BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan Definisi Pemberdayaan Sebagai respon terhadap tingginya angka kemiskinan, pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Pemerintah mengelompokkan program-program penanggulangan kemiskinan tersebut berdasarkan segmentasi masyarakat miskin penerima program. Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut (Sumodiningrat, 2009): Pertama, bantuan dan perlindungan sosial. Kedua, pemberdayaan masyarakat. Ketiga, pemberdayaan usaha mikro dan kecil (UMK). Pada klaster pertama diberikan bantuan dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Bantuan dan perlindungan sosial kelompok masyarakat difokuskan kepada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Jika dianalogikan, klaster pertama merupakan pemberian ikan bagi rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Upaya perlindungan sosial ini diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidupnya (sandang, pangan dan papan) dan termasuk ke dalam kelas the poorest of the poor. Bantuan perlindungan sosial yang telah dilakukan pemerintah diantaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan lain-lain. Pada klaster kedua, masyarakat miskin akan diberdayakan. Ibaratnya dalam klaster kedua ini, kelompok masyarakat yang siap diberdayakan, diajari memancing. Masyarakat telah mencapai taraf hidup yang memadai. Masyarakat juga diberikan akses langsung terhadap sumberdaya kapital atau penyediaan modal ekonomi. PNPM-MP merupakan salah satu cara pemberdayaan yang dilakukan pada klaster ini, dimana masyarakat miskin dibentuk menjadi modal sosial atau kelompok masyarakat yang terlatih, terbina, dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan, modal ekonomi yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan, serta kewirausahaan sosial. Mereka yang tidak termasuk atau sudah

2 8 lepas dari klaster 1 didorong dan difasilitasi untuk dapat mengoptimalkan potensi yang mereka miliki. Klaster ketiga terdiri dari kelompok-kelompok yang telah diberdayakan dan ditingkatkan kemandiriannya. Dalam klaster ini, dikenal istilah pendanaan dengan menggunakan kredit dengan bunga pasar. Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro merupakan salah satu contohnya, dimana masyarakat mendapatkan fasilitas pendampingan oleh fasilitator yang ahli dibidangnya. Upaya yang dilakukan melalui pengelompokan pada klaster ketiga ini merupakan kelanjutan dari klaster kedua. Pada klaster ini, modal sosial yang telah dicapai dalam klaster kedua lebih ditingkatkan lagi untuk memandirikan masyarakat miskin. Ibaratnya, masyarakat miskin diberi kail, jala, dan perahu untuk mendapatkan ikan. Secara rinci penjelasan mengenai tiga klaster program penanggulangan kemiskinan adalah sebagai berikut: KLASTER PERTAMA Koordinasi: Menkokesra, Depsos, Diknas, Depkes, Bappenas Bantuan dan Perlindungan Sosial Sasaran: - RT Sangat Miskin - RT Miskin - RT Hampir Miskin KLASTER KEDUA Koordinasi: Menkokesra, Bappenas Pemberdayaan Masyarakat Sasaran: - Kel. masyarakat miskin - Kel. masyarakat hampir miskin KLASTER KETIGA Koordinasi: Menko Perekonomian, Koperasi dan UKM Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil Sasaran: - Pelaku usaha mikro dan kecil Gambar 1. Tiga klaster program penanggulangan kemiskinan

3 9 Suharto (2005) menjelaskan pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah. Kelompok ini diharapkan akan memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan, kebodohan, dan kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi melalui proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi kelompok tersebut. Pemberdayaan mengandung arti bahwa pengembang masyarakat semestinya memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan, untuk menentukan masa depan sendiri, dan untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kehidupan komunitasnya (Yufridawati, 2004). Sumodiningrat (2009) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pandangan yang tidak jauh berbeda diungkapkan Nasdian (2006) dimana pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan kepada individu, kelompok, ataupun komunitas untuk dapat mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan sebagai konsep alternatif pembangunan dengan demikian menekankan otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung (Sumodiningrat, 2009) Upaya-upaya Pemberdayaan PNPM meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan masyarakat dan penguatan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan terus menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai

4 10 universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Pedoman Pelaksanaan PNPM, 2008). Upaya pemberdayaan merupakan proses pematahan dari hubungan atau relasi subyek dengan obyek. Kegiatan pemberdayaan melihat pentingnya proses mengalirkan daya (flow of power) dari subyek ke obyek. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemberian kuasa, kebebasan, dan pengakuan dari subyek ke obyek dengan memberi kesempatan untuk meningkatkan hidupnya. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu atau kelompok yang semula sebagai obyek menjadi subyek. Dengan demikian, proses pemberdayaan mengubah pola relasi lama subyek-obyek menjadi subyek-subyek (Nasdian, 2006). Penguatan lembaga masyarakat yang dimaksud PNPM menitikberatkan pada upaya penguatan para pelakunya. Para pelaku tersebut diharapkan mampu menjadi pelaku nilai dan pada gilirannya mampu menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan, serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Penguatan ke dalam kelompok menjadi penting untuk dilakukan. Modul khusus komunitas PNPM-MP mendefinisikan penguatan ke dalam kelompok tersebut, Pertama perlu berorientasi kepada pembentukan cadangan atau tabungan yang efektif dan pemupukan modal swadaya. Kedua, penguatan organisasi kelompok yang ditandai oleh pertemuan yang teratur, rutin dan berkelanjutan. Sistem administrasi keuangan tertib dan transparan. Ketiga, penguatan nilai-nilai dalam kelompok, terutama menanamkan sikap keterbukaan di kalangan anggota terhadap hal-hal seperti peluang kerja sama. Pemberdayaan KSM dilakukan melalui beberapa tahapan perkembangan kelompok. PNPM-MP menetapkan sedikitnya ada empat tahapan kelompok yang wajib diketahui fasilitator atau pendamping. PNPM-MP melalui modul khusus komunitas menyebutkan setiap tahap perkembangan memiliki ciri-ciri dan bentukbentuk pendampingannya sendiri. Secara diagramatik, tahap perkembangan, ciri, dan pendampingan fasilitator dapat digambarkan sebagai berikut:

5 11 Tabel 1. Tahapan Perkembangan Kelompok Tahap Ciri-ciri Peran pendamping dan anggota kelompok Tahap Umur kelompok 1. Mengenali satu per satu anggota pertama: masih sangat muda, dan kegiatan mereka dalam perintisan bahkan ada yang kehidupan sehari-hari. belum berbentuk 2. Mendorong kehadiran anggota kelompok. dalam setiap pertemuan. 3. Meyakinkan anggota masyarakat bahwa pertemuan kelompok itu penting. 4. Menjaga agar kehadiran anggota di pertemuan bukan dipengaruhi oleh adanya BLM. Tahap Kedua: Penataan (tumbuh) Tahap Ketiga: Pengembangan (Berkembang) Tahap Keempat: Kejelasan tujuan, kegiatan, aturan kelompok, peran pengurus, merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Pada tahap ini keadaan rumah tangga kelompok sudah mulai tertata sehingga kelompok perlu difasilitasi untuk mengembangkan isi pertemuan kelompok, modal usaha, dan kerjasama dengan pihak-pihak lain. Peran fasilitator atau pendamping mulai 1. Menyepakati dan memahami tujuan dan cita-cita kelompok. 2. Menyusun rencana kegiatan dalam waktu tertentu (3 bulanan, satu kalender musim tanam, tahunan). 3. Menyusun aturan kelompok seperti hari dan tempat pertemuan, ketentuan pengadaan, dan pengembangan modal kelompok serta administrasinya. 1. Memperluas lingkup dan jangkauan program yang dikembangkannya. 2. Kesetaraan kedudukan dan peran perempuan di kelompok harus semakin diperkuat. 3. Kerjasama dengan pihak lain, baik pemerintah maupun swasta harus diperkuat. Memberi kepercayaan penuh dan dorongan bahwa mereka mampu menangani urusan melalui proses latihan dapat dilakukan oleh pendamping atau anggota kelompok. 1. Peran fasilitator atau pendamping semakin berkurang.

6 12 Pemandirian berkurang dan 2. Peran kelompok untuk mengelola sebaliknya peran pertemuan, rapat pengurus, dan pengurus dan kerjasama dengan pihak lain anggota dalam semakin besar. mengambil keputusan semakin banyak. Pembuatan rencana kegiatan dan evaluasinya dilakukan secara mandiri oleh kelompok. Sumber: Modul Khusus Komunitas, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Pemberdayaan Kelompok Swadaya Masyarakat Margono (2002) dalam Hamzah (2004) menyatakan kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang terhimpun atas dasar adanya kesamaan, berinteraksi melalui pola atau struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dan dalam kurun waktu yang relatif panjang. Sejalan dengan program pengembangan pembangunan dikenal Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai pelaksana program. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) merupakan kumpulan orang yang menghimpun diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu yaitu kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama 2. Posisi KSM adalah independent, artinya KSM bukan bawahan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) atau Unit Pengelola (UP). KSM harus mengembangkan kegiatan mandiri atau mengembangkan akses sumber daya sendiri. KSM juga memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam keseluruhan siklus yang harus berlanjut dan difasilitasi oleh BKM sehingga dapat dijamin anggota KSM ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam setiap tahapan siklus. Agar KSM dalam PNPM Mandiri Perkotaan benar-benar 2 Departemen pekerjaan umum. Direktorat jenderal Cipta Karya. Modul khusus komunitas PNPM Mandiri Perkotaan. 2009

7 13 menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota, maka ada beberapa prinsip yang perlu disepakati yang bisa dijadikan pedoman di internal KSM, yaitu: 1. Bebas dalam membuat keputusan Kelompok bebas menentukan dan memutuskan menurut kesepakatan yang diambil oleh kelompok sendiri. Keputusan kelompok harus merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun dan dalam bentuk apapun. Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangga sendiri sesuai dengan keputusan bersama. 2. Bebas dalam menetapkan kebutuhan. Dalam rangka peningkatan dan penguatan kapasitasnya, KSM perlu meningkatkan dan menguatkan tingkat kemampuan para anggotanya, seperti: peningkatan kesejahteraan, peningkatan wawasan dan pengetahuan serta keterampilan baik bersifat individu maupun kelompok. 3. Berpartisipasi nyata. Setiap anggota wajib berkontribusi kepada kelompok sebagai wujud komitmen dalam rangka keswadayaan serta ikatan kelompok Partisipasi dan Kemandirian Upaya pemberdayaan dilakukan untuk menumbuhkan serta meningkatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat. Partisipasi dan kemandirian masyarakat menjadi penting karena merupakan respon terhadap suatu program penanggulangan kemiskinan. Partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa sebagaimana yang dijelaskan Sastro Poerto (1988) dalam Makmur (2005) bahwa partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Cohen dan Uphoff (1977) dalam Makmur (2005) membagi partisipasi menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan suatu kegiatan.

8 14 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, sumbangan materi, dan tindakan sebagai anggota proyek. 3. Tahap evaluasi dianggap penting, sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan. Semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme). Sastro Poetro (1996) dalam Zulkarnain (2002) menyebutkan bahwa jenis partisipasi terdiri dari pikiran, tenaga, pikiran dan tenaga, keahlian, barang atau bahan, dan uang. Besar kecilnya partisipasi yang ditunjukkan oleh individu ditentukan oleh karakteristik yang dimiliki. Bagaimana timbul dan berlangsungnya partisipasi dapat dilihat dari dasar partisipasinya yaitu dorongan dan rangsangan. Partisipasi masyarakat ini dapat dilihat dari adanya tahap POAC, yaitu perencanaan (planning), penyusunan (organizing), pelaksanaan (actuating), serta monitoring dan evaluasi (controlling). Kemampuan warga komunitas dalam, berpartisipasi diharapkan dapat mencapai kemandirian. Kartasasmita (1996) dalam Hamzah (2004) mengemukakan bahwa kemandirian adalah hakekat dari kemerdekaan, yaitu setiap bangsa dapat menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Kemandirian juga dapat diartikan sebagai perwujudan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan perilaku yang terbaik. Kemandirian kelompok dapat terjadi apabila kondisi

9 15 kelompok tersebut menunjukkan kedinamisan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif yang terus menerus dari anggota kelompok. Kemandirian dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Kemandirian material adalah kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar penguatan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus yang muncul. Kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi kehidupan mereka (Nasdian, 2006). 2.2 Modal Sosial dalam Pemberdayaan Golongan Miskin Definisi Modal Sosial Modal sosial didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (worldview), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompokkelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasiasosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta & Cullen, 2000 dalam Nasdian 2006). Sementara itu, Djohan (2007) menyebutkan modal sosial merupakan suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Lyda Judson Hanifan dalam Djohan (2007) menguraikan peranan modal sosial secara lebih rinci dengan melibatkan kelompok dan hubungan timbal balik antar anggota masyarakat. Nilai-nilai yang mendasarinya adalah kebajikan bersama (social virtue), simpati dan empati (altruism), serta kerekatan hubungan antar-individu dalam suatu kelompok (social cohesivity).

10 Tipologi dan Dimensi Modal Sosial Tipologi modal sosial dipandang sebagai bagian penting karena dapat menentukan arah. Djohan (2007) menyebutkan dua tipologi modal sosial, yaitu bonding dan bridging. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Modal sosial terikat (Bonding Social Capital) Modal sosial terikat umumnya cenderung bersifat eksklusif dan memiliki ciri khas yang lebih berorientasi ke dalam (inward looking) daripada ke luar (outward looking). 2. Modal sosial yang menjembatani (Bridging Social Capital) Modal sosial yang menjembatani memiliki kecenderungan untuk senantiasa berhubungan, berteman, dan bekerja sama dengan beragam latar belakang manusia atau kelompok. Kelompok ini senantiasa terbuka untuk mengikuti perkembangan dunia di luar kelompoknya (outward looking). Sementara itu, Adi (2007) mendefinisikan tiga macam bentuk modal sosial yaitu: 1. Bonding capital merupakan modal sosial yang mengikat anggota-anggota masyarakat dalam satu kelompok tertentu. 2. Bridging capital merupakan salah satu bentuk modal sosial yang menghubungkan warga masyarakat dari kelompok yang berbeda. 3. Linking capital merupakan suatu ikatan antara kelompok warga masyarakat yang lemah dan kurang berdaya dengan kelompok warga masyarakat yang lebih berdaya. Modal sosial memiliki empat dimensi. Nasdian (2006) menyebutkan keempat dimensi modal sosial tersebut, yaitu: 1. Integrasi (integration) yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Contohnya adalah ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan agama. 2. Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal. Contohnya adalah jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama.

11 17 3. Integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk dalam menegakkan peraturan. 4. Sinergi (sinergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relation). Fokus perhatian dalam sinergi ini adalah apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal sedangkan dimensi ketiga dan keempat, ditambah dengan pasar (market), berada pada tingkat vertikal (Nasdian, 2006). Modal sosial vertikal terlihat antara hubungan masyarakat dengan pemerintah yang awalnya cenderung bersifat top down diharapkan menjadi bottom up dengan mengutamakan aras pemberdayaan. Modal sosial horizontal diharapkan terbentuk melalui kesetaraan berbagai stakeholders yang terlibat dalam upaya pemberdayaan masyarakat Unsur Penopang Modal Sosial Djohan (2007) menyebutkan unsur penopang modal sosial yaitu elemen, komponen, atau pondasi yang menjadi ciri khas modal sosial itu sendiri. Adapun penjelasan masing-masing unsur penopang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Partisipasi sosial (Social Participation) Dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya pada masyarakat tradisional dikenal kepercayaan yang diturunkan secara turun temurun atau yang dikenal dengan istilah (repeated social experience) dan kepercayaan yang berhubungan dengan keagamaan (religious beliefs) yang memiliki kohesivitas tinggi. Kedua hal tersebut akan melahirkan partisipasi sosial yang tinggi, akan tetapi tetap dibatasi oleh aturan di dalam komunitas tersebut. 2. Resiprositas atau Timbal balik (Reciprocity) Pengertian resiprocity adalah pola hubungan individu dalam suatu komunitas atau antar komunitas, yang di dalamnya mengandung kebiasaan saling memberi dan menerima. Pengertian memberi dan menerima ini tidak terbatas pada pemberian yang berwujud materi, melainkan juga ide,

12 18 kesempatan, informasi, pengetahuan, atau saling tukar kebaikan antarindividu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. 3. Saling Percaya (Trust) Trust merupakan keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya. Trust merupakan fungsi yang sangat penting dalam membangun modal sosial. 4. Penerimaan atas keberagaman (Acceptance and diversity) Acceptance and diversity merujuk kepada pengertian tentang sikap, tindak-tanduk atau perilaku yang bermuatan penghormatan, kesaling pengertian, dan apresiasi terhadap keragaman, terutama yang berkaitan dengan gender, suku, ras, umur, jenis pekerjaan, status sosial-ekonomi, kepercayaan, dan agama. 5. Norma dan nilai (Norms and value) Norma adalah aturan kolektif yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial. Norma terbentuk dari berulangnya kebiasaan dalam interaksi keseharian yang akan menciptakan aturan-aturan main di masyarakat. Sementara itu, nilai adalah suatu ide yang dianggap penting dalam komunitas tersebut. 6. Perasaan berharga dan mampu berkontribusi (Sence of efficacy) Inti dari pengertian sence of efficacy adalah anggota kelompok tersebut merasa dimanusiakan dan dimuliakan. Kuat atau tidaknya Sence of efficacy biasanya tergantung pada peran pemimpin, baik di lembaga formal, perusahaan, lembaga nonformal maupun di masyarakat. 7. Kerja sama dan proaktif (Cooperation and proactivity) Kerja sama juga merupakan salah satu unsur penopang modal sosial. Kerja sama akan menjadi instrumen bagi munculnya teamwork dan pengembangan jaringan. Pandangan serupa diungkapkan oleh Dharmawan (2001) mengemukakan komponen penting modal sosial, yaitu keterlibatan aktif dalam pengembangan jaringan sosial, norma-norma yang sudah terinternalisasi dan kepercayaan sosial

13 19 (Dharmawan, 2002a; 2002b dalam Alfiasari, 2004). Modal sosial memiliki tiga pilar utama, yaitu: 1. Trust atau kepercayaan Trust atau kepercayaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi ruh dari modal sosial. Kepercayaan terbagi ke dalam tiga klasifikasi aras, yaitu: a. Kepercayaan pada aras individu dimana kepercayaan merupakan bagian dari moralitas dan adab yang selalu melekat pada karakter setiap individu. Kepercayaan pada aras ini terbentuk bila seseorang dapat memenuhi harapan orang lain sesuai janji yang telah disepakati. b. Kepercayaan pada aras kelompok dan kelembagaan yang menjadi karakter moral kelompok dan institusi. Kepercayaan pada aras ini termasuk regulasi dan beragam bentuk agreed institutional agreement yang digunakan dalam rangka menjaga amanah di tingkat grup sosial secara efektif. c. Kepercayaan pada sistem yang abstrak seperti ideologi dan religi yang membantu setiap individu dalam mengoperasionalisasikan kepercayaan dalam hubungan bermasyarakat. 2. Social Networking atau jaringan sosial Jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial dilihat dengan menggunakan beberapa ukuran, yaitu: a. Ikatan informal yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan hubungan timbal balik yang lebih familiar dan bersifat personal seperti pada ikatan keluarga, pertemanan, dan pertetanggaan. b. Ikatan yang sifatnya lebih umum seperti ikatan pada masyarakat setempat, masyarakat umum, dan masyarakat dalam kesatuan

14 20 kewarganegaraan. Ikatan ini dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dan hubungan timbal balik yang sifatnya umum, serta c. Ikatan kelembagaan yang dikarakteristikan dengan adanya kepercayaan dalam kelembagaan yang ada. Misalnya pada ikatan dalam sistem kelembagaan dan hubungan kekuasaan. 3. Social Norms atau norma-norma sosial Norma merupakan sebuah pertanda dalam mendukung keberadaan trust antar individu. Selain dibentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi sosial, dalam menjalin kerjasama sebuah interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai yang dimaksud misalnya kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, dan ikatan timbal balik. Masyarakat sejahtera atau socio economic well being merupakan suatu keadaan dimana masyarakat dapat hidup secara mandiri dan sejahtera, dengan atau tanpa bantuan dari siapapun. Latent conflict merupakan suatu keadaan dalam masyarakat dimana muncul potensi-potensi konflik seperti munculnya perbedaan diantara individu, organisasi, maupun lingkungan 3. Secara sosiologis 4, conflict diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Sementara itu, coping dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Modal sosial tinggi akan ditunjukkan dengan Functioning Government serta Cutting ties of social group yang tinggi. Dengan demikian modal sosial vertikal dan horizontal yang tinggi akan mencapai keadaan masyarakat yang sejahtera (socio economic well being) pada kuadran sebelah kanan atas. Gambar 2 menunjukkan empat kuadran modal sosial. Garis panah biru menunjukkan modal sosial vertikal sedangkan garis panah berwarna orange merupakan modal sosial 3 (diakses 30 Agustus 2010) 4 (diakses 30 Agustus 2010)

15 21 horizontal 5. Bekerjanya modal sosial, baik vertikal maupun horizontal yang tinggi dalam upaya pemberdayaan masyarakat, akan menunjukkan keadaan masyarakat yang sejahtera (socio economic well being). Sementara itu, modal sosial vertikal dan horizontal yang rendah akan menyebabkan konflik dalam masyarakat. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut: Functioning Government (FG) Tinggi Latent Conflict Socio economic well being Cutting ties of social group Rendah Cutting ties of social group Tinggi Conflict Coping Functioning Government (FG) Rendah Gambar 2 Empat Kuadran Peranan Modal Sosial dalam Pemberdayaan Modal Sosial dan Peranannya dalam pemberdayaan Masyarakat Modal sosial diperlukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat miskin. Dalam modal sosial akan dilihat peran serta fungsi dari masing-masing stakeholders yang ada dalam masyarakat itu sendiri guna mendukung tercapainya tujuan pemberdayaan. Oleh karena itu partisipasi masyarakat yang sifatnya bottom up sangat diharapkan terjadi dalam upaya pemberdayaan tersebut. Peranan modal sosial dalam menjalin hubungan dengan memperluas link dan network akan menjadi salah satu kunci keberhasilan pemberdayaan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah, LSM, maupun swasta. Modal sosial diperlukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat miskin dalam menjalin 5 Disadur dari materi kuliah pengembangan masyarakat yang disampaikan oleh Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS.

16 22 hubungan untuk memperluas link dan network melalui integrasi, pertalian, integritas organisasional, dan sinergi. Modal sosial vertikal terlihat antara hubungan masyakat dengan pemerintah yang awalnya cenderung bersifat top down di harapkan menjadi bottom up dengan mengutamakan aras pemberdayaan. Sedangkan modal sosial horizontal diharapkan terbentuk melalui kesetaraan berbagai stakeholders yang terlibat dalam upaya pemberdayaan masyarakat. 2.3 Kerangka Pemikiran Saat ini ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan. PNPM-MP merupakan program penanggulangan kemiskinan yang saat ini tengah digalakkan oleh pemerintah. PNPM-MP merupakan program pemberdayaan di klaster kedua dengan fokus sasarannya adalah penduduk usia produktif (15-55 tahun). Saat ini, kegiatan yang menjadi fokus dan menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat di Kelurahan Situ Gede yaitu kegiatan lingkungan. Kegiatan PNPM-MP di bidang lingkungan salah satunya adalah program renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Pelaksanaan program renovasi RTLH tidak terlepas dari peran serta masingmasing pihak yang terlibat dalam program. Pihak-pihak tersebut antara lain Fasilitator Kelurahan (Faskel), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Relawan dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Melalui program RTLH, modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat ditingkatkan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih berdaya dan mandiri. Modal sosial horizontal ditingkatkan melalui hubungan antar anggota KSM serta antara KSM dengan relawan sedangkan modal sosial vertikal ditingkatkan melalui hubungan yang terjalin antara KSM dengan Faskel serta antara KSM dan BKM. Modal sosial, baik vertikal maupun horizontal dilihat dari komponen-komponen penunjang modal sosial, seperti kepercayaan (trust), nilai dan norma (norms), dan jaringan (networks). Keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat melalui program RTLH dapat dilihat dari adanya partisipasi dan kemandirian KSM di dalam pelaksanaan program. Partisipasi merupakan keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Partisipasi akan terbagi kedalam 4 tahapan, yaitu tahap pengambilan keputusan,

17 23 tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan menikmati hasil. Sementara itu, kemandirian KSM akan dikategorikan menjadi tiga, yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Selain itu, melalui upaya pemberdayaan ini, sangat penting pula untuk mengetahui karakteristik kelompok dan tahapan perkembangan kelompok.

18 24 Karakteristik Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Tiga pilar utama modal sosial horizontal antar sesame anggota KSM serta antara KSM-Relawan (Dharmawan, 2001): 1. Kepercayaan (trust) 2. Nilai dan norma (norms) 3. Jaringan (networks) Tahapan Perkembangan KSM (PNPM-MP, 2008): 1. Tahap perintisan 2. Tahap penataan 3. Tahap pengembangan 4. Tahap pemandirian Pemberdayaan KSM 1. Partisipasi 2. Kemandirian Keterangan: Menyatakan hubungan Tiga pilar utama modal sosial vertikal antara KSM-Faskel serta antara KSM-BKM (Dharmawan, 2001) 1. Kepercayaan (trust) 2. Nilai dan norma (norms) 3. Jaringan (networks) Program RTLH Gambar 3. Kerangka Pemikiran

19 25 Definisi Konseptual 1. Pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang. 2. Upaya pemberdayaan dilakukan dengan meningkatkan modal sosial di masyarakat, baik modal sosial vertikal maupun horizontal melalui tahapan perkembangan kelompok yang dimulai dari tahap perintisan, penataan, pengembangan, dan pemandirian. 3. Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial vertikal umumnya terjadi pada hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, seperti hubungan antara KSM dengan Faskel dan BKM. Modal sosial horizontal terjadi pada hubungan antara sesama anggota serta antara KSM dan Relawan. 4. Trust merupakan keyakinan bahwa individu lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan bertindak mendukung serta tidak merugikan diri sendiri dan kelompoknya. 5. Jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. 6. Norma adalah aturan kolektif yang diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial. 7. Dimensi modal sosial dibedakan ke dalam empat dimensi, yaitu Integrasi (integration), Pertalian (linkage), Integritas organisasional (organizational integrity), dan Sinergi (synergy). Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal, sedangkan dimensi ketiga dan keempat, ditambah dengan pasar (market), berada pada tingkat vertikal. 8. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme).

20 26 9. Cohen dan Uphoff (1997) membagi partisipasi ke dalam tiga bagian, yaitu tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan menikmati hasil. 10. Kemandirian dapat diartikan sebagai perwujudan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan perilaku yang terbaik. 11. Kemandirian dikategorikan menjadi tiga, yaitu kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Hipotesis Pengarah 1. Bekerjanya unsur-unsur modal sosial seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan nilai atau norma akan mendukung pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. 2. Pemberdayaan kelompok merupakan pemberdayaan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok. 3. Pemberdayaan kelompok merupakan suatu proses sosial dan untuk meningkatkan kemandiriannya, akan melalui berbagai tahapan perkembangan kelompok dan bentuk pendampingannya tersendiri. 4. Partisipasi yang tinggi ditunjukkan oleh kelompok atau masyarakat yang terlihat dari setiap pelaksanaan program. 5. Kemandirian dapat terwujud bila partisipasi kelompok tinggi dan dapat ditunjukkan dalam setiap pelaksanaan program.

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 80 BAB VIII PERANAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT 8.1 Peranan Modal Sosial dalam Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Tiga pilar utama modal sosial, yaitu kepercayaan (trust),

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM Draft PETUNJUK PELAKSANAAN Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM I. Pendahuluan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu upaya penanganan masalah kemiskinan di

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE

BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE 50 BAB VI KARAKTERISTIK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT KELURAHAN SITUGEDE 6.1 Karakteristik Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pada umumnya telah banyak kelompok tumbuh di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN TEORITIS

II. TINJAUAN TEORITIS II. TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Menurut Ife (2002) pandangan tentang pemberdayaan adalah; An empowerment strategy would aim to increase people power over these institution an their

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 6 BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Definisi CSR Menurut Budimanta (2008), CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan komitmen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. mengkaji program-program yang berbasis masyarakat untuk meningkatkan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. mengkaji program-program yang berbasis masyarakat untuk meningkatkan BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pemberdayaan Pendapat mengenai makna pemberdayaan sudah banyak dikemukakan oleh para ahli, baik dari akademisi maupun pihak lainnya. Konsep

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 57 BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kepemimpinan

II.TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kepemimpinan II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan (Robbins dan Coulter, 1999). Hal

Lebih terperinci

BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN

BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN 38 BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Konsep PNPM Mandiri Perkotaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan merupakan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB VII MODAL SOSIAL VERTIKAL DAN HORIZONTAL DALAM PELAKSANAAN PROGRAM RENOVASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI

BAB VII MODAL SOSIAL VERTIKAL DAN HORIZONTAL DALAM PELAKSANAAN PROGRAM RENOVASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI 64 BAB VII MODAL SOSIAL VERTIKAL DAN HORIZONTAL DALAM PELAKSANAAN PROGRAM RENOVASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI 7.1 Modal Sosial Vertikal diantara Para Pelaksana Program 7.1.1 Kepercayaan atau Trust 7.1.1.1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DEPUTI BIDANG KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN, DAN UKM BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BAPPENAS Rapat Koordinasi Pembangunan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA Ascosenda Ika Rizqi Dosen, Universitas Merdeka Pasuruan, Jl. H. Juanda 68, Kota Pasuruan Abstrak Desa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masalah kemiskinan sekarang ini masih merupakan penyakit kronis, terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara berkembang yang sebagian

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan dalam pengembangan pembangunan masyarakat seringkali dihubungkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan (Adimihardja, 2004). Pada

Lebih terperinci

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI 54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI Oleh: Dhio Adenansi, Moch. Zainuddin, & Binahayati Rusyidi Email: dhioadenansi@gmail.com; mochzainuddin@yahoo.com; titi.rusyidi06@yahoo.com

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2008 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khusunya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial merujuk pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana.

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana. BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Berdasarkan ketiga indikator yang digunakan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perempuan pelaku usaha di Wukirsari mampu memanfatkan bentuk-bentuk modal sosial

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN A.1. Pelaksanaan PPK 1. Efektifitas Pemberdayaan dalam PPK a) Kesesuaian Pemberdayaan dengan dimensi Konteks Program pemberdayaan yang dilakukan: untuk penetapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

KELUARGA BERBASIS KOMUNITAS

KELUARGA BERBASIS KOMUNITAS LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN KELUARGA BERBASIS KOMUNITAS PEDOMAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN Kelompok Kerja Edukasi Masyarakat Di Bidang Perbankan 2007 1. Pendahuluan Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat, sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah yang mereka hadapi, melalui kemitraan, transparasi, kesetaraan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

BAB XI P E N U T U P. Hasil penelitian memperlihatkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat

BAB XI P E N U T U P. Hasil penelitian memperlihatkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat BAB XI P E N U T U P 11.1 Kesimpulan Hasil penelitian memperlihatkan kelembagaan-kelembagaan lokal yang terlibat pada pasar gambir memiliki tindakan kolektif di pasar gambir. Tindakan-tindakan kolektif

Lebih terperinci

Simpulan dan Saran. Bab 8. Simpulan

Simpulan dan Saran. Bab 8. Simpulan Bab 8 Simpulan dan Saran Simpulan Pada mulanya kawasan makam Gunung Brintik itu kosong. Dari hari ke hari tempat itu diisi oleh oleh orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal untuk beristirahat. Bagian

Lebih terperinci

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 50-54 PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM UPAYA MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BAGI KELUARGA SANGAT MISKIN (KSM) DI DESA PAYA CUT KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Syarifah Maihani

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG Salah satu kegiatan penting dalam pelaksanaan program pengembangan masyarakat adalah

Lebih terperinci

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian

Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian LAMPIRAN 121 122 Lampiran 1. Pedoman penelusuran data dan informasi tentang gambaran umum obyek penelitian Sumber Informasi Lurah Kenanga Staf kelurahan Masyarakat Penggalian dokumen monogram Kelurahan

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan. intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan. intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penangananya selama ini cenderung parsial dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Pada Acara

SAMBUTAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Pada Acara SAMBUTAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Pada Acara PADA ACARA PENANDATANGAN NASKAH PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BANK BRI DENGAN KELOMPOK PENERIMA MANFAAT PNPM MANDIRI Yogyakarta, 16 Januri 2012 Bismillahir rahmaanir

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB V SISTEM DAN IMPLEMENTASI KONTROL PROGRAM RASKIN

BAB V SISTEM DAN IMPLEMENTASI KONTROL PROGRAM RASKIN BAB V SISTEM DAN IMPLEMENTASI KONTROL PROGRAM RASKIN 5.1. Deskripsi Program Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) 5.1.1. Prinsip Pengelolaan Raskin Prinsip pengelolaan Beras untuk Rumah Tangga Miskin

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

SELAMAT BERJUMPA PARA RELAWAN. Saiapa Dia? RELAWAN

SELAMAT BERJUMPA PARA RELAWAN. Saiapa Dia? RELAWAN SELAMAT BERJUMPA PARA RELAWAN Saiapa Dia? RELAWAN 1 Arah Kebijakan Program PENDEKATAN PROJEK PENDEKATAN PROGRAM Realisasi BLM 3 Membangun BKM KSM PJM Nangkis BKM 2 Pemetaan Swadaya 4 BLM PJM Pronangkis

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Bank Plecit Bank plecit merupakan koperasi simpan pinjam yang memberikan tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber daya alam. Sub sistem ekologi,

Lebih terperinci

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program

Lebih terperinci

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri Tim Peneliti Sunyoto Usman (Sosiologi) Purwanto (Sosiologi) Derajad S. Widhyharto (Sosiologi) Hempri Suyatna (Sosiatri) Latar Belakang Program

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Taipa, 10 September 2016

KATA PENGANTAR. Taipa, 10 September 2016 KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan telah tersusunnya buku Laporan Akhir Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) Kelurahan Taipa Kota Palu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci