BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA"

Transkripsi

1 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA 1.1. Hukum Pidana Pengertian Hukum Pidana Untuk mengetahui hakikat Hukum Pidana, terlebih dahulu perlu dikemukakan pandangan ahli. Sarjana-sarjana klasik seperti WLG Lemaire menyatakan bahwa hukum pidana terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. 1 Pompe memberikan definisi sebagai keseluruhan peraturan hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan apa yang diancamkan dengan pidana dan dimana pidana itu menjelma. Definisi yang telah diberikan oleh Pompe tersebut, dapat diketahui bahwa unsur Hukum Pidana ada 2 (dua) yakni pertama, berupa peraturan hukum yang menentukan perbuatan apa yang diancam dengan pidana. Kedua, peraturan hukum tentang pidana, berat dan jenisnya, serta cara menerapkannya. 2 1 PAF Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Baru, Bandung, (selanjutnya disebut PAF Lamintang I), h AZ Abidin dan Andi Hamzah, 2010, Pengantar dalam Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta, h. 1.

2 24 Dalam Black Law Dictionary disebutkan Criminal Law adalah the body of law defining offences against the community at large, regulating how suspect are invetigated, charged, and tried and astablishing punishment for convicted offeders. 3 Soedarto memberikan definisi Hukum Pidana sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat perbuatan pidana. 4 Sementara itu Simons memberikan definisi Hukum Pidana adalah: a. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati; b. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana; c. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana. Dengan demikian Hukum Pidana dapat disimpulkan sebagai suatu ketentuan hukum atau undang-undang yang menentukan perbuatan yang dilarang atau pantang untuk dilakukan dan ancaman sanksi terhadap pelanggaran larangan tersebut. Banyak ahli berpendapat bahwa Hukum Pidana menempati tempat tersendiri dalam sistematik hukum, hal ini disebabkan karena Hukum Pidana tidak menetapkan norma tersendiri, akan tetapi memperkuat norma-norma di bidang hukum lain dengan menetapkan ancaman sanksi atas pelanggaran norma-norma di bidang hukum lain tersebut Tujuan Hukum Pidana Semarang, h Bryan A. Garner, 204, Black s Law Dictionary, Eighth Edition, Thomson-West, h Soedarto, 1975, Hukum Pidana Jilid 1A-B, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,

3 25 Tujuan dari hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat dengan cara melaksanakan dan menegakkan aturan-aturan hukum pidana demi terciptanya rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Beberapa ahli dari hukum pidana mengutarakan mengenai tujuan hukum pidana adalah sebagai berikut: 1. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang banyak (generale preventive) maupun dengan cara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (special preventive). 2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. 5 Dapat diketahui disini bahwa tujuan hukum pidana bukan hanya memberikan penderitaan bagi orang yang bersalah, namun juga langkah utnuk memperbaiki dan mencegah terjadi suatu perbuatan pidana, baik berupa kejahatan ataupun pelanggaran. Inilah tujuan hakiki dari hukum pidana yaitu menciptakan kesejahteraan dan kedamaian dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat Pidana Pengawasan 5 Muhammad Zainal Abidin dan I Wayan Edy Kurniawan, 2013, Catatan Mahasiswa Pidana, Indie Publishing, Depok, h. 6.

4 Pengertian Pidana Pengawasan Pengaturan tentang pidana bersyarat dalam KUHP yang berlaku saat ini belum dapat digunakan secara lebih efektif sebagai sarana alternatif penerapan pidana penjara, khususnya pidana penjara jangka pendek (kurang dari enam bulan). Salah satu bentuk alternatif pidana perampasan kemerdekaan (alternatives to imprisonment) yang lain ialah dengan diadakannya jenis sanksi yang dikenal dengan istilah probation and judicial supervision (The Tokyo Rules-Rule 8.2 huruf h). Hal ini juga sesuai dengan Konggres PBB ketiga di Stockhlom pada tahun 1965 tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana, yang juga memfokuskan pada diskusi-diskusi tentang pidana pengawasan (probation) untuk orang dewasa dan tindakan-tindakan lain yang bersifat non-institusional. 6 Pidana Pengawasan merupakan alternatif pidana perampasan kemerdekaan bersyarat, yaitu adanya ketentuan untuk tidak dijalankannya pidana yang telah dijatuhkan (yang berkaitan dengan pidana penjara) dengan diadakannya syarat-syarat tertentu dan ditetapkan masa percobaan paling lama 3 (tiga) tahun. Menurut Muladi, istilah pidana pengawasan (probation) dalam pengertian modern mempunyai arti sebagai suatu sistem yang berusaha untuk mengadakan rehabilitasi terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana, dengan cara mengembalikannya ke masyarakat selama suatu periode pengawasan. 7 6 Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cit, h Ibid, h

5 27 Pidana Pengawasan selain dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat, juga dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh pidana pencabutan kemerdekaan, terutama dalam bentuk gangguan terhadap kehidupan sosial yang normal yang akan menambah kesulitan narapidana dalam penyesuaian diri kepada masyarakat serta keluarganya dan sering kali meningkatkan kemungkinan timbulnya residivisme. Muladi mengemukakan bahwa dalam Pidana Pengawasan, pelaku tindak pidana dalam perkara tertentu (perbuatan dan keadaannya) diputuskan untuk dikembalikan pada masyarakat dengan pengawasan, bantuan, dukungan dan bimbingan dari pejabat pengawas untuk menjadi manusia yang baik dan berguna bagi masyarakatnya. Dalam hal ini, terdapat upaya guna menghindarkan atau melindungi pelaku tindak pidana tersebut dari kemungkinan pengaruh buruk yang bisa terjadi bila ditempatkan di dalam penjara. Pidana Pengawasan sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan dapat membantu pelaku tindak pidana untuk dapat melanjutkan kehidupan sosial yang normal kembali, meningkatkan kemungkinan untuk memberikan kompensasi atas kerugian-kerugian si korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Dengan demikian, dalam pidana pengawasan telah tercakup adanya upaya untuk mengimplementasikan ide atau gagasan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat dan kepentingan individu pelaku. Pidana Pengawasan ini bukanlah merupakan tindakan pembebasan terhadap si pelaku karena pada kenyataannya jenis Pidana Pengawasan berupa probation ini

6 28 memuat didalamnya berupa kewajiban-kewajiban yang justru nantinya akan dirasakan lebih berat daripada jenis pidana yang telah diatur secara formal seperti halnya pidana denda Hubungan Pidana Pengawasan dengan Pidana Bersyarat Pidana bersyarat sering disebut dengan putusan percobaan (voorwaardelijke veroordeling) dan bukan merupakan salah satu dari jenis pemidanaan karena tidak disebutkan dalam ketentuan Pasal 10 KUHP, tetapi ketentuan tentang pidana bersyarat masih tetap terkait pada Pasal 10 KUHP, khususnya pada pidana penjara dan kurungan yang keberlakuannya hanya pada batas satu tahun penjara atau kurungan. Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering disebut sebagai pidana percobaan, adalah suatu sistem atau model penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantung pada syarat-syarat tertentu, yang artinya pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya. Andi Hamzah dan Siti Rahayu berpendapat mengenai pidana bersyarat dengan menyatakan bahwa pemidanaan bersyarat dapat disebut pula pemidanaan dengan perjanjian atau pemidanaan secara janggelan, dan artinya adalah menjatuhkan pidana kepada seseorang, akan tetapi pidana ini tak usah dijalani kecuali di kemudian hari ternyata bahwa terpidana sebelum habis tempo percobaan berbuat suatu tindak pidana

7 29 lagi atau melanggar perjanjian yang diberikan kepadanya oleh hakim, jadi keputusan pidana tetap ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu tidak dilakukan. 8 Sementara Muladi juga menyatakan bahwa pidana bersyarat adalah suatu pidana di mana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan (pidana bersyarat ini merupakan penundaan pelaksanaan pidana. 9 Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pidana bersyarat terdapat dalam ketentuan Pasal 14a sampai Pasal 14f KUHP telah ditambahkan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Staatsblad Tahun 1926 Nomor 251 jo. Nomor 486 dan mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 Januari Berdasarkan penjelasan Pasal 74 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana pengawasan bersifat noncustodial, probation, atau pidana penjara bersyarat sebagaimana dimaksud dalam KUHP. Dari penjelasan pasal diatas maka dapat diketahui bahwa pidana pengawasan memiliki makna atau pengertian yang sama dengan pidana bersyarat. Perlu diketahui bahwa penjelasan dalam RUU KUHP bersifat tidak mengikat karena masih dalam bentuk rancangan (tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan), dari segi istilah asing pun terdapat perbedaan yakni pidana bersyarat bernama suspended, sedangkan pidana pengawasan bernama probation, oleh sebab 8 Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h Muladi, 2008, h. 95.

8 30 itu sangat diperlukan adanya batasan-batasan mengenai perbedaan antara pidana bersyarat dengan pidana pengawasan Pidana Penjara Pengertian Pidana Penjara Sudarto mengemukakan bahwa istilah pidana perampasan kemerdekaan lazim juga disebut pidana penjara. 10 Secara etimologis, kata penjara berasal dari kata penjoro (kata dari bahasa Jawa) yang berarti taubat atau jera, dipenjara berart dibuat jera. 11 Istilah penjara berasal dari kata penjera, artinya sesuatu yang menjadikan jera seseorang. Karena itu, kata penjara kemudian dirangkai dengan kata pidana (straf) dan kemudian lahir istilah pidana penjara. Pidana penjara bukan merupakan jenis pidana asli Indonesia. Jenis pidana penjara tersebut mulai dikenal di Indonesia karena diatur dalam Pasal 10 KUHP. Secara terminologis, pengertian pidana penjara di Indonesia sama dengan pidana perampasan kemerdekaan (deprived liberty). 12 Secara normatif tidak dijumpai batasan atau definisi tentang Pidana Perampasan Kemerdekaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perampasan kemerdekaan dengan variannya masing-masing seperti pidan penjara maupun kurungan merupakan jenis pidana yang universal. Perampasan kemerdekaan merupakan bentuk hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang dengan menempatkan h Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h R.A. Koesnoen, 1964, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung, 12 Widodo, op.cit, h. 1.

9 31 pada suatu tempat tertentu sehingga kehilangan kebebasannya untuk berada atau pergi pada atau ke suatu tempat berdasarkan kehendaknya sendiri. 13 Menurut PAF Lamintang, pidana perampasan kemerdekaan atau penjara telah dikenal sejak abad keenam belas dan ketujuh belas, pada waktu itu hukuman dilakukan dengan menutup para terpidana di menara-menara, di puri-puri atau di benteng-benteng. Pidana ini semula dijatuhkan kepada mereka dalam bentuk hukuman mati, akan tetapi kemudian justru bergeser pula dijatuhkan kepada mereka berupa pidana perampasan kemerdekaan baik untuk sementara maupun untuk seumur hidup. 14 Secara umum yang dimaksud dengan pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang untuk menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut Kelemahan Pidana Penjara 13 Hermien Hadiati, 1995, Perkembangan Macam-Macam Pidana dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Penerbit Citra Aditya, Bandung, h PAF Lamintang, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Penerbit Armico, Bandung, (selanjutnya disebut PAF Lamintang II), h PAF Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 54.

10 32 Barda Nawawi Arief berpendapat bahwa ancaman pidana penjara sangat dominan, yaitu sebagaimana diatur dalam hukum pidana negara asing dan KUHP Indonesia. Dalam KUHP Indonesia, jumlah ancaman pidana penjara secara tunggal dan alternatif sebanyak 98% (sembilan puluh delapan persen) dari seluruh tindak pidana yang diatur. Dalam ketentuan pidana diluar KUHP, pidana penjara diancamkan sekitar 92% (sembilan puluh dua persen) dari seluruh jumlah tindak pidana. Jumlah perumusan pidana penjara dan/atau denda (sistem altenatif-kumulatif) sekitar 23% (dua puluh tiga persen), jumlah pidana atau denda (perumusan alternatif) sekitar 21% (dua puluh satu persen), jumlah pidana penjara saja (perumusan tunggal) sekitar 20% (dua puluh persen). 16 Meskipun pidana penjara merupakan pidana utama yang diancamkan dan dilaksanakan oleh mayoritas negara, sejak dahulu sampai saat ini efektivitas pidana penjara masih diragukan. 17 Efektivitas pidana penjara dalam kaitannya dengan penanggulangan kejahatan telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan narapidana. Pertama, akibat pidana penjara dapat merampas aktivitas seksual seseorang terutama mereka yang telah berkeluarga. Kebutuhan biologis yang tidak terpenuhi secara wajar, akan menimbulkan penyimpangan seksual yang parah. Kedua, pidana penjara dapat memberikan stigma negatif pada seseorang yang pernah dijatuhi pidana. Ketiga, 16.Widodo, op.cit, h Sudarto, op.cit, h. 90.

11 33 dampak negatif dari kedua hal diatas, menimbulkan perasaan berupa hilangnya kepercayaan diri untuk hidup secara normal di tengah pergaulan masyarakat. 18 Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan agar pidana penjara atau pidana perampasan kemerdekaan sedapat mungkin dihindarkan, terutama terhadap mereka yang baru pertama kali melakukan kejahatan, terdakwanya masih muda atau telah berusia lanjut atau kerugian yang ditimbulkan tidak mengguncang sendi-sendi kehidupan masyarakat. Menurut PBB bahwa orang tidak menjadi lebih baik tetapi justru menjadi lebih jahat setelah menjalani pidana penjara. Didalam penjara-penjara antara narapidana terjadi interaksi tentang modus dan motif-motif melakukan kejahatan, sehingga orang yang baik sekalipun akan belajar metode dan teknik untuk melakukan kejahatan. Penyebab salah satu faktor penolakan terhadap pidana penjara yakni akan timbulnya prisonisasi (prisonization). Penjara merupakan suatu komunitas sosial yang berbeda dengan masyarakat di luarnya. Penjara telah tumbuh menjadi suatu institusi yang memproduksi suatu kultur baru yang asing. 19 Melihat dalam penerapannya, pidana penjara menimbulkan hal yang negatif baik itu terhadap narapidana maupun pada masyarakat, maka dalam perkembangannya pidana penjara menuai banyak kritikan, baik dari para ahli maupun 18 M. Ali Zaidan, op.cit, h Ibid.

12 34 masyarakat yang menganggap pidana penjara dewasa ini kurang efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan itu sendiri. 20 Pada umumnya, analisis kelemahan pidana penjara yang dilakukan oleh para ahli lebih menitik beratkan pada pidana penjara jangka pendek. Pidana penjara itu sendiri dalam hal eksistensinya tidak bisa dibuang secara keseluruhan, oleh sebab itu munculah pidana penjara jangka pendek yang kemudian menjadi sorotan oleh para ahli. Sejalan juga seperti yang telah dikemukakan oleh Muladi bahwa hakikat pencarian alternatif pengganti pidana penjara adalah bagaimana membatasi penggunaan pidana penjara jangka pendek. 21 Selama ini yang sebenarnya menjadi persoalan bukanlah pidana penjaranya, melainkan bagaimana pelaksanaan pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan dan bagaimana cara menyadarkan masyarakat agar mantan narapidana tidak selalu dianggap sebagai penjahat. Karena dua hal itu yang mengakibatkan penerapan hukuman menjadi kurang efektif dan tujuan dari pidana itu sendiri tidak dapat berjalan dengan optimal Pidana Pengawasan sebagai Alternatif Pidana Penjara Andi Hamzah menyatakan bahwa pidana penjara, terutama pidana penjara jangka pendek (kurang dari 6 bulan), tidak efektif untuk mencapai tujuan pemidanaan. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif pengganti pidana penjara. 20 Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief IV), h Muladi I, op.cit, h. 134.

13 35 Sejumlah negara mulai meninggalkan pidana penjara, misalnya China yang memperkenalkan pidana kontrol atau pidana pengawasan, yang digunakan untuk menjatuhkan pidana yang paling ringan. 22 Mengenai penggantian pidana penjara ini, sejalan dengan resolusi PBB, bahwa setiap negara perlu mencari alternatif pengganti pidana penjara dengan pidana yang lebih bermanfaat sesuai dengan kondisi suatu negara dan lebih banyak melibatkan masyarakat luas, dalam rangka rehabilitasi pelanggar. Secara lengkap duiuraikan sebagai berikut. In a resolution on alternatives to imprisonment, the Congress recommended that Member States examine their legislation with a view towards removing legal obstacles to utilizing alternatives to imprisonment in appropriates cases in countries where such obstacles exist an encouraged wider community participation in the implementation of alternatives to imprisontment and activies aimed at the rehabilitation of offenders. 23 Terjemahan Bebas: Dalam resolusi tentang alternatif penjara, Kongres merekomendasikan bahwa Negara-negara Anggota memeriksa undang-undang mereka dengan maksud menuju penghilangan hambatan hukum untuk memanfaatkan alternatif penjara sesuai kasus di negara-negara di mana hambatan tersebut ada sebuah 22 Widodo, op.cit, h Widodo, loc.cit, h. 149.

14 36 partisipasi masyarakat didorong lebih luas dalam pelaksanaan alternatif untuk rehabilitasi pelanggar. Banyaknya desakan terhadap penggantian pidana penjara jangka pendek di Indonesia membuat adanya perubahan dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia yang menambahkan pidana pengawasan sebagai salah satu jenis pidana pokok. Diadopsinya pidana pengawasan dalam sistem hukum pidana di Indonesia yang tidak saja berorientasi pada perbuatan tetapi juga berorientasi pada pelaku sekaligus. Pemikiran tentang penjatuhan pidana pengawasan sebagai pidana penjara juga selaras dengan hasil penelitian Muladi bahwa pidana pengawasan (pidana bersyarat) mempunyai keunggulan berikut: 1. Memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki diri sendiri dalam masyarakat. 2. Memungkinkan terpidana melanjutkan kegiatan sehari-hari sebagai manusia, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. 3. Mecegah terjadinya stigma negatif 4. Memberikan kesempatan kepada terpidana untuk berpartisipasi dalam pekerjaan, yang secara ekonomis menguntungkan masyarakat dan keluarganya. 5. Biaya yang ditanggung oleh negara untuk membina narapidana lebih murah dibandingkan dengan pidana penjara. 6. Petugas pemasyarakatan sebagai salah satu agen pelaksana pidana pengawasan dapat menggunakan segala fasilitas yang tersedia di masyarakat untuk melakukan rehabilitasi terpidana. 24 Melalui pidana pengawasan maka tujuan pemidanaan berupa perlindungan masyarakat dan perlindungan terpidana akan tercapai. Terhindarnya terpidana dari 24 Widodo, op.cit, h. 205.

15 37 efek negatif dari pemidanaan di penjara, bagi masyarakat berarti akan terlindung dari kemungkinan timbulnya penjahat. Perlindungan terhadap terpidana pengawasan juga tampak dalam pemberian kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki diri di masyarakat atas bimbingan dari petugas pemasyarakatan Pembaharuan Hukum Pidana Pengertian Prospek dan Pembaharuan Hukum Pidana Berdasarkan pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Prospek merupakan kemungkinan atau harapan ke depannya. Prospek dapat diartikan sebagai suatu upaya terkait segala kemungkinan atau harapan ke depannya terhadap suatu hal di masa yang akan datang. Pembaharuan Hukum Pidana pada hakikatnya bertujuan untuk menjadikan hukum pidana lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dalam konteks Indonesia, pembaharuan hukum pidana dilakukan agar hukum pidana yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia. 25 Berkaitan dengan pemaknaan pembaharuan hukum pidana ini, patut kiranya dikemukakan pandangan seorang pakar hukum pidana yaitu Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H. yang menyatakan bahwa pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik dan sosio- 25 Mardjono Reksodiputro, 1995, Pembaharuan Hukum Pidana, Pusat Pelayanan Keadilan dan Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 23.

16 38 kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 26 Lebih lanjut dikatakan bahwa pembaharuan hukum pidana (penal reform) harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, oleh karena pada hakikatnya pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari suatu kebijakan atau policy (yaitu bagian dari politik hukum atau penegakan hukum, politik hukum pidana, politik kriminal, dan politik sosial). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan makna dari hakikat pembaharuan hukum pidana adalah: 1. Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan a) Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai atau menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya); b) Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan); c) Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum. 26 Tongat, 2001, Pidana Kerja Sosial dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 21.

17 39 2. Dilihat dari pendekatan nilai Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali (reorientasi dan reevaluasi) nilainilai sosio-politik, sosio-filosofik dan sosio-kultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan. 27 Melihat perumusan dan pemaknaan pembaharuan hukum pidana sebagaimana terurai diatas, dapat diketahui bahwa pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya menggali nilai-nilai dalam masyarakat untuk diterapkan dalam hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana dimaksudkan agar substansi hukum pidana dapat menjelmakan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat, sehingga efektif di dalam penerapannya Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana Usaha untuk melakukan pembaharuan Hukum Pidana merupakan bidang Politik Hukum Pidana. Sebagaiaman dinyatakan bahwa secara politis dan kultural, pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun terhadap KUHP telah dilakukan pelbagai perubahan dan penyesuaian, tidaklah menjadikan upaya tersebut disebut sebagai upaya pembaruan Hukum Pidana dalam arti sesungguhnya serta memiliki karakter nasional Ibid, h M. Ali Zaidan, 2015, Menuju Pembaruan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h. 59.

18 40 Urgensi perubahan terhadap KUHP didasarkan kepada pertimbangan politis, praktis, dan sosiologis. 29 Alasan politis, yakni sebagai negara yang merdeka, wajar bahwa negara Republik Indonesia memiliki KUHP yang bersifat nasional. Tugas pembentuk undang-undang untuk menasionalisasikan semua perundang-undangan warisan zaman kolinial dan usaha tersebut harus didasarkan kepada pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Alasan praktis didasarkan kenyataan semakin sedikitnya sarjana hukum Indonesia yang mampu memahami bahasa Belanda berikut asas-asas hukumnya. Alasan sosiologis dimana KUHP berisi pencerminan dari nilainilai kebudayaan dari suatu bangsa. WvS belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 30 Ketiga alasan tersebut ditambah oleh Muladi bahwa pembaharuan hukum pidana didasarkan kepada tuntutan adaptif yakni agar hukum pidana mampu beradaptasi dengan perkembangan dalam pergaulan masyarakat yang bergerak cepat. 31 Hukum Pidana dituntut untuk memberikan keadilan di tengah-tengah situasi yang tengah berkembang dan terus berubah. KUHP nasional harus tetap dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan baru khususnya perkembangan internasional dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesepakatan-kesepakatan Internasional yang digariskan oleh PBB. 29 Barda Nawawi Arief I, op.cit, h M. Ali Zaidan, op.cit, h M. Ali Zaidan, loc.cit h. 60.

19 41 Telah dikemukakan di atas bahwa KUHP yang hingga saat ini berlaku, merupakan warisan penjajah yang dijiwai oleh semangat individualisme. Akibatnya penggunaan asas legalitas sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak individu menimbulkan dampak negatif dalam penegakan hukum. Tujuan penegakan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan, tujuan ini yang harus menjadi tujuan akhir seluruh upaya penegakan hukum, akan tetapi demi kepastian hukum, keadilan sering dikorbankan. 32 Penerapan Hukum Pidana sudah seharusnya dilakukan secara proporsional dengan mengindahkan sifat subsidiaritas sanksi pidana. Sanksi pidana hendaklah dipandang sebagai usaha terakhir dalam hal alternatif lain tidak tersedia. Penggunaan sanksi sebagai ultimum remidium harus tetap dipertahankan, demi menjaga ketertiban masyarakat. Berdasarkan hal itu pula, sanksi pidana perlu dihindarkan dalam hal masih terdapat upaya lain yang seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan. 32 Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 159.

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA Oleh : Hendra Rusliyadi Pembimbing : IGN Dharma Laksana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstract Titles in this writing

Lebih terperinci

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB III PIDANA BERSYARAT 36 BAB III PIDANA BERSYARAT A. Pengertian Pidana Bersyarat Pidana bersyarat yang biasa disebut dengan pidana perjanjian atau pidana secara jenggelan, yaitu menjatuhkan pidana kepada seseorang akan tetapi

Lebih terperinci

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan 1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat negatif lainnya yang menyertai

Lebih terperinci

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Astrid Yolanda Sari Pembimbing : I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan: Hukum Pidana Abstract:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan awal dari kebangkitan masyarakat atau bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA Shinta Rukmi, SH. MHum. Dosen Fakultas Hukum Unisri Surakarta Abstract : Community Service order is a new criminal, and it is a rehabilitation to narapidana. The

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum pidana yang saat ini berlaku di Indonesia merupakan hukum warisan penjajahan Belanda yang berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia. Secara yuridis

Lebih terperinci

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh Ida Ayu Made Merta Dewi Pembimbing Akademik : Yuwono Program Kekhususan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik 8 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mencuri 3 buah kakao dihukum 1,5 bulan penjara, mencuri semangka dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik ini, berdasarkan putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemerdekaan bangsa Indonesia yang di Proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 tidak dapat dilepaskan dari cita-cita pembaharuan hukum. Dalam pernyataan kemerdekaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pidana dan Hukum Pidana Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari perkataan wordt gestraf menurut Mulyanto merupakan istilah-istilah

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Usaha penanggulangan kejahatan, secara operasional dapat dilakukan melalui sarana penal maupun non penal. Menurut Muladi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA MOH. ZAINOL ARIEF Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep sobarchamim@gmail.com ABSTRAK Pidana dan pemidanaan dalam ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana dalam tindak pidana korupsi. Terbukti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM

Lebih terperinci

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan pidana denda

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu arah kebijaksanaan yang harus ditempuh khususnya dalam rangka mewujudkan sistim hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA KARYA ILMIAH PROSPEK PENGATURAN PIDANA KERJA SOSIAL DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA OLEH : BUTJE TAMPI, SH KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS HUKUM MANADO 2 0 1 1 7 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP Oleh Bram Suputra I Gusti Nyoman Agung Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm , hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm , hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia saat ini merupakan peninggalan zaman kolonial belanda dan Prancis 1 yang sudah kurang relevan untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh Aditya Wisnu Mulyadi Ida Bagus Rai Djaja Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. SISTEM SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Evan Tjiang 2

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. SISTEM SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Evan Tjiang 2 SISTEM SANKSI PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Evan Tjiang 2 ABSTRAK Sanksi adalah konsekuensi logis dari suatu perbuatan yang dilakukan. Subjek hukum yang dapat dijatuhi pidana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT

DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT KETUT ABDIASA I GUSTI KETUT ADNYA WIBAWA Fakultas Hukum Universitas Tabanan ABSTRAK Secara yuridis pengertian pidana atau pemidanaan adalah merupakan

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR 51 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Sanksi Aborsi yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur di Pengadilan Negeri Gresik Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Pidana Materil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara hukum, sebagaimana dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga

Lebih terperinci

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana halnya dengan negara-negara lain di dunia, negara Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan pencapaian tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman reformasi sekarang ini, berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA DAN AKIBAT PIDANA PENJARA 1 Oleh: Mansila M. Moniaga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci