TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis"

Transkripsi

1 17 TINJAUAN PUSTAKA Osteoporosis Pengertian Osteoporosis National Osteoporosis Foundation (2003) mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit kronis progresif yang dicirikan dengan rendahnya massa tulang dan rusaknya mikroarsitektur tulang sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan tulang, kerapuhan tulang dan meningkatnya risiko fraktur tulang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang pada akhirnya menimbulkan kejadian fraktur tulang akibat meningkatnya kerapuhan tulang (WHO 1994). Definisi tersebut diperkuat oleh Bronner (1994) yang mengemukakan bahwa osteoporosis merupakan kondisi berkurangnya massa mineral tulang per unit volume tulang. Secara fungsional tulang yang mengalami osteoporosis dikarakterisasikan dengan tingkat kerapuhan yang lebih besar sehingga lebih mudah untuk mengalami fraktur. Penyakit ini menyerang nyaris tanpa gejala dan keberadaannya baru disadari setelah terjadinya kondisi osteoporosis lanjut, yaitu adanya perubahan bentuk tulang atau terjadinya patah tulang karena trauma ataupun patah tulang spontan. Oleh karenanya osteoporosis dikenal pula sebagai silent disease karena tidak pernah disadari penderitanya (Rachman 2003). Proses Terjadinya Osteoporosis Tulang adalah jaringan yang memberi bentuk pada tubuh dan dapat menyebabkan pergerakan tubuh karena merupakan tempat melekatnya otot-otot. Tulang terdiri dari matriks kolagen tulang, bahan organik dan mineral tulang. Mineral tulang berfungsi merekatkan serat serat kolagen matriks tulang yang satu dengan lainnya dan juga sebagai cadangan isi kalsium dalam tubuh (Rachman 2003). Tulang mengalami proses pembentukan dan perubahan (modelling dan remodeling). Secara fisiologi modelling dan remodelling massa tulang dipengaruhi oleh 2 jenis sel yaitu sel osteoblas dan osteoklas. Osteoblas adalah sel yang membentuk massa tulang, sementara osteoklas adalah sel yang bersifat merusak massa tulang.

2 18 Penambahan usia membuat osteoklas lebih aktif dan osteoblast kurang aktif, sehingga tulang lebih banyak dirusak dan lebih sedikit dibentuk dan terjadi pengurangan massa tulang secara menyeluruh (Ariani 1998). Awalnya, pembentukan tulang oleh osteoblas dan proses perusakan tulang oleh osteoklas berjalan seimbang. Saat memasuki usia 40 tahun, osteoklas menjadi lebih dominan. Hal ini menyebabkan perusakan tulang lebih banyak terjadi dibanding pembentukan tulang sehingga kepadatan tulang juga berkurang dan tulang menjadi semakin rapuh dan keropos. Inilah yang kemudian dikenal dengan osteoporosis (Ariani 1998). Penurunan kepadatan massa tulang ini lebih nyata terlihat pada wanita dibanding pria karena keterkaitannya dengan hormon-hormon seks wanita utamanya hormon estrogen. Penurunan produksi estrogen akibat menopause membuat penyerapan kalsium ke dalam tulang juga menurun. Pada wanita estrogen memiliki peran besar dalam membantu penyerapan kalsium ke dalam tulang. Hal inilah yang menyebabkan resiko osteoporosis pada perempuan meningkat secara nyata di usia 50 tahun setelah mereka mengalami menopause (Rachman 2004). Pengukuran Kepadatan Mineral Tulang Pengukuran kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density = BMD) digunakan untuk mengkonfirmasikan diagnosis osteoporosis dan memprediksi risiko fraktur di masa yang akan datang. Kepadatan mineral tulang memiliki hubungan terbalik yang berkelanjutan dan bertahap dengan risiko fraktur tulang, semakin rendah kepadatan mineral tulang maka semakin besar risiko fraktur (NOF 2003). Kepadatan mineral tulang diekspresikan sebagai keterkaitan antara dua standar Z-score dan T-Score. Z-score adalah skor perbandingan nilai kepadatan mineral tulang yang diharapkan pada pasien sesuai umur dan jenis kelamin. Sedangkan T-Score adalah skor nilai perbandingan kepadatan tulang pasien dengan nilai kepadatan tulang standar populasi orang dewasa muda normal dengan jenis kelamin yang sama. Menurunnya T- scores secara paralel berkaitan dengan menurunnya massa tulang. Hal ini terjadi seiring dengan bertambahnya umur (NOF 2003). Berikut ini adalah kategori osteoporosis menurut T-score berdasarkan standar WHO (1994):

3 19 Tabel 1 Kategori osteoporosis menurut standar WHO (1994) Kategori Osteoporosis T-Score Normal Lebih besar dari -1.0 Massa tulang rendah (osteopenia) -1 sampai -2.5 Osteoporosis Lebih rendah dari -2.5 Teknik Pengukuran Kepadatan Mineral Tulang DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry) merupakan alat yang banyak digunakan dalam penilaian kepadatan mineral tulang manusia secara in vivo. Keunggulan metode ini adalah cepat, ramah pasien, memiliki tingkat presisi dan akurasi yang tinggi dan paparan radiasi yang dihasilkannya sangat minimal (Prentice, Parson & Cole 1994). Penilaian risiko fraktur juga dapat diketahui dengan menggunakan penanda biokimia. Penanda turnover tulang yang terjadi dalam serum atau urin kadang-kadang digunakan untuk membantu penilaian risiko fraktur, memprediksi kehilangan massa tulang (NOF 2003). Data hasil pengukuran dengan menggunakan teknik absorptiometri diekspresikan sebagai Kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density = BMD) dengan satuan g/cm 2. Data kepadatan mineral tulang mampu memberikan derajat standardisasi untuk membedakan ukuran tulang antarindividu dengan memberikan perbandingan dengan nilai referensi populasi. Kepadatan mineral tulang dapat dijadikan prediktor yang sangat bermanfaat dalam memperkirakan risiko fraktur dan mampu membedakan antara pasien yang menderita osteoporosis dan mereka yang normal (Prentice, Parson & Cole 1994). Menopause Kata menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti bulan dan penghentian sementara (Wirakusumah 2003). Secara fisiologis menopause merupakan suatu proses henti menstruasi/haid akibat hilang atau kekurangan hormon estrogen yang diproduksi oleh ovarium. Menopause memiliki gejala khusus yang mengganggu dan dapat berlangsung cukup lama (Achadiat 2000). Gejala ini merupakan gejala normal yang timbul akibat terjadinya perubahan fisik dan psikis pada wanita menopause. Namun gejala-gejala yang timbul amatlah individual, tidak setiap wanita mengalami gejala yang sama. Ada

4 20 wanita yang mengalaminya dan ada juga tidak. Semua tergantung pada kondisi kesehatan, emosi (daya tahan terhadap stress), asupan makanan dan aktivitas fisik seseorang (Wirakusumah 2003). Gejala fisik dari menopause diantaranya adalah adanya semburat panas, sulit tidur, berkeringat malam, gangguan fungsi seksual dan kekeringan vagina. Akibat paling serius dari menopause yang tidak nampak secara langsung adalah penyakit kardiovaskuler dan penyakit tulang seperti osteoporosis dan osteoarthritis (Achadiat 2000). Faktor Risiko Osteoporosis Selain disebabkan oleh menopause, masih terdapat banyak faktor lain yang dapat mempercepat penurunan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause, seperti pola makan yang kurang baik, aktivitas fisik yang rendah, kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok. Meskipun pengaruhnya terhadap massa tulang relatif lebih kecil dibandingkan dengan faktor risiko bawaan seperti jenis kelamin, riwayat keluarga, penuaan, dan ras; akan tetapi konsumsi pangan dan gaya hidup yang buruk dapat mempercepat terjadinya penurunan kepadatan tulang (Rachman 2003). Faktor konsumsi pangan yang meliputi konsumsi mineral kalsium, fosfor, dan vitamin D telah banyak dikaji, sehingga sampai saat ini rekomendasi utama untuk membantu dalam mencegah dan memperlambat osteoporosis pada wanita pascamenopause adalah kombinasi tiga zat gizi mikro tersebut dengan perbandingan tertentu. Akan tetapi tulang merupakan satu jaringan hidup yang kompleks dan kemungkinan besar kontribusi berbagai zat gizi mikro maupun makro turut berperan dalam pemeliharaan tulang dan mampu memperlambat kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause (Tucker et al. 2002). Faktor Pangan Selmeyer et al. (2001) mengungkapkan bahwa zat gizi merupakan komponen penting dari kesehatan tulang. Zat gizi merupakan faktor penting yang dapat dimodifikasi dalam perkembangan, perawatan massa tulang dan pencegahan serta pengobatan osteoporosis. Kurang lebih 80-90% kandungan mineral tulang terdiri dari kalsium dan fosfor. Komponen pangan lain seperti protein, Mg, Zn, Cu, Fe, Fluoride, vitamin A, D, C, dan K diperlukan untuk metabolisme tulang secara normal. Protein

5 21 tergabung pada matriks organik tulang untuk menyusun struktur kolagen termpat terjadinya mineralisasi. Sementara vitamin dan mineral lain penting untuk proses metabolisme dalam tulang (Illich 2000). Disamping itu komponen lain yang juga berpengaruh adalah konsumsi kafein, alkohol, atau fitoesterogen (Illich 2000). Anderson (1999) menyebutkan bahwa konsep diet sehat secara praktis adalah menyediakan jumlah yang cukup dari seluruh zat gizi yang ada dari berbagai macam jenis makanan. Pada beberapa penelitian, wanita laktoovovegetarian yang banyak mengkonsumsi sayur dan buah yang memberikan zat gizi yang esensial untuk kesehatan tulang; memiliki nilai ukuran spesifik tulang yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang nonvegetarian. Hal ini diasumsikan karena sayur dan buah banyak mengandung senyawa-senyawa fitokimia yang baik untuk kesehatan. Contohnya adalah isoflavon sejenis fitoestrogen yang ada pada kedelai dan produk olahan kedelai lainnya, dan konsumsi fitoestrogen ini memiliki efek positif pada jaringan tulang pada wanita pascamenopause (Anderson 1999). Pentingnya keterkaitan antara diet yang cukup dan massa tulang perlu menjadi perhatian untuk memperbaiki cara pandang masyarakat bahwa hanya kalsium sajalah yang berperan penting untuk perkembangan dan pemeliharaan tulang. Pola makan penting untuk memaksimalkan kesehatan tulang, dan konsep pangan holistik untuk mengoptimalkan kesehatan tulang mulai mengemuka (Anderson 1999). Kalsium Kalsium adalah mineral dengan kadar terbanyak dalam tubuh manusia (hampir 2 % dari berat total tubuh). Sebagian besar kalsium bergabung dengan unsur fosfat menjadi kalsium fosfat dan hampir 90% senyawa ini terdapat pada tulang. Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar g kalsium (tergantung pada jenis kelamin, umur, ras dan ukuran tubuh) dan 99%nya ditemukan pada tulang dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Alasan inilah yang membuat kalsium menjadi zat gizi yang paling banyak dipelajari dan diteliti dalam kaitannya dengan kesehatan tulang (Illich 1999). Studi epidemiologis yang telah banyak dilakukan menunjukkan bahwa konsumsi kalsium memiliki keterkaitan yang cukup konsisten dengan kesehatan tulang (Illich 1999; Henneman 2000).

6 22 Fosfor Sebagai salah satu elemen anorganik, fosfor merupakan mineral kedua yang paling padat terdapat pada tubuh manusia, dan 85% fosfor berikatan pada tulang. Fosfor terdapat pada daging, telur, ikan, kacang-kacangan, sereal, dan makanan hasil olahan lainnya. Meskipun fosfor merupakan salah satu zat gizi yang esensial, tapi jumlah yang berlebihan dapat memberikan efek yang berbahaya bagi tulang. Peningkatan konsumsi fosfor akan meningkatkan konsentrasi serum fosfor mengakibatkan menurunnya konsentrasi serum kalsium terionisasi yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid merupakan hormon yang mencegah untuk terjadinya hipokalsemia dalam darah dengan cara meningkatkan resorpsi kalsium pada tulang untuk mencegah hipokalsemia tersebut. Vitamin D Sistem endokrin vitamin D mempengaruhi metabolisme kalsium dan fosfor dengan cara mempengaruhi organ targetnya: usus, tulang dan ginjal. Metabolit aktif 1, 25 (OH) 2 vitamin D 3 (kalsitriol) memfasilitasi absorbsi kalsium secara aktif dari usus dengan cara menstimulasi sintesis protein (Illich et al. 2000). Vitamin D yang diperoleh dari diet dan paparan sinar matahari kemudian dihidroksilasi menjadi 25 hidroksivitamin D di hati selanjutnya menjadi 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Metabolit aktif 1,25 (OH) 2 D inilah yang menstimulasi absorbsi kalsium dari usus dan juga penting untuk memelihara tulang normal (Illich 2000). Status vitamin D menurun seiring dengan pertambahan umur; paparan sinar matahari yang rendah, dan menurunnya kemampuan ginjal dan hati untuk menghidroksilasi vitamin D. Hal ini diperkirakan semakin memperbesar risiko untuk terkena osteoporosis pada usia lanjut (Sizer & Whitney 2000). Selain itu pertambahan umur juga menyebabkan meningkatnya serum hormon paratiroid dan menurunnya level plasma 25 hidroksivitamin D dan 1,25 (OH) 2 D, perubahan inilah yang diperkirakan menyebabkan terjadinya kehilangan massa tulang pada usia lanjut (Illich et al. 2000). Protein Kepadatan tulang tidak hanya ditentukan dari kecukupan kalsium dalam tulang, kecukupan intik protein yang merupakan bahan baku protein kolagen (protein

7 23 pembentuk tulang) juga penting untuk dikaji meskipun hubungan antara intik protein dan kalsium masih merupakan hal yang kontroversial karena protein diketahui memiliki implikasi negatif pada keseimbangan kalsium tubuh (Sellmeyer et al. 2001; Feskanich et al. 1996). Pada spektrum lain kekurangan protein dicurigai memiliki faktor risiko untuk pengeroposan tulang dan osteoporosis. Terdapat bukti meyakinkan yang mengindikasikan bahwa intik protein yang rendah berhubungan dengan kepadatan mineral tulang yang rendah dan risiko patah tulang yang tinggi (Rapuri et al. 2003). Sebaliknya konsumsi protein akan membantu meningkatkan kepadatan mineral tulang dan menurunkan risiko fraktur tulang pada penderita wanita pascamenopause (Promislow et al. 2002; Hannan et al. 2000; Dawson-Hughes et al. 2002). Selain itu penelitian mengenai suplementasi protein setelah terjadinya fraktur tulang panggul pada usia lanjut menunjukkan pentingnya intik protein yang cukup untuk kesehatan biologis tulang (Rapuri et al. 2003). Zat Besi Harris et al. (2003) menemukan adanya hubungan yang kompleks antara kalsium, zat besi dan tulang. Diperkirakan zat besi mungkin merupakan salah satu faktor penting dalam mineralisasi tulang lebih dari yang diketahui selama ini. Hal ini disebabkan karena zat besi sangat esensial untuk sintesis kolagen yang merupakan tempat terjadinya mineralisasi tulang. Zat besi juga terlibat dalam konversi 25-hidroksi vitamin D dan 1, 25 dihidroksi vitamin D yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D. Sebagaimana telah diketahui bahwa vitamin D dibutuhkan untuk pengaturan kalsium dan fosfor secara tepat. Dengan demikian maka secara tidak langsung maka zat besi turut memainkan peran penting dalam proses mineralisasi tulang. Medeiras et al. (1997) dalam Harris et al. (2003) mengemukakan bahwa menurunnya kaitan lintang kolagen (collagen cross linking) berkaitan dengan menurunnya intik zat besi memiliki kontribusi terhadap menurunnya kekuatan tulang. Sedangkan penelitian lain menyebutkan bahwa defisiensi zat besi dapat mengakibatkan massa tulang menjadi rendah dan defisiensi zat besi juga dapat mengubah massa tulang dan struktur tulang pada tikus betina yang sedang tumbuh (Kip et al. 1998; 2002)

8 24 Seng Mineral seng merupakan mineral mikro esensial komponen penyusun > 200 jenis enzim. Mineral ini penting untuk sintesis kolagen normal dan mineralisasi tulang (Hyun et al. 2004). Pada hewan defisiensi seng berkaitan dengan pertumbuhan, pembentukan dan mineralisasi tulang yang tidak normal (Hyun et al. 2004). Terdapat korelasi positif yang signifikan antara kandungan seng tulang dengan kekuatan tulang hal inilah yang menegaskan bahwa terdapat kemungkinan bahwa seng memiliki peran dalam menyehatkan tulang (Hyun et al. 2004). Intik seng yang rendah dilaporkan berkaitan dengan massa tulang yang rendah pada wanita. dan lebih jauh diketahui terjadi pengurangan konsentrasi plasma seng dan meningkatnya ekskresi seng urin pada wanita penderita osteoporosis (Hyun et al. 2004). Sedangkan penelitian yang dilakukan pada pria penderita osteoporosis menunjukkan bahwa intik seng pangan dan konsentrasi plasma seng memiliki asosiasi yang positif dengan kepadatan mineral tulang (Hyun et al. 2004). Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk penglihatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh terhadap infeksi, dan remodelling tulang (Nieves 2005). Studi eksperimen pada hewan menunjukkan pentingnya vitamin A pada proses remodelling tulang. Defisiensi vitamin A akan menyebabkan pertumbuhan tulang terganggu akan tetapi kelebihan vitamin A dapat mempercepat resorpsi tulang, kerapuhan tulang dan terjadinya fraktur tulang (Wimalawansa 2004). Terdapat dua jenis vitamin A pada suplemen dan makanan, yakni retinol dan beta karoten serta jenis karoten lainnya. Studi populasi yang dilakukan di Amerika serikat dan Swedia menunjukkan bahwa intik vitamin A yang berlebihan yang berasal dari retinol nampaknya berhubungan dengan risiko fraktur tulang panggul. Secara seluler asam retinoat (yang berasal dari proses metabolisme retinol) dapat menghambat aktivitas osteoblas, menstimulasi pembentukan osteoklas dan mempercepat terjadinya resorpsi tulang sehingga memperbesar risiko fraktur tulang panggul (Nieves 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Melhus et al. (1998) menyebutkan bahwa konsumsi vitamin A yang berlebihan memiliki keterkaitan dengan tingginya kejadian fraktur tulang panggul akibat osteoporosis di Swedia dan Norwegia. Hasil ini juga diperkuat dengan laporan McDonald et al. (2004) yang menyebutkan bahwa konsumsi

9 25 vitamin A berkorelasi negatif dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause. Meskipun demikian, masih belum terdapat bukti bahwa ada keterkaitan antara intik beta karoten dan intik vitamin A yang berasal dari buah-buahan dan sayuran (karotenoid) (Nieves 2005). Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu zat gizi yang penting dalam pembentukan kolagen, jika terjadi defisiensi maka akan berkaitan dengan perkembangan tulang yang tidak normal. Hasil penelitian pada mereka yang turut serta dalam Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di Amerika Serikat selama tahun menunjukkan bahwa intik vitamin C berkaitan secara independen dengan kepadatan mineral tulang pada wanita premenopause (Simon & Hudes 2001). Pada wanita pascamenopause, keterkaitan antara vitamin C dengan kepadatan mineral tulang belum menunjukkan hasil yang konsisten. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan yang kompleks antara vitamin C dengan berbagai faktor diantaranya seperti intik kalsium total, penggunaan terapi estrogen, dan kebiasaan merokok (Tucker 2003). Fitoestrogen Fitoestrogen merupakan senyawa fitokimia yang berasal dari hormon tumbuhan yang memiliki struktur kimia menyerupai hormon estrogen pada tubuh manusia (Wirakusumah 2003). Peran fitoestrogen khususnya isoflavon dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa isoflavon memiliki bone-sparing effects secara invitro maupun invivo (Setchell & Lydeking-Olsen 2003). Fitoestrogen juga berfungsi meningkatkan aktivitas estrogen dalam tubuh. Pada masa perimenopause atau masa menopause saat kadar estrogen sangat rendah, asupan fitoestrogen mampu berfungsi sebagai estrogen yang melindungi tubuh dari sindrom menopause dan osteoporosis (Wirakusumah 2003). Para penderita osteoporosis di negara maju biasanya menggunakan terapi hormon sebagai salah satu upaya untuk memperlambat laju pengeroposan tulang. terapi hormon estrogen disebut sebagai salah satu upaya memperlambat laju pengeroposan tulang yang paling efektif (Setchell & Lydeking-Olsen 2003). Akan tetapi saat ini mengemuka masalah baru yang berkaitan dengan terapi hormon estrogen ini, yaitu

10 26 ketakutan akan meningkatnya risiko kanker payudara dan endometrium pada penggunanya yang disebabkan oleh efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan steroid kuat tersebut (Setchell & Lydeking-Olsen 2003). Untuk menanggulangi masalah ini maka fitoestrogen yang banyak terdapat pada tanaman nampaknya menjadi salah satu alternatif yang sangat potensial untuk membantu memelihara tulang (Setchell & Lydeking-Olsen 2003). Banyak penelitian yang memberikan bukti efek positif dari penggunaan fitoestrogen pada tulang. Faktor Nonpangan Keturunan dan Ras Penelitian yang dilakukan pada ibu dan anak mengkonfirmasikan bahwa keturunan memiliki peran penting dalam kepadatan tulang. Keturunan lebih banyak mempengaruhi maksimum massa tulang yang mungkin dicapai selama masa pertumbuhan dan laju kehilangan massa tulang setelah mengalami menopause (Sizer & Whitney 2000). Risiko osteoporosis juga terkait dengan garis ras. Orang Afrika memiliki massa tulang yang lebih padat dibandingkan dengan orang Eropa. Etnis lain yang memiliki kepadatan tulang yang lebih rendah selain orang yang berasal dari Eropa Utara adalah ras asia yang berasal dari China dan Jepang, Meksiko Amerika, Hispanik yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan (Sizer & Whitney 2000). Tetapi ada pengecualian yang berkaitan dengan ras ini, ras kulit kuning yang tinggal di China dan Singapura memang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoporosis, meskipun demikian laju fraktur tulang panggul diantara mereka sangat rendah. Hal ini mungkin terkait dengan pola konsumsi mereka (Sizer & Whitney 2000). Umur Akibat proses penuaan terjadi penurunan kemampuan fungsional sel-sel tulang. Hal ini mengakibatkan pembentukan tulang berkurang secara relatif dibandingkan dengan resorpsi atau perusakan tulang. Keadaan tersebut dibuktikan dengan adanya rongga bekas resorpsi yang tidak sepenuhnya diisi oleh osteoblas setelah siklus remodelling lengkap (Sizer & Whitney 2000).

11 27 Berkurangnya kemampuan osteoblas membentuk sel tulang baru dapat disebabkan oleh kerusakan selular atau berkurangnya faktor-faktor pertumbuhan lokal yang diperlukan untuk memacu pertumbuhan sel tulang baru. Berkurangnya penyerapan kalsium pada usia lanjut dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya perubahan pada sel epitel usus disertai dengan berkurangnya sintesis dan respon terhadap vitamin D (Sizer & Whitney 2000). Riwayat Reproduksi Wanita memiliki risiko untuk terkena osteoporosis lebih tinggi daripada pria (Sizer & Whitney 2000). Berhentinya sekresi estrogen pada masa menopause memegang peranan penting terhadap patogenesis kehilangan massa tulang pada wanita pascamenopause (Mulyono 1999). Beberapa studi menunjukkan hubungan laju patah tulang yang meningkat setelah sekresi estrogen berhenti pada wanita menopause. Selama masa menopause pengaruh hilangnya estrogen tidak sama pada tiap-tiap bagian tulang. Bagian tulang yang mengalami kehilangan massa tulang lebih dini adalah bagian tulang trabekular (Sizer & Whitney 2000). Menopause yang dialami wanita dapat mengakibatkan kehilangan massa tulang mencapai 2,5 5 % setahun selama 4 5 tahun setelah menopause. Secara keseluruhan wanita akan kehilangan massa tulang % selama hidupnya sedangkan laki-laki hanya kehilangan %. Berkurangnya massa tulang ini lebih cepat terjadi pada tulang trabekuler dibandingkan dengan tulang kortikal. Hal ini terjadi karena luas permukaan tulang trabekular lebih besar dari pada tulang kortikal sehingga metabolisme di bagian tersebut lebih aktif (Sizer & Whitney 2000). Selain menopause, terdapat beberapa faktor reproduksi lain yang membuat wanita lebih rentan mengalami osteoporosis dibandingkan dengan laki-laki, faktor ini masih perlu untuk diinvestigasi untuk membuktikan reliabilitasnya. Faktor tersebut adalah umur saat pertama kali mengalami menstruasi, umur saat pertamakali mengalami kehamilan, jumlah kehamilan, lama pemberian ASI (Ozdemir et al. 2005). Beberapa penelitian melaporkan adanya korelasi positif antara usia saat menopause dan kepadatan mineral tulang dan korelasi negatif antara umur saat pertama kali mengalami menstruasi dengan kepadatan mineral tulang. (Kritz-silverstein & Barrett-Connor 1993; Forsmo et al. 2001). Umur saat pertama kali menstruasi diduga

12 28 memiliki efek menstimulasi perkembangan tulang dengan cara meningkatkan aktivitas osteoblas seiring dengan mulai aktifnya hormon estrogen. Penemuan tentang adanya keterkaitan antara paritas dan kepadatan tulang masih dianggap kontroversial (Gur et al. 2003). Bukti yang ada menunjukkan bahwa kehamilan pada umur yang lebih muda dapat menyebabkan kepadatan mineral tulang lebih rendah dan meningkatkan risiko terjadinya kehilangan massa tulang (Sowers 2001). Paritas diduga memiliki efek negatif terhadap kepadatan mineral tulang, akan tetapi pada beberapa penelitian paritas tidak berkaitan dengan penurunan kepadatan mineral tulang. Penelitian yang dilakukan oleh Hoffman et al. (1993) melaporkan bahwa wanita yang memiliki anak 3 berisiko untuk mengalami fraktur 35 40% lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah punya anak (nulliparous). Gur et al. (2002) menunjukkan hasil penelitian yang berlawanan dengan mengindikasikan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah kehamilan dengan kepadatan mineral tulang lumbal tapi tidak dengan kepadatan mineral tulang femur. Pemberian ASI dapat menyebabkan adanya stress pada metabolisme kalisum dan berakibat pada metabolisme tulang. Durasi dan frekuensi menyusui merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi kepadatan mineral tulang dan metabolisme tulang. Menyusui dalam jangka panjang diasosiasikan dengan meningkatnya kehilangan massa tulang (Melton et al. 1993; DeSantiago et al. 1999; Glerean & Plantalech 2000; Popivanov & Boianov 2002; Grimes & Wimalawansa 2003). Meskipun demikian hal tersebut tidak permanen, dan beberapa penelitian melaporkan hasil yang bervariasi dari adanya penurunan kepadatan massa tulang dan tidak ada penurunan massa tulang. Ozdemir et al. (2005) menyimpulkan pada hasil penelitiannya bahwa jumlah kehamilan, total waktu pemberian ASI, dan usia saat kehamilan pertama berpengaruh pada nilai kepadatan mineral tulang, sementara umur saat pertama kali menstruasi tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kepadatan mineral tulang. Aktivitas Fisik dan Berat Badan Terdapat bukti yang sangat meyakinkan dari hasil penelitian secara prospektif dan retrospektif yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik berkaitan dengan risiko fraktur tulang panggul, dan mereka yang memiliki gaya hidup sedentary berisiko terkena fraktur tulang panggul sebesar 20-40% lebih besar dibandingkan dengan mereka yang

13 29 aktif (Gregg, Pereira & Caspersen 2000). Sementara itu kajian sistematis dari Randomized Trials menunjukkan bahwa olah raga secara teratur memiliki efek yang positif pada tulang punggung dan tulang leher femoral (Wallace & Cumming 2000). Osteoporosis lebih sering dikaitkan dengan mereka yang memiliki berat badan rendah (kurus), khususnya kehilangan berat badan seberat 10% atau lebih setelah menopause, dan mereka yang memiliki berat badan lebih berat berisiko lebih rendah untuk terkena osteoporosis (Sizer & Whitney 2000). Individu dengan berat badan lebih tinggi cenderung untuk mempunyai kepadatan tulang lebih tinggi dibandingkan individu yang berat badannya lebih rendah. Hal ini diduga disebabkan karena berat badan memiliki efek terhadap massa tulang lebih besar, terutama pada tulang femur. Kelebihan berat badan membuat stress terhadap tulang menjadi lebih besar dan meningkatkan tekanan untuk pembentukan tulang baru untuk mengatasi hal tersebut. Alasan lain adalah karena cadangan lemak pada individu yang gemuk lebih banyak dibandingkan dengan individu yang kurus. Cadangan lemak ini penting sebagai bahan baku bagi hormon androgen untuk diubah menjadi hormon estrogen. Oleh karena itu individu terutama wanita yang gemuk jarang mengalami osteoporosis (Lane 2001). Kebiasaan Merokok Penelitian membuktikan bahwa mereka yang perokok cenderung mengalami fraktur tulang ringan dibandingkan dengan yang bukan perokok. Sebuah penelitian pada saudara kembar melaporkan bahwa wanita yang merokok satu bungkus rokok/harinya selama masa dewasanya akan mengalami kehilangan massa tulang ekstra sebanyak 5 10% dari tulang mereka ketika menopause tiba (Hopper & Seeman 1994 dalam Sizer & Whitney 2000). Meskipun mekanisme aksinya masih belum dapat dijelaskan, tapi rendahnya berat badan perokok dan menopause dini pada perokok wanita diperkirakan menjadi faktor penyebabnya (Slemenda 1994 dalam Sizer & Whitney 2000). Risiko terkena fraktur tulang panggul pada perokok meningkat seiring dengan jumlah batang rokok yang mereka hisap, hal ini terjadi pada pria dan wanita, hasil pengukuran kepadatan mineral tulang juga menunjukkan bahwa perokok memiliki kepadatan mineral tulang yang lebih rendah dibandingkan dengan yang bukan perokok. (Hollenbach et al. 1993). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan laju pengeroposan tulang salah satunya dengan cara menurunkan

14 30 absorpsi kalsium pada usus. Menurunnya absorpsi kalsium berkaitan dengan hiperparatiroidisme sekunder dan meningkatnya resorpsi tulang (Krall & Dawson- Hughes 1999; Rapuri et al. 2000). Konsumsi Kafein Kafein termasuk faktor risiko yang dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya osteoporosis, meskipun demikian buktinya masih diperdebatkan (Rapuri et al. 2001). Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa kafein dapat mempercepat ekskresi kalsium, sementara penelitian yang lain tidak menemukan efek yang signifikan. Efek kafein pada keseimbangan kalsium mungkin akan merugikan hanya jika konsumsi kalsiumnya rendah (Whitney, Cataldo & Rolves 1998). Rapuri et al. (2001) dan Harris & Dawson- Hughes (1994) menyebutkan bahwa intik kafein lebih dari 300 mg/hari dapat mempercepat kehilangan massa tulang di tulang belakang pada wanita pasca menopause. Selama ini intik kafein yang dilaporkan dapat mempercepat laju kehilangan massa tulang, dan intik kafein biasanya dikaitkan dengan konsumsi kopi. Selain kopi teh juga mengandung kafein, akan tetapi keterkaitan antara kebiasaan minum teh dengan kepadatan mineral tulang masih belum banyak dikaji. Hegarty et al. (2000) meneliti tentang kebiasaan minum teh dengan kepadatan mineral tulang pada usia lanjut wanita. Hasil penelitian Hegarty et al. (2000) menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kebiasaan minum teh memiliki ukuran kepadatan mineral tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak minum teh. Hal ini diasumsikan karena teh tidak hanya mengandung kafein tapi juga senyawa flavonoid yang diduga memiliki efek positif pada tulang

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA PASCAMENOPAUSE NURCHASANAH

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA PASCAMENOPAUSE NURCHASANAH FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA PASCAMENOPAUSE NURCHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daur hidup manusia akan melewati fase usia lanjut (proses penuaan). Proses penuaan merupakan hal yang tidak dapat dihindari, dimana mulai terjadi perubahan fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang yang sehat adalah tulang yang kuat dan tidak mudah patah. Kekuatan tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoporosis Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perhatian khusus adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis sering menyerang mereka yang telah berusia lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani Osteoporosis Mengapa Masalah Osteoporosis Pasca Menopause Akhir-Akhir Ini Menjadi Masalah? - Menghadapi tahun 2010-an terjadi peningkatan harapan hidup wanita sampai usia 70 tahun dan - Pada usia 2000-

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari

Lebih terperinci

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT Tulang yang kuat benar-benar tidak terpisahkan dalam keberhasilan Anda sebagai seorang atlet. Struktur kerangka Anda memberikan kekuatan dan kekakuan yang memungkinkan

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang. Sekitar 99% kalsium tubuh berada

Lebih terperinci

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Konsumsi pangan merupakan faktor penentu yang penting dalam menentukan status kepadatan tulang khususnya pada saat pertumbuhan seperti pada masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum memberikan gejala-gejala yang diketahui (asymtomatic disease). Osteoporosis baru diketahui ada apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi 1. Pengertian kopi Kopi merupakan salah satu minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant

Lebih terperinci

Nutrition in Elderly

Nutrition in Elderly Nutrition in Elderly Hub gizi dg usia lanjut Berperan besar dalam longevity dan proses penuaan Percobaan pada tikus: restriksi diet memperpanjang usia hidup Menurunkan peny kronis Peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoporosis Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Zat kapur, kalsium adalah mineral terbanyak

Lebih terperinci

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Adam BH Darmawan, Slamet Santosa Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Abstrak Osteoporosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan dunia (global issue). Hal ini dikarenakan, meskipun prevalensi osteoporosis tertinggi diderita oleh wanita usia lanjut, namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan menimbulkan masalah kesehatan, mental, sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis LEMBARAN KUESIONER Judul Penelitian : Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis pada wanita premenopause di Komplek Pondok Bahar RW 06 Karang Tengah Tangerang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada struktur saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Menurut WHO 8-9 % wanita akan mengalami kanker payudara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perimenopause adalah suatu fase dalam proses menua (aging) yaitu ketika seorang wanita mengalami peralihan dari masa reproduktif ke masa nonreproduktif. Pada fase ini,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 53 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Departemen Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional merupakan suatu lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab pada usaha pencerdasan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS ILMU TERAPAN FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Unit Percobaan Karakteristik unit percobaan yang diambil dalam penelitian ini meliputi usia saat mengikuti penelitian, daerah asal dan rata-rata jumlah kiriman uang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol serum (hiperkolesterolemia) merupakan salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi utama hiperkolesterolemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA 1 Yasinta Ema Soke, 2 Mohamad Judha, 3 Tia Amestiasih INTISARI Latar Belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian Osteoporosis terutama pada lansia akan mempunyai dampak yang sangat buruk bagi penderitanya. Osteoporosis pada lansia akan mengakibatkan terjadinya fraktur

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, zat gizi mikro (vitamin dan mineral) mendapat perhatian yang lebih besar dalam ilmu gizi internasional. Hal ini didorong oleh semakin banyaknya penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat kehamilan, terjadi peningkatnya kebutuhan janin untuk masa pertumbuhannya, sebagai respon ibu melakukan perubahan metabolisme secara jumlah maupun intensitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula Hikmat Permana Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikin FK Universitas Padjadjaran Bandung Osteoporosis

Lebih terperinci

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara maju, yang jumlahnya mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM) 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM) yang menyebabkan kebutuhan kalsium paling tinggi pada masa ini dibandingkan dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

Aida Minropa* ABSTRAK

Aida Minropa* ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI KENAGARIAN API-API WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR BARU KECAMATAN BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2013 Aida Minropa* ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA Windhu Purnomo FKM Unair, 2011 Fase Penuaan Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun) 1 2 Fase penuaan manusia 1. Fase subklinis

Lebih terperinci

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko?

Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko? Osteoporosis Apakah tulang anda beresiko? Apakah itu Osteoporosis? Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang rendah dan hilangnya jaringan tulang yang dapat menyebabkan tulang lemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis didefinisikan sebagai kondisi rendahnya kepadatan mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang, sehingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoporosis 1. Definisi Osteoporosis merupakan penyakit yang harus di waspadai oleh semua orang. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang, sehingga

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Menopause bukanlah

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 No. Responden : Kelas : Diisi oleh peneliti Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA HIDUP TERHADAP KEJADIAN BUNGKUK OSTEOPOROSIS TULANG BELAKANG WANITA USIA LANJUT DI KOTA BANDAR LAMPUNG Merah Bangsawan * Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya kepadatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu kalsium disebut sebagai makro mineral. Kalsium juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia (hampir 2% dari berat total tubuh) dan kebanyakan bergabung dengan unsur fosfor menjadi kalsium

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY

Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY LATIHAN BEBAN BAGI PENDERITA OSTEOPOROSIS Oleh: Yudik Prasetyo Dosen IKORA-FIK-UNY Abstrak Osteoporosis ialah keadaan berkurangnya massa tulang, sehingga keropos dan mudah patah. Puncak massa tulang pada

Lebih terperinci

Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol

Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol Lecithin softgel mengandung 60% atau sekitar 720mg natural sari kedelai konsentrat yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Manusia telah makan kedelai sejak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tulang 2.1.1. Struktur Tulang Tulang adalah struktur hidup yang tersusun oleh protein dan mineral. Penyusun utama tulang adalah protein yang disebut kolagen serta mineral

Lebih terperinci

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007 KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007 A. Data Demografi No. Responden : Umur : Alamat : Berikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK)merupakan penyakit jantung yang terutama disebabkan oleh penyempitanarteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau keduanya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99% BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kalsium darah Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99% dari kalsium dalam tubuh berada di tulang dan gigi, dan 1% sisanya berada dalam darah dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG www.rajaebookgratis.com FISIOLOGI TULANG Tulang merupakan bentuk khusus jaringan ikat yang tersusun oleh kristal-kristal mikroskopis kalsium dan fosfat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci