PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK
|
|
- Budi Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK Pidana denda merupakan salah satu pidana pokok dalam stelsel pemidanaan di Indonesia yang diatur dalam KUHP. Oleh karena itu, seharusnya pelaksanaan pidana denda harus sesuai dengan KUHP mengingat hal-hal yang berkaitan dengan pidana denda telah diatur secara terperinci di dalam KUHP. Dalam era global seperti sekarang ini, yang ditandai adanya kemajuan di bidang transportasi, dan komunikasi modern, berimbas pada perkembangan kualitas tindak pidana. Serta diakuinya korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam kejahatan yang dilakukan oleh korporasi (corporate crimes), maka eksistensi sanksi pidana denda pun mutlak diperlukan. Hal demikian dapat dilihat secara signifikan penggunaan pidana denda sebagai salah satu jenis sanksi pidana yang dilibatkan dalam mengatasi masalah-masalah delik-delik baru sebagai akibat pesatnya perkembangan ekonomi maupun teknologi canggih yang diatur dalam beberapa undangundang pidana khusus atau perundang-undangan pidana di luar KUHP Dalam hal ini penulis melihat adanya perbedaan pengaturan pidana denda yang ada dalam KUHP dengan Undang-undang pidana khusus. Sehingga penulis mencoba untuk membandingkan perbedaan-perbedaan perumusan pidana antara kedua peraturan tersebut. Latar Belakang Pidana denda salah satu dari pidana pokok dalam stelsell pidana Indonesia, sebagaimana warisan kolonial Belanda dan masih berada di kedudukan sekunder jika dibandingkan dengan pidana pencabutan kemerdekaan. Hal ini tampak pada peraturan dan pengancamannya yang dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang untuk selanjutnya dalam penulisan ini ditulis sebagai KUHP. Khususnya pada Pasal 69 ayat 1 KUHP yang menetapkan Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urutan- 1
2 urutan dalam Pasal 10. Kenyataan itulah yang menggambarkan, perihal rendahnya nilai-nilai dan terbatasnya pidana denda sebagai pidana pokok. Pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan terutama ditujukan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku karena melanggar ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku. Adapun pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana yang termuat dalam KUHP yang bertujuan untuk membebani seseorang yang melanggar ketentuan KUHP tersebut dengan membayar sejumlah uang atau harta kekayaan tertentu agar dirasakan sebagai suatu kerugian oleh pembuatnya sendiri sehingga ketertiban di masyarakat itu pulih kembali. Namun sering kali ancaman pidana tersebut tidak sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku; bahkan juga tidak sesuai dengan tujuan pemindanaan, karena pada umumnya terpidana tidak merasa dirinya telah dijatuhi pidana. Sehingga dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis sanksi pidana denda kurang mencapai sasarannya. Dalam era global seperti sekarang ini, yang ditandai adanya kemajuan di bidang transportasi, dan komunikasi modern, berimbas pada perkembangan kualitas tindak pidana. Serta diakuinya korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam kejahatan yang dilakukan oleh korporasi (corporate crimes), maka eksistensi sanksi pidana denda pun mutlak diperlukan. Hal demikian dapat dilihat secara signifikan penggunaan pidana denda sebagai salah satu jenis sanksi pidana yang dilibatkan dalam mengatasi masalahmasalah delik-delik baru sebagai akibat pesatnya perkembangan ekonomi maupun teknologi canggih yang diatur dalam beberapa undang-undang pidana khusus atau perundang-undangan pidana di luar KUHP. Pengertian Denda Denda adalah salah satu bentuk hukuman berupa kewajiban pembayaran sejumlah uang. Ada dua jenis denda, denda sebagai sanksi pidana dan denda sebagai sanksi administratif. Prinsipnya sama, samasama penghukuman, yang berbeda adalah bagaimana denda tersebut dijatuhkan, kepada siapa denda tersebut dibayarkan, serta bagaimana konsekuensinya jika denda tidak dibayarkan oleh terhukum. Setidaknya tiga hal tersebut perbedaannya. 2
3 Sebagai hukuman, denda seperti halnya jenis-jenis hukuman lainnya hanyalah alat pendera, alat untuk membuat sakit pelanggar hukum. Jika rasa sakit yang ingin dicapai dari hukuman penjara atau kurungan adalah hilangnya kebebasan bergerak untuk sementara waktu (atau seumur hidup), untuk denda tentunya adalah hilangnya sebagian harta benda khususnya uang yang dimiliki oleh terhukum. Tentu rasa sakit bukanlah satu-satunya tujuan penghukuman, tapi dalam konteks ini cukup ini yang penulis ingin jelaskan. Sebagai alat pendera, denda tidak bertujuan untuk memperkaya negara atau mengembalikan kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku terhadap negara atau korban. Denda juga tidak bertujuan untuk membuat pailit pelaku. Walaupun bisa saja dari penjatuhan denda terhadap seorang pelaku negara menjadi diperkaya dan atau pelaku menjadi pailit, namun ini hanya ekses bukan tujuan. Mengapa negara diperkaya? Karena denda tentunya dibayarkan kepada negara dan menjadi bagian dari penerimaan negara bukan pajak. Dalam hal jika terpidana tidak mau (baik karena memang tidak mau atau karena hal lainnya) maka denda tersebut diganti dengan kurungan, lamanya kurungan pengganti tersebut adalah maksimum 6 bulan, jika ada pemberatan (misalnya dihukum denda atas beberapa perbuatan) maka bisa diperberat menjadi paling lama 8 bulan. Kurungan pengganti ini merupakan cara untuk memaksa terpidana mau membayarkan denda, oleh karena umumnya memang orang lebih suka kehilangan uang dibanding kebebasan. Itu asumsinya. Dalam beberapa kasus tentu saja akan ada orangorang yang lebih memilih dikurung dibanding membayar denda, walaupun mampu. Selalu ada pengecualian untuk banyak hal pastinya. Jika Terpidana setelah menjalani kurungan tersebut kemudian ia berubah pikiran atau baru bisa membayarkan dendanya maka KUHP sudah mengantisipasinya. Di Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP diatur mengenai hal ini. Intinya besarnya jumlah denda yang harus dibayar dikurangi dengan masa kurungan yang telah dijalaninya, dimana per hari masa kurungan disetarakan dengan sejumlah uang. Namun sayangnya nominal jumlah uang per harinya untuk mengukur hal tersebut masih terlalu kecil, Rp. 7.5,- ( tujuh setengah rupiah ). Namun setelah terbitnya Perma Nomor 2 Tahun 2012 jumlah tersebut dikonversikan menjadi Rp 7.500,-. Jumlah tersebut 3
4 merupakan hasil penyesuaian dengan Perma Nomor 2 Tahun 2012 Pasal (3) yang menentukan bahwa: Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2), 303 bis ayat (1) dan (2) dilipatgandakan menjadi 1000 (seribu) kali. Problem perhitungan konversi denda menjadi kurungan pengganti ini mengalami beberapa kendala. Pertama, seperti terlihat di atas bahwa nilainya masih terlalu kecil. Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP, yang baru saja terbit memang akan mampu mengatasi masalah tersebut, namun ini hanya mengatasi permasalahan khusus untuk denda yang diatur dalam KUHP, namun tidak akan mampu mengatasi problem perhitungan kurungan pengganti untuk denda-denda yang diatur di luar KUHP Pengertian Pidana Denda Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya. Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah kemerdekaan orang dan obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek dari pidana denda adalah harta benda si terpidana. Pidana denda bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuantujuan pemidanaan. Pidana denda salah satu dari pidana pokok dalam stelsell pidana Indonesia, sebagaimana warisan kolonial Belanda dan kedudukannya masih berada di bawah pidana pencabutan kemerdekaan. Hal ini tampak pada peraturan dan pengancamannya yang dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Khususnya pada Pasal 69 ayat 1 KUHP yang menetapkan Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urutanurutan dalam Pasal 10. Kenyataan itulah yang menggambarkan, perihal rendahnya nilai-nilai dan terbatasnya pidana denda sebagai pidana pokok. Pidana denda merupakan jenis pidana pokok yang keempat di dalam KUHP sebagai hukum positif di Indonesia. Yang diatur dalam Pasal 30 ayat (1) yang menetapkan : Pidana denda paling sedikit dua puluh lima sen dan pada Pasal 31 menetapkan : 1. Orang yang dijatuhi denda, boleh segera menjalani kurungan penggantinya denda 4
5 tidak usah menunggu sampai waktu harus membayar denda itu. 2. Setiap waktu ia berhak dilepaskan dari kurungan pengganti jika membayar dendanya. 3. Pembayaran sebagai dari denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalani kurungan pengganti, membebaskan terpidana dari sebagian kurungan bagian denda yang telah dibayar. Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan terutama dijatuhkan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku karena melanggar ketemtuan Undangundang Hukum Pidana yang berlaku. Namun sering kali ancaman pidana tersebut tidak sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku bahkan juga tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan, karena pada umumnya terpidana tidak merasa dirinya telah dijatuhi pidana. Sehingga dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis sanksi pidana denda kurang mencapai sasarannya. Pada dasarnya pidana denda hanya dapat dijatuhkan bagi orang-orang yang dewasa. Pidana denda dapat dijumpai dalam buku II dan buku III KUHP, yang telah diancamkan baik bagi kejahatan-kejahatan maupun bagi pelanggaran-pelanggaran. Pidana denda terkadang juga dijatuhkan dalam perkara administrasi dan fiskal. Misalnya denda terhadap penyelundupan atau penunggak pajak. Pidana denda objeknya adalah harta benda yang berbentuk uang, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan KUHP. Berdasarkan laporan pengkajian hukum tentang penerapan pidana denda Dep.Keh.RI, ternyata bahwa pidana denda sejauh ini dirasakan belum memenuhi tujuan pemidanaan, disebabkan oleh faktor-faktor berikut: a. Dapat digantikannya pelaksanaan pidana denda oleh bukan pelaku, menyebabkan rasa dipidananya pelaku menjadi hilang. b. Nilai ancaman pidana denda dirasakan terlampau rendah, sehingga tidak sesuai dengan keselarasan antara tujuan pemidanaan dengan rasa keadilan dalam masyarakat. c. Meskipun terdapat ancaman pidana yang tinggi dalam aturan pidana di luar KUHP, akan tetapi belum dapat mengikuti cepatnya perkembangan nilai mata uang dalam masyarakat. 5
6 Namun terlepas dari hal di atas, jenis pidana denda ini memberikan banyak segisegi keadilan, antara lain: a. Pembayaran denda mudah dilaksanakan dan dapat di revisi apabila ada kesalahan, di banding dengan jenis hukuman lainnya. b. Pidana denda adalah hukuman yang menguntungkan pemerintah karena pemerintah tidak banyak mengeluarkan biaya, bila tanpa disertai kurungan subsidier. c. Hukuman denda tidak membawa atau tidak mengakibatkan tercelanya nama baik atau kehormatan seperti yang dialami terpidana penjara. d. Pidana denda akan membuat lega dunia perikemanusiaan. e. Hukuman denda akan menjadi penghasilan bagi daerah atau kota. Sistem Pidana Denda Hakikat dari sistem pidana denda adalah mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana pidana denda itu ditegakkan, dioperasinalisasikan, difungsionalisasikan secara konkrit sehingga seseorang dijatuhi sanksi pidana (denda). Sebagaimana telah disinggung, bahwa setiap jenis pidana apapun selalu memiliki cirri atau karakteristik tersendiri. Demikian pula halnya dengan pidana denda, selain memiliki ciri yang terwujud dalam kebaikan dan kelemahannya, juga memiliki ciri lain yang menonjol yakni bersifat ekonomis. Oleh sebab itu pidana denda mempunyai nilai relatif, artinya mudah berubah nilainya karena pengaruh perkembangan ekonomi suatu masyarakat, baik dilihat secara nasional maupun Internasional. 1 Sebagai konsekuensi dari karakteristik tersebut, maka sudah barang tentu strategi kebijakan operasionalisasi, fungsionalisasi, penegakan pidana denda berbeda dengan jenis pidana yang lain. Dalam kaitan ini Barda Nawawi Arief mengatakan 2 Dalam menetapkan kebijakan legislatif yang berhubungan dengan pelaksanaan (operasionalisasi/fungsionalisasi/penegakan) pidana denda perlu dipertimbangkan antara lain mengenai: 1. Sistem penetapan jumlah atau besarnya pidana denda; 1 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori- Teori Dan Kebijakan Pidana, (Bandung : Alumni, 1992), hal Ibid. hal
7 2. Batas waktu pelaksanaan pembayaran denda; 3. Tindakan-tindakan paksaan yang diharapkan dapat menjamin terlaksananya pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat membayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan 4. Pelaksanaan pidana denda dalam hal-hal khusus (misalnya terhadap seorang anak yang belum dewasa atau belum bekerja dan masih dalam tanggungan orang tua); 5. Pedoman atau kriteria untuk menjatuhkan pidana denda. Dari apa yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief di atas, nampaknya beliau ingin menegaskan bahwa kebijakan operasional pidana denda erat kaitannya dengan masalah pemberian kewenangan atau kebebasan hakim dalam mengoperasionalkan pidana denda secara konkrit. Kebaikan dan Kelemahan Pidana Denda Setiap jenis sanksi pidana apa pun pada prinsip mengandung kebaikan di satu sisi dan kelemahan di sisi lainnya. Disadari atau tidak, acapkali sorotan tajam lebih condong mengarah pada kelemahan atau keburukannya di banding menyoroti sisi kebaikannya. Terlebih apabila itu menyangkut apa yang disebut pidana, yang oleh sebagian kalangan selalu digambarkan sebagai perlakuan-perlakuan yang kejam. Sebagai jenis pidana yang tidak merampas kemerdekaan, maka tidak mengherankan kalau pidana denda menjadi pusat perhatian sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan, karena keburukan-keburukan terhadap penjatuhan pidana penjara (perampasan kemerdekaan) tidak berlaku terhadap pidana denda yang mempunyai kelebihan (kebaikan) di banding pidana perampasan kemerdekaan. Pidana denda sebagai alternatif dari pada pidana perampasan kemerdekaan yang merupakan jenis pidana pokok yang paling jarang dijatuhkan oleh para Hakim, khususnya dalam praktek peradilan di Indonesia. Faktor yang menyebabkan jarang dijatuhkannya pidana denda oleh para Hakim dalam dunia peradilan di Indonesia adalah karena jumlah ancaman pidana denda yang terdapat dalam KUHP sekarang pada umumnya sangat ringan. Mekipun dengan adanya Perma Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur jumlah ancaman pidana denda di dalam KUHP penggunaan pidana denda 7
8 oleh para hakim dalam memutus perkara masih sangatlah jarang. Disamping itu sikap Hakim terhadap peenilaian ancaman pidana denda cenderung hanya digunakan terhadap tindak pidana ringan, sehingga pidana penjara merupakan yang utama. Sementara itu dalam perkembangan di luar KUHP, terdapat kecenderungan untuk meningkatkan jumlah ancaman pidana denda. Hal ini misalnya terlihat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ancaman pidana dendanya mencapai maksimum Rp 750 juta,- (Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkannya rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang pidana dendanya mencapai maksimum Rp 1 milyar,- untuk perseorangan dan 7 milyar,- untuk korporasi dalam hal terjadi penanggulangan (residivis) Sistem Pidana Denda Dalam KUHP dan Tindak Pidana Diluar KUHP Sistem pidana denda adalah bagian dari sistem yang lebih besar, yakni Sistem Pidana dan Pemidanaan. L.H.C. Hullsman pernah mengemukakan bahwa sistem pemidanaan (thesentencing system) adalah aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi dan pemidanaan (the statutory rules relating to penal sanctionand punishment). 3 Maka menurut penulis sistem pidana denda merupakan keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana pidana denda itu ditegakkan atau dioperasionalkan. Dan dalam hal ini pidana denda diatur oleh KUHP. Pengaturan pidana denda diatur dalam Pasal 30 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut: 1) Banyaknya denda sekurang kurangnya 25 sen; 2) Jika dijatuhkan hukuman denda, dan denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman kurungan; 3) Lamanya hukuman kurungan pengganti itu sekurang-kurangnya 1 hari dan selama lamanya 6 (enam) bulan; 4) Dalam keputusan hakim ditentukan, bahwa bagi denda setengah rupiah atau kurang, lamanya hukuman kurungan pengganti denda itu 1 (satu) hari, bagi denda yang lebih besar daripada itu, 3 L.H.C. Hullsman dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal
9 maka tiap-tiap setengah rupiah diganti tidak lebih dari pada 1 (satu) hari, dan bagi sisanya yang tidak cukup setengah rupiah, lamanya pun satu hari; 5) Hukuman kurungan itu dapat dijatuhkan selama-lamanya 8 (delapan) bulan, dalam hal mana denda maksimum itu dinaikkan, karena beberapam kejahatan yang dilakukan, karena berulang melakukan kejahatan atau lantaran halhal yang ditentukan dalam pasal 52; 6) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 8 (delapan) bulan. Selanjutnya mengenai pola pidana denda yang ditetapkan dalam KUHP, KUHP menetapkan pola minimum umum dan maksimum khusus. Sistem penetapan jumlah ancaman pidana seperti yang tertuang dalam KUHP ini disebut dengan istilah sistem maksimum atau menurut istilah Colin Howard 4 disebut dengan istilah sistem indefinite, atau yang lebih dikenal dengan sistim tradisional-absolut. Sistem maksimum (sistem indefinite) adalah penetapan maksimum pidana untuk tiap tindak pidana. Sistem ini dapat juga disebut dengan sistem atau pendekatan tradisional 4 Collin Howard, An Analisis of Sentencing Outhority dalam P.R Clazebrook (ed). Reshaping The Criminal Law, (steven &sons, Ltd, London, 1987), hal 407. atau dalam KUHP berbagai negara sistem ini disebut dengan sistem absolut. Secara umum sistem ini berarti bahwa setiap tindak pidana ditetapkan bobot atau kualitasnya sendiri-sendiri yaitu dengan menetapkan ancaman pidana maksimum. Keuntungan dari sistem ini adalah: 1) Dapat menunjukkan keseriusan; 2) Memberikan flesiblitas dan direksi kepada kekuasaan pemidanaan; 3) Melindungi kepentingan pelanggar itu sendiri dengan menetapkan batasbatas kebebasan dari kekuasaan pemidanaan. Menurut Collin Howard 5 dengan dianutnya sistem maksimum, akan membawa konsekuensi yang cukup sulit dalam menetapkan maksimum khusus untuk tiap-tiap tindak pidana, bahwa disamping adanya keuntungan dalam menetapkan nilai maksimum yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang diatur dalam KUHP namun sistem maksimum juga memiliki kelemahan, yaitu: 1) Dengan dianutnya sistem maksimum, akan membawa konsekuensi yang cukup sulit dalam menetapkan maksimum khusus untuk tiap-tiap tindak pidana; 2) Dalam setiap kriminalitas setiap pembentuk undang-undang selalu 5 Op.Cit., hal
10 dihadapkan pada masalah pemberian bobot dengan menetapkan kualifikasi ancaman pidana maksimumnya; 3) Dalam menetapkan maksimum pidana untuk menunjukkan tingkat keseriusan atau kualitas dari tindak pidana, bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana; 4) Untuk mengatasi semua itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai urutan tingkat atau gradasi nilai dari norma-norma sentral masyarakat dan kepentingan hukum yang akan dilindungi. 6 Selanjutnya mengenai sistem pidana denda didalam undang-undang khusus dapat dilihat adanya penyimpangan atau dapat dikatakan sebagai perkembangan. Penjatuhan dua pidana pokok secara kumulatif yang tidak dimungkinkan menurut KUHP menjadi mungkin menurut Undangundang Pidana Khusus melalui penerapan Sistem Kumulasi atau Sistem Alternatifkumulatif.Kebijakan menganut Sistem Kumulasi, Sistem Alternatif. Menurut penulis penjatuhan dua pidana pokok secara kumulatif dirasakan bukan merupakan suatu penyimpangan karena penjatuhan pidana denda secara 6 Ibid., hal kumulatif dengan jenis pidana mati atau pidana perampasan kemerdekaan diharapkan memberi efek jera yang lebih kuat dibandingkan dengan penjatuhan pidana denda sebagai sanksi yang berdiri sendiri. Yang mana penjatuhan pidana denda saja (tunggal) seringkali dianggap terlalu enteng sebagai hukuman oleh pelaku tindak pidana terutamanya jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil kejahatannya. Selain itu juga, penjatuhan pidana denda secara kumulatif dengan pidana mati atau perampasan kemerdekaan selain berfungsi sebagai pemberatan pidana sekaligus berfungsi untuk merampas kembali keuntungan-keuntungan yang didapat atau hasil dari tindak pidana. Penetapan jumlah Ancaman Pidana Denda dalam KUHP dan Tindak Pidana Diluar KUHP Penetapan ancaman jumlah (besarnya) pidana denda dalam KUHP menerapkan perumusan minimum umum (algemene minima) dan maksimum khusus (speciale maxima). Minimum Umum pidana denda, berdasarkan Pasal 30 ayat (1) ditetapkan sebesar Rp 25 sen. Sedangkan Maksimum Khususnya ditetapkan sendiri- 10
11 sendiri dalam rumusan delik yang terdapat dalam Buku II dan III dengan jumlah yang bervariasi. Sejalan dengan perkembangan nilai uang dalam masyarakat, yang mana jumlah ancaman pidana denda dianggap sudah tidak sesuai lagi karena terlalu enteng atau ringan. Hasil wawancara penulis dengan Hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Ronald S Lumbuun juga mengatakan bahwa besarnya ancaman pidana denda dalam KUHP sudah tidak relevan dan sudah tidak bisa digunakan sama sekali. 7 maka dikeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berdampak pada perubahan terhadap ancaman pidana (denda), yaitu: 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP; Pasal 1 intinya menyatakan merubah ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 359, 360 dan 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga menjadi: a. Pasal 359 : Pidana penjara maksimum 5 tahun atau pidana kurungan maksimum 1 tahun. b. Pasal 360 : (1) Pidana penjara maksimum lima tahun atau pidana kurungan maksimum 1 tahun. (2) Pidana penjara maksimum 9 bulan atau pidana kurungan maksimum 6 bulan atau pidana denda maksimum Rp 300,- (tiga ratus rupiah). c. Pasal 188 : Pidana penjara maksimum 5 tahun atau pidana kurungan maksimum 1 tahun atau pidana denda maksimum Rp 300,- (tiga ratus rupiah). 2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 18 Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam KUHP dan dalam ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945; Pasal 1 intinya merubah ancaman jumlah pidana denda yang terdapat dalam KUHP dan ketentuan pidana lain yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945 menjadi 15 kali dan dibaca dalam mata uang rupiah. 3. Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian; UU ini pada prinsipnya menyatakan: 7 Hasil wawancara di Pengadilan Negeri Cibinong Tanggal 8 Oktober
12 a. Merubah semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan (Pasal 1) b. Merubah ancaman pidana Pasal 303 ayat (1) dari pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan atau dpidana denda maksimum Rp ,00 (sembilan puluh ribu rupiah) menjadi pidana penjara maksimum 10 tahun atau denda maksimum Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) (Pasal 2 ayat 1) c. Merubah ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) dari pidana kurungan maksimum satu bulan atau denda maksimum Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah) menjadi pidana penjara maksimum 4 tahun atau pidana denda maksimum Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) (Pasal 2 ayat 2). d. Merubah ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (2) dari pidana kurungan maksimum 3 bulan atau denda maksimum Rp 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus) menjadi pidana penjara maksimum 6 tahun atau denda maksimum Rp ,00 (Lima belas juta rupiah) (Pasal 2 ayat 3). e. Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis. 4. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomer 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Ancaman Dalam KUHP pada intinya menyatakan: a. Perubahan kata-kata dua ratus lima puluh rupiah dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 382 diganti menjadi Rp ,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). b. Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 303 bis ayat (1) dan (2) dilipatgandakan menjadi 1000 (seribu) kali. Penutup 1. Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya. Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah kemerdekaan orang dan obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek dari pidana denda adalah harta benda si terpidana. Pidana denda bukan 12
13 dimaksudkan sekedar untuk tujuantujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. 2. Sistem pidana denda yang ditetapkan dalam KUHP tidak mengenal minimum khusus dan maksimum umum, KUHP menetapkan pola minimum umum dan maksimum khusus, sedangkan untuk sistem yang digunakan oleh tindak pidana diluar KUHP mengenal adanya. Sedangkan sistem pidana denda di dalam tindak pidana di luar KUHP menggunakan sistem minimum khusus dan maksimum umum. Selanjutnya mengenai sistem pidana denda didalam undang-undang khusus dapat dilihat adanya penyimpangan atau dapat dikatakan sebagai perkembangan. Penjatuhan dua pidana pokok secara kumulatif yang tidak dimungkinkan menurut KUHP menjadi mungkin menurut Undang-undang Pidana Khusus yang menerapkan sistem kebijakan kumulasi dan alternative-kumulatif 3. Pengaturan pidana denda di dalam KUHP diatur dalam Pasal 30 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut: 1) Banyaknya denda sekurang kurangnya 25 sen, yang setelah dikonversi ke dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012 menjadi Rp 3.750,-; 2) Jika dijatuhkan hukuman denda, dan denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman kurungan; 3) Lamanya hukuman kurungan pengganti itu sekurang-kurangnya 1 hari dan selama lamanya 6 (enam) bulan; 4) Dalam keputusan hakim ditentukan, bahwa bagi denda setengah rupiah atau kurang, lamanya hukuman kurungan pengganti denda itu 1 (satu) hari, bagi denda yang lebih besar daripada itu, maka tiap-tiap setengah rupiah diganti tidak lebih dari pada 1 (satu) hari, dan bagi sisanya yang tidak cukup setengah rupiah, lamanya pun satu hari; 5) Hukuman kurungan itu dapat dijatuhkan selama-lamanya 8 (delapan) bulan, dalam hal mana denda maksimum itu dinaikkan, karena beberapam kejahatan yang dilakukan, karena berulang melakukan kejahatan atau lantaran hal-hal yang ditentukan dalam pasal 52; 13
14 6) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 8 (delapan) bulan. Mengenai pengaturan pidana di luar KUHP ada banyak undang-undang yang mengaturnya, namun untuk aturan pelaksanaannya masih mengacu pada aturan umum Buku I KUHP, jadi tidak ada satu aturan khusus yang mengatur pidana denda di luar KUHP. 14
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciBAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU. pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara. Pidana pencabutan
24 BAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU A. Defenisi Pidana Penjara Jenis pidana yang paling sering dijatuhkan pada saat ini adalah pidana pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara.
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH
33 BAB II PENGATURAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH A. Pengaturan Sanksi Pidana dalam Peraturan Daerah Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana Substantif. Pasal 103 KUHP menyebutkan bahwa ketentuan-ketentuan
Lebih terperinciREORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)
REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS
BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS A. Kerangka Teori Pidana Denda dalam Hukum Pidana Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciKebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36
Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR :02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
Lebih terperinciPERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP
PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP Oleh: Nandang Kusnadi, S.H., M.H. 1 ABSTRAK Di dalam KUHP, jenis-jenis pidana diatur di dalam Pasal 10 Kitab Undang-
Lebih terperinciPasal 48 yang berbunyi :
41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pidana Denda dalam Pemidanaan Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan terakhir atau keempat,sesudah pidana mati,pidana penjara dan pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan
BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciPERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP
PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP Oleh: Nandang Kusnadi, S.H., M.H. 1 ABSTRAK Di dalam KUHP, jenis-jenis pidana diatur di dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang
Lebih terperinciPIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2
PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan pidana denda
Lebih terperinciBAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang
BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada
Lebih terperinciPandecta. Kebijakan Pidana Denda di KUHP dalam Sistem Pemidanaan Indonesia
Volume 10. Nomor 2. December 2015 Pandecta http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta Kebijakan Pidana Denda di KUHP dalam Sistem Pemidanaan Indonesia Indung Wijayanto Fakultas Hukum, Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciPENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang
Lebih terperinciSUATU TINJAUAN TENTANG PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN RANCANGAN KUHP. Oleh : Ferdricka Nggeboe
SUATU TINJAUAN TENTANG PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN RANCANGAN KUHP Oleh : Ferdricka Nggeboe Abstrak Pidana denda bermula dari hubungan keperdataan, yaitu ketika seorang dirugikan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciPelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
Bab II : Pidana Pasal 10 Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu;
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana dalam tindak pidana korupsi. Terbukti
Lebih terperinciEKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2
EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan pidana denda di Indonesia dan bagaimanakah eksistensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciEKSISTENSI DAN PROSPEK PIDANA DENDA DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH
EKSISTENSI DAN PROSPEK PIDANA DENDA DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA KARYA TULIS ILMIAH Oleh : HANS C. TANGKAU NIP. 19470601 197703 1 002 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2011 0 PENGESAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijawab dalam pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan hukum ini antara lain sebagai berikut: 1. Awal mula
Lebih terperinciBab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA
BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA A. URAIAN PUTUSAN 1. Kasus Tindak Pidana Korupsi RMJ Bayu Ghautama Catatan Amar M E N G A D I L
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciBab XII : Pemalsuan Surat
Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan
Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan
Lebih terperinciPENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana
PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu
Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL
BAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL A. Pengaturan Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri dalam UU No. 5 Tahun 1984 1. Tindak Pidana dalam hal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang
Lebih terperinciPEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP Oleh Bram Suputra I Gusti Nyoman Agung Bagian Hukum Pidana Fakultas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
Lebih terperinciBAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan
BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP 2012 A. Pengertian Zina Lajang Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul yang sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA
PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan perekonomian seluruh rakyat Indonesia pada khususnya. Perekonomian
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal
Lebih terperinciKEBIJAKAN LEGISLATIF DALAM HAL PENGATURAN ALTERNATIF PIDANA PENGGANTI DENDA YANG TIDAK DIBAYAR
KEBIJAKAN LEGISLATIF DALAM HAL PENGATURAN ALTERNATIF PIDANA PENGGANTI DENDA YANG TIDAK DIBAYAR Oleh Ni Kadek Yuli Astuti A.A Sri Utari Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Pidana denda
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG LARANGAN UNTUK MEMPERGUNAKAN DAN MEMASUKKAN DALAM PEREDARAN UANG PERAK LAMA, YANG DIKELUARKAN BERDASARKAN " INDISCHE MUNTWET
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman tidak hanya merupakan perkembangan di bidang teknologi semata melainkan juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciBAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI
41 BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. Menurut Peraturan Sebelum Lahirnya UU No. 44 Tahun 2008
Lebih terperinciPEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika akhir-akhir ini telah menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai implikasi dan dampak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]
UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada
Lebih terperinciadalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai
Lebih terperinciUPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia
Lebih terperinciKETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara
Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciPIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Hand Out Mata Kuliah Hukum Pidana Dosen Pengampu: Ahmmad Bahiej, S.H., M.Hum. PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Pidana dalam KUHP Pidana merupakan
Lebih terperinciBAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF
BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara
Lebih terperinciBAB II EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana
BAB II EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Pidana Denda di Dalam KUHP Indonesia Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan trakhir atau keempat,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perjudian pada hakekatnya bertentangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal
Lebih terperinciPublic Review RUU KUHP
Public Review RUU KUHP Oleh: agustinus pohan Tujuan: Implikasi pengaturan tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP Sejauh mana kebutuhan delik korupsi diatur dalam RUU KUHP. Latar belakang RUU KUHP KUHP dipandang
Lebih terperinci