereka yang diperoleh dari Desa Ambulu sendiri atau dari luar Desa Ambulu. Komponen biaya yang utama dari pengeluaran unit usaha adalah biaya pembelian input atau bahan baku. Rincian proporsi pendapatan yang diterima pemilik usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi Terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Komponen Proporsi (%) Pendapatan Pemilik Pembelian input/bahan baku Upah Karyawan Transportasi lokal Biaya pemeliharaan alat Kebutuhan pangan harian Pengembalian kredit ke bank Biaya operasional unit usaha (listrik, PAM) Sewa tempat jaga 39,51 37,54 7,27 5,44 3,58 3,38 1,36 0,96 0,95 Jumlah 100,00 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

84 71 Berdasarkan Tabel 17 diatas terlihat bahwa proporsi terbesar berupa pendapatan pemilik usaha, yaitu sebesar 39,51 %. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi langsung terhadap perekonomian Desa Ambulu khususnya pemilik unit usaha. Adapun yang dimaksud dengan dampak ekonomi langsung adalah pendapatan yang diterima unit usaha dari pengeluaran petani tambak Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Manfaat dari keberadaan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi, hal ini salah satunya dikarenakan lokasi tambak ini membuka peluang kepada masyarakat lokal untuk membuka usaha di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng. Saat ini jumlah unit usaha bidang perikanan di Desa Ambulu masih terbilang sedikit dan sebagian besar dari mereka mengelola sendiri usaha tersebut tetapi beberapa dari pemilik usaha juga memiliki tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari keluarga mereka. Unit usaha yang memiliki tenaga kerja umumnya memiliki satu atau dua orang tenaga kerja Peluang kerja terbesar yang tercipta dari aktivitas budidaya ikan bandeng ini adalah saat musim panen tiba, tetapi tetap memberikan dampak kepada tenaga kerja lokal di hari-hari biasa. Sebagian besar tenaga kerja bekerja lima atau enam hari selam seminggu dengan rata-rata jam kerja adalah setengah hari atau hanya sekitar sampai jam satu atau jam dua siang. Saat musim panen tiba, jam kerja dan hari kerja untuk tenaga kerja lokal dapat meningkat signifikan. Hal ini tentu tidak akan banyak memberatkan untuk tenaga kerja itu sendiri karena seluruh tenaga kerja merupakan penduduk asli Desa Ambulu.

85 72 Dampak ekonomi tidak langsung dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja. Proporsi upah tenaga kerja tersebut cukup rendah, yaitu sebesar 7,27 % (Tabel 17). Hal ini dikarenakan tenaga kerja lokal tersebut tidak memiliki jam kerja yang tetap, sehingga pendapatan yang diperoleh pun disesuaikan dengan jam kerja tersebut Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Kegiatan budidaya ikan bandeng ini tidak hanya memberikan dampak langsung dan tidak langsung saja, tetapi kegiatan budidaya ini juga mampu memberikan dampak lanjutan. Dampak lanjutan dapat diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Desa Ambulu. Dampak lanjutan juga merupakan pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal tersebut. Sebagian besar tenaga kerja lokal menggunakan penerimaan mereka untuk memnuhi kebutuhan konsumsi mereka, yaitu sebesar 72,5 % dari total pengeluarannya. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk biaya pendidikan anak, yaitu sebesar 18,8%. Proporsi pengeluaran untuk pendidikan cukup besar karena seluruh responden tenaga kerja lokal sudah menikah dan mempunyai anak yang sedang menjalani pendidikan formal. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Karakteristik Proporsi (%) Biaya konsumsi Biaya pendidikan anak Biaya kebutuhan sehari-hari Biaya listrik Biaya transportasi 72,5 18,8 5,0 3,0 0,7 Jumlah 100 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

86 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak Teori multplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat memacu timbulnya kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian suatu daerah, Glasson dalam Syahza (2004). Dalam penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan budidaya ikan bandeng yang mengakibatkan hadirnya unit usaha bidang perikanan yang dapat memacu meningkatnya perekonomian Desa Ambulu. Nilai multiplier effect juga digunakan dalam pengukuran dampak ekonomi dari pengeluaran petani tambak yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan sering digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dalam mengukur dampak ekonomi suatu kegiatan kegiatan terdapat dua tipe pengganda, yaitu Amanda (2001) : (1) Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan (2) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Hasil perhitungan multiplier effect penelitian kali ini dijelaskan pada Tabel 19 dibawah ini dan lebih rinci disajikan pada Lampiran 9. Tabel 19 Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Kriteria Nilai Keynesian Income Multiplier 0,60 Ratio Income Multiplier Tipe I 1,14 Ratio Income Multiplier Tipe II 1,59 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

87 74 Budidaya ikan bandeng merupakan salah satu cara pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan ekonomi. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 18 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,60 yang artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran petani tambak sebesar 1 rupiah, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,60 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang diterima oleh unit usaha dari pengeluaran petani tambak berupa profit. Selanjutnya dampak ekonomi tidak langsung yang dirasakan oleh tenaga kerja lokal di sekitar lokasi tambak, yaitu berupa upah yang didapatkan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapatkan sebesar 1,14 yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap penerimaan pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal sebesar 1,14 rupiah. Nilai yang diperoleh dari Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,59 yang merupakan besaran nilai pengganda dari dampak lanjutan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II memiliki arti apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1,59 rupiah pada dampak langsung, tidak langsung, dan ikutan yang masing-masing berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran konsumsi yang akan berputar pada masyarakat lokal. Berdasarkan hasil dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan usaha budidaya ikan bandeng memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan masyarakat lokal serta telah menimbulkan sumber-sumber pendapatan

88 75 baru yang bervariasi khususnya bagi petani tambak dan masyarakat desa yang mencoba menangkap hal tersebut menjadi peluang usaha. Dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng, mata pencaharian masyarakat lokal tidak lagi terbatas pada petani sawah, atau buruh bangunan. Akibatnya didaerah sekitar tambak muncul pusat ekonomi atau unit usaha yang menyebabkan meningkatnya perekonomian lokal. Aktivitas budidaya ikan bandeng yang melibatkan banyak tenaga kerja serta investasi dari petani tambak itu sendiri, secara positif merangsang, menumbuhkan, dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung dari proses pra produksi hingga pasca panen. Dari hasil analisis data, keberadaan usaha tambak ikan bandeng telah memberikan dampak nyata secara ekonomi pada masyarakat lokal baik secara langsung, tidak langsung dan lanjutan, meskipun memiliki nilai multiplier yang relatif rendah karena nilai yang dihasilkan lebih kecil dari satu. Nilai Multiplier yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa dampak ekonomi yang terjadi belum optimal. Hal ini juga didukung oleh hasil regresi Cobb-Douglas yang berada pada daerah produksi satu, yang juga menunjukan bahwa usaha budidaya tambak ikan bandeng dalam penelitian ini belum mencapai kondisi optimal. Kondisi ini mungkin terjadi karena pemakaian input tambak yang belum optimal, prasarana dan sarana yang belum memadai serta kondisi alam yang kadang tidak mendukung. Nilai multiplier ini masih dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng

89 76 didukung dengan penggunaan input produksi yang lebih optimal serta perbaikan prasarana dan sarana desa yang akan memacu timbulnya unit usaha dan tenaga kerja lokal yang lebih banyak. Hal ini dapat meningkatkan proporsi pengeluaran petani tambak di sekitar lokasi tambak yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat lokal baik secara langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan turut meningkatkan daya beli masyarakat lokal.

90 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan atas permasalahan dalam penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak Desa Ambulu dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu usia petani tambak mayoritas berada pada kelompok dewasa pertengahan antara tahun, budidaya sebagai mata pencaharian utama dengan sisitem tradisional dengan lama usaha tahun, pendidikan terakhir petani tambak sampai Sekolah Dasar. Pendapatan bersih per-bulan usaha (pendederan) penjualan benih ikan bandeng sebesar Rp , Rp untuk penjual pakan, pupuk dan obat-obatan bandeng, Rp untuk usaha pembuatan bubu, Rp untuk penyewaan alat panen, serta Rp untuk usaha bakul / tengkulak. Pendapatan bersih tenaga kerja lokal pekerja rehab pematang sebesar Rp , untuk pengangkut hasil panen sebesar Rp , dan untuk tenaga pengoperasi alat panen adalah Rp per bulan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai produksi ikan bandeng yang diduga menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah, benih penebaran, penggunaan pupuk dan faktor penggunaan pakan tambahan. Sehingga diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Ln Y =Ln 0,34-0,024 LnX 1 + 0,586 Ln X 2 + 0,220 Ln X 3-0,064 D 1 + 0,318 D 2

91 78 3. Nilai residual rent diperoleh dengan mengasumsikan semua tambak Desa Ambulu yang berjumlah 826 unit tambak berproduksi dan mengalami dua kali masa panen, maka nilai pemanfaatan kawasan pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya perikanan selama satu tahun adalah sebesar Rp ,00 4. Dampak ekonomi langsung yang diterima oleh pemilik unit usaha sebesar 39,51%, dampak ekonomi tidak langsung yang diterima oleh tenaga kerja lokal adalah 7,27% dan dampak ekonomi lanjutan yang merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal sebesar 72,5 %. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,60. Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat ini usaha budidaya ikan bandeng sudah memberikan dampak ekonomi walaupun masih dirasa cukup kecil. 7.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, saran yang dapat disampaikan dalam rangka pengembangan kawasan budidaya ikan bandeng Desa Ambulu guna meningkatkan perekonomian masyarakat lokal adalah : 1. Pemerintah daerah perlu melakukan perbaikan prasarana dan sarana transportasi untuk mempermudah aksesbilitas keluar masuk desa, agar kegiatan jual beli hasil produk dan input produksi tambak terutama ketersediaan benih dapat berjalan lebih lancar. 2. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon khususnya bidang budidaya diharapkan melakukan pendampingan dan memfasilitasi

92 79 kelompok pembudidaya ikan dalam pelaksanaan program intensifikasi dengan penyerapan teknologi budidaya agar peningkatan produktivitas dapat tercapai. 3. Perlu dikaji lebih lanjut tentang penggunaan input produksi secara optimal agar pengembangan usaha ikan bandeng dapat memberikan keuntungan maksimal. 4. Pengembangan lembaga ekonomi formal yang dapat membantu permodalan dan pemasaran produk ikan bandeng sehingga dapat meningkatkan pengelolaan usaha lebih efisien dan menguntungkan bagi para petani tambak yang dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat lokal.

93 DAFTAR PUSTAKA Agustina L Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Udang Windu Di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong, Bekasi. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB. Bogor Ali Y Peluang Budidaya Air Payau Di Cirebon Terbuka diakses pada tanggal 25 Maret 2011 Amanda M Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal Studi Kasu Pantai Bandulu Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Skripsi. Departmen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Adrianto, et.al Modul Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. PKSPL-IPB. Bogor Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon Dalam Angka (KCDA). Badan Pusat Stastistik Kabupaten Cirebon. Cianjur CK Dislakan Kab Cirebon Gelar Pembinaan Teknis Usaha Perikanan. diakses pada tanggal 25 Maret 2011 Dewan Kelautan Indonesia Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) di Indonesia. Diakses 24 Maret 2011 Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon Fauzi A Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Firdaus M Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta Iriawan N, S P Astuti Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi. Yogyakarta Kaunang S Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak Di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten. Thesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor

94 81 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Sumberdaya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. LIPI Press. Jakarta Lestari F Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Kangkung Anggota dan non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor Martosudamo B, B Ranoemihardjo Rekayasa Tambak. PT Penebar Swadaya. Jakarta Mugnisyah S Modul Kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Sains KPM IPB. Bogor Mujiman A, R Suyanto Budidaya Udang Windu. Jakarta Penebar Swadaya. Nazir M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nicholson W Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Binarupa Aksara. Jakarta Rifqa Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal di Pantai Sawarna Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Binacipta. Bandung Sarwoko Dasar-Dasar Ekonometrika. Andi. Yogyakarta Satria A Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Penerbit Cidesindo. Jakarta. 130 hlm. Savitri L, M Khazali Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir. WI-PI/PKSPL-IPB. Bogor. SIPLA Sistem Informasi Pesisir dan Lautan Indonesia. Perspektif Pembangunan Kawasan Pesisir. =jawa_barat/bab5/bab5.htm. Diakses 20 Juni 2011 SIPLA Sistem Informasi Pesisir dan Lautan Indonesia. Perspektif Pembangunan Kawasan Pesisir. =jawa_barat/bab15/bab15.htm. Diakses 20 Juni 2011 Soekartawi Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

95 82 Syahza A Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau. Jurnal Sosiohumaniora. vol.6. no.3 Tambunan Daya Dukung Perairan Danau Lido Berkaitan dengan Pemanfaatannya untuk Kegiatan Budidaya Perikanan sistem Keramba Jaring Apung. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. IPB. Bogor Tarigan M Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten. Jurnal Makara Sains. Vol. 11 no GARIS%20PANTAI%20DI%20WILAYAH%20PESISIR.PDF Tim Karya Tani Mandiri Pedoman Budidaya Beternak Ikan Bandeng. Nuansa Aulia. Bandung

96 83 Lampiran 1. Lokasi Penelitian Sumber : Profil Desa Ambulu (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu 6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Oleh : Hamdani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM.

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. 09104830090 ABSTRAK Dari luas perairan umum 8.719 hektar memiliki potensi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali Sutini NIM K.5404064 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Situ Cipondoh yang terletak di Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai obyek

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN

OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN HESTI YUNITA WULANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Menyan. Hal ini dilakukan karena dermaga tersebut menjadi pusat kegiatan

METODE PENELITIAN. Menyan. Hal ini dilakukan karena dermaga tersebut menjadi pusat kegiatan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kawasan wisata bahari sekitar Teluk Ratai. Lokasi yang menjadi fokus penelitian ini adalah Dermaga Ketapang yang berada di Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM KATA PENGANTAR Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km 2 dan mempunyai potensi serta keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].

I. PENDAHULUAN. 1  dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009]. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sekitar 5,8 juta

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI KAWASAN BUDIDAYA TAMBAK POLIKULTUR DENGAN KETERKAITAN MANGROVE (STUDI KASUS DESA LANGENSARI, KECAMATAN BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG) RIZKI PRABANUGRAHA DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa. 31 IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Budidaya Bandeng ( Chanos chanos

KATA PENGANTAR Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Budidaya Bandeng ( Chanos chanos KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dengan berbagai sektor. Salah satu sektor yang menunjang pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap* Sebagai Kabupaten dengan wilayah administrasi terluas di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menyimpan potensi sumberdaya alam yang melimpah. Luas Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang strategis. Dilihat dari posisinya, negara Indonesia terletak antara dua samudera dan dua benua yang membuat Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian

Lebih terperinci

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas seperti sekarang ini membuat masyarakat harus membuat terobosan baru dalam suatu pekerjaan dan tidak

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Dengan panjang garis pantai sekitar 18.000 km dan jumlah pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki kawasan pesisir yang luas dari tiap wilayah pulaunya. Kawasan pesisir ini digunakan oleh penduduk Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk. meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk. meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Aktivitas pembangunan tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari segi potensi alam, Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk pengembangan budidaya perikanan. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci