BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm , hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm , hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia saat ini merupakan peninggalan zaman kolonial belanda dan Prancis 1 yang sudah kurang relevan untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang timbul seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya yaitu tentang perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada segala sisi kehidupan segala golongan masyarakat, tak terkecuali adalah pelaku kejahatan. Hukum pidana saat ini dalam menerapkan suatu pemidanaan terhadap pelaku kejahatan masih berorientasi kepada suatu Pembalasan. Sanksi pidana bertujuan memberikan penderitaan istimewa (bijzonder leed) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Selain ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap pelaku, sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan pelaku. 2 Karakteristik hukum pidana saat ini seringkali disebut sebagai hukum sanksi atau hukum yang menitikberatkan kepada pembalasan. Jadi ketika sanksi pidana telah dijatuhkan kepada pelanggar maka perkara pelanggaran hukum pidana dinyatakan selesai. Jika pelanggar hukum pidana yang belum dijatuhi pidana, maka penyelesaian perkara pelangarannya belum dianggap selesai, meskipun kerugian yang diakibatkan telah mendapatkan ganti rugi. Ketika hukum pidana ditempatkan sebagai pernjatuhan sanksi pidana sebagai parameter keadilan dihubungkan dengan persoalan kehidupan, model penyelesaian seperti ini, menjadi kurang realistis karena penjatuhan sanksi pidana yang paling diandalkan ialah sanksi pidana penjara. Jenis sanksi pidana menurut Pasal 10 KUHP, jenis pidana ada 2 macam, yaitu: 3 1 Komisi Yudisial, Dialektika Pembaharuan Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: KY, 2010, hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 5 3 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hlm.5-6

2 1. Pidana pokok yang terdiri atas: 1) Pidana mati; 2) Pidana penjara; 3) Pidana kurungan; 4) Pidana denda. 2. Pidana tambahan yang terdiri atas: 1) Pencabutan hak-hak tertentu; 2) Perampasan barangbarang tertentu; 3) Pengumuman keputusan hakim Selama ini jenis sanksi pidana yang berupa pidana penjara merupakan andalan bagi hakim dalam memutus suatu perkara, baik perbuatan tersebut merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dalam waktu tertentu sampai dengan seumur hidup, karena di KUHP mayoritas tindak pidana diancam dengan pidana penjara. Selain itu, hakim tidak ada pilihan atau alternatif lain karena aturan berkata demikian. Hal ini berarti bahwa orang yang melakukan suatu kejahatan diberikan pemidanaan dan serta merta harus ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Pada dasarnya pidana dijatuhkan supaya seseorang yang telah terbukti berbuat jahat tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa. Pemidanaan itu sama sekali bukan dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang narapidana sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa. Namun apa yang terjadi saat ini jumlah pelaku kejahatan semakin meningkat. Hal tersebut terbukti Berdasarkan Sistem Database Permasyarakatan, bahwa dari tahun 2012 hingga tahun 2016 jumlah narapidana seluruh Indonesia meningkat sebesar 26,75 % ( orang). 4 Semakin meningkatnya jumlah narapidana setiap tahunnya menunjukkan bahwa sistem pidana penjara belum memiliki efek jera bagi pelaku kejahatan. Perbandingan peningkatan jumlah narapidana dari tahun ke tahun dengan daya tampung Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) yang tidak seimbang mengakibatkan terjadinya over capacity. Berdasarkan Sistem Database Permasyarakatan, data jumlah penghuni lapas perkanwil di Indonesia pada Bulan Maret Tahun 2016 menunjukkan bahwa 25 dari 33 lapas kanwil di Indonesia memiliki kondisi over capacity 5. Hal tersebut akan menambah beban negara untuk membiayai operasional LAPAS. Berdasarkan Sistem Database Permasyarakatan, bahwa setiap tahunnya dari tahun 2013 hingga tahun 2015 biaya operasional LAPAS seluruh Indonesia lebih 4 Sistem Database Permasyarakatan, Data Jumlah Penghuni Lapas Perkanwil di Indonesia setiap Bulan Maret Tahun , Diakses pada 09 Maret 2016, jam Sistem Database Permasyarakatan, Data Jumlah Penghuni Lapas Perkanwil di Indonesia pada Bulan Maret Tahun 2016, Diakses pada 01 Maret 2016, jam

3 dari 2 triliun rupiah. 6 Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan jika peningkatan jumlah operasional lapas, maka dana yang diambil dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) akan meningkat dan menambah beban negara dari segi perekonomian. Selain peningkatan biaya, peningkatan jumlah narapidana juga memungkinkan lapas dijadikan sebagai tempat kuliahnya para penjahat yang akan melahirkan penjahat yang lebih profesional. Lahirnya para penjahat yang lebih profesional ini pada akhirya juga akan menambah beban kepada masyarakat karena timbulnya ancaman yang lebih besar. Ini membuktikan bahwa diberikannya pemidanaan di dalam LAPAS tidak memberikan dampak yang efektif atau dampak untuk menyadarkan pelaku kejahatan. Selain kurang efektifnya sanksi pidana yang diterapkan, ada faktor lain yang muncul dari pelaku yaitu tidak adanya rasa malu yang dimiliki oleh para pelaku setelah melakukan kejahatannya. Justru semakin menambah keberanian pelaku untuk bertindak, tanpa memperhatikan rasa bersalah dan malu atas perbuatan tercela yang telah diperbuatnya. Beberapa dampak negatif pidana perampasan kemerdekaan adalah seseorang narapidana dapat kehilangan identitas diri akibat peraturan dan tata cara hidup Lembaga Pemasyarakatan, selama menjalani pidana narapidana selalu diawasi petugas sehingga ia kurang aman dan selalu merasa dicurigai atas tindakannya, sangat jelas kemerdekaan individualnya akan terampas hal ini menyebabkan perasaan tertekan sehingga dapat menghambat pembinaan dan lain sebagainya. Pidana penjara juga memberikan efek negatif berupa dehumanisasi dimana terpidana mendapat proses pengasingan dari masyarakat selama kehilangan kemerdekaan bergerak. Oleh karena itu terpidana membutuhkan proses adaptasi sosial yang rumit atau sosialisasi dengan masyarakat untuk kembali menjadi anggota masyarakat yang baik. 7 Pandangan moderat memberikan 3 kritik terhadap penjara, yaitu kritik dari sudut starfmodus, Strafmaat, dan strafsoort. Kritik dari sudut starfmodus melihat dari sudut pelaksanaan pidana penjara. Jadi, ditujukan dari sudut pembinaan atau Treatment dan kelembagaan atau institusinya. Kritik dari sudut Strafmaat melihat dari sudut lamanya pidana penjara, khususnya ingin membatasi atau mengurangi penggunaan pidana penjara jangka pendek. Sedangkan kritik dari sudut strafsoort ditujukan terhadap penggunaan atau penjatuhan pidana 6 Sistem Database Permasyarakatan, Data Jumlah Hasil Penyerapan Lapas Perkanwil di Indonesia setiap Bulan Maret Tahun , Diakses pada 09 Maret 2016, jam Ibid, hlm. 40 2

4 penjara dilihat sebagai jenis pidana, yaitu adanya kecenderungan untuk mengurangi atau membatasi penjatuhan pidana penjara secara limitatif dan selektif. 8 Dari tiga kritik terhadap penjara dapat disimpulkan bahwa tidak semua kejahatan harus diganjar dengan pidana penjara, terutama kejahatan dengan hukuman pidana penjara jangka pendek karena banyak kelemahan yang dimiliki. Secara khusus Pidana Penjara Jangka Pendek memiliki berbagai macam kelemahan. Schaffmeister mengatakan bahwa secara umum, dinyatakan bilamana pidana badan singkat diperbandingkan dengan pidana badan yang lama, maka pidana badan singkat memiliki semua kelemahan pada pidana penjara, tetapi tidak memiliki aspek positif darinya. 9 Oleh karena itu di dalam rekomendasi Kongres Ke-2 PBB mengenai The Prevention of Crime and Treatment of Offenders Tahun 1960 di London, juga melemparkan kritik terhadap pidana penjara jangka pendek, yaitu: Kongres mengakui bahwa dalam banyak hal, pidana penjara pendek mungkin berbahaya, yaitu si pelanggar dapat terkontaminasi dan sedikit atau tidak memberi kesempatan untuk menjalani pelatihan yang konstruktif dan karena itu penggunaannya secara luas tidak dikehendaki; 2. Kongres menyadari bahwa dalam praktiknya penghapusan menyeluruh pidana penjara pendek tidaklah mungkin, yang realistik hanya dapat dicapai dengan mengurangi jumlah penggunaannya; 3. Pengurangan berangsur-angsur itu dengan meningkatkan bentuk-bentuk pengganti atau alternatif (pidana bersyarat, pengawasan atau probation, denda, pekerjaan di luar lembaga, dan tindakan-tindakan lain yang tidak mengandung perampasan kemerdekaan); 4. Dalam hal pidana penjara jangka pendek tidak dapat dihindari, pelaksanaannya harus terpisah atau tersendiri dari yang dijatuhi pidana penjara untuk waktu yang lama dan pembinaannya harus bersifat konstruktif. Johannes Andeanaes di dalam bukunya yang berjudul Punishment and Detterance, menyatakan: 11 8 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2013, hlm 28 9 Schaffmeister Keijner, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1995, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 30 3

5 1. Hampir 100 tahun lebih telah difikirkan suatu tujuan dari pembaharuan pidana untuk menghindari pidana penjara jangka pendek. Pidana penjara pendek seperti itu tidak memberikan kemungkinan untuk merehabilitasi si pelanggar, tetapi cukup mengecap dia dengan stigma penjara dan membuat atau menetapkan kontak-kontak yang tidak menyenangkan; 2. Ada dua keterbatasan (sisi negatif) dari pidana pendek menurut J. Andeanes, yaitu: 12 a. it does not effectively serve an incapacitative function ( Tidak membantu atau menunjang secara efektif fungsi membuat tidak mampu ) b. as a general deterrent it is inferior to longer sentences ( Sebagai suatu pencegahan umum, ia lebih rendah (mutunya) daripada pidana lama ) Terkait dengan Pidana Penjara Jangka Pendek, Manuel Lopez Rey, juga melemparkan kritik. Pada Kongres PBB ke-4 (1970), Manuel Lopez Rey menyatakan mengkritik terhadap short term imprisonment karena dengan waktu terbatas itu, pidana penjara jangka pendek meniadakan prospek-prospek rehabilitasi (excluded the prospects of rehabilitation). Ia memperkirakan populasi penjara di dunia rata-rata sehari antara 1,5-2 juta dan diantaranya sekitar 1,3 juta, kurang dari 6 bulan dan dalam banyak hal kurang dari 3 bulan. 13 Lebih lanjut, Kartini Kartono memaparkan tentang kelemahan pidana penjara jangka pendek sebagai berikut: Dari penjahat kecil-kecilan, mereka bisa menjadi yang lihai, dengan keterampilan tinggi dan perilaku yang lebih kejam. Mereka menjadi leboih licin dan lebih matang, karena mendapatkan pelajaran tambahan dari sesama kawan narapidana; 2. Sering timbul konflik-konflik batin yang serius, terutama sekali pada narapidana yang baru pertama kali masuk penjara. Terjadi semacam trauma atau luka psikis atau berlangsung kejutan jiwani, sehingga mengakibatkan disintegrasi kepribadian. Ada juga yang menyerupai orang gila; 3. Penjahat-penjahat individual dan penjahat situasional banyak sekali yang mengalami patah mental, disebabkan oleh isolasi dalam penjara. Mereka merasa dikucilkan dan dikutuk oleh masyarakat penjara dan masyarakat luar pada umumnya. Mereka itu secara 12 Ibid, hlm Ibid, hlm Kartini Kartono, Patologi Sosial, Alumni, Bandung, 1981, hlm

6 mental tidak siap dalam menghadapi realitas yang bengis di dalam penjara, yang dilakukan oleh sesama narapidana. Kritik terhadap Pidana Penjara Jangka Pendek yang telah dikemukakan, menunjukkan bukti bahwa Hukum pidana di Indonesia yang masih menggunakan pidana penjara jangka pendek sudah usang dan tidak sesuai dengan keadaaan masyarakat kekinian. Hukum Pidana yang berlaku saat ini adalah peninggalan zaman kolonial belanda dan Perancis yang tidak berlandaskan kepada nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat bangsa Indonesia, serta tidak responsif dalam penanggulangan permasalahan yang terjadi. Salah satunya yaitu pemidanaan terhadap pelaku kejahatan masih berorientasi kepada suatu Pembalasan. Oleh karena itu diperlukannya suatu pembaharuan hukum pidana yang mengatur tentang jenis sanksi pidana, untuk mencari sebuah alternatif dari pidana penjara, khususnya pidana penjara jangka pendek. Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia tentu tidak terlepas dari politik hukum yang bertugas untuk meneliti perubahan-perubahan yang perlu diadakan terhadap hukum yang ada agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru di dalam masyarakat. Politik hukum tersebut meneruskan suatu perkembangan tertib hukum, dari Ius Constitutum yang bertumpu pada kerangka landasan hukum yang terdahulu menuju kepada penyusunan Ius Constituendum atau hukum pada masa yang akan datang. Pembaharuan hukum pidana (penal reform) merupakan bagian dari kebijakan/politik hukum pidana (penal policy) yang memiliki hakikat bahwa pembaharuan hukum pidana berkaitan erat dengan latar belakang dan urgensi diadakannya pembaharuan hukum pidana itu sendiri sebagai suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat indonesia, yang dapat ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi kepada kebijakan ( policy-oriented-approach ) yang meliputi kebijakan sosial, kebijakan kriminal serta kebijakan penegakan hukum, dan sekaligus pendekatan yang berorientasi kepada nilai ( value-orintedapproach ) yang meliputi nilai-nilai sosiopolitik, sosiofilosofis dan sosiokultural. 15 Jadi upaya pembaharuan hukum pidana Indonesia mempunyai suatu makna yaitu menciptakan suatu kodifikasi hukum pidana nasional untuk menggantikan kodifikasi hukum pidana yang 15 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana,Jakarta 2011 hlm 29 5

7 merupakan warisan kolonial yakni Wetboek van Strafrecht Voor Nederlands Indie 1915, yang merupakan turunan dari Wetboek van Strafrecht negeri Belanda tahun Oleh karena itu pembangunan hukum melalui suatu pembaharuan hukum pidana sangat penting untuk mengatasi segala persoalan bangsa seiring dengan perkembangan zaman, selain itu pembaharuan hukum yang dilakukan juga semata-mata demi tercapainya perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada segala sisi kehidupan. Marc Ancel dengan konsepsi yang moderat menghendaki agar ide-ide atau konsepsi-konsepsi perlindungan masyarakat diintregasikan ke dalam konsepsi baru hukum pidana. Marc Ancel dengan gerakannya defense sociale nouvelle (New Social Defense) menghendaki agar munculnya ide-ide perlindungan masyarakat tersebut tidak menghapus pidana. Menurutnya, konsepsi perlindungan masyarakat tersebut terintegrasi ke dalam hukum pidana, sehingga akan tercipta kosep baru hukum tanpa menghilangkan esensi hukum pidananya. 17 Salah satu substansi hukum pidana saat ini yang perlu diperbaharui adalah jenis sanksi pidana untuk mencari alternatif pidana penjara, khususnya pidana penjara jangka pendek karena sudah banyak kritik atas kelemahan pidana penjara dan pidana penjara jangka pendek, maka diperlukan suatu alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek yang sesuai dengan tujuan pemidanaan dan memberikan perlindungan kepada individu maupun perlindungan kepada masyarakat tanpa menghilangkan esensi dari hukum pidana itu sendiri. Dewasa ini baik Indonesia maupun di dunia internasional muncul kecenderungan untuk mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek. Upaya untuk mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan bertolak dari kenyataan bahwa pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek semakin tidak disukai baik pertimbangan kemanusiaan, pertimbangan filosofis, maupun pertimbangan ekonomis. 18 Tindakan alternatif yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang diancam dengan pidana penjara jangka pendek, salah satunya yaitu dengan menggunakan Pidana kerja sosial. Secara etimologis istilah pidana kerja sosial berasal dari dua kata yaitu pidana dan kerja sosial. Secara sederhana pidana kerja sosial dapat diartikan sebagai 16 Muladi, Lemabaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1984 hlm Tongat, Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2001, hlm Ibid, hlm. 17 6

8 pidana yang berupa kerja sosial. Pidana kerja sosial merupakan bentuk pidana dimana pidana tersebut dijalani oleh terpidana dengan melakukan pekerjaan sosial yang ditentukan. 19 Pidana kerja sosial terdapat dalam Draft RKUHP Tahun 2012, pasal 65 ayat (1) yaitu Pidana pokok yang terdiri atas: 1) Pidana penjara; 2) Pidana tutupan; 3) Pidana pengawasan; 4) Pidana denda; 5) Pidana kerja sosial. Pasal 86 ayat (1) menjelaskan jika Pidana penjara yang akan dijatuhkan tidak lebih dari 6 (enam) bulan atau pidana denda tidak lebih dari pidana denda Kategori I 20, maka pidana penjara atau pidana denda tersebut dapat diganti dengan Pidana kerja sosial. Diadopsinya Pidana Kerja Sosial dalam sistem hukum pidana Indonesia tidak terlepas dari tekad untuk menjadikan hukum pidana indonesia yang tidak saja berorietasi kepada perbuatan, tetapi juga berorientasi kepada pelaku sekaligus (daad dader straftrecht). Selain itu di adopsinya pidana kerja sosial tersebut juga merupakan upaya untuk menjadikan hukum pidana lebih fungsional dan manusiawi, disamping sangat relevan dengan falsafah pemidanaan yang sekarang dianut yaitu falsafah pembinaan ( Treatment Philosophy). 21 Pidana kerja sosial yang akan dijatuhkan memenuhi unsur-unsur pembinaan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Unsur pembinaan yang berorientasi pada individu pelaku tindak pidana. Pidana Kerja Sosial dapat digunakan sebagai alternatif penjara jangka pendek. Pidana Kerja Sosial ini tidak dibayar karena sifatnya adalah pidana (work as pinalty). 22 Dengan demikian, karena sifatnya sebagai pidana kerja, pidana sosial haruslah merupakan bentuk pembinaan, bukan untuk dikomersilkan. Pidana kerja sosial ini juga membutuhkan adanya persetujuan dari terpidana sehingga jenis pidana ini tidak bersifat forced laboour (kerja paksa). Oleh karena itu pidana kerja sosial merupakan bentuk pidana yang sarat dengan muatan hak asasi manusia. 23 Pidana kerja sosial yang menganut falsafah pembinaan (treatment philosophy) diharapkan dapat menjadi jenis alternatif pidana yang efektif tanpa menghilangkan esensi dari pidana itu sendiri. Dengan pidana kerja sosial diharapkan dampak negatif dari penerapan pidana perampasan kemerdekaan seperti stigmatisasi, dehumanisasi, dan dampak negatif yang lain dapat Ibid, hlm Pasal 80 RKUHP 2012, Pidana Denda Kategori I adalah Rp ,00 21 Tongat, Op Cit, hlm Syaiful Bakhri, Perkembangan Stelsel Pidana Indonesia, Total Media, Yogyakarta, 2009 hlm 23 Tongat, Op Cit, hlm 77 7

9 dihindari. Dengan demikian terpidana tetap mempunyai kesempatan untuk menjadi manusia yang utuh sebagai bekal dalam proses pembinaan yang lebih lanjut. Oleh karena itu pidana kerja sosial sangat relevan menjadi alternatif pidana penjara khususnya pidana penjara jangka pendek dalam pembaharuan hukum pidana di indonesia. Bertitik tolak dari pokok-pokok pemikiran tersebut diatas, maka penelitian ini bermaksud melakukan suatu kajian mengenai Pidana Kerja Sosial sebagai Alternatif Pidana Penjara Jangka Pendek dalam Pembaharuan Hukum Pidana (Penal Reform) di Indonesia. B. Perumusan Masalah 1. Mengapa pidana kerja sosial diperlukan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek? 2. Apa saja langkah yang dapat mendukung model pidana kerja sosial yang ideal sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pidana kerja sosial diperlukan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis langkah yang dapat mendukung model pidana kerja sosial yang ideal sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan teori ilmu hukum pidana serta menambah informasi atau gambaran kepada para penegak hukum, pengambil kebijakan pada tingkat legislatif, dalam pembaharuan hukum pidana, terutama terkait dengan Pidana Kerja Sosial sebagai alternatif pidana penjara pendek. 8

10 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi penelitian lanjutan. Memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi guna mengadakan pengkajian lebih lanjut dalam hukum pidana terutama dalam penyelesaian masalah-masalah yang berhubungan dengan Pidana Kerja Sosial. 9

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat negatif lainnya yang menyertai

Lebih terperinci

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA Shinta Rukmi, SH. MHum. Dosen Fakultas Hukum Unisri Surakarta Abstract : Community Service order is a new criminal, and it is a rehabilitation to narapidana. The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PIDANA PENJARA JANGKA PENDEK DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA (PENAL REFORM) DI INDONESIA

PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PIDANA PENJARA JANGKA PENDEK DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA (PENAL REFORM) DI INDONESIA Pidana Kerja Sosial Sebagai Alternatif Pidana Penjara Jangka Pendek dalam Pembaharuan... PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PIDANA PENJARA JANGKA PENDEK DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA (PENAL REFORM)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemerdekaan bangsa Indonesia yang di Proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 tidak dapat dilepaskan dari cita-cita pembaharuan hukum. Dalam pernyataan kemerdekaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh Ida Ayu Made Merta Dewi Pembimbing Akademik : Yuwono Program Kekhususan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan awal dari kebangkitan masyarakat atau bangsa

Lebih terperinci

PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA KARYA ILMIAH PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA OLEH : BUTJE TAMPI, SH KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS HUKUM MANADO 2 0 1 1 7 KATA

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pemasyarakatan di Indonesia merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract Titles in this writing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum pidana yang saat ini berlaku di Indonesia merupakan hukum warisan penjajahan Belanda yang berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia. Secara yuridis

Lebih terperinci

BAB I. disertai ancaman pidana bagi yang melakukannya. 5 Menelusuri sejarah hukum

BAB I. disertai ancaman pidana bagi yang melakukannya. 5 Menelusuri sejarah hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A.!Latar belakang Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang berisi ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan disertai ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan 1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu arah kebijaksanaan yang harus ditempuh khususnya dalam rangka mewujudkan sistim hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses

Lebih terperinci

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB III PIDANA BERSYARAT 36 BAB III PIDANA BERSYARAT A. Pengertian Pidana Bersyarat Pidana bersyarat yang biasa disebut dengan pidana perjanjian atau pidana secara jenggelan, yaitu menjatuhkan pidana kepada seseorang akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang didasarkan atas hukum bukan didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) amandemen ke-3 Undang-Undang

Lebih terperinci

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik 8 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mencuri 3 buah kakao dihukum 1,5 bulan penjara, mencuri semangka dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik ini, berdasarkan putusan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HUKUMAN SEUMUR HIDUP DALAM PRAKTIK DI INDONESIA MENURUT KUHP 1 Oleh : Fitrawaty U. Husain 2

IMPLEMENTASI HUKUMAN SEUMUR HIDUP DALAM PRAKTIK DI INDONESIA MENURUT KUHP 1 Oleh : Fitrawaty U. Husain 2 IMPLEMENTASI HUKUMAN SEUMUR HIDUP DALAM PRAKTIK DI INDONESIA MENURUT KUHP 1 Oleh : Fitrawaty U. Husain 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan pidana penjara seumur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembaharuan Hukum Pidana KUHP yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada prakteknya sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak kriminil merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang 1 yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Tidak ada masyarakat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

JURNAL PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PIDANA PENJARA JANGKA PENDEK ARTIKEL ILMIAH

JURNAL PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PIDANA PENJARA JANGKA PENDEK ARTIKEL ILMIAH JURNAL PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PIDANA PENJARA JANGKA PENDEK ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: MUHAMMAD FAJAR

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA 1.1. Hukum Pidana 1.1.1. Pengertian Hukum Pidana Untuk mengetahui hakikat Hukum Pidana, terlebih

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 1. Pengertian Tindak Pidana Kumpul Kebo Tindak Pidana kumpul kebo adalah perbuatan berhubungan antara laki-laki

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

KETERANGAN PRESIDEN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Jakarta, 6 Maret 2013 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudara Pimpinan

Lebih terperinci

EKSISTENSI KEBERADAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh: Laras Astuti

EKSISTENSI KEBERADAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Oleh: Laras Astuti EKSISTENSI KEBERADAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Laras Astuti Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: larasastuti@law.umy.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan pidana denda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

PIDANA PENJARA TERBATAS : SEBUAH GAGASAN DAN REORIENTASI TERHADAP KEBIJAKAN FORMULASI JENIS SANKSI HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PIDANA PENJARA TERBATAS : SEBUAH GAGASAN DAN REORIENTASI TERHADAP KEBIJAKAN FORMULASI JENIS SANKSI HUKUM PIDANA DI INDONESIA PIDANA PENJARA TERBATAS : SEBUAH GAGASAN DAN REORIENTASI TERHADAP KEBIJAKAN FORMULASI JENIS SANKSI HUKUM PIDANA DI INDONESIA Abdul Kholiq*, Barda Nawawi Arief**, Eko Soponyono*** ena_feriana@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN Anak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan suatu bangsa. Anak memiliki peran yang signifikan sebagai penerus dan penerima tongkat

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA MOH. ZAINOL ARIEF Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep sobarchamim@gmail.com ABSTRAK Pidana dan pemidanaan dalam ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan

I. PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan Perundang-undangan agar warga masyarakat mematuhi hukum adalah dengan mencantumkan sanksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan cepat, karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA Oleh : Hendra Rusliyadi Pembimbing : IGN Dharma Laksana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaiki agar tidak terdapat kendala dalam pelaksanaannya. 1 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diperbaiki agar tidak terdapat kendala dalam pelaksanaannya. 1 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia sekarang ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana

BAB I PENDAHULUAN. pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sekarang ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai pelaku tindak pidana, proses hukum pertama yang akan dijalani adalah proses penyelidikan. Seseorang

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

1. Pendahuluan Negara merupakan satu-satunya subyek hukum yang mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi pidana (jus puniendi) 1 terhadap pelanggar hukum. Lembaga peradilan merupakan representasi dari negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan merupakan kunci pokok keberlangsungan hidup bangsa dan negara. 1 Anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, kadang meningkat dan turun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun jika dicemati, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK Pidana denda merupakan salah satu pidana pokok dalam stelsel pemidanaan di Indonesia yang

Lebih terperinci

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Astrid Yolanda Sari Pembimbing : I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan: Hukum Pidana Abstract:

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci