POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
|
|
- Sudirman Gunawan
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
2 RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL (RPJPN ) a.l: Tatanan hukum yang menciptakan kepastian hukum. Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum dalam rangka menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial agar dapat mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia Penyusuan RKUHP sebagai wujud pembaharuan hukum sudah digariskan dalam politik pembangunan hukum Indonesia sejak GBHN I hingga RPJPN. Draft RKUHP sudah disiapkan sejak tahun 1977 dan terus disempurnakan hingga yang diajukan terakhir ke Prolegnas adalah RKUHP rancangan RKUHP tidak hanya mengemban misi dekolonisasi dengan bentuk rekodifikasi tetapi mengemban misi lain yaitu: demokratisasi hukum pidana dengan masuknya tindak pidana terhadap hak asasi manusia dan hapusnya tindak pidana penaburan permusuhan atau kebencian (haatzaai-artikelen) yang merupakan tindak pidana formil dirumuskan kembali sebagai tindak pidana penghinaan yang merupakan tindak pidana materiil. konsolidasi hukum pidana karena perkembangan pesat hukum pidana di luar KUHP adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilainilai, standar, dan norma yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia internasional. Sampai hari ini tidak ada terjemahan resmi KUHP dari WvS
3 Lanjutan (2) Wetboek van Strafrecht (WvS) masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 dengan dikeluarkan UU No.1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Semula hanya untuk Jawa dan Madura). UU No.1/1946 dengan segala perubahannya baru diberlakukan ke seluruh Indonesia dengan UU No. 73/1958.
4 Apa yang Baru dari RKUHP? Susunan RUHP terdiri dari 2 Buku Buku Kesatu berisi: Pedoman penerapan Buku Kedua serta UU di luar KUHP baru dan Perda yang mengatur Ketentuan Pidana, kecuali UU di luar KUHP menentukan lain sehingga Buku Kesatu ini merupakan legi generali bagi Undang-Undang di luar KUHP. Pengertian Istilah Buku Kesatu ditempatkan dalam Bab V karena tidak hanya berlaku bagi KUHP baru ini melainkan berlaku pula bagi UU yang bersifat lex specialis, kecuali ditentukan lain menurut UU. Buku Kedua berisi: Perumusan tindak pidana: Perbuatan yang dilarang Pertangungjawaban Pidana Sanksi Pidana yang akan dijatuhkan. RUUKUHP tidak membedakan lagi antara tindak pidana (strafbaarfeit) berupa kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Kedua macam tindak pidana tersebut dipakai istilah tindak pidana
5 KUHP (WvS) memfokuskan pada perbuatan atau tindak pidana (Daad- Strafrecht). RUUKUHP memfokuskan pada aspek-aspek individual si pelaku tindak pidana (Daad-dader Strafrecht). Ada keseimbangan faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin). Perumusan pemidanaan, baik berupa pidana maupun tindakan, didasarkan pada: tujuan dan hakikat pemidanaan; pedoman pemidanaan; pedoman penerapan pidana penjara; Alternatif pidana kemerdekaan; penghindaran penjatuhan pidana penjara jangka pendek; pidana dan tindakan bagi anak. Subyek TP: Anak Orang dewasa Korporasi
6 Tujuan pemidanaan (Keadilan lebih diutamakan) mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat; memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat; dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
7 Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Untuk orang dewasa/umum 1. kesalahan pembuat Tindak Pidana; 2. motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana; 3. sikap batin pembuat Tindak Pidana; 4. Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan; 5. cara melakukan Tindak Pidana; 6. sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan Tindak Pidana; 7. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat Tindak Pidana; 8. pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat Tindak Pidana; 9. pengaruh Tindak Pidana terhadap korban atau keluarga korban; 10. pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau 11. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Untuk Korporasi 1. tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan; 2. tingkat keterlibatan pengurus Korporasi dan/atau peran personel pengendali Korporasi; 3. lamanya Tindak Pidanayang telah dilakukan; 4. frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi; 5. bentuk kesalahan Tindak Pidana; 6. keterlibatan pejabat; 7. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat 8. rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan; 9. pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/atau 10. kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana. Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
8 Jenis Pidana KUHP Lama KUHP Baru Jenis pidana pokok: 1. pidana mati 2. pidana penjara 3. pidana kurungan 4. pidana denda 5. pidana tutupan. Jenis Pidana : a. pidana pokok; b. pidana tambahan; dan c. pidana yang bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif (Pidana Mati). Pidana pokok : pidana penjara pidana tutupan pidana pengawasan pidana denda pidana kerja sosial. Urutan pidana menentukan berat atau ringannya pidana. Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Pidana pengawasan dan pidana kerja sosial bersama dengan pidana denda dikembangkan sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek Dengan pelaksanaan ketiga jenis pidana ini terpidana dapat dibantu untuk membebaskan diri dari rasa bersalah, di samping untuk menghindari efek destruktif dari pidana perampasan kemerdekaan.
9 Pidana Penjara Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu paling lama 15 tahun berturut-turut atau paling singkat 1 Hari, kecuali ditentukan minimum khusus. Jika ada pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana penjara untuk waktu tertentu, dapat dijatuhkan untuk waktu 20 tahun berturut-turut. Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun. Pembebasan Bersyarat (Pasal 75) Jika narapidana seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling sedikit 15 (lima belas) tahun dengan berkelakuan baik,narapidana tersebut dapat mengajukan pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat dapat diberikan setelah narapidana seumur hidup menjalani pidana penjara 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak permohonan diajukan. Masa pembebasan bersyarat dijalani 5 (lima) tahun di luar lembaga pemasyarakatan.
10 Pertimbangan lain utk tdk dijatuhi pidana penjara 1. terdakwa berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun; 2. terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana; 3. kerugian dan penderitaan korban tidak terlalu besar; 4. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada korban; 5. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar; 6. tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain; 7. korban tindak pidana mendorong atau mengerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut; 8. Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi; 9. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain; 10. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya; 11. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa; 12. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa; 13. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau 14. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan. Pembatasan: bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau diancam dengan pidana minimum khusus atau Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan, merugikan masyarakat, atau merugikan keuangan atau perekonomian negara.
11 Penjara Dapat menjadi diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun tanpa korban; korban tidak mempermasalahkan; atau bukan pengulangan Tindak Pidana. Pidana Denda Kategori III s.d. V Penjara Dapat menjadi Pidana Tambahan Pembayaran Ganti Rugi kpd Korban Jika tujuan pemidanaan tidak dapat dicapai hanya dengan penjatuhan pidana penjara, pembuat Tindak Pidana terhadap harta benda yang hanya diancam dengan pidana penjara juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi kepada korban.
12 Penjara dapat dgn cara mengangsur Jika ancaman pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun atau kurang, atas permohonan terdakwa hakim dapat menjatuhkan pidana yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengangsur. Perlu Kesiapan SDM Pengawas Pertimbangan hakim adanya kondisi yang sangat gawat atau menimbulkan akibat lain yang sangat mengkhawatirkan apabila terdakwa menjalani pidana secara berturut-turut. Caranya: Dilaksanakan paling lama 2 (dua) Hari dalam 1 (satu) minggu atau 10 (sepuluh) Hari dalam sebulan dengan ketentuan jumlah atau lama mengangsur tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Jika tidak dipatuhi, narapidana wajib menjalankan pidana secara berturut-turut tanpa mengangsur sesuai dengan putusan hakim
13 Pidana Tutupan Mempertimbangkan keadaan pribadi dan perbuatan pembuat TP. Dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Kecuali jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.
14 Pidana Pengawasan Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada terdakwa dengan mempertimbangkan keadaan pribadi dan perbuatannya. Pidana pengawasan dijatuhkan untuk waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Syarat penjatuhan pidana pengawasan: a. terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana kembali; b. terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau c. terpidana harus melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tertentu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik. Pengawasan pelaksanaan pidana pengawasan dilakukan oleh jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan. Jika selama dalam pengawasan terpidana melanggar syarat jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan dapat mengusulkan kepada hakim untuk memperpanjang masa pengawasan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pengawasan yang belum dijalani. Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik,berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan. 1. Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan. 2. Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara.
15 Pidana Denda (1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: 1. kategori I Rp ,00(satu juta rupiah); 2. kategori II Rp ,00 (sepuluh juta rupiah); 3. kategori III Rp ,00 (lima puluh juta rupiah); 4. kategori IV Rp ,00 (seratus lima puluh juta rupiah); 5. kategori V Rp ,00 (lima ratus juta rupiah); 6. kategori VI Rp ,00 (dua miliar rupiah); 7. kategori VII Rp ,00 (lima belas miliar rupiah); dan 8. kategori VIII Rp ,00 (lima puluh miliar rupiah). Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa sehubungan dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatannya.
16 Pidana Denda (2) 1. Pidana denda dapat dibayar dengan cara mengangsur dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan putusan pengadilan. 2. Jika pidana denda tidak dibayar penuh dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar. Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar diganti dengan: pidana kerja sosial pidana pengawasan atau pidana penjara dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda Kategori yg ditentukan Lama pidana pengganti: a. untuk pidana pengawasan paling singkat 1 bln dan paling lama 1 tahun dgn syarat Psl 86 (3). atau b. untuk pidana penjara pengganti paling singkat 1 bln dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 tahun 4 bulan jika ada pemberatan pidana denda karena perbarengan. Perhitungan lama pidana pengganti didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 atau kurang yang disepadankan dengan: satu jam pidana kerja sosial pengganti; atau satu hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. Jika setelah menjalani pidana pengganti, sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori I yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama sebagaimana yang diancamkan kpd ybs.
17 Pidana Denda (3) 1) Jika Tindak Pidana hanya diancam dengan pidana denda,dapat dijatuhkan pidana tambahan atau tindakan. 2) Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana pengawasan bersama-sama dengan pidana denda. Pemberatan
18 Pidana Kerja Sosial 1) Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari 6 (enam) Bulan atau pidana denda tidak lebih dari Kategori II 2) Pertimbangan Penjatuhannya: a. pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan; b. kemampuan kerja terdakwa; c. persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial; d. riwayat sosial terdakwa; e. pelindungan keselamatan kerja terdakwa; f. keyakinan agama dan politik terdakwa; dan g. kemampuan terdakwa membayar pidana denda. 3) Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan. 4) Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 jam dan paling lama 240 jam. 5) Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 bln dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat. 6) Jika terpidana tidak memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban menjalankan pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah, terpidana diperintahkan: a. mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut; b. menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau c. membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.
PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF
PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan hukum pidana nasional Negara
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA RUU TENTANG KUHP ------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2015-2016. Masa Persidangan
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN)
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciKETERANGAN PRESIDEN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Jakarta, 6 Maret 2013 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudara Pimpinan
Lebih terperinciPelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
Bab II : Pidana Pasal 10 Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu;
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
Lebih terperinciBab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan
Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 1, menjalankan usaha Pabrik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal
Lebih terperinciAnalisis & Proyeksi Implikasi Rancangan KUHP Terhadap Kondisi dan Kebijakan Pemasyarakatan
Analisis & Proyeksi Implikasi Rancangan KUHP Terhadap Kondisi dan Kebijakan Pemasyarakatan Penulis : Miko S. Ginting Syahrial M. Wiryawan Erasmus A.T. Napitupulu Editor : Zainal Abidin Ajeng Gandini Kamilah
Lebih terperinciBAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan
BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP 2012 A. Pengertian Zina Lajang Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul yang sekarang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciKonsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia FALSAFAH PENANGANAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYANGKUT TIGA HAL : 1. Sifat yang terkandung dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu
Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Hand Out Mata Kuliah Hukum Pidana Dosen Pengampu: Ahmmad Bahiej, S.H., M.Hum. PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Pidana dalam KUHP Pidana merupakan
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA
BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA A. URAIAN PUTUSAN 1. Kasus Tindak Pidana Korupsi RMJ Bayu Ghautama Catatan Amar M E N G A D I L
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]
UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pidana Denda dalam Pemidanaan Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan terakhir atau keempat,sesudah pidana mati,pidana penjara dan pidana
Lebih terperinciBAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU. pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara. Pidana pencabutan
24 BAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU A. Defenisi Pidana Penjara Jenis pidana yang paling sering dijatuhkan pada saat ini adalah pidana pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara.
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
Lebih terperinciBAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)
BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER) A. Pengertian Sanksi Pidana Militer Menurut G.P Hoefnagles memberikan makna sanksi secara luas. Dikatakannya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciBAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang
BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciMatriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK
Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciRUU KUHP PASAL-PASAL DIPENDING USUL PERUBAHAN KETERANGAN
RUU KUHP No RUU KUHP PASAL-PASAL DIPENDING USUL PERUBAHAN KETERANGAN 1. Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya pembaharuan hukum nasional Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinci2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciTabel Periode Pengaturan Pendanaan Terorisme
Lampiran I Tabel Periode Pengaturan Pendanaan Terorisme Rumpunan Periode Sebelum UU no. 9 tahun 2013 - Undang-Undang Nomor 15 Pengaturan Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan
Lebih terperinciPasal 5: Setiap orang dilarang
PERUBAHAN RUU PORNOGRAFI JIKA DIBANDINGKAN DENGAN RUU SEBELUMNYA NO RUU-P LAMA (23 Juli 2008) RUU-P BARU (4 September 2008) 1. Pasal 5: Setiap orang dilarang melibatkan anak sebagai objek atas kegiatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciKETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara
Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciBAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA
BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub
Lebih terperinciBAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang
BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciEKSISTENSI DAN PROSPEK PIDANA DENDA DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH
EKSISTENSI DAN PROSPEK PIDANA DENDA DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH Oleh : HANS C. TANGKAU NIP. 19470601 197703 1 002 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2011 0 PENGESAHAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
Lebih terperinciMASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak
7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik
Lebih terperinci