IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 59 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Metode Destilasi, Produk Unggulan, dan Lokasi Industri Metode Destilasi Minyak Pala Dalam menentukan metode destilasi minyak pala, ada beberapa kriteria yang menjadi acuan dalam memilih alternatif metode destilasi dalam rangka mencukupi kebutuhan akan minyak pala. Untuk itu dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner terhadap pakar. Untuk mengetahui metode destilasi minyak pala yang menjadi prioritas, diidentifikasi tiga alternatif metode destilasi yakni metode perebusan, metode pengukusan, dan metode uap langsung. Dari hasil pengisian kuesioner oleh responden dan pengolahan data melalui metode MPE maka didapatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala Nilai Alternatif Metode No. Kriteria Bobot Perebusan Pengukusan Uap Langsung 1 Kemudahan Sesuai dana yang tersedia 3 Sesuai tingkat penerimaan masyarakat 4 Sesuai tingkat pengetahuan masyarakat 5 Kebutuhan lahan minimum 6 Pencemaran minimum TOTAL RANKING Metode perebusan dilakukan melalui langkah-langkah bahan direbus di dalam air mendidih, minyak atsiri akan menguap bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan dalam hal ini alat suling perebus. Metode pengukusan dilakukan melalui langkah-langkah bahan dikukus dalam ketel yang konstruksinya hampir sama dengan dandang. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan alat suling pengukus. Metode

2 60 uap langsung dilakukan melalui langkah bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan alat suling uap langsung. Pada Tabel 7 terlihat responden memberikan bobot paling tinggi terhadap kriteria kemudahan dan sesuai dengan dana yang tersedia. Kemudahan. Berdasarkan wawancara dengan salah satu responden pakar kendala yang selama ini dihadapi dalam pengembangan industri minyak pala selain kurangnya bahan baku adalah masih terbatasnya sumber daya manusia yang mengerti betul tentang metode destilasi minyak pala. Hal ini juga terkait dengan pengetahuan dan keterampilan dari pelaku industri tersebut. Untuk industri pengolahan skala kecil kemudahan metode penyulingan dan harga alat yang tidak terlalu mahal biasanya menjadi pilihan. Sesuai dengan dana yang tersedia. Pertimbangan akan ketersediaan dana akan menentukan kelancaran pengembangan industri produk olahan minyak pala. Dana ini berfungsi sebagai modal awal bagi pengembangan industri terutama dalam hal investasi baik itu untuk sewa/beli tanah dan bangunan, fasilitas dan alat-alat yang diperlukan, gaji bagi pegawai/pekerja, biaya administrasi, biaya bahan baku dan pembantu, serta biaya operasional lainnya. Besarnya dana ini bergantung kepada rencana anggaran dan belanja daerah yang disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Dari besarnya dana yang tersedia ini akan menentukan kapasitas industri yang akan dikembangkan. Sesuai dengan penerimaan masyarakat. Kriteria ini menempati prioritas ketiga dari bobot yang diberikan oleh responden. Pemilihan metode destilasi minyak pala harus sesuai dengan tingkat penerimaan masyarakat terutama dalam hal penerimaan terhadap dampak, penerimaan terhadap biaya dan keuntungan yang diperoleh dari masing-masing pilihan metode tersebut. Oleh karena itu metode destilasi yang akan dipilih harus disosialisasikan/diperkenalkan kepada masyarakat Kabupaten Bogor yang akan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dari rencana pengembangan industri produk olahan minyak pala ini. Sesuai dengan pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat akan metode destilasi minyak pala penting untuk dipertimbangkan, karena masyarakat nantinya akan menjadi pelaku utama. Selain itu, pengetahuan ini akan

3 61 memudahkan dalam pelaksanaan operasional dan teknis dalam penyediaan minyak pala sebagai bahan baku industri. Kebutuhan akan lahan yang minim. Dua kriteria terakhir yang memperoleh bobot paling rendah dari responden adalah kebutuhan akan lahan yang minim dan tingkat pencemaran yang minim. Kebutuhan lahan berpengaruh terhadap biaya terutama biaya sewa atau beli lahan. Selain itu kebutuhan akan lahan juga harus disesuaikan dengan kapasitas industri produk olahan minyak pala yang akan dikembangkan. Metode destilasi juga menentukan seberapa luas lahan yang dibutuhkan. Namun sesuai penilaian responden kriteria ini bukan merupakan prioritas yang didahulukan. Tingkat Pencemaran yang minim. Kriteria tingkat pencemaran yang minim menunjukkan seberapa besar dampak pencemaran terhadap lingkungan baik itu tanah, air, dan udara serta gangguan-gangguan lain yang akan merugikan masyarakat sekitar industri. Dengan semakin minimnya pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, akan semakin meningkatkan kualitas lingkungan sekitar dan juga akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, dan pada akhirnya masyarakat semakin berperan secara aktif sehingga tujuan untuk memberdayakan masyarakat Kabupaten Bogor akan tercapai. Kriteria ini menduduki peringkat terkahir dari pembobotan responden karena ketiga alternatif metode destilasi memang tidak menimbulkan dampak pencemaran yang serius dan merugikan, kecuali sisa ampas penyulingan yang tentunya memerlukan tempat pembuangan tersendiri namun tidak mencemari lingkungan. Metode destilasi uap langsung menjadi prioritas pilihan dari responden karena metode uap langsung dianggap paling efisien dibandingkan metode lainnya, selain itu karena hasil minyak pala yang diharapkan berupa mutu dan rendemen menjadi lebih baik. Apabila dibandingkan dengan metode pengukusan harga alat memang tidak terlalu mahal dibandingkan dengan metode uap langsung, namun metode uap langsung tetap paling efisien dan relatif lebih banyak digunakan untuk skala usaha besar, sedangkan pengukusan banyak digunakan untuk skala usaha kecil seperti yang banyak dilakukan oleh petani. Tentu saja untuk mencukupi kebutuhan industri diperlukan minyak pala yang banyak, sehingga dapat dibayangkan jika menggunakan metode pengukusan, efisiensi dan mutu minyak yang baik kurang dari yang diharapkan. Selain itu

4 62 dengan metode uap langsung proses destilasinya juga lebih cepat/lebih pendek dibanding metode yang lain dan komponen yang diinginkan dengan destilasi tersebut dapat dihasilkan dengan kadar yang lebih tinggi. Metode perebusan memperoleh prioritas paling rendah karena selain metode ini adalah cara lama dan sederhana, metode ini juga mempunyai kelemahan, sehingga rendemen dan mutunya terutama kadar myristisinnya rendah. Namun demikian terdapat banyak variasi dari model dan sistim penyulingan yang dipakai oleh pengrajin minyak pala. Pada studi kasus di salah satu tempat penyulingan di Bogor yang memakai boiler terpisah telah dilakukan usaha perbaikan diantaranya pada sistem supplai air, cara penempatan bahan, dan sistem penyebaran uapnya. (Nurdjanah 2007). Sesuai pengujian yang pernah dilakukan oleh pakar Nurdjannah N dan Hidayat (2005) pada penggunaan alat penyuling dengan metode uap langsung yang telah mengalami perbaikan diketahui bahwa total produksi minyak biji pala dengan waktu penyulingan 24 jam adalah rendemen 8,5%, v/b. Pengujian laboratorium menunjukkan bahwa sisa minyak dalam ampas penyulingan sebesar 0,8%, b/v. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada penyulingan selama 24 jam hampir seluruh minyak dalam biji pala sudah tersuling (91,4%) sehingga secara teknis kinerja alat penyuling dengan metode uap langsung yang sudah diperbaiki cukup memadai. Bila pada penyulingan tradisional lama penyulingan bisa lebih dari 30 jam, dengan metode ini waktu penyulingan yang masih dianggap ekonomis yaitu penyulingan sampai 22 jam. Kadar myristisin dalam minyak hasil penyulingan 24 jam menjadi cukup tinggi (9,37%) Produk Olahan Unggulan Minyak Pala Minyak pala memiliki banyak sekali kegunaan. Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor pada produk-produk olahan daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau yang tidak menyenangkan dari rebusan kubis (Lewis, diacu dalam Librianto 2004). Pada industri Parfum, minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar ruangan. Minyak pala yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, serta parfum dan kosmetik. Akhir-akhir ini ada

5 63 perkembangan baru pemanfaatan minyak atsiri pala, yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Di Jepang beberapa perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala melalui sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan. Untuk tujuan yang sama akhir-akhir ini banyak dijumpai penggunaannya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk potpourri, lilin beraroma, atomizer, dan produk-produk pewangi lainnya (Nurdjannah 2007). Dengan beragamnya produk olahan yang dapat dihasilkan dari minyak pala maka diadakan penyaringan melalui jajak pendapat dengan alat bantu kuesioner dengan responden. Berdasarkan hasil pendapat para responden pakar, terdapat empat produk yang paling potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor dengan melihat kondisi sosial ekonomi khususnya pemakai produk olahan yang berkembang di Bogor. Pemilihan keempat produk berdasarkan suara terbanyak dari responden terhadap setiap produk olahan minyak pala. Produk olahan minyak pala itu sendiri memilki batasan, bahwa minyak pala yang dihasilkan dari bahan baku yang baik akan menghasilkan kadar myristicin tertentu, biasanya langsung diekspor karena langsung memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sepanjang memenuhi kualitas/standar yang sudah ditentukan. Sementara itu hasil produksi minyak pala yang berada dibawah kualitas ekspor, nantinya akan dikembangkan lebih lanjut pemanfaatannya melalui strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala. Setelah dilakukan inventarisasi terhadap produk-produk unggulan dari minyak pala, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap produk-produk unggulan olahan minyak pala yang diperkirakan dapat dikembangkan dan dijadikan andalan dan berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Bogor yaitu daging olahan, sabun, parfum dan kosmetik, serta obat-obatan. Pendekatan yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dengan menggunakan kriteriakriteria melalui pertimbangan pendapat responden. Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan juga melalui pengisian kuesioner dengan menggunakan metode justifikasi yaitu pemberian bobot terhadap kriteria diberikan secara langsung oleh pakar tanpa melakukan perbandingan relatif terhadap kriteria lainnya. Pemberian bobot dengan metode ini sesuai dilakukan apabila responden adalah orang yang mengerti, paham, dan berpengalaman dalam menghadapi masalah keputusan yang

6 64 dihadapi (Ma arif 2001). Hasil pengisian bobot kriteria kemudian digabungkan dengan menggunakan rataan geometrik. Untuk mengetahui bobot pada kriteria, maka hasil perbandingan berpasangan dari seluruh responden digabungkan (Tabel 8). Melalui hasil pengolahan dengan metode MPE maka pendapat para responden dapat dikuantifikasikan berdasarkan skala yang sudah ditentukan. Dari hasil pengolahan, maka didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 8. Penentuan Produk Olahan Unggulan Minyak Pala Nilai Alternatif Produk No Kriteria Bobot Daging Parfum & Obatobatan Olahan Sabun Kosmetik 1 Kemudahan Pasar Nilai Ekonomis Kegunaan Kemudahan menyerap TK Kemudahan dalam Proses Ketersediaan Bahan Baku TOTAL RANKING Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan produk olahan unggulan dari minyak pala yang berpotensi dikembangkan di Kabupaten Bogor merupakan hasil jajak pendapat dengan para pakar yang telah disebutkan sebelumnya, dan ditetapkan sebagai kriteria yang penting untuk dievaluasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat Kabupaten Bogor. Hasil pengagregasian kuesioner/pendapat pakar menunjukkan bahwa kriteria kemudahan pasar, nilai ekonomis, kegunaan, dan kemudahan menyerap tenaga kerja merupakan kriteria yang menduduki peringkat empat teratas. Kemudahan pasar. Kriteria ini melihat dua aspek yaitu pasar lokal dalam arti Kabupaten Bogor khususnya maupun pasar non lokal yaitu permintaan produk olahan minyak pala diluar Kabupaten Bogor. Kemudahan pasar juga menunjuk pada sisi persaingan dari produk yang sejenis atau hampir sama. Kemudahan pasar akan memacu industri untuk terus berproduksi sehingga production cost yang disebabkan oleh barang rusak atau menumpuk bisa diminimalkan atau bahkan dieliminir. Apabila pasar tidak ada, maka akan terjadi kerugian karena hasil olahan dari minyak pala tidak ada yang menyerap akibatnya

7 65 justru akan menambah biaya terutama biaya yang berkaitan dengan penyimpanan dan kerugian karena terjadi produk rusak/cacat. Nilai ekonomis. Nilai ekonomis yang dimaksudkan adalah keuntungan yang bisa diperoleh apabila produk tersebut dikembangkan. Keuntungan dalam hal ini diartikan dalam bentuk uang yang bisa didapatkan. Nilai ekonomis menyangkut masalah kesejahteraan masyarakat terutama petani pala sebagai pemasok utama dan juga pada akhirnya menentukan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian Kabupaten Bogor secara keseluruhan. Strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala didasarkan atas seberapa besar kontribusi produk ini terhadap pendapatan masyarakat terutama petani pala dalam upaya meningkatkan taraf hidup, sekaligus sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak terkait, bahwa selama ini di Kabupaten Bogor sendiri terjadi kelangkaan/ kekurangan bahan baku biji dan fuli pala untuk memenuhi industri minyak pala yang sudah ada. Harga bahan baku itu sendiri juga tinggi ditingkat pedagang pengumpul, sehingga menyebabkan beberapa industri pengolahan minyak pala harus menghentikan produksinya karena bahan baku sudah sulit didapat. Menurut data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2006 luas kebun pala rakyat di Kabupaten Bogor masih memiliki prospek untuk dikembangkan. Kebun pala rakyat masih memilki potensi kedepannya, disamping buah pala adalah tanaman khas Bogor selain talas dan kenari. Jika ditangani dengan baik oleh berbagai pihak, komoditas ini dapat menjadi andalan Kabupaten Bogor dengan pemanfaatan setiap bagian dari buahnya melalui diversifikasi produk, misalnya sirup pala dapat dijadikan welcome drink bagi Kabupaten Bogor. Pala adalah salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh pemerintah. Di Desa Sukamantri Kecamatan Taman Sari misalnya, para pemilik kebun biasa menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul baik berupa buah pala gelondong maupun biji berikut fuli, tanpa mempertimbangkan pada alternatif pemanfaatannya yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Ketiadaan dan harga yang tinggi dari biji dan fuli pala sebagai bahan baku minyak pala tentunya dapat dicari akar permasalahan dan ditemukan solusi untuk mengatasinya.

8 66 Kegunaan. Kriteria ini merujuk pada produk yang akan dikembangkan harus memiliki nilai guna baik bagi konsumen lokal yaitu masyarakat Bogor dan juga konsumen secara luas yaitu industri di Indonesia. Kemudahan menyerap tenaga kerja. Dengan kriteria ini diharapkan melalui industri yang akan dikembangkan banyak masyarakat terserap khususnya bagi mereka yang telah menganggur atau sedang mencari pekerjaan, mengingat dari tahun ke tahun angkatan kerja di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan. Selain itu, pengangguran juga bertambah karena beberapa sebab diantaranya kebijakan PHK oleh perusahaan yang mengalami kelesuan industri. Kemudahan dalam proses. Kriteria ini perlu ditinjau karena hal ini berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan dalam industri yang akan dikembangkan terutama tingkat pendidikan, keterampilan, dan pengetahuan. Kemudahan dalam proses nantinya akan menentukan kebutuhan akan sumber daya manusia dalam pengembangan industri produk olahan minyak pala. Kriteria ketersediaan bahan baku mengacu pada kemudahan mendapatkan bahan baku, karena akan menentukan kontinuitas produksi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa parfum dan kosmetik menempati prioritas produk olahan minyak pala di rangking pertama. Hasil ini jelas terlihat melalui metode MPE karena nilai masing-masing alternatif berdasarkan kriteria, dipasangkan (eksponensial) dengan bobot dari masing-masing kriteria sehingga nilai yang dihasilkan berbeda nyata. Hasil pemilihan terhadap parfum dan kosmetik disebabkan menurut para responden, kemudahan pasar, nilai ekonomis, dan kegunaan dimiliki oleh produk parfum dan kosmetik. Parfum dan Kosmetik dari segi harga (keuntungan) maupun permintaan pasar lebih banyak diminati konsumen akhir/pemakai produk, terutama banyaknya usaha jasa perawatan kecantikan (salon dan klinik kecantikan) maupun perumahan elit dan menengah di Kota Bogor dan sekitarnya. Dengan akses transportasi yang murah dan mudah ke Ibukota Negara diharapkan pemasaran untuk lokal maupun untuk luar daerah dapat menjamin kontinuitas permintaan. Begitu pula merebaknya pemberitaan akhir-akhir ini tentang kosmetik berbahan kimia berbahaya, alternatif kosmetik berbahan dasar herbal akan menjadi pilihan lain bagi pengguna/konsumen, begitu pula produk parfum aromaterapi yang banyak diminati karena manfaatnya bagi relaxasi tubuh. Konsumen juga lebih mudah bereksplorasi dalam menggunakan

9 67 produk ini dengan mudahnya berganti merk dan mencoba merk-merk baru, namun dianggap lebih cocok dan aman bagi perawatan kecantikan dan kebugarannya. Produk obat-obatan lebih jarang digunakan mengingat fungsinya yang hanya dikonsumsi pada waktu-waktu tertentu disaat seseorang menderita sakit. Produk sabun dan daging olahan berturut-turut menempati prioritas produk olahan minyak pala di rangking ketiga dan keempat. Dilihat dari keenam kriteria yang telah ditetapkan dalam pemilihan produk olahan unggulan minyak pala, nilai akhir kedua produk ini berada dibawah dua produk unggulan sebelumnya yakni parfum dan kosmetik serta obat-obatan, yang menjadi pilihan responden. Hal ini juga dipengaruhi oleh permintaan pasar yang biasanya lebih menyenangi produk sabun dan daging olahan yang sejak lama telah beredar dipasaran, jika dibandingkan produk baru yang akan dikembangkan yakni produk olahan minyak pala, terkecuali produk sabun yang memang masuk dalam jenis kosmetik seperti sabun-sabun yang tergolong produk perawatan kecantikan Lokasi Potensial Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala Kabupaten Bogor terdiri dari 40 Kecamatan. Namun berdasarkan data awal luas lahan dan produksi perkebunan pala di Kabupaten Bogor tahun 2006, dan berdasarkan jajak pendapat dengan responden yang sama melalui kuesioner, ada lima lokasi yang dinilai memenuhi kriteria. Kriteria yang digunakan juga telah disepakati responden untuk ditetapkan menjadi pertimbangan dalam strategi dan prospek pengembangan industri produk olahan minyak pala. Kelima lokasi tersebut adalah Taman Sari, Dramaga, Cijeruk, Ciomas, dan Caringin. Kecamatan Taman Sari terletak pada ketinggian 500 m dpl dengan kisaran suhu antara C dan curah hujan mm/tahun. Luas perkebunan pala di Kecamatan Taman Sari tahun 2006 kurang lebih 46 ha dan banyaknya pemilik pohon sejumlah 503 kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya berdasarkan data Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2006 (sejak 2002 hingga 2006).

10 68 Kecamatan Dramaga berada pada ketinggian 500 m dpl dengan suhu udara antara C. Sedangkan hari hujan sebanyak 172 hari dan curah hujan 350 mm/tahun. Luas perkebunan pala di Kecamatan Dramaga ini kurang lebih 37 ha dan banyaknya pemilik pohon sejumlah 363 kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini juga tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kecamatan Cijeruk berada pada ketinggian 549 m dpl, suhu antara C, dengan jumlah hari hujan sebanyak 18 hari, dan curah hujan mm/tahun. Luas perkebunan pala di Kecamatan Cijeruk kurang lebih ha dan banyaknya pemilik pohon sejumlah kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini sudah jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya yakni kurang lebih ha pada tahun 2002 berdasarkan data Dinas Kehutanan dan perkebunan Kabupaten Bogor tahun Kecamatan Ciomas berada pada ketinggian 200 m dpl dengan suhu ratarata 29 C, jumlah hari hujan sebanyak 19 hari dan curah hujan 415 mm/tahun, dengan bentuk wilayah datar sampai berbukit. Luas perkebunan pala di Kecamatan Ciomas kurang lebih 43 ha dan banyaknya pemilik pohon sejumlah 433 kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini juga tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kecamatan Caringin berada pada ketinggian 556 m dpl dengan suhu minimum atau maksimum C, dan curah hujan 664 mm/tahun. Luas perkebunan pala di Kecamatan Caringin kurang lebih ha dan banyaknya pemilik pohon sejumlah 472 kepala keluarga. Luas lahan kebun pala ini sudah jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya yakni kurang lebih 45 ha pada tahun Hasil analisis untuk pemilihan lokasi industri produk olahan minyak pala dapat dilihat pada Tabel 9. Kriteria-kriteria pada Tabel 9 ditetapkan dengan mempertimbangkan kontinuitas industri produk olahan minyak pala yang mengacu kepada kecukupan bahan baku (luas lahan, kesesuaian agroklimat tanaman pala), kelancaran produksi dari industri tersebut yang bergantung kepada fasilitas penunjang, keamanan berusaha, dan juga pemasaran produk olahan minyak pala nantinya yang bergantung kepada kemudahan transportasi, dan akses konsumen.

11 69 Tabel 9 Penentuan Lokasi Potensial Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala Nilai Alternatif Lokasi Taman Sari Dramaga Cijeruk Ciomas Caringin No Kriteria Bobot 1 Kemudahan Transportasi Akses Konsumen Keamanan Berusaha Luas Lahan Ketersediaan Fasilitas Kesesuaian Agroklimat TOTAL RANKING Luas lahan. Kriteria ini mengacu kepada luas lahan kebun pala, mengingat bahwa pala sebagai bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Luas lahan kebun pala mempengaruhi berapa banyak pohon pala yang bisa tumbuh/ditanam dan pada akhirnya akan menentukan banyaknya fuli dan biji pala yang dihasilkan, sehingga secara langsung akan mempengaruhi kecukupan akan bahan baku dan kelangkaan akan bahan baku dapat dihindari. Kesesuaian agroklimat. Kriteria ini menentukan produktivitas tanaman pala. Agroklimat yang dimaksud adalah kondisi tanah, kelerengan, dan iklim. Hal-hal tersebut perlu dikaji karena menyangkut masalah persyaratan tumbuh tanaman pala yang tentu saja berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, agar tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Tabel 10 Kesesuaian Lingkungan Tanaman Pala (Rosman et.al, 1989) Kriteria Lokasi Variabel Amat Sesuai Sesuai Hampir Sesuai Ketinggian (d.p.l) Curah hujan (mm/th) Hari hujan Temperatur (ºC) Kelembaban nisbi (%) Drainase Tekstur tanah Kemasaman (ph) m Baik Barpasir Netral m atau Agak baik s/d baik Liat berpassir/ lempung berpasir Agak masam/netral 900 m atau atau atau 85 Agak baik Liat atau berpasir Transportasi. Transportasi merupakan bagian utama dari sarana dan prasarana terutama sangat membantu dalam penyediaan bahan baku, akses konsumen dan pemasaran produk olahan minyak pala. Biaya transportasi yang terlalu tinggi seperti kurangnya fasilitas angkutan ataupun jalan atau jarak dengan

12 70 bahan baku yang terlalu jauh, akan menyebabkan biaya operasional yang terlalu tinggi. Pada akhirnya biaya yang dikeluarkan dengan nilai ekonomis yang didapatkan tidak seimbang. Fasilitas penunjang. Fasilitas yang dimaksudkan dalam salah satu kriteria penentuan lokasi potensial pengembangan industri industri produk olahan minyak pala adalah sarana komunikasi, listrik, dan air. Sarana komunikasi yang utama adalah saluran telepon dan kemudahan untuk mengakses informasi yang disediakan oleh Pemerintah baik informasi mengenai daerah pemasaran ataupun informasi lainnya. Ketersediaan air dan listrik merupakan kebutuhan dasar bagi pengelolaan industri karena energi dari listrik menjadi input untuk mesin-mesin pengolahan atau alat-alat lain. Akses konsumen. Kriteria ini menggambarkan kedekatan daerah penjualan dengan konsumen utama dan menentukan kelancaran dari pemasaran produk olahan minyak pala tersebut. Kurangnya akses konsumen akan merugikan bagi produsen/pelaku industri khususnya karena terjadi penumpukan produk, kerusakan produk, dan tingginya biaya penyimpanan. Akses konsumen juga harus mempertimbangkan ruang lingkup pemasaran, apakah hanya untuk pasar lokal atau juga akan menjangkau pasar internasional. Keamanan berusaha. Keamanan berusaha menggambarkan kondisi iklim usaha yang didukung oleh penerimaan masyarakat terhadap keberadaan industri produk olahan minyak pala. Keberadaan industri harus memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat terutama masyarakat sekitar sehingga mereka akan terus berperan aktif membangun industri tersebut. Dukungan masyarakat sangat penting bagi kelanjutan usaha industri. Industri yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat akan menimbulkan konflik-konflik yang akan mengganggu jalannya industri secara keseluruhan. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner melalui metode MPE, maka didapatkan hasil bahwa sebaiknya industri produk olahan minyak pala dikembangkan di daerah Ciomas. Memang dari segi potensi industri unggulan kecamatan, Kecamatan Caringin saat ini memiliki potensi dengan adanya industri minyak resin pala dan industri minyak nilam. Namun apabila industri yang akan dikembangkan ditempatkan di Kecamatan Caringin, maka faktor kendala utama yang menjadi bahan pertimbangan serius adalah akses konsumen dan kecukupan

13 71 akan bahan baku. Dibutuhkan waktu tempuh yang lebih lama untuk mencapai Caringin dari pusat kota dibandingkan alternatif kecamatan lainnya. Disamping itu saat ini luasan kebun pala di Kecamatan Caringin sudah jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan jika dilihat dari kesesuaian lingkungan (agroklimat) tanaman pala dan luas kebun pala yang benar-benar ada saat ini, Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Taman Sari amat sesuai untuk tempat tumbuh tanaman pala. Namun keduanya juga terletak cukup jauh dari pusat kota, disamping kemudahan transportasi dan akses konsumen kedua kecamatan ini yang masih berada dibawah kecamatan Ciomas. Hal ini juga dikhawatirkan menjadi kendala utama dalam hal biaya transportasi dan jangkauan pasar terhadap industri produk olahan minyak pala yang akan dikembangkan. Fasilitas penunjang di kedua tempat ini juga kurang memadai dibandingkan Kecamatan Ciomas. Sehingga pilihan responden adalah daerah Ciomas yang relatif masih terdapat kebun pala cukup luas kurang lebih 43 Ha. Jarak Ciomas dari pusat kota maupun kecamatan lain seperti Dramaga yang memiliki potensi industri manisan pala relatif lebih dekat. Dengan pemanfaatan biji dan fuli pala yang berasal dari Dramaga dapat menjadi solusi pemenuhan kelangkaan bahan baku industri yang akan dikembangkan nantinya. Batas wilayah Kecamatan Ciomas secara administratif adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kota Bogor, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Bogor, sebelah Barat dengan kecamatan Dramaga, dan sebelah selatan dengan kecamatan Taman Sari. Dilihat dari batas wilayah tersebut, Kecamatan Ciomas berbatasan langsung dengan akses pasar yakni Kota Bogor dan otomatis Ibu Kota Negara. Sementara itu Kecamatan Ciomas juga berbatasan langsung dengan Dramaga dan Taman Sari yang masih memiliki luasan kebun pala masing-masing kurang lebih 37 Ha dan 46 Ha, dengan tingkat kesesuaian agroklimat amat sesuai untuk lingkungan tumbuh tanaman pala, secara teknis apabila Kecamatan Ciomas mengalami kelangkaan bahan baku, kekurangan itu dapat dipenuhi dari kedua wilayah ini dengan biaya transportasi yang relatif murah. Selain itu Kecamatan Ciomas juga memiliki wilayah terluas dibanding empat alternatif wilayah lainnya, sehingga jika perluasan areal tanaman

14 72 pala diperlukan, Ciomas menjadi pilihan prioritas dengan luas wilayah saat ini kurang lebih Ha atau Km. Sarana transportasi di Kecamatan Ciomas didukung oleh Jalan dan Jembatan dengan kondisi jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat sepanjang 58 km, dan relatif lengkapnya sarana jaringan telpon ( pelanggan), listrik PLN ( pelanggan), jumlah telepon umum (175 unit), serta wartel (73 unit) berdasarkan survei lapang tahun 2005 (BAPPEDA Kab Bogor 2005). Iklim usaha di daerah Ciomas juga cukup kondusif dalam arti penerimaan masyarakat akan industri cukup baik, tenaga kerja juga cukup tersedia terutama dari penduduk setempat. Industri yang tumbuh di kecamatan ini berdasarkan survei lapang tahun 2005 adalah industri dalam skala industri besar 3 buah, industri sedang 4 buah, dan industri kecil buah dengan potensi unggulan kecamatan saat ini adalah industri sandal dan sepatu serta budidaya ikan hias, yang ditunjang oleh lembaga perbankan setingkat BPR. 4.2 Analisis Kelayakan Industri Produk Olahan Minyak Pala Aspek Pasar dan Pemasaran Produk olahan minyak pala yang terpilih melalui metode MPE yaitu kosmetik sehingga analisis kelayakan yang dilakukan adalah untuk industri kosmetik termasuk parfum di dalamnya sebagai produk olahan minyak pala. Kosmetik termasuk produk parfum berupa aromaterapi didalamnya dipakai oleh konsumen individu yang diperoleh melalui pembelian langsung di apotik atau toko kosmetik, atau melalui jasa salon kecantikan, klinik kecantikan, perawatan, dan kebugaran tubuh. Kosmetik digunakan untuk mempercantik dan merawat wajah serta bagian tubuh lainnya, sedangkan parfum dalam hal ini produk aromaterapi digunakan untuk memberi kesegaran atau relaxasi pada tubuh yang sedang lelah atau bersifat menghilangkan stres. Pada industri parfum minyak pala juga dapat digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar ruangan. Jika melihat dari kebutuhan masyarakat Kabupaten Bogor, Kodya Bogor, dan dengan relatif dekatnya dari Ibu Kota Jakarta, dimana banyak menjamur lokasi perumahan mulai kelas biasa, menengah hingga kelas atas dengan penghuni para pendatang dan sebagian besar dari mereka adalah pekerja

15 73 di Jakarta, maka industri kosmetik berikut parfum didalamnya tepat untuk dikembangkan. Selama ini belum ada data yang memperlihatkan secara langsung besarnya kebutuhan akan kosmetik termasuk parfum di Kabupaten Bogor. Namun besarnya kebutuhan akan produk kosmetik dan parfum dapat diperkirakan dengan asumsi jumlah pengguna atau konsumen akhir yakni penduduk wanita dewasa yang ada di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data tahun 2007 jumlah penduduk usia tahun di Kabupaten Bogor adalah jiwa, sedangkan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki dan wanita. Jika rasio perbandingan antara jumlah penduduk wanita dibandingkan total jumlah penduduk dan dikalikan dengan jumlah penduduk usia tahun, maka diperoleh prakiraan jumlah penduduk wanita usia tahun di Kabupaten Bogor yakni sebanyak jiwa. Dari jumlah tersebut diasumsikan sekitar 80% orang mengkonsumsi kosmetik olahan dasar minyak pala ini, dengan ratarata konsumsi 15 gram per orang per bulannya. Berdasarkan asumsi diatas, kebutuhan kosmetik rata-rata di Kabupaten Bogor sebesar kg per bulan. Kosmetik dengan jumlah tersebut tidak termasuk kosmetik yang khusus dibeli oleh konsumen di Kodya Bogor atau lebih luas lagi daerah-daerah sekitarnya seperti Jakarta dan Sukabumi. Sehingga dari hasil peramalan tersebut, maka sebenarnya industri kosmetik yang rencana akan dikembangkan harus memproduksi sedikitnya 700 kg per hari, namun dengan keterbatasan dana yang dimiliki, maka industri yang akan dikembangkan direncanakan hanya akan memproduksi sekitar 70 kg kosmetik per hari. Dengan diketahuinya kapasitas produksi per harinya, maka dapat dihitung kebutuhan biji dan fuli pala untuk memenuhi kebutuhan sebanyak itu adalah sekitar 823 kg biji dan fuli pala (rendemen mesin penyulingan adalah 13.33% dengan waktu penyulingan 8 jam, penyulingan minyak 2 kali/hari, mesin dapat menghasilkan 165 liter atau 110 kg minyak pala per harinya). Rencananya kebutuhan akan biji dan fuli pala tersebut dipenuhi dari luasan kebun pala rakyat yang ada di Kabupaten Bogor, tepatnya pada tahap awal di Kecamatan yang ada di sekitar lokasi industri terpilih yakni di Kecamatan Ciomas, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Taman sari dengan luasan masingmasing 43 ha, 37 ha, dan 46 ha. Kekurangan luasan dipenuhi seluas 14 ha dari

16 ha luasan yang ada di Kecamatan Cijeruk, berdasarkan data luas areal dan produksi perkebunan pala rakyat di Kabupaten Bogor tahun Berdasarkan data yang sama produksi pala per hektarnya rata-rata bisa mencapai 7.92 ton. Total luasan yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang akan dikembangkan sekitar 140 ha. Kebun pala ini dapat dibuat dari bibit pohon pala, yang mungkin bisa diperoleh melalui bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Propinsi Maluku, hasil rata-rata dari 1 pohon pala adalah masing-masing biji pala sebanyak 8 kg dan fuli sebanyak 2 kg. Dari 140 ha tanah yang ditanami pohon pala memperoleh hasil untuk 2 kali panen dalam 1 tahun, yaitu biji pala kg dan fuli kg (umur pohon yang menghasilkan atau siap panen adalah 8 tahun). Berat biji pala adalah sekitar 1/5,5 bagian dari berat keseluruhan buah pala, sedangkan fuli adalah sekitar 1/22 bagian dari berat keseluruhan buah pala. Jumlah ini diperkirakan cukup untuk keperluan industri dalam satu tahun. Jika dilihat dari sisi persaingan, maka hal yang paling mengancam adalah produk kosmetik yang berasal dari bahan kimia. Pengusaha salon atau konsumen perorangan masih banyak yang belum memperhatikan efek samping penggunaan kosmetik berbahan dasar kimia untuk jangka panjang, terutama bahan kimia yang disinyalir badan sertifikasi dan badan stadarisasi produk kosmetik sangat berbahaya baik bagi kulit maupun organ tubuh lainnya seperti ginjal. Hal ini juga disebabkan belum terlalu meluasnya atau tersosialisasinya produk kosmetik berbahan dasar herbal seperti minyak pala misalnya. Padahal jika dilihat dari segi keamanan maka minyak pala lebih aman dibandingkan dengan bahan kimia yang biasanya terdapat dalam kosmetik dan parfum berbahan dasar kimia. Menurut data terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor jumlah apotik, salon kecantikan, dan klinik perawatan wajah di Kabupaten Bogor berjumlah 172 buah, terdiri dari 170 buah apotek, dan 2 diantaranya adalah satu salon di Kecamatan Citereup dengan ijin terdaftar di Dinas Kesehatan, dan satu klinik perawatan kecantikan di wilayah Kecamatan Gunung Puteri. Sedangkan data salon-salon berskala kecil atau rumahan belum terdapat data yang pasti, mengingat usaha ini biasa berdiri tanpa disertai ijin resmi dari Dinas Kesehatan

17 75 maupun Disperindag. Dari jumlah tersebut, dapat diperkirakan industri yang akan dikembangkan kurang lebih dapat memasok 10 kg kosmetik per bulan untuk satu apotik, salon atau klinik kecantikan. Jika diasumsikan produk ini rata-rata dikemas 15 gr per wadah kemasan, maka jumlah yang dapat dipasok rata-rata 27 buah wadah kemasan 15 gr per hari, atau 648 wadah kemasan per bulan. Asumsi tersebut belum menyentuh pasar yang ada di Kodya Bogor, atau toko obat dan toko kosmetik yang belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Aspek Teknis dan Teknologi Rencana pengembangan industri kosmetik dengan parfum didalamnya yang merupakan produk olahan minyak pala membutuhkan dua buah mesin penyulingan dengan metode destilasi. Mesin ini terdiri dari komponen tungku pemanas, ketel, pendingin, dan tabung pemisah. Untuk penyulingan berkapasitas besar bahan di dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata sehingga penyulingan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33% (Hernani dan Risfaheri 1990, diacu dalam Hadad M EA et.al 2006). Dari hasil analisis aspek teknologi, maka mesin destilasi yang dibutuhkan adalah sebanyak 2 buah dengan rendemen sebesar 13.33%, lama penyulingan 8 jam per ketel, penyulingan minyak 1 kali/hari, satu bulan 24 hari kerja dan mesin dapat menghasilkan 110 kg minyak pala per hari. Dari penyulingan tiap harinya diasumsikan hasil produk dengan kadar myristicin yang memenuhi kualitas untuk diekspor rata-rata sebesar 36%, sedang 64% merupakan kualitas lokal yang akan menjadi bahan baku pembuatan kosmetik. Dalam proses pembuatan kosmetik dibutuhkan alat pemanas pada suhu tertentu untuk fasa air dan fasa minyak, mixer dan pengaduk untuk memperoleh emulsi. Setelah pendinginan sampai mencapai suhu tertentu ditambah emulgator, pewarna dan pewangi (parfum). kemudian diemulsikan kembali. Setelah dilakukan viskositas dan pewarnaan yang sesuai standar, produk disimpan dalam drum untuk kemudian diisi dalam wadah dan dikemas. Sehingga dari hasil analisis sebelumnya, kapasitas kosmetik yang akan dibuat adalah sebanyak 70 kg per hari, untuk mencukupi kebutuhan toko kosmetik, salon kecantikan, klinik perawatan, dan apotek di Kabupaten Bogor.

18 Aspek Sumber Daya Manusia Strategi dan prospek pengembangan industri kosmetik yang merupakan produk olahan minyak pala di Kabupaten Bogor membutuhkan sumber daya manusia yang mengetahui tentang minyak pala dan juga tenaga-tenaga khusus untuk menjemur dan melepas biji kering dari cangkangnya, serta menimbang dan menggiling biji pala yang akan disuling. Tenaga kerja yang direncanakan terbagi menjadi dua jenis yaitu tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari satu orang direktur, satu orang manajer produksi dan pengendalian mutu serta satu orang manajer sumber daya manusia (HRD), lima orang karyawan serta dua orang mandor lapang. Sedangkan tenaga kerja langsung terdiri dari 41 orang khusus pra penyulingan biji dan fuli pala, dengan asumsi setiap orang mampu mengerjakan tugas tersebut sebanyak 20 kg per hari selain juga bertugas menjemur, empat orang operator mesin destilasi minyak pala, 7 orang bertugas membuat kosmetik kemudian 5 orang pada bagian pengemasan dan distribusi. Kebutuhan akan tenaga kerja ini dipenuhi dari masyarakat Kabupaten Bogor dan juga dari luar. Tenaga khusus pra penyulingan minyak pala diambil dari masyarakat sekitar Kabupaten Bogor terutama masyarakat yang hidup dekat dengan lokasi industri kosmetik. Hal ini dimaksudkan dalam rangka memberdayakan masyarakat Kabupaten Bogor, selain itu dengan adanya industri kosmetik dan prospek lain dari minyak pala ini diharapkan dapat merekrut tenaga kerja produktif yang masih menganggur. Dalam rangka meningkatkan kualitas dari produk kosmetik yang akan dihasilkan, maka perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia/tenaga kerja yang terkait dengan industri. Kerjasama dengan lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang berkaitan diharapkan mampu mewujudkan peningkatan kualitas tersebut. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian terutama bagi direktur dan manajer HRD nantinya. Pelatihan mengenai minyak pala maupun produkproduk turunannya perlu diadakan secara rutin terutama mengingat bahwa minyak pala termasuk hal yang masih baru bagi masyarakat Kabupaten Bogor. Pelatihan lain yang perlu diadakan adalah mengenai pengendalian dan peningkatan mutu produk atau tentang teknologi.

19 Aspek Ekonomi dan Keuangan Biaya investasi Biaya investasi diperlukan untuk memulai usaha/proyek, yang meliputi biaya tanah, bangunan, mesin dan peralatan, fasilitas penunjang, serta perizinan yang diperlukan. Biaya investasi ini bersifat tetap (fixed) dan harus dikeluarkan ditahun ke-0 sebelum melakukan usaha/proyek. Jumlah biaya investasi yang diperlukan pada tahun ke-0 untuk mendirikan industri kosmetik yang merupakan produk olahanminyak pala sebesar Rp Secara lebih rinci jenis investasi dan kebutuhan biaya masing-masing investasi dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Kebutuhan Biaya Investasi No. Komponen Investasi Jumlah Biaya (Rp.) 1 Perizinan Tanah/Lahan Bangunan Mesin dan Peralatan Fasilitas Penunjang Mobil Jumlah Komponen biaya investasi yang paling besar digunakan untuk mesin dan peralatan yang besarnya mencapai 46.53% dari seluruh kebutuhan biaya investasi industri kosmetik yang merupakan produk olahanminyak pala. Komponen ini terdiri dari mesin dan peralatan pengolahan bahan baku minyak pala senilai Rp dan mesin dan peralatan pengolahan kosmetik senilai Rp Menurut Nurdjannah (2007) pada proses pengolahan minyak pala dengan tenggang waktu 10 tahun dibutuhkan biaya investasi mesin dan peralatan Rp dengan kapasitas 21.5 ton minyak per tahun, sesuai dengan kapasitas industri pengolahan bahan baku minyak pala yang akan didirikan. Sedangkan mesin dan peralatan pengolahan kosmetik diasumsikan sesuai dengan industri kosmetik dan jamu tradisional yang ada di Kulonprogo (SIPUK BI 2008), mengingat belum ada data industri kometik yang merupakan produk olahan minyak pala. Fasilitas penunjang yang dimaksud adalah instalasi telepon, listrik, air, komputer, dan perlengkapan kantor lainnya.

20 Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam memproduksi kosmetik olahan dasar minyak pala. Besarnya biaya operasional ini tergantung pada jumlah yang akan diproduksi. Semakin banyak bahan baku yang akan diproduksi maka biaya operasional akan semakin tinggi. Oleh karena itu biaya operasional umumnya merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Selain biaya tidak tetap, biaya operasional juga meliputi biaya overhead yang merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya dan sifatnya tidak langsung. Biaya variabel diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha beroperasi pada kapasitas 85%, pada tahun kedua beroperasi pada kapasitas 95%, dan baru pada tahun ketiga dan seterusnya industri beroperasi pada kapasitas penuh (100%). Kebutuhan biaya operasional untuk industri kosmetik pada kapasitas 100% besarnya mencapai Rp Besarnya biaya operasional untuk masing masing komponen sebagaimana tergambar pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Kebutuhan Biaya Operasional Per Bulan No. Biaya Operasional Jumlah Biaya (Rp.) 1 Biaya bahan baku dan TK langsung Biaya bahan pembantu dan penunjang Biaya Overhead Jumlah Asumsi harga biji dan fuli pala per kilo adalah Rp Jika industri memiliki 2 buah ketel dan masing-masing ketel dapat beroperasi 1 kali sehari dan hari kerja 24 hari per bulan, maka diperlukan biaya bahan baku sebesar 412 kg x 1 penyulingan x 2 ketel x 24 hari x Rp / kg = Rp per bulan. Tenaga kerja langsung terdiri dari tenaga pra penyulingan dengan upah Rp untuk setiap kilogram proses pra penyulingan biji dan fuli yang dikerjakan ditambah uang makan Rp per hari, sedangkan operator mesin penyulingan minyak pala dan mesin kosmetik dengan upah per bulan Rp , pembuat kosmetik dengan upah Rp perhari juga ditambah uang makan Rp per hari, serta pengemasan dan distribusi

21 79 dengan upah per bulan Rp Biaya keseluruhan untuk ketiga kelompok tenaga kerja ini adalah sebesar Rp Biaya bahan pembantu dan penunjang yaitu bahan emulgator bagi kosmetik, pewangi, pewarna, dan sebagainya, serta bahan bakar dan kemasan. Biaya overhead yang bersifat tetap (fixed cost) meliputi biaya tenaga kerja tidak langsung (direktur, manajer, karyawan, mandor lapang), biaya pemasaran, administrasi, perawatan, biaya margin bank, penyusutan, dan pemeliharaan yang jumlah totalnya adalah Rp Sumber dan Struktur Pembiayaan Biaya investasi yang diperlukan dalam industri kosmetik yang merupakan produk olahan minyak pala bersumber dari modal sendiri dan pembiayaan perbankan. Pembiayaan dari perbankan terdiri dari pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja. Diasumsikan bahwa besarnya margin pembiayaan perbankan yang berlaku setara 16.5% per tahun. Jangka waktu pengembalian modal sesuai dengan umur industri/proyek yaitu selama lima tahun. Struktur pembiayaan investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Struktur Pembiayaan Industri Kosmetik No. Sumber Pembiayaan Tahun ke-0 (Rp.) 1. Dana Investasi a. Pembiayaan (65%) b. Dana Sendiri (35%) Jumlah Dana Investasi Dana Modal Kerja a. Pembiayaan (65%) b. Dana Sendiri (35%) Jumlah Dana Modal Kerja Total Biaya Proyek a. Pembiayaan (65%) b. Dana Sendiri (35%) Jumlah Biaya Proyek Besarnya jumlah angsuran adalah dari pengembalian pokok pembiayaan ditambah margin pembiayaan. Adapun perhitungan lebih rinci mengenai jadwal pengembalian pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 14.

22 80 Tabel 14 Angsuran Pembiayaan Investasi & Modal Kerja Industri Kosmetik Tahun Jumlah Pembiayaan Margin (16,5%) Pembayaran Pokok (Rp) Angsuran (Rp) Outstanding (Rp) Harga dan Prakiraan Penerimaan Sesuai dengan asumsi semula bahwa dari total minyak pala yang diproduksi setiap harinya sebesar 36% adalah minyak pala berkualitas baik sesuai standar yang ditentukan, sehingga tidak perlu diolah menjadi produk olahan berupa kosmetik, dan sisanya sebesar 64% dijadikan bahan baku produk olahan kosmetik. Harga minyak pala berkualitas dan harga kosmetik ditentukan dengan menggunakan metode full costing. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode ini didapatkan harga pokok untuk satu kilogram minyak pala adalah Rp , sedangkan harga pokok untuk 15 gram kosmetik adalah Rp Nilai tersebut dihitung pada saat pabrik berproduksi pada kapasitas penuh. Harga jual ditentukan dengan cara menambahkan harga pokok dengan keuntungan sebesar masing-masing 20% untuk kosmetik dan 2% untuk minyak pala, sehingga harga jual untuk produk minyak pala kualitas baik adalah Rp (pembulatan) per kg dan harga jual untuk produk kosmetik adalah Rp (pembulatan) per 15 gr atau Rp per kg. Besarnya mark up ini ditentukan atas pertimbangan perkiraan keuntungan yang ingin didapatkan dari hasil penjualan agar industri menguntungkan secara finansial khususnya bagi petani pala di Kabupaten Bogor yang selama ini mengalami kelesuan. Besarnya keuntungan yang diharapkan tidak akan mengurangi kemampuan bersaing dari produk kosmetik olahan dasar minyak pala. Harga jual tersebut berada dibawah pasaran kosmetik non brand saat ini yang berkisar Rp hingga Rp untuk kemasan 15 gr, sehingga diharapkan dengan kualitas yang tidak kalah dengan kosmetik olahan dasar kimia dan harga yang lebih murah, konsumen lebih tertarik dengan produk ini. Penerimaan pada industri kosmetik ini diasumsikan konstan setiap tahunnya (tidak ada perubahan harga). Pada tahun pertama sampai kedua, penerimaan didapatkan belum pada

23 81 kapasitas yang penuh. Pada kapasitas penuh, prakiraan penerimaan dari hasil penjualan kosmetik ini adalah Rp Untuk produk minyak pala kualitas baik yang tidak diolah kembali menjadi produk kosmetik, namun langsung dijual ke pasaran dinilai kurang memiliki prospek baik untuk kondisi saat ini. Jika melihat dari harga pokok dan harga jual yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya, produk tersebut tidak akan memiliki kemampuan bersaing pada kapasitas produksi penuh, karena tingkat harga rata-rata pasaran minyak pala berkisar Rp per kg, bahkan harga pokoknya masih berada diatas harga pasaran yakni Rp Hal ini disebabkan tingkat harga bahan baku biji dan fuli pala yang masih tinggi berkisar Rp hingga Rp per kg. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa kondisi beberapa industri pengolahan minyak pala di Kabupaten Bogor saat ini sedang mengalami kelesuan, dan beberapa sudah tidak berproduksi lagi memang menjadi bahan pemikiran untuk mencari alternatif pengolahan lebih lanjut dari minyak pala menjadi produk-produk yang memilki prospek kedepan lebih baik. Selain itu dengan adanya krisis global yang dialami dunia saat ini, beberapa komitment ekspor dari Indonesia mengalami pembatalan dan berimbas pada lesunya situasi ekspor saat ini. Tidak menutup kemungkinan juga dialami komoditi minyak pala. Sementara menunggu situasi ekspor membaik, faktor ketahanan dari minyak pala itu sendiri kurang mendukung, hingga diperlukan proses lebih lanjut menjadi produk olahan atau mencari solusi agar minyak yang dihasilkan dapat lebih tahan lama. Dengan mark up harga pokok 2% pada kapasitas penuh, prakiraan penerimaan dari hasil penjualan minyak pala ini adalah Rp Proyeksi Arus Kas Aliran kas dihitung dengan mengurangkan kas masuk dengan kas keluar. Aliran kas masuk dalam industri kosmetik ini berasal dari modal sendiri, modal pinjaman (pembiayaan), dan pendapatan hasil penjualan. Aliran kas keluar terdiri dari biaya modal tetap dan modal kerja pada saat awal proyek dan angsuran pinjaman (pembiayaan) yang harus dikembalikan. Asumsi yang dipergunakan

Strategi dan Prospek Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor ABSTRACT

Strategi dan Prospek Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor ABSTRACT Manajemen IKM, Februari 2010 (65-79) Vol. 5 No. 1 ISSN 2085-8418 Strategi dan Prospek Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor Lusianah *

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih memegang peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Salah satu ciri strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi. Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun

Lampiran 1. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi. Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun 67 Lampiran. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi Ekspor Impor Minyak Akar Wangi Tahun 999-006 Year Flow Trade (USD) Weight (Kg) Quantity 006 Import,97,97,97 006 Export,085,58 75,99 75,99 005 Import,690

Lebih terperinci

Peluang Investasi Minyak Akar Wangi

Peluang Investasi Minyak Akar Wangi Halaman 1 Peluang Investasi Minyak Akar Wangi Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah Tingkat II di Jawa Barat yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat baik, oleh karena itu daerah Garut sangat

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri obat-obatan, flavor, dalam agroindustri minyak atsiri (Laksamanaharja, 2002).

BAB 1. PENDAHULUAN. Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri obat-obatan, flavor, dalam agroindustri minyak atsiri (Laksamanaharja, 2002). BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri obat-obatan, flavor, fragrance, dan parfum. Di Indonesia tercatat 14 jenis minyak atsiri yang sudah diekspor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Keberhasilan usahatani tanaman kacang kapri sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar Biaya dalam industri tahu meliputi biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

Lebih terperinci

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA Tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman yang telah dibudidayakan oleh masyarakat di Sulawesi Tenggara baik menggunakan lahan pemukiman dengan jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang akan dilaksanakan. Demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha pertanian. Indonesia juga sejak lama dikenal

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan perannya melalui stabilitas pertumbuhan yang pesat. Hal ini patut dicermati mengingat mayoritas

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS 121 STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku minyak atsiri. Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009

HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009 HARGA SEMBAKO DAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL Kamis, 27 Agustus 2009 Pangan merupakan kebutuhan dasar dari manusia dan merupakan kebutuhan pertama yang harus diprioritaskan pemenuhannya. Apabila harga pangan

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING 2.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 2.1.1 Keadaan Umum Kelurahan Tugu Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok berada pada koordinat

Lebih terperinci

BAB V RENCANA AKSI. Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat

BAB V RENCANA AKSI. Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat BAB V RENCANA AKSI 5.1 Kegiatan dan Waktu Untuk dapat mulai menjalankan unit bisnis IFS BATARI secara tepat waktu, rencana aksi disusun sebagai acuan dalam melakukan kegiatan sekaligus untuk memudahkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki potensi sumber daya

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau Lampiran 3. Luas areal perkebunan kelapa sawit tahun 2009. Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara Kabupaten Luas Areal (Ha) Labuhan Batu 85527 Tapanuli Selatan 57144 Simalungun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan PT Panafil Essential Oil ialah anak perusahaan dari PT Panasia Indosyntec Tbk yang baru berdiri pada bulan Oktober 2009. PT Panasia Indosyntec

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negri (ekspor). Sudah sejak lama tanaman pala dikenal sebagai tanamn rempah

BAB I PENDAHULUAN. negri (ekspor). Sudah sejak lama tanaman pala dikenal sebagai tanamn rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang sangat potensi sebagai komoditas perdagangan di dalam dan luar negri (ekspor).

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL

LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL LAMPIRAN 77 78 LAMPIRAN 1 DAFTAR TABEL Tabel 1. Analisis ekonomi sampel 1 Jenis Produk Kuantitas Harga / potong Tahu 1. Mentah (4 kotak) 6600 potong Rp. 1000 2. Goreng Bahan (8 kotak) Baku Kuantitas 26400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

IbM Kelompok Tani Buah Naga

IbM Kelompok Tani Buah Naga IbM Kelompok Tani Buah Naga Wiwik Siti Windrati, Sukatiningsih, Tamtarini dan Nurud Diniyah Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegalboto Jember ABSTRAK Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas dengan sebagian besar dari angkatan kerja dan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang bersuku Gayo dan daerahnya terletak di Dataran Tinggi tepatnya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang bersuku Gayo dan daerahnya terletak di Dataran Tinggi tepatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang terkenal dengan sebutan Dataran Tinggi Tanah Gayo. Hal ini dikarenakan daerah ini didominasikan oleh penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara makro maupun

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA Mustaqimah 1*, Rahmat Fadhil 2, Rini Ariani Basyamfar 3 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK

ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK 45 ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK Perilaku konsumen dalam mengkonsumsi dangke dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Konsumsi dangke sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan bersifat turun

Lebih terperinci

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional.

Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak. lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pi sang termasuk komoditas hortikultura yang penting dan sudah sejak lama menjadi mata dagangan yang memliki reputasi internasional. Pisang selain mudah didapat karena

Lebih terperinci

Jurusan Kimia Faklultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang 1

Jurusan Kimia Faklultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang 1 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PEMURNIAN MINYAK NILAM SEBAGAI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PENGRAJIN DI KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG Emas Agus Prastyo Wibowo 1 Jurusan Kimia Faklultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. KUSIONER PEMBELI IKAN LELE UNTUK KONSUMSI PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA IKAN LELE DI DESA SLOGOHIMO, WONOGIRI DITINJAU DARI SEGI KELAYAKAN

Lampiran 1. KUSIONER PEMBELI IKAN LELE UNTUK KONSUMSI PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA IKAN LELE DI DESA SLOGOHIMO, WONOGIRI DITINJAU DARI SEGI KELAYAKAN Lampiran 1. KUSIONER PEMBELI IKAN LELE UNTUK KONSUMSI PERENCANAAN USAHA BUDIDAYA IKAN LELE DI DESA SLOGOHIMO, WONOGIRI DITINJAU DARI SEGI KELAYAKAN BISNIS Bersama ini saya meminta kesediaan bapak/ibu untuk

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam bagian penting strategi penghidupan penduduk sekitar hutan. Adapun upaya mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bali tidak hanya dikenal dari sektor pariwisata juga dikenal dari sektor pertanian. Pertanian merupakan kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan

Lebih terperinci

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH BOKS 1 PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH I. PENDAHULUAN Komoditas karet memegang peranan utama dalam perekonomian masyarakat di semua kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Sektor ini menyumbangkan peranan tersebut dalam beberapa

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG

VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG 1. Lokasi Penelitian Lapang Penelitian lapang dilakukan di Kabupaten Subang, Jawa Barat, khususnya usaha perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, komoditas ini memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. potensial. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, komoditas ini memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan komoditas perkebunan rakyat yang potensial. Berdasarkan hasil analisis ekonomi, komoditas ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan multi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki potensi cukup besar di bidang perkebunan, karena didukung oleh lahan yang cukup luas dan iklim yang sesuai untuk komoditi perkebunan. Beberapa

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Penurunan Produktsi Budidaya Akarwangi di Kecamatan Leles Kabupaten Garut dan cara Menanggulanginya maka sebagai

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komoditas Tanaman Carica Tanaman carica atau biasa disebut papaya dieng atau gandul dieng memiliki nama latin Carica pubescens atau Carica candamarcencis. Tanaman ini masih

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK Rosihan Rosman Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor rosihan_rosman@yahoo.com ABSTRAK Dalam upaya mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya mangga merupakan salah satu dari lima rencana pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III Cirebon, adapun WKPP ini merupakan

Lebih terperinci