BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu mens berarti bulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu mens berarti bulan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu mens berarti bulan dan pausis berarti berhenti. Definisi menopause adalah seorang wanita

2 yang tidak mengalami menstruasi pada usia tahun dalam waktu lebih dari 12 bulan. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar follicle stimulating hormone (FSH) darah > 40 miu/ml dan kadar CTx < 30 pg/ml. 19,20 Data Women s Health Across The Nation menunjukkan rerata usia wanita menopause 51,4 tahun. Rerata usia wanita menopause 45 tahun disertai peningkatan hormon CTx pada masa perimenopause yaitu satu tahun sebelum terjadinya menopause. Data di Netherland menunjukkan rerata usia wanita menopause 50,2 tahun. 20 Di negara berkembang rerata usia wanita menopause terjadi lebih dini daripada negara barat. Penelitian di Indonesia menunjukkan rerata usia wanita menopause tahun Fisiologi Tulang Normal Jaringan tulang mengalami proses remodelling yang berlangsung secara terus-menerus dimana terjadi proses resorpsi dan formasi tulang yang berlangsung secara bersamaan. Proses remodelling ini sangat diperlukan tulang untuk beradaptasi terhadap gangguan mekanik dan perubahan fisiologi tulang sehingga susunan matriks tulang menjadi kuat. 16 Integritas massa tulang ditentukan oleh keseimbangan antara proses formasi dan resorpsi tulang. Perubahan dalam proses remodelling tulang akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara proses penghancuran tulang dan pembentukan tulang. Proses ini merupakan dasar terjadinya hampir semua gangguan metabolisme tulang dan

3 osteoporosis. Proses remodelling tulang merupakan hasil kerja dari dua jenis sel yang bekerja secara berlawanan memegang peranan penting terhadap proses ini yaitu sel osteoblast yang bekerja membentuk matriks tulang baru dan sel osteoklast yang menghancurkan matriks tulang. 16 Tulang terdiri dari matriks tulang yang mengandung 90% kolagen (Type-1 Collagen mengandung N-telopeptides, C-telopeptides dan deoxypyridinolines), 10% protein (osteocalcin, osteonectin, osteopontin), mineral tulang (kalsium, fosfat) dan sel-sel tulang (osteosit, osteoblas, osteoklas). 1,2,5,8 Osteoblas merupakan sel tulang yang berperan dalam menghasilkan bahan organik yang penting untuk menyusun tulang, contohnya: kolagen tipe 1, proteoglikan, dan osteonektin. Osteoblas dapat berubah menjadi osteosit melalui proses yang tidak singkat, inti dari proses ini osteoblast akan diselubungi oleh bahan yang diproduksi olehnya dan terjadi pula kalsifikasi dimana ion kalsium akan berkumpul dan berikatan dengan sel osteoblast tadi. Akhirnya osteosit terbentuk. Osteosit ini adalah tulang dewasa yang berperan sebagai sel yang menjaga matriks tulang. Sel ini akan mengalami kematian bila terjadi resobrsi tulang yang dilakukan oleh osteoklas. Oleh karena itu keseimbangan aktivitas kedua jenis sel ini berperan untuk mempertahankan kekonstanan massa tulang. Faktor yang dilepaskan oleh osteoklas pada fase resorpsi diduga mensinyalir perekrutan osteoblas. Selain itu, osteoblas menyediakan sinyal penting untuk diferensiasi osteoklas melalui sintesis dan sekresi RANKL (Receptor Activator of

4 nuclear faktor kappa ligand), CSF1 (dikenal juga dengan M-CSF/Makrofag Colony Stimulating Factor) dan sinyal stimulator lainnya. RANKL diketahui sebagai sitokin osteoklasogenik yang mengatur turnover tulang pada kondisi fisiologis maupun patologis. RANKL berikatan dengan reseptornya RANK pada prekursor osteoklas dan osteoklas untuk menginduksi diferensiasi dan aktivasi sel-sel tersebut menjadi osteoklas yang meresorpsi tulang matur. Osteoklas juga mensekresi osteoprotegerin yang berperan sebagai reseptor umpan larut air dengan cara memakan RANKL serta mencegah interaksi antara RANKL dengan RANK. Oleh karena itu dalam lingkungan mikro tulang, pensinyalan berpasangan antara osteoklas dengan osteoblas menjadi mekanisme penting yang mengatur turnover tulang. Selain itu hormon, sitokin dan vitamin juga bekerja dalam lingkungan mikro ini pada osteoblas dan osteoklas untuk mengatur aspekaspek pembentukan tulang, mineralisasi dan resorpsi yang berbeda. 1,22,23 Fisiologi tulang normal akan mengalami proses remodelling terusmenerus. Siklus remodelling adalah proses aktivasi, resorpsi dan formasi tulang 5,24,25. Terdapat dua jenis jaringan tulang pada orang dewasa yaitu tulang trabekula dan tulang kortikal. Tulang trabekula merupakan 25% dari total komponen massa tulang terkonsentrasi di tulang belakang dan ujung tulang panjang. Proses remodelling tulang trabekula adalah 25% sedangkan tulang kortikal adalah 2% sampai 3% setiap tahun sehingga tulang trabekula lebih rentan terhadap faktor yang mempengaruhi metabolisme tulang. Massa tulang ditentukan oleh puncak massa tulang yang tercapai pada usia 20 sampai 30 tahun dan penurunan massa tulang

5 berlangsung secara bertahap sebesar 0,5% sampai 1% per tahun. Massa tulang laki-laki lebih besar daripada wanita selama masa dewasa. Dalam perjalanannya wanita akan kehilangan sekitar 50% tulang trabekula sedangkan laki-laki akan kehilangan sekitar 30% tulang trabekula. 24, Osteoporosis Osteoporosis berasal dari kata osteos (tulang) dan porous (keropos). Sehingga disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan keropos serta mudah patah. 16 National Institute of Health (NIH) Consensus (2000) menyatakan defenisi osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang dimana terjadi penurunan kekuatan tulang dan meningkatkan resiko terjadinya patah tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh densitas mineral tulang dan kualitas tulang. 16 Definisi Osteoporosis menurut WHO (1994) adalah suatu gangguan pada tulang ditandai dengan penurunan massa tulang disertai dengan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang yang mengakibatkan meningkatnya resiko patah tulang. 1,2,24,26,27,28 Definisi osteoporosis berdasarkan kriteria WHO adalah penurunan densitas massa tulang (BMD) kurang dari 2,5 deviasi standar di bawah puncak normal massa tulang orang dewasa, skor T kurang dari atau sama dengan -2,5 berdasarkan dual X-Ray absorbtiometry (DEXA). Osteopenia merupakan derajat penurunan massa tulang yang lebih ringan

6 didefinisikan sebagai skor T antara -1,0 sampai -2,5. Risiko fraktur meningkat dramatis seiring dengan penurunan BMD. 25,27,28 Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan tulang ini berhubungan erat dengan proses remodelling tulang yaitu terjadi abnormalitas bone turnover. Pada proses remodelling fisiologi normal tulang secara berkesinambungan mengalami penyerapan dan pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak terbatas pada fase pertumbuhan saja akan tetapi pada kenyataannya berlangsung seumur hidup dimana sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk penyerapan tulang. 29,30 Proses pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan saat individu berusia 30 sampai 40 tahun. Keseimbangan proses pembentukan dan penyerapan ini mulai terganggu dan cenderung lebih banyak terjadi proses penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60 tahun. Proses ini disebut osteoporosis, dimana pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih banyak daripada proses pembentukan tulang (bone formation). Peningkatan proses penyerapan tulang dibandingkan pembentukan tulang pada wanita pasca menopause disebabkan oleh defisiensi hormon estrogen yang kemudian akan merangsang keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas sel osteoklas. Jadi yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan

7 aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang yang dipengaruhi oleh mediator-mediator, dimana mediator-mediator ini sangat dipengaruhi oleh kadar hormon estrogen. 31 Gambar 2.1. Gambaran tulang pada orang normal dan osteoporosis 2.4 Patogenesis Osteoporosis Patogenesis osteoporosis bersifat kompleks meliputi peranan selsel tulang, hormon, sitokin, faktor mineral dan biomekanik tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh jumlah dan aktivitas sel osteoklas lebih banyak daripada jumlah dan aktivitas sel osteoblas sehingga mengakibatkan penurunan massa tulang. 1,2,25,27,28,29,30 Beberapa teori yang menyebabkan peningkatan diferensiasi dan aktivitas sel osteoklas yaitu : 1. Defisiensi estrogen 2. Faktor sitokin 3. Pembebanan Defisiensi Estrogen

8 Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas dan beraktivitas melalui reseptor di sitosol sel yang mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin I (IL-1), Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necroting Factor Alpha (TNF-α) dimana sitokin ini berfungsi untuk penyerapan tulang. Estrogen juga meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b) yang merupakan satusatunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diresorpsi oleh osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin. Efek estrogen pada osteoklas memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh estrogen secara langsung adalah mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa. Sedangkan pengaruh estrogen secara tidak langsung akan mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi maupun apoptosis dari osteoklas. 28,29, Faktor Sitokin Stadium awal proses osteoklasogenesis akan melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator yaitu sitokin dan faktor koloni stimulator. Mediator sitokin yang menstimulasi osteoklasogenesis adalah IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary Neurottropic factor (CNTF), Tumor Necroting Factor (TNF), Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan Macrophage

9 Colony Stimulating Factor (M-CSF) sedangkan mediator sitokin yang menghambat osteoklasogenesis adalah IL-4, IL-10, IL-18 dan interferon G. Interleukin 6 merupakan salah satu sitokin mempunyai peranan penting dimana adanya peningkatan IL-6 terbukti memegang peranan akan terjadinya beberapa penyakit yang berpengaruh pada remodelling tulang dan penyerapan tulang yang berlebihan baik lokal maupun sistemik. 26, Pembebanan Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan remodelling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodelling tulang terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodelling unit yang merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodelling ini dimulai dari perubahan permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang yang mengalami resorpsi. 11,28,34 Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) akan menimbulkan stres mekanik dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu pembentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran, bentuk dan

10 kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan mekanik. 28, Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis Menurut Emma (2000) faktor penyebab osteoporosis adalah faktor endogenik. Faktor endogenik terkait dengan proses penuaan yaitu proses kerusakan sel yang berjalan seiring dengan perjalanan usia. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan struktural (massa tulang) dan penurunan fungsional tubuh. 35 Tabel 1. Faktor Risiko Osteoporosis 33 Faktor Individu ( faktor host ) 1. Ras 2. Keturunan (riwayat keluarga) 3. Jenis kelamin (terutama wanita post menopause) 4. Bentuk tubuh (orang kecil, kurus) Faktor Nutrisi

11 1. Defisiensi kalsium 2. Alkohol dan merokok 3. Asupan garam dan fosfor berlebih 4. Penurunan berat badan akibat pengendalian berat badan yang berlebih (diet yang tidak cukup) 5. Kurang terpapar sinar matahari, defisiensi vitamin D Faktor Fisik 1. Kurang olahraga (istirahat tempat tidur yang lama) 2. Paralisis otot (misalnya : stroke) 3. Penurunan kemampuan kerja 4. Gravitasi nol (astronot) Faktor penyakit dan Obat-obatan 1. Ovarektomi pre-menopausal, atau hipogenitalis 2. Gastrektomi 3. Anoreksia 4. Penggunaan steroid Usia Resiko terjadinya patah tulang sangat tergantung pada kekuatan tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh beberapa faktor utama yaitu

12 massa tulang, kandungan mineral tulang, dan mikroaksitektur tulang. Massa tulang maksimal (peak bone mass) pada wanita 25% sampai 40% lebih rendah daripada massa tulang maksimal pria. Massa tulang maksimal dicapai pada usia antara 25 sampai 30 tahun, sedangkan densitas mineral tulang maksimal dicapai pada usia 18 tahun. Densitas mineral tulang berhubungan oleh mikroaksitektur tulang dan densitas mineral tulang. 16 Peningkatan usia akan mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang. Proses pembongkaran tulang (absorpsi) lebih cepat daripada proses pembentukan tulang (formasi). Lebih kurang 20% kehilangan massa tulang pada wanita ini terjadi pada 5 sampai 7 tahun pasca menopause, sehingga diperkirakan kehilangan massa tulang ini berhubungan dengan kenaikan kadar C-Telopeptide. 16 Secara fisiologis tulang mempunyai tiga permukaaan yang disebut envelope. Setiap permukaan tulang ini memiliki bentuk anatomi yang berbeda. Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang disebut endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal envelope dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Tulang baru terbentuk pada periosteal envelope ketika masa kanak-kanak. Anakanak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada saat remaja pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi hormon seks. Mulai lahir sampai usia 30 tahun proses formasi tulang lebih banyak. Tetapi setelah usia 30 tahun proses formasi dan

13 resorpsi tulang mulai berjalan tidak seimbang dimana proses resorpsi melebihi proses formasi. Penelitian Buttros A dkk.(2011) menunjukkan bahwa usia saat menopause merupakan faktor risiko osteoporosis. 36 Populasi lansia diperkirakan meningkat tajam secara global di semua negara. Pada tahun 1995 didapatkan data 49% penduduk dunia berusia diatas 65 tahun dan diperkirakan meningkat menjadi 57% pada tahun Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Insiden osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55 sampai 65 tahun) daripada lanjut usia (65 sampai 85 tahun). Jadi terdapat korelasi antara osteoporosis dengan peningkatan usia Genetik Faktor genetik juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian terhadap kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang pinggul dan punggung sangat bergantung pada genetik. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada anak sebayanya (kira-kira 3 sampai 7% lebih rendah). Riwayat osteoporosis dalam keluarga turut berkontribusi terhadap kejadian osteoporosis. 1,5,11,22 Massa tulang puncak pada orang dewasa secara umum ditentukan oleh faktor genetik sehingga suseptibilitas menopause terhadap osteoporosis juga dapat dimediasi oleh faktor ini. Hubungan antara polimorfisme pada gen yang mengkode reseptor vitamin D (VDR) dengan densitas tulang pada populasi menopause telah ditegakkan. Analisis

14 polimorfisme restriksi panjang fragmen menunjukkan bahwa genotip BB dan tt dari VDR berhubungan dengan BMD yang rendah di lumbal dan collum femur pada wanita paska menopause dari latar belakang etnis yang berbeda. Serupa dengan hal itu, COL1A1 gen yang mengkode kolagen tipe I alfa-1 juga meregulasi BMD karena kolagen tipe I adalah protein struktural terpenting yang terdapat dalam matriks tulang. 23, Kalsium Kalsium dibutuhkan tubuh untuk membentuk dan mempertahankan kekuatan tulang dan gigi, membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka, penghantaran rangsangan saraf, produksi hormone dan enzim-enzim, kontraksi otot, transport ion melalui membrane sel, dan pencegahan osteoporosis. Penyerapan kalsium didalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hormon tubuh antara lain hormon paratiroid, kalsitonin, vitamin D dan estrogen. Penurunan penyerapan kalsium oleh tubuh pada wanita pasca menopause disebabkan oleh penurunan kadar hormon estrogen yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar 1,25- dihydroxyvitamin D. Sehingga pemberian suplementasi kalsium pada wanita pasca menopause sebaiknya diberikan bersama hormone estrogen dan vitamin D. 16,37 Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap wanita pada awal pasca menopause untuk melihat hubungan suplementasi kalsium dalam pencegahan terjadinya osteoporosis. Penelitian ini menunjukkan bahwa kehilangan kalsium yang berlangsung cepat pada wanita pasca

15 menopause berhubungan dengan penurunan kadar estrogen yang terjadi pada wanita tersebut, sehingga mereka memerlukan suplementasi kalsium yang adekuat Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT yang rendah berhubungan dengan BMD yang rendah pada populasi umum termasuk pada menopause. Penelitian menunjukkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan misalnya pada tulang femur atau tibia. 27,38 Saleh,dkk (2010) melaporkan indeks massa tubuh memiliki hubungan yang bermakna dengan resiko osteoporosis, dimana wanita pasca menopause dengan indeks massa tubuh yang tinggi akan memiliki indeks BMD yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan adypocytokine seperti leptin terhadap osteoblast dan osteoklast yang berperan dalam remodeling tulang. 16,38 Wanita dengan indeks massa tubuh yang rendah dan kurang dari 20 kg/m 2 akan meningkatkan resiko osteoporosis. Morin,dkk (2009) melaporkan bahwa indeks massa tubuh yang rendah memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan resiko terjadinya osteoporosis pada wanita yang berusia 40 sampai 59 tahun. 16

16 2.5.5 Aktivitas Fisik/Olahraga Latihan beban akan memberikan penekanan pada tulang dan menyebabkan tulang memanjang sehingga merangsang pembentukan tulang. Menurunnya aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Aktivitas fisik yang berkecukupan akan menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Kejadian osteoporosis pada seseorang dengan aktivitas fisik cukup saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung lebih sedikit daripada aktivitas fisik minimal. 1,5,11,22 Kebiasaan olahraga bermanfaat untuk menjaga densitas tulang. Olahraga yang bermanfaat bagi tulang antara lain: olahraga aerobik, olahraga fleksibilitas, olahraga keseimbangan, dan olahraga beban. 16 Olahraga aerobik Olahraga aerobik dapat memperbaiki fungsi jantung dan peredaran darah ke tulang sehingga dapat mencegah resiko terjadinya osteoporosis. Beberapa olahraga aerobik yang dapat dilakukan antara lain berlari, sepeda statis, senam, berenang, menari, dan naik turun tangga. Aktivitas olahraga ini sebaiknya dilakukan selama 30 menit dengan frekuensi olahraga minimal 3 kali per minggu. 16 Olahraga beban Olahraga beban adalah olahraga yang dilakukan dimana seluruh tubuh bertumpu pada kedua tungkai dan melawan gravitasi bumi. Beberapa contoh olahraga beban ini adalah jalan, lari, bola basket, melompat tali dan meloncat. Olahraga lompat tali yang

17 dilakukan sebanyak kali perhari sebanyak 3 kali seminggu telah dilaporkan dapat meningkatkan massa tulang secara bermakna. Olahraga jalan kaki telah dilaporkan dapat meningkatkan massa tulang panggul dan menurunkan resiko osteoporosis pada wanita pasca menopause. 16 Olahraga fleksibilitas Olahraga fleksibilitas adalah olahraga peregangan otot yang bertujuan untuk keseimbangan dan membuat sendi lebih kuat dan lentur, menyangga berat badan sehingga dapat merangsang pertumbuhan tulang baru. Contoh olahraga fleksibilitas adalah yoga. 16 Olahraga tahanan Olahraga tahanan ini memakai beban dengan berat tertentu dan terdiri dari gerakan menahan, melawan, dan mendorong sesuatu. Olahraga ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tulang dan metabolism tulang dan kekuatan otot. Contoh olahraga ini adalah mengangkat barbel dan dumbel Steroid Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Diperkirakan, antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang mengalami patah tulang (atraumatic fracture) misalnya ditulang belakang atau paha. Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling

18 cepat berlangsung pada 6 bulan pertama pengobatan, dengan rata-rata 5% pada tahun pertama, kemudian menurun menjadi 1%-2% pada tahun berikutnya. 16,23,26 Disamping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan oleh pemberian steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan tulang (bone formation) dan peningkatan resorpsi tulang (bone resorption). Steroid menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah ada dan mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang dapat berfungsi dengan baik. Disamping itu, steroid juga sangat mereduksi sistesis protein. Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi mineral, dan penipisan dinding tulang yang diduga karena umur osteoblast yang semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan atas respon osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin, factor pertumbuhan dan 1,25-dihydroxyvitamin D. Sintesis dan aktivitas faktor-faktor parakrin lokal juga mungkin terganggu. Dibandingkan proses penuaan, penipisan tulang dalam osteoporosis akibat steroid lebih luas, karena permukaanpermukaan yang mengalami resorpsi dan hambatan formasi tulang juga lebih luas. 16,23,26 Steroid akan menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis sehingga fungsi gonad terganggu. Akibatnya produksi estrogen dan testosteron menurun. Steroid menghambat sekresi LH, dan menurunkan produksi estrogen yang difasilitasi oleh FSH. Efek steroid yang lain adalah menurunkan sekresi hormon seks adrenal. Defisiensi estrogen dan

19 pemakaian steroid saling memperkuat efek terhadap laju penipisan tulang. Ketika penipisan tulang terjadi, bagian trabekular lebih dulu terpengaruh dibanding bagian kortikal. Dengan demikian fraktur lebih sering terjadi di tulang-tulang pipih. 16,23,26 Lebih singkatnya, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronis menurunkan umur osteoblast dan meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi dan kegiatan osteoklast dan mengakibatkan antiapoptotik secara langsung. 16,23, Merokok Pada wanita menopause yang merokok didapatkan indeks massa tubuh yang lebih rendah dan menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal) daripada kelompok yang tidak merokok. Risiko osteoporosis pada wanita perokok lebih tinggi daripada kelompok yang tidak merokok. 1,5,11,22 Merokok berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya osteoporosis pada tulang panggul sebanyak 40% - 45%. Wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat sehingga terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan peningkatan osteoporosis pada periode awal menopause Konsumsi Alkohol

20 Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Konsumsi alkohol lebih dari 750 ml setiap minggu dapat menurunkan massa tulang. Adanya defisiensi nutrisi dan defisiensi vitamin D juga merupakan akibat dari gangguan metabolisme di hati akibat konsumsi alkohol berlebihan. 1,3,5,6 Kebiasaan minum alkohol sebanyak 2 3 ons perhari mempermudah terjadinya osteoporosis. Alkohol dapat mengganggu proses absorpsi kalsium dengan cara menghambat kerja enzim yang merubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif. Alkohol juga dapat meningkatkan kadar hormon paratiroid sehingga meningkatkan terjadinya resorpsi kalsium dari tulang dan mengganggu keseimbangan kalsium tubuh. Wanita yang mengkonsumsi alkohol secara kronik dapat menyebabkan terjadinya gangguan menstruasi dan menyebabkan terjadinya penurunan kadar estrogen dan testosterone sehingga terjadi penurunan aktivitas osteoblast yang berperan dalam proses formasi tulang. Alkohol juga dapat meningkatkan sekresi hormon kortisol sehingga terjadi peningkatan aktifitas resorpsi tulang Konsumsi kafein Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsumsi kafein dengan jumlah besar berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya osteoporosis. Konsumsi kafein sebanyak mg perhari atau 4 cangkir kopi perhari dapat menyebabkan terjadinya gangguan

21 keseimbangan kalsium pada tulang. Hal ini disebabkan sifat asam dari kafein yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan resorpsi tulang sehingga lebih banyak kalsium yang dikeluarkan dari urin dan feses Proses Remodelling Tulang pada Wanita Pasca Menopause Penurunan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara proses formasi dan resorpsi tulang oleh sel osteoblas dan osteoklas. Osteoporosis pada menopause secara biokimia disebabkan oleh penurunan hormon estrogen yang menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas osteoklas berlebihan. 38 Osteoporosis merupakan suatu gangguan akibat metabolisme tulang yang hampir sebagian besar dialami oleh wanita menopause karena menurunnya kadar estrogen. Wanita menopause akan mengalami peningkatan hormon FSH sebesar 10 sampai 20 kali lipat dan hormon LH sebesar 3 kali lipat karena perubahan sel stroma ovarium menjadi jaringan mesenkim sehingga menurunkan kemampuan ovarium untuk menghasilkan hormon steroid. 38,39,40 Pada fase menopause awal hormon testosteron dihasilkan oleh perubahan hormon androtenedion di perifer dan pada fase menopause lanjut dihasilkan oleh kelenjar suprarenal. Kadar CTx pada darah wanita pasca menopause diperkirakan sekitar 10 sampai 20 ng/ml dan sebagian besar hormon estrogen ini berasal dari perubahan androstenedion menjadi estrone dan kemudian berubah menjadi CTx di jaringan perifer. Kecepatan rata-rata produksi hormon estrogen pada wanita paska

22 menopause adalah 45 µg/24 jam. Perubahan androstenedion menjadi estrogen dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang mempengaruhi proses aromatisasi androgen. Saat aktivitas produksi hormon steroid dari ovarium berhenti maka terjadi peningkatan FSH dan LH sehingga aktivitas steroidogenesis di ovarium berhenti. Pada wanita terjadi penurunan massa tulang pada tahun pertama paska menopause sekitar 2% per tahun. 38,39,40 Proses remodelling tulang membutuhkan keseimbangan koordinasi yang baik antara osteoblast, osteoklast dan sel-sel endotel. Pada wanita usia reproduksi, keseimbangan proses ini berjalan dengan baik, dan memasuki masa klimakterium maka akan terjadi gangguan keseimbangan proses ini yang dipengaruhi oleh penurunan hormon estrogen, dimana terjadi penurunan kecepatan pembentukan tulang baru oleh osteoblast dan peningkatan kerja osteoklast dan dengan sendirinya proses penggantian tulang akan berlangsung dengan sangat cepat (High Turnover). 16 Derajat remodelling tulang berkaitan dengan risiko patah tulang akibat osteoporosis. Penelitian menunjukkan bahwa derajat remodelling tulang yang diukur dengan kadar petanda resorpsi tulang, merupakan prediktor untuk patah tulang panggul yang independen dengan densitas mineral tulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa resorpsi tulang yang meningkat menyebabkan peningkatan fragilitas tulang melalui penurunan massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur tulang. 40

23 Pada wanita terdapat percepatan penurunan densitas tulang pada usia pasca menopause yaitu pada usia tahun. Kehilangan jaringan tulang ini disebut sebagai osteoclast-mediated. Karena pada proses ini osteoklast akan mengikis lakuna yang lebih dalam daro 50µm. Proses kehilangan ini akan mengaktifkan osteoblast pembentuk tulang, matriks dari lacuna yang lebih dalam. Secara umum, protein dan substansi lainnya diproduksi, dimodifikasi dan dikeluarkan atau didegradasi oleh pengaktifan sel osteoklast dan osteoblast pada fase yang berbeda dari siklus sel dan menunjukkan penanda biokimia yang dapat digunakan untuk memantau proses metabolism tulang. 16 Calcitonin Defisiensi estrogen Reseptor vitamin D pada osteoblas Respon paratiroid Vitamin D Abnormalitas modulasi sitokin Respon kalsium tulang Absorpsi kalsium Aktivitas osteoklas (CTx) OSTEOPOROSIS

24 Gambar 2.2 Patofisiologi Osteoporosis 1 Sumber : Kawiyana. Osteoporosis pathogenesis Diagnosis dan Penanganan Terkini A. Pemeriksaan Densitas Tulang Ada beberapa cara pemeriksaan tulang seperti single-photon absorptiometry (SPA), ultrasonometri dual-photon absorptiometry (DPA), computed tomography dan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA). Pengukuran densitas masa tulang secara dini untuk mengetahui penurunan densitas tulang misalnya di tulang vertebra lumbal, proximal femur, lengan bawah distal. 41 Densitas mineral tulang (g/cm 2 ) diukur menggunakan metode non invasif berdasarkan radiologi. Besarnya energi elektromagnetik dengan jumlah tertentu dalam bentuk sinar gamma dan sinar X dikirim ke regio yang diinginkan dan jumlah yang keluar dikuantifikasi oleh suatu detektor. Single photon absorptiometry (SPA) yang diperkenalkan pada tahun 1960 mengukur BMD hanya di regio-regio perifer yang sedikit memiliki jaringan seperti tumit dan pergelangan tangan. Dual energy X-ray absorptiometry (DXA) diperkenalkan pada akhir tahun 1980 dan sampai saat ini merupakan teknik yang paling luas digunakan untuk mengevaluasi BMD pada pasien yang berisiko mengalami osteoporosis. Dengan DXA, digunakan dua tingkat energi yang berbeda untuk resolusi kontribusi dari jaringan lunak dan tulang sehingga BMD diukur di sentral seperti tulang belakang dan femur proksimal. Kesalahan prediksi DXA sekitar 1 sampai

25 2% untuk memperkirakan penurunan massa tulang pada studi longitudinal. Jika perkiraan penurunan massa tulang adalah pada urutan yang sama yaitu 1 sampai 2 tahun maka pengukuran juga harus dilakukan dengan interval tidak kurang dari 1 sampai 2 tahun. 42,43,44 Sejak tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah membuat definisi kerja dimana osteoporosis pada wanita ras kaukasia adalah BMD 2,5 SD di bawah mean untuk wanita muda sehat dan belum ada definisi osteoporosis pada laki-laki. Perbandingan antara mean BMD untuk dewasa muda dari jenis kelamin yang sama disebut dengan skor T dan diekspresikan sebagai besarnya standar deviasi dari mean nilai kelompok rujukan. Oleh karena itu berdasarkan definisi WHO seorang wanita dengan skor T<-2,5 dikatakan menderita osteoporosis. Dalam praktek klinis penggunaan skor T juga telah diadopsi untuk laki-laki. Skor Z adalah besarnya standar deviasi dari populasi rujukan yang dipasangkan berdasarkan usia dan disesuaikan berat badannya dengan jenis kelamin yang sama 45,46 Selain pemeriksaan radiologi konvensional diatas, pemeriksaan bone mass density (BMD) merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard) oleh World Health organization (WHO) untuk diagnosis osteoporosis. Diagnosis osteoporosis ditentukan berdasarkan hasil pengukuran kuantitatif densitas massa tulang (bone mineral density atau BMD) yang merupakan faktor penentu utama terhadap kekuatan tulang (bone strength) dan risiko patah tulang. 18 B. DUAL-ENERGY X-RAY ABSORPTIOMETRY (DEXA)

26 DXA merupakan metode yang paling sering digunakan dalam diagnosis osteoporosiskarena mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Prinsip kerjanya sangat mirip dengan dengan DPA, tetapi sumber energinya berbeda yaitu sinar-x yang dihasilkan dari tabung sinar-x. Alat tersebut dapat menghasilkan 2 tingkat energinya antara 70 kvp dan 140 kvp dalam 2 sistem yaitu yang dapat berganti dengan cepat satu sama lain atau dengan menggunakan filter (K-edge filter) pada energi x ray yang konstan. 7,43 Hasil pengukuran dengan DXA 1. Densitas massa tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM 3 2. Kandungan mineral tulang dalam satuan gram. 3. Perbandingan hasil densitas massa tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase. 4. Perbandingan hasil densitas massa tulang dengan nilai normal rata-rata seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skore standar deviasi (Z-score atau T-score). Katagori Diagnostik T- Score Normal Osteopenia Osteoporosis >-1 <

27 <-2,5 C. Pemeriksaan Parameter Biokimiawi Marker Tulang (Bone Marker) Perkembangan terbaru mengenai marker biokimia tulang spesifik dan sensitif untuk menggambarkan kecepatan pembentukan dan penyerapan tulang menjadi salah satu pilihan pemeriksaan bone turnover pada beberapa penyakit metabolisme tulang terutama osteoporosis. 44 Pemeriksaan marker biokimia tulang dapat memberikan gambaran proses remodelling yang sedang terjadi. Pemeriksaan ini mencakup marker resorpsi tulang oleh osteoklas dan marker formasi tulang oleh osteoblas. Pemeriksaan marker biokimia tulang antara lain osteocalcin, crosslink telopeptida CTerminal (CTx), alkaline phosphatase (ALP), ß- crosslaps, dan procollagen type 1 amino-terminal propeptide (P1NP). 44,45 Manfaat pemeriksaan marker biokimia tulang untuk memantau dan menilai respon pengobatan, diagnosis penderita dengan risiko osteoporosis, mencari etiologi berkurangnya massa tulang, memilih pengobatan, memantau pasien dengan pengobatan kortikosteroid, mempelajari patogenesis osteoporosis, memperkirakan kehilangan tulang pada wanita pasca menopause, dan memperkirakan kejadian fraktur osteoporosis. 28, C-telopeptide

28 Tulang memiliki sistem pengaturan terhadap proses anabolisme dan katabolisme tulang. Pada tulang yang normal akan ditemukan jaringan kolagen tipe 1 yang matur dan telah terdegradasi menjadi molekul-molekul kecil yang terdistribusi melalui sistem kardiovaskular dan diekskresikan melalui ginjal. 46 Pemeriksaan penanda resorpsi tulang akan memperlihatkan aktivitas remodelling tulang atau aktivitas turnover tulang. Peningkatan aktivitas resorpsi tulang baik pada keadaan fisiologis seperti pada proses penuaan yang menyebabkan terjadinya osteoporosis; dan pada keadaan patologis maka akan terjadi peningkatan jaringan kolagen yang disekresikan ke dalam aliran darah. 46,47 C-telopeptide merupakan protein spesifik terhadap tulang dan merupakan gugusan asam amino unik sebagai indikator biokimia terhadap proses resorpsi tulang yang memperlihatkan aktivitas osteoklas pada tulang. Jaringan kolagen merupakan matriks protein ekstraseluler, yang merupakan komponen terpenting yang menyusun struktur dan fungsi jaringan pengikat vertebra. Jaringan kolagen tipe 1 terdiri dari 3 gugusan asam amino glysine X-Y yang merupakan penyusun dari proline dan hydroxyproline. Lebih dari 90% jaringan tulang matriks organik tulang terdiri jaringan kolagen tipe 1 yang terutama disintesis di dalam tulang. Jaringan kolagen tipe 1 merupakan jaringan kolagen interstisial. Jaringan kolagen tipe 1 merupakan ikatan heterodimer yang terdiri dari rantai alfa-1 dan alfa-2 dan diujungnya terdapat gugus non-helikal telopeptide. Gen pembentuk C- telopeptide merupakan gen COL1A1 pada kromosom-17 dan gen

29 COL1A2 pada kromosom-7 yang menetukan struktur alfa-1 dan alfa2. 48,49,50 Fragmen jaringan kolagen tipe 1 yang beredar di sirkulasi darah terutama merupakan C-telopeptide. C-telopeptide terutama terdiri dari gugusan asam aspartat yang berubah menjadi gugus β-asam aspartat seiring dengan pertambahan usia tulang. Isomerisasi β asam aspartat ini (β-ctx) merupakan penanda spesifik terhadap proses resorpsi tulang dan degradasi jaringan kolagen tipe 1 yang merupakan jaringan kolagen utama pada tulang. 19,42,46,51,52 Peningkatan kadar C-terminal telopeptide tipe 1 yang terisomerisasi terjadi pada tulang yang mengalami degradasi tulang, dan kadarnya akan kembali normal dalam 3 bulan jika diberikan terapi obat anti resorpsi tulang dan terapi sulih hormon. Pemeriksaan C-telopeptide serum dapat dilakukan dengan metode ELISA ( enzyme linked immuno absorbent assays ) dari serum dan urin. Pemeriksaan C-terminal telopeptide tipe 1 pada serum memiliki variabilitas diurnal dan akan meningkat pada pagi hari, fase luteal dan pada penderita dengan fungsi kecepatan bersihan glomerular yang rendah. 52,53,54,55, Kerangka Konsep C-Telopeptide Wanita pasca Menopause Osteoporosis BMD

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MENOPAUSE 2.1.1 Definisi Menopause menurut WHO didefinisikan berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoporosis Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Zat kapur, kalsium adalah mineral terbanyak

Lebih terperinci

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT Tulang yang kuat benar-benar tidak terpisahkan dalam keberhasilan Anda sebagai seorang atlet. Struktur kerangka Anda memberikan kekuatan dan kekakuan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon adalah pembawa pesan kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon adalah pembawa pesan kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar TINJAUAN PUSTAKA 2.1 GnRH Agonis Hormon adalah pembawa pesan kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar khusus dan dilepaskan ke dalam aliran darah. GnRH ( Gonadotropin-releasing hormone) memiliki struktur

Lebih terperinci

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Hikmat Permana Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikin FK Universitas Padjadjaran Bandung Osteoporosis

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Adam BH Darmawan, Slamet Santosa Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Abstrak Osteoporosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Osteoporosis Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru diketahui ada apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK DAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE. Ni Made Sri Dewi Lestari

LATIHAN FISIK DAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE. Ni Made Sri Dewi Lestari LATIHAN FISIK DAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE Ni Made Sri Dewi Lestari Jurusan Penjaskesrek, FOK Universitas Pendidikan Ganesha email: gedeagungnara@yahoo.com ABSTRAK Osteoporosis merupakan

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi umur Umur pasien kelompok fraktur intertrochanter adalah 69,7 + 3,7 tahun, sedangkan umur kelompok fraktur collum femur adalah 72,5 + 5,8 tahun. Didapatkan

Lebih terperinci

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani Osteoporosis Mengapa Masalah Osteoporosis Pasca Menopause Akhir-Akhir Ini Menjadi Masalah? - Menghadapi tahun 2010-an terjadi peningkatan harapan hidup wanita sampai usia 70 tahun dan - Pada usia 2000-

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL Osteoporosis. Proporsi kasus osteoporosis dan osteoporosis berat terlihat pada gambar. berikut:

BAB 5 HASIL Osteoporosis. Proporsi kasus osteoporosis dan osteoporosis berat terlihat pada gambar. berikut: BAB 5 HASIL 5.1. Osteoporosis berikut: Proporsi kasus osteoporosis dan osteoporosis berat terlihat pada gambar Gambar 5.1. Gambaran Distribusi Kasus Menopause Osteoporosis berdasarkan Kriteria WHO di MTIE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA HIDUP TERHADAP KEJADIAN BUNGKUK OSTEOPOROSIS TULANG BELAKANG WANITA USIA LANJUT DI KOTA BANDAR LAMPUNG Merah Bangsawan * Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya kepadatan

Lebih terperinci

numeric rating scale (NRS)

numeric rating scale (NRS) ASSESSMENT OF PAIN penderita LSS menunjukkan rasa sakit yang luas pada punggung hingga ekstremitas bawah. Untuk penelitian ini, telah ditentukan bahwa sakit yang dirasakan terjadi cukup sering atau hampir

Lebih terperinci

Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY

Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY LATIHAN BEBAN BAGI PENDERITA OSTEOPOROSIS Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY Abstrak Osteoporosis ialah keadaan berkurangnya massa tulang, sehingga keropos dan mudah patah. Puncak massa tulang pada

Lebih terperinci

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS ILMU TERAPAN FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodonti sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk merupakan alasan untuk diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk merupakan alasan untuk diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencegahan kematian, kesakitan ibu dan mengontrol laju pertambahan penduduk merupakan alasan untuk diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana (KB). Alat kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daur hidup manusia akan melewati fase usia lanjut (proses penuaan). Proses penuaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dimana mulai terjadi perubahan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kesadaran akan osteoporosis masih rendah, terutama dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif di mana terjadi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyembuhan tulang adalah proses metabolisme fisiologi yang kompleks pada tulang fraktur melibatkan macam variasi zat biokimia, seluler, hormonal dan mekanime patologi.

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Osteoporosis Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG www.rajaebookgratis.com FISIOLOGI TULANG Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang tersusun oleh kristal-kristal mikroskopis kalsium dan fosfat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang 21 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang yang digunakan dari kelahiran sampai dewasa. Dengan menentukan usia tulang, berarti menghitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN 135 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tinggi badan lansia dapat diprediksi dari tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk. Panjang depa memberikan nilai korelasi tertinggi pada lansia lakilaki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eplanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih dengan rancangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging) yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa nonreproduktif. Pada fase ini,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM

B A B I PENDAHULUAN. meningkat. Di Amerika Serikat angka kejadian SM telah mencapai 39%. SM B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian obesitas meningkat dan telah mencapai tingkatan epidemi di seluruh dunia. Sejalan dengan itu angka kejadian sindroma metabolik (SM) juga meningkat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis

Lebih terperinci

MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI OSTEOPOROSIS

MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI OSTEOPOROSIS MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI OSTEOPOROSIS Oleh : Lidya Dinda Luluk Lusiyana Ika Palupi, S.Farm (138115026) Maria Maya PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN FISIOLOGI HORMON Fisiologi hormon By@Ismail,S.Kep, Ns, M.Kes 1 STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjarkelenjar endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

Lebih terperinci

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013

Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013 Ketetapan resmi terkini ISCD tahun 2013 (pasien anak-anak) Dibawah ini adalah ketetapan resmi ISCD yang telah diperbaruhi tahun 2013 Gugus tugas tenatng kemungkinan resiko patah tulang serta definisi osteoporosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

TESIS PEMBERIAN EKSTRAK HULBAH SECARA ORAL MENURUNKAN PENYERAPAN TULANG TIKUS PASCA OVARIEKTOMI YANG DITANDAI DENGAN PENURUNAN KADAR CTX SERUM

TESIS PEMBERIAN EKSTRAK HULBAH SECARA ORAL MENURUNKAN PENYERAPAN TULANG TIKUS PASCA OVARIEKTOMI YANG DITANDAI DENGAN PENURUNAN KADAR CTX SERUM TESIS PEMBERIAN EKSTRAK HULBAH SECARA ORAL MENURUNKAN PENYERAPAN TULANG TIKUS PASCA OVARIEKTOMI YANG DITANDAI DENGAN PENURUNAN KADAR CTX SERUM I WAYAN RESTU BELA SUSILA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan perhatian khusus dalam bidang kesehatan. Pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan,

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS Paulus Budi Santoso (0210186) Pembimbing : David Gunawan T., dr Osteoporosis merupakan new communicable disease yang banyak dibicarakan, dan menyerang terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Unit Percobaan Karakteristik unit percobaan yang diambil dalam penelitian ini meliputi usia saat mengikuti penelitian, daerah asal dan rata-rata jumlah kiriman uang dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada zaman modern ini, seluruh dunia mengalami pengaruh globalisasi dan hal ini menyebabkan banyak perubahan dalam hidup manusia, salah satunya adalah perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Degenerasi sendi pada osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang paling umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis

TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis 17 TINJAUAN PUSTAKA Osteoporosis Pengertian Osteoporosis National Osteoporosis Foundation (2003) mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit kronis progresif yang dicirikan dengan rendahnya massa tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengindraan terhadap suatu objek tertantu yang terjadi melalui panca indra manusia yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengindraan terhadap suatu objek tertantu yang terjadi melalui panca indra manusia yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertantu yang terjadi melalui panca indra manusia

Lebih terperinci

PATOGENESIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS

PATOGENESIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS Tinjauan Pustaka PATOGENESIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS Muhammad Mukti Pembimbing: Dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, M.Kes PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 ILMU PENYAKIT DALAM

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perhatian khusus adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan menimbulkan masalah kesehatan, mental, sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis LEMBARAN KUESIONER Judul Penelitian : Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis pada wanita premenopause di Komplek Pondok Bahar RW 06 Karang Tengah Tangerang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma Premenstruasi (SPM) secara luas diartikan sebagai gangguan siklik berulang berkaitan dengan variasi hormonal perempuan dalam siklus menstruasi, yang berdampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan antara gejala klinis OA lutut dengan derajat OA lutut dilakukan pada bulan Oktober November 2016 di RSUD Tidar kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering dikonsumsi di bidang olahraga antara lain atlet binaragawan menggunakan dosis tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci