KARYA ILMIAH VERONICE,SP,MSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARYA ILMIAH VERONICE,SP,MSI"

Transkripsi

1 KARYA ILMIAH HUBUNGAN KELEMBAGAAN LOKAL, KAPITAL SOSIAL DAN PERENCANAAN PARTISIPATIF VERONICE,SP,MSI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH

2 DAFTAR ISI Halaman Kata pengantar... Daftar isi... i ii Bab I Pendahuluan A. Latar belakang... 1 B. Rumusan masalah... 2 C. Tujuan... 3 Bab II Pembahasan A. Pengertian kelembagaan... 4 B. Kapital sosial... 6 C. Kerangka teoritis... 8 Bab III Penutup A. Kesimpulan Daftar pustaka 2

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt karena berkat limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang kelembagaan,perubahan sosial dan penyebab perubahan sosial serta dampak yang ditimbulkan dari perubahan sosial. Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah swt. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Tanjung Pati, Januari 2015 Penulis 3

4 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Banyak pengalaman proyek-proyek Bank Dunia yang mengalami kegagalan dalam upaya pemanfaatan sumber daya alam, pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pertanian dan usaha non pertanian bukan karena manajer atau pemimpin dan tenaga-tenaga pelaksana proyek yang kurang ahli tetapi karena proyek-proyek tersebut tidak mengakomodir nilai-nilai budaya dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat di wilayah proyek dan tidak menggunakan kekuatan maupun partisipasi dari kelembagaan lokal yang sudah ada. (Norman Uphoff, 1986). Evaluasi terhadap berbagai proyek yang dilaksanakan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa proyek-proyek pengembangan kelembagaan terutama di sub sektor keuangan mempunyai tingkat keberhasilan yang relatif lebih tinggi dibandingkan proyek-proyek lainnya sekalipun anggaran untuk proyek-proyek pengembangan kelembagaan relatif jauh lebih kecil dari proyek-proyek lain. Pemerintah dan masyarakat cenderung lebih mengutamakan pembangunan irigasi yang berbentuk waduk atau DAM yang secara fisik dapat dilihat hasilnya daripada membangun sistem pengairan atau irigasi tersebut.(arturo Israel,1990). Selama ini di desa telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya. Umumnya lembaga-lembaga lokal ini masih bersifat sangat tradisional dengan berbagai kekurangan-kekurangan yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern. Padahal di sisi lain pemerintah sebagai Stakeholder dari program pembangunan sangat memerlukan lembaga yang sangat mumpuni untuk menjadi wadah atau saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan pembangunan pedesaan, juga wilayah pesisir atau kelautan. Dalam pembangunan wilayah pesisir, secara historis aturan adat (pranata sosial) ini tersebar luas di beberapa wilayah pesisir Indonesia, seperti di Nanggroe 4

5 Aceh Darussalam (Panglima Laot), Lampung (Rumpon), Bali dan Lombok (Awigawig), Maluku (Sasi), dan beberapa di kawasan Indonesia Timur, seperti Sulawesi dan Papua dinamakan Hak Ulayat Laut (HUL). Walaupun tidak semua wilayah di Indonesia memiliki Hak Ulayat Laut, namun tetap mencerminkan budaya bangsa maritim Indonesia yang ramah lingkungan karena Hak Ulayat Laut bersifat konservatif (Solihin dkk, 2005). Proses adaptasi masyarakat nelayan terhadap lingkungan sekitar mengakibatkan kajian hak ulayat laut hanya dikaitkan dengan permasalahan di seputar aspek ekologi. Praktek hak ulayat laut berkaitan juga dengan proses dalam dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi, sehingga untuk memahami konsep hak ulayat laut secara utuh dengan masalah yang begitu kompleks harus dikaji secara menyeluruh (Wahyono et al. 2000). Untuk mengatasi kerusakan sumberdaya kelautan dan perikanan, maka penguatan lembaga adat/kearifan lokal di Indonesia harus menjadi perhatian utama dalam membuat rancangan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Hadirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang digantikan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari sistem pemerintahan sentralistis menjadi terdesentralisasi, sehingga membuka peluang untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan dengan cara merevitalisasi kearifan-kearifan lokal yang ada. b. Perumusan Masalah Kerusakan pantai dan laut di Indonesia sudah sedemikian parahnya. Berbagai kecerobohan manusia menjadi salah satu penyebab utamanya. Bayangkan, di berbagai daerah masih banyak ditemui nelayan menangkap ikan dengan bom dan racun. Bom tidak hanya menghancurkan ikan yang bukan menjadi target mereka. Lebih dari itu, bom juga merusak dan menghancurkan terumbu karang. Padahal, untuk memulihkan terumbu karang yang hancur itu diperlukan waktu ratusan bahkan ribuan tahun. Begitu juga dengan penggunaan racun. Selain 5

6 membunuh ikan-ikan kecil yang tak menjadi target nelayan, juga menyiksa ekosistem terumbu karang. Banyak biota laut sekarat lantaran tak kuasa melawan senyawa kimia beracun yang menempel di tubuhnya. Itu hanyalah secuil contoh betapa manusia lalai menjaga lautnya. Di luar itu masih banyak kecerobohan yang kita lakukan terhadap laut. Peningkatan kapasitas modal sosial dan kualitas pendamping merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan masyarakat yang berkelanjutan. Beberapa permasalahan penting yang mengemuka berkaitan dengan aspek pengembangan masyarakat berkelanjutan adalah: 1) Bagaimana konsep peningkatan kapasitas modal sosial dalam pengembangan masyarakat?; 2) Nilai utama apakah yang diperlukan dalam pembangunan berkelanjutan, khususnya terkait dengan konsep partisipasi dan hubungan konseptual antara Kelembagaan Lokal dan Kapital Sosial dalam kerangka Perencanaan Wilayah Partisipatif c. Tujuan Secara umum, tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis aspek penting yang terkait dengan peningkatan kapasitas modal sosial dan kualitas pendamping dalam pengembangan masyarakat yang berkelanjutan. Tujuan khususnya adalah: 1) Menganalisis konsep peningkatan kapasitas modal sosial dalam pengembangan masyarakat; 2) Mengkaji nilai-nilai utama dalam pembangunan berkelanjutan, khususnya terkait dengan konsep partisipasi dan hubungan konseptual antara Kelembagaan Lokal dan Kapital Sosial dalam kerangka Perencanaan Wilayah partisipatif ( peran awig-awig sebagai Kelembagaan lokal) 6

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Pengertian Kelembagaan Pengembangan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Berbagai istilah akan muncul, namun demikian semuanya memiliki tujuan peningkatan efektifitas penggunaan sumberdaya suatu negara sehingga pembangunan yang dijalankan akan dapat berhasil. Israel (1990) memberikan gambaran bahwa pengembangan kelembagaan telah menjadi bagian dari strategi pembangunan pada berbagai negara seiring dengan desakan kalangan LSM. Rockfeller dan Ford Foundation telah memiliki program pengembangan kelambagaan pada tahun 1950-an dan 1960-an, demikian pula dengan USAID yang juga mempunyai program serupa pada dekade setelahnya. Uphoff (1986) memberikan gambaran bahwa selama kurun waktu yang panjang lembaga donor internasional mengakui akan pentingnya pengembangan kelembagaan untuk mencapai tujuan pembangunan. AUSAID dan Bank Dunia telah memberikan pembuktian terhadap pentingnya pengembangan kelembagaan ini, bahkan seringkali proyek yang mengabaikan pengembangan kelembagaan berakhir pada kegagalan. Sebagian besar lembaga donor hanya berkonsentrasi pada pengembangan kelembagaan di tingkat pusat saja. Pemerintah dipandang sebagai sebuah lembaga yang paling mudah disentuh serta merupakan lembaga yang telah memiliki kemampuan dalam manajemen organisasi. Lembaga di tingkat lokal dianggap sebagai bagian nomer dua saja dibandingkan lembaga di tingkat pusat atau nasional. Lembaga lokal ini hanya memainkan sedikit peran serta mendapatkan alokasi sumberdaya yang sangat terbatas. 7

8 Definisi-definisi A. Kelembagaan Lokal Kelembagaan lebih dipandang sebagai suatu manajemen dan keterkaitan antara sumber daya manusia, keuangan dan hubungan atau sistem kerja antara suatu lembaga dengan lembaga lainnya ( Arturo Israel,1990). Dalam konteks ini, konsep lokal mengandung pengertian : pertama, ikatan sosial yang berlandaskan territorial dimana masyarakat di daerah tersebut hidup dalam suatu lokalitas tertentu dengan eksistensi yang jelas; kedua, ikatan sosial berdasarkan lingkup pekerjaan (profesi) dimana hubungan antar anggotanya tidak permanen, tetapi mempunyai intensitas interaksi yang tinggi dalam suatu waktu tertentu; dan ketiga, ikatan sosial yang dibangun berdasarkan jaringan sosial (social networking) sebagai nilai tambah dari social capital (kapital sosial) dengan satu fokus interaksi pada pengembangan masyarakat. Pengembangan Kelembagaan Lokal (Norman Uphoff,2000). a) Wilayah aktivitas pengembangan kelembagaan lokal di pedesaan memiliki sifat multi jaringan atau hubungan. b) Pengembangan di bidang (lembaga) sumber daya manusia akan berkaitan dengan lembaga keuangan, lembaga teknologi, lembaga pertanian dan sebagainya. c) Pengembangan kelembagaan juga berkaitan dengan kegiatan dan pengambilan keputusan pada berbagai tingkatan : kelompok (group level), tingkat komunitas dan tingkat kerjasama komunitas dalam suatu wilayah (misalnya pasar tradisional). 8

9 b. Kapital Sosial Kapital Sosial didefinisikan sebagai norma-norma dan jaringan yang memungkinkan orang untuk bertindak secara kolektif (Michael Woolcock dan Deepa Narayan,1999). Kapital sosial penting dalam pembangunan. Capital sosial adalah kunci dalam memobilisasi sumber daya lainnya yang dapat meningkatkan pertumbuhan. Kapital sosial tidak ada dalam ruang hampa politik, sifat dan tingkat interaksi antara masyarakat dan institusi memegang kunci untuk memahami prospek pembangunan di suatu masyarakat tertentu. Kapital sosial dapat berdampak positif dan negative terhadap barang publik. Implikasi pertama untuk teori pembangunan adalah bahwa konsep kapital sosial menawarkan cara untuk menjembatani perspektif sosiologis dan ekonomi, sehingga memberikan penjelasan yang lebih baik pembangunan, Kedua, sangat penting untuk berinvestasi dalam kapasitas organisasi masyarakat miskin, dan mendukung membangun "bridging" di komunitas dan kelompok sosial penggunaan proses partisipatif dapat memfasilitasi pembangunan konsensus dan interaksi sosial di antara stakeholder dengan kepentingan yang beragam dan sumber daya. Ketiga mendorong kewarganegaraan informasi dan akuntabilitas baik swasta dan aktor publik yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan publik. Keempat, penekanan harus ditempatkan pada peningkatkan akses fisik dan teknologi modern untuk membina pertukaran komunikasi dan informasi di seluruh kelompok-kelompok sosial. Kelima, intervensi pembangunan harus dilihat melalui lensa capital sosial. (Michael Woolcock dan Deepa Narayan,1999) Kapital sosial mengacu pada sistem yang mengakibatkan atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi seperti pandangan umum, kepercayaan, timbal balik, pertukaran ekonomi dan informasi, dan informal dan kelompok formal dan kelompok asosiasi yang melengkapi capital lainnya (fisik, manusia dan 9

10 budaya) yang dalam memfasilitasi tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan. 5 komponen : komunitas, jaringan informal, asosiasi, kepemimpinan desa, hubungan dengan lembaga luar/jaringan (Nat J. Colletta, et all,2000). Kapital sosial didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal-balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economi exchange),kelompok formal dan informal (formal and informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi kapital-kapital lainnya (fisik,manusiawi,budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif,pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colletta dan Cullen,2000). Struktural Social Capital : merujuk pada hubungan, jaringan dan asosiasi atau struktur kelembagaan baik vertikal dan horizontal yang berhirarki disebut lembaga oleh Arturo Israel. Cognitiv social capital : driving force /penggerak yang tidak terlihat seperti nilai, norma, tanggung jawab warga Negara,pertukaran informasi (system) (Norman Uphoff,2000). Kapital sosial penting bagi pemerintah dan agen pembangunan karena dapat memungkinkan para pengambil keputusan untuk membuat investasi yang meningkatkan efisiensi dan probabilitas keberhasilan dan inisiatif pengembangan capital social. Kapital sosial ditujukkan oleh orientasi masyarakat pada posititive sum dan saling ketergantungan pada berbagai manfaat (Norman Uphoff,2000). 10

11 BAB III. PEMBAHASAN Kerangka teoritis (Theoritical Framework) yang menggambarkan suatu hubungan konseptual antara Kelembagaan Lokal dan Kapital Sosial dalam kerangka Perencanaan Wilayah Partisipatif Matrik Kerangka Teoritis Hubungan Kelembagaan Lokal, Kapital Sosial dan Perencanaan Partisipatif Kelembagaan Lokal Kapital Sosial Hubungan dengan Perencanaan partisipatif Kelembagaan Lokal ditunjang oleh tiga pilar yaitu regulative, normative dan cultural cognitif (Scott,2008). Tiga karateristik kelembagaan lokal sebagai suatu Sistem Organisasi dan Kontrol terhadap sumberdaya (prasarana) (Smith,1972) yaitu : 1. Batas yuridiksi 2. Property rights 3. Aturan representasi (rules of representation) Perubahan bersama antara kelembagaan dan organisasi sebagai suatu Instituional and Organizational Coevolution (Carney dan Gedajlevic,2005). Terdapat 4 dimensi kapital sosial sebagai perspektif yaitu : 1.Integrasi (integration) 2. Pertalian (linkage) 3.Integritas Organisasional (Organizational integrity) 4. Sinergi (sinergy) Kapital sosial dan masyarakat madani dicirikan adanya kemandirian dan partisipasi/demokrasi,peningkatan kesejahteraan dan ekonomi. Kelembagaan lokal menghasilkan kapital sosial. Untuk menilai lemah atau kuatnya Kapital sosial masyarakat (lokal) yaitu dilihat dari kondisi kelembagaan lokal. Dalam perencanaan partisipatif berbasis kelembagaan lokal dan kapital sosial, hubungannya berupa proses transformasi dari kelembagaan tradisional lokal/traditional local institution (endogenous) dan formal-local institution (exogenous) menjadi traditional dan formal institutions 11

12 melahirkan community based development yang akhirnya mewujudkan partipasi dan kemandirian. Adapun bagan alir dari kerangka teoritis diatas yaitu : Pemerintah Local Govermant Polices Institutional Incentives : Bonding Bridging Creating Integritas organisasi Perencanaan Pembangunan Sinergi (state-community relation) Community Based Development Kelembagaan Lokal Kapital Sosial : Integrasi dan Pertalian Transformasi Institutional Capacity : Pemberdayaan dan Partisipasi Contoh kasus Perencanaan Partisipatif Berbasis Kelembagaan Lokal dan Kapital Sosial Membudayakan Awig-awig Demi Melestarikan Laut Kerusakan pantai dan laut di Indonesia sudah sedemikian parahnya. Berbagai kecerobohan manusia menjadi salah satu penyebab utamanya. Bayangkan, di 12

13 berbagai daerah masih banyak ditemui nelayan menangkap ikan dengan bom dan racun. Bom tidak hanya menghancurkan ikan yang bukan menjadi target mereka. Lebih dari itu, bom juga merusak dan menghancurkan terumbu karang. Kondisi ini lazim terjadi di pantai-pantai yang memiliki aktivitas tinggi seperti kota-kota di pantai utara Jawa. Lalu, bagaimana mengatasi berbagai fenomena ganjil seperti itu? Kearifan lokal Hukum adat awig-awig tampaknya bisa menjadi jawabannya. Bagi masyarakat Bali dan Lombok, awigawig sudah menjadi bahasa lokal yang sangat populer. Awig-awig adalah aturan-aturan lokal yang berisi berbagai larangan yang berlaku di masyarakat adat setempat. Di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, budaya kearifan lokal ini cukup berhasil dalam menjawab berbagai persoalan terkait dengan pengelolaan potensi laut. Berkat kepiawaian dan kearifan masyarakat lokal itulah, kabupaten ini banyak menjadi pusat perhatian dalam mengelola sumber daya alam laut yang berbasis masyarakat. Berbagai studi pun diarahkan ke sana untuk menguji sampai sejauh mana awig-awig mampu memberdayakan alam dan masyarakatnya. Dengan panjang pantai sekitar 165 km dan dihuni oleh 21 desa pesisir, Lombok Timur memang memiliki segudang kekayaan laut. Namun apa daya, hadirnya nelayan modern dengan alat tangkap mini purse seine pada tahun 1993 memicu konflik dengan nelayan tradisional. Agar pelaksanaan awig-awig dapat dikawal dengan baik maka dibentuklah Komite Pengelolaan Perikanan Laut (KPPL), KPPL adalah suatu kelembagaan independen dalam mengelola sumber daya pesisir berbasis masyarakat. Kelembagaan buatan masyarakat itu awalnya dibentuk pada tahun 1999 di Teluk Jukung, Teluk Ekas, dan Teluk Serewe. Dinilai sukses, dibentuk lagi KPPL di enam desa lainnya, yakni Tanjung Luar, Pijot, Jerowaru, Pemongkong, Sukaraja, dan Batunampar.Sampai sekarang Kabupaten Lombok Timur telah terbentuk lima KPPL di tingkat kawasan dan 21 KPPL di tingkat desa. 13

14 Hubungan Kelembagaan Lokal, Kapital Sosial dan Perencanaan Partisipatif Membudayakan Awig-awig Demi Melestarikan Laut di Kabupaten Lombok Timur Teori Kelembagaan lokal menghasilkan kapital sosial. Untuk menilai lemah atau kuatnya Kapital sosial masyarakat (lokal) yaitu dilihat dari kondisi kelembagaan lokal. Dalam perencanaan partisipatif berbasis kelembagaan lokal dan kapital sosial, hubungannya berupa proses transformasi dari kelembagaan tradisional lokal/traditional local institution (endogenous) dan formal-local institution (exogenous) menjadi traditional dan formal institutions. Dalam komunitas : Bonding Kapital Sosial (Integrasi) Antar Komunitas :) : Bridging Kapital Sosial Pertalian (linkage) Creating.Sinergi (sinergy) dengan Kelembagaan Publik dan Finansial (relasi vertikal) Empiris Awig-awig sebagai bentuk kelembagaan lokal di komunitas etnik Lombok dan Bali terkait perlindungan potensi kelautan menghasilkan kapital sosial berupa norma-norma dan jaringan yang memungkinkan orang untuk bertindak secara kolektif. Kondisi kelembagaan lokal awig-awig dalam bentuk perlindungan potensi kelautan di Lombok Timur (dusun Serewe) mengalami revitalisasi tahun 1994 berbentuk Perdes sehingga memperkuat kapital sosial sebagai salah satu kapital dalam masyarakat etnik Lombok. Proses pembentukan KPPL diilhami oleh awig-awig perlindungan potensi kelautan dusun Serewe berkembang menjadi lintas Komunitas di kawasan Lombok Timur sehingga kelembagaan lokal berupa perlindungan potensi kelautan di komunitas dusun serewe berkembang menjadi tradisional/formal kelembagaan yaitu KPPL. Proses integrasi (bonding) terjadi dalam komunitas dusun Serewe Lombok Timur. Proses linkage (jaringan)/bridging lintas komunitas terjadi dari satu komunitas menjadi antar komunitas di dalam kabupaten Lombok Timur. DKP memfasilitasi dalam pembuatan peta zonasi potensi kelautan berdasarkan Awig Awig yang diformalkan dengan pembentukan KPPL sebagai pengawas pelaksanaan awig-awig kelautan. 14

15 BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Kelembagaan lokal merupakan institusi dengan tingkat lokalitas yang dicirikan oleh kesatuan komunitas yang memiliki relasi sosial dan ekonomi, dengan pusat interaksi sebagai pusat pertumbuhan. Kelembagaan lokal yang memberikan nilai tambah dari social capital (kapital sosial) yaitu yang dibangun oleh ikatan sosial berdasarkan jaringan sosial (social networking). Jejaring tersebut mensinergikan fungsi-fungsi dari berbagai stakeholders sebagai suatu bentuk pengembangan kapital sosial yang bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan. Jaringan sosial dan saling percaya (trust) merupakan salah satu unsur penting dari kapital sosial yang merupakan kunci dalam pengembangan masyarakat dalam mewujudkan perencanaan partisipatif. Dari kasus Membudayakan Awig-awig Demi melestarikan Laut di Kabupaten Lombok Timur, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : Implikasi pertama untuk teori pembangunan adalah bahwa konsep kapital sosial berupa Komite Pengelolaan Perikanan Laut (KPPL) menawarkan cara untuk menjembatani perspektif sosiologis dan ekonomi, sehingga memberikan penjelasan yang lebih baik untuk pembangunan (dalam hal ini perlindungan dan pemanfaatan potensi laut). Kedua, sangat penting untuk berinvestasi (sinergi oleh pemerintah dan komunitas) dalam kapasitas organisasi masyarakat miskin, dan mendukung membangun "bridging" di komunitas dan kelompok sosial penggunaan proses partisipatif dapat memfasilitasi pembangunan konsensus dan interaksi sosial di antara stakeholder dengan kepentingan yang beragam dan sumber daya. Ketiga terjadinya transformasi dari kelembagaan lokal tradisional menjadi kelembagaan tradisional formal atau ikatan sosial berdasarkan teritorial menjadi ikatan sosial berdasarkan jejaring sosial ( terbentuknya KPPL). Hal ini memberikan nilai tambah dari sosial kapital. 15

16 DAFTAR PUSTAKA Colleta, Nat J dan Michelle LC Violent Conflict and The Transformation of Social Capital. Washinton DC. World Bank. Fukuyama, F Social Capital. George Mason University; Institute of Public Policy. Israel, Arturo Pengembangan Kelembagaan; Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. Jakarta. LP3ES. Narayan, D Bonds and Bridges; Social Capital and Poverty. Washington DC. World Bank. Solihin,akhmadd Tesis :Analisis Awig-awig dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.Bogor Uphoff, Norman Local Instutional Development; An Alatical Sourcebook. West Hartford. Kumarian Press. 16

17

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi otonomi daerah di wilayah laut merupakan bagian dari proses penciptaan demokrasi dan keadilan ekonomi di daerah. Hal ini dituangkan dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi

Lebih terperinci

HAK ULAYAT MASYARAKAT DALAM KETENTUAN HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR (HP3)

HAK ULAYAT MASYARAKAT DALAM KETENTUAN HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR (HP3) HAK ULAYAT MASYARAKAT DALAM KETENTUAN HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR (HP3) Oleh: Ir. Kartika Listriana, MPPM. dan Dinah Yunitawati, S.T. Kearifan lokal yang berkembang di Indonesia atau yang lebih dikenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan perairan teluk yaitu Teluk Jukung. Pada perairan teluk tersebut terdapat suaka perikanan Gusoh Sandak (Perda Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber daya alam. Sub sistem ekologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan dalam pengembangan pembangunan masyarakat seringkali dihubungkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan (Adimihardja, 2004). Pada

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

Nama WAKATOBI diambil dengan merangkum nama. ngi- wangi, Kaledupa. dan Binongko

Nama WAKATOBI diambil dengan merangkum nama. ngi- wangi, Kaledupa. dan Binongko OU MATAHORA BANK IKAN UNTUK PERIKANAN BERKELANJUTAN DI DESA MATAHORA KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI Oleh : Anggun Ciputri Pratami (8220) Dian Ekawati (8224) Musriani (8242) SMA Negeri

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: a. Pengelolaan kawasan perairan pantai yang dilakukan oleh panglima laot lhok terdiri atas tiga konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN TEORITIS

II. TINJAUAN TEORITIS II. TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Menurut Ife (2002) pandangan tentang pemberdayaan adalah; An empowerment strategy would aim to increase people power over these institution an their

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu selat malaka, banyaknya pelayaran dan pelabuhan di pantai Aceh membuat kapalkapal

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231) PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231) Koordinator Matakuliah Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Website: http://skpm.fema.ipb.ac.id/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Permasalahan konflik perikanan tangkap di perairan Kalsel ditinjau dari tipologi konflik terdiri dari (1) yuridiksi perikanan terjadi pada kasus daerah tangkap disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan daerah di kawasan timur Indonesia yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan daerah di kawasan timur Indonesia yang mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Papua merupakan daerah di kawasan timur Indonesia yang mengalami ketertinggalan pembangunan selama beberapa dekade. Pada era otonomi daerah, kebijakan Otonomi Khusus

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki luas wilayah dengan jalur laut 12 mil adalah 5 juta km² terdiri dari luas daratan 1,9 juta km², laut territorial 0,3 juta

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Brasil.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, seharusnya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, seharusnya Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara garis besar merupakan negara kepulauan yang luas lautnya mencapai 70% total wilayah. Kondisi laut yang demikian luas disertai dengan kekayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative

BAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konteks perkembangan industri kepariwisataan dewasa ini ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative tourism. Terjadinya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

HAK-HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT ADAT ATAS SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH LAUT DAN PESISIR. Oleh : Jantje Tjiptabudy. Abstract

HAK-HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT ADAT ATAS SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH LAUT DAN PESISIR. Oleh : Jantje Tjiptabudy. Abstract HAK-HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT ADAT ATAS SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH LAUT DAN PESISIR Oleh : Jantje Tjiptabudy Abstract Secara konstitusional masyarakat memiliki hak atas sumberdaya alam di wilayah laut

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut

Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut Suatu pemikiran dikaitkan dengan pembangunan daerah di Kepulauan Spermonde Makassar, 30 Agustus 2006 MATSUI Kazuhisa Institute of Developing Economies, JETRO

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan belasan ribu pulau besar dan kecil beserta juga dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia (Christanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan 2.1.1 Definisi Pemberdayaan Sebagai respon terhadap tingginya angka kemiskinan, pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan.

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Henny Mahmudah *) *) Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan email : henymahmudah@gmail.com Abstrak Wilayah pesisir

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan umum sungai dan rawa adalah perairan umum air tawar yang memiliki ciri spesifik, yang berbeda dengan perairan umum air tawar lainnya. Perairan umum sungai dan

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NEQUALITY DAN MUNCULNYA PERILAKU ANOMI Beberapa konsep yang digunakan pada kajian ini ialah, komunitas, inequality, konflik, dan pola perilaku. Komunitas yang dimaksud disini

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PRTISIPATIF DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PRTISIPATIF DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PRTISIPATIF DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Imam Bachtiar FKIP Universitas Mataram Email: ibachtiar@telkom.net 1. Pendahuluan Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya alam hayati

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PANTAI SECARA PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.

KAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan konservasi keanekaragaman hayati Taman Nasional Wakatobi (TNW) sangat ditentukan pengakuan kepemilikan masyarakat atas sumberdaya oleh pengelola sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian tentang masyarakat nelayan pedesaan merupakan salah satu kajian ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat dengan kebudayaan

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 2 Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Program Pengembangan Masyarakat (Community Development), seharusnya disesuaikan dengan persoalan yang terjadi secara spesifik pada suatu

Lebih terperinci

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang Abstrak Sumber daya pesisir dan lautan merupakan potensi penting dalam pembangunan masa depan,

Lebih terperinci