PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI BANTEN MENURUT PENGGUNAAN. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI BANTEN MENURUT PENGGUNAAN. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN"

Transkripsi

1 Katalog BPS : PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI BANTEN MENURUT PENGGUNAAN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

2

3 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI BANTEN MENURUT PENGGUNAAN 2011

4 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI BANTEN MENURUT PENGGUNAAN 2011 Katalog BPS / BPS Catalogue : Ukuran Buku / Book Size : 24 cm x 17 cm Jumlah Halaman / Number of Pages : viii +106 halaman / pages Naskah / Manuscript : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik / Statistic Analysis and Regional Account Division Gambar / Figures : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik / Statistic Analysis and Regional Account Division Diterbitkan oleh / Published by : BPS Provinsi Banten / BPS - Statistics of Banten Province Dicetak oleh / Printed by : CV. Nasional Indah Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya May be cited with reference to the source

5 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah, dengan karunia dan izin-nya maka BPS Provinsi Banten dapat melakukan dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Salah satunya adalah menerbitkan publikasi PDRB Banten Menurut Penggunaan Tahun PDRB Banten Menurut Penggunaan menggambarkan penggunaan dari barang dan jasa yang diproduksi di Banten, termasuk barang dan jasa impor. Di dalamnya mencakup komponen konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non profit rumah tangga, konsumsi pemerintah, PMTB, ekspor dan impor. Kepada semua pihak yang turut berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini kami ucapkan terima kasih. Saran dan kritik demi perbaikan publikasi ini di masa datang sangat kami harapkan. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan, khususnya di wilayah Banten. Serang, April 2012 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Ir. Nanan Sunandi, M.Sc. NIP iii

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GRAFIK iii iv vii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Manfaat PDRB Penggunaan Komponen PDRB Menurut Penggunaan Sistematika Penulisan 6 BAB 2. METODOLOGI Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsep dan Definisi Metode Penghitungan dan Sumber Data Metode Langsung Metode Tidak Langsung Metode Campuran Sumber Data Pengeluaran Konsumsi LNPRT Konsep dan Definisi Lembaga Non Profit Yang Menghasilkan Jasa Komersial Lembaga Non Profit Yang Menghasilkan Jasa Non Komersial 27 iv

7 Daftar Isi Halaman Metode Penghitungan Sumber Data Konsumsi Pemerintah Konsep dan Definisi Metode Penghitungan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Atas Dasar Harga Berlaku Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Atas Dasar Harga Konstan Sumber Data Pembentukan Modal Tetap Bruto Konsep dan Definisi PMTB Menurut Jenis Barang PMTB Menurut Sektor/Lapangan Usaha PMTB Menurut Institusi Metode Penghitungan Sumber Data Perubahan Stok Konsep dan Definisi Metode Penghitungan Sumber Data Ekspor dan Impor Konsep dan Definisi Metode Penghitungan Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa Sumber Data 51 v

8 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Halaman BAB 3. ANALISIS Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Nirlaba Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor dan Impor 73 BAB 4. AGREGAT PDRB MENURUT PENGGUNAAN PDRB Nominal Perbandingan Penggunaan PDRB Untuk Konsumsi Akhir Rumahtangga Terhadap Ekspor Perbandingan Konsumsi Rumahtangga Terhadap Pembentukan Modal Tetap Bruto Proporsi Konsumsi Akhir Terhadap PDRB Perbandingan Ekspor Terhadap PMTB Perbandingan PDRB Terhadap Impor Keseimbangan Total Penyediaan dan Total Permintaan Neraca Perdagangan (Trade Balance) 93 BAB 5. SIMPULAN 97 LAMPIRAN 101 vi

9 Daftar Isi DAFTAR TABEL Halaman 3.1. Pertumbuhan dan Andil Komponen PDRB Penggunaan di Provinsi Banten, Tahun 2011 (persen) Karakteristik Komponen Investasi Riil Terhadap PDRB di Provinsi Banten Tahun (persen) PDRB dan PDRB Per Kapita Tahun Perbandingan PDRB Penggunaan Untuk Konsumsi Akhir Rumahtangga Terhadap Ekspor Tahun Perbandingan Konsumsi Rumahtangga Terhadap PMTB Tahun Proporsi Total Penggunaan Konsumsi Akhir Terhadap PDRB Tahun Rasio Ekspor Terhadap PMTB (ADHB) Tahun Rasio PDRB Terhadap Impor Tahun Sisi Keseimbangan Penyediaan dan Permintaan Tahun Neraca Perdagangan Barang dan Jasa Tahun vii

10 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 DAFTAR GRAFIK Halaman 3.1. Perbandingan Share Komponen PDRB Penggunaan di Provinsi Banten Tahun 2010 dan 2011 (Persen) Perkembangan Porsi Non Makanan Dalam Konsumsi Rumahtangga di Banten Tahun (Persen) Proporsi Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDRB Nominal Dan Andil Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Banten Tahun (Persen) 3.4. Andil Komponen Ekspor dan Impor Tahun (bps) viii

11 I PENDAHULUAN

12

13 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu : kelompok produsen dan kelompok konsumen. Kelompok produsen menggunakan faktor produksi yang berasal dari kelompok konsumen dan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebaliknya barang dan jasa yang dihasilkan produsen dibeli oleh konsumen dan digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Keduanya sama penting dan saling membutuhkan satu sama lain. Berdasarkan kedua kelompok ini, maka PDRB dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi produksi dan sisi konsumsi atau penggunaan. Keduanya akan menghasilkan angka PDRB yang sama secara total. Perbedaannya, pada sisi produksi diperlihatkan sektorsektor mana saja yang memproduksi barang dan jasa serta nilai besarannya, sedangkan pada sisi penggunaan diperlihatkan siapa saja pengguna barang dan jasa yang diproduksi atau lebih jelasnya bagaimana pendapatan yang diciptakan melalui proses ekonomi dari berbagai macam sektor produksi digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi 3

14 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 kebutuhan konsumsi akhirnya. Selain itu, pada sisi penggunaan juga diperlihatkan seberapa besar produksi suatu daerah yang digunakan oleh daerah lain (ekspor) dan seberapa banyak produk daerah lain yang digunakan di daerah tersebut (impor). Selain itu juga dapat diturunkan agregat-agregat makro mengenai struktur/komposisi permintaan atau penggunaan akhir masing-masing komponen, pertumbuhan riil, serta indeks harga implisit. Kedua data PDRB ini perlu ditampilkan karena keduanya memiliki manfaat masing-masing bagi evaluasi dan perencanaan. Salah satunya, dari sisi produksi dapat dilihat kemampuan ekonomi suatu daerah. Sedangkan dari sisi penggunaan dapat dilihat alokasi dari ekonomi suatu daerah, termasuk ketergantungannya terhadap impor. Selain itu, berdasarkan kedua jenis PDRB ini dapat dihitung besaran-besaran turunannya seperti Incremental Capital Output Ratio (ICOR), PDRB Perkapita, Location Quotient, Rasio Perdagangan Internasional (RPI), dan lain-lain. Melihat manfaatnya, maka kedua data PDRB ini sangat penting dimiliki oleh setiap daerah. BPS sebagai lembaga yang berkompeten dalam hal ini berusaha untuk menampilkan data-data PDRB dari dua sisi dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Di dalam publikasi ini hanya akan ditampilkan data-data PDRB yang dihitung dari sisi penggunaan. 4

15 Pendahuluan 1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan PDRB Banten menurut penggunaan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan datadata statistik. Selain itu juga diharapkan data ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lain. Sedangkan tujuannya adalah menampilkan data PDRB menurut penggunaan tahun 2011 berdasarkan semua komponen penggunaan, termasuk juga menampilkan data-data turunannya Manfaat PDRB Penggunaan Manfaat dari data PDRB Penggunaan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pola konsumsi pelaku-pelaku ekonomi suatu daerah apakah hanya untuk tujuan konsumsi akhir atau juga untuk investasi. 2. Untuk mengetahui ekspor dan impor suatu daerah, sehingga dapat diketahui ketergantungan ekonomi domestik terhadap wilayah lain dalam bentuk perdagangan barang dan jasa. 3. Untuk mengetahui besarnya pembentukan modal di suatu daerah. 4. Untuk mengetahui besarnya nilai ICOR suatu daerah 5

16 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Komponen PDRB Menurut Penggunaan Dalam penyajiannya, komponen-komponen PDRB menurut penggunaan adalah sebagai berikut : a). Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, b). Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT), c). Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, d). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), e). Perubahan Stok f). Ekspor Neto (Ekspor dikurangi Impor) Sistematika Penulisan Penulisan publikasi PDRB Banten menurut penggunaan tahun 2011 ini dibagi dalam lima bab dan lampiran. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Bab I, berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan tujuan, kegunaan PDRB penggunaan, komponen PDRB penggunaan dan sistematika penulisan. Bab II, berupa metodologi yang menguraikan tentang konsep dan definisi, metode penghitungan dan sumber data dalam penyusunan PDRB Banten menurut penggunaan. Bab III, berupa analisis yang berisi ulasan sekilas tentang data-data PDRB Banten menurut penggunaan tahun

17 Pendahuluan Bab IV, berupa uraian deskriptif mengenai agregat PDRB Penggunaan yang berisi rasio beberapa komponen PDRB Penggunaan. Bab V, berupa simpulan yang berisi poin penting dari analisis yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Lampiran, berupa tabel-tabel pokok PDRB Banten menurut penggunaan termasuk tabel turunannya. 7

18

19 II METODOLOGI

20

21 METODOLOGI Produk Domestik Regional Bruto menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. Penggunaan PDRB tersebut secara garis besar ada dua macam yaitu : Konsumsi Antara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam proses produksi dan Konsumsi Akhir untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Secara spesifik yang dimaksud dengan konsumsi akhir adalah penggunaan produk baik berupa barang maupun jasa yang tujuannya tidak untuk diproses lebih lanjut (dikonsumsi habis), yang direalisasikan dalam bentuk konsumsi akhir rumahtangga (termasuk lembagalembaga nirlaba yang melayani rumah tangga), konsumsi akhir pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), perubahan inventori serta ekspor. Di sisi lain, dalam menghasilkan berbagai produk barang dan jasa untuk memenuhi permintaan akhir domestik, tidaklah terlepas dari ketergantungan terhadap produk yang berasaldari negara lain (impor). Berbagai produk barang dan jasa yang menjadi konsumsi akhir masyarakat di dalamnya masih terkandung produk impor, maka untuk mengukur besaran nilai tambah domestik (PDRB) komponen impor harus dikeluarkan atau dikurangkan dari perhitungan konsumsi / permintaan 11

22 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 akhir. Tingginya permintaan yang tidak selalu diimbangi oleh penyediaan domestik menjadi peluang masuknya produk-produk impor. Data empiris menunjukkan bahwa perdagangan berbagai produk impor terus berkembang dari waktu ke waktu, baik secara kuantitas maupun nilai. Penghitungan PDRB dari sisi penggunaan ini dimaksudkan juga untuk menjelaskan tentang bagaimana pendapatan yang diciptakan melalui berbagai ragam proses ekonomi sektor produksi (lapangan usaha) menjadi sumber pendapatan masyarakat yang pada gilirannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhirnya. Atau pada sisi yang berbeda PDRB menurut penggunaan ini juga menjelaskan tentang penggunaan sebagian besar produk domestik untuk keperluan konsumsi akhir, atau dengan istilah yang berbeda disebut juga sebagai output akhir (final output). Hubungan antara sisi pendapatan serta sisi pengeluaran atas pembelian berbagai produk barang dan jasa, baik yang berasal dari produksi domestik maupun impor (termasuk yang diekspor) merupakan bentuk analisis sederhana PDRB ditinjau dari kedua pendekatan tersebut. Keharusan memiliki jumlah yang sama pada kedua model pendekatan PDRB secara simultan tersebut dapat ditunjukkan melalui model Keynesian dengan persamaan sebagai berikut : Y = C + GFCF + Inventori + X - M 12

23 Metodologi dimana, Y (Income) : PDRB Lapangan Usaha, C (Consumption) : Konsumsi Akhir, GFCF : Pembentukan Modal Tetap Bruto, Inventori : Perubahan Inventori, X : Ekspor, M : Impor, Persamaan tersebut menunjukkan bahwa pendapatan atau nilai tambah yang diturunkan dari penghitungan PDRB menurut lapangan usaha identik dengan PDRB menurut penggunaan. Apabila Y adalah pendapatan dan C menggambarkan konsumsi akhir, kemudian GFCF serta Inventori menggambarkan investasi (khususnya fisik) maka selisih ekspor dikurangi dengan impor mengekspresikan surplus atau defisit yang berasal dari perdagangan berbagai produk barang dan jasa dengan luar negeri. Melalui pendekatan ini dapat diketahui perilaku masyarakat dalam menggunakan pendapatannya, apakah hanya untuk tujuan konsumsi akhir atau juga untuk investasi. Selain itu juga dapat diketahui seberapa besar ketergantungan ekonomi domestik terhadap luar negeri dalam bentuk perdagangan barang dan jasa (external transaction). Selisih antara ekspor dengan impor disebut sebagai ekspor neto yang juga memberikan gambaran tentang tabungan luar negeri. 13

24 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Sama halnya dengan pendekatan lapangan usaha, PDRB sisi permintaan atau penggunaan akhir ini juga menurunkan agregat-agregat ekonomi makro seperti halnya nilai nominal, struktur/komposisi atau distribusi penggunaan akhir, pertumbuhan riil, serta indeks harga implisit masing-masing komponen maupun keseluruhan PDRB 2.1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsep dan Definisi Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan pengeluaran rumah tangga atas barang dan jasa untuk tujuan konsumsi. Rumah tangga dalam hal ini berfungsi sebagai konsumen akhir (final demand) dari berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang dan jasa baik dengan cara membeli, menerima transfer, atau memproduksi sendiri dengan tujuan untuk dikonsumsi atau tidak diproses lebih lanjut menjadi produk baru, dikurangi hasil penjualan neto (penjualan dikurangi pembelian) barang bekas atau apkiran pada periode waktu tertentu. Pengeluaran konsumsi rumah tangga meliputi seluruh pengeluaran konsumsi atas barang dan jasa oleh penduduk suatu wilayah, baik dilakukan di dalam maupun di luar wilayah domestik penduduk yang bersangkutan. Pengeluaran konsumsi atas barang dan jasa 14

25 Metodologi dikelompokkan menjadi kelompok makanan dan non makanan. Kelompok makanan terdiri atas pengeluaran untuk : 1) Bahan Makanan, yang meliputi padi-padian, umbiumbian, ikan dan udang segar dan sejenisnya, ikan dan udang yang diawetkan dan sejenisnya, daging segar, daging yang diawetkan, hasil ikutan daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, bahan minuman, bumbu-bumbuan dan konsumsi bahan makanan lainnya. 2) Makanan dan minuman jadi. 3) Tembakau dan sirih, yang meliputi rokok putih, rokok kretek, cerutu dan tembakau. Pengeluaran untuk kelompok bukan makanan terdiri atas pengeluaran untuk : a). Perumahan, bahan bakar, air dan penerangan. b). Aneka barang dan jasa. c). Pakaian, alas kaki dan tutup kepala. d). Pajak dan asuransi. e). Keperluan untuk pesta dan upacara. Barang dan jasa yang dibeli langsung (direct purchase) oleh penduduk di luar wilayah atau di luar negeri diperlakukan sebagai transaksi impor, sebaliknya pembelian langsung oleh bukan penduduk di suatu wilayah diperlakukan sebagai ekspor dari wilayah yang bersangkutan. Termasuk dalam konsumsi rumah tangga adalah pembelian barang yang tidak ada duplikatnya (tidak diproduksi kembali) seperti hasil karya seni dan barang 15

26 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 antik (yang dihitung nilai marjinnya). Meskipun barang tersebut sudah dinilai pada saat diproduksi, tetapi karena nilainya cenderung naik maka umumnya dari waktu ke waktu harga barang tersebut relatif lebih mahal. Pembelian atas produk lama semacam ini diperlakukan sebagai pembelian produk baru. Begitu pula dengan imputasi sewa rumah. Alasan diperhitungkannya nilai perkiraan sewa rumah milik sendiri, karena dalam hal ini rumah tangga pemilik dianggap menghasilkan jasa sewa rumah bagi diri sendiri. Imputasi sewa rumah adalah perkiraan nilai sewa atas dasar harga pasar meskipun status rumah tersebut adalah milik sendiri. Apabila rumah tangga benar-benar menyewa rumah, maka yang diperhitungkan adalah nilai sewa yang sebenarnya dibayar, baik dibayar secara penuh maupun tidak (karena mendapat subsidi). Dalam komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga termasuk imputasi atas jasa layanan lembaga keuangan (seperti bank) yang disebut sebagai FISIM (Financial Intermediation Services Indirectly Measured). Pengeluaran tersebut berupa perkiraan nilai jasa layanan lembaga keuangan atas tabungan dan pinjaman yang dinyatakan dalam bentuk transaksi bunga. Transaksi pembayaran maupun penerimaan bunga oleh rumah tangga tidak digolongkan sebagai aktivitas produksi, tetapi sebagai bagian dari transaksi penerimaan lain (property income). Penggunaan peralatan kerja yang terkait dengan aktivitas pekerjaannya, tidak digolongkan sebagai konsumsi rumah tangga. Contoh apabila buruh tambang 16

27 Metodologi membeli peralatan sekop, linggis, lampu senter untuk mendukung pekerjaannya (dengan biaya ditanggung perusahaan), maka pengeluaran ini tidak termasuk sebagai konsumsi rumah tangga buruh tambang, tetapi merupakan biaya antara dari perusahaan tambang tempat buruh bekerja Metode Penghitungan dan Sumber Data Beberapa metode estimasi yang dianjurkan dalam memperkirakan besaran pengeluaran konsumsi rumah tangga (RT) antara lain adalah : Metode Langsung Metode langsung pada prinsipnya digunakan untuk memperoleh perkiraan nilai pengeluaran konsumsi Rumahtangga secara keseluruhan berikut struktur atau komposisinya. Dengan menggunakan rasio dari hasil survei penerimaan dan pengeluaran rumah tangga diperoleh gambaran tentang perilaku dan struktur konsumsi Rumahtangga. Ada beberapa survei rumah tangga yang diselenggarakan oleh BPS Provinsi Banten dengan sampel terbatas, seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Biaya Hidup (SBH). Namun dalam penggunaannya diperlukan kehati-hatian, sehingga estimasi pengeluaran konsumsi Rumahtangga yang diperoleh dengan menggunakan metode langsung sebaiknya dilengkapi dengan data pendukung lain. 17

28 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung merupakan pendekatan lain yang dapat dilakukan guna mengestimasi nilai pengeluaran konsumsi Rumahtangga. Hal ini dilakukan karena berbagai alasan teknis. Metode yang dimaksud, diantaranya adalah : a. Metode arus barang (commodity flow) Pendekatan arus barang didasarkan atas persediaan (supply) barang dan jasa baik dari produk domestik maupun impor, yang disalurkan atau dialokasikan pada para pengguna termasuk rumah tangga Penggunaan metode ini menuntut ketersedian data yang akurat, lengkap, dan konsisten terutama data arus barang yang masuk dari luar negeri atau luar wilayah baik yang melalui lintas darat, laut, sungai, maupun udara. Tidak tertutup kemungkinan barang yang masuk ke suatu wilayah hanya untuk transit, untuk kemudian keluar lagi menuju wilayah lain. Karena data untuk keperluan penghitungan konsumsi akhir ini sangat terbatas, maka hasil estimasi dengan metode arus barang perlu dibandingkan dengan metode lain guna dilakukan penyesuaian. b. Metode Penilaian Harga Eceran Metode ini dipakai apabila data konsumsi yang tersedia dalam bentuk kuantum dari masing-masing jenis barang. Nilai pengeluaran konsumsi Rumahtangga diperoleh dengan mengalikan data kuantum barang dengan harga ecerannya. 18

29 Metodologi Kelebihan metode ini dibanding dengan metode arus barang adalah bahwa pembelian produk dinilai secara langsung berdasarkan harga pembeli. Dalam hal ini data kuantum dianggap lebih dapat dipercaya dari pada data nilai. Kesulitan timbul pada saat menghitung rata-rata harga yang dipakai untuk menghitung nilai barang, karena tidak tersedia data penimbang guna memberi bobot pada harga yang berbeda baik menurut tempat, kualitas, maupun kriteria lain. Perkiraan mengenai kuantitas barang yang dibeli oleh rumah tangga dapat diperoleh dari data penyediaan (supply) maupun dari data perubahan inventori yang bersumber dari serikat atau asosiasi dagang, bahkan dari hasil survei pengeluaran konsumsi rumah tangga. Sedangkan data penjualan barang tertentu yang terkena cukai (minuman keras, rokok) diperoleh dari instansi Pajak dan Bea Cukai. c. Metode Penjualan Eceran Metode ini mempunyai kelebihan karena dapat mengukur pengeluaran konsumsi Rumahtangga saat pembelian, dengan harga yang sesungguhnya dibayar. Kesulitan terjadi bila pedagang tidak dapat memberikan keterangan rinci tentang nilai penjualan menurut jenis barang. Perkiraan tahunan dapat diperoleh dengan cara mengekstrapolasi nilai pengeluaran konsumsi Rumahtangga pada tahun dasar. Indikator untuk mengekstrapolasi diperoleh dari berbagai informasi tentang nilai penjualan oleh pedagang eceran menurut jenis usaha 19

30 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 utama. Untuk itu data tentang penjualan produk harus dikumpulkan secara teratur melalui kegiatan survei. Indikator semacam ini merupakan perkiraan dari perkembangan penjualan barang dan jasa tertentu. Pedagang eceran cenderung kurang dapat mengingat setiap jenis barang yang terjual, serta tidak membuat catatan tentang penjualan masing-masing jenis barang. Sehingga indikator ini kurang dapat dipercaya sebagai alat mengekstrapolasi perkiraan dasar penjualan berbagai jenis barang dan jasa. 20

31 Metodologi Metode Campuran Dalam praktik, untuk memperkirakan nilai pengeluaran konsumsi Rumahtangga tidak bisa dipakai hanya satu macam metode. Di samping karena adanya keterbatasan sumber data, masing-masing metode kurang mampu mencakup berbagai pengeluaran rumah tangga sesuai klasifikasi barang dan jasa yang dikonsumsi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan metode campuran, yaitu gabungan antara metode langsung dengan metode penilaian harga eceran. Artinya data konsumsi dari hasil survei dinilai dengan harga eceran yang dibayar konsumen. Data yang paling relevan untuk digunakan dalam metode campuran adalah data modul konsumsi Susenas, yang mencakup konsumsi rumah tangga per kapita per minggu untuk kelompok makanan dalam satuan kuantum dan pengeluaran per kapita per bulan untuk kelompok bukan makanan dalam satuan rupiah. Sampel dari survei ini mencakup rumah tangga di wilayah perdesaan dan perkotaan. Perlu ditambahkan bahwa data modul Susenas hanya dikumpulkan setiap 3 (tiga) tahun. Untuk mendapatkan data series dilakukan estimasi pengeluaran konsumsi Rumahtangga di tahun yang tidak terselenggara Susenas modul konsumsi, dengan menggunakan suatu model persamaan yang mengasumsikan bahwa terdapat korelasi antara perilaku konsumsi dengan tingkat pendapatan. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut : 21

32 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 C (n+1) = C n + {( β)(dpt)(c n )} di mana : C (n+1) = Rata-rata konsumsi pada tahun (n+1) C n = Rata-rata konsumsi pada tahun dasar (n) dpt = Perubahan pendapatan per Kapita ADH konstan tahun n dan n+1 β = Koefisient elastisitas permintaan terhadap pendapatan (elasticity demand of income) Formula dalam model ini menggunakan data PDRB ADH konstan atau harga yang disamakan dengan harga pada tahun dasar tertentu (fixed price), sedangkan volumenya adalah konsumsi tahun berjalan. Perhitungan dengan harga konstan diartikan bahwa perubahan yang terjadi hanya menggambarkan perubahan volume atau kuantum. Perubahan voiume konsumsi dalam bentuk kuantitas disebut sebagai pertumbuhan riil. Hubungan antara konsumsi dengan pendapatan ini bisa bersifat linear atau non-linear. 22

33 Metodologi Untuk menghitung estimasi pengeluaran konsumsi Rumahtangga ADH konstan digunakan metode deflasi, yaitu dengan cara membagi estimasi pengeluaran konsumsi Rumahtangga ADH berlaku dengan indeks harga yang relevan. Indeks harga tersebut harus merupakan indeks harga yang mempunyai korelasi kuat dan sesuai dengan jenis konsumsi; misal konsumsi makanan jadi (ADH berlaku) dibagi dengan indeks harga kelompok makanan jadi. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator adalah indeks perkembangan harga atau indeks yang didasarkan pada penilaian satu tahun dasar tertentu. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dibedakan atas 2 (dua) kelompok besar, yaitu kelompok makanan dan kelompok bukan makanan, sedangkan rinciannya disesuaikan dengan komposisi konsumsi yang tersedia di masing-masing wilayah. Dengan demikian maka indeks harga konsumen yang dibangun harus disesuaikan dengan jenis atau tingkat kerincian pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tersedia. Indeks harga yang dapat digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Biasanya indeks harga tersebut mempunyai tahun dasar yang berbeda dengan tahun dasar pengukuran PDRB. Dengan demikian masih dibutuhkan proses transformasi guna menyamakan tahun dasar perhitungan. Dalam mengukur pengeluaran konsumsi Rumahtangga ADH konstan masih dimungkinkan untuk menggunakan pendekatan kuantum, sejauh data volume tersedia khususnya untuk konsumsi makanan. Tetapi dalam praktik tingkat akurasi data kuantum atau volume dirasa masih kurang. Terlebih jika data tersebut disusun 23

34 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 dalam bentuk data deret berkala (time series). Dengan demikian keputusan untuk menetapkan metode penghitungan ADH konstan sepenuhnya diserahkan kepada daerah Sumber Data Sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan pengeluaran konsumsi Rumahtangga dengan metode campuran di atas antara lain adalah: a. Susenas modul konsumsi, yaitu konsumsi per kapita se minggu (kuantum) untuk kelompok makanan, dan pengeluaran per kapita se bulan (rupiah) untuk kelompok bukan makanan. b. Di samping itu digunakan data lain seperti pendapatan per kapita ADH konstan (atau dengan pendekatan PDRB per kapita), rata-rata harga eceran, IHK daerah perkota dan perdesaan, serta jumlah penduduk pertengahan tahun yang bersumber dari hasil Sensus Penduduk (SP) dan atau Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). 24

35 Metodologi 2.2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT Konsep dan Definisi Pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) adalah berbagai pengeluaran oleh lembaga untuk pengadaan barang dan jasa, yang secara prinsip mempunyai fungsi dalam melayani rumah tangga. Pengeluaran konsumsi LNPRT digolongkan sebagai bagian dari pengeluaran konsumsi akhir yang ditujukan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan lembaga. Lembaga non profit yang melayani rumah tangga merupakan satu entitas legal, yang secara prinsip terlibat dalam kegiatan layanan atau pemberian jasa kepada rumah tangga (non-market). Seluruh biaya kegiatan lembaga bersumber dari sumbangan atau donasi rumah tangga. Oleh karenanya hampir seluruh aktivitas lembaga dirancang dan dikontrol oleh rumah tangga. Umumnya pekerja yang aktif dalam kegiatan lembaga merupakan tenaga kerja tidak dibayar (volunteer). LNPRT merupakan bagian dari Lembaga Non profit (LNP) secara keseluruhan. Sesuai dengan fungsinya ada LNP yang melayani rumah tangga, dan ada juga yang melayani bukan rumah tangga. Sedangkan yang dimaksud LNPRT adalah LNP yang khusus melayani rumah tangga. Dalam System of National Acccounts 1993 (SNA 93), LNPRT diperlakukan sebagai sektor institusi (pelaku ekonomi) tersendiri di luar pelaku rumah tangga, 25

36 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 pemerintah, perusahaan, dan luar negeri atau luar wilayah. Lembaga non profit dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: Lembaga Non Profit Yang Menghasilkan Jasa Komersial LNP pada kelompok ini adalah lembaga yang menjual jasa layanannya pada tingkat harga pasar (komersial), yaitu harga yang ditentukan atas dasar biaya produksi. Jasa yang dihasilkan oleh lembaga semacam ini secara keseluruhan berpengaruh terhadap persediaan (supply) jenis jasa yang bersangkutan. Menurut bentuknya LNP ini dibedakan atas : i. LNP yang menyediakan jasa layanan bagi masyarakat umum seperti lembaga penyelenggara pendidikan, kesehatan, dan sejenisnya. ii. LNP yang menyediakan jasa layanan bagi kalangan dunia usaha seperti serikat pekerja, asosiasi bisnis, kamar dagang, dan sejenisnya. 26

37 Metodologi Lembaga Non Profit Yang Menghasilkan Jasa Non Komersial LNP pada kelompok ini adalah lembaga yang menjual jasa layanan pada tingkat harga di bawah harga pasar (nonkomersial), yaitu harga yang tidak didasarkan pada biaya produksi atau bahkan jasa layanan diberikan secara cumacuma. Menurut bentuknya LNP ini dibedakan atas : i. LNP yang kegiatannya sebahagian besar dibiayai pemerintah, baik yang keberadaannya terikat (pada pemerintah) maupun tidak, seperti PMI, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), Dharma Wanita, Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). ii LNP yang dibentuk dan dibiayai oleh anggota masyarakat. Lembaga semacam ini disebut sebagai Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT). Lembaga non profit yang termasuk sebagai LNPRT dibedakan atas : LNP yang menyediakan jasa khususnya untuk anggota, seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga keagamaan, dan sejenisnya. LNP yang menyediakan jasa layanannya bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan, seperti LSM, organisasi sosial, lembaga bantuan kemanusiaan, lembaga pemberi bea siswa, dan sejenisnya. 27

38 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Dengan demikian yang dimaksud LNPRT adalah Lembaga non profit yang menghasilkan jasa sosial kemasyarakatan non komersial dengan dana dari masyarakat atau iuran anggota. Produknya dijual pada tingkat di bawah harga pasar atau bahkan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat atau anggota lembaga. Dengan demikian lembaga non profit sebagai induk dari LNPRT adalah lembaga yang keberadaannya bersifat formal ataupun informal yang dibentuk oleh perorangan, kelompok masyarakat, pemerintah atau oleh dunia usaha dalam rangka menyediakan jasa sosial kemasyarakatan bagi anggota maupun kelompok masyarakat tertentu tanpa adanya motivasi untuk memperoleh keuntungan. Tujuan pembentukannya tidak dimaksudkan sebagai sumber pendapatan ataupun profit bagi unit yang mengontrol dan membiayainya. 28

39 Metodologi Bentuk-bentuk LNP yang melayani rumah tangga adalah sebagai berikut : 1. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), 2. Organisasi Sosial (Orsos), 3. Organisasi Profesi, 4. Perkumpulan Sosial/Kebudayaan/Olahraga dan Hobi, 5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), 6. Lembaga Keagamaan, 7. Organisasi Bantuan Kemanusiaan/ Beasiswa, Metode Penghitungan Dengan asumsi tidak ada kegiatan ekonomis produktif yang dilakukan lembaga, maka nilai pengeluaran konsumsi LNPRT sama dengan output atau biaya produksi yang dikeluarkan lembaga dalam rangka melakukan kegiatan layanan kepada masyarakat, anggota organisasi, atau kelompok masyarakat tertentu. Biaya produksi LNPRT sama dengan nilai konsumsi (antara) ditambah biaya primer (upah & gaji pegawai, penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung). Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan lembaga atas penggunaan barang/jasa (antara) dan faktor produksi, ditambah nilai barang dan jasa yang berasal dari produksi sendiri atau pemberian pihak lain (transfer). Jika lembaga menggunakan input yang diperoleh secara cuma-cuma dari pihak lain, maka nilainya diperkirakan sesuai dengan harga pasar yang berlaku. 29

40 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Perkiraan nilai pengeluaran konsumsi LNPRT dapat dilakukan dengan menggunakan metode langsung maupun metode tidak langsung. Metode langsung yaitu metode penghitungan yang didasarkan pada data hasil survei atau sensus. Sedangkan metode tidak langsung didasarkan pada pengeluaran lembaga lain (contoh RT) untuk membiayai kegiatan LNPRT Sumber Data Data yang digunakan untuk menghitung pengeluaran konsumsi LNPRT diperoleh dari hasil survei khusus. Data tersebut dalam bentuk nilai pengeluaran atas barang dan jasa oleh lembaga serta barang dan jasa dari transfer pihak lain, yang digunakan dalam rangka menghasilkan jasa layanan. Data pendukung yang dibutuhkan adalah IHK per kelompok pengeluaran. Data ini digunakan untuk menghitung pengeluaran konsumsi LNPRT ADH konstan. Untuk melakukan estimasi pengeluaran konsumsi LNPRT masih diperlukan data lain, yaitu jumlah populasi LNPRT masing-masing bentuk lembaga. Data ini diperoleh dari hasil kegiatan listing ke instansi atau lembaga pembina dari unit LNPRT yang bersangkutan, maupun dengan pengecekan langsung ke lapangan. 30

41 Metodologi 2.3. Konsumsi Pemerintah Konsep dan Definisi Pengeluaran konsumsi pemerintah didefinisikan sebagai jumlah seluruh pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatannya, yang terdiri dari pembelian barang dan jasa termasuk bantuan sosial (biaya antara), pembayaran balas jasa pegawai (belanja pegawai), dan penyusutan barang modal, dikurangi dengan hasil penjualan barang dan jasa (output pasar) pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemerintah (yang bukan dikonsumsi oleh pemerintah). Konsumsi pemerintah disebut juga dengan output nonpasar pemerintah. Kegiatan yang tidak dapat dipisahkan tersebut adalah : a) Kegiatan di instansi pemerintah yang memproduksi barang sejenis dengan barang yang dihasilkan oleh perusahaan swasta, dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan induknya. Sebagai contoh, pencetakan publikasi, kartu pos dan reproduksi dari karya seni, pembibitan tanaman dari kebun percobaan, dan sebagainya. Penjualan barang-barang ini bersifat insidentil dari fungsi pokok lembaga/departemen pemerintah tersebut, dan hasil penjualannya disebut pendapatan dari barang yang dihasilkan. b) Kegiatan pemerintah yang menghasilkan jasa seperti kegiatan rumah sakit, sekolah, universitas, museum, perpustakaan, tempat-tempat rekreasi dan tempat-tempat 31

42 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 penyimpanan hasil karya seni, yang dibiayai dari keuangan pemerintah, dimana pemerintah memungut pembayaran yang pada umumnya tidak mencapai/sesuai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diterima pemerintah dari hasil kegiatan seperti ini disebut pendapatan dari jasa yang diberikan Metode Penghitungan Untuk menghitung pengeluaran konsumsi pemerintah, terlebih dahulu harus disusun neraca produksi pemerintah, dimana konsumsi pemerintah merupakan salah satu komponennya. Neraca produksi pemerintah terdiri dari pengeluaran untuk biaya antara (belanja barang dan bantuan sosial), balas jasa pegawai/belanja pegawai dan penyusutan di sisi kiri, serta konsumsi pemerintah (output non pasar) dan penjualan dari barang dan jasa (output pasar) di sisi kanan. Uraian komponen-komponen neraca produksi pemerintah adalah sebagai berikut. a) Output pemerintah, terdiri dari output pasar dan output non pasar. Output non pasar adalah output yang dihasilkan oleh pemerintah yang dipergunakan sendiri oleh pemerintah atau disebut juga dengan konsumsi pemerintah, yaitu barang dan jasa yang digunakan sendiri sebagai konsumsi akhir oleh pemerintah. Sedangkan output pasar pemerintah merupakan penjualan dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh pemerintah yang disuplai secara gratis, atau atas dasar harga yang secara ekonomi tidak berarti, kepada institusi lain atau 32

43 Metodologi masyarakat. b) Biaya antara adalah pemakaian barang yang tidak tahan lama serta jasa dan bantuan sosial yang digunakan sebagai input dalam menghasilkan output pemerintah. c) Nilai tambah bruto pemerintah merupakan penjumlahan dari balas jasa pegawai (belanja pegawai) dan penyusutan. Balas jasa pegawai merupakan pembayaran yang diterima pegawai secara langsung sehubungan dengan pekerjaannya, baik dalam bentuk uang maupun barang. Sedangkan penyusutan merupakan nilai yang disisihkan sebagai pengganti susut atau ausnya barang modal pemerintah karena dipakai dalam proses produksi Pengeluaran Konsumsi Pemerintah ADH Berlaku Seperti telah dijelaskan sebelumnya, nilai konsumsi pemerintah sama dengan total output dikurangi nilai barang dan jasa yang dijual. Sedangkan total input merupakan penjumlahan dari biaya antara (belanja barang dan bantuan sosial) dan nilai tambah bruto (belanja pegawai dan penyusutan). Mengingat di dalam neraca produksi pemerintah, total output sama dengan total input, maka nilai pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan pengurangan total input dengan penjualan barang dan jasa pemerintah. Untuk pemerintah pusat, data biaya antara (belanja barang dan bantuan sosial) dan belanja pegawai didapat dari rincian pengeluaran APBN. Sedangkan penjualan barang dan jasa diperoleh dari rincian 33

44 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 penerimaan APBN, khususnya pada bagian penerimaan bukan pajak lainnya, yaitu penjualan barang dan jasa dari semua unit pemerintah pusat. Sementara itu, penyusutan diestimasi dengan menggunakan persentase tertentu terhadap belanja modal. Untuk pemerintah daerah, data biaya antara (belanja barang dan bantuan sosial) dan belanja pegawai didapat dari rincian pada sisi pengeluaran APBD (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan desa. Sedangkan penyusutan diestimasi dengan menggunakan persentase tertentu terhadap belanja modal. Nilai penjualan barang dan jasa (output pasar) didapat dari rincian pada sisi penerimaan APBD pada bagian penerimaan pendapatan asli daerah (PAD), yaitu rincian penerimaan lain-lain. Nilai penjualan barang dan jasa yang dihasilkan adalah jumlah penjualan barang dan jasa pada setiap tingkat pemerintahan yaitu Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa (untuk pemerintah desa, data tidak tersedia). Biaya antara, belanja pegawai serta nilai penjualan barang dan jasa pemerintah daerah Provinsi mencakup biaya antara, belanja pegawai serta nilai penjualan barang dan jasa pemerintah desa, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah Provinsi, ditambah dengan biaya antara, belanja pegawai dan nilai penjualan barang dan jasa pemerintah pusat yang menjadi bagian dari biaya antara, belanja pegawai serta nilai penjualan barang dan jasa pemerintah daerah Provinsi. 34

45 Metodologi Pengeluaran Konsumsi Pemerintah ADH Konstan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah ADH harga konstan merupakan hasil penghitungan komponenkomponen neraca produksi ADH konstan. Biaya antara (belanja barang dan bantuan sosial) ADH konstan didapat dengan men-deflate biaya antara atas dasar harga berlaku dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) tanpa sektor ekspor. Sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan didapat dengan mengekstrapolasi nilai tambah bruto pada tahun dasar dengan indeks jumlah pegawai negeri sipil. Untuk penjualan barang dan jasa atas dasar harga konstan didapat dengan mempergunakan persentase penjualan barang dan jasa terhadap output pada harga berlaku Sumber Data Penghitungan konsumsi pemerintah menggunakan data laporan keuangan pemda provinsi, kabupaten/ kota dan desa yang diperoleh dari daftar K1, K2 dan K3 (kuesioner BPS). Selain itu digunakan juga Neraca Produksi Pemerintah Pusat dan Hankam (ADHB) yang diperoleh dari BPS RI serta data indeks jumlah pegawai dan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). 35

46 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Pembentukan Modal Tetap Bruto Konsep dan Definisi PMTB didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri, dikurangi penjualan neto barang modal bekas. Diperhitungkannya barang modal bekas dari luar negeri sebagai barang modal baru di dalam negeri, karena nilainya secara ekonomi belum diperhitungkan. Barang modal juga dapat diartikan sebagai barang atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi secara berulangulang dan mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih. PMTB yang terdiri dari berbagai jenis dan wujud barang modal (kapital) ini dapat dibedakan menjadi tiga penggolongan atau klasifikasi pokok yaitu : menurut jenis barang, menurut sektor penguasa/pemilik (holder) dan menurut institusi. Penggolongan tersebut didasarkan pada jenis barang modal, perilaku pemilikan/ penguasaan barang modal serta institusi atau kelembagaan yang menguasainya, dengan uraian masing-masing sebagai berikut PMTB menurut jenis barang terdiri dari: i) Penambahan dikurangi pengurangan aset (harta) tetap baik baru maupun bekas yang dirinci menurut jenis aset seperti: bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat 36

47 Metodologi tinggal, bangunan lainnya, mesin & peralatannnya, kendaraan dan ternak, ii) Perbaikan besar aset berwujud, dan iii) Biaya transfer kepemilikan aset PMTB Menurut Sektor/Lapangan Usaha Yang dimaksud di sini adalah barang modal yang dimiliki atau dikuasai oleh sektor sektor ekonomi produksi (produsen) yang digunakan dalam proses produksinya. Sektor-sektor ekonomi yang secara garis besar terdiri dari sektor primer, sekunder dan tertier ini secara rinci terdiri atas sektor-sektor: Pertanian; Pertambangan & penggalian; Industri pengolahan; Listrik, gas & Air bersih; Bangunan/Konstruksi; Perdagangan, Hotel & Restoran; Pengangkutan & Komunikasi; Bank & lembaga keuangan; Pemerintahan umum serta Jasa-jasa. Rincian PMTB pada setiap lapangan usaha adalah sebagai berikut: 1) Di sektor pertanian mencakup semua bangunan bukan tempat tinggal yang digunakan oleh para petani untuk menyimpan hasil produksi, bangunan dan saluran air untuk irigasi, peningkatan mutu tanah, penanaman dan perluasan perkebunan, mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan untuk pertanian serta perbaikan besarbesaran atas mesin tersebut, dan pembelian ternak perah dan ternak yang dipelihara untuk diambil susu atau telurnya serta alat-alat penangkapan ikan dan tempat pemeliharaannya. 2) Di sektor pertambangan terdiri dari perluasan areal pertambangan dan bangunannya, mesin-mesin dan alat 37

48 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 alat perlengkapan pertambangan serta perbaikannya, kendaraan/alat pengangkut yang dipakai dalam usaha pertambangan dan barang-barang modal lainnya yang digunakan sebagai alat dalam berproduksi di sektor pertambangan. 3) Di sektor industri pengolahan adalah semua barangbarang modal seperti gedung-gedung, kendaraan, mesinmesin dan alat-alat perlengkapan yang dipakai dalam usaha industri pengolahan termasuk perbaikannya. 4) Di sektor listrik, gas dan air bersih mencakup pembuatan pembuatan proyek pembangkit tenaga listrik, transmisi dan gardu distribusi beserta kantor-kantornya, dan pembelian / penambahan prasarana produksi di sektor gas dan air minum. Di sektor bangunan / konstruksi adalah semua pembelian / penambahan prasarana produksi yang diperlukan dalam kegiatan konstruksi. Termasuk di sini kantor beserta peralatannya, alat-alat besar dan kendaraan yang digunakan dalam menunjang kegiatan sektor konstruksi. 5) Di sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah semua barang modal yang dimiliki dan digunakan dalam kegiatan usaha yang meliputi bangunan bukan tempat tinggal beserta peralatan produksi yang ada, alat-alat transpor dan mesin-mesin yang dipakai. Termasuk juga asrama yang disediakan perusahaan untuk tempat tinggal pegawainya. 6) Di sektor transportasi dan komunikasi modal adalah semua kendaraan yang dioperasikan antara lain: bus, truk, sado, bajay, becak, dan lain-lain, alat-alat angkutan di sungai, laut dan udara, kereta api termasuk kantor-kantor 38

49 Metodologi perusahaan jawatan kereta api serta pembuatan jalanjalan kereta api, dan stasiun-stasiun dengan ramburambunya, bangunan bukan tempat tinggal dan kendaraan-kendaraan yang digunakan untuk menunjang usaha angkutan. 7) Di sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, real estate dan jasa perusahaan mencakup bangunan bukan tempat tinggal yang dimiliki dan digunakan untuk operasi perbankan, kendaraan yang dimiliki dan dipakai untuk menunjang kegiatan perbankan. Termasuk juga kantorkantor perwakilan perbankan beserta peralatan yang digunakan. 8) Di sektor pemerintahan hanya barang-barang modal yang dibeli, dibuat atau diadakan oleh pemerintah untuk menunjang terlaksananya kegiatan administrasi pemerintahan saja. Barang-barang modal yang dimaksud adalah seperti gedung-gedung / kantor-kantor pemerintah, pembelian mobil pemadam kebakaran beserta peralatannya dan sebagainya, yang semuanya digunakan sebagai alat dari instansi-instansi pemerintah dalam memberikan jasa/pelayanan kepada masyarakat. Termasuk di sini pembuatan jalan-jalan baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Pembelian barang-barang modal oleh pemerintah untuk perusahaan-perusahaan negara dalam rangka bantuan pemerintah tidak termasuk dalam pembentukan modal sektor pemerintah melainkan merupakan pembentukan modal oleh perusahaan-perusahaan yang menerima sumbangan tersebut, misalnya pemerintah menyediakan anggaran untuk memperluas pabrik semen maka semua 39

50 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 pengeluaran baik untuk pembuatan bangunannya maupun untuk pembelian mesin-mesin adalah merupakan pembentukan modal di sektor industri pengolahan. 9) Di sektor jasa-jasa, berupa gedung bioskop, ternak sirkus atau taman hiburan, peralatan kantor, kendaraan dan sebagainya PMTB Menurut Institusi Penggolongan ini menjelaskan tentang barang modal yang dimiliki atau dikuasai oleh pelaku-pelaku ekonomi (institusi) untuk digunakan dalam proses produksinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Institusi di sini dibedakan menurut Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) & Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta usaha swasta lainnya (termasuk usaha rumah tangga) yang meliputi: 1) Pemerintah mencakup pengeluaran untuk barang modal oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang berupa, pembuatan gedung atau bangunan kantor, perumahan dinas, bangunan sekolah, bangunan puskesmas, jalan & jembatan dan infrastruktur lainnya. 2) BUMN/D, barang modalnya antara lain : lapangan terbang, pelabuhan, telekomunikasi, kereta api, pesawat terbang dan sebagainya 3) Swasta dan rumah tangga, barang modal yang dikuasai dapat berupa bangunan, mesin-mesin, kendaraan dan sebagainya. 40

51 Metodologi Metode Penghitungan Baik untuk estimasi nilai PMTB dapat dilakukan melalui metode langsung maupun tidak langsung. Setiap daerah bisa menetapkan metode mana yang paling tepat digunakan, karena masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu pemilihan penggunaan salah satu metode tersebut harus mengacu pada tingkat ketersediaan data dasarnya. Estimasi penghitungan PMTB dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu: secara langsung dan secara tidak langsung. Secara konseptual metode langsung merupakan cara yang relatif paling dapat dilakukan. Melalui pengumpulan data pada seluruh unit-unit usaha maka akan diperoleh data tentang PMTB. a. Pendekatan secara langsung Penghitungan dilakukan dengan cara menjumlah-kan seluruh nilai PMTB yang terjadi pada setiap sektor kegiatan ekonomi (lapangan usaha). Pendekatan dengan cara ini menuntut tersedianya data PMTB yang dikuasai oleh seluruh sektor lapangan usaha secara rinci. Padahal barang modal yang dikuasai oleh sektor-sektor tersebut sangatlah beragam. Penilaian PMTB adalah atas dasar harga pembeli, yaitu harga barang modal ditambah dengan biaya-biaya lain yang dike luarkan, seperti biaya transport, biaya instalasi dan biaya-biaya lain yang berkaitan dengan pengadaan barang modal tersebut, termasuk pula biaya bea masuk dan pajak tak langsung. 41

52 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 b. Pendekatan secara tidak langsung Disebut juga sebagai metode arus komoditas (commodity flow) atau pendekatan dari sisi penyediaan barang modal. Pendekatan dengan cara ini membutuhkan ketersediaan data dari sisi penyediaan barang modal (supply side), baik dari produksi domestik maupun dari wilayah lain. Metode ini masih banyak digunakan di banyak negara karena alasan kemudahannya secara teknis. Estimasi nilai PMTB dalam bentuk bangunan dilakukan dengan menggunakan rasio tertentu terhadap output sektor konstruksi, baik untuk perhitungan atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. Pada jenis barang modal ini diasumsikan semuanya berasal dari produksi domestik. Estimasi nilai PMTB yang berupa mesin, angkutan dan barang modal lainnya dibedakan menurut barang modal yang berasal dari produksi dalam negeri dan yang berasal dari import. Penghitungan PMTB berupa mesinmesin, alat angkutan dan barang modal lainnya yang berasal dari dalam negeri diperoleh dengan 2 cara, yaitu yang pertama mengalokasikan output mesin, angkutan dan barang modal lainnya yang menjadi bagian dari pembentukan modal, ditambah biaya angkut dan margin perdagangan. Dari perhitungan tersebut akan diperoleh estimasi PMTB atas dasar harga berlaku. Untuk memperoleh pembentukan modal yang berupa mesin-mesin, alat angkutan dan barang modal lainnya atas dasar harga konstan adalah dengan mendeflate PMTB atas dasar harga berlaku dengan IHPB 42

53 Metodologi masing-masing jenis barang yang sesuai. Apabila data IHPB tidak tersedia maka dapat dilakukan dengan metode ekstrapolasi yaitu mengalikan nilai barang modal pada seri harga konstan dengan indeks volume masing-masing jenis barang modal. Sebagai contoh PMTB mesin, angkutan dan barang modal lainnya yang berasal dari dalam negeri yang diperoleh dengan cara ekstrapolasi yaitu dengan menggunakan indeks produksi Industri Pengolahan 5 digit KLUI (tertimbang) dari masing-masing jenis barang sebagai ekstrapolatornya. Kemudian untuk memperoleh nilai berlakunya, nilai pembentukan modal berupa atas harga konstan tersebut direflate dengan indeks harga masing-masing jenis barang modal. Estimasi PMTB yang berupa mesin-mesin, alat angkutan dan barang modal lainnya yang berasal dari impor dapat dilakukan melalui 2 (dua) tahapan, yaitu: Pertama dari PMTB atas dasar harga berlaku diperoleh nilai total barang impor, kemudian untuk merinci menjadi mesin-mesin, alat angkutan dan barang modal lainnya digunakan alokator barang modal impor dengan kode SITC 3 digit. Kedua untuk memperoleh PMTB atas dasar harga konstannya dideflate dengan menggunakan indeks harga yang sesuai sebagai deflatornya Sumber Data Data yang dibutuhkan untuk melakukan estimasi pembentukan modal adalah: a. Output bangunan dari Neraca Industri b. Nilai barang modal impor dari statistik distribusi perdagangan luar negeri 43

54 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 c. Laporan keuangan perusahaan (pendekatan langsung). d. Data dari survei industri besar dan sedang yang diambil dari blok tentang pembentukan modal pada daftar isian. e. Data PMTB di sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dari laporan perusahaannya masing-masing dan dari publikasi Statistik Energi BPS. f. Data PMTB di sektor bangunan dapat diperoleh melalui survei ke perusahaan-perusahaan kontraktor. g. Jumlah kendaraan yang dioperasikan oleh tiap subsektor pada sektor transpor dapat diperoleh dari dinas-dinas masing-masing angkutan, sedangkan pengeluaran untuk pembuatan terminal, pelabuhan, kantor-kantor dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan angkutan diperoleh dengan mengadakan survei ke perusahaan-perusahaan angkutan. h. Untuk angkutan kereta api dapat diambil dari publikasi yang diterbitkan oleh PT Kereta Api. i. PMTB di sektor komunikasi adalah semua kantorkantor beserta jaringan telepon dan telegrap, pekerjaan pembuatan instalasi telepon beserta sentralnya, semua peralatan telekomunikasi, kantorkantor dan peralatan pengangkutan yang digunakan dalam pelayanan jasa telekomunikasi kepada masyarakat. Data PMTB untuk sektor komunikasi dapat diperoleh dari publikasi PT Pos dan PT Telekomunikasi untuk setiap wilayah. 44

55 Metodologi 2.5. Perubahan Stok Konsep dan Definisi Inventori merupakan persediaan barang (jadi maupun setengah jadi) pada unit institusi yang tidak terpakai pada proses produksi atau belum selesai diproses atau belum terjual, sedangkan perubahan inventori adalah selisih antara nilai inventori pada akhir periode pencatatan dengan nilai inventori pada awal periode pencatatan. Perubahan inventori menjelaskan tentang perubahan posisi barang inventori yang bisa bermakna pertambahan (tanda positif) atau pengurangan (bertanda negatif) Secara umum Inventori ini meliputi: - Barang yang dibeli tetapi belum terpakai untuk proses produksi ; - Barang yang belum selesai dalam proses produksi ; - Barang yang belum terjual ; - Ternak potong ; - Barang tahan lama yang masih dalam proses penyelesaian : seperti mesin-mesin, pesawat udara, kapal laut dan sejenisnya Metode Penghitungan Pada seri penghitungan sebelumnya, perubahan inventori dihitung dengan cara residual atau selisih atau perbedaan antara total PDRB sektoral dengan total PDRB penggunaan. Dengan demikian maka pada komponen ini selain mencakup perubahan stok atau inventori termasuk juga diskrepansi statistik. Karena perubahan inventori 45

56 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 merupakan komponen penting dalam penghitungan investasi maka sebaiknya komponen ini dihitung secara terpisah. Dalam pengukurannya perubahan inventori merupakan satu-satunya komponen yang bisa mempunyai 2 (dua) tanda, positif dan negatif. Positif dalam arti terjadi penambahan barang inventori sedangkan negatif apabila terjadi pengurangan barang inventori dari persediaan (stok) yang ada. Metodologi yang dapat digunakan dalam menghitung perubahan inventori ini adalah dengan menggunakan 2 (dua) model pendekatan yakni dari sisi korporasi atau unit usaha sebagai pendekatan langsung dan dari sisi komoditi sebagai pendekatan tidak langsung. Dilihat dari sisi manfaatnya pendekatan secara langsung akan menghasilkan data yang relatif lebih baik dibandingkan dengan pendekatan tidak langsung. Pendekatan komoditi hanya dapat dilakukan jika data tentang posisi inventori tersedia secara rinci dan berkesinambungan Sumber Data Sumber data perubahan inventori: a. Data komoditi Pertambangan dari publikasi statistik Pertambangan dan Penggalian; b. Data komoditas perkebunan; c. Laporan keuangan perusahaan-perusahaan terkait; d. Indeks harga implisit PDRB sektoral terpilih, dan e. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) terpilih. 46

57 Metodologi 2.6. Ekspor dan Impor Konsep dan Definisi Ekspor barang dan jasa merupakan suatu komponen dari permintaan akhir. Impor merupakan sumber penyediaan barang dan jasa. Impor bukan asli produksi domestik jadi harus dikurangkan dari total penggunaan dalam PDRB. Ekspor dan impor barang dan jasa meliputi angkutan dan komunikasi, jasa asuransi serta barang dan jasa lain seperti jasa perdagangan yang diterima pedagang suatu daerah karena mengadakan transaksi penjualan di luar daerah dan pembayaran biaya kantor pusat perusahaan induk oleh cabang dan anak perusahaan di luar daerah. Pembelian langsung di pasar suatu daerah oleh bukan penduduk termasuk ekspor barang dan jasa, serta pembelian di luar daerah oleh penduduk daerah tersebut dikategorikan sebagai impor. Pengeluaran untuk biaya perjalanan yang dibayar oleh majikan diperlakukan sebagai ekspor dan impor barang dagangan dan bukan sebagai pembelian langsung. Yang tidak termasuk ekspor dan impor barang adalah barang milik penduduk atau bukan penduduk suatu daerah yang melintasi batas geografis suatu daerah karena merupakan tempat persinggahan, barang untuk peragaan, barang contoh dan barang untuk keperluan sehari-hari wisatawan mancanegara / domestik. 47

58 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Ekspor barang antar negara dinilai dengan harga f.o.b. (free on board), sedangkan impor barang dinilai dengan harga c.i.f. (cost, insurance and freight). Ekspor jasa dinilai pada saat jasa tersebut diberikan ke bukan penduduk, sedangkan impor jasa dinilai pada saat jasa diterima oleh penduduk. Penduduk yang dimaksud di sini adalah lembaga pemerintah, perorangan, perusahaan swasta, perusahaan negara serta lembaga swasta non profit yang berada di daerah tersebut Metode Penghitungan Pada dasarnya metode pengukuran jenis transaksi eksternal (baik antar-negara maupun antar-provinsi) ini memiliki kesamaan prinsip, dalam artian yang satu akan menambah jumlah PDRB dan yang lainnya akan mengurangi jumlah PDRB. Perbedaan yang sangat mendasar adalah dalam hal penilaian, karena menyangkut alat pembayaran atau uang, khususnya bagi transaksi ekspor dan impor. 48

59 Metodologi Ekspor Barang dan Jasa Langkah awal untuk mengestimasi nilai ekspor barang adalah dengan mengumpulkan data ekspor barang dari Statistik Ekspor BPS yang nilainya dalam satuan dolar Amerika dalam dua digit HS (sekitar 100 komoditas). Selanjutnya nilai ekspor barang dalam dolar AS tersebut disederhanakan menjadi 33 sektor ekonomi. Kemudian dikonversikan ke dalam rupiah dengan cara mengalikan nilai dalam dolar AS tersebut dengan kurs harga ekspor tertimbang. Langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai ekspor yang berasal dari pembelian langsung. Nilai ekspor pembelian langsung ini juga harus dikonversikan ke dalam nilai rupiah dengan cara mengalikannya dengan nilai kurs dolar ekspor secara tertimbang. Kemudian nilai pembelian ekspor secara langsung tersebut ditambahkan dengan nilai pembelian secara tidak langsung menjadi total nilai ekspor barang. Untuk ekspor jasa, data dikumpulkan dari Neraca Pembayaran Luar Negeri (yang dikeluarkan oleh BI dan IMF), di mana nilainya juga masih dalam satuan dolar AS. Untuk menjadikannya ke dalam rupiah digunakan nilai kurs ekspor tertimbang. Total ekspor dalam 33 sektor diperoleh dengan cara menjumlahkan ekspor barang yang sudah memperhitungkan pembelian langsung ditambah dengan ekspor jasa. Nilai ekspor yang masih dalam satuan rupiah (hasil konversi nilai ekspor dalam dolar AS menjadi rupiah) tersebut merupakan nilai ekspor atas dasar harga berlaku. Untuk menjadikannya ke dalam harga konstan, nilai ekspor atas harga berlaku tersebut harus dideflate dengan 49

60 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 menggunakan indeks harga per unit (IHPU) ekspor sebagai deflatornya. Indeks Harga Per Unit (IHPU) digunakan untuk mendeflate nilai ekspor maupun atas harga berlaku menjadi nilai ekspor dan impor atas dasar harga konstan Impor Barang dan Jasa Untuk melakukan estimasi nilai impor, pada dasarnya sama dengan proses estimasi nilai ekspor. Baik nilai ekspor maupun nilai impor dinilai berdasarkan harga barang di atas kapal negara peng-ekspornya sehingga dalam konteks ini biaya-biaya lainnya diabaikan. Untuk nilai impor jasa yang juga dalam satuan dolar AS datanya diperoleh dari BOP (Balance of Payment). Selanjutnya nilai impor yang dalam dolar AS tersebut dikonversikan ke dalam rupiah dengan cara mengalikannya dengan kurs impor tertimbang. Nilai hasil perkalian tersebut merupakan nilai dalam rupiah atas dasar harga berlaku. Nilai impor yang masih dalam satuan rupiah (hasil konversi nilai impor dalam dolar AS menjadi rupiah) tersebut merupakan nilai impor atas dasar harga berlaku. Untuk menjadikannya ke dalam harga konstan, nilai impor atas harga berlaku tersebut harus di-deflate dengan menggunakan indeks harga per unit (IHPU) impor sebagai deflatornya. Indeks Harga Per Unit (IHPU) ini digunakan untuk mendeflate nilai ekspor dan impor atas harga berlaku menjadi nilai ekspor dan impor atas dasar harga konstan. 50

61 Metodologi Sumber Data Untuk membuat estimasi nilai ekspor dan impor PDB digunakan bermacam jenis data yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Statistik Ekspor dan Impor yang diterbitkan oleh BPS, Neraca Pembayaran, baik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) maupun International Monetary Fund (IMF), kemudian data dari Departemen Pertambangan dan Energi. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan diuraikan secara rinci, masing-masing sumber data tersebut. a. Publikasi Statistik Ekspor dan Impor Barang, BPS Dari publikasi ini, diperoleh data nilai ekspor dan impor barang dalam dolar AS b. Neraca Pembayaran BI dan IMF Dari publikasi ini dapat diperoleh data tentang transaksi ekspor dan impor jasa dalam satuan dolar AS, serta kurs dolar AS. 51

62

63 III ANALISIS

64

65 ANALISIS PDRB, dari sisi demand atau menurut penggunaan, merupakan gambaran permintaan akhir atau final demand terhadap barang dan jasa oleh berbagai agen ekonomi yang ada di suatu daerah yaitu Rumahtangga, Swasta, dan Pemerintah. Permintaan ini, sebagian dipenuhi oleh barang dan jasa yang diproduksi di dalam daerah tersebut dan sebagian lagi dipenuhi dari luar daerah atau impor. Oleh karena itu, impor barang dan jasa menjadi pengurang dari nilai PDRB nya. Sedangkan kelebihan supply nya, sebagian diekspor untuk memenuhi permintaan luar daerah tersebut dan sebagian yang lain disimpan untuk kepentingan persediaan. Selama tahun 2011, kondisi perekonomian Banten berangsur-angsur keluar dari tekanan ekonomi sebagai pengaruh terjadinya krisis ekonomi global pada beberapa tahun sebelumnya. Pemulihan nampak pada perubahan struktur permintaan yang sedikit berkurang pada komponen konsumsi rumahtangga, serta meningkatnya porsi investasi dan ekspor. Laju konsumsi rumahtangga melambat terjadi pada komoditi non makanan sehingga mampu menahan laju konsumsi rumahtangga di tahun 2011 pada level 5,17 persen melambat dibanding tahun 2010 yang sebesar 5,39 persen. 55

66 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Secara nominal, perubahan perekonomian juga dapat terdeteksi dengan semakin bertambahnya level ekonomi Banten pada tahun 2011 hingga menjadi sebesar 192,22 triliun rupiah, padahal pada tahun sebelumnya masih sebesar 171,69 triliun rupiah. Apabila dibandingkan dengan tahun 2010, maka level ekonomi Banten pada sepanjang periode tahun bertambah sebesar 20,53 triliun rupiah atau mengalami peningkatan sebesar 11,96 persen per tahun. Peningkatan ini, juga disertai oleh meningkatnya pendapatan perkapita (PDRB Perkapita), yang pada sepanjang periode tersebut bertambah sebesar 1,45 juta rupiah per tahun, sehingga menjadi 17,59 juta rupiah di tahun Sementara itu, jika diamati ke dalam struktur permintaan akhirnya, terlihat bahwa kontribusi tertinggi dalam pembentukan PDRB Banten pada sepanjang periode tahun , selalu didominasi oleh Komponen Konsumsi Rumahtangga dan Lembaga non Profit, yaitu dengan share sebesar 45,29 persen di tahun 2010 dan 45,14 persen di tahun Disusul kemudian oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau Komponen Investasi, dengan share sebesar 31,81 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 32,20 persen di tahun Secara lengkap struktur permintaan akhir dari tahun 2010 ke tahun 2011 tidak banyak mengalami pergeseran, dimana pada tahun 2010 komponen Perubahan Inventori masih mengambil porsi terkecil dalam struktur permintaan akhir yaitu sebesar 0,48 persen dari total PDRB dibawah komponen Konsumsi Pemerintah yang mencapai porsi 4,36 persen. Kontribusi tersebut bertahan hingga tahun

67 Analisis dengan share mencapai sebesar 0,51 persen untuk Perubahan Inventori, begitupun dengan Komponen Pemerintah pada tahun 2011 ini tetap mengambil porsi pada kisaran 4,76 persen dari total PDRB Banten. Komponen Ekspor Netto juga masih berada pada kelompok ketiga terbesar dengan porsi sebesar 17,39 persen pada tahun 2011, sedikit menurun porsinya dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 18,06 persen. Grafik 3.1. Perbandingan Share Komponen PDRB Penggunaan di Provinsi Banten Tahun 2010 dan 2011 (persen) KRT Pemerintah PMTB P.Inventori Net Ekspor Keterangan : Konsumsi Rumah Tangga dan Lembaga non profit (KRT), Pengeluaran Pemerintah (Pemerintah), Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Perubahan Stok (P.Inventori), Ekspor minus Impor (Net Ekspor) 57

68 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Adanya dominasi Komponen Konsumsi Rumah tangga ini, dapat bersifat merugikan sekaligus menguntungkan ekonomi Banten. Bersifat merugikan karena ekonomi Banten menjadi berpotensi untuk selalu dibayangi inflasi yang cukup tinggi sekaligus menjadi sangat rentan terhadap inflasi. Potensi inflasi terjadi sesuai dengan hukum permintaan, yaitu jika permintaan terhadap suatu barang dan jasa meningkat maka harga barang tersebut akan merangkak naik dengan sendirinya, yang secara agregat berarti terjadi inflasi karena faktor tarikan permintaan atau demand-pull inflation. Apabila cukup tinggi, maka inflasi tersebut dapat mengurangi perkembangan daya beli masyarakat sekaligus dapat mengurangi Komponen Konsumsi Rumahtangga dan mengurangi pertumbuhan ekonomi Banten. Selanjutnya, dominasi Komponen Konsumsi Rumahtangga dapat juga menguntungkan, khususnya bila sisi foreign demand nya terganggu seperti yang terjadi pada tahun-tahun yang lalu. Ekonomi Banten masih tetap dapat tumbuh dengan mengandalkan Komponen Konsumsi Rumahtangganya. Sedangkan, tekanan berat yang telah dilewati pada sisi demand ekonomi Banten tahun lalu, akan langsung terlihat apabila dilakukan penelaahan pada pertumbuhan ekonominya. Ekonomi Banten sendiri pada tahun 2011 telah mampu tumbuh sebesar 6,43 persen, yaitu dari 88,53 triliun rupiah di tahun 2010 menjadi 94,22 triliun rupiah pada tahun 2011, atau mengalami pertumbuhan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang juga tumbuh sebesar 6,08 persen. Petumbuhan ini merupakan 58

69 Analisis indikasi bahwa ekonomi Banten sedikitnya telah keluar dari dalam tekanan. Tabel 3.1. Pertumbuhan dan Andil Komponen PDRB Penggunaan di Provinsi Banten, Tahun 2011 (persen) Komponen Penggunaan Pertumbuhan Andil Konsumsi Rumah Tangga 5,17 1,94 Konsumsi Lembaga Nirlaba 9,31 0,04 Pengeluaran Pemerintah 9,04 0,27 PMTB 8,23 1,38 Perubahan Stok 7,88 0,03 Ekspor Neto 6,62 2,77 Ekspor 11,59 12,26 (Impor) 14,84 9,49 P D R B 6,43 6,43 Apabila diperhatikan komposisi pertumbuhannya (Tabel 3.1.), dapat diduga bahwa membaiknya kinerja perekonomian Banten pada tahun 2011 disebabkan oleh meningkatnya permintaan baik domestik maupun untuk kebutuhan ekspor. Kondisi ini dapat ditunjukkan pada pertumbuhan Komponen Ekspor netto yang tumbuh sebesar 6,62 persen, lebih cepat dari tahun 2010 yang sebesar 6,45 persen. Pada tahun 2011 ini Komponen Ekspor Netto memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Banten sebesar 2,77 basis points (bps). Walaupun dari sisi foreign demand, tercatat bahwa ekspor Banten di tahun 2011 tumbuh sedikit melambat hingga 11,59 persen dari tahun sebelumnya yang mengalami 59

70 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 tumbuh sebesar 11,86 persen, namun komponen impor juga tumbuh melambat hingga 14,84 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,72 persen, kondisi ini masih mampu menciptakan pertumbuhan secara ekspor netto di tahun 2011 hingga sebesar 6,62 persen, atau lebih cepat dari tahun 2010 yang tumbuh sebesar 6,45 persen. Disamping itu pertumbuhan impor Banten jika ditinjau menurut komoditinya tidak terlalu merisaukan, karena impor Banten didominasi oleh impor bahan baku dan barang modal industri pengolahan yang menunjang ekspor di waktu kemudian. Di satu sisi, ekspor Banten sendiri lebih banyak didominasi oleh produk Sektor Industri Pengolahan, dimana sejak tahun 2009 ketika permintaan dari luar negeri mengalami pelemahan, banyak perusahaan industri yang memilih untuk mengurangi produksinya atau hanya menghabiskan stok dan persediaan bahan baku. Akibatnya, Komponen Perubahan Inventori mengalami pertumbuhan yang melambat sebesar 7,88 persen mengikuti pertumbuhan yang terjadi pada Komponen Ekspor dan perlambatan impor terutama untuk komoditas bahan baku dan penolong yang berasal dari impor. 60

71 Analisis Sementara itu, seiring mulai membaiknya permintaan terhadap produk-produk industri Banten serta adanya optimisme iklim berusaha yang semakin baik di masa datang, telah mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan investasi serta kapasitas produksinya. Gejalanya nampak pada Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mengalami pertumbuhan sebesar 8,23 persen di tahun 2011 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,55 persen. Selanjutnya komponen Konsumsi Pemerintah pada tahun 2011 tumbuh sebesar 9,04 persen, tumbuh secara signifikan dibandingkan tahun 2010 yang hanya tumbuh sebesar 1,08 persen. Konsumsi Lembaga Nirlaba, juga mengalami pertumbuhan menjadi sebesar 9,31 persen dari tahun sebelumnya yaitu 9,14 persen. Bila diamati dari sisi andil, komponen Ekspor Netto merupakan komponen yang masih mampu memberikan sumbangan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Banten. Tercatat, dari total pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2011 sebesar 6,43 persen; 2,77 bps nya disumbang oleh komponen Ekspor Netto. Sedangkan komponen Konsumsi Rumahtangga; Pembentukan Modal Tetap Bruto; Konsumsi Lembaga Nirlaba; Konsumsi Pemerintah dan Perubahan Stock masing-masing memberikan andilnya sebesar 1,94 bps; 1,38 bps; 0,04 bps; 0,27 bps; dan 0,03 bps terhadap total pertumbuhan ekonomi Banten di tahun

72 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga Rumahtangga merupakan salah satu agen ekonomi yang dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga perannya dalam perekonomian suatu negara tidak dapat diabaikan. Akan tetapi secara teori, hal tersebut hanya berlangsung dalam jangka pendek, sesuai dengan pendapat John Maynard Keynes, peletak dasar ilmu ekonomi makro, yaitu demand creates its own supply. Dalam pengertian Keynes, demand tersebut adalah Pengeluaran Pemerintah. Tapi sepertinya bisa diterapkan untuk Konsumsi Rumahtangga, dengan memperhatikan perannya yang demikian dominan dalam perekonomian Provinsi Banten. Tetapi, mengapa hanya dalam jangka pendek, yaitu ketika perekonomian berada dalam ketidakseimbangan, karena menurut Keynes sendiri, in the long run we're all dead. Sedangkan dalam jangka panjang, yaitu ketika ekonomi berada dalam keseimbangan, sesuai kaidah kaum Klasik, supply lah yang berperan. Secara empiris, kemampuan Konsumsi Rumah Tangga dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jelas terbatas karena sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau daya beli masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat perkembangan daya beli masyarakat di Banten diantaranya: Pertama, inflasi masih cukup tinggi terjadi di Banten pada tahun 2011 ini yang mencapai 5,19 persen. Kedua, fluktuasi kenaikan suku bunga kredit yang dapat berimbas kepada kehilangan kesempatan masyarakat untuk mendapatkan kredit konsumsi yang murah, sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat. Ketiga, masih adanya PHK pada Sektor Industri 62

73 Analisis Pengolahan sebagai imbas dari krisis global yang belum sepenuhnya pulih, sehingga mempengaruhi foreign demand terhadap komoditas ekonomi Banten, dan secara agregat mengurangi daya beli masyarakat. Ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat sehingga masyarakat cenderung untuk menahan konsumsinya, terutama untuk barang dan jasa non kebutuhan pokok. Dengan memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tersebut, nampaknya Konsumsi Rumah tangga di Banten pada tahun 2011 ini mengalami pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhannya dipengaruhi oleh komponen Konsumsi Makanan dan Non Makanan yang pada tahun 2011 ini masing-masing tumbuh sebesar 4,75 persen dan 5,61 persen. Pertumbuhan yang melambat terjadi pada komponen Non Makanan dibandingkan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 6,62 persen, sedangkan untuk komponen Konsumsi Makanan tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 4,26 persen. Untuk Komponen Konsumsi Non Makanan sendiri pertumbuhannya terus mengalami fluktuasi, dimana pada tahun 2009 sempat tumbuh hingga 7,41 persen kemudian melambat di tahun 2010 menjadi sebesar 6,62 persen, dan kemudian melambat kembali pada tahun 2011 ini. Hal ini, dapat mengindikasikan terjadinya suatu perkembangan daya beli masyarakat yang kurang menggembirakan serta menunjukkan suatu kecenderungan ekspektasi masyarakat untuk menahan konsumsi barang dan jasa non kebutuhan pokok atau non makanan. 63

74 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Demikian juga dengan pertumbuhan persentase Konsumsi Non Makanan secara nominal pada tahun 2011 (Grafik 3.2.) telah menunjukkan porsi Konsumsi Non Makanan yang terus berkurang. Walaupun demikian, perlambatannya masih berada pada kisaran yang sama setiap tahunnya yaitu sebesar 23 persen. Dengan demikian, bila percepatan pertumbuhan pada Komponen Konsumsi Rumahtangga terus meningkat secara signifikan, yang disebabkan oleh adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat Banten secara riil maka porsi non makanan akan cenderung terus meningkat, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat di provinsi Banten Grafik 3.2. Perkembangan Porsi Non Makanan Dalam Konsumsi Rumahtangga di Banten Tahun (persen) Nominal Riil

75 Analisis 3.2. Konsumsi Lembaga Nirlaba Perilaku Lembaga Nirlaba dalam mengkonsumsi barang dan jasa, sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan Rumahtangga, hal ini karena secara prinsip operasionalnya tidaklah mengandung motif pencarian untung. Selain itu, berbeda dengan Konsumsi Rumahtangga, share nya dalam Pendapatan Nasional sangat kecil. Oleh karena itu, dalam banyak literatur mengenai Pendapatan Nasional, penghitungan dan analisis Konsumsi Lembaga Nirlaba menyatu dengan Konsumsi Rumahtangga. Di Banten sendiri, share Konsumsi Lembaga Nirlaba sangatlah kecil, yaitu secara rata-rata sepanjang periode hanya 0,58 persen. Selain itu, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 9,23 persen per tahun selama periode yang sama, andilnya dalam perekonomian Banten tidak pernah melewati batas 0,04 persen, suatu angka yang dapat dikatakan kurang signifikan. Walaupun demikian, dengan telah dimulainya berbagai kegiatan pemilukada yang dilakukan berbagai ormas dan orpol telah menyebabkan Konsumsi Lembaga Nirlaba pada tahun 2011 tumbuh sebesar 9,31 persen atau meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 9,14 persen. 65

76 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Konsumsi Pemerintah Mengikuti anjuran Keynes, Pengeluaran Pemerintah sangat diharapkan dalam rangka mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Melalui pengeluarannya, Pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian Nasional dengan tujuan untuk meningkatkan PDB, menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengurangi kemiskinan. Intervensi Pemerintah dalam analisis perekonomian makro lebih dikenal sebagai kebijakan fiskal dan Pengeluaran Pemerintah merupakan salah satu instrumennya di luar pajak dan transfer pendapatan. Sepanjang periode tahun , realisasi pengeluaran atau belanja Pemerintah Provinsi Banten dalam APDB nya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dari 2,85 triliun rupiah pada tahun 2010 menjadi 3,90 triliun rupiah di tahun 2011, yang berarti secara nominal tumbuh sebesar 1,05 triliun rupiah. Apabila dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yang mencapai 7,48 triliun rupiah, maka pada tahun 2011 telah terjadi kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 22,29 persen. Secara riil komponen Konsumsi Pemerintah tahun 2011 tumbuh lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 1,08 persen pada tahun 2010 menjadi 9,04 persen di tahun Dilihat secara komposisi, belanja Pemerintah Banten terbagi menurut belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, dan belanja lainnya. Pada tahun 2011, nilai ketiga jenis belanja tersebut masing-masing adalah 66

77 Analisis 0,996 triliun rupiah, 1,174 triliun rupiah, 1,498 triliun rupiah dan 0,204 triliun rupiah. Dibanding tahun sebelumnya, belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya masing-masing meningkat sebesar 8,34 persen, 50,46 persen dan 51,52 persen. Sedangkan belanja modal sendiri mengalami kontraksi hingga sebesar minus 18,98 persen. Sehingga, dapat dikatakan bahwa peningkatan belanja Pemerintah Provinsi Banten lebih banyak digunakan untuk kepentingan belanja pegawai dan belanja barang dan jasa, yang menurut teori ekonomi makro, angka penggandanya jauh lebih kecil daripada angka pengganda bagi keperluan belanja modal. Oleh karena itu, belanja Pemerintah Banten sepertinya belum sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, dengan nilai sebesar itu, porsi belanja Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2011 terhadap PDRB nominalnya mengalami peningkatan yaitu menjadi sebesar 3,75 persen dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 1,66 persen dari total PDRB. Total Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Banten, pada tahun 2011 telah mencapai 7,88 triliun rupiah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, berarti terjadi penambahan sekitar 1,46 triliun rupiah atau meningkat 22,82 persen. Akan tetapi tetap saja secara nominal porsi Pengeluaran Pemerintah terhadap PDRB nya hanya sebesar 4,76 persen, sedikit lebih besar dari tahun sebelumnya yang mencapai 4,36 persen. Dengan porsi sekecil ini, pengeluaran Pemerintah sulit untuk diharapkan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten. 67

78 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Barro (1991) serta Dar dan Amir Khalkhali (2002), Richard Armey pada tahun 1995 merumuskan suatu hubungan antara porsi Pengeluaran Pemerintah terhadap PDB dengan Pertumbuhan Ekonomi. Menurut Armey, hubungan antara keduanya menyerupai huruf U yang terbalik atau inverted U-curve, dimana pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat seiring peningkatan pada porsi pengeluaran pemerintah dan setelah suatu saat mencapai titik jenuh, pertumbuhan ekonomi akan menurun terus dengan makin membesarnya porsi pengeluaran pemerintah. Menurutnya, hal ini terjadi karena porsi pengeluaran pemerintah mempunyai dua pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu peningkatan pajak akan mengurangi pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran Pemerintah akan meningkatkan marginal productivity of capital atau setiap tambahan belanja modal Pemerintah akan meningkatkan produktivitas dari akumulasi modal yang ada. Semuanya itu dilandasi oleh pemikiran bahwa Pemerintah akan menarik pajak lebih besar lagi untuk membiayai pengeluarannya yang semakin membesar, karenanya pengaruh pertama akan mendominasi ketika porsi pengeluaran Pemerintah semakin membesar, sedangkan pengaruh kedua lebih mendominasi apabila porsi pengeluarannya kecil. Pevcin (2005) dengan menggunakan data-data antar negara (cross-section), berhasil menemukan suatu porsi yang optimal dari Pengeluaran Pemerintah terhadap PDB yang dapat membawa perekonomian suatu negara tumbuh secara maksimal. Menurutnya, porsi yang optimal 68

79 Analisis itu adalah apabila Pengeluaran Pemerintah sekitar 36,56 persen sampai 42,12 persen dari PDB nya, dengan porsi sebesar itu Pengeluaran Pemerintah sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Grafik 3.3. Proporsi Pengeluaran Pemerintah terhadap PDRB Nominal dan Andil Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Banten Tahun (persen) Proporsi Andil Dengan porsi Pengeluaran Pemerintah sebesar 4,76 persen dari PDRB nominal, maka pada tahun 2011 andilnya terhadap pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten hanya sebesar 0,27 basis points. Nilai tersebut lebih tinggi daripada andil pada tahun 2010 yang sebesar 0,03 bps. Untuk tahun-tahun sebelumnya sepanjang periode , dapat dilihat secara lebih jelasnya pada Grafik

80 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Pembentukan Modal Tetap Bruto Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau Komponen Investasi merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Tidak seperti Konsumsi Rumahtangga, dominasi Komponen Investasi pada perekonomian suatu negara atau daerah, secara teoritis justru menyebabkan pertumbuhan ekonominya terus terjaga dan berkelanjutan atau sustainable growth. Bahkan, apabila dominasinya terus dipertahankan, dalam jangka panjang akan meningkatkan PDRB potensialnya dengan tanpa takut dihantui oleh melonjaknya inflasi. Sebagai komponen inti dalam menjaga agar perekonomian terus tumbuh secara berkelanjutan, maka investasi dalam skala besar baik yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun yang bersumber dari Penanaman Modal Asing (PMA) harus senantiasa diusahakan agar terus berdatangan ke Provinsi Banten, sehingga peranannya dalam perekonomian maupun sebagai sumber pertumbuhan ekonomi terus meningkat. Sepanjang periode tahun , secara ratarata setiap tahunnya terdapat 349 proyek PMA dan 74 proyek PMDN. Pada tahun 2011 proyek PMA yang terealisasi mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 49,29 persen atau dari 280 proyek menjadi 418 proyek. Nilai investasinyapun melonjak dari 1,54 miliar dollar menjadi 2,17 miliar dollar atau naik sebesar 40,64 persen di tahun Untuk PMDN pada tahun yang sama mengalami penurunan jumlah proyek sebesar 5,26 persen, yaitu dari 76 proyek pada tahun sebelumnya menjadi 72 70

81 Analisis proyek, begitupun dengan nilai investasinya yang menurun dari tahun 2010 yang sebesar 5.852,5 miliar rupiah menjadi 4.104,4 miliar rupiah di tahun Walaupun terjadi penurunan pada PMDN, secara total nilai investasi dengan terealisasinya proyek-proyek dengan nilai investasi tinggi tersebut masih mampu meningkatkan pertumbuhan Komponen Investasi pada tahun 2011 hingga sebesar 8,23 persen lebih cepat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 7,55 persen. Pertumbuhan komponen investasi yang lebih cepat tersebut, juga menyebabkan semakin bertambahnya andil komponen investasi, yaitu dari 1,25 bps pada tahun 2010 menjadi 1,38 bps di tahun Dengan meningkatnya andil pada komponen investasi sehingga komponen tersebut mulai berangsur-angsur mendominasi perekonomian Provinsi Banten, begitupun dengan share komponen investasi terhadap PDRB Banten semakin meningkat, yaitu dari 31,81 persen di tahun 2010 menjadi 32,20 persen pada tahun Tabel 3.2. Karakteristik Komponen Investasi Riil Terhadap PDRB di Provinsi Banten Tahun (persen) Tahun Share Pertumbuhan Andil ,08 3,47 0, ,61 9,81 1, ,53 12,02 1, ,54 4,73 0, ,77 7,55 1, ,05 8,23 1,38 71

82 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Perubahan Stok Perubahan Stok atau investasi persediaan, merupakan salah satu komponen permintaan akhir yang menggambarkan perilaku atau motif perusahaan dalam memproduksi barang. Motif-motif tersebut adalah pemerataan produksi atau production smoothing, memandang persediaan sebagai faktor produksi atau inventories as a factor of production, mencegah kehabisan barang atau stock-out avoidance dan persediaan sebagai suatu proses produksi yang belum selesai atau work in process. Meskipun peranannya dalam perekonomian suatu negara cenderung sangat kecil, bahkan menurut Mankiw (2003) share nya hanya sekitar satu persen, tapi volalitas atau pergerakannya membuat komponen Perubahan Stok menjadi pusat studi dari fluktuasi ekonomi. Hal ini dikarenakan, salah satu dari empat motif tersebut di atas adalah dapat menggambarkan kondisi perekonomian suatu negara atau daerah, yaitu apabila penjualan sedang menurun atau perekonomian sedang lesu, perusahaan memproduksi lebih banyak daripada yang dijual dan menyimpannya sebagai stok. Sedangkan pada saat booming, perusahaan akan memproduksi lebih sedikit dan menjual lebih banyak persediaannya. Jadi motif menyimpan stok di sini sebagai pemerataan produksi (production smoothing). Di Banten sendiri pada sepanjang periode tahun , share Komponen Perubahan Inventori secara rata-rata sekitar 0,72 persen per tahun dengan kecenderungan untuk terus mengalami penurunan. Pada 72

83 Analisis tahun 2011, share Komponen Perubahan Stok hanya sebesar 0,51 persen, sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 0,48 persen. Sedangkan, hubungan antara Komponen Perubahan Inventori dengan pertumbuhan ekonomi, sepertinya harus dijelaskan dengan mengikuti kerangka penelitian yang telah dilakukan oleh Mankiw (2003). Hasil penghitungan dengan menggunakan elastisitas deterministik untuk Banten diperoleh kesimpulan, yaitu untuk setiap satu persen pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama periode tahun akan menyebabkan perubahan stok menurun sebesar 4,39 persen Ekspor dan Impor Sejak berdiri pada tahun 2001, Ekonomi Banten setiap tahunnya selalu didominasi oleh Sektor Industri Pengolahan yang kebanyakan berorientasi ekspor dan juga mendominasi ekspor Banten pada setiap tahunnya. Oleh karena itu, ekonomi Banten sangat rentan terhadap shock atau gangguan yang berasal dari luar provinsi/luar negeri. Seperti diketahui, krisis ekonomi dan finansial global membuat ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan terutama Amerika Serikat, mengalami pelemahan ekonomi yang luar biasa. Akibatnya, permintaan terhadap produk barang dan jasa Indonesia menjadi berkurang. Disamping itu, permintaan luar negeri terhadap produk barang hasil Industri Pengolahan Banten juga berkurang. Sehingga, secara total ekspor hasil Industri Pengolahan Banten ke luar provinsi dan ke luar negeri menjadi berkurang. Berdasarkan data 73

84 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 ekspor-impor yang tercatat di Pelabuhan Cigading dan Merak, nilai nominal ekspor Banten ke luar negeri tahun 2011 adalah sebesar 10,15 miliar dollar AS. Bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 8,36 miliar dollar AS, berarti pada tahun 2011 terjadi pertumbuhan secara nominal sebesar 21,30 persen. Pertumbuhan ini, ternyata juga jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekspor Banten pada sepanjang periode tahun yang lalu sebesar 7,25 persen per tahun. Sehingga, dapat dikatakan bahwa ekspor Banten melalui Pelabuhan Cigading dan Merak pada tahun 2011 ini mulai menunjukkan trend pertumbuhan yang positif. Komponen Ekspor Antar Negara sendiri pada tahun 2011 tumbuh melambat sebesar 11,38 persen, setelah pada tahun sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 16,50 persen. Akan tetapi, data ekspor di atas sesungguhnya tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari kegiatan ekspor yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Banten, karena dalam praktiknya terdapat banyak perusahaan terutama yang terletak di Kabupaten dan Kota Tangerang melakukan kegiatan ekspor dan impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Karang, dan Bandara Soekarno- Hatta. Bagaimana dengan ekspor Provinsi Banten ke daerah lain, yang sepertinya tercakup dalam Komponen Ekspor Antar Provinsi. Disamping itu, data ekspor antar provinsi pun sayangnya tidak cukup lengkap tersedia. Meskipun demikian, pada tahun 2011 Komponen Ekspor Banten tercatat tumbuh melambat pada level 11,59 74

85 Analisis persen, dimana perlambatan terjadi pada komponen Ekspor Antar Negara, sedangkan ekspor antar provinsi masih mampu tumbuh sebesar 11,80 persen dibandingkan tahun 2010 yang hanya tumbuh sebesar 7,41 persen. Kondisi ini menyebabkan Komponen Ekspor itu sendiri di tahun 2011 masih mampu memberikan andil yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 12,26 bps, terhadap total pertumbuhan ekonomi Banten. Grafik 3.4. Andil Komponen Ekspor dan Impor terhadap PDRB Banten Tahun (basis point) Ekspor Impor Sementara itu, impor dilakukan karena adanya dua motivasi atau alasan. Pertama, dalam rangka memenuhi permintaan dari dalam maupun luar terhadap barang dan jasa hasil produksi Provinsi Banten yang dibutuhkan oleh sektor-sektor ekonomi terutama Sektor Industri 75

86 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Pengolahan. Sektor ini membutuhkan bahan baku (intermediate demand) maupun barang modal yang didatangkan dari luar Provinsi Banten, mungkin karena ketiadaan pasokan dari dalam atau untuk memenuhi suatu standar tertentu yang ditentukan oleh pihak importir untuk jenis produk yang akan diekspor. Kedua, impor dilakukan atas barang-barang konsumsi (final demand), yang didorong oleh meningkatnya permintaan domestik sebagai akibat meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Secara teoritis, impor bisa berarti buruk dan bisa berarti bagus bagi perekonomian. Jika impor dilakukan terhadap barang modal dan bahan baku, berarti impor dilakukan untuk kebutuhan produksi. Impor jenis ini akan meningkatkan output perekonomian atau mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, seperti di Jepang dan Korea yang dikenal dengan istilah import led growth (Lawrence dan Weinstein, 1999). Sedangkan impor akan barang-barang konsumsi, dalam jangka pendek setidaknya mengurangi cadangan devisa dan dalam jangka panjang akan merusak industri dalam negeri yang sejenis yang pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Jadi, impor barang-barang konsumsi buruk bagi perekonomian. Berdasarkan pengalaman selama ini, impor Banten setiap tahunnya selalu didominasi oleh impor bahan baku dan barang modal bagi keperluan Sektor Industri Pengolahan Banten. Akibatnya, menjadi mudah diduga, yaitu jika ekspor Banten mengalami penurunan maka secara otomatis impor Banten pun akan mengalami 76

87 Analisis penurunan. Tercatat setelah pada tahun 2009 mengalami kontraksi, Komponen Impor pada tahun 2010 kembali tumbuh sebesar 15,72 persen, dengan penyebab terbesar pada pertumbuhan yang terjadi pada Komponen Impor Antar Negara yang mencapai 16,01 persen. Pada tahun 2011, Komponen Impor mengalami perlambatan hingga 14,84 persen dimana perlambatan terjadi baik pada impor antar negara maupun antar provinsi. Akibatnya pada tahun 2011, Komponen Impor memberikan andil yang lebih besar dalam menurunkan laju perekonomian dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 9,49 bps dari tahun sebelumnya yang sebesar 9,21 persen. 77

88

89 IV AGREGAT PDRB MENURUT PENGGUNAAN

90

91 AGREGAT PDRB MENURUT PENGGUNAAN Berdasarkan data PDRB dapat diturunkan berbagai indikator ekonomi makro yang dapat dipakai dalam analisis deskriptif PDRB serta keterkaitannya dengan variabel sosial ekonomi lainnya. PDRB Banten yang diukur melalui pendekatan lapangan usaha dan penggunaan memberikan dua dimensi analisis yang berbeda, meskipun secara total nilai ekonominya sama besar. Dari dua dimensi ini paling tidak mampu menjelaskan bagaimana pendapatan diciptakan dan untuk apa digunakannya. Beberapa rasio (perbandingan relatif) juga akan disajikan untuk melengkapi analisis yang ada meskipun disadari masih adanya keterbatasan dalam informasi PDRB (Nominal) Agregat ini menjelaskan tentang besaran nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan dalam wilayah ekonomi domestik, masih terkandung nilai penyusutan (konsep bruto). PDRB dapat digunakan sebagai ukuran produktivitas karena menjelaskan tentang kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan produk domestik, yang digambarkan melalui pendekatan nilai tambah. Proses tersebut dapat berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan dukungan berbagai faktor 81

92 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 produksi serta sumber daya alam yang tersedia. Dengan demikian maka nilai tambah yang sebagian besar menggambarkan tentang balas jasa (kompensasi atas) faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal (kapital), dan keahlian, merupakan inti dari analisis PDRB di sini. Di sisi lain, PDRB menurut penggunaan atau permintaan akhir ini lebih menjelaskan tentang aspek konsumsi dan akumulasi, bukan aspek produksi. Dan dari seri data PDRB penggunaan ini akan diturunkan beberapa ukuran deskriptif yang berkaitan dengan PDRB maupun variabel pendukung lainnya (seperti rumahtangga dan tenaga kerja). Untuk melihat perkembangan tingkat pemerataan maka disajikan pula data PDRB perkapita yang selama ini digunakan sebagai proksi tentang pola dan perkembangan distribusi pemerataan dalam masyarakat. PDRB per kapita Banten juga menunjukkan peningkatan sejalan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk. Apabila Penduduk meningkat sekitar 2,70 persen (rata-rata ) maka PDRB ADHK meningkat sekitar 2,83 persen pada masing-masing tahun tersebut. PDRB per kapita pada harga yang berlaku (current condition) secara kumulatif meningkat dari tahun 2010 dari yang awalnya sebesar 171,69 triliun rupiah menjadi 192,22 triliun rupiah. Indikator ini menunjukkan bahwa rata-rata secara ekonomi setiap penduduk Banten mampu menciptakan PDRB (nilai tambah) sebesar nilai dimaksud pada masing-masing tahun. 82

93 Agregat PDRB Menurut Penggunaan Tabel 4.1. PDRB dan PDRB per Kapita Tahun Nilai PDRB (triliun rupiah) Uraian ADHB - ADHK ,69 88,53 192,22 94,22 PDRB Per Kapita (juta rupiah) - ADHB - ADHK ,15 8,33 17,59 8,62 Perkembangan PDRB per Kapita 9,80 8,96 - ADHB - ADHK ,80 103,49 108,96 103,56 Jumlah Penduduk (juta jiwa) 10,63 10,92 Pertumbuhan Penduduk (persen) 2,50 2,75 Sementara itu, pertumbuhan per kapita secara riil juga meningkat dan cenderung semakin meningkat. Pertumbuhan PDRB per kapita (ADHK) ini pada tahun 2010 berada pada besaran 3,49 persen dan menjadi 3,56 persen pada tahun Dimana pertumbuhan tersebut diikuti pula oleh penambahan jumlah penduduk yang rata-rata berada pada kisaran 2,62 persen setiap tahunnya. Dengan demikian maka pertumbuhan PDRB per kapita yang terjadi tidak saja secara riil tetapi juga secara kualitas. 83

94 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Perbandingan Penggunaan PDRB untuk Konsumsi Akhir Rumah Tangga Terhadap Ekspor Indikator ini menunjukkan perbandingan antara produk yang dikonsumsi rumahtangga di wilayah domestik dengan produk yang diekspor. Selama ini konsumsi rumahtangga mempunyai kontribusi yang sangat dominan dalam penggunaan PDRB Banten (lebih dari 45 persen), yang artinya bahwa seluruh produk yang dihasilkan di wilayah Banten sebagian besar masih digunakan untuk konsumsi akhir rumahtangga. Namun di dalamnya termasuk pula sebagian produk yang berasal dari impor. Tabel 4.2. Perbandingan PDRB Penggunaan Untuk Konsumsi Akhir Rumahtangga Terhadap Ekspor Tahun Uraian Total Konsumsi RT (ADHB) (triliun rupiah) 76,79 85,64 Total Ekspor (ADHB) (triliun rupiah) 131,56 160,64 Rasio Konsumsi RT terhadap Ekspor 0,58 0,53 Data di atas menunjukkan bahwa produk yang digunakan untuk konsumsi rumahtangga, lebih dari 0,58 kali dari yang diekspor pada tahun 2010, kemudian pada tahun 2011 rasionya sedikit berkurang, yaitu sebesar 0,53. Hal lain mengindikasikan bahwa sebagian besar 84

95 Agregat PDRB Menurut Penggunaan penyediaan (supply) domestik diserap untuk memenuhi permintaan konsumsi akhir rumahtangga, penurunan rasio yang relatif kecil pada tahun 2011 lebih disebabkan oleh peningkatan nilai ekspor yang cukup signifikan, sebaliknya konsumsi rumahtangga peningkatannya tidak sebesar pada komponen ekspor. Secara implisit, data tersebut menjelaskan bahwa nilai konsumsi akhir rumahtangga semakin menurun dan atau sebaliknya nilai ekspor semakin meningkat. Peningkatan dan penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan volume maupun harga. Selain itu, peningkatan yang relatif tajam juga disebabkan oleh pertumbuhan perekonomian khususnya industri pengolahan yang berorientasi ekspor yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi rumahtangga Perbandingan Konsumsi Rumahtangga Terhadap Pembentukan Modal Tetap Bruto Merupakan perbandingan antara produk yang digunakan untuk konsumsi akhir rumahtangga dengan yang digunakan untuk tujuan investasi fisik (pembentukan modal tetap). Sekilas nampak bahwa sebagian besar penggunaan produk yang tersedia di wilayah domestik Banten digunakan untuk konsumsi akhir rumahtangga. Tidak seperti halnya rasio konsumsi rumahtangga terhadap ekspor, rasio konsumsi rumahtangga terhadap PMTB memiliki kecenderungan yang menurun, dari sebesar 1,41 pada tahun 2010 menjadi 1,38 pada tahun

96 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Pada tahun 2010 rasio mengalami penurunan menjadi sebesar 1,41 dari sebelumnya yang sebesar 1,46 dan kembali turun menjadi 1,38 pada tahun Penurunan rasio yang cukup tajam pada tahun 2011 mengindikasikan terjadinya peningkatan nilai investasi secara signifikan, sementara konsumsi akhir rumahtangga meningkat dengan sedikit lebih lambat. Tabel 4.3. Perbandingan Konsumsi Rumantangga Terhadap PMTB, Tahun Uraian Total Konsumsi RT (ADHB) (triliun rupiah) 76,79 85,64 Total PMTB (ADHB) (triliun rupiah) 54,61 61,90 Rasio Konsumsi RT terhadap PMTB 1,41 1,38 86

97 Agregat PDRB Menurut Penggunaan 4.4. Proporsi Konsumsi Akhir Terhadap PDRB Yang dimaksud dengan konsumsi akhir di sini adalah penggunaan habis berbagai produk barang dan jasa (baik yang berasal dari produk domestik maupun impor), untuk menunjang aktivitas ekonomi. Pelaku konsumsi akhir di sini meliputi rumahtangga (termasuk LNPRT) dan pemerintah meskipun mempunyai fungsi yang berbeda dalam sistem ekonomi tetapi sama-sama membelanjakan sebagian pendapatannya untuk tujuan konsumsi akhir. Tabel 4.4. Proporsi Total Penggunaan Konsumsi Akhir Terhadap PDRB Tahun Uraian Konsumsi Akhir RT ADHB (triliun rupiah) 85,24 95,91 a. Rumahtangga dan LNP b. Pemerintah 77,76 7,48 86,77 9,14 PDRB ADHB (triliun rupiah) 171,69 192,22 Proporsi 49,65 49,90 Sebagian besar atau lebih dari 49,77 persen secara rata-rata selama periode , produk barang dan jasa yang berada di Banten digunakan untuk konsumsi akhir yaitu memenuhi permintaan rumahtangga dan pemerintah. Konsumsi rumahtangga dan pemerintah yang 87

98 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 semakin meningkat setiap tahunnya ternyata sejalan dengan proporsi terhadap PDRB yang cenderung meningkat pula, dari 49,65 persen pada tahun 2010 menjadi 49,90 persen pada tahun Dalam hal ini produk yang tidak digunakan menjadi konsumsi akhir seperti komponen PMTB ataupun yang diekspor memiliki peran yang relatif kecil Perbandingan Ekspor Terhadap PMTB Ekspor merupakan produk yang tidak dikonsumsi di wilayah Banten tetapi diperdagangkan ke luar wilayah, baik luar negeri maupun luar Provinsi Banten. Untuk menghasilkan produk yang diekspor pasti menggunakan kapital (PMTB), sementara di sisi lain sebagian dari barang yang diekspor bisa pula berupa barang kapital. Rasio ekspor terhadap PMTB dimaksudkan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai produk ekspor dengan nilai produk yang menjadi kapital (PMTB). 88

99 Agregat PDRB Menurut Penggunaan Tabel 4.5. Rasio Ekspor Terhadap PMTB (ADHB), Tahun Uraian Ekspor ADHB (triliun rupiah) 131,56 160,64 Total PMTB ADHB (triliun rupiah) 54,61 61,90 Rasio Ekspor terhadap PMTB 2,41 2,60 Ekspor mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada PMTB bahkan dengan kecenderungan yang semakin meningkat sebagaimana digambarkan pada data di atas. Untuk menghasilkan seluruh produk domestik (termasuk yang untuk diekspor) dibutuhkan tersedianya sejumlah kapital (yang di dalamnya termasuk pula kapital dari impor). Besaran rasio ekspor terhadap PMTB pada tahun 2010 sebesar 2,41 dan kemudian kembali naik sedikit menjadi 2,60 pada tahun Peningkatan nilai rasio diantaranya disebabkan oleh kenaikan PMTB yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan kenaikan komponen ekspor di tahun

100 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Perbandingan PDRB Terhadap Impor Memberikan gambaran tentang perbandingan antara produk yang dihasilkan di wilayah ekonomi domestik (PDRB) dengan produk yang berasal dari impor. Selain itu data tersebut menjelaskan tentang ketergantungan Provinsi Banten terhadap produk yang dihasilkan oleh negara/provinsi lain di luar Banten. Besar kecilnya ketergantungan ditunjukkan melalui besaran rasio, apabila angka rasionya besar berarti ketergantungan semakin kecil, sebaliknya apabila angka rasionya kecil berarti ketergantungan terhadap produk impor semakin kuat. Tabel 4.6. Rasio PDRB Terhadap Impor Tahun Uraian PDRB ADHB (triliun rupiah) 171,69 192,22 Total Impor ADHB (triliun rupiah) 100,55 127,22 Rasio PDRB terhadap Impor 1,71 1,51 Rasio PDRB terhadap impor tahun cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 1,61. Rasio pada tahun 2010 yang mencapai 1,71 masih lebih tinggi dibandingkan rasio ditahun 2011 yang sebesar 1,51. Kondisi ini lebih disebabkan oleh peningkatan porsi impor dalam perekonomian pada tahun 90

101 Agregat PDRB Menurut Penggunaan 2011 yaitu sebesar 66,18 persen dari tahun sebelumnya yang berkisar 58,57 persen. Penurunan besaran rasio menunjukkan meningkatnya ketergantungan PDRB terhadap produk impor, terutama sejak terjadinya peningkatan nilai impor pada tahun Keseimbangan Total Penyediaan dan Total Permintaan Berdasarkan data yang ada dapat ditunjukkan bahwa selama ini ekonomi Banten masih selalu ditopang oleh produk-produk yang berasal dari impor. Ketergantungan ini dapat dilihat melalui keseimbangan antara total penyediaan (supply) dengan total permintaan akhir (demand) yang selalu menunjukkan ketidakseimbangan tersebut sebagai-mana disajikan dalam tabel 4.7. Tabel 4.7. Sisi Keseimbangan Penyediaan dan Permintaan Tahun Uraian Total Penyediaan (ADHB) (triliun rupiah) - PDRB - Total Nilai Impor Total Permintaan Akhir (triliun rupiah) 171,69 (63,07) 100,55 (36,93) 272,24 (100,00) 192,22 (60,17) 127,22 (39,83) 319,44 (100,00) 91

102 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Hal lain yang menarik untuk dicermati adalah bahwa untuk memenuhi permintaan akhir domestik, sebagian produk masih harus didatangkan dari luar negeri maupun luar provinsi, dengan rentang persen. Dengan kata lain, kebutuhan masyarakat baru bisa dipenuhi rata-rata sekitar 61,5 persen dari selisih hasil produksi domestik. Dalam kurun waktu tersebut, tendensi permintaan (akhir) masyarakat terus meningkat dari sebesar 272,24 triliun rupiah pada tahun 2010, meningkat menjadi 319,44 triliun rupiah pada tahun Di sisi lain, penyediaan produk barang dan jasa yang mampu dihasilkan oleh ekonomi domestik masingmasing sebesar 171,69 triliun rupiah pada tahun 2010, dan 192,22 triliun rupiah pada tahun Produk domestik yang dihasilkan ternyata tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan permintaan, maka diimpor berbagai produk barang dan jasa dengan nilai masing-masing tahun sebesar 100,55 triliun rupiah (2010), dan 127,22 triliun rupiah pada tahun

103 Agregat PDRB Menurut Penggunaan 4.8. Neraca Perdagangan (Trade Balance) Transaksi devisa yang berasal dari perdagangan barang dan jasa dengan pihak luar negeri (non residen) dapat dilihat melalui neraca perdagangan. Secara konsep, selisih antara nilai ekspor dengan nilai impor disebut sebagai ekspor neto. Apabila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor disebut surplus dan sebaliknya disebut defisit apabila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor. Dilihat dari arus uang yang masuk atau keluar, apabila tingkat keseimbangan dalam posisi surplus maka terjadi aliran devisa masuk, sebaliknya kalau posisinya defisit maka terjadi aliran devisa keluar. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa kemajuan ekonomi suatu wilayah diantaranya juga ditentukan oleh proses tersebut. Selain gambaran posisi neraca perdagangan, dapat juga dilihat perbandingan (rasio) antara nilai ekspor terhadap impor, meskipun hanya berlaku secara total. Rasio ini tidak dapat merefleksikan perbandingan menurut jenis komoditas, harga maupun kuantum. Apabila rasio lebih besar dari 1 (satu) maka nilai ekspor lebih tinggi daripada nilai impor, sebaliknya apabila rasio kurang dari 1 (satu) berarti nilai impor lebih tinggi daripada nilai ekspor. Besar kecilnya ekspor atau impor suatu wilayah sangat tergantung kepada kondisi ekonomi serta kebutuhan masyarakatnya. 93

104 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Selama periode posisi perdagangan barang dan jasa dengan luar negeri selalu menunjukkan nilai positif, atau neraca perdagangan barang dan jasa Banten selalu dalam posisi surplus. Nilai ekspor yang lebih besar daripada impor menyebabkan adanya aliran devisa masuk, yang dalam konteks berbeda disebut sebagai tabungan luar negeri. Surplus perdagangan Banten yang terjadi pada tahun 2010 tercatat sebesar 31,01 triliun rupiah, dan meningkat pada tahun 2011 menjadi sebesar 33,43 triliun rupiah. Tabel 4.8. Neraca Perdagangan Barang dan Jasa Tahun Uraian Nilai Ekspor (ADHB) (triliun rupiah) 131,56 160,64 Nilai Impor (ADHB) (triliun rupiah) 100,55 127,22 Net Ekspor (X-M) (triliun rupiah) 31,01 33,42 Rasio Ekspor terhadap Impor 1,31 1,26 Sementara itu rasio ekspor terhadap impor antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 cenderung menunjukkan penurunan dari sebesar 1,31 (2010) menjadi 1,26 (2011). Penurunan rasio pada tahun tersebut sebenarnya disebabkan oleh perlambatan laju 94

105 Agregat PDRB Menurut Penggunaan pertumbuhan ekspor maupun impor secara bersamaan dan berturut-turut dari 11,86 persen menjadi 11,59 persen untuk ekspor, dan dari 15,72 persen menjadi 14,84 persen untuk komponen impor. 95

106

107 V SIMPULAN

108

109 SIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan pada bab III dan IV, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan ekonomi Banten kembali meningkat pada tahun 2011 tidak dapat dilepaskan dari membaiknya kinerja Komponen Investasi (PMTB) yang tumbuh lebih cepat dibandingkan tahun 2010 yaitu sebesar 8,23 persen, serta stabilnya komponen ekspor pada besaran 11,59 persen sehingga dapat mengimbangi pertumbuhan komponen impor pada kisaran 14,84 persen. 2. Hampir semua komponen penggunaan dalam PDRB Banten tahun 2011 mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kecuali komponen konsumsi pemerintah, komponen lembaga non profit dan PMTB. 3. Terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat Banten, dimana porsi konsumsi makanan pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun

110 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan Pada tahun 2011 Investasi PMDN di Banten mengalami penurunan dari jumlah dan nilai proyek, tetapi nilai investasi secara total tetap meningkat sebagai akibat dari peningkatan investasi PMA yang cukup signifikan dibandingkan tahun Terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dari tahun 2010 pada komponen konsumsi lembaga non profit, konsumsi pemerintah, dan peningkatan kinerja investasi yang mendorong kinerja ekspor tetap stabil. Kondisi tersebut setidaknya mengindikasikan sebagai respon dari mulai meningkatnya permintaan luar negeri atau terbukanya pasar baru, sehingga unit-unit usaha yang ada di Provinsi Banten lebih memilih untuk menambah investasi dan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan yang mulai meningkat. Neraca perdagangan luar negeri di Banten kembali mengalami surplus dimana nilai ekspor selalu lebih tinggi daripada nilai impor yang diperoleh. 100

111 LAMPIRAN

112

113 Lampiran Tabel 1. PDRB Banten Menurut Penggunaan Tahun (juta rupiah) U r a i a n 2010 *) 2011 **) Atas Dasar Harga Berlaku 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga , ,43 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba , ,28 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah , ,33 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto , ,20 5. Perubahan Stok , ,19 6. Ekspor : , ,93 - Antar Negara , ,28 - Antar Propinsi , ,65 7. Impor : , ,08 - Antar Negara , ,62 - Antar Propinsi , ,46 P D R B , ,27 Atas Dasar Harga Konstan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga , ,76 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba , ,62 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah , ,23 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto , ,56 5. Perubahan Stok , ,82 6. Ekspor : , ,79 - Antar Negara , ,18 - Antar Propinsi , ,61 7. Impor : , ,73 - Antar Negara , ,90 - Antar Propinsi , ,84 P D R B , ,05 *) Angka perbaikan **) Angka sementara 103

114 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Tabel 2. Distribusi PDRB Banten Menurut Penggunaan Tahun (persen) U r a i a n 2010 *) 2011 **) Atas Dasar Harga Berlaku 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 44,73 44,55 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 0,56 0,59 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4,36 4,76 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 31,81 32,20 5. Perubahan Stok 0,48 0,51 6. Ekspor : 76,63 83,57 - Antar Negara 42,11 44,26 - Antar Propinsi 34,52 39,31 7. Impor : 58,57 66,18 - Antar Negara 47,29 53,90 - Antar Propinsi 11,27 12,28 P D R B 100,00 100,00 Atas Dasar Harga Konstan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 37,56 37,11 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 19,26 18,96 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 18,30 18,15 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 0,41 0,42 5. Perubahan Stok 3,04 3,12 6. Ekspor : 16,77 17,05 - Antar Negara 0,38 0,39 - Antar Propinsi 105,78 110,90 7. Impor : 54,00 56,51 - Antar Negara 51,78 54,39 - Antar Propinsi 63,94 68,99 P D R B 100,00 100,00 *) Angka perbaikan **) Angka sementara 104

115 Lampiran Tabel 3. Laju Pertumbuhan PDRB Banten Menurut Penggunaan Tahun (persen) U r a i a n 2010 *) 2011 **) Atas Dasar Harga Berlaku 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 11,79 11,52 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 16,54 16,63 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 9,61 22,29 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 16,05 13,34 5. Perubahan Stok (2,16) 18,60 6. Ekspor : 18,59 22,11 - Antar Negara 17,21 17,68 - Antar Propinsi 20,32 27,51 7. Impor : 21,68 26,52 - Antar Negara 22,82 27,61 - Antar Propinsi 17,14 21,95 P D R B 12,54 11,96 Atas Dasar Harga Konstan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,39 5,17 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 9,14 9,31 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1,08 9,04 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,55 8,23 5. Perubahan Stok 8,22 7,88 6. Ekspor : 11,86 11,59 - Antar Negara 16,50 11,38 - Antar Propinsi 7,41 11,80 7. Impor : 15,72 14,84 - Antar Negara 16,01 15,47 - Antar Propinsi 14,58 12,36 P D R B 6,08 6,43 *) Angka perbaikan **) Angka sementara 105

116 PDRB Provinsi Banten Menurut Penggunaan 2011 Tabel 4. Indeks Implisit PDRB Banten Menurut Penggunaan Tahun U r a i a n 2010 *) 2011 **) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 230,96 244,90 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nirlaba 269,93 288,00 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 277,70 311,44 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 367,92 385,29 5. Perubahan Stok 244,99 269,33 6. Ekspor : 140,49 153,73 - Antar Negara 151,23 159,79 - Antar Propinsi 129,29 147,44 7. Impor : 177,65 195,72 - Antar Negara 180,34 199,29 - Antar Propinsi 167,20 181,47 P D R B 193,94 204,01 *) Angka perbaikan **) Angka sementara 106

117

118 DATA MENCERDASKAN BANGSA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Kav. H1-2 Jl. Syekh Nawawi Al-Bantani, Kecamatan Curug, Kota Serang Telepon : (0254) , Faks. : (0254) banten@bps.go.id, Website :

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. BAB II METODOLOGI P DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. Penggunaan PDRB tersebut secara garis besar ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Publikasi sebelumnya Pendapatan Regional Kabupaten Semarang dihitung berdasarkan pada pendekatan produksi. Lebih jauh dalam publikasi ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

/w :/ tp ht w w o. id s. g.b p PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2011-2015 ISBN : 978-979-064-978-1 Katalog : 9301005 Nomor Publikasi : 07240.1601 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

Katalog BPS 9207. PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGGUNAAN (DAN AGREGAT-AGREGATNYA) TAHUN 2000 2005:Triwulan III Badan Pusat Statistik, Jakarta - Indonesia PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

id o..g ps.b w w w :// tp ht Produk Domestik Bruto menurut Penggunaan 2008-2013 ISSN: 1979-8776 No. Publikasi: 07240.1401 Katalog BPS: 9302004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: viii + 98 halaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

madiunkota.bps.go.id

madiunkota.bps.go.id PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA MADIUN MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2010 2014 Katalog BPS : 9302008.3577 Nomor Publikasi : 35770.1508 Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm Jumlah Halaman : 57 + vii Naskah : Bidang

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamualaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Penggunaan Kota Semarang Tahun 2010. Produk Domestik Regional Bruto sisi

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Statistik Departemen Statistik : Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi Statistik

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

gi ka an uw ny ba :// ht tp s. b. bp /.id go PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BANYUWANGI MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2010-2014 Katalog BPS : 9302008.3510 ISSN : 2356.3834 Ukuran Buku : 8,27 inci

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam

Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam Laporan Studi Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Tahun 2010-2012 Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam LAPORAN STUDI PENYUSUNAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

Katalogus Dalam Terbitan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Trenggalek Menurut Pengeluaran 2010-2014 Katalog Publikasi : 9302004.3503 Nomor Publikasi : 35035.15017 Ukuran Buku Jumlah halaman

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. MENURUT PENGELUARAN KABUPATEN PONOROGO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO.  MENURUT PENGELUARAN KABUPATEN PONOROGO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT PENGELUARAN KABUPATEN PONOROGO 2010-2014 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT PENGELUARAN KABUPATEN PONOROGO 2010-2014 KATALOG BPS : 9302004.3502 PRODUK DOMESTIK

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PDRB MENURUT PENGELUARAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SUKOHARJO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SUKOHARJO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PDRB MENURUT PENGELUARAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SUKOHARJO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SUKOHARJO Katalog : No. Publikasi : PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PDRB MENURUT PENGELUARAN KABUPATEN SUKOHARJO 2010-2016 ASEDINO.WORDPRESS.COM BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SUKOHARJO Jl. Bulakrejo - Gentan No.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PDRB KOTA BATU MENURUT PENGELUARAN.

PDRB KOTA BATU MENURUT PENGELUARAN. PDRB KOTA BATU MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2010 2014 KATA PENGANTAR Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu perangkat data ekonomi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 Ukuran Buku Jumlah Halaman Diterbitkan Oleh Dicetak Oleh : 21 cm x 29,7 cm : x + 97 halaman : Badan Perencanaan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO SULAWESI BARAT MENURUT PENGELUARAN 2012-2016 ISBN : Nomor Publikasi : 76550.1706 Katalog BPS : 9302020.76 Ukuran Buku : 17,5 x 25 cm Jumlah Halaman : xiv + 98 halaman Naskah:

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/08/34/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PROBOLINGGO MENURUT PENGELUARAN TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PROBOLINGGO MENURUT PENGELUARAN TAHUN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PROBOLINGGO MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2010 2014 ISSN : - Katalog BPS : 93020084.3513 Nomor Publikasi : 35130.1502 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Diterbitkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

Diterbitkan oleh/ Published by : Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang dan Pemerintah Kabupaten Semarang

Diterbitkan oleh/ Published by : Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang dan Pemerintah Kabupaten Semarang PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT PENGGUNAAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011 Gross Regional Domestic Product By Sector of Semarang Regency Year 2011 No. Katalog/ Catalog Number : 9302003 No. Publikasi/

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MAMUJU MENURUT PENGELUARAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MAMUJU MENURUT PENGELUARAN s. bp uk ab. am uj m :// ht tp go.id PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MAMUJU MENURUT PENGELUARAN 2010-2014 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MAMUJU MENURUT PENGELUARAN 2010-2014 Nomor Publikasi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Katalog BPS: 9302002.33 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT PENGELUARAN Purbalingga 2010-2014 Kabupaten Purbalingga PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT PENGELUARAN PURBALINGGA 2010-2014 PRODUK DOMESTIK

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Release PDRB tahun dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 No. 11/02/34/Th.XVII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN EKONOMI DAERAH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TINJAUAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 MENURUT LAPANGAN USAHA Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang Tahun 2014 i ii Tinjauan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

Katalog BPS : PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BONDOWOSO MENURUT PENGELUARAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BONDOWOSO

Katalog BPS : PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BONDOWOSO MENURUT PENGELUARAN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BONDOWOSO Katalog BPS : 9302004.3511 ht tp s: // bo nd ow os ok ab.b ps.g o.id PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BONDOWOSO MENURUT PENGELUARAN 2010-2014 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BONDOWOSO PRODUK DOMESTIK

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2006 2009 Nomor Katalog BPS : 9302008.1118 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vi + 60 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB BAB II METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

Laporan Finalisasi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA TANGERANG. Triwulan IV Kategori

Laporan Finalisasi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA TANGERANG. Triwulan IV Kategori Laporan Finalisasi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA TANGERANG Triwulan IV 17 Kategori DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA TANGERANG PENJELASAN UMUM Terdapat perubahan tahun dasar dan cakupan lapangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI 1. KONSEP DAN DEFINISI Konsep-konsep yang digunakan dalam penghitungan Produk Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut : Domestik A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL

Lebih terperinci

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu II. METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 16/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan pada bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara penghitungan nilai tambah bruto atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PEREKONOMIAN MENURUT PENGELUARAN PROVINSI ACEH

TINJAUAN PEREKONOMIAN MENURUT PENGELUARAN PROVINSI ACEH TINJAUAN PEREKONOMIAN MENURUT PENGELUARAN PROVINSI ACEH TINJAUAN PEREKONOMIAN MENURUT PENGELUARAN PROVINSI ACEH 2011-2015 Nomor Publikasi : 11552.1605 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 x 18,2 cm : xvi

Lebih terperinci

No. Katalog/ Catalog Number : No. Publikasi/ Publication Number :

No. Katalog/ Catalog Number : No. Publikasi/ Publication Number : PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENURUT PENGGUNAAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 Gross Regional Domestic Product By Sector of Semarang Regency Year 2010 No. Katalog/ Catalog Number : 9209.33.22 No. Publikasi/

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL Menurut Penggunaan Gross Regional Domestic Product of Gunungkidul Regency by Type of Expenditure 2008-2012 BPS - Statistics of Gunungkidul Regency PRODUK

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 19/05/34/Th.XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN No. 09/06/34/Th. IX, 4 Juni 2007 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA MENURUT PENGGUNAAN 2011 Nomor Publikasi : 64.035.11.04 Katalog BPS : 9303.6403 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm X 29 cm : 75 Halaman Naskah:

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL Menurut Penggunaan Gross Regional Domestic Product of Gunungkidul Regency by Type of Expenditure 2007-2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN SUMENEP MENURUT PENGELUARAN 2012-2016 Katalog BPS : 9302003.3529 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 x 29,7 cm : xiii + 74 halaman Naskah: Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN NATUNA MENURUT PENGGUNAAN 2013 Katalog BPS : 9302004.2103 Naskah : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna Gambar Kulit

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9302008.3403 Bekerjasama dengan / in cooperation with PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH The Regional Development Planning Board of Gunungkidul BADAN PUSAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI KOTA SURAKARTA TAHUN 2014

ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI KOTA SURAKARTA TAHUN 2014 ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI KOTA SURAKARTA TAHUN 2014 ANALISIS KOMPOSISI KONSUMSI KOTA SURAKARTA 2014 Katalog BPS : 9302004.3316 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 18,5 cm x 26 cm : vii + 61 halaman Diterbitkan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PENDAPATAN EKONOMI REGIONAL PEKANBARU MENURUT PENGGUNAAN TAHUN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PEKANBARU

PENDAPATAN EKONOMI REGIONAL PEKANBARU MENURUT PENGGUNAAN TAHUN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PEKANBARU PENDAPATAN EKONOMI REGIONAL PEKANBARU MENURUT PENGGUNAAN TAHUN 2010-2014 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PEKANBARU PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KATA SAMBUTAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA YOGYAKARTA No. 32/08/34/Th. XI, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2009 SEBESAR -4,91 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality 2010/2011 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA Gross Regional Domestic Product of Jayapura

Lebih terperinci