BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan awal dari kebangkitan masyarakat atau bangsa Indonesia yang bercita-cita untuk mewujudkan kehidupan aman, damai, sejahtera, adil dan makmur serta dengan melakukan pembenahan dan melakukan pembaharuan secara merata berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUDN RI Tahun 1945). Adapun tujuan dan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh bangsa Indonesia ini dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (3) UUDN RI Tahun 1945, menegaskan bahwa : Negara Indonesia ialah Negara hukum, sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD RI Tahun 1945 yaitu : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Untuk memajukan kesejahteraan umum, Ikut melaksanakan kehidupan bangsa, Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, berdasarkan Pancasila. Menurut Barda Nawawi Arief, usaha pembaharuan hukum di Indonesia yang sudah dimulai sejak lahirnya UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari landasan dan sekaligus tujuan yang ingin dicapai seperti yang telah dirumuskan juga dalam Pembukaan UUD 1945 itu secara singkat ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila. Inilah garis kebijakan hukum yang menjadi landasan dan sekaligus tujuan politik hukum Indonesia. ini pulalah yang menjadi landasan dan tujuan dari 1

2 2 setiap usaha pembaharuan hukum termasuk pembaharuan di bidang hukum pidana dan kebijakan penanggulangan kejahatan di Indonesia. 1 Seiring perkembangan zaman dalam kehidupan bangsa dan negara, telah menimbulkan berbagai masalah-masalah dalam masyarakat sehingga berdampak pada hukum di Indonesia yang sebagai norma mempunyai ciri kekhususan, bahwa hendak melindungi, mengatur dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum atau masyarakat. Apabila terjadi pelanggaran hukum yang dalam arti melalaikan, merugikan atau mengganggu keseimbangan kepentingan umum yang seperti dikehendaki oleh ketentuan hukum tersebut, maka pelanggarnya mendapat reaksi dari masyarakat. Hukum pidana berbeda dengan hukum yang lainnya, yaitu bahwa di dalamnya orang mengenal adanya suatu kesengajaan untuk memberikan suatu akibat hukum berupa suatu bijzondere leed atau penderitaan yang bersifat khusus dalam bentuk suatu hukuman kepada mereka yang telah melakukan suatu pelanggaran terhadap keharusan-keharusan atau larangan-larangan yang telah ditentukan didalamnya. 2 Sejalan dengan hal tersebut, materi hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih tetap berlaku ini sudah tidak mencukupi dan tidak sesuai lagi sebagai kodifikasi hukum pidana bangsa Indonesia yang mempunyai sejarah dan falsafah berbeda dengan negara-negara asing. Keadaan kodifikasi hukum pidana bangsa Indonesia sekarang ini sudah banyak mengandung kekosongan hukum, dimana ada hal-hal yang menurut ukuran 1 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan kejahatan, PT.Citra adtya Bhakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief I), h.73 2 P.A.F Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, h.15

3 3 norma-norma ataupun nilai-nilai yang berlaku di Indonesia seharusnya diancam dengan pidana, ternyata di dalam KUHP tidak diatur. 3 Selanjutnya Sudarto mengemukakan adanya beberapa alasan mengenai sampai dimana urgensi bagi kita untuk mempunyai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru. Ada tiga alasan yang dikemukakan beliau, yaitu alasan politik yang dilandasi oleh pemikiran bahwa suatu saat negara merdeka adalah wajar mempunyai hukum yang dihasilkan sendiri, ini merupakan kebanggaan nasional sebagai negara yang telah melepaskan diri dari pada penjajahan. Alasan sosiologis, pada dasarnya KUHP adalah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan suatu bangsa. Namun ukuran untuk menentukan perbuatan mana yang dilarang itu tentunya tergantung dari pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik, benar dan sebaliknya. Sedangkan alasan praktis adalah kenyataan bahwa teks resmi dari Wetboek van Strafrecht (KUHP) adalah bahasa Belanda sehingga terjemahan dari Wetboek van Strafrecht yang beraneka ragam tentunya tidak akan membantu penyelenggaraan hukum pidana yang pasti dan seragam. 4 Terlihat dari hal tersebut, terkandung suatu keinginan bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu pembaharuan hukum pidana yang dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan ( reorientasi dan re -evaluasi ) hukum pidana sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofi dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi dan memberi sisi terhadap muatan normatif dan substansi hukum pidana yang dicita-citakan. 5 Sehubungan dengan pemikiran di atas memang sudah seharusnya bangsa Indonesia membuat pembaharuan dalam hukum pidana dalam hal ini KUHP, dikarenakan perkembangan dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Maka pembaharuan hukum pidana harus pula berorientasi pada pendekatan nilai. 3 Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, 1990, Hukum Pidana (Dasar aturan umum Hukum Pidana Kodifikasi), Ghalia Indonesia, Jakarta, h Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Sudarto I), h Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra adtya bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief II) h. 29

4 4 Menurut Barda Nawawi Arief, makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dapat dilihat dari : 1. Dilihat dari sudut pendekatan-kebijakan: a. Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalahmasalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional (kesejahter aan masyarakat dan sebagainya). b. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan). c. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbarui substansi hukum ( legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum. 2. Dilihat dari sudut pendekatan-nilai: Pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali ( reorientasi dan evaluasi ) nilai -nilai sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substansif hukum pidana yang dicitakan-citakan. Bukanlah pembaruan ( reformasi ) hukum pidana, apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan (misalnya, KUHP Baru) sama saja dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP lama atau WvS). 6 Pembaharuan hukum pidana Indonesia, terlebih dahulu haruslah diketahui permasalahan pokok dalam hukum pidana merupakan cermin suatu masyarakat yang merefleksi nilai dasar masyarakat itu. Apabila nilai-nilai itu berubah, maka hukum pidana juga berubah. 7 Berpijak pada nilai-nilai kepribadian bangsa terjadinya transformasi konseptual dalam sistem hukum pidana dan pemidanaan yang merupakan bagian dari peradaban masyarakat dunia, dengan memperhatikan dinamika yang terjadi, 6 Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep Kuhp Baru), Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief III), h AZ. Abidin, 1983, Bunga Rampai Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, h.iii

5 5 dapat senantiasa mengikuti dan mengadopsi hal-hal positif yang bermanfaat bagi kepentingan untuk semakin meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan seluruh masyarakat, serta ikut mendorong munculnya semangat untuk mencari alternatif pidana yang lebih manusiawi dalam memperlakukan para pelaku tindak kriminal yang dilakukan dengan upaya menyediakan pengganti pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara. Banyaknya kritik yang diajukan terhadap jenis pidana perampasan kemerdekaan ini sebagai jenis pidana yang kurang disukai. Alasan yang menjadi dasar ditetapkannya pidana penjara selama ini sebagai salah satu sarana penanggulangan kejahatan, merupakan suatu masalah yang patut dipersoalkan dilihat dari sudut politik kriminal. 8 Muladi mengemukakan Masalah pidana, terdapat suatu masalah yang dewasa ini secara universal terus dicarikan pemecahannya. Masalah tersebut adalah adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pidana perampasan kemerdekaan, yang dalam pelbagai penelitian terbukti sangat merugikan baik tiap individu yang dikenal pidana, maupun terhadap masyarakat. Pelbagai negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan untuk mencapai alternatif-alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan perdamaian yang bersifat non institusional. 9 Banyaknya sorotan terhadap pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi hal ini masih dipertahankan beberapa negara di dunia dalam KUHP-nya sebagai bagian dari politik kriminal dalam menanggulangi kejahatan. Perkembangan mutakhir dalam hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan persoalan pidana yang menjadi trend atau kecenderungan internasional adalah berkembangnya konsep untuk mencari alternatif dari pidana perampasan 8 Barda Nawawi Arief, 1996, Kebijakan Legislatif dalam penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief IV), h Muladi, 2008, Lembaga Pidana Bersyarat, Cet. V, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Muladi I), h.5

6 6 kemerdekaan ( alternative of imprisonment) dalam bentuknya sebagai bagian sanksi alternatif (alternative sanction). 10 Alternatif pidana perampasan kemerdekaan ini merupakan masalah universal dan menjadi perhatian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni, sesuai dengan kongres PBB ketiga di Stockholm pada tahun 1965 tentang kejahatan dan pembinaan narapidana, yang memfokuskan pada diskusi-diskusi tentang pidana pengawasan ( probation) untuk orang dewasa dan tindakan-tindakan lain yang bersifat non-institusional. 11 Adapun perbedaan mengenai pidana pokok pada KUHP dengan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2013 terlihat perubahan dalam hal pidana mati yang merupakan pidana pokok bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif, dan penambahan pidana pengawasan sebagai alternatif pidana penjara serta pidana pokok dalam RUU KUHP Tahun Namun disisi lain dalam KUHP Indonesia yang berlaku saat ini, sebetulnya sudah ada alternatif pidana penjara yang bersifat non-custodial atau pidana bersyarat. Pidana pengawasan ini merupakan pidana pokok baru yang bersifat noncustodial yang diharapkan dapat menggantikan pidana bersyarat (Pa sal 14 a s/d Pasal 14 f KUHP). Perbedaan keudanya terletak dalam pelaksanaannya serta 10 Tongat, 2001, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, Jakarta, (selanjutnya disingkat Tongat I), h Muladi I, op.cit., h

7 7 pidana pengawasan ini dikatakan sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan. 12 Terkait pentingnya pidana bersyarat sebagai salah satu mata rantai sistem penyelenggaraan hukum pidana maka yang harus dihapuskan dalam hal ini adalah adanya kesan, bahwa pidana bersyarat merupakan sikap kemurahan hati, pemberian ampun, atau pembebasan, sebab dalam krangka sebab musabab kejahatan dari pelaku tindak pidana serta usaha-usaha untuk menetralisasikan sebab musabab tersebut, maka peranan pengawasan di dalam pembinaan di luar lembaga ini menjadi suatu keadaan dinamis untuk memecahkan masalah. 13 Adanya pidana bersyarat yang diatur dalam Pasal 14a sampai dengan Pasal 14f KUHP. Pada ketentuan Pasal 14a KUHP secara garis besar disebutkan mengenai, terhadap terpidana yang akan dijatuhi pidana penjara kurang dari 1 (satu) tahun kurungan bukan berupa pengganti denda, dan denda yang dibayarkan oleh terpidana dapat diganti dengan pidana bersyarat yang secara pasti pelaku tindak pidana sudah dijatuhkan serta dalam pelaksananya ditunda dengan bersyarat. Jadi, pidana bersyarat dalam hal ini sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan yang ada di dalam KUHP yang berlaku saat ini dirasa masih kurang relevan untuk memberikan perlindungan terhadap individu atau pelaku tindak pidana. Pengaturan pidana bersyarat dalam KUHP yang berlaku sekarang ini dirasa belum efektif sebagai alternatif penerapan pidana penjara, khususnya pidana penjara jangka waktu pendek. Mengingat, pengaturan pidana pengawasan dalam penjelasan Pasal 77 Rancangan KUHP Tahun 2013 disebutkan mengenai, Pelaksanaan pidana 12 Muladi I, op.cit, h Muladi I, op.cit, h.155

8 8 pengawasan ini dikaitkan dengan ancaman pidana penjara. yang bersifat noncustodial, probation atau pidana penjara bersyarat yang terdapat dalam KUHP. Pidana pengawasan ini merupakan alternatif pidana penjara dan tidak ditujukan unntuk tindak pidana yang berat sifatnya. Ini menjadi lebih menarik dibahas bahwa ketika dalam perkembangannya Indonesia mencantumkan pidana pengawasan sebagai pidana pokok, yakni pidana pengawasan sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan dalam Rancangan KUHP Tahun Pidana Pengawasan merupakan salah satu upaya alternatif pidana perampasan kemerdekaan yang dilakukan oleh negara Indonesia, yang diharapkan dapat mengurangi biaya ekonomi dalam pelaksanaan pidana serta menghindarkan terpidana dari dampak negatif seperti, adanya stigmatisasi dari masyarakat yang merupakan hasil dari peradilan penghukuman dan penjara dari kejahatan sendiri, sehingga terpidana sulit untuk bersosialisasi kembali dengan masyarakat dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan kejahatan kembali. Adanya pidana pengawasan sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan masyarakat, serta mengurangi banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat pencabutan kemerdekaan, terutama dalam hal gangguan terhadap kehidupan sosial dilingkungan masyarakat normal yang akan menjadi kesulitan narapidana atau seseorang yang berlabel penjahat sekalipun dalam penyesuaian diri kepada masyarakat beserta keluarganya yang seakan menimbulkan efek psikologis dan lebih frustasi serta tidak menutup kemungkinan timbulnya residivis.

9 9 Dibeberapa negara salah satunya di Portugal, telah menerapkan pidana pengawasan didalam sistem hukum yang dianutnya. 14 Pidana pengawasan (probation) yang diadopsi oleh negara-negara di dunia seperti Inggris-Amerika, Perancis-Belgia dan Portugal dalam penerapan sanksi pidana pengawasan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek tidak untuk tindak pidana yang berat sifatnya dan pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar melainkan berdasarkan persyaratan tertentu. Adanya kecenderungan untuk mencari alternatif jenis pidana perampasan kemerdekaan yang dilakukan oleh banyak negara sekarang ini dan untuk masa yang akan datang, menjadikan salah satu sumbangan pemikiran yang berharga, bahkan sudah ditransformasikan kedalam konsep pembaharuan hukum pidana Indonesia. Terkait dengan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pidana pengawasan dalam sistem pemidanaan di RUU KUHP Tahun 2013 merupakan suatu hal yang baru sebagai pidana pokok di Indonesia, yang pada prakteknya sudah diberlakukan beberapa negara di dunia yang dapat digunakan sebagai tolok ukur pembaharuan hukum pidana di Indonesia dimasa mendatang. Maka konsep pidana pengawasan dalam Rancangan KUHP Tahun 2013 ini perlu dikaji kembali mengingat aturan tersebut masih belum berlaku dan bersifat umum, serta masih perlu adanya penambahan teknis pelaksanaan maupun syarat-syarat dalam penjatuhan pidana. Hal inilah yang melatarbelakangi untuk mengangkat dalam 14 Barda Nawawi Arief, 2003, Beberapa Masalah Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, h

10 10 bentuk karya ilmiah yang berupa skripsi dengan judul : PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka diperoleh suatu rumusan permasalahan, yaitu: 1. Apakah pidana pengawasan relevan dengan tujuan pemidanaan dalam pembaharuan hukum pidana? 2. Bagaimana sebaiknya pidana pengawasan di formulasikan sebagai salah satu jenis pidana dalam pembaharuan KUHP dimasa mendatang? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari agar pembahasan tidak keluar dan atau menyimpang didalam penguraiannya, maka ruang lingkup permasalahan penelitian ini dibatasi yaitu: 1. Pada pembahasan yang pertama terbatas pada relevannya pidana pengawasan dengan tujuan pemidanaan dalam pembaharuan hukum pidana. 2. Pada pembahasan kedua akan terbatas pada formulasi pidana pengawasan sebagai salah satu jenis pidana dalam pembaharuan KUHP dimasa mendatang. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini disusun dengan tujuan yang dapat diklasifikasikan atas tujuan bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus, sebagai berikut:

11 11 a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu, mengembangkan wawasan studi hukum pidana mengenai pidana pengawasan dalam rangka pembaharuan hukum pidana. b. Tujuan Khusus 1. Untuk dapat mengetahui pidana pengawasan relevansinya dengan tujuan pemidanaan dalam pembaharuan hukum pidana. 2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan formulasi pidana pengawasan dalam KUHP dimasa mendatang. 1.5 Manfaat Penelitian Setelah mengetahui tujuan penelitian, maka manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoritis Agar dapat lebih memahami substansi pidana pengawasan dalam pembaharuan hukum pidana serta pengembangan hukum pidana pada umumnya. b. Manfaat Praktis Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan serta pemahaman tentang pidana pengawasan diantaranya : 1. Bagi penegak hukum, khususnya Hakim dalam menjatuhkan pidana. 2. Bagi pembentukan undang-undang baru dimasa mendatang.

12 Landasan Teoritis Pada setiap negara memiliki tekad dalam penggunaan hukumnya, termasuk hukum pidana sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam kebijakan penegakkan hukum. Sebagian besar negara maju dan negara yang sedang berkembang bertujuan mensejahterakan masyarakatnya, maka kebijakan hukum ini termasuk dalam kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan usaha tersebut, pada negara-negara yang baru merdeka melakukan berbagai usaha pembaharuan di bidang hukum. Masalah pembaharuan hukum ( Law Reform) ini merupakan salah satu diantara banyak permasalahan hukum, yang terutama dihadapi oleh negara-negara berkembang. 15 Secara dogmatis dapat disebutkan, bahwa dalam hukum pidana terdapat tiga pokok permasalahan, yaitu : a) Perbuatan yang dilarang; b) Orang yang melakukan perbuatan itu; c) Pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan itu. 16 Terkait dengan hal tersebut, menurut Sauer dalam bukunya Sudarto yang berjudul Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat : Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana, ada Trias (tiga) dalam pengertian dasar hukum pidana, yaitu : 15 Abdurrahman, 1976, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan di Indonesia, Alumni, Bandung, h Sudarto,1983, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat : Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana. Sinar baru, Semarang, (selanjutnya disingkat Sudarto II), h.62

13 13 a) Sifat melawan hukum (unrecht); b) Kesalahan (should) c) Pidana (straf). 17 Marc Ancel menyatakan, bahwa Modern criminal science terdiri dari tiga komponen criminology, criminal law dan penal policy. Menurutnya, penal policy adalah : Suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau putusan pengadilan. 18 Oleh sebab itu, upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan dalam hal kejahatan termasuk dibidang kebijakan ( criminal policy). Kebijakan ini pun tidak terlepas dari kebijakan kriminal yang lebih luas yaitu, kebijakan sosial (sosial policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy) Ibid. 18 Barda Nawawi Arief III, op.cit, h Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangnan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief V), h.77

14 14 Mengenai pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun politik kriminal. Menurut Sudarto dalam bukunya Barda Nawawi Arief yang berjudul Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep Konsep KUHP Baru), politik hukum merupakan : 1) Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi suatu saat. 2) Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 20 Melihat berbagai keterbatasan dan kelemahan hukum pidana, bila dilihat dari sudut pandang kebijakan, penggunaan atau intervensi penal (sanksi atau hukum pidana) sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, hemat, selektif cermat dan limitatif. Nigel Walker dalam bukunya Barda Nawawi Arief yang berjudul Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana mengingatkan adanya prinsip-prinsip pembatas ( the limiting principles) didalam penggunaan sarana penal yang sepatutnya mendapat perhatian antara lain : a. Jangan hukum pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan; b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang tidak merugikan/membahayakan; c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih ringan; d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian/bahaya dari perbuatan/tindak pidana itu sendiri; e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih berbahaya dari pada perbuatan yang akan dicegah; 20 Barda Nawawi Arief III, op.cit, h. 22

15 15 f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari publik. 21 Tujuan akhir dari kebijakan kriminil adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan utama tersebut sering dikenal dengan berbagai istilah, misalnya kebahagiaan warga masyarakat ( happiness of the citizens), kehidupan kultural yang sehat dan menyegarkan ( a wholesome and cultural living), kesejahteraan masyarakat ( social welfare) atau untuk mencapai keseimbangan (equality). 22 Bilamana dilihat dari sudut pendekatan kebijakan, makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana sebagai berikut : a. Sebagai bagian dari kebijakan sosial, merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya). b. Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, merupakan bagian dari upaya-upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan). c. Sebagai bagian dari kebijakan penegak hukum, merupakan bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum ( legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum. 23 Terkait masalah penentuan dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal, yaitu : perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan kepada si pelanggar. 21 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Adtya Bhakti, Bandung, (selanjutnya disingkat barda VI), h Barda Nawawi Arief IV, op.cit, h Barda Nawawi Arief III, op.cit, h. 26

16 16 Melihat dari sudut pendekatan nilai, maka pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan kembali (reorientasi dan re-evaluasi) nilai-nilai sosiopolitik, sosiofilosofis dan sosiokultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan. Bukanlah pembaruan ( reformasi ) hukum pidana, apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan sama saja dengan oritientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP lama atau WvS). 24 Selanjutnya dalam hukum pidana, dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan penal policy atau penal law enforcement policy bilamana pada sudut pandang fungsionalisasi/operasionalisasi dapat melalui beberapa fase atau tahap, yaitu : 1) Tahap formulasi (kebijakan legislatif). 2) Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial). 3) Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif). 25 Tahap kebijakan legislatif merupakan tahapan yang paling strategis dari Penal policy. Karena dalam tahap ini dirumuskannya garis-garis kebijakan bagi tahap berikutnya, sehingga dalam upaya pencegahan dan penangulangan kejahatan tidak hanya menjadi tugas aparatur penegak atau penerap hukum. Oleh karena itu, kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi 24 Barda Nawawi Arief III, Loc.cit. 25 Barda Nawawi Arief V, op.cit, h

17 17 dan eksekusi. Jadi, kebijakan formulasi yang paling memiliki posisi stragtegis dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia. Teori pemidanaan yang pada awalnya mempunyai paradigma pembalasan ke arah paradigma membina. Penjatuhan jenis pidana ( strafsoort) yang dikehendaki, penentuan tentang berat ringannya pidana yang dijatuhkan dan bagaimana pidana itu dilaksanakan merupakan bagian dari dari suatu sistem pemidanaan. Terdapat 3 teori pemidanaan yang digunakan dalam mengkaji tentang tujuan pemidanaan yaitu : 1. Teori Pembalasan (absolute/vergeldingstheorie) Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri karena kejahatan telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku juga harus diberi penderitaan. 2. Teori maksud dan tujuan (relatieve doeltheorie) Menurut Teori ini, hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal. Selain itu tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan. 3. Teori gabungan (verenigingstheorie) Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan dari kedua teori antara teori pembalasan dan teori maksud dan tujuan. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat. 26 Tujuan pemidanaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 54 ayat (1) Rancangan KUHP Tahun 2013, yaitu : a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna; c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 26 Leden Marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Gravika, Jakarta, h.105.

18 18 Penentuan tujuan pemidanaan dalam konsep Rancangan KUHP Tahun 2013 tersebut adalah sebagai sarana perlindungan masyarakat, rehabilitasi dan resosialisasi, pemenuhan dalam pandangan hukum adat serta aspek psikologis untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan. Berkaitan dengan tujuan pemidanaan dalam konsep Rancangan KUHP Tahun 2013 tersebut di atas, Sudarto mengemukakan : Tujuan pertama tersimpul mengenai pandangan perlindungan masyarakat (sosial defence), sedang dalam tujuan kedua dikandung maksud rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. Tujuan ketiga sesuai dengan pandangan hukum adat adat reactie, sedangkan yang keempat bersifat spiritual yang sesuai dengan sila pertama Pancasila. 27 Selanjutnya, Barda Nawawi Arief juga mengemukakan : Bertolak dari pemikiran, bahwa pidana pada hakikatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep merumuskan pertama-tama mengenai tujuan pemidanaan, dalam mengidentifikasi tujuan pemidanaan, konsep bertitik tolak dari keseimbangan 2 (dua) sasaran pokok yaitu, kep entingan masyarakat dan kepentingan individu pelaku tindak pidana serta antara kepastian hukum dengan keadilan. 28 Aspek pokok dalam tujuan pemidanaan sebagai kepentingan yang hendak dilindungi secara sama atau berimbang yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan individu. Hal tersebut mencerminkan perwujudan dari asas monodualistis sekaligus individualisasi pidana guna mengakomodasi tuntutan tujuan pemidanaan yang sedang berkembang sekarang ini. 27 Sudarto, 1982, Pemidanaan dan Tindakan, BPHN, Jakarta, h Barda Nawawi Arief II, op.cit., h.98

19 Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis dan konsisten. Metodelogi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. 29 a. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitan hukum normatif adalah suatu cara untuk mendapatkan data-data dari bahan-bahan kepustakaan terutama yang berhubungan mengenai masalah hukum. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara mengkaji hukum dalam Law in Book (yang dikonsepsikan sebagai apa yang termaktub dalam peraturan perundangundangan) dan bahan hukum lain di luar peraturan perundang-undangan seperti doktrin atau pendapat para sarjana. 30 Perlunya penelitian hukum normatif ini adalah beranjak dari penambahan pidana pokok dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana Tahun 2013 mengenai pidana pengawasan yang dalam hal ini belum diberlakukan di Indonesia akan tetapi pada prakteknya sudah terdapat di negara-negara yang memiliki sistem hukum yang sama seperti Indonesia yaitu Eropa Kontinental mengenai pidana pengawasan. Sanksi pidana pengawasan belum pernah diatur dalam KUHP di Indonesia saat ini maupun perundang-undangan lainnya. 29 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.III, UI Press, Jakarta, h.6 30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 41.

20 20 Sifat penelitian ini adalah deskritif analisis yaitu memaparkan dan menguraikan permasalahan dalam rumusan maslah tersebut di atas yang berkenaan dengan pidana pengawasan dasar filosofisnya dalam filsafat pemidanaan yang relevan dalam pembaharuan hukum pidana nasional dan perbandingan pidana pengawasan yang dianut dalam KUHP negara asing seperti, Inggris-Amerika, Perancis-Belgia, dan Portugal. b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan ( the statue approach) pendekatan yang dilakukan dengan cara ini yaitu, mempelajari peraturan perundang-undngan yang berkaitan dengan penelitian, pendekatan analisis konsep hukum ( analytical and conceptual approach) dengan pendekatan ini dapat dicari pembenaran berdasarkan suatu teori atau konsep-konsep yang dipergunakan di dalam penelitian dengan memahami konsep-konsep aturan tentang dibuatnya pidana pengawasan dalam Rancangan KUHP Tahun 2013 di Indonesia. Berdasarkan pendekatan tersebut diharapkan akan dapat saling melengkapi sehingga akan dapat memperoleh bahan-bahan hukum yang dapat dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini. c. Sumber Bahan Hukum Karena penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif, maka sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum yang terdiri atas:

21 21 a. Bahan hukum primer merupakan sumber bahan hukum mengikat yaitu berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan. Sumber hukum primer yang digunakan yakni : - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. - RUU-KUHP Nasional (Rancangan Tahun 2013) b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu sumber hukum yang bersifat pelengkap bagi bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam karya tulis ini terdiri atas literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum, dan materi muatan internet yang berkaitan dengan rumusan masalah. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan seperti, Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan Ensiklopedia. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan ( study document). Telaah kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu ( card system) yaitu, cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan penelitian ini.

22 22 e. Teknis Analisis bahan hukum Setelah diperoleh bahan hukum yang cukup untuk menyusun penelitian ini, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan sistematika pembahasan. Bahan-bahan hukum yang telah dikualifikasikan tersebut diuraikan secara kualitatif sesuai dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis secara deskriptif, evaluatif dan argumentatif berdasarkan konsep-konsep hukum sebagaimana yang telah diuraikan.

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat negatif lainnya yang menyertai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemerdekaan bangsa Indonesia yang di Proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 tidak dapat dilepaskan dari cita-cita pembaharuan hukum. Dalam pernyataan kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum pidana yang saat ini berlaku di Indonesia merupakan hukum warisan penjajahan Belanda yang berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia. Secara yuridis

Lebih terperinci

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA Shinta Rukmi, SH. MHum. Dosen Fakultas Hukum Unisri Surakarta Abstract : Community Service order is a new criminal, and it is a rehabilitation to narapidana. The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman tidak hanya merupakan perkembangan di bidang teknologi semata melainkan juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan 1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana

Lebih terperinci

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh Ida Ayu Made Merta Dewi Pembimbing Akademik : Yuwono Program Kekhususan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 1998. Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Usaha penanggulangan kejahatan, secara operasional dapat dilakukan melalui sarana penal maupun non penal. Menurut Muladi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm , hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm , hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia saat ini merupakan peninggalan zaman kolonial belanda dan Prancis 1 yang sudah kurang relevan untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract Titles in this writing

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik 8 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mencuri 3 buah kakao dihukum 1,5 bulan penjara, mencuri semangka dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik ini, berdasarkan putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu arah kebijaksanaan yang harus ditempuh khususnya dalam rangka mewujudkan sistim hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan penanggulangan kejahatan pengedar narkotika dengan pidana penjara ditinjuau dari Pemidanaan terhadap pengedar narkotika terdapat dalam pasal-pasal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA MOH. ZAINOL ARIEF Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep sobarchamim@gmail.com ABSTRAK Pidana dan pemidanaan dalam ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak kriminil merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang 1 yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Tidak ada masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA 1.1. Hukum Pidana 1.1.1. Pengertian Hukum Pidana Untuk mengetahui hakikat Hukum Pidana, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu

Lebih terperinci

PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA KARYA ILMIAH PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA OLEH : BUTJE TAMPI, SH KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS HUKUM MANADO 2 0 1 1 7 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA POLITIK. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA POLITIK. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA POLITIK Dian Rahadian 1, Nyoman Serikat Putra Jaya 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kebijakan hukum pidana dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PIDANA PENGAWASAN DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA 1 Oleh: Victory Prawira Yan Lepa 2

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PIDANA PENGAWASAN DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA 1 Oleh: Victory Prawira Yan Lepa 2 PIDANA PENGAWASAN DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA 1 Oleh: Victory Prawira Yan Lepa 2 A B S T R A K Ancaman pidana penjara yang sangat dominan terjadi dalam KUHP Indonesia. Meskipun pidana penjara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan perekonomian seluruh rakyat Indonesia pada khususnya. Perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA MATERIEL INDONESIA BERDASARKAN NILAI NILAI KETUHANAN YANG MAHA ESA

URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA MATERIEL INDONESIA BERDASARKAN NILAI NILAI KETUHANAN YANG MAHA ESA URGENSI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA MATERIEL INDONESIA BERDASARKAN NILAI NILAI KETUHANAN YANG MAHA ESA E-mail : sriendahw@yahoo.com Abstract Indonesian criminal law reform material is important because the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti negara Indonesia adalah negara yang menempatkan agama sebagai

Lebih terperinci

PIDANA PENJARA TERBATAS : SEBUAH GAGASAN DAN REORIENTASI TERHADAP KEBIJAKAN FORMULASI JENIS SANKSI HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PIDANA PENJARA TERBATAS : SEBUAH GAGASAN DAN REORIENTASI TERHADAP KEBIJAKAN FORMULASI JENIS SANKSI HUKUM PIDANA DI INDONESIA PIDANA PENJARA TERBATAS : SEBUAH GAGASAN DAN REORIENTASI TERHADAP KEBIJAKAN FORMULASI JENIS SANKSI HUKUM PIDANA DI INDONESIA Abdul Kholiq*, Barda Nawawi Arief**, Eko Soponyono*** ena_feriana@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beberapa opini juga dapat menyebabkan seseorang sebagai korban dikarenakan

I. PENDAHULUAN. beberapa opini juga dapat menyebabkan seseorang sebagai korban dikarenakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Santet pada umumnya memang sulit untuk dipahami atau dimengerti makna nya, namun pada dasarnya santet merupakan bagian dari ilmu gaib yang memang dipercaya atau diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang didasarkan atas hukum bukan didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) amandemen ke-3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa di dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Secara substansial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional sepertinya belum mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terlihat dari sedikitnya hak-hak korban

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pidana dan Hukum Pidana Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari perkataan wordt gestraf menurut Mulyanto merupakan istilah-istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam kehidupan negara demokratis, dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.

Lebih terperinci