UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. NOVARTIS INDONESIA JL. PROF. DR. SATRIO KAV. 18 KUNINGAN CITY SETIABUDI JAKARTA SELATAN PERIODE 29 JULI-11 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RIRI YUANA, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. NOVARTIS INDONESIA JL. PROF. DR. SATRIO KAV. 18 KUNINGAN CITY SETIABUDI JAKARTA SELATAN PERIODE 29 JULI-11 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RIRI YUANA, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

3 iii

4

5

6 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Novartis Indonesia. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan tanggal 20 Desember Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan PKPA di PT. Novartis Indonesia. 4. Ibu Hasriani Yusuf selaku Chief Scientific Officer PT. Novartis Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan PKPA di PT. Novartis Indonesia. 5. Halimah Lailasari, S.Farm., Apt. selaku Drug Regulatory Affairs dan sekaligus pembimbing PKPA di PT. Novartis Indonesia yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan PKPA di PT. Novartis Indonesia. 6. Bapak Dr. Hayun M.Si, Apt. selaku pembimbing di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di PT. Novartis Indonesia. 7. Bapak Firnando Sianturi, Ibu Meranti Puspitasari, Ibu Lily Komiarsih, Kak Risa Widiani, Kak Vera, Kak Dea dan seluruh rekan kerja di departemen Medical and Regulatory khususnya dan seluruh departemen vi

7 vii perusahaan PT. Novartis Indonesia umumnya yang telah membantu pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Novartis Indonesia. 8. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bantuan yang sangat berarti bagi penulis. 9. Orang tua tercinta beserta kakak dan adik-adik tersayang atas doa dan dukungannya. 10. Semua rekan-rekan Apoteker angkatan LXXXVII dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan PKPA ini. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2013

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN ORISINILITAS... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM PT. Novartis Indonesia Sejarah dan Perkembangan Visi PT. Novartis Indonesia Kewarganegaraan Perusahaan PT. Novartis Indonesia Medical & Regulatory Department Alur Internal Proses Registrasi Obat... 8 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Registrasi Pendaftar Registrasi Obat ASEAN Common Technical Dossier/ ASEAN Common Technical Requirements Ketentuan ACTD Pembagian ACTD BAB 4. PEMBAHASAN Registrasi Obat Registrasi Obat Baru Registrasi Obat Copy Registrasi Variasi Registrasi Ulang Regulatory Fungsi Regulator Karakterisasi Regulator BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ix

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur organisasi Medical and Regulatory Departement PT. Novartis Indonesia Jakarta Lampiran 2 Formulir registrasi Lampiran 3 Isi dokumen praregistrasi dan registrasi Lampiran 4 Alur proses registrasi Lampiran 5 Alur registrasi dan evaluasi obat ix

10 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Industri farmasi merupakan salah satu tonggak yang menjamin kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan berkaitan dengan produksi sediaan dan perkembangannya dalam rangka terapi pengobatan penyakit yang ada di masyarakat. Produksi dan pengembangan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak hanya berupa sediaan bersifat terapetik namun juga dapat yang bersifat preventif pada pengobatan suatu penyakit atau penunjang kesehatan masyarakat misalnya suplemen makanan, fitofarmaka, dan obat tradisional. Pentingnya peranan industri farmasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terkait sediaan yang berhubungan dengan kesehatan, maka industri farmasi dituntut untuk memenuhi standar efikasi, keamanan, dan mutu produknya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Persyaratan bagi industri farmasi telah ditetapkan berdasarkan standar kualitas mutu produk dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB mengatur semua aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat dalam rangka menjamin sediaan obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan secara konsisten sesuai dengan tujuan pengobatannya. Dengan adanya CPOB maka setiap industri mempunyai standar yang sama dalam kualitas, dan keamanan mutu produk disebabkan proses dan segala aspek yang mendukung berjalannya proses produksi obat adalah sama dan sesuai dengan yang tercantum dalam CPOB (Anonim, 2006). Meningkatnya pertumbuhan jumlah dan jenis produk yang beredar menyebabkan konsumsi masyarakat juga meningkat, tetapi keadaan ini tidak selalu diikuti oleh pengetahuan yang memadai untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat dan aman. Perkembangan teknologi yang pesat turut membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi. Dengan menggunakan teknologi modern tersebut, maka produksi dari industriindustri tersebut mampu dilakukan dengan skala besar dan optimal. Faktor ini juga ditunjang oleh kemajuan teknologi transportasi yang memungkinkan produkproduk tersebut dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat 1

11 2 dalam waktu singkat. Persaingan bisnis dikhawatirkan hanya akan mengedepankan profit saja tanpa memperhatikan faktor manfaat dan keamanannya, sehingga pada akhirnya dapat beresiko pada kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen. Sebagai institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengawasan produk obat dan makanan, BPOM membuat ketentuan tentang pendaftaran produk, baik obat-obatan sintesis, produk biologi, obat tradisional, obat herbal, dan fitofarmaka, pangan maupun suplemen makanan dari produsen baik dalam maupun luar negeri. BPOM mengendalikan peredaran dan juga pengawasan dengan cara mengadakan proses registrasi yang harus dilalui setiap industri farmasi dalam proses pemasaran produknya. Dalam pelaksanaan prosedur pendaftaran atau registrasi tersebut, tentu saja memerlukan bagian yang dapat mengerti, dan memahami secara jelas tata laksana prosedur registrasi tersebut, terkait persyaratan dan peraturan-peraturan pemerintah terkait. Oleh karena itu, masing-masing industri selayaknya memiliki bagian yang disebut dengan Regulatory Affairs yang merupakan penghubung antara pihak industri dengan pihak pemerintah, dalam hal ini BPOM. Regulatory Affairs dalam suatu industri farmasi, memiliki tanggung jawab antara lain ( 2012) a. Mematuhi undang-undang yang berlaku di Indonesia dan dalam pengaplikasiannya dalam pedoman pemasaran produk obat di semua negara tujuan ekspor. b. Mengumpulkan, menyusun dan mengevaluasi dossier dalam penyusunan dokumen registrasi. c. Menyusun dokumen registrasi produk obat, obat tradisional, fitofarmaka, suplemen makanan, bahan pangan. d. Meregistrasikan produk obat, obat tradisional, fitofarmaka, suplemen makanan, bahan pangan. e. Memberikan saran strategis bagi bagian manajemen dalam hal pengembangan produk obat baru. f. Penghubung antara industri farmasi dengan pihak berwenang, dengan bernegosiasi dengan pihak berwenang untuk pemasaran, pelabelan dan

12 3 persyaratan kemasan. Regulatory Affairs harus dapat menjamin bahwa produk yang akan diregistrasikan memiliki dokumen yang menyatakan bahwa produk telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan efikasi. Apoteker dalam peranannya sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional, secara umum memiliki tanggung jawab dari hulu hingga ke hilir dalam industri farmasi. Regulatory Affairs dalam hubungannya dengan peran dan tanggung jawab apoteker, yaitu sebagai ujung tombak dalam tahapan pembuatan obat sampai sebelum dipasarkan, dengan menjamin bahwa tahapan dalam pembuatan obat di suatu industri farmasi telah sesuai dengan peraturan yang berlaku lewat komunikasi dengan pihak terkait. Apoteker dengan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki terutama tentang obat sangat dibutuhkan dalam fungsinya sebagai regulatory. Sebagai profesi yang memiliki pengetahuan tentang obat, apoteker dituntut untuk dapat meregistrasikan suatu produk obat. Dalam pengaplikasian kompetensi dan kemampuannya, perlu diberikan pembekalan ilmu dan informasi yang lebih mendalam mengenai Regulatory affairs kepada para calon Apoteker untuk dapat lebih memahami mengenai tugas dan fungsinya. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), khususnya di Regulatory Affairs, perlu dilakukan oleh para calon Apoteker sehingga sebagai gambaran di kemudian hari mengenai peranannya terhadap masyarakat dibidang industri, khususnya bagian Regulatory affairs, sehingga masyarakat memperoleh produk-produk yang bermutu, aman, dan berkhasiat. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Novartis Indonesia khususnya di Medical & Regulatory Department, bertujuan agar para calon Apoteker mengetahui dan memahami tugas Apoteker sebagai Drug Regulatory Affairs di PT. Novartis Indonesia, Jakarta dalam proses meregistrasikan obat baru, registrasi variasi pada produk yang telah memiliki Nomor Ijin Edar, dan meregistrasikan ulang produk yang telah habis masa ijin edarnya.

13 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 PT. Novartis Indonesia Sejarah dan Perkembangan Novartis International AG adalah sebuah perusahaan multinasional, pharmaceutical yang berbasis di Basel, Swiss. Novartis adalah anggota dari European Federation of Pharmaceutical Industries and Associations (EFPIA) dan juga International Federation of Pharmaceutical Manufacturers and Associations (IFPMA) (Novartis Indonesia, 2013). Sejarah Novartis di Indonesia berawal dari berdirinya PT. Ciba Geigy Indonesia pada Setelah mengalami beberapa momentum, mengikuti penggabungan global dua perusahaan, yaitu Sandoz dan Ciba Geigy menjadi Novartis, pada 1996 PT. Ciba Indonesia bergabung dengan PT. Sandoz Biochemie Pharma membentuk PT. Novartis Biochemie. Berganti nama menjadi Novartis menyusul akuisisi oleh Ciba-Geigy, sang pemilik Sandoz, produsen besar obat generik. Perusahaan ini sebelumnya dimiliki Gerber Products Company, produsen produk bayi yang besar, tetapi dijual ke Nestle pada 1 September Pada tahun 2005, setelah akuisisi global yang dilakukan oleh Novartis Group Hexal, Divisi Novartis di Indonesia Sandoz juga mengakuisisi PT Prima Hexal di Indonesia dan karenanya membentuk sebuah badan hukum baru yang diperbesar yang kemudian disebut PT Sandoz Indonesia. Di tahun 2006, tepat memasuki sepuluh tahun setelah merger global, PT Novartis Biochemie berubah nama menjadi PT Novartis Indonesia (Novartis Indonesia, 2013). Kini, Novartis Indonesia memperkerjakan sedikitnya 550 tenaga kerja di divisi farmasi dan produk kesehatan yang berlokasi di Citeureup, Jawa Barat. Selain itu, Novartis Indonesia juga memiliki laboratorium penelitian, yang dinamakkan NEHCRI (Novartis- Eijkman- Hasanuddin Research Initiative atau NECHRI yang bertempat di Makassar, Sulawesi Selatan (tepatnya di RS Wahidin) dan di Jakarta (bertempat di Eijkman Institute Jakarta Pusat). NECHRI memfokuskan diri pada pengembangan obat-obatan penyakit tropis seperti demam berdarah dan tuberkulosis (Novartis Indonesia, 2013). 4

14 5 Dua anak perusahaan lainnya, yaitu PT Ciba Vision Batam merupakan pemasok utama lensa kontak di seluruh dunia dan memperkerjakan 3000 karyawan kontrak pabriknya di Pulau Batam. Sedangkan PT Sandoz Indonesia menjalankan usaha di bidang obat generik bermerek, dengan lebih 600 tenaga kerja yang beroperasi di Bandung, Jawa Barat (Novartis Indonesia, 2013). Novartis memproduksi obat-obatan seperti clozapine (Clozaril), diklofenak (Voltaren), carbamazepine (Tegretol), valsartan (Diovan), mesylate imatinib dan (Gleevec/Glivec). Agen tambahan termasuk ciclosporin (Neoral/Sandimmun), letrozole (Femara), methylphenidate (Ritalin), terbinafine (Lamisil), dan lain-lain (Novartis Indonesia, 2013) Visi PT. Novartis Indonesia Menjadi perusahaan terpilih baik bagi mitra usahanya maupun karyawannya serta para pemangku kepentingan lainnya di bidang industri farmasi, karena : a. Tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan industri rata-rata b. Memiliki 10 produk unggulan yang senantiasa diingat mitra usahanya c. Mengembangkan talenta atau sumber daya terbaik di bidang industri farmasi d. Secara aktif mendukung upaya-upaya yang bertujuan meningkatkan akses pengobatan kepada lebih banyak masyarakat Indonesia (Novartis Indonesia, 2013) Kewargaan Perusahaan PT. Novartis Indonesia Di Indonesia, Novartis telah berpartisipasi dalam kegiatan Kewargaan Perusahaan dengan mengacu pada empat pilar utama yaitu pasien, aturan bisnis, masyarakat dan komunitas, serta lingkungan. Berbagai aktivitas yang ada meliputi Akses kepada Obat-Obatan (Access to Medicine), Program, Hari Kemitraan dengan Masyarakat (Community Partnership Day), dan donasi ke organisasi sosial (Novartis Indonesia, 2013).

15 Akses kepada Obat-Obatan (Access to Medicine) Novartis Indonesia menunjukkan komitmennya dengan mendukung komunitas lokal. Sejak 2003, Novartis Indonesia telah membantu para penderita Chronic Myeloid Leukemia (CML) untuk mendapatkan perawatan Glivec secara gratis bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia. Novartis Indonesia juga secara aktif berpartisipasi dalam penanganan bencana, antara lain membantu penyediaan perpustakaan keliling untuk Komisi Nasional Perlindungan Anak pasca tsunami 2005, dan bantuan spontan para karyawan secara sukarela pada bencana gempa Jogja tahun 2006 (Novartis Indonesia, 2013). Dengan visi untuk meningkatkan akses bagi para pasien untuk memperoleh obat-obatan, Novartis Indonesia secara berkesinambungan telah menjalin kemitraan dengan pemerintah melalui program ASKES dimana banyak obat-obatan terbaik Novartis termasuk dalam program asuransi pemerintah tersebut. Novartis Indonesia juga membina kerjasama dengan rumah sakit bereputasi seperti RS Pertamina dengan menyediakan program khusus untuk membantu pasien dalam memperoleh obat-obatan (Novartis Indonesia, 2013) Program a. Novartis Selenggarakan Media Workshop & Writing Contest Mengenai Terobosan Baru Penatalaksanaan Hipertensi Penyakit Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia atau satu dari empat orang dewasa mengidap penyakit ini. Bahkan jumlah ini diprediksi akan meningkat jadi 1, 6 milyar orang menjelang tahun Keberadaan penyakit hipertensi seringkali tidak disadari oleh si penderita sehingga ia dikenal juga sebagai the silent killer. Yang lebih memprihatinkan, pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai penyakit ini masih sangat rendah sehingga penanganan/pengobatannya seringkali dilakukan dengan cara yang tidak tepat atau tidak memadai. Setelah dilakukannya berbagai upaya riset selama lebih dari 40 tahun untuk mencari pendekatan terapi yang dapat bekerja dengan optimal, sebuah terobosan baru terapi hipertensi yang bekerja di dalam sistem Renin (Direct Renin Inhibitor) kini telah ditetapkan menjadi sebuah

16 7 pendekatan terapi terkini yang mengontrol hipertensi secara optimal. Adapun Direct Renin Inhibitors (DRI) adalah pendekatan terapi yang bekerja di dalam sistem Renin di dalam tubuh yang merupakan titik sentral dari pengaturan tekanan darah. Karena secara langsung menghambat titik aktifasti sistem ini - Renin - Direct Renin Inhibitor menurunkan aktivitas Sistem Renin yang diukur dengan aktivitas plasma renin (plasma renin activity). b. Lomba Penulisan Media Tujuan umum kegiatan lomba penulisan Novartis ini dimaksudkan untuk meningkatkan penyebaran informasi, pengetahuan, pemahaman dan penatalaksanaan (4P) mengenai penyakit hipertensi kepada masyarakat Indonesia. Secara lebih khusus, kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang terobosan dalam penatalaksanaan hipertensi di masa depan, yang tidak lain adalah Direct Renin Inhibitor. Panitia kegiatan telah menetapkan sejumlah kriteria untuk mengikuti lomba antara lain: peserta merupakan wartawan media cetak / online di Indonesia, yang memiliki ketertarikan di bidang hipertensi. Selain itu peserta harus menulis artikel yang membahas tema yang telah ditentukan.sedangkan juri lomba penulisan ini terdiri dari 3 unsur yakni Dr dr Faisal Baraas SpJp (pakar hipertensi), Nugroho Dewanto (wartawan Tempo, anggota Aliansi Jurnalis Indonesia), dan dr Wibawa Roan (Medical Affairs Manager Novartis Indonesia). Ketiga unsur ini diharapkan dapat menjaga independensi penilaian yang dilakukan. (Novartis Indonesia, 2013) Hari Kemitraan dengan Masyarakat (Community Partnership Day) Setiap tahunnya, karyawan Novartis di seluruh dunia secara sukarela berpartisipasi dalam Community Partnership Day (CPD) atau Hari Kemitraan dengan Masyarakat sebagai wujud komitmen kami terhadap Corporate Citizenship. CPD diadakan untuk memperingati merger Novartis pada Di CPD, pegawai mendukung komunitas lokal, lembaga sosial, maupun organisasi non-profit dalam proyek-proyek yang sejalan dengan program CSR dari Novartis.

17 8 Di Indonesia, sekitar relawan berpartisipasi dalam CPD melalui serangkaian kegiatan antara lain renovasi gedung sekolah, rekreasi dan menghibur bersama anak-anak yatim piatu serta penderita penyakit berat, dan lain-lain (Novartis Indonesia, 2013) Donasi ke organisasi sosial Ketika terjadi beberapa musibah bencana alam di Indonesia, seperti tsunami dan gempa di Jogja, Novartis Indonesia turut serta memberikan bantuan berupa obat-obatan dan dana bagi para korban melalui organisasi seperti Palang Merah Indonesia (PMI), International Pharmaceutical Manufacturer Groups (IPMG), Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi), Komnas Perlindungan Anak dan lain-lain (Novartis Indonesia, 2013). 2.2 Medical & Regulatory Department Medical & Regulatory department adalah suatu departemen dalam suatu perusahaan farmasi dengan individu yang ada di dalamnya merupakan tenaga keprofesian di bidang keilmuan kesehatan, seperti dokter dan apoteker. Medical & Regulatory department menangani koordinasi studi klinis, meliputi pendaftaran produk, pendaftaran iklan, dan pendaftaran harga produk, pelaporan dan pemberitahuan efek produk, pemantauan keamanan obat, serta menangani hubungan dalam dunia medis dan studi ilmiah. Medical department juga bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan medis dasar tentang produk kepada pekerja lapangan di perusahaan farmasi. Selain itu, medical & regulatory department bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan promosi dilakukan sesuai dengan Peraturan Departemen Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Novartis Indonesia, 2013). 2.3 Alur Internal Proses Registrasi Obat Tahapan proses registrasi obat di PT Novartis Indonesia diawali adanya putusan dari Novartis AG, Basel, Swiss kepada pihak PT Novartis Indonesia untuk memasarkan produknya di Indonesia. Novartis AG, Basel, Swiss akan mengirimkan dokumen-dokumen terkait obat tersebut kepada pihak regulatory

18 9 department. Regulatory department bertanggungjawab untuk mendaftarkan obat tersebut ke BPOM hingga mendapatkan nomor ijin edar sehingga bisa dipasarkan di Indonesia (Novartis Indonesia, 2013). Regulatory department akan mereview dokumen-dokumen yang berkaitan dan kemudian akan disusun berdasarkan format ACTD (ASEAN Common Technical Dossier). Selanjutnya, regulatory department akan menyerahkan dokumen tersebut ke BPOM untuk dievaluasi oleh evaluator (Novartis Indonesia, 2013). Pada tahap pra registrasi, setelah dokumen diperiksa maka pendaftar akan diberikan formulir konsultasi yang harus dilengkapi jika masih terdapat kekurangan, atau diberikan SPB (Surat Perintah Bayar) jika dokumen dinyatakan lengkap. Pendaftar harus membayar sesuai ketentuan dan menyerahkan bukti bayar beserta dokumen lengkap ke loket. Setelah hasil pra registrasi keluar, regulatory department akan menyusun dokumen yang diperlukan untuk keperluan registrasi. Dokumen yang terkumpul diproses seperti tahap pra registrasi. Pada tahap ini, kelengkapan yang harus diserahkan ke loket, yaitu bukti bayar, dokumen registrasi, dan disket registrasi yang berisi dokumen administratif, informasi umum mengenai produk, dan dokumen mutu mengenai bahan baku dan produk. Nomor izin edar (NIE) produk akan keluar dalam hari kerja tergantung dari kategori registrasi produk yang didaftarkan. Selama menunggu NIE produk keluar dapat dilakukan konsultasi dengan Kepala Seksi bagian terkait untuk mengetahui perkembangan hasil registrasi produk (Novartis Indonesia, 2013).

19 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Registrasi Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah suatu bentuk persetujuan registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Registrasi terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru adalah registrasi produk yang belum mendapatkan izin edar di Indonesia. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan. Registrasi Variasi Major (VaMa) adalah registrasi variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat. Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) adalah registrasi variasi yang tidak termasuk kategori registrasi variasi minor dengan notifikasi maupun variasi major. Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) adalah registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak merubah informasi pada sertifikat izin edar. Registrasi ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar (Badan POM RI, 2011) Pendaftar Pendaftar adalah industri farmasi yang telah mendapat izin industri farmasi sesuai ketentuan perundang-undangan (Badan POM RI, 2011). Setiap pendaftar bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen yang diserahkan, kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi, kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk kelengkapan registrasi, dan perubahan data dan informasi dari produk yang sedang dalam proses registrasi 10

20 11 atau sudah memiliki izin edar. Jenis pendaftar dibagi menjadi beberapa kategori sesuai produk yang didaftarkan, yaitu (Badan POM RI, 2011) : a. Pendaftar Produk yang Diproduksi di Dalam Negeri Produk dalam negeri, meliputi produk tanpa lisensi, produk lisensi, dan produk kontrak. Pendaftar produk tanpa lisensi adalah pendaftar yang memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasikan. Pendaftar produk lisensi adalah penerima lisensi yang memiliki ketentuan seperti pendaftar tanpa lisensi dan dokumen perjanjian lisensi. Pendaftar obat kontrak adalah pemberi kontrak yang memiliki izin industri farmasi, paling sedikit satu fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB, dan dokumen perjanjian kontrak. b. Pendaftar Produk impor Pendaftar produk impor adalah industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Industri pemilik produk di luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi dan memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang masih berlaku atau dokumen lain yang setara, dan data inspeksi terakhir atau perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain. Pendaftar juga harus menyerahkan Dokumen Induk Farmasi atau SMF (Site Master File) terbaru jika industri farmasi di luar negeri belum mempunyai produk dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama dengan yang disetujui beredar di Indonesia atau industri tersebut mempunyai produk yang beredar di Indonesia dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama namun terjadi perubahan pada fasilitas produksi. c. Pendaftar Produk Khusus Ekspor Pendaftar produk khusus ekspor adalah industri farmasi terdiri dari pendaftar produk dalam negeri yang ditujukan khusus ekspor dan produk impor khusus ekspor. Produk khusus ekspor dilarang diedarkan di wilayah Indonesia.

21 12 d. Pendaftar Produk yang Dilindungi Paten Pendaftar produk yang dilindungi paten adalah pemilik hak paten atau yang ditunjuk oleh pemilik hak paten. Pendaftaran produk yang masih dilindungi paten dapat dilakukan oleh pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pendaftaran dapat diajukan mulai dua tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan melampirkan informasi tanggal berakhirnya perlindungan paten dan data ekivalensi untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan, dan mutu Registrasi Obat Kategori Registrasi Obat Registrasi obat terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru diawali dengan proses pre registrasi. Registrasi baru terdiri atas tiga kategori, yaitu: a. Kategori 1 : registrasi obat baru dan produk biologi, temasuk produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP), meliputi : 1. Registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau produk biologi 2. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru 3. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru atau kekuatan baru 4. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru 5. Registrasi produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP) b. Kategori 2 : registrasi obat copy, meliputi : 1. Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik 2. Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik c. Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat Registrasi variasi dilakukan apabila terjadi perubahan terhadap obat yang telah mendapat NIE. Registrasi variasi terdiri atas tiga kategori, yaitu : a. Kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa) b. Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B) c. Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A)

22 13 Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir registrasi dan melampirkan dokumen registrasi ulang. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan formula obat. Registrasi ulang termasuk dalam kategori Tata Laksana Registrasi Obat Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen pra registrasi atau dokumen registrasi. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan tahap registrasi. Kelengkapan persyaratan untuk proses pra registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan alur proses registrasi dapat dilihat pada Lampiran 4. a. Tahap Pra Registrasi Permohonan pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi obat, penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir pra registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya pra registrasi, dan melampirkan dokumen lengkap pra registrasi. Pada tahap ini, paling lama dalam jangka waktu 40 hari sejak diterimanya permohonan pra registrasi Kepala BPOM memberikan surat hasil pra registrasi (HPR) kepada pendaftar yang berlaku satu tahun sejak tanggal dikeluarkan. Apabila sebelum jangka waktu yang dimaksud diperlukan penambahan data atas dokumen administratif dan/atau teknis, maka pendaftar akan diberikan surat permintaan tambahan data. Perhitungan jangka waktu pengeluaran HPR diberhentikan (clock off) sampai pendaftar menyampaikan tambahan data yang diterima dan penyerahan tambahan data tersebut harus disampaikan paling lama 20 hari setelah surat dikeluarkan. Jalur evaluasi untuk tahap pra registrasi terdiri atas jalur 40 hari, meliputi registrasi variasi minor yang

23 14 memerlukan persetujuan dan registrasi obat khusus ekspor, jalur 100 hari meliputi : a) Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (life saving), dan/atau mudah menular pada orang lain, dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif b) Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang berdasarkan justifikasi diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (orphan drug) c) Registrasi baru obat baru dan produk biologi ditujukan untuk program kesehatan masyarakat d) Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang telah melalui proses obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi atau institusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di Indonesia e) Registrasi baru obat copy esensial generik yang dilengkapi dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau data pendukung sebagai obat esensial f) Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (Stinel) g) Registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru untuk obat yang ditujukan sebagaimana dimaksud pada huruf a-d. h) Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada huruf g. Jalur 150 hari meliputi : a) Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui di negara yang telah menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan di negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik. b) Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit di tiga negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik. c) Registrasi baru obat copy tanpa Stinel

24 15 Jalur 300 hari, meliputi registrasi baru obat baru, produk biologi, produk biologi sejenis, atau registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada jalur 100 dan 150 hari. b. Tahap Registrasi Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, serta HPR. Berkas registrasi terdiri atas formulir registrasi dengan dokumen administratif dan dokumen penunjang. Dokumen tersebut disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang. Dokumen registrasi yang diserahkan harus dilengkapi dengan rancangan kemasan dan brosur. Rancangan kemasan, meliputi etiket, dus/bungkus luar, strip/blister, catch over, ampul atau vial, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkusan luar dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat yang akan diedarkan, dan dilengkapi dengan rancangan warna Evaluasi dan Pemberian Keputusan a. Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap. Alur registrasi dan evaluasi obat dapat dilihat pada Lampiran 5. Evaluasi dilaksanakan sesuai jalur evaluasi 40 hari kerja, 100 hari kerja, 150 hari kerja, atau 300 hari kerja yang dihitung sejak penyerahan dokumen registrasi obat. Untuk melakukan evaluasi dibentuk Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat, Panitia Penilai Khasiat Keamanan, Panitia Penilai Mutu, dan Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan. Evaluasi data khasiat dan keamanan dilakukan berdasarkan pembuktian ilmiah dan pedoman penilaian khasiat dan keamanan oleh Penilai Khasiat Keamanan. Hasil evaluasi khasiat dan keamanan disampaikan kepada

25 16 pendaftar paling lambat 30 hari. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, KOMNAS Penilai Obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala BPOM. Apabila diperlukan klarifikasi dan/atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan, KOMNAS Penilai Obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengar pendapat oleh pendaftar. Untuk dengar pendapat, BPOM akan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pendaftar. Evaluasi informasi produk dan penandaan dilakukan oleh Penilai Informasi Produk dan Penandaan sesuai kriteria yang lengkap, objektif, tidak menyesatkan yang menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman. Jika diperlukan tambahan data, maka permintaan tambahan data akan disampaikan kepada pendaftar secara tertulis. Tambahan data ini harus disampaikan paling lama 100 hari setelah tanggal permintaan, sementara itu waktu perhitungan waktu evaluasi dihentikan. Perhitungan waktu evaluasi dilanjutkan setelah pendaftar menyerahkan tambahan data dan jika pendaftar tidak dapat memenuhi maka Kepala BPOM mengeluarkan surat penolakan. b. Pemberian Keputusan Keputusan terhadap registrasi obat dapat berupa pemberian persetujuan atau penolakan yang dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi dokumen registrasi dan hasil pemeriksaan pada pabrik pembuatan obat. Persetujuan diberikan secara tertulis kepada pendaftar berupa persetujuan izin edar, persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Penolakan registrasi disampaikan secara tertulis oleh Kepala BPOM berupa surat penolakan dan biaya registrasi yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali. Registrasi yang ditolak dapat diajukan kembali dengan mengikuti tata cara sesuai ketentuan. Jika terdapat keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan dari KOMNAS Penilai Obat maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat secara tertulis dalam jangka waktu 20 hari sejak tanggal surat pemberitahuan kepada Kepala BPOM. Jika keputusan hasil registrasi berupa penolakan, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Kepala BPOM. Peninjauan kembali ini dapat

26 17 diajukan paling lama enam bulan setelah tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan satu kali. Permohonan ini harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pembahasan terhadap surat permohonan ini dilakukan paling lama 100 hari sejak dokumen diterima. Apabila registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan permohonan registrasi kembali sesuai ketentuan. Akan tetapi jika registrasi ditolak karena alasan tidak memenuhi kriteria khasiat dan keamanan, selain harus mengikuti tata cara sesuai ketentuan, registrasi kembali hanya dapat diajukan dengan data baru dan paling cepat satu tahun setelah tanggal surat penolakan Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar a. Masa Berlaku Izin Edar Izin edar obat berlaku paling lama lima tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku termasuk persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Jika obat yang diregistrasikan berdasarkan perjanjian/penunjukkan dengan masa kerja sama kurang dari lima tahun, maka masa berlaku izin edar disesuaikan dengan masa berlaku kerja sama dalam dokumen perjanjian. Dalam hal perjanjian/penunjukkan kerja sama dihentikan sebelum masa izin edar berakhir, izin edar obat yang bersangkutan dibatalkan. Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dapat diperpanjang selama memenuhi kriteria melalui mekanisme registrasi ulang. Apabila obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dan tidak diperpanjang maka dianggap sebagai obat yang tidak memiliki izin edar. b. Pelaksanaan Izin Edar Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat yang telah mendapatkan izin edar selambatnya satu tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan dan harus melapor kepada Kepala BPOM dengan menyerahkan kemasan siap edar. Kemasan siap edar yang diserahkan berupa kemasan primer, kemasan sekunder, dan informasi produk. Penyerahan kemasan dilakukan paling lambat satu bulan sebelum

27 18 pelaksanaan peredaran obat. Pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala BPOM Evaluasi Kembali dan Sanksi Evaluasi kembali dapat dilakukan terhadap obat yang telah mendapat izin edar. Evaluasi ini dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan terdapat perkembangan baru mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang berbeda dari data penunjang saat registrasi. Keputusan hasil evaluasi kembali dapat berupa perubahan penandaan, perbaikan komposisi/ formula, pemberian batasan penggunaan, penarikan obat dari peredaran, dan / atau pembekuan izin edar dan/atau pembatalan izin edar. Pendaftar yang tidak memenuhi ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatalan proses registrasi obat, pembekuan izin edar obat yang bersangkutan, pembatalan izin edar obat yang bersangkutan, atau sanksi administrative lain sesuai ketentuan perundangundangan. Pemberian sanksi berupa pembatalan atau pembekuan izin edar terjadi jika tidak melaksanakan kewajiban memproduksi/mengimpor/mengedarkan obat yang telah mendapat izin edar, selama 12 bulan berturut-turut tidak memproduksi / mengimpor / mengedarkan obat, izin industri farmasi pemilik izin edar dicabut, dan/atau pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau distribusi obat. Pembekuan dan pembatalan izin edar dilakukan secara tertulis kepada pemilik izin edar. 3.2 ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical Requirements ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) adalah format umum yang digunakan untuk menyusun dokumen registrasi yang akan didaftarkan kepada badan regulasi obat di wilayah ASEAN. Tujuan penggunaan ACTD adalah agar penggambaran berbagai informasi produk menjadi transparan dan tidak ambigu, sehingga mempermudah pemeriksaan data-data dasar dan membantu pembaca menjadi lebih cepat terorientasi kepada isi pendaftaran

28 19 produk. ASEAN Common Technical Requirements (ACTR) adalah seluruh materi tertulis yang bertujuan untuk membantu pendaftar untuk menyiapkan dokumen registrasi secara konsisten sesuai dengan harapan seluruh badan otoritas regulasi obat di ASEAN. ACTR ini berisi seluruh persyaratan dan parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh produk obat, baik dari segi kualitas, keamanan, dan efikasi. Untuk memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ACTR, maka dibuat berbagai pedoman, seperti pedoman uji stabilitas, validasi analisis, validasi proses, validasi uji bioekivalensi, dan berbagai pedoman keamanan dan pedoman efikasi (Badan POM RI, 2011) Ketentuan ACTD Teks dan tabel harus disiapkan dengan margin yang memungkinkan dokumen dapat dicetak dengan baik pada kertas berukuran A4. Margin kiri sebaiknya cukup besar sehingga informasi tidak bias dengan menggunakan metode binding. Jenis huruf dan besar huruf adalah Times New Roman 12. Untuk teks dan tabel, sebaiknya jenis dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga mudah dibaca bahkan setelah difotokopi. Setiap halaman harus diberi angka dengan halaman pertama pada setiap bagian disebut sebagai halaman 1. Untuk singkatan dan pengertian Common Technical Dossier harus dijelaskan setiap pertama kali digunakan pada setiap bagian. Referensi harus dicantumkan menurut 1979 Vancouver Declaration of Uniform requirements for Manuscript Submitted to Biomedical Journals (Badan POM RI, 2011) Pembagian ACTD ACTD dibagi ke dalam 4 bagian, yaitu Dokumen Administratif, Dokumen Mutu, Dokumen Non klinik, dan Dokumen Klinik (Badan POM RI, 2011) Dokumen Administratif Dokumen ini berisi pengenalan umum dari sediaan farmasi yang akan didaftarkan. Pada bagian awal dokumen ini berisi keseluruhan tabel isi atau keseluruhan dokumen ACTD untuk memberikan informasi dasar yang dapat

29 20 dicari langsung. Selanjutnya, dokumen ini berisi data administratif yang memerlukan dokumentasi spesifik sejelas mungkin, yaitu formulir pendaftaran, label, brosur, kemasan, dan lain-lain. Bagian akhir dari dokumen ini adalah informasi produk yang memberikan informasi seperlunya, meliputi informasi pemberian obat, mekanisme kerja, efek samping, dan sebagainya. Isi dari dokumen administratif dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011) Dokumen Mutu Bagian ini berisikan penjelasan mengenai kualitas produk obat secara menyeluruh beserta laporan penelitiannya. Dokumen kontrol kualitas harus dijelaskan sejelas mungkin. Isi dari dokumen mutu dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011) Dokumen Non klinik Bagian ini harus memberikan penjelasan non klinik yang disertai dengan rangkuman non klinik tertulis dan rangkuman non klinik dalam bentuk tabel. Data dalam bagian ini tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN tertentu, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (New Chemical Entity/NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen non klinik dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011) Dokumen Klinik Bagian ini memberikan penjelasan klinik dan rangkuman klinik. Dokumen dari bagian ini juga tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi

30 21 mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di Negara asalnya. Isi dari dokumen klinik dapat dilihat pada Lampiran 3 (Badan POM RI, 2011).

31 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Registrasi Obat Registrasi merupakan proses suatu obat untuk mendapatkan nomor ijin edar (NIE) sehingga dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria bahwa obat tersebut memiliki khasiat yang meyakinkan dan keamanan memadai dibuktikan melalui uji nonklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan standar perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan, obat memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metode analisis terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih, Obat memiliki penandaan dan informasi produk yang berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman, obat sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan khusus untuk obat psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia, dan untuk kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program nasional dapat dipersyaratkan uji klinik di Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Registrasi obat dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi dan hasilnya berupa nomor ijin edar. Registrasi obat diajukan kepada Kepala Badan dan selanjutnya dilakukan evaluasi oleh evaluator yang ditunjuk dan ahli dibidangnya untuk menilai obat tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ada atau tidak. Di Indonesia, evaluasi dokumen registrasi obat dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator. Tata lakasana registrasi obat diatur oleh Badan POM dalam keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat menggantikan Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK

32 23 tahun 2003 karena telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan yang terjadi juga merupakan penyempurnaan dan penyesuaian dengan regulasi terbaru di Indonesia dan ASEAN, namun secara garis besar isi dari regulasi mengenai tata cara registrasi obat tidak terlalu banyak berubah. Perubahan yang terdapat pada terjadi pada tata laksana registrasi obat tahun 2011 dari tahun 2003 antara lain adalah penjelasan mengenai pendaftar registrasi yang sebelumnya diatur bahwa pendaftar merupakan industri farmasi yang memiliki izin industri dan PBF namun sekarang hanya industi farmasi yang telah memiliki izin industri; terdapat perubahan kategori registrasi yang sebelumnya ada 10 kategori namun sekarang hanya 7 kategori registrasi saja; terdapat perubahan pada jalur pra-registrasi yang sebelumnya hanya ditujukan untuk obat yang belum memiliki izin edar namun sekarang pra-registrasi dilakukan pada obat baru dan obat copy yang belum pernah didaftarkan dan pada registrasi variasi yang termasuk kategori variasi mayor; terdapat perubahan pengelompokan registrasi variasi yang sebelumnya tidak ada pengelompokan registrasi variasi namun sekarang menjadi tiga kelompok registrasi yaitu registrasi variasi mayor, registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan dan registrasi variasi minor dengan notifikasi; terdapat ketentuan bolar provision yakni obat paten yang sebelumnya tidak boleh diregistrasikan namun sekarang ada ketentuan yang menyebutkan bahwa obat paten diizinkan untuk dilakukan registrasi; dan terdapat perubahan jalur evaluasi. 4.2 Registrasi Obat Baru Obat baru adalah obat yang mengandung zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan atau rute pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia. Dalam prosesnya registrasi obat baru termasuk dalam golongan registrasi baru kategori 1. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan kemudian dilanjutkan dengan tahap registrasi. Tahapan pra registrasi dilakukan untuk menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya evaluasi pada tahapan registrasi selanjutnya. Pra registrasi diawali dengan pengajuan pendaftaran secara

33 24 online melalui pendaftaran dilakukan untuk jadwal layanan di minggu berikutnya. Selanjutnya akan dikeluarkan jadwal pendaftaran dan nomor antrian. Pendaftar kemudian melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen sesuai tahapannya. Kelengkapan persyaratan untuk proses pra registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan alur proses registrasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Secara garis besar dokumen registrasi yang harus diserahkan terdiri dari 4 bagian, yaitu: a. Dokumen administratif b. Dokumen mutu c. Dokumen non-klinik d. Dokumen klinik Kelengkapan dokumen tersebut disatukan dalam ordner/ map berwarna biru. Untuk obat kategori 1, yaitu obat baru pendaftar juga harus menyerahkan rencana manajemen risiko yang kemudian akan ditetapkan. Dokumen pra-registrasi atau registrasi yang telah disiapkan akan di verifikasi pada bagian loket pra registrasi. Setelah dinyatakan lengkap dengan bukti cap lengkap pada dokumen checklist selanjutnya pendaftar akan mendapat surat perintah bayar untuk biaya evaluasi pra registrasi. Setelah pembayaran dilakukan, dokumen-dokumen tersebut beserta bukti cap lengkap, bukti bayar dan formulir pra registrasi yang sebelumnya telah diisi di masukkan ke dalam loket bagian pemasukan dokumen untuk dilakukan validasi kelengkapan dokumen. Bersamaan dengan dimasukkannya dokumen pra registrasi pendaftar akan mendapatkan surat tanda terima dokumen. Setelah proses tersebut, pendaftar harus terus memantau perkembangan tahapan pra registrasi yang sedang berjalan dan harus siap jika pada tahapan tersebut diperlukan data tambahan. Hasil pra registrasi akan keluar dalam jangka waktu 40 hari kerja terhitung sejak dokumen dimasukkan. Setelah 40 hari kerja, akan di dapat hasil pra registrasi, di dalamnya akan mencantumkan kategori registrasi,

34 25 jalur evaluasi, biaya evaluasi tahapan registrasi serta pengembalian dokumen pra registrasi atau registrasi. Tahap selanjutnya yaitu registrasi. Pada prosesnya tahapan ini hampir sama dengan tahapan pra registrasi. Perbedaan terdapat pada saat dilakukannya validasi kelengkapan dokumen. Saat melakukan validasi kelengkapan dokumen registrasi pendaftar harus menyertakan hasil pra registrasi, bukti bayar, cap bukti lengkap, disket beserta dokumen registrasi serta mengisi formulir permohonan registrasi dan formulir pengisian disket. Setelah pembayaran dilakukan dokumendokumen tersebut beserta bukti cap lengkap, bukti bayar, formulir registrasi, hasil pra registrasi, dan disket yang sebelumnya telah diisi di masukkan ke dalam loket bagian pemasukan dokumen. Bersamaan dengan dimasukkannya dokumen pra registrasi pendaftar akan mendapatkan surat tanda terima dokumen. Setelah proses tersebut, pendaftar harus terus memantau perkembangan tahapan registrasi yang sedang berjalan dan harus siap jika pada tahapan tersebut diperlukan data tambahan. Hasil pra registrasi akan keluar dalam jangka waktu sesuai dengan kategori registrasi, terhitung sejak dokumen dimasukkan. Setelahnya, jika telah disetujui, maka akan didapat nomor izin edar (NIE) yang berlaku selama 5 tahun, dan dapat diperpanjang jika telah habis masa berlakunya dengan registrasi ulang. 4.3 Registrasi Obat Copy Obat copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama dengan obat yang sudah disetujui. Untuk kelengkapan dokumen registrasi obat copy secara umum memiliki kesamaan dengan registrasi obat baru, namun terdapat perbedaan pada beberapa bagian, diantaranya yaitu: untuk registrasi obat copy tidak disertakan bagian 3, yaitu dokumen non-klinik, serta perbedaan warna map untuk dokumen yang berwarna hitam. Sedangkan untuk tahapan registrasi obat copy adalah sama, mulai dari pra registrasi, hingga registrasinya.

35 Registrasi Variasi Perubahan terhadap obat yang telah mendapat nomor ijin edar harus dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Registrasi variasi. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan. Registrasi Variasi Major (VaMa) adalah registrasi variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat. Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) adalah registrasi variasi yang tidak termasuk kategori registrasi variasi minor dengan notifikasi maupun variasi major. Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) adalah registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak merubah informasi pada sertifikat izin edar. Permohonan registrasi variasi diajukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen registrasi variasi terkait perubahan yang diajukan. 4.5 Registrasi Ulang Registrasi ulang dilakukan pada produk yang telah habis masa nomor ijin edarnya. Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir registrasi dan melampirkan dokumen registrasi ulang. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan formula obat. 4.6 Regulatory Fungsi Regulator Fungsi seorang regulator secara khususnya sangat penting di PT. Novartis Indonesia. Regulator bertanggungjawab untuk meregistrasikan produk yang belum memiliki ijin edar, mengajukan registrasi terhadap perubahan produk yang telah memiliki nomor ijin edar, dan meregistrasi ulang produk yang telah habis

36 27 masa ijin edarnya. Regulator berperan sebagai perencana proses registrasi dan persiapan persyaratan registrasi obat meliputi formulir maupun dokumen pendukung registrasi obat, sebagai pendaftar ke Badan POM, sebagai pihak yang bernegosiasi jika terjadi permasalahan selama proses registrasi baik dalam bentuk kelengkapan data maupun konsultasi dengan pihak yang terkait, sebagai pihak yang mengurus pembayaran terkait registrasi obat, sebagai pengontrol selama proses registrasi berjalan, dan sebagai pihak yang membuat pelaporan tentang produk-produk yang telah mengalami proses registrasi Karakterisasi Regulator Menjadi seorang regulator harus memiliki beberapa karakter pendukung terkait fungsinya sebagai seorang regulatory. Karakter tersebut antara lain adalah: a. Pintar, artinya seorang regulator dapat menangkap informasi yang terdapat dalam dokumen terkait registrasi dan paham secara keseluruhan isi dokumen tersebut sehingga dapat menghadapi evaluator dari Badan POM dengan baik. b. Memiliki skill dalam mempersiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan untuk meregistrasikan produknya, baik terkait dokumen pendukung 23maupun formulir dan hal-hal lain sehingga memudahkan evaluator memeriksa kelengkapan yang diperlukan dalam meregistrasikan suatu produk. c. Memiliki sikap yang baik dalam bekerja, secara tim maupun individual. Sikap yang harus dimiliki oleh seorang regulator antara lain disiplin, jujur, teliti, kreatif, mudah bersosialisasi, mudah bekerja sama, dapat bernegosiasi dengan baik, efektif dan efisien dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

37 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktek kerja profesi apoteker yang dilakukan di PT. Novartis, maka dapat disimpulkan bahwa seorang regulator bertanggungjawab untuk meregistrasikan obat baru yang belum memiliki ijin edar, mengajukan registrasi variasi terhadap perubahan obat yang telah memiliki nomor ijin edar, dan meregistrasi ulang produk yang telah habis masa ijin edarnya. 5.2 Saran a. Perlu dilakukan kerjasama secara berkesinambungan antara pihak Universitas dan PT. Novartis Indonesia dalam pelaksanaan program Praktek Kerja Profesi Apoteker untuk mengembangkan potensi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsinya secara lebih luas di Industri Farmasi, tidak hanya terbatas pada bagian Produksi dan Mutu Produk saja. b. Perlu menanamkan karakter yang harus dimiliki seorang regulator kepada para calon apoteker sehingga dapat memaksimalkan fungsi regulator dalam suatu industri farmasi. 28

38 DAFTAR PUSTAKA Badan POM RI. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Novartis Indonesia. Diakses tanggal 18 November (2013). Regulatory Affairs Officer Job Description. Diakses tanggal 18 November Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1700/MenKes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 29

39 LAMPIRAN

40 Lampiran 1 Struktur organisasi Medical and Regulatory Departement PT. Novartis Indonesia, Jakarta

41 Lampiran 2 Formulir registrasi

42 (Lanjutan)

43 Lanjutan)

44 (Lanjutan)

45 (Lanjutan)

46 Lampiran 3 Isi dokumen praregistrasi dan registrasi BAGIAN I DOKUMEN ADMINISTRATIF DAN INFORMASI PRODUK Sub Bagian A Daftar Isi Keseluruhan Sub Bagian B Dokumen Administratif 1. Surat Pengantar 2. Formulir Registrasi 3. Pernyataan Pendaftar 4. Sertifikat dan Dokumen Administratif Lain 4.1 Obat Produksi Dalam Negeri Izin industri farmasi Sertifikat CPOB yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang didaftarkan Data insperksi terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh BPOM 4.2 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Lisensi Izin industri farmasi atau dokumen penunjang dengan bukti yang cukup untuk badan atau institusi riset sebagai pemberi lisensi Izin industri farmasi sebagai penerima lisensi Sertifikat CPOB industri farmasi penerima lisensi yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang didaftarkan Perjanjian lisensi 4.3 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Kontrak Izin industri farmasi pendaftar/pemberi kontrak Izin industri farmasi sebagai penerima kontrak Sertifikat CPOB industri farmasi pendaftar atau pemberi kontrak yang masih berlaku Perjanjian kontrak 4.4 Obat Khusus Ekspor Izin industri farmasi Sertifikat CPOB pendaftar

47 (Lanjutan) Sertifikat CPOB atau dokumen lain yang setara dari produsen sesuai bentuk sediaan yang didaftarkan (untuk obat impor khusus ekspor) 4.5 Obat Impor Izin industri farmasi produsen dan pendaftar Surat penunjukkan dari industri farmasi atau pemilik produk di luar negeri Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) atau dokumen lain yang setara dari negara produsen dan/atau Negara dimana diterbitkan sertifikat kelulusan bets Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari produsen untuk bentuk sediaan yang didaftarkan atau dokumen lain yang setara (termasuk sertifikat CPOB produsen zat aktif untuk produk biologi) Data inspeksi CPOB terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain Justifikasi impor Bukti perimbangan kegiatan ekspor dan impor (jika perlu) 5. Hasil Pra-Registrasi 6. Kuitansi/Bukti Pembayaran 7. Dokumen Lain Sub Bagian C Informasi Produk dan Penandaan 1. Informasi Produk 2. Penandaan pada kemasan BAGIAN II DOKUMEN MUTU Sub Bagian A Ringkasan Dokumen Mutu (RDM) Sub Bagian B Dokumen Mutu S Zat Aktif S1 Informasi Umum

48 (Lanjutan) S1.1 Tata Nama S1.2 Rumus Kimia S1.3 Sifat-sifat umum S2 Proses Produksi dan Sumber Zat Aktif S2.1 Produsen S2.2 Uraian dan Kontrol Proses Pembuatan S2.3 Kontrol terhadap Bahan S2.4 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Senyawa S2.5 Validasi proses dan/atau Evaluasi S2.6 Pengembangan Proses Pembuatan S3 Karakterisasi S3.1 Elusidasi dan Struktur Karakterisasi S3.2 Bahan Pengotor S4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Aktif S4.1 Spesifikasi antara S4.2 Prosedur Analisis S4.3 Validasi Prosedur Analisis S4.4 Analisis Bets S4.5 Justifikasi Spesifikasi S5 Baku Pembanding S6 Spesifikasi dan Pengujian Kemasan S7 Stabilitas P Obat Jadi P1 Pemerian dan Formula P2 Pengembangan Produk P2.1 Informasi dan Studi Pengembangan P2.2 Komponen Obat P2.2.1 Zat Aktif P2.2.2 Zat Tambahan P2.3 Obat

49 (Lanjutan) P2.3.1 Pengembangan Formula P2.3.2 Overages P2.3.3 Sifat Fisikokimia dan biologi P2.4 Pengembangan Proses Pembuatan P2.5 Sistem Kemasan P2.6 Atribut Mikrobiologi P2.7 Kompatibilitas P3 Prosedur Pembuatan P3.1 Formula Bets P3.2 Proses Pembuatan dan Kontrol Proses P3.3 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Produk Antara P3.4 Validasi Proses dan/atau Laporan P4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Tambahan P4.1 Spesifikasi P4.2 Prosedur Analisis P4.3 Zat Tambahan yangbersumber dari Hewan dan/atau Manusia P4.4 Zat Tambahan Baru P5 Spesifikasi dan Metode Pengujian Obat P5.1 Spesifikasi P5.2 Prosedur Analisis P5.3 Laporan validasi Metode Analisis P5.4 Analisis Bets P5.5 Karakterisasi Zat Pengotor P5.6 Justifikasi Spesifikasi P6 Baku Pembanding P7 Spesifikasi dan Metode Pengujian Kemasan P8 Stabilitas P9 Bukti Ekivalensi (bila perlu) Sub Bagian C Daftar Pustaka

50 (Lanjutan) BAGIAN III DOKUMEN NONKLINIK Sub Bagian A Tinjauan Studi Nonklinik Sub Bagian B Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik Sub Bagian C Laporan Studi Nonklinik Sub Bagian D Daftar Pustaka BAGIAN IV DOKUMEN KLINIK Sub Bagian A Tinjauan Studi Klinik Sub Bagian B Ringkasan Studi Klinik Sub Bagian C Matriks Studi Klinik Sub Bagian D Laporan Studi Klinik Sub Bagian E Daftar Pustaka [Sumber : Badan POM RI, 2011]

51 Lampiran 3 Alur proses registrasi Tahap pra-registrasi

52 (Lanjutan) Penyerahan Berkas Registrasi

53 Lampiran 5 Alur registrasi dan evaluasi obat

2011, No Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepal

2011, No Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepal No.634, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN/ Obat. Registrasi. Tata Laksana. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.10.11.08481

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT www.hukumonline.com PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.10.11.08481 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

JAKARTA, 24 NOVEMBER 2017

JAKARTA, 24 NOVEMBER 2017 JAKARTA, 24 NOVEMBER 2017 Dra. Togi J. Hutadjulu, Apt. MHA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA www.pom.go.id 1. PENDAHULUAN 2. REVISI KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT 3. PENUTUP

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.10.11.08481 TAHUN 2011

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.10.11.08481 TAHUN 2011 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.10.11.08481 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.3.1950 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 07 Oktober 2016.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BPOM. Registrasi Obat. Kriteria dan Tata Laksana. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BPOM. Registrasi Obat. Kriteria dan Tata Laksana. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No. 1140, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Registrasi Obat. Kriteria dan Tata Laksana. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. KALBE FARMA, Tbk. PERIODE 1 FEBRUARI 30 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. KALBE FARMA, Tbk. PERIODE 1 FEBRUARI 30 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. KALBE FARMA, Tbk. PERIODE 1 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CHRISTY CECILIA SN, S.Farm. 1106046761 ANGKATAN

Lebih terperinci

b. Sertifikat CPOB sesuai dengan bentuk sediaan yang diajukan

b. Sertifikat CPOB sesuai dengan bentuk sediaan yang diajukan CHECKLIST DOKUMEN PRA REGISTRASI OBAT BARU I. INFORMASI PRODUK Nama obat : Bentuk sediaan & kekuatan : Zat aktif : Kemasan : Pendaftar : Produsen : Kategori registrasi : II. DOKUMEN YANG DISERAHKAN A.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. NOVARTIS INDONESIA JL. PROF. DR. SATRIO KAV. 18 KUNINGAN CITY SETIABUDI JAKARTA SELATAN 12940 PERIODE 4 FEBRUARI - 28 MARET 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 31 November 2016.

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

MATERI KONSULTASI PUBLIK KETIGA 27 JULI 2017

MATERI KONSULTASI PUBLIK KETIGA 27 JULI 2017 MATERI KONSULTASI PUBLIK KETIGA 27 JULI 2017 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI SUPLEMEN KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN, Menimbang : Mengingat : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN, a. bahwa untuk melindungi masyarakat dari

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERMENKES No.949 Th 2000

PERMENKES No.949 Th 2000 PERMENKES No.949 Th 2000 PERATURAN MENKES RI. No.949/MENKES/PER/VI/2000 Tentang REGISTRASI OBAT JADI Menimbang : a Bahwa untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Dra. Togi J. Hutadjulu, Apt., MHA Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Dra. Togi J. Hutadjulu, Apt., MHA Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Badan Pengawas Obat dan Makanan Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat & Implementasi Sistem Registrasi Online dalam Mendukung Akses & Ketersediaan Obat yang Aman, Berkhasiat dan Bermutu Dra. Togi J. Hutadjulu, Apt., MHA Direktur

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK.00.05.3.00914 TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK.00.05.3.00914 TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.3.00914 TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang a. bahwa untuk keadaan tertentu, diperlukan

Lebih terperinci

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 22 Desember

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT

PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT Drs. H. G. Kakerissa, Apt. Hotel Balairung, 20 Juli 2017 Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERKA BADAN POM NO. 8 TAHUN 2017 PEDOMAN PENGAWASAN PERIKLANAN OBAT DAN EVALUASI KEPATUHAN PENANDAAN OBAT

SOSIALISASI PERKA BADAN POM NO. 8 TAHUN 2017 PEDOMAN PENGAWASAN PERIKLANAN OBAT DAN EVALUASI KEPATUHAN PENANDAAN OBAT SOSIALISASI PERKA BADAN POM NO. 8 TAHUN 2017 PEDOMAN PENGAWASAN PERIKLANAN OBAT DAN EVALUASI KEPATUHAN PENANDAAN OBAT WORKSHOP PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT JAKARTA, 20 JULI 2017 OUTLINE Latar Belakang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan.

BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan. No.1038, 2014 BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TATA LAKSANA PERSETUJUAN UJI KLINIK

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT COPY

CHECKLIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT COPY CHECKLIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT COPY I. INFORMASI PRODUK Nama Obat : Bentuk sediaan & Kekuatan : Zat aktif : Kemasan : Pendaftar : Produsen : Kategori registrasi : II. DOKUMEN YANG DISERAHKAN No. Parameter

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

1 Pendaftaran Akun Perusahaan. 2 Pendaftaran OT Low Risk. 3 Pendaftaran Ulang OT & SK 4 E-Trecking System Pendaftaran Baru dan Variasi OT & SK

1 Pendaftaran Akun Perusahaan. 2 Pendaftaran OT Low Risk. 3 Pendaftaran Ulang OT & SK 4 E-Trecking System Pendaftaran Baru dan Variasi OT & SK 1 2 Aplikasi sistem E-Registrasi yang telah berlaku di Subdit Penilaian Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yaitu: 1 Pendaftaran Akun Perusahaan 2 Pendaftaran OT Low Risk 3 Pendaftaran Ulang OT & SK

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PRA-REGISTRASI APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id. Login. Alur Pengajuan Pra Registrasi Obat Copy

PETUNJUK TEKNIS PRA-REGISTRASI APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id. Login. Alur Pengajuan Pra Registrasi Obat Copy PETUNJUK TEKNIS PRA-REGISTRASI APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id 2 Alur Pengajuan Pra Registrasi Obat Copy Login Mengisi form pengajuan pra registrasi baru obat copy Mendapat SPB + pembayaran

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02002/SK/KBPOM

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02002/SK/KBPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02002/SK/KBPOM TENTANG TATA LAKSANA UJI KLINIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang

Lebih terperinci

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING

DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING DALAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN DAYA SAING Obat Tradisional Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen RAPAT KERJA NASIONAL GP JAMU Jakarta,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.226,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional disampaikan oleh: Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

User Manual. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

User Manual. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia User Manual Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Copyright @2016 DAFTAR ISI Login Aplikasi... 5 Melakukan Login... 5 Pra Registrasi... 7 Membuat Permohonan... 7 Isian Data Bentuk Sediaan,

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PRA-REGISTRASI APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id

PETUNJUK TEKNIS PRA-REGISTRASI APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id PETUNJUK TEKNIS PRA-REGISTRASI APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id 2 Alur Pengajuan Pra Registrasi Obat Copy Verifikasi BPOM Verifikasi BPOM Aplikasi e Registrasi Obat (AeRO) versi 1 1 Memulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Setelah proses Login berhasil, pendaftar akan masuk pada halaman awal Aplikasi e-registrasi Obat.

Setelah proses Login berhasil, pendaftar akan masuk pada halaman awal Aplikasi e-registrasi Obat. PETUNJUK TEKNIS REGISTRASI ULANG APLIKASI e REGISTRASI OBAT (AeRO) aero.pom.go.id Alur Pengajuan Registrasi Ulang Obat Copy =============================== Memulai Proses Registrasi Ulang Obat Copy Pengajuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PEDOMAN TEKNIS FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI FARMASI

TANYA JAWAB PEDOMAN TEKNIS FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI FARMASI Tanya Jawab Pedomann Teknis Farmakovigilans TANYA JAWAB PEDOMAN TEKNIS FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI FARMASI BADAN PENGAW WAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 1 P ag e Definisi Farmakovigilans 1. T:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : PO.01.01.31.03660 TENTANG PENGATURAN KHUSUS PENYALURAN DAN PENYERAHAN BUPRENORFIN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. NOVELL PHARMACEUTICAL LABORATORIES JALAN POS PENGUMBEN RAYA NO. 8 JAKARTA BARAT PERIODE 7 JANUARI 6 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PEDOMAN TEKNIS FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI FARMASI

TANYA JAWAB PEDOMAN TEKNIS FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI FARMASI TANYA JAWAB PEDOMAN TEKNIS FARMAKOVIGILANS BAGI INDUSTRI FARMASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 1 P a g e Definisi Farmakovigilans 1. T: Apakah perbedaan antara Farmakogivilans dengan

Lebih terperinci

CHECK LIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT BARU

CHECK LIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT BARU CHECK LIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT BARU I. INFORMASI PRODUK Nama Obat : Bentuk sediaan & Kekuatan : Zat aktif : Kemasan : Pendaftar : Produsen : Kategori registrasi : II. DOKUMEN YANG DISERAHKAN No. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi hewan dan masyarakat yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.3.02706 TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang: a. bahwa untuk melindungi kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.893, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005.

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005 Tentang PERSYARATAN DAN PEDOMAN PELAKSANAAN IZIN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

Sejak Februari 2018, seluruh sistem registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan menggunakan website asrot yang sudah dimutakhirkan

Sejak Februari 2018, seluruh sistem registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan menggunakan website asrot yang sudah dimutakhirkan Sejak Februari 2018, seluruh sistem registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan menggunakan website asrot yang sudah dimutakhirkan Website : asrot.pom.go.id/asrot Untuk produk yang telah didaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah, di tempat.

Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah, di tempat. Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.05/2016 TENTANG SALURAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL JL. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG - BANDUNG (1 AGUSTUS - 27 SEPTEMBER 2016)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL JL. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG - BANDUNG (1 AGUSTUS - 27 SEPTEMBER 2016) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL JL. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG - BANDUNG (1 AGUSTUS - 27 SEPTEMBER 2016) PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: FELICIA ESTERINA T, S. Farm. 2448715317

Lebih terperinci

Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY. Yogyakarta, 14 April 2018

Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY. Yogyakarta, 14 April 2018 Wimbuh Dumadi,S.Si.M.H.,Apt Ketua Pengurus Daerah IAI DIY Yogyakarta, 14 April 2018 1 2 Pendahuluan Sistem Regulasi 3 Peran Apoteker Dalam menjamin kualitas Obat 4 Peran Apoteker Dalam Keamanan Obat 5

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci