HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah Cair Fermentasi Biji Kakao dan Pelarut Tersier Pulpa Kakao Limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao merupakan dua jenis pelarut yang akan digunakan untuk validasi model matematik yang telah dikembangkan, dan optimasi proses dekafeinasi biji kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa limbah cair fermentasi biji kakao mengandung senyawa asam asetat sebesar 1.3% (v/v), sedangkan pelarut tersier pulpa kakao mengandung senyawa etanol dan asam asetat masing-masing sebesar 1.63% (v/v) dan 0.% (v/v). Limbah cair fermentasi biji kakao yang dihasilkan dalam satu siklus proses sebanyak 15-18% (b/b), sedangkan pelarut tersier yang dihasilkan sebanyak 65-67% (b/b) (Widyotomo et al., 011). Limbah cair hasil fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao ditampilkan pada Gambar 3. Proses fermentasi pulpa kakao telah dikembangkan dengan metode batch sederhana. Kendala yang dihadapi adalah proses pemisahan komponen serat halus dari pelarut tersier pulpa kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat halus yang dihasilkan dari proses fermentasi pulpa kakao antara 7-13% (b/b), dan pelarut tersier yang sulit dipisahkan secara manual dalam serat halus sebesar 11-1% (b/b) (Widyotomo et al., 011). (a) Gambar 3. (a) Limbah cair fermentasi biji kakao, dan (b) Pelarut tersier pulpa kakao (b)

2 60 Karakteristik Proses Dekafeinasi Biji Kopi Robusta Dalam Reaktor Kolom Tunggal Biji kopi Robusta yang digunakan sebagai bahan utama proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal adalah biji kopi kering hasil pengolahan kering (dry process). Biji kopi dikeringkan dengan metode kombinasi, yaitu tahap awal dengan cara penjemuran sampai diperoleh rerata kadar air 5% b.b, dan proses pengeringan dilanjutkan dengan pengering mekanis sampai diperoleh kadar air 13-14% b.b. Analisis fisik dan kimia dilakukan pada biji kopi dan kopi bubuk non dekafeinasi dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 1. Densitas kamba biji kopi dan kopi bubuk dalam penelitian ini masingmasing berkisar antara kg/m 3 dan kg/m 3. Hal yang sama dilaporkan oleh Mulato (00), Yusianto (003) dan Widyotomo et al. (010). Bersamaan dengan proses penguapan air selama proses penyangraian, beberapa senyawa volatil yang terkandung di dalam biji kopi ikut teruapkan. Peristiwa tersebut ditandai dengan penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi sehingga berat per satuan volume menjadi lebih kecil (Sivetz & Foote, 1963; Sivetz & Desroiser, 1979; Illy & Viani, 1998). Kadar kafein kopi biji dan kopi bubuk masing-masing.8% b.k dan.% b.k. Clifford (1985), Wilbaux (1963) dan Spiller (1999) melaporkan bahwa kafein yang terkandung di dalam biji kopi kering Robusta berkisar % b.k, sedangkan kafein yang terkandung di dalam biji kopi sangrai sebesar % b.k. Analisis nilai ph menunjukkan bahwa ph seduhan kopi bubuk lebih rendah jika dibandingkan nilai ph biji kopi. Proses penyangraian mengakibatkan terjadinya degradasi pada komponen-komponen biji kopi yang menghasilkan senyawa-senyawa asam (Mulato, 00). Selama proses penyangraian, senyawa volatil akan teruapkan karena memiliki titik didih yang jauh lebih rendah daripada suhu penyangraian. Hal tersebut berakibat pada bertambahnya sejumlah ion H + bebas di dalam seduhan (Sivetz & Desrosier, 1979; Clifford, 1985; Vincent, 1987; 1989). Nilai uji sensoris kopi Robusta menunjukkan nilai aroma, flavor, bitterness, bodi dan finish appreciation masing-masing 3.5. Hal tersebut menunjukkan bahwa biji kopi Robusta yang digunakan dalam penelitian ini

3 61 memiliki mutu seduhan antara medium-high dan dengan apresiasi akhir (finish appreciation) yang masih dapat diterima (acceptable) oleh konsumen. Tabel 1. Sifat fisik dan kimia biji kopi dan bubuk kopi No. Parameter Satuan Kopi biji Kopi bubuk 1. Kadar air % b.b Densitas kamba Kg/m Volume m 3 /biji Luas area m /biji Distribusi diameter (d) biji 5.a d < 5.5 mm % b 5.5 < d < 6.5 mm % c 6.5 < d < 7.5 mm % d d > 7.5 mm % 1-5. Kafein % b.k ph A. Sifat fisik biji kopi pascapengukusan Pengukusan merupakan tahap awal proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal yang bertujuan untuk mengembangkan pori-pori biji sehingga proses pelarutan kafein akan berlangsung lebih maksimum (Ensminger et al., 1994; Mulato et al., 004; Widyotomo et al., 010). Sumber panas kompor bertekanan (burner) berbahan bakar gas (LPG) yang digunakan mampu menyediakan energi panas untuk meningkatkan suhu air sampai mencapai titik didihnya. Uap air bebas (vaporization) bergerak cepat dan menembus tumpukan dan memanaskan permukaan biji kopi. Rambatan uap panas tersebut menyebabkan ukuran sel-sel bertambah besar dan sekaligus mengakibatkan meningkatnya porositas antar sel. Pori-pori jaringan kopi menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh air masuk ke dalamnya secara difusi (Mulato et al., 004; Illi & Viani, 1998). Molekul air terperangkap di dalam sel sehingga kadar air biji kopi meningkat dan mencapai kondisi serapan maksimum dan tidak ada lagi ruang kosong yang dapat diisi air. Pada kondisi tersebut pengembangan biji telah

4 6 mencapai nilai maksimum, dan biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang (rewetting) (Mulato et al., 004; Sivetz & Desroiser, 1979). Persentase pengembangan dimensi biji kopi yang terdiri dari ukuran panjang, lebar dan tebal ditampilkan pada Gambar 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pengembangan panjang biji tertinggi 9.6% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A 4 (lebih kecil atau sama dengan 5.5 mm), sedangkan terendah 8.6% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A 1 (lebih besar dari 7.5 mm) (Gambar 4.A). Persentase pengembangan lebar biji tertinggi 13.% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A 4, sedangkan terendah 1.% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A 1 (Gambar 4.B). Persentase pengembangan tebal biji tertinggi 0.7% juga terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A 4, sedangkan terrendah 18.% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A 1 (Gambar 4.C). Dalam satu jam proses pengukusan biji kopi, ekspansi sel-sel biji hanya meningkat sebanyak 30% dari volume awal, dan mencapai nilai maksimum 34-35% setelah proses pengukusan berlangsung selama jam. Diduga fenomena tersebut terkait dengan ukuran dan jumlah sel-sel penyusun yang ada di dalam biji kopi (Mulato et al., 004; Toledo, 1999). Pemanasan lanjut tidak menyebabkan biji pecah dan tidak menambah persentase pengembangan panjang, lebar maupun tebal biji. Diduga keberadaan air di dalam sel menyebabkan dinding-dinding sel bersifat ulet sehingga mampu bertahan dari akumulasi tekanan uap air dan gas senyawa volatil yang ada di dalamnya. Laju peningkatan kadar air biji selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 5. Biji kopi memiliki kadar air awal antara 13-14% dan meningkat menjadi 35% setelah proses pengukusan berlangsung selama 30 menit. Peningkatan kadar air selanjutnya berlangsung relatif lambat dan satu jam kemudian baru mencapai nilai maksimum 55.5%. Fenomena tersebut berkaitan dengan kecepatan rambat uap air ke dalam jaringan sel biji semakin rendah. Makin tinggi kadar air dalam biji kopi, maka kecepatan rambat uap air akan menurun karena perbedaan konsentrasi air yang semakin rendah antara permukaan dan di dalam biji kopi.

5 A1 A A3 A4 A Pengembangan panjang, % Lama pengukusan, jam A1 A A3 A4 B Pengembangan lebar, % Lama pengukusan, jam 5 0 A1 A A3 A4 C Pengembangan tebal, % Lama pengukusan, jam Keterangan : A 1 = lebih besar dari 7.5 mm; A = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A 3 = antara 5.5 mm dan 65 mm dan A 4 = lebih kecil dari 5.5 mm Gambar 4. Pengembangan (A) panjang, (B) lebar, dan (C) tebal biji selama proses pengukusan

6 64 Kadar air di dalam biji kopi mencapai nilai maksimum 55.5% bb setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam. Pada kondisi tersebut biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang dengan kadar air mendekati keadaan semula saat biji kopi segar baru saja dipanen (Sivetz & Desroiser, 1979). Hasil analisis penggal garis pada rentang waktu (t) jam menunjukkan laju peningkatan kadar air mengikuti persamaan y = -19x x dengan nilai koefisien determinasi (R ) Setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam, hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar air dalam biji tidak meningkat secara signifikan. Proses pengukusan yang lebih lama, -4 jam tidak akan memberikan perubahan kadar air yang signifikan sehingga akan memberikan dampak inefisiensi jika diterapkan karena diperlukan energi lebih banyak. Pengukusan 1 kg biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan kapasitas ketel 5 liter air akan diperoleh kadar air maksimum 65-67% setelah proses berlangsung selama jam (Mulato et al., 004). Ukuran biji kopi tidak berpengaruh nyata terhadap laju peningkatan kadar air di dalam biji selama proses pengukusan Kadar air, % Ka-observasi Ka-prediksi Waktu pengukusan, jam Gambar 5. Peningkatan kadar air biji selama proses pengukusan Perubahan diameter aritmatik (d a ) dan diameter geometrik (d g ) biji kopi selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 6. Proses pengukusan berpengaruh terhadap perubahan diameter aritmatik biji kopi. Pengembangan

7 65 jaringan sel-sel di dalam biji kopi menyebabkan peningkatan kadar air dan terjadi pengembangan dimensi biji mendekati kondisi segar. Diameter aritmatik biji kopi pasca pengukusan meningkat antara 8-13%. Diameter aritmatik tertinggi 8.5 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A 1, sedangkan diameter aritmatik terrendah 7.9 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A. Chandrasekar & Viswanathan (1999) melaporkan bahwa pada kadar air biji kopi Robusta berkulit cangkang antara 4-30% diperoleh nilai diameter aritmatik 8 mm. Diameter geometrik biji kopi pascapengukusan mengalami peningkatan 9-18%. Diameter geometrik tertinggi 8.3 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A 1, sedangkan diameter geometrik terrendah 7.7 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A 4. Chandrasekar & Viswanathan (1999) melaporkan bahwa pada kadar air biji kopi Robusta berkulit cangkang antara 4-30% diperoleh nilai diameter geometrik 7.6 mm. Perubahan ukuran diameter aritmatik dan geometrik yang relatif kecil menunjukkan bahwa pengembangan biji terjadi merata ke arah tiga sisi, yaitu panjang, lebar dan tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengukusan mengakibatkan biji mengalami pengembangan karena menyerap uap air, dan diameter biji relatif mendekati ukuran biji kopi berkulit cangkang pada kadar air 4-30%. Diameter aritmatik dan geometrik yang relatif tetap setelah proses pengukusan berlangsung 1 jam menunjukkan bahwa biji kopi mulai mengalami pengembangan dengan penyerapan uap air yang maksimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengukusan tidak mengakibatkan terjadinya perubahan yang nyata dari nilai sperisitas biji kopi (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa pascapengukusan biji kopi tetap memiliki bentuk yang sama jika dibandingkan dengan bentuk sebelum pengukusan karena pengembangan dimensi biji yang seragam. Perubahan luas permukaan biji kopi selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas permukaan biji kopi pasca pengukusan meningkat 18-37%. Penambahan luas permukaan tercepat terjadi setelah 0.5 jam proses pengukusan berlangsung, yaitu 10-1%. Proses pengukusan yang lebih lama menyebabkan proses penambahan

8 66 luas permukaan berlangsung lambat dan mencapai titik maksimal setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam. Pascapengukusan volume biji kopi dapat meningkat 34-35%. 9 8,5 A Diameter aritmatik, mm ,5 7 6,5 A1 A A3 A Lama pengukusan, jam 8,5 8 B Diameter geometrik, mm. 7,5 7 6,5 A1 A A3 A Lama pengukusan, jam Keterangan : A 1 = lebih besar dari 7.5 mm; A = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A 3 = antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A 4 = lebih kecil dari 5.5 mm Gambar 6. Perubahan (A) diameter aritmatik, dan (B) geometrik biji selama proses pengukusan

9 67 1, 1,15 Sperisitas, %. 1,1 1,05 1 0,95 0,9 A1 A A3 A4 0,85 0, Lama pengukusan, jam Keterangan : A 1 = lebih besar dari 7.5 mm; A = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A 3 = antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A 4 = lebih kecil dari 5.5 mm Gambar 7. Perubahan sperisitas biji kopi selama proses pengukusan Pengukusan lanjut tidak berdampak pada peningkatan kadar air yang signifikan sehingga akan lebih berdampak pada penurunan efisiensi proses. Mulato et al. (004) melaporkan bahwa berdasarkan uji statistik, interaksi waktu pengukusan dan ukuran biji kopi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan volume biji kopi. Uap air yang masuk ke dalam jaringan atau pori-pori biji telah mencapai titik jenuh, dan elastisitas biji yang menyebabkan biji tidak pecah pada kondisi pengembangan maksimum. Nilai densitas kamba biji kopi pasca pengukusan mengalami perubahan 7-8% (Gambar 8). Biji kopi selama proses pengukusan mengalami peningkatan dimensi dan massa karena proses pengembangan biji akibat perlakuan panas dan masuknya uap air ke dalam pori-pori biji. Setelah proses pengukusan berlangsung selama 1 jam pertama, peningkatan densitas kamba biji kopi berlangsung relatif lambat dan mencapai nilai maksimum setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam. Chandrasekar & Viswanathan (1999) melaporkan bahwa pada kadar air biji kopi Robusta berkulit cangkang antara 4-30% diperoleh nilai densitas kamba kg/m 3.

10 68 Perlakuan tekanan pada tahap pengukusan berdampak pada lama proses dan suhu pengukusan. Semakin tinggi tekanan yang dikenakan dalam proses, maka lama pengukusan relatif akan semakin cepat dan proses dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah. Selain itu, tekanan proses akan berpengaruh terhadap cita rasa mutu kopi rendah kafein yang dihasilkan. Pengembangan volume biji maksimum akan terjadi pada suhu yang relatif lebih rendah dan beberapa senyawa yang berpengaruh terhadap cita rasa relatif tidak banyak yang terikut dalam proses pelarutan kafein keluar dari matrik padatan biji kopi A Luas permukaan, mm A1 A A3 A Lama pengukusan, jam 400 B 300 Volume biji, mm 3 /biji A1 A A3 A Waktu pengukusan, jam Keterangan : A 1 = lebih besar dari 7.5 mm; A = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A 3 = antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A 4 = lebih kecil dari 5.5 mm Gambar 8. Perubahan (A) luas permukaan biji, dan (B) volume biji selama proses pengukusan

11 Densitas kamba, kg/m A1 A A3 A Lama pengukusan, jam Keterangan : A 1 = lebih besar dari 7.5 mm; A = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A 3 = antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A 4 = lebih kecil dari 5.5 mm Gambar 9. Perubahan densitas kamba biji selama proses pengukusan B. Laju penurunan kafein pada lapisan tipis biji kopi Laju pelarutan senyawa kafein dari dalam biji pada lapisan tipis dengan pelarut air ditampilkan pada Gambar 31 dan Lampiran 1. Secara umum, senyawa kafein dalam biji kopi terlarut dalam air secara bertahap mengikuti persamaan sebagaimana ditampilkan pada Tabel. Laju pelarutan senyawa kafein lebih cepat pada suhu pelarut yang lebih tinggi dan perbedaan kadar kafein per lapis biji kopi semakin kecil. Kafein yang diisolasi dengan metode ekstraksi, kondisi suhu pelarut akan mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Perva et al., 006). Pelarutan senyawa kafein biji kopi klasifikasi ukuran A 1 dengan pelarut air pada suhu 60 o C berlangsung relatif seragam pada kisaran perubahan % per jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada klasifikasi ukuran biji yang sama, suhu yang relatif tinggi juga memberikan kisaran perubahan yang relatif seragam yaitu % per jam. Pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A 4, perubahan kadar kafein pada perlakuan suhu pelarut 60 o C dan 100 o C masingmasing sebesar % per jam dan % per jam. Laju perpindahan massa kafein keluar dari lapisan biji kopi akan semakin tinggi dengan semakin

12 70 kecil ukuran bahan karena luas bidang kontak antara padatan dan pelarut akan semakin besar, dan jalur difusinya menjadi semakin pendek (Widyotomo et al., 009; Mulato et al., 004; Kirk-Othmer, 1998). Persamaan regresi yang terbentuk dari laju penurunan kafein dari lapisan tipis sebagaimana ditampilkan pada Tabel dapat digunakan untuk memprediksi kadar kafein biji kopi pada waktu tertentu selama proses pelarutan (7 jam) dengan menggunakan pelarut air., Kada kafein, %bk. 1,5 1 0, Waktu pelarutan, jam Keterangan : A 1 = lebih besar dari 7.5 mm; A = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A 3 = antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A 4 = lebih kecil dari 5.5 mm Gambar 30. Penurunan kadar kafein dari 5 lapis tipis biji kopi dengan pelarut air

13 71 Tabel. Persamaan regresi laju pelarutan kafein per lapis tipis dengan pelarut air *) Ukuran biji A 1 A A 3 A 4 Persamaan R Persamaan R Persamaan R Persamaan R Suhu 60 o C 5 y=-0.014x y= x y=-0,0089x y=-0.004x x x x x y=-0.031x y= x y=-0.015x y=0.0036x x x x x y=-0.014x y= x y= x y= x x x x x+.13 y= x y= x y=-0.014x y=0.0089x x+.1 1 y=-0.015x x+.3 Suhu 70 o C 5 y=-0.05x x y= x x y=-0.031x x+. y= x x+. 1 y=-0.015x x+.33 Suhu 80 o C 5 y= x x y= x x y= x x+.3 y= x x+.4 1 y= x x+.38 Suhu 90 o C 5 y= x x y= x x y=-0.015x x+.3 y= x x y= x +. Suhu 100 o C 5 y=-4e16x x x y= x x y=-0.05x x y=-0.015x x y= x x y= x x y=-0.571x y= x x y= x x y= x x y=-0.015x x y= x x y= x x y= x x y= x x y= x x y= x x x y=-0.086x x y= x x y=-0.015x x y=-0.014x x y= x x y= x x y= x x y= x x y= x x y= x x y= x x y=0.014x x y=0.03x x y=0.05x x y=0.015x x y=0.015x x x y= x x y=0.006x x y= x x y= x x y= x x y= x x y=0.0071x x y=0.0054x x y=0.0009x x y= x x y=0.0107x x y=0.0018x x y= x x y= x x y=0.0036x x y=0.03x x y= x x y=0.0143x x y=0.0937x x y= x y= x y=0.0179x y=0.0714x x x x x y= x y=-0.007x y=1e-16x y=0.0473x x x x x+.05 y= x y= x y=0.0009x y=0.0536x x x x x y= x y=-0.017x y=0.0179x y=0.0464x x x x x+1.78 Keterangan : *) untuk rentang waktu 7 jam proses pelarutan y adalah perubahan kadar kafein lapisan ke-n (% bk), dan x adalah waktu pelarutan (jam)

14 7 C. Karakteristik pelarutan kafein dengan pelarut asam asetat Proses pelarutan senyawa kafein dari biji kopi diawali oleh pemecahan ikatan senyawa kompleks kafein akibat perlakuan panas. Senyawa kafein menjadi bebas dengan ukuran yang lebih kecil, mudah bergerak, mudah berdifusi melalui dinding sel, dan selanjutnya ikut terlarut dalam pelarut. Kafein yang terdapat di dalam sitoplasma dalam keadaan bebas (Sivetz & Desroiser, 1979), sedang selebihnya terdapat dalam kondisi terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik (Clifford, 1985b). Ikatan kompleks ini menyebabkan kafein tidak dapat bergerak bebas di dalam jaringan biji kopi (Baumann et al., 1993; Horman & Viani, 1971) sehingga energi panas dapat menyebabkan ikatan tersebut terputus dan mudah larut. Penurunan kadar kafein dalam biji kopi dengan pelarut air dan beberapa konsentrasi pelarut asam asetat pada suhu pelarut 50 o C dalam reaktor kolom tunggal ditampilkan pada Gambar 31, sedangkan suhu pelarut 60 o C, 70 o C, 80 o C, 90 o C dan 100 o C ditampilkan pada Lampiran dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi suhu dan konsentrasi pelarut, maka laju pelarutan kafein semakin tinggi. Gambar 31 menunjukkan bahwa kadar kafein dalam biji kopi yang semula.8% b.k turun cepat menjadi % b.k setelah proses pelarutan berlangsung jam. Setelah itu, penurunan kadar kafein berlangsung relatif lambat dan mencapai 0.3% bk pada selang waktu pelarutan -9 jam tergantung suhu dan konsentrasi pelarut (Lampiran dan 3). Fenomena tersebut berkaitan dengan kecepatan rambat kafein di dalam jaringan sel biji. Makin rendah kandungan kafein dalam biji kopi, maka kecepatan pelarutan kafein akan menurun karena posisi molekul kafein terletak makin jauh dari permukaan biji kopi. Pada perlakuan suhu pelarut 50 o C, kadar kafein 0.3% bk diperoleh setelah proses pelarutan berlangsung selama 8 jam dengan menggunakan konsentrasi pelarut 100%, dan 10 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 10%. Pada perlakuan suhu pelarut 100 o C, kadar kafein 0.3% bk diperoleh setelah proses pelarutan berlangsung selama 4 jam dengan menggunakan konsentrasi pelarut 100%, dan 7 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 10%. Charley & Weaver

15 73 (1998) melaporkan bahwa kopi dapat dikatakan sebagai kopi rendah kafein (decaffeinated coffee) jika mengandung kafein maksimum 0.3% b.k. Perubahan fisik biji kopi selama pengukusan merupakan langkah awal proses pelunakan jaringan di dalam biji kopi, dan menjauhnya jarak antar sel. Kondisi tersebut mempermudah molekul pelarut berdifusi ke dalam biji kopi, dan mempercepat pelarutan senyawa kafeinnya (Ensminger et al., 1995). Jumlah senyawa kafein yang dapat diekstrak dari biji kopi tergantung pada lama ekstraksi, suhu dan konsentrasi pelarut (Widyotomo et al., 009; Mulato et al., 004; Jaganyi & Prince, 1999; Kirk-Othmer, 1998).,5 Kadar kafein, %bk. 1,5 1 0% 10% 30% 50% 80% 100% 0, Waktu pelarutan, jam Gambar 31. Penurunan kadar kafein dalam biji kopi dari beberapa perlakuan konsentrasi pelarut asam asetat dengan suhu pelarut 50 o C D. Energi proses dekafeinasi dengan pelarut asam asetat Proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal terdiri dari dua tahapan proses. Tahap pertama adalah pengembangan volume biji kopi dengan proses pengukusan (steaming). Tahap kedua adalah proses pelarutan kafein dari dalam biji kopi dengan metode pengurasan (leaching). Energi panas merupakan faktor utama yang sangat menentukan laju peningkatan volume biji dan pelarutan kafein pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal. Proses dekafeinasi akan berlangsung efisien jika energi panas yang dihasilkan oleh sumber panas, yaitu kompor bertekanan (burner) berbahan bakar LPG tesedia dalam jumlah yang cukup dan dapat diserap secara maksimum.

16 74 Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi panas pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal berkisar antara 63-77% tergantung pada suhu pelarut dan lama proses dekafeinasi (Lampiran 4). Dengan semakin tinggi suhu pelarut, maka eneji panas yang harus dibangkitkan oleh sumber panas harus semakin tinggi. Namun demikian, dengan semakin tinggi energi panas yang dibangkitkan, efisiensi panas dari proses dekafeinasi semakin menurun (Gambar 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa perpindahan panas yang berlangsung lebih lambat pada suhu yang rendah akan berdampak pada pemanfaatan panas yang lebih efisien. Pada proses pengukusan, suhu air meningkat secara perlahan, mengubah fase cair menjadi fase uap, bersentuhan dengan permukaan biji, masuk ke dalam pori-pori biji dan mengembangkan biji dengan interval yang relatif tetap per satuan waktu. Hal sebaliknya terjadi pada proses pemanasan dengan menggunakan suhu yang lebih tinggi. Pada tahap awal, energi panas yang dibangkitkan oleh sumber panas dapat dimanfaatkan secara maksimum. Namun pada saat suhu biji mendekati suhu air (proses pengukusan) dan suhu pelarut (proses pelarutan), maka penyerapan energi panas akan berlangsung relatif lambat sehingga energi panas yang tersedia tidak termanfaat secara maksimal. Selain itu, energi panas yang hilang akan lebih besar dengan semakin tinggi suhu permukaan reaktor kolom tunggal. Untuk meningkatkan efisiensi proses dapat dilakukan dengan menginsulasi permukaan ekstraktor dan pengendalian pembakaran LPG dalam burner bertekanan pada saat kadar air biji kopi telah mendekati kejenuhan dan pengendalian proses agar berlangsung pada suhu pelarut yang tepat. Laju pembakaran dikendalikan dengan mempertahankan debit bahan bakar pada suhu proses yang telah ditetapkan. Penggunaan burner bertekanan dengan bahan bakar LPG untuk proses penyangraian biji kopi dalam mesin sangrai tipe silinder horisontal telah dilakukan oleh Mulato (00) dengan nilai efisiensi pembakaran mencapai 95%. Produksi panas pembakaran LPG akan mendekati nilai maksimum karena kesamaan fase dengan oksigen dan mobilitas yang tinggi sehingga proses pencampuran akan berlangsung cepat dan merata yang menyebabkan proses pembakaran berlangsung lebih sempurna (Smith & Van Ness, 1985).

17 75 Efisiensi, % % 10% 30% 50% 80% 100% Suhu pelarut asam asetat, o C Gambar 3. Efisiensi proses dekafeinasi dengan pelarut asam asetat pada beberapa suhu dan konsentrasi pelarut y = -0,341x - 0,759x + 77,37 R = 0, Energi, 1000 kj Efisiensi, % Suhu pelarut, o C E-observasi E-prediksi Efisiensi 56 Gambar 33. Energi observasi, energi prediksi dan efisiensi dekafeinasi pada konsentrasi pelarut asam asetat 50% Tabel 3. Persamaan regresi efisiensi proses dekafeinasi Konsentrasi pelarut, % Persamaan regresi R Nilai puncak, % 10% Y = X X % Y = X +.443X % Y = X 0.759X % Y = X X % Y = X X Keterangan : X adalah suhu pelarut ( o C) dan Y adalah efisiensi proses dekafeinasi (%)

18 76 Tabel 3 menampilkan persamaan regresi yang menghubungkan antara nilai suhu pelarut terhadap efisiensi proses prediksi dari beberapa tingkatan konsentrasi pelarut. Persamaan regresi yang terbentuk berupa persamaan kuadratik dan hasil perhitungan menunjukkan bahwa konsentrasi pelarut 50% akan menghasilkan nilai efisiensi proses tertinggi, yaitu 74.58%. Nilai koefisien determinasi (R ) sebesar menunjukkan bahwa persamaan tersebut cukup valid untuk memprediksi efisiensi proses. Model Matematik Proses Dekafeinasi Biji Kopi Dekafeinasi kopi merupakan proses ekstraksi padat-cair, dan kadar kafein terlarut sangat tergantung pada waktu proses. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi ke pelarut maupun penambahan kadar kafein ke dalam pelarut akan mengikuti persamaan eksponensial Arrhenius sebagaimana dilaporkan Doran (1995), Mulato et al. (004), Espinoza-Perez et al. (007) dan Widyotomo et al. (009). Selain bentuk bulat (sperichal) dan lempeng (slab), biji kopi dapat diasumsikan dalam bentuk elipsoidal. Namun, model matematika kinetika kafein selama proses ekstraksi phase padat-cair dalam biji kopi dengan asumsi bentuk elipsoidal belum pernah dilakukan. Kesetimbangan materi dan energi mutlak terjadi dalam proses tersebut sebagai fungsi suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh lamanya waktu proses. Model mekanistik untuk ekstraksi kafein harus meliputi perhitungan difusi kafein di dalam biji biji, konveksi kafein pada kondisi batas pelarut dan padatan dalam hal ini permukaan biji kopi, dan hubungan kesetimbangan yang terjadi antara konsentrasi kafein dalam biji kopi dan pelarut. Perpindahan senyawa kafein dari dalam massa bahan berbentuk bulat (spherical) memiliki hambatan internal yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hambatan eksternal. Berdasarkan hal tersebut laju perpindahan massa kafein dapat diprediksi dengan persamaan difusi kondisi tak mantap (unsteady-state) yang dikontrol oleh mekanisme difusi sebagaimana ditampilkan pada persamaan (3.1) dan (3.). Solusi analitis untuk profil konsentrasi keadaan tak mantap c A (r, t) diperoleh dengan teknik pemisahan variabel (Gambar 1). Rincian solusi analitik dalam koordinat bundar telah dijabarkan oleh Crank (1975), Saravacos &

19 77 Maroulis (001), Welty et al. (001) dan Anderson et al. (003) sebagaimana ditampilkan pada persamaan (3.5), (3.6) dan (3.11). Solusi analitis ini dinyatakan sebagai suatu penjumlahan deret infinit yang konvergen bila n mendekati takhingga. Namun, konvergensi ke suatu nilai numerik tunggal sulit dicapai dengan melakukan penjumlahan deret, terutama jika nilai parameter tak berdimensi D k.t/r relatif kecil. Metode pengurasan (leaching) atau ekstraksi zat padat (solid extraction) merupakan mekanisme yang digunakan dalam reaktor kolom tunggal untuk mengeluarkan (ekstraksi) senyawa kafein dari dalam partikel padat biji kopi. Pada proses pengurasan, kuantitas zat mampu larut (soluble) yang dapat dikeluarkan umumnya lebih banyak dibandingkan dengan proses pengurasan filtrasi biasa. Pelarutan senyawa kafein terjadi dengan mekanisme pengurasan atau mengalirnya senyawa pelarut melalui rongga-rongga dalam hamparan biji kopi yang tidak teraduk. Metode tersebut dilakuan dalam sistem batch di dalam silinder tegak tunggal yang memiliki dasar berlubang yang berfungsi untuk mendukung zat padat tetapi masih dapat melewatkan pelarut keluar (McCabe et al., 1999). Persamaan (3.1) digunakan untuk menentukan laju pengurasan (leaching) yang terbukti mampu menggambarkan kinetika proses ekstraksi sistem padatan-cairan dalam hal ini larutan kafein-biji kopi di mana kafein akan diekstrak dari biji kopi. A. Mekanisme pelarutan kafein Pelarutan kafein dari dalam biji kopi merupakan proses transportasi dan transformasi. Proses tranportasi merupakan perpindahan senyawa kafein dari pusat matrik padatan sampai keluar dari permukaan biji kopi. Proses transformasi merupakan perubahan beberapa senyawa kimia karena masukannya pelarut ke dalam matrik padatan biji kopi. Mekanisme perpindahan senyawa kafein dari matrik padatan biji kopi meliputi proses difusi senyawa kafein di dalam biji biji, konveksi kafein pada kondisi batas pelarut dan padatan dalam hal ini permukaan biji kopi, dan hubungan kesetimbangan yang terjadi antara konsentrasi kafein dalam biji kopi dan pelarut. Proses dekafeinasi biji kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengukusan (steaming) biji

20 78 kopi dengan uap air pada suhu 100 C. Tahap berikutnya adalah pelarutan senyawa kafein dari matrik padatan biji kopi yang telah mengembang maksimum dengan menyemprotkan pelarut pada tumpukan biji kopi, dan sirkulasi pelarut dijaga secara kontinu. Pada tahap pengukusan, air dalam bentuk uap panas bebas (vaporization) bergerak cepat menembus tumpukan, dan memanaskan permukaan biji kopi. Rambatan uap panas tersebut menyebabkan sel-sel biji kopi bertambah besar dan sekaligus mengakibatkan meningkatnya porositas antar sel. Pori-pori jaringan kopi menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh air masuk ke dalamnya secara difusi. Molekul air terperangkap di dalam sel sehingga kadar air biji kopi meningkat, mencapai kondisi serapan maksimum dan tidak ada lagi ruang kosong yang dapat diisi air. Pada kondisi tersebut pengembangan biji kopi telah mencapai nilai maksimum, dan biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang. Kelarutan senyawa kafein dalam air akan meningkat dengan semakin tingginya suhu. Perlakuan panas mengakibatkan senyawa kafein bergerak lebih cepat dan bebas dengan ukuran lebih kecil sehingga mudah berdifusi melalui dinding sel. Senyawa kafein yang terdapat di dalam sitoplasma dalam keadaan bebas, sedang selebihnya terdapat dalam kondisi terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik. Ikatan komplek ini menyebabkan kafein tidak dapat bergerak bebas di dalam jaringan biji kopi. Pengaruh energi panas dapat menyebabkan ikatan tersebut terputus sehingga mudah larut dalam air. Tahap selanjutnya adalah penyemprotan senyawa pelarut secara kontinyu ke dalam tumpukan biji kopi yang telah mengalami pengembangan maksimum oleh uap air. Sifat polaritas asam asetat menyebabkan senyawa kafein yang telah terlarut dalam air berdifusi keluar menembus permukaan biji kopi. Pada kondisi demikian terjadi konveksi kafein pada kondisi batas pelarut dan padatan dalam hal ini permukaan biji kopi. Selanjunya, sirkulasi senyawa asam asetat yang kontinyu akan mengisi jaringan pori-pori di dalam biji kopi, dan melarutkan senyawa kafein yang masih terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik. Kelarutan senyawa kafein dalam senyawa asam asetat akan meningkat dengan semakin tingginya suhu pelarut.

21 79 Laju perpindahan massa kafein akan semakin tinggi dengan semakin kecil ukuran biji kopi karena luas bidang kontak antara biji kopi dengan pelarut akan semakin besar, dan jalur difusinya semakin pendek. Kesetimbangan konsentrasi senyawa kafein di dalam biji kopi dan pelarut akan terjadi jika daya larut pelarut untuk melarutkan senyawa kafein dari dalam biji kopi sudah maksimum. Rasio antara massa biji kopi dan volume pelarut yang cukup besar akan mencegah terjadinya kondisi tersebut sehingga akan tetap terjaga proses pelarutan senyawa kafein berlangsung optimal. B. Laju pelarutan kafein dalam biji kopi (k f ) Selama proses pengurasan (leaching) terjadi proses perpindahan senyawa kafein yang terdapat di dalam pori-pori menuju permukaan biji, dan terlepas dari biji yang kemudian terikut dalam pelarut. Proses tersebut berlangsung secara difusi. Suhu dan konsentrasi pelarut merupakan dua parameter yang sangat menentukan tinggi rendahnya laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi. Laju pelarutan kafein (k f ) dihitung dari gradien kurva waktu pelarutan terhadap rasio kadar kafein yang ditunjukkan pada Gambar 34. Kurva tersebut mendiskripsikan pengaruh suhu dan konsentrasi pelarut terhadap perubahan kadar kafein di dalam biji kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam notasi positif, dengan semakin tinggi suhu dan konsentrasi pelarut, maka nilai laju pelarutan (k f ) semakin besar (Lampiran 6). Notasi negatif pada nilai k f menunjukkan arah peluruhan. Suhu pelarut menentukan thermal driving force. Makin tinggi suhu pelarut, maka thermal driving forcenya akan semakin besar. Kondisi tersebut menyebabkan proses perpindahan panas ke dalam biji kopi semakin cepat dan laju pelarutan kafein semakin besar. Nilai laju perpindahan kafein yang selalu negatif menunjukkan bahwa terjadi proses perpindahan senyawa kafein dari dalam poripori biji kopi menuju permukaan biji dan ikut terlarut dalam senyawa pelarut. Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses perpindahan solute (kafein) dari padatan ke pelarut karena adanya driving force berupa perbedaan konsentrasi solute dan kelarutan solute antara padatan dengan pelarut (Brown, 1950; Treyball,

22 ; Earley,1983). Untuk pelarut yang bersifat cair dengan semakin tinggi suhu akan menurunkan viskositasnya sehingga difusivitas akan naik (Foust, 1959). Untuk mendapatkan hubungan laju pelarutan kafein terhadap suhu dan konsentrasi pelarut secara simultan dilakukan dengan membentuk persamaan berpangkat yang dinyatakan dalam persamaan (3.11). Analisis multi regresi dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) untuk menentukan nilai konstanta pada variabel suhu dan konsentrasi. Hasil analisis SPPS untuk menentukan persamaan laju pelarutan kafein sebagai fungsi suhu (T) dan kosentrasi pelarut (c) adalah sebagai berikut, k f c ( / T ) = exp (5.1) Nilai difusivitas kafein (D k ) dapat ditentukan dengan mengalikan nilai k f terhadap (r /π ) sehingga diperoleh persamaan berikut, D r ( / T ) k = c.exp (5.) π Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa hubungan konsentrasi dan difusivitas kafein ditunjukkan dengan pangkat positif. Perpindahan massa kafein atau difusivitas pelarut dalam membawa senyawa kafein akan semakin cepat dengan semakin tingginya konsentrasi pelarut. Pada rentang suhu pelarut o C dan konsentrasi asam asetat % diperoleh nilai k f antara /detik. Pada rentang ukuran biji kopi antara mm diperoleh nilai D k antara m /detik. Adapun hubungan antara suhu dengan laju pelarutan kafein mengikuti pola linier dengan nilai energi aktivasi (E a ) sebesar 8.68 kj/mol. Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Laju perpindahan massa akan semakin tinggi dengan semakin kecil ukuran bahan karena luas bidang kontak antara padatan dan pelarut akan semakin besar, dan jalur difusinya menjadi semakin pendek. Kafein yang diisolasi dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik, dan kondisi ekstraksi seperti pelarut, suhu, waktu, ph, dan rasio komposisi pelarut dengan bahan akan mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Perva et al., 006). Untuk pelarut yang bersifat cair dengan semakin tinggi suhu akan menurunkan viskositasnya sehingga difusivitas akan naik.

23 81 Gambar 35 menunjukkan grafik scatter plot nilai observasi dan prediksi dari laju pelarutan kafein (k f ) selama proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut asam asetat pada rentang suhu o C dan konsentrasi pelarut %. Analisis statistik menghasilkan nilai koefisien (R ) determinasi sebesar Hasil tersebut menunjukkan bahwa persamaan yang telah dikembangkan valid untuk memprediksi laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan kisaran kondisi yang telah disebutkan. -4-4,5-5 ln (cf.rg). -5,5-6 -6,5 0% 10% 30% 50% 80% 100% Waktu pelarutan, jam Gambar 34. Ploting rasio kadar kafein (ln c f.r g ) terhadap waktu pelarutan dari beberapa konsentrasi pelarut asam asetat dan suhu pelarut 50 o C 0,31 0,9 0,7 kf-pred, 1/jam. 0,5 0,3 0,1 0,19 0,17 y = 0,9074x + 0,011 R = 0,938 0,15 0,150 0,00 0,50 0,300 0,350 kf-obs, 1/jam Gambar 35. Scatter plot laju pelarutan kafein observasi (k f-obs ) vs prediksi (k f-pred )

24 8 Proses tranportasi merupakan perpindahan senyawa kafein dari pusat matrik padatan sampai keluar dari permukaan biji kopi. Proses transformasi merupakan perubahan beberapa senyawa kimia karena masukannya pelarut ke dalam matrik padatan biji kopi. Model matematik yang dikembangkan dari persamaan (3.15) hanya mempresentasikan proses transportasi atau perpindahan senyawa kafein di dalam biji kopi. C. Waktu pelarutan kafein Perbandingan antara luas permukaan biji kopi A p (m ) dan volume pelarut V p (m 3 ) ditampilkan pada Gambar 36. Persamaan yang terbentuk adalah A p /V p (meter) = d + 10,30 dalam hal ini d adalah diameter biji kopi (mm). Nilai koefisien determinasi (R ) persamaan tersebut sebesar Kurva yang terbentuk menunjukkan bahwa dengan semakin besar diameter biji kopi (d), maka nilai (A p /V p ) akan semakin kecil. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka diperoleh model matematik untuk memprediksi waktu dekafeinasi sampai batas maksimum 0.3% bk adalah : r t (det) = (( ).( c π exp ( / T ) )( d )) 1 c ln c AS A0 0.3 (5.3) 0.3 Persamaan (5.3) terbentuk dari susbtitusi variabel k f dan D k dari persamaan (5.1) dan (5.) ke dalam persamaan (3.16) dan (3.). Persamaan (5.3) akan berlaku sesuai dengan nilai analisis dimensional jika nilai konstanta g, a dan (E a /R g ) yang terdapat dalam persamaan (4.7) dan (5.3) masing-masing bernilai , dan Gambar 36 merupakan kurva yang terbentuk dari proses perhitungan waktu pelarutan kafein menggunakan persamaan (5.3) dengan masukan asumsi data sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.

25 83 7,0 6,0 5,0 Ap/Vp, 1/m.. 4,0 3,0,0 1,0 0,0 1,001 1,01 1,401 1,601 1,801,001,01,401,601 Diameter, m Gambar 36. Nilai rasio A p /V p untuk beberapa ukuran diameter biji kopi,5 cas, %bk.. 1,5 1 0, Waktu pelarutan, jam Gambar 37. Kurva prediksi penurunan kadar kafein (c AS ) hasil pengembangan model

26 84 Tabel 4. Contoh nilai masukan data model perpindahan massa kafein selama proses dekafeinasi No. Parameter Nilai Satuan Keterangan 1 Kadar kafein awal (c A0 ).8 % bk Pengukuran Kadar kafein akhir (c A ) 0.3 % bk Pengukuran 3 Diameter biji kopi (d) m Pengukuran 4 Suhu pelarut (T) 70 o C Pengukuran 5 Konsentrasi pelarut (c) 80 % Pengukuran Penyelesaian dari persamaan (5.3) akan menghasilkan prediksi waktu pelarutan kadar kafein sampai batas maksimum 0.3% bk. Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman (software) Visual Basic 6.0. Contoh perhitungan data dijabarkan dalam Lampiran 7, sedangkan algoritma perhitungan proses dekafeinasi dijabarkan dalam Lampiran 8. Tampilan layar masukan data dan keluaran nilai perhitungan waktu pelarutan ditunjukkan pada Gambar 38. Laju pelarutan kafein (prediksi) dari dalam biji kopi akan mengikuti persamaan eksponensial (5.3) sebagaimana ditampilkan pada Gambar 37. Gambar 38. Tampilan menu program laju pelarutan kafein

27 85 D. Validasi Model Matematik Proses Dekafeinasi Biji Kopi Validasi dilakukan untuk mengetahui seberapa layak nilai yang diperoleh dari proses perhitungan, yaitu waktu pelarutan prediksi untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk (t -prediksi ) terhadap kedekatan nilai dari proses pelarutan sebenarnya (t -observasi ). Waktu pelarutan prediksi (t -prediksi ) ditentukan dari hasil perhitungan model matematik pelarutan kafein dalam reaktor kolom tunggal (5.3), dan waktu pelarutan observasi (t -observasi ) ditentukan dari proses pelarutan kafein dari dalam biji kopi secara langsung dalam reaktor kolom tunggal sampai kadar kafein maksimum 0.3% bk. Penentuan t -observasi untuk validasi model dilakukan terhadap proses dekafeinasi biji kopi Robusta tanpa perlakuan sortasi ukuran (unsorted beans). Tahap awal biji kopi dikukus (steaming) selama 1.5 jam dengan menggunakan media air, dan dilanjutkan dengan proses pelarutan kafein dengan pelarut asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao. Selama proses pelarutan, contoh biji kopi diambil untuk dianalisis kadar kafein yang masih tersisa di dalam biji kopi. Titik pengamatan kadar kafein tersebut kemudian diplotkan dalam bentuk grafik bersamaan dengan laju pelarutan kafein yang terbentuk dari hasil perhitungan model matematik sebagaimana ditampilkan pada Gambar 38, 40 dan 4. D.1 Validasi model dengan pelarut asam asetat Kurva laju pelarutan kafein yang terbentuk dari perhitungan model matematik (c AS-prediksi ) disandingkan dengan kurva laju pelarutan kafein observasi (c AS-observasi ) dengan pelarut asam asetat ditampilkan pada Gambar 39. Secara umum, laju pelarutan kafein yang diukur (observasi) memiliki trend yang sama dengan laju pelarutan kafein hasil perhitungan (prediksi) (Lampiran 10). Kinerja model secara umum menunjukkan kesesuaian antara nilai prediksi dan observasi terutama pada selang kadar kafein di dalam biji dari.8% bk sampai dengan 1% bk. Namun, setelah kadar kafein di dalam biji mencapai 1% dan terus menurun sampai 0.3% bk, angka observasi selalu lebih kecil dibandingkan angka prediksi. Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi

28 86 pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model over predict dibandingkan data percobaan. Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut asam asetat ditampilkan pada Gambar 40 yang menunjukkan bahwa garis linier regresi yang terbentuk, yaitu y = x menghasilkan nilai koefisien determinasi (R ) sebesar Hal tersebut mendiskripsikan bahwa model matematik yang telah dibangun dapat digunakan untuk memprediksi laju pelarutan kafein biji kopi dalam reaktor kolom tunggal.,5 cas-pred cas-obsr cas, %bk.. 1,5 1 0, Waktu pelarutan, jam Gambar 39. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50 o C dan konsentrasi pelarut 100% (asam asetat)

29 t-prediksi, jam y = 0,8914x + 0,5045 R = 0, t-bservasi, jam Gambar 40. Scatter plot waktu dekafeinasi observasi dan prediksi D. Validasi model dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao Validasi model matematik juga dilakukan dengan cara melakukan proses dekafeinasi (test-run) menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao. Test run proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao (Tabel 5) dilakukan dengan perlakuan paramater suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh Response Surface Methodology (RSM). Waktu proses dekafeinasi (t -prediksi ) ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (5.3). Kurva laju pelarutan kafein yang terbentuk dari perhitungan model matematik (c AS-prediksi ) disandingkan dengan kurva laju pelarutan kafein observasi (c AS-observasi ) dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao ditampilkan pada Gambar 41. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu observasi (t -observasi ) pelarutan kafein dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao lebih tinggi jika dibandingkan dengan waktu prediksi (t -prediksi ). Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan

30 88 konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model over predict dibandingkan data percobaan. Tabel 5. Test-run percobaan dengan bantuan RSM limbah cair fermentasi biji kakao Suhu, C Konsentrasi, % t- prediksi, jam t- observasi, jam Laju pelarutan, %/jam Kadar kafein dari t -prediksi, % bk Keterangan : 1. t-prediksi (jam) adalah waktu proses dekafeinasi untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk dengan perhitungan model matematik. t-observasi (jam) adalah waktu proses pengujian langsung yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk 3. laju pelarutan (%/jam) adalah persentase kafein yang terlarut dari dalam biji kopi per satuan waktu (jam) Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao ditampilkan pada Gambar 4. Nilai koefisien determinasi (R ) yang diperoleh dari persamaan garis linier regresi yang terbentuk dari hubungan waktu prediksi dan waktu observasi t -obsr = t -pred adalah Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai laju pelarutan (k f ) dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao berada pada kisaran per detik, nilai difusivitas kafein (D k ) sebesar m /detik, dan nilai koefisien perpindahan massa (k L ) sebesar m/detik tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut.

31 89,5 cas-prediksi cas-observasi cas, %bk. 1,5 1 0, Waktu pelarutan, jam Gambar 41. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50 o C dan konsentrasi pelarut 100% (limbah cair fermentasi biji kakao) 8,5 8,0 7,5 t-obsr, jam. 7,0 6,5 6,0 y = 0,771x +,8137 R = 0,9556 5,5 5,0 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 t-pred, jam. Gambar 4. Validasi waktu dekafeinasi dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao D.3 Validasi model dengan pelarut tersier pulpa kakao Selain menggunakan senyawa asam asetat dan limbah cair fermentasi biji kakao, validasi model matematik juga dilakukan dengan cara melakukan proses dekafeinasi (test-run) menggunakan pelarut tersier pulpa kakao. Test run proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier pulpa kakao (Tabel 6) dilakukan dengan perlakuan paramater suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh Response Surface Methodology (RSM). Waktu proses

32 90 dekafeinasi (t -prediksi ) ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (5.3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu observasi (t -observasi ) pelarutan kafein dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao lebih lama jika dibandingkan dengan waktu prediksi (t -prediksi ) (Gambar 43). Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model over predict dibandingkan data percobaan. Sebagaimana yang terjadi pada proses pelarutan dengan menggunakan senyawa asam asetat dan limbah cair fermentasi biji kakao. Fenomena yang terjadi adalah perpindahan senyawa kafein keluar dari dalam pori-pori biji karena sifat pelarutan air yang ditingkatkan oleh kepolaran senyawa pelarut yang digunakan sehingga pada suhu yang sama akan diperoleh laju ekstraksi yang lebih tinggi. Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao ditampilkan pada Gambar 44. Nilai koefisien determinasi (R ) yang diperoleh dari persamaan garis linier regresi yang terbentuk dari hubungan waktu prediksi dan waktu observasi t -obsr = t -pred adalah Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai laju pelarutan (k f ) dengan menggunakan pelarut tersier berada pada kisaran per detik, nilai difusivitas kafein (D k ) sebesar m /detik, dan nilai koefisien perpindahan massa (k L ) sebesar m/detik tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut.

Perkembangan Teknologi Proses Dekafeinasi Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Sukrisno Widyotomo 1) 1)

Perkembangan Teknologi Proses Dekafeinasi Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Sukrisno Widyotomo 1) 1) Perkembangan Teknologi Proses Dekafeinasi Kopi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Sukrisno Widyotomo 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember. Kopi diminum

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU DAN NILAI TAMBAH KOPI MELALUI PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI DAN DEKAFEINASI

PENINGKATAN MUTU DAN NILAI TAMBAH KOPI MELALUI PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI DAN DEKAFEINASI 0060: S. Widyotomo dkk. PG-135 PENINGKATAN MUTU DAN NILAI TAMBAH KOPI MELALUI PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI DAN DEKAFEINASI Sukrisno Widyotomo 1,, Hadi K. Purwadaria 2, dan Cahya Ismayadi 1 1 Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

TUGAS REKAYASA OPTIMASI PROSES RESUME JURNAL PEMBUATAN TEH RENDAH KAFEIN MELALUI PROSES EKSTRAKSI DENGAN PELARUT ETIL ASETAT

TUGAS REKAYASA OPTIMASI PROSES RESUME JURNAL PEMBUATAN TEH RENDAH KAFEIN MELALUI PROSES EKSTRAKSI DENGAN PELARUT ETIL ASETAT TUGAS REKAYASA OPTIMASI PROSES RESUME JURNAL PEMBUATAN TEH RENDAH KAFEIN MELALUI PROSES EKSTRAKSI DENGAN PELARUT ETIL ASETAT Disusun Oleh: 1. Maolita Masitaisyah 2. Rizkiyatul M. 3. Nurul Qomariyah 4.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

Before UTS. Kode Mata Kuliah : Before UTS Kode Mata Kuliah : 2045330 Bobot : 3 SKS Pertemuan Materi Submateri 1 2 3 4 Konsep dasar perpindahan massa difusional Difusi molekuler dalam keadaan tetap Difusi melalui non stagnan film 1.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KADAR AIR SAMPEL Pengukuran kadar air sampel dilakukan sebelum pengeringan osmotik, selama pengeringan osmotik dan setelah pengeringan osmotik. Pengukuran kadar air sampel sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM. UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI Oleh SITI AZIZAH NIM. 001710201023 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM. UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI Oleh SITI AZIZAH NIM. 001710201023 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc   JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Kopi dekafeinasi adalah kopi yang sudah dikurangi kandungan kafeinnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produksi, Harga dan Konsumsi Kopi Dunia

TINJAUAN PUSTAKA Produksi, Harga dan Konsumsi Kopi Dunia TINJAUAN PUSTAKA Produksi, Harga dan Konsumsi Kopi Dunia Kopi merupakan salah satu minuman penyegar yang sangat populer di dunia yang dikonsumsi bukan sebagai sumber nutrisi tetapi terkait dengan cita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

Pengembangan Model Matematik Laju Penurunan Kafein dalam Biji Kopi dengan Metode Pelindian

Pengembangan Model Matematik Laju Penurunan Kafein dalam Biji Kopi dengan Metode Pelindian Pelita Perkebunan Pengembangan 27(2) 2011, 109-129 model matematik laju penurunan kafein dalam biji kopi dengan metode pelindian Pengembangan Model Matematik Laju Penurunan Kafein dalam Biji Kopi dengan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE)

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. BAHAN YANG DIGUNAKAN Aquades Indikator PP NaOH 0,1 N Asam asetat pekat Trikloroetan (TCE) EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN Dapat menerapkan prinsip perpindahan massa pada operasi pemisahan secara ekstraksi dan memahami konsep perpindahan massa pada operasi stage dalam kolom berpacking. II. III.

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI SKRIPSI oleh Rakhma Daniar NIM 061710201042 JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN D. KARAKTERISTIK BIJI KOPI Karakteristik awal biji kopi diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, dan kadar abu terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH PEUBAH PROSES DEKAFEINASI KOPI DALAM REAKTOR KOLOM TUNGGAL TERHADAP MUTU KOPI DEVA PRIMADIA ALMADA

PENGARUH PEUBAH PROSES DEKAFEINASI KOPI DALAM REAKTOR KOLOM TUNGGAL TERHADAP MUTU KOPI DEVA PRIMADIA ALMADA PENGARUH PEUBAH PROSES DEKAFEINASI KOPI DALAM REAKTOR KOLOM TUNGGAL TERHADAP MUTU KOPI DEVA PRIMADIA ALMADA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi merupakan bahan minuman tidak

I. PENDAHULUAN. dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi merupakan bahan minuman tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA ABSTRAK DAN ESECUTIV SUMMRY

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA ABSTRAK DAN ESECUTIV SUMMRY Kode/Nama Rumpun Ilmu: 162/Teknologi Hasil Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA ABSTRAK DAN ESECUTIV SUMMRY PENGARUH PENGGUNAAN MESIN DEKAFEINASI TERKENDALI TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU KOPI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER (Test of Different Mesh Size on the Quality of Coffee Bean In Multifucer Grinder) Johanes Panggabean 1, Ainun Rohanah 1, Adian Rindang

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi untuk meningkatkan devisa negara sehingga banyak

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi untuk meningkatkan devisa negara sehingga banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan devisa negara sehingga banyak digunakan pada dunia industri.

Lebih terperinci

Temperature and Energy Characteristic of Coffee Beans Steaming Process by Single Column Reactor

Temperature and Energy Characteristic of Coffee Beans Steaming Process by Single Column Reactor Pelita Perkebunan 2010, 26(3, Karakteristik 177 191 suhu dan energi proses pengukusan biji kopi dalam reaktor kolom tunggal Karakteristik Suhu dan Energi Proses Pengukusan Biji Kopi dalam Reaktor Kolom

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat mengelompokkan mesin pengeringan dan memilih mesin pengering berdasarkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

Sistem pengering pilihan

Sistem pengering pilihan Sistem pengering pilihan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang khusus (pilihan) Sub Pokok Bahasan 1.Pengering dua tahap 2.Pengering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Dari hasil percobaan dan uji sampel pada bab IV, yang pertama dilakukan adalah karakterisasi reaktor. Untuk mewakili salah satu parameter reaktor yaitu laju sintesis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGAJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIK PROSES DEKAFEINASI BIJI KOPI ROBUSTA DALAM REAKTOR KOLOM TUNGGAL SUKRISNO WIDYOTOMO

PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIK PROSES DEKAFEINASI BIJI KOPI ROBUSTA DALAM REAKTOR KOLOM TUNGGAL SUKRISNO WIDYOTOMO PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIK PROSES DEKAFEINASI BIJI KOPI ROBUSTA DALAM REAKTOR KOLOM TUNGGAL SUKRISNO WIDYOTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kadar Air Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air biji kakao serta tidak

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu contoh minuman yang paling terkenal dikalangan masyarakat. Kopi digemari karena memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Variabel 3.1.1 Variabel Tetap Placket-Burman Screening Design Air kelapa Usia starter : 500 ml : 7 hari Respon Surface Method Air kelapa Usia starter Urea Sumber

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION)

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Agroteknose, Vol. III, No. 2 Th. 2007 KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Siti Achadiyah Staf Pengajar Jurusan THP, Fak Tekn Pertanian INSTIPER ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Aliran Udara Kipas terhadap Penyerapan Etilen dan Oksigen Pada ruang penyerapan digunakan kipas yang dihubungkan dengan rangkaian sederhana seperti pada gambar 7.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYIMPANAN KOPI Penyimpanan kopi dilakukan selama 36 hari. Penyimpanan ini digunakan sebagai verifikasi dari model program simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci