Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam"

Transkripsi

1

2

3 Laporan Studi Penyusunan Produk Domestik Regional Bruto Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Tahun Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam

4 LAPORAN STUDI PENYUSUNAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KOTA PAGAR ALAM MENURUT PENGELUARAN TAHUN No. Publikasi : Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman : ix + 43 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Penyunting : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Diterbitkan Oleh : BPS Provinsi Sumatera Selatan Dicetak Oleh : BPS Provinsi Sumatera Selatan Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

5 KATA PENGANTAR Tahun ini merupakan salah satu publikasi yang diolah dan disajikan oleh Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam. Publikasi ini menyajikan informasi tentang PDRB Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran atau Penggunaan baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan Tahun , menunjukkan produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar daerah selama kurun waktu Dengan adanya buku ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan manfaat untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang manfaat PDRB Kota Pagar Alam menurut pengeluaran sebagai indikasi perekonomian suatu daerah. Atas semua ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga. Selain itu, penyusunan publikasi PDRB ini masih terdapat kelemahan ataupun kekurangan, hal ini utamanya disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan data. Untuk itu, kritik dan saran dari para pembaca dan pengguna data sangat kami harapkan. Pagar Alam, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam Yudhistira Arya Noegraha, S.Si, M.Si NIP

6

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Manfaat... 3 BAB II METODOLOGI PENYUSUNAN Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor dan Impor BAB III PDRB KOTA PAGAR ALAM MENURUT PENGELUARAN Gambaran Umum Perekonomian Kota Pagar Alam Struktur Permintaan Agregat Pertumbuhan Permintaan Agregat Sumber Pertumbuhan Inflasi Permintaan Agregat Keterkaitan Pendapatan dengan Beberapa Komponen Permintaan Agregat Keterkaitan Pendapatan dengan Konsumsi Keterkaitan Pendapatan dengan Investasi LAMPIRAN TABEL Tahun v

8

9 DAFTAR GRAFIK Gambar Halaman Gambar 1. Perkembangan PDRB Kota Pagar Alam, Gambar 2. PDRB Kota Pagar Alam menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku, Gambar 3. PDRB Kota Pagar Alam menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan, Gambar 4. Struktur Komponen Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Komponen Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, Gambar 6. Sumber Pertumbuhan Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, Gambar 7. Perkembangan Inflasi Komponen Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, Gambar 8. Marginal Propensity to Consume (MPC) dan Average Propensity to Consume (APC) Kota Pagar Alam, Gambar 9. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kota Pagar Alam, Tahun vii

10

11 DAFTAR TABEL Tabel Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Halaman Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Juta Rupiah) Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan Tahun (Juta Rupiah) Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Persen) Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan Tahun (Persen) Indeks Berantai Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (Persen) Indeks Berantai Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan Tahun (Persen) Indeks Implisit Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Tahun (Persen) Inflasi Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Kota Pagar Alam Menurut Pengeluaran Tahun (Persen) Tahun ix

12

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu sasaran pembangunan daerah diperlukan keterpaduan gerak langkah pembangunan dari berbagai pihak secara sinergis, kondusif dan berkelanjutan. Meskipun demikian, dalam setiap proses pembangunan masih terbentur oleh berbagai macam kendala yang perlu diantisipasi. Untuk mengantisipasi kendala kendala tersebut dan guna mendukung visi dan misi Kota Pagar Alam diperlukan data dan informasi statistik yang akurat dan berkesinambungan. Data dan informasi ini, khususnya data ekonomi makro dapat dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi hasil pembangunan yang telah dicapai dan perencanaan dimasa yang akan datang. Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan kinerja perekonomian regional, maka dibuat indikator makro yang biasa digunakan sebagai penilaian kinerja perekonomian. Indikator tersebut diantaranya adalah Produk Domestik Regional Bruto(PDRB). PDRB ini dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tertentu, dapat menggambarkan struktur ekonominya dan dapat menggambarkan analisisnya terhadap kinerja sektor perekonomian. Penghitungan PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi atau lapangan usaha, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran atau penggunaan. Dari segi produksi, PDRB merupakan penjumlahan komponen nilai tambah yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah, pada jangka waktu tertentu. Dari sisi ini dapat diketahui data agregat turunannya seperti struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan indeks implisit. Selain itu, dapat dihitung pula PDRB perkapita, sebagai indikator yang menjelaskan tingkat kemakmuran orang per orang yang diperoleh dari hasil pembangunan ekonomi. Sedangkan dari segi pendapatan PDRB merupakan jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki atau dikuasai oleh penduduk suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Dari segi pengeluaran atau penggunaan PDRB diartikan sebagai penjumlahan dari pengeluaran konsumsi akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga nir laba,

14 pemerintah, maupun pengusaha dalam bentuk konsumsi akhir, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori serta ekspor dan impor suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Melalui pendekatan ini akan dapat diketahui perilaku masyarakat dalam menggunakan pendapatannya, apakah hanya untuk tujuan konsumsi akhir atau juga untuk investasi. Selain itu juga dapat diketahui besar ketergantungan ekonomi domestik terhadap wilayah lain dalam bentuk perdagangan barang dan jasa. Dengan demikian apabila pengukuran PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan, maka secara langsung akan menunjukkan adanya keterkaitan antara nilai tambah yang diturunkan oleh berbagai sektor ekonomi produksi dengan pendapatan (proksi) yang diterima oleh masyarakat, serta bagaimana masyarakat menggunakan pendapatannya tersebut untuk membiayai seluruh konsumsinya. Sumber daya manusia merupakan faktor produksi potensial yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan proses produksi, sedangkan sumber daya alam merupakan faktor dasar kekayaan alam (endowment factor), yang mendorong timbulnya peristiwa dan perilaku ekonomi oleh berbagai pelaku ekonomi. Dengan demikian maka PDRB dirancang untuk menyajikan peristiwa-peristiwa ekonomi dalam eksploitasi sumber daya tersebut dan lebih lanjut memahami keterkaitan transaksi-transaksi yang terjadi di antaranya. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu sajian data untuk memantau perkembangan kemajuan bidang ekonomi. Dengan disusunnya Tahun , diharapkan tuntutan akan tersedianya data statistik ekonomi makro tersebut terpenuhi. Tersedianya data PDRB menurut pengeluaran atau penggunaan secara baik, lengkap dan berkesinambungan dapat memberikan gambaran fenomena ekonomi tentang perilaku konsumsi masyarakat, pemerintah pada umumnya serta investasi (fisik) pada khususnya. Selain itu juga dapat diperoleh informasi tentang surplus atau defisitnya neraca perdagangan barang dan jasa dengan pihak wilayah. Dari komponen PDRB menurut pengeluaran/penggunaan ini dapat diturunkan beberapa indikator makro di antaranya tingkat kecenderungan konsumsi marjinal (marginal propensity to consume), ICOR 2 Tahun

15 (incremental capital output ratio), rasio pembentukan modal tetap terhadap konsumsi, dan sebagainya. 1.3 Manfaat Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang menggambarkan keadaan perekonomian suatu daerah. Kualitas PDRB akan ditentukan oleh kualitas dari berbagai jenis data sekunder yang berasal dari instansi/dinas terkait. PDRB diamati menurut harga tahun berlaku dan harga tahun dasar/konstan. PDRB yang diamati menurut harga tahun dasar/konstan (at constant price) akan memberikan gambaran besarnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Artinya pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan pendapatan regional yang sudah dikurangi perubahan harga atau inflasi atas barang dan jasa yang diproduksi. Lebih jauh lagi pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor ekonomi merupakan indikator bagi para pengguna data untuk mengukur sampai seberapa jauh keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada serta membuat daya tarik bagi swasta untuk berpartisipasi meningkatkan kontribusi setiap sektor ekonomi dalam perekonomian daerah. Selain itu, PDRB atas dasar harga konstan akan dapat pula mengukur keberhasilan pembangunan di suatu daerah, dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah-wilayah lain. Dengan perbandingan pertumbuhan masing- masing sektor antar daerah akan dapat pula mengukur kemajuan suatu daerah dan sekaligus dapat diketahui sektor utama yang layak dikembangkan di suatu daerah. PDRB menurut harga yang berlaku (at current price) akan memberi petunjuk kontribusi atau pangsa masing-masing sektor dalam membentuk perekonomian daerah. Dengan mengetahui besarnya kontribusi sektor ekonomi akan dapat pula dipakai oleh pengguna data untuk menyusun prioritas kebijaksanaan pembangunan daerah. Indikator yang sangat popular dari pendapatan regional atas dasar harga berlaku adalah apa yang dikenal dengan pendapatan per kapita (income per capita). Pendapatan per kapita merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk dan bila Tahun

16 dibandingkan antar daerah akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dimasing-masing daerah. Di samping itu PDRB atas dasar harga berlaku dapat pula menggambarkan tingkat inflasi makro yang menunjukkan perkembangan tingkat harga dari seluruh sektor ekonomi yang terjadi di suatu daerah. 4 Tahun

17 BAB II METODOLOGI PENYUSUNAN Pendekatan penghitungan PDRB, ada tiga macam yaitu : a. Pendekatan Produksi Pendekatan ini dengan cara menjumlahkan nilai tambah bruto seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Pendekatan produksi dilakukan bila tersedia data produksi dari masing-masing sektor. Nilai tambah (value added) barang dan jasa yang diproduksi dihitung dengan cara mencari selisih nilai produksi (output) dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah tersebut akan sama dengan balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi. b. Pendekatan Pendapatan Perkiraan nilai tambah dengan pendekatan pendapatan adalah dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi (upah/gaji, surplus usaha) termasuk juga penyusutan dan pajak tak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). Di dalam surplus usaha termasuk bunga modal neto (selisih bunga yang diterima dengan yang dibayar), sewa tanah dan keuntungan (profit). c. Pendekatan Pengeluaran Perkiraan nilai tambah berdasarkan pendekatan pengeluaran adalah dengan cara menghitung penggunaan akhir dari barang-barang dan jasa yang diproduksinya. Secara makro penggunaan akhir dari barang/jasa tersebut digunakan untuk ; 1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga 2) Pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) 3) Pengeluaran konsumsi pemerintah 4) Pembentukan modal tetap bruto 5) Perubahan stok. 6) Ekspor netto (ekspor impor)

18 Secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut: di mana: Y + M + S 0 = C + I + E +S 1 Y = C + I + (E M) + (S 1 S 0 ) Y C = Produk Domestik Regional Bruto = Konsumsi S 1 - S 0 = Perubahan Stok I = Pembentukan Modal Tetap Bruto X M = Ekspor Neto 2.1 Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) merupakan pengeluaran atas barang dan jasa oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) dari berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai individu atau kelompok individu yang tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban, serta mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama utamanya kelompok makanan dan perumahan (UN, 1993). Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang dan jasa baik dengan cara membeli, menerima transfer, atau memproduksi sendiri dengan tujuan untuk dikonsumsi atau tidak diproses lebih lanjut menjadi produk baru, dikurangi hasil penjualan neto barang bekas pada periode waktu tertentu. 6 Tahun

19 Pengeluaran konsumsi rumah tangga meliputi seluruh pengeluaran konsumsi atas barang dan jasa oleh penduduk suatu wilayah, baik dilakukan di dalam maupun di luar wilayah domestik penduduk yang bersangkutan. a. Sumber Data: Susenas modul konsumsi, yaitu konsumsi perkapita seminggu (kuantum) untuk kelompok makanan, dan pengeluaran per kapita sebulan (rupiah) untuk kelompok bukan makanan. Pendapatan per kapita atas dasar harga konstan (atau dengan pendekatan PDRB per kapita), rata-rata harga eceran, Indeks Harga Konsumen (IHK), serta jumlah penduduk pertengahan tahun yang bersumber dari hasil Sensus Penduduk (SP) dan atau Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). b. Metode Estimasi Metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah gabungan dari metode langsung dan metode penilaian harga eceran. Cara ini dilakukan sehubungan dengan terbatasnya data yang ada. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa data yang paling relevan untuk digunakan adalah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Dari hasil SUSENAS, diperoleh rata-rata konsumsi perkapita per minggu untuk bahan makanan dan rata-rata nilai konsumsi perkapita perbulan untuk non makanan. Untuk memperoleh nilai konsumsi bahan makanan sebulan dengan cara konsumsi perkapita perminggu dikalikan tiga puluh dibagi tujuh. Sedangkan nilai pengeluaran konsumsi penduduk untuk bahan makanan dan bukan makanan setahun diperoleh dengan cara nilai kosumsi perkapita perbulan dikali dua belas dikalikan jumlah penduduk pertengahan tahun. Perkiraan nilai konsumsi rumah tangga untuk tahun yang tidak tersedia data SUSENAS dengan cara menghitung kenaikan inflasi, baik bahan makanan maupun bukan makanan, berdasarkan konsumsi perkapita per minggu untuk bahan makanan dan nilai konsumsi perkapita perbulan untuk bukan makanan. Nilai konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi, yaitu membagi nilai konsumsi harga berlaku dengan Indeks Tahun

20 Harga Konsumen (IHK) umum. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini telah dilengkapi dengan perkiraan besarnya konsumsi makanan/minuman yang dikonsumsi di luar rumah. 2.2 Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) Pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) adalah berbagai pengeluaran oleh lembaga untuk pengadaan barang dan jasa, yang secara prinsip mempunyai fungsi dalam melayani rumah tangga. Pengeluaran konsumsi LNPRT digolongkan sebagai bagian dari pengeluaran konsumsi akhir yang ditujukan untuk menjaga keberlangsungan kegiatan lembaga. LNPRT merupakan bagian dari Lembaga Non Profit (LNP) secara keseluruhan. Sesuai dengan fungsinya LNP terdiri dari LNP yang melayani rumah tangga dan LNP yang melayani bukan rumah tangga. Sedangkan yang dimaksud LNPRT adalah lembaga yang menyediakan barang dan jasa secara gratis atau pada harga yang tidak berarti secara ekonomi kepada anggotanya atau rumahtangga dan tidak dikontrol oleh pemerintah. Harga yang tidak berarti secara ekonomi adalah harga yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah yang produsen ingin sediakan dan pada jumlah yang pembeli ingin beli. Aturan praktis untuk mengidentifikasi apakah harganya berarti secara secara ekonomi adalah ketika harganya menutup setengah dari biaya produksi. Jika tidak maka harganya merupakan harga yang tidak berarti secara ekonomi sehingga barang dan jasa yang disediakan berbasis non-pasar. Ciri-ciri unit lembaga nonprofit adalah sbb: lembaga nonprofit umumnya adalah lembaga formal, tetapi terkadang merupakan lembaga informal yang keberadaannya diakui oleh masyarakat; pengawasan terhadap jalannya organisasi dilakukan oleh anggota terpilih yang mempunyai hak sama, termasuk hak bicara atas keputusan penting yang diambil lembaga; setiap anggota lembaga mempunyai tanggung jawab tertentu dalam organisasi, dan tidak berhak menguasai profit atau surplus, karena profit yang diperoleh dari kegiatan usaha produktif dikuasai oleh lembaga; 8 Tahun

21 kebijaksanaan lembaga diputuskan secara kolektif oleh anggota terpilih, dan kelompok ini berfungsi sebagai pelaksana dari dewan pengurus; dan istilah nonprofit tidak berarti bahwa lembaga ini tidak dapat menciptakan surplus melalui kegiatan produktifnya, namun surplus yang diperoleh biasanya diinvestasikan kembali pada kegiatan sejenis. a. Sumber Data: Data yang digunakan untuk menghitung pengeluaran konsumsi LNPRT diperoleh dari hasil survei khusus, yaitu Survei Khusus Lembaga Non Profit (SKLNP). Data tersebut dalam bentuk nilai pengeluaran atas barang dan jasa oleh lembaga serta barang dan jasa dari transfer pihak lain, yang digunakan dalam rangka menghasilkan jasa layanan. Data pendukung yang dibutuhkan adalah IHK per kelompok pengeluaran untuk penghitungan konsumsi LNPRT atas dasar harga konstan. Selain itu diperlukan pula data jumlah populasi LNPRT masing-masing bentuk lembaga yang diperoleh dari instansi atau lembaga pembina dari unit LNPRT yang bersangkutan. b. Metode Estimasi Dengan asumsi tidak ada kegiatan ekonomis produktif yang dilakukan lembaga, maka nilai pengeluaran konsumsi LNPRT sama dengan output atau biaya produksi yang dikeluarkan lembaga dalam rangka melakukan kegiatan layanan kepada masyarakat, anggota organisasi, atau kelompok masyarakat tertentu. Biaya produksi LNPRT sama dengan nilai konsumsi (antara) ditambah biaya primer (upah & gaji pegawai, penyusutan barang modal, dan pajak tak langsung). Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan lembaga atas penggunaan barang/jasa (antara) dan faktor produksi, ditambah nilai barang dan jasa yang berasal dari produksi sendiri atau pemberian pihak lain (transfer). Jika lembaga menggunakan input yang diperoleh secara cuma-cuma dari pihak lain, maka nilainya diperkirakan sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Nilai konsumsi atas dasar harga konstan tahun 2000 diperoleh dengan cara deflasi dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen sebagai deflatornya. Tahun

22 2.3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah didefinisikan sebagai jumlah seluruh pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatannya, yang terdiri dari pembelian barang dan jasa (belanja barang), pembayaran balas jasa pegawai (belanja pegawai), dan penyusutan barang modal, dikurangi dengan hasil penjualan barang dan jasa (output pasar) pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemerintah (yang bukan dikonsumsi oleh pemerintah). Konsumsi pemerintah disebut juga dengan output non- pasar pemerintah. Pengeluaran konsumsi pemerintah (umum) meliputi konsumsi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat meliputi seluruh instansi negara, baik yang ada di pusat maupun kantor wilayah (unit vertikalnya) di daerah. Sedangkan pemerintah daerah meliputi pemerintah daerah propinsi, pemerintah daerah Kota/kota, dan pemerintah desa beserta perangkat dinasnya pada masing-masing tingkat pemerintahan tersebut. Pengeluaran konsumsi pemerintah daerah Propinsi mencakup konsumsi pemerintah desa, pemerintah daerah Kota/kota, pemerintah daerah propinsi dan konsumsi pemerintah pusat yang menjadi bagian dari konsumsi pemerintah daerah Propinsi. Dengan menggunakan cara yang sama, pengeluaran konsumsi pemerintah daerah tingkat II (Kota/kota) mencakup konsumsi pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah daerah tingkat II (Kota/kota), ditambah dengan konsumsi pemerintah daerah tingkat I (propinsi) dan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari konsumsi pemerintah daerah tingkat II (Kota/kota). a. Sumber Data: untuk pemerintah pusat, data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperoleh dari Direktorat Pengelolaan Kas Negara (DPKN), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DPbn), Departemen Keuangan. untuk pemerintah daerah, data Statistik Keuangan Daerah Propinsi, Kota/Kota, dan Desa yang dikumpulkan secara berkala oleh Badan Pusat 10 Tahun

23 Statistik Bidang Distribusi Seksi Statistik Keuangan dan Harga Produsen (Daftar K2 dan K3). Sumber data yang lain adalah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Depatemen Keuangan. data jumlah pegawai negeri sipil yang dirinci menurut status kepegawaian, golongan, instansi yang diperoleh dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD). b. Metode Estimasi Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa pemerintah dianggap mengkonsumsi seluruh outputnya kecuali komoditi dan non komoditi yang dijualnya, sehingga nilai konsumsi pemerintah sama dengan total outputnya dikurangi nilai komoditi dan non komoditi yang dijualnya. Karena total output sama dengan total input, maka nilai konsumsi pemerintah dapat dihitung, apabila nilai komoditi dan non komoditi yang dijualnya diketahui. Untuk Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/Kota, nilai penjualan komoditi diduga dengan jumlah nilai butir-butir penerimaan dari dinas-dinas, yaitu berupa hasil penjualan barang. Nilai penjualan non komoditi berupa hasil penjualan jasa, penerimaan dari denda-denda, penjualan barang sitaan dan penerimaan sewa (rumah, gedung, kendaraan dan lainnya). Nilai penjualan komoditi dan non komoditi pemerintah Kota/kota adalah penjumlahan dari nilai komoditi pemerintah Kota/kota dan desa, ditambah dengan nilai komoditi dan non komoditi dari pemerintah propinsi dan pemerintah pusat yang merupakan bagian dari nilai komoditi dan non komoditi pemerintah Kota/kota. Dengan menggunakan alokator jumlah pegawai negeri sipil pusat dan daerah otonom propinsi yang berada di daerah Kota/kota akan diperoleh konsumsi pemerintah. Nilai konsumsi atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara ekstrapolasi, yaitu menggunakan indeks tertimbang jumlah pegawai negeri sipil, sedangkan untuk belanja barang menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar Umum (IHPB) tanpa ekspor. Tahun

24 2.4 Pembentukan Modal Tetap Bruto Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) merupakan bagian dari suatu proses investasi fisik secara keseluruhan. PMTB dalam SNN merupakan bagian dari Pembentukan Modal Bruto (PMB). PMTB didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri, dikurangi penjualan neto barang modal bekas. Diperhitungkannya barang modal bekas dari luar negeri sebagai barang modal baru di dalam negeri, karena nilainya secara ekonomi belum diperhitungkan. Barang modal juga dapat diartikan sebagai barang atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi secara berulang-ulang dan mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih. PMTB yang terdiri dari berbagai jenis dan wujud barang modal (kapital) ini dapat dibedakan menjadi tiga penggolongan atau klasifikasi pokok yaitu : menurut jenis barang, menurut sektor penguasa/pemilik (holder) dan menurut institusi. Penggolongan tersebut didasarkan pada jenis barang modal, perilaku pemilikan/ penguasaan barang modal serta institusi atau kelembagaan yang menguasainya, dengan uraian masing-masing sebagai berikut. a. Sumber data Data yang dibutuhkan untuk melakukan estimasi pembentukan modal adalah: Output bangunan dari survei konstruksi Laporan keuangan perusahaan-perusahaan melalui survei khusus Data survei industri besar sedang Data usaha menengah besar (UMB) dan usaha mikro kecil (UMK) hasil Sensus Ekonomi 2006 Data-data lain yang bersumber dari luar BPS yang ada kaitannya dengan PMTDB seperti jumlah mesin dan kendaraan yang dioperasikan, realisasi pengeluaran pembangunan dan lain sebagainya. 12 Tahun

25 b. Metode Estimasi Pembentukan modal tetap domestik bruto dihitung menggunakan metode gabungan antara pendekatan langsung dan tidak langsung karena mengacu pada tingkat ketersediaan datanya. Pendekatan tidak langsung (commodity flow) untuk menghitung barang modal berupa bangunan. Penghitungan PMTDB berupa bangunan baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan dengan cara mengalikan suatu rasio dengan output bangunan, dimana besarnya rasio adalah 0,9215. Penghitungan barang modal berupa mesin, alat angkutan, dan barang modal lainnya dengan pendekatan langsung. Penghitungan PMTDB dengan pendekatan langsung dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh nilai PMTDB yang terjadi pada setiap sektor kegiatan ekonomi (lapangan usaha). Pendekatan dengan cara ini menuntut tersedianya data PMTDB yang dikuasai oleh seluruh sektor lapangan usaha secara rinci. Penilaian PMTDB adalah atas dasar harga pembeli, yaitu harga barang modal ditambah dengan biaya-biaya lain yang dikeluarkan, seperti biaya transport, biaya instalasi dan biaya-biaya lain yang berkaitan dengan pengadaan barang modal tersebut, termasuk pula biaya bea masuk dan pajak tak langsung. Untuk memperoleh nilai PMTDB total atas dasar harga berlaku adalah dengan menjumlahkan nilai PMTDB menurut jenis barang modal atas harga berlaku baik yang dihitung dengan pendekatan langsung maupun tidak langsung. Penghitungan PMTDB atas dasar harga konstan tahun 2000 diperoleh dengan cara membagi PMTDB atas dasar harga berlaku dengan indeks implisit masing-masing jenis barang modal nasional. 2.5 Perubahan Inventori Bersamaan dengan saat terjadinya perubahan tahun dasar pada tingkat nasional dari tahun dasar 1993 ke tahun dasar 2000 yaitu pada triwulan I tahun 2004 komponen perubahan inventori mulai diperkenalkan. Komponen perubahan inventori sendiri pengertiannya sama seperti perubahan stok yang sebelumnya digunakan sebagai komponen penyeimbang/sisa pada PDB menurut penggunaan. Inventori merupakan persediaan barang (jadi maupun setengah jadi) pada unit institusi yang tidak terpakai pada proses produksi atau belum selesai diproses atau belum terjual, sedangkan perubahan inventori adalah selisih antara nilai inventori pada akhir Tahun

26 periode pencatatan dengan nilai inventori pada awal periode pencatatan. Perubahan inventori menjelaskan tentang perubahan posisi barang inventori yang bisa bermakna pertambahan (tanda positif) atau pengurangan (bertanda negatif) Secara umum Inventori ini meliputi: Barang yang dibeli tetapi belum terpakai untuk proses produksi, Barang yang belum selesai dalam proses produksi, Barang yang belum terjual, Ternak potong, Barang tahan lama yang masih dalam proses penyelesaian: seperti mesin-mesin, pesawat udara, kapal laut dan sejenisnya Dalam publikasi ini perubahan stok adalah residu yang merupakan selisih antara Produk Domestik Regional Bruto yang disusun menurut sisi produksi dengan komponenkomponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto lainnya. Hal ini disebabkan masih sulitnya mendapatkan data stok. 2.6 Ekspor dan Impor Transaksi eksternal atau transaksi ekonomi yang mencakup perdagangan barang dan jasa antar-wilayah/daerah ini menjelaskan tentang proses atau alur distribusi produk domestik yang mengalir ke luar wilayah serta yang masuk ke dalam wilayah (domestik) tersebut. Karena lebih menekankan pada aspek riil maka yang dimaksud dengan produk di sini adalah berbagai jenis barang dan jasa atau yang disebut pula sebagai komoditas. Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah di sini adalah wilayah negara lain (luar negeri) maupun wilayah atau daerah lain (propinsi maupun Kota), diluar wilayah domestik. Pada prinsipnya meskipun transaksi antar-negara dan antar-daerah sama dalam pengertian perilaku (perdagangan antar-wilayah) namun sebenarnya maknanya agak berbeda. Transaksi antar-negara selain menunjukkan ketergantungan ekonomi suatu wilayah pada negara lain juga menyebabkan terjadinya aliran devisa (masuk maupun ke luar), sementara di sisi lain perdagangan antar-daerah hanya menyebabkan terjadinya aliran mata uang lokal (rupiah) antar-daerah. Dilihat dari kegiatan ekspor, dengan ke luarnya sebagian produk domestik ke negara lain maka akan menciptakan arus masuknya mata uang asing, sedangkan sebaliknya kegiatan impor akan menyebabkan mengalirnya pendapatan nasional (regional) ke luar negeri, sebagai akibat dari masuknya produk-produk negara 14 Tahun

27 lain. Pada akhirnya kedua model transaksi tersebut akan mempengaruhi struktur pendapatan nasional (regional). Pembedaan transaksi antar-wilayah ini utamanya dibatasi oleh konsep wilayah ekonomi yang terdiri dari dua unsur yaitu residen dan kegiatan ekonomi. Pengelompokan residen dan non-residen berkaitan dengan kepentingan ekonomi (economic interest) yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi sebagai residen atau non-residen tersebut meliputi penduduk atau rumah tangga, perusahaan atau korporasi, pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya seperti lembaga nirlaba atau lembagalembaga internasional lainnya seperti ILO, UNHCR, World Bank (Bank Dunia), IMF dan lain sebagainya. Tahun

28 16 Tahun

29 BAB III PDRB KOTA PAGAR ALAM MENURUT PENGELUARAN 3.1 Gambaran Umum Perekonomian Kota Pagar Alam Ditengah melesunya perekonomian dunia akibat badai krisis finansial yang menghantam ekonomi dunia sejak akhir tahun 2008 hingga tahun 2012, Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara di kawasan Asia Pasifik yang mampu bertahan dari hantaman badai krisis tersebut. Kala hampir seluruh negara di Asia mencatat pertumbuhan ekonomi negatif akibat krisis global, China, India dan Indonesia justru mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif, serta memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Meskipun prospek perekonomian negara maju kurang baik, secara keseluruhan perekonomian Indonesia tahun 2010 bergerak lepas dari berbagai permasalahan ekonomi dunia dan mencatat pertumbuhan ekonomi 6,1 persen. Angka tersebut cukup meyakinkan ditengah melesunya perekonomian global. Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional, pada tahun 2010 Propinsi Sumatera Selatan pun mengalami pertumbuhan positif. Pada tahun 2010 perekonomian Sumatera Selatan tumbuh 5,63 persen dari tahun sebelumnya. Lesunya ekonomi global juga tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Kota Pagar Alam secara umum. Hal ini terlihat dari capaian pertumbuhan ekonomi Kota Pagar Alam di tahun 2012 (dilihat dari Laju Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan) yang mampu tumbuh sebesar 6,33 persen. PDRB dari sisi permintaan atau PDRB menurut pengeluaran/penggunaan menggambarkan bagaimana alokasi permintaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai golongan masyarakat. Sama seperti PDRB dari sisi penawaran/lapangan usaha/produksi, PDRB dari sisi permintaan juga disajikan atas dasar harga konstan dan atas dasar harga berlaku untuk tahun berjalan. Selama periode , PDRB yang tercipta di Kota Pagar Alam selalu mengalami peningkatan, baik secara nominal maupun secara riil. Pada tahun 2010, nilai PDRB atas dasar harga berlaku kota Pagar adalah sebesar 1,27 triliun rupiah, kemudian

30 meningkat sebesar 13,07 persen menjadi 1,44 triliun rupiah pada tahun 2011 dan terus meningkat hingga mencapai 1,63 triliun rupiah di tahun ,00 1,50 1,27 1,44 1,63 1,00 0,50 0,61 0,64 0,68 0, )r 2011*) 2012**) PDRB ADHB (triliun rupiah) PDRB ADHK (triliun rupiah) Gambar 1. Perkembangan PDRB Kota Pagar Alam, (Triliun rupiah) Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran menunjukkan seluruh konsumsi Kota Pagar Alam dengan memperhatikan faktor perubahan harga. PDRB kota Pagar Alam atas dasar harga berlaku menurut pengeluaran tahun selalu mengalami kenaikan, dari 1,27 triliun pada tahun 2010, hingga mencapai 1,63 triliun pada Hal ini menunjukkan konsumsi/pengeluaran Kota Pagar Alam terus meningkat selama kurun waktu 3 tahun tersebut. Dengan melihat dari sisi permintaan agregat pada PDRB Kota pagar Alam menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku, sisi internal (konsumsi dan investasi) mengalami kenaikan sedangkan sisi eksternal (ekspor netto) justru terus mengalami penurunan yang artinya kenaikan jumlah konsumsi dan investasi diiringi penurunan jumlah ekspor netto (ekspor setelah dikurangi impor). 18 Tahun

31 Konsumsi (RT + LNPRT + Pemerintah) Investasi (PMTDB) Ekspor Netto (Ekspor Impor) PDRB Gambar 2. PDRB Kota Pagar Alam menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku, (Miliar rupiah) PDRB Kota Pagar alam menurut pengeluaran tahun Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan memberikan gambaran tingkat produktivitas perekonomian Kota Pagar Alam secara nyata. PDRB atas dasar harga konstan di Kota Pagar tahun 2010 hingga 2012 tetap meningkat, yang artinya pertumbuhan konsumsi/ pengeluaran tanpa dipengaruhi harga tetap meningkat pada kurun waktu tersebut. Dari 610,25 miliar rupiah di tahun 2010, PDRB atas dasar harga konstan meningkat menjadi 642,71 miliar rupiah pada tahun 2011 dan mencapai 683,41 rupiah pada tahun Tidak berbeda dengan konsumsi, nilai investasi atas dasar harga konstan yang digambarkan oleh komponen pembentukan modal tetap domestik bruto pada kurun tahun memperlihatkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2010 investasi hanya sebesar 160,27 miliar rupiah kemudian pada tahun 2011 meningkat sebesar 13,26 persen menjadi 181,52 miliar rupiah, dan peningkatan ini terus terjadi hingga pada tahun 2012 menjadi sebesar 206,12 miliar rupiah. Sementara itu neraca perdagangan (ekspor Netto) Kota Pagar Alam dari tahun Tahun

32 2010 hingga tahun 2012 mempunyai nilai negatif. Hal ini menggambarkan bahwa nilai impor Kota Pagar Alam lebih besar dibanding nilai ekspornya. Dengan pernyataan lain, barang dan jasa yang berasal dari luar wilayah lebih banyak dibanding yang dikirim ke luar wilayah Kota Pagar Alam. Pada tahun 2010 neraca perdagangan Kota Pagar Alam negatif 57,70 miliar rupiah kemudian pada tahun 2011 turun menjadi negatif 84,02 miliar rupiah, dan penurunan ini terus berlanjut hingga tahun 2012 menjadi negatif 110,7 miliar rupiah. Jika dilihat dari distribusinya, PDRB Kota Pagar Alam atas dasar harga konstan 2000, juga memiliki pola yang serupa dengan PDRB atas dasar harga berlaku, yakni sumbangan terbesar berasal dari konsumsi rumah tangga, Lembaga Swasta Nirlaba (LNPRT) dan pemerintah. Konsumsi (RT + LNPRT + Pemerintah) Gambar 3. PDRB Kota Pagar Alam menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan, (Miliar rupiah) Investasi (PMTDB) Ekspor Netto (Ekspor Impor) PDRB Struktur Permintaan Agregat Secara struktur, komposisi permintaan agregat bisa ditinjau dari dua sisi yaitu: a. Sisi internal yang terdiri dari komponen konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) yang merupakan representasi dari investasi. Komponen 20 Tahun

33 konsumsi sendiri terdiri dari konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah. b. Sisi eksternal terdiri dari ekspor dan impor. Kinerja sisi eksternal ditinjau dari nilai ekspor netto yang merupakan hasil pengurangan nilai ekspor dikurangi nilai impor. Suatu perekonomian dikatakan mapan jika perekonomian tersebut ditunjang oleh penguatan pada kedua sisi permintaan agregat. Penguatan sisi internal ditandai dengan penurunan peranan konsumsi terutama rumah tangga dan peningkatan peran investasi. Sedangkan penguatan pada sisi eksternal ditandai dengan peningkatan porsi ekspor netto. Secara umum, komposisi permintaan agregat Kota Pagar Alam dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dimana permintaan dari sisi internal masih mendominasi, terutama komponen konsumsi, dibandingkan permintaan dari sisi eksternal. Sepanjang periode permintaan agregat untuk konsumsi pada PDRB atas dasar harga berlaku cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2010 kontribusi permintaan agregat untuk konsumsi sebesar 87,35 persen, kemudian meningkat pada tahun 2011 yaitu mencapai 88,97 persen. Namun, pada tahun 2012 total pengeluaran komponen konsumsi yang terdiri dari konsumsi rumah tangga, lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah, kontribusinya menurun menjadi 87,79 persen. Tahun

34 2012 1,12 15,02 34,5 54,6 71,65 78, ,16 15,02 32,53 56,44 72,79 79, ,21 13,89 30,2 50,91 72,26 70, Konsumsi Rumah Tangga 72,26 72,79 71,65 Konsumsi LNPRT 1,21 1,16 1,12 Konsumsi Pemerintah 13,89 15,02 15,02 Investasi (PMTDB) 30,2 32,53 34,5 Ekspor 50,91 56,44 54,6 Impor 70,9 79,56 78,63 Gambar 4. Struktur Komponen Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, (persen) Secara rinci, konsumsi rumah tangga tahun 2010 sampai 2012 menyumbang kontribusi paling dominan terhadap PDRB Kota pagar Alam yaitu berkisar di angka 72 persen, walaupun pada tahun 2012 terjadi penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2011, dominasi konsumsi rumah tangga terhadap PDRB kota Pagar Alam masih sangat kentara. Gambar 4 di atas menunjukkan pertumbuhan PDRB Kota Pagar Alam sangat di tentukan oleh Konsumsi Rumah Tangga. Dominasi Konsumsi rumah tangga di Kota Pagar Alam dapat menjadi sisi positif apabila pengeluaran yang di konsumsi rumah tangga sesuai dengan kemampuannya untuk mengkonsumsi. Namun, jika sumber dana yang digunakan 22 Tahun

35 masyarakat lebih banyak berasal dari hutang, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat Kota pagar Alam ke depannya. Kontribusi komponen konsumsi pemerintah pada PDRB atas harga berlaku mencapai 15,02 persen di tahun 2012, tidak mengalami perubahan dari tahun 2011 walaupun atas dasar harga Konstan mengalami kenaikan. Ini artinya kenaikan konsumsi pemerintah sejalan dengan kenaikan PDRB total. Adapun Komponen yang berpengaruh dominan pada besaran konsumsi pemerintah adalah belanja pegawai serta belanja barang dan jasa. Komponen permintaan agregat dari sisi internal lainnya, yaitu PMTDB yang merupakan cerminan dari investasi mengalami peningkatan kontribusi dari 32,53 persen pada tahun 2011 menjadi 34,50 persen pada tahun Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan struktur internalnya, pada tahun 2012 perekonomian Kota Pagar Alam mengalami penguatan yang ditandai dengan peningkatan kinerja investasi dan penurunan porsi konsumsi rumah tangga. Namun demikian, masih rendahnya peranan investasi dan tingginya konsumsi terutama konsumsi rumah tangga menunjukkan bahwa perekonomian daerah ini belum bisa dikategorikan mapan. Di sisi eksternal, perekonomian Kota Pagar Alam sepanjang tiga tahun terakhir menunjukkan kondisi yang kurang baik. Ekspor netto selalu menunjukkan angka negatif. Bahkan pada tahun 2012, peran ekspor netto semakin menurun. Penurunan kontribusi ekspor netto disebabkan oleh peningkatan share impor yang cukup tinggi namun tidak diimbangi dengan peningkatan share ekspor. Walaupun share impor dari 79,56 persen tahun 2011 menjadi 78,63 persen tahun 2012, namun share ekspor juga menurun dari 56,44 persen tahun 2011 menjadi 54,60 persen tahun Sehingga, peran ekspor netto tahun 2012 tetap menurun dari negatif 23,12 persen menjadi negatif 24,03 persen. Capaian negatif ini menunjukkan kebutuhan masyarakat Kota Pagar Alam masih dipenuhi dari Kabupaten/Kota maupun propinsi dan negara lain. Sementara ekspor barang yang dihasilkan di Kota ini tidak sebanding dengan impor barang dari daerah lain. Dengan pernyataan lain, masyarakat Kota ini cenderung konsumtif sehingga masih memiliki Tahun

36 ketergantungan yang tinggi terhadap wilayah lain tetapi daya saing produk daerah ini masih rendah terutama di luar sektor pangan. Secara umum, pola pergeseran struktur permintaan agregat tersebut menujukkan bahwa kinerja perekonomian di Kota Pagar Alam sepanjang periode cenderung kurang mapan karena tidak didukung oleh penguatan ekonomi dari sisi eksternal. Oleh karena itu untuk membentuk perekonomian daerah yang lebih mapan, disamping upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi perlu juga diupayakan pertumbuhan dengan kualitas yang lebih baik. Penguatan ekspor dapat dilakukan dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mengoptimalkan sektor-sektor produktif seperti barang-barang ekspor ke luar daerah Kota Pagar Alam tanpa mengindahkan faktor lingkungan. Selain itu, dapat dilakukan penciptaan iklim investasi daerah yang baik dengan memperbaiki kemudahan trasnportasi ke Pagar Alam. 3.3 Pertumbuhan Permintaan Agregat 24 Pertumbuhan ekonomi adalah gerakan penambahan nilai tambah dalam penghitungan PDRB dari tahun ke tahun yang telah dikeluarkan faktor inflasinya. Untuk itu maka digunakan istilah PDRB atas dasar harga konstan yang artinya perkembangan nilai produksi masing-masing sektor ekonomi dihitung berdasarkan harga tahun dasar (dalam dasawarsa terakhir menggunakan perhitungan tahun dasar 2000). Dengan menggunakan harga konstan, pertumbuhan yang terjadi merupakan pertumbuhan riil perekonomian yang dapat menggambarkan peningkatan produksi secara makro atau pada PDRB menurut pengeluaran/penggunaan menggambarkan besarnya peningkatan konsumsi masing-masing komponen. Pertumbuhan ekonomi Kota Pagar Alam pada tahun 2012 tercatat sekitar 6,33 persen atau mengalami percepatan dibandingkan pertumbuhan di tahun 2011 yang berada pada kisaran 5,32 persen. Percepatan pertumbuhan ini mengindikasikan pulihnya perekonomian Kota Pagar Alam pasca krisis global. Pertumbuhan positif ini didukung oleh pertumbuhan semua komponen permintaan agregat. Dari sisi internal, konsumsi rumah tangga tumbuh 7,81 persen, konsumsi lembaga swasta nirlaba tumbuh 4,27 persen, konsumsi pemerintah tumbuh 8,35 persen, dan Tahun

37 pembentukan modal tetap domestik bruto tumbuh 13,55 persen. Sementara dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor sekitar 4,98 persen dan pertumbuhan impor sekitar 10,34 persen. 25,00 15,00 5,00 6,44 2,23 9,53 20,87 15,95 13,26 13,55 5,32 7,81 8,35 4,27 4,98 10,34 6,33-5, Konsumsi Rumahtangga 6,44 7,81 Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 2,23 4,27 Konsumsi Pemerintah 9,53 8,35 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 13,26 13,55 E k s p o r 15,95 4,98 I m p o r 20,87 10,34 Pertumbuhan Ekonomi 5,32 6,33 Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Komponen Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, (persen) Dilihat dari perkembangan laju pertumbuhan, konsumsi rumah tangga di tahun 2012 mengalami percepatan pertumbuhan yaitu dari sekitar 6,44 persen tahun 2011 menjadi 7,81 persen pada tahun Konsumsi lembaga swasta nirlaba pada tahun 2012 tumbuh 4,27 persen, lebih cepat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2,23 persen. Kegiatan investasi yang dicerminkan oleh komponen PMTDB pada tahun 2011 dan tahun 2012 tidak berbeda jauh. Jika pada tahun 2011, pertumbuhan PMTDB mencapai 13,26 persen, pada 2012 mencapai pertumbuhan 13,55 persen. Tingginya capaian Tahun

38 pertumbuhan ini didukung oleh peningkatan kegiatan proyek pembangunan sarana dan prasarana publik seperti Bandara yang berjalan mulai tahun 2011, maupun sarana dan sarana pemerintahan seperti kantor-kantor, jalan dan jembatan, serta pembangunan rumah toko (ruko) yang dilakukan masyarakat. Laju pertumbuhan ekspor pada tahun 2012 sedikit melambat dibandingkan laju pertumbuhan ekspor 2011, walaupun masih positif. Peningkatan ekspor menjadi penting untuk menghindari ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap impor dari luar Kota Pagar Alam. Sama halnya dengan ekspor, laju pertumbuhan impor pada tahun 2012 mencapai 10,34 persen, lebih lambat dari tahun 2011 yang sebesar 20,87 persen. Ini artinya konsumsi barang-barang dari luar Kota Pagar Alam tahun 2012 masih meningkat walaupun tidak secepat tahun Sumber Pertumbuhan Salah satu metode untuk mengetahui sumbangan masing-masing komponen permintaan agregat dalam capaian pertumbuhan ekonomi adalah dengan menghitung sumber pertumbuhan. Komponen permintaan agregat yang tumbuh cukup signifikan tidak berarti komponen tersebut mempunyai peranan yang besar terhadap nilai pertumbuhan total. 26 Tahun

39 ,00-4,00-2,00 0,00 2,00 4,00 6, Konsumsi Rumah Tangga 3,02 4,30 5,28 Konsumsi LNPRT -0,21 0,03 0,05 Konsumsi Pemerintah 1,07 1,02 0,93 Investasi (PMTDB) 1,77 3,48 3,83 Ekspor Neto -3,09-4,31-4,15 Gambar 6. Sumber Pertumbuhan Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, (persen) Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa konsumsi rumah tangga merupakan tumpuan pertumbuhan ekonomi Kota Pagar Alam dengan persentase sumber pertumbuhan yang terus meningkat hingga mencapai 5,28 persen dari 6,33 persen pertumbuhan ekonomi Kota Pagar Alam. Sementara komponen lainnya memberikan sumbangan yang fluktuatif. Selain itu, ekspor neto mempunyai nilai negatif yang cukup besar sehingga menjadi pengurang capaian pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan lebih besarnya sumbangan impor dibandingkan ekspor. Konsumsi lembaga swasta nirlaba memberikan sumbangan pertumbuhan di bawah satu persen. Hal ini dikarenakan secara nominal komponen ini nilainya kecil sehingga kurang berpengaruh terhadap capaian pertumbuhan secara total. Tahun

40 Konsumsi pemerintah memberikan sumbangan pertumbuhan yang cenderung\semakin menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, konsumsi pemerintah memberikan sumbangan pertumbuhan sebesar 1,07 persen. Selanjutnya sumbangan komponen ini terhadap total pertumbuhan melambat menjadi 1,02 persen di tahun 2011 dan semakin melambat hingga mencapai 0,93 persen pada tahun Komponen PMTDB memberikan sumbangan pada kisaran 1-4 persen terhadap capaian pertumbuhan total. Semakin kondusifnya perekonomian Kota Pagar Alam dan semakin giatnya pembangunan yang berdampak pada peningkatan investasi menyebabkan komponen ini mampu memberikan sumbangan pertumbuhan yang signifikan di tahun 2010, yakni sekitar 1,77 persen dan terus meningkat hingga tahun 2012 mencapai 3,83 persen. Komponen Ekspor Neto memberikan sumbangan yang sangat fluktuatif. Peningkatan ekspor berdampak pada peningkatan capaian pertumbuhan ekonomi tetapi peningkatan impor berimbas pada penurunan capaian pertumbuhan ekonomi. Komposisi yang tepat antara besaran ekspor dan impor akan memperlihatkan seberapa besar ketergantungan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lain. Nilai ekspor neto yang berada di sekitar 4 persen dengan nilai negatif menunjukkan tingginya impor dari luar daerah menghambat pertumbuhan ekonomi Kota Pagar Alam. 3.5 Inflasi Permintaan Agregat Inflasi merupakan gambaran mengenai terjadinya perubahan harga. Fluktuasi harga yang terjadi akan mempengaruhi daya beli konsumen, karena berakibat terhadap ketidakseimbangan dengan pendapatan. Indeks harga ini dapat diturunkan dari perhitungan PDRB yang disebut sebagai PDRB Deflator atau yang dikenal dengan indeks implisit. Indeks ini merupakan perbandingan antara PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. Sehingga secara total, angka yang diperoleh merupakan tingkat inflasi makro. Inflasi dari seluruh sektor ekonomi untuk PDRB menurut lapangan usaha didasarkan dari perkembangan harga produsen. Sementara inflasi dari komponen konsumsi 28 Tahun

41 PDRB menurut pengeluaran/penggunaan didasarkan pada perkembangan harga pada rantai perdagangan tingkat akhir atau tingkat konsumen. Secara umum, PDRB Kota Pagar Alam pada tahun 2012 mengalami inflasi sekitar 6,61 persen, menurun dibandingkan tahun lalu dimana inflasi pada tahun 2011 adalah sekitar 7,36 persen ,54 3,50 4,72 4,67 5,88 4,46 6, ,01 6,16 7,52 8,10 4,97 7,36 7,42 6,26 9,00 7,69 7,19 11,63 11,63 10,89 0,00 5,00 10,00 15, Konsumsi Rumah Tangga 7,42 7,01 3,50 Konsumsi LNPRT 6,26 6,16 4,72 Konsumsi Pemerintah 9,00 11,63 4,67 Investasi (PMTDB) 11,63 7,52 5,88 Ekspor 10,89 8,10 4,46 Impor 7,69 4,97 1,54 Inflasi PDRB 7,19 7,36 6,61 Gambar 7. Perkembangan Inflasi Komponen Permintaan Agregat Kota Pagar Alam, (persen) Tahun

42 Secara agregat, pada tahun 2012 laju inflasi tertinggi dari sisi internal terjadi pada komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, yaitu sekitar 5,88 persen. Sedangkan Inflasi terendah terjadi pada komponen konsumsi rumah tangga yakni sebesar 3,5 persen. Sementara dari sisi eksternal, ekspor dan impor masing-masing mengalami inflasi sekitar 4,46 persen dan 1,54 persen. Nilai inflasi masing-masing komponen kurang dari inflasi PDRB total karena inflasi perubahan stok sebagai penyeimbang mencapai 12,29 pada tahun Keterkaitan Pendapatan dengan Beberapa Komponen Permintaan Agregat Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung besaran PDRB, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran atau konsumsi. Pendekatan produksi PDRB dihitung berdasarkan produksi dari seluruh sektor lapangan usaha, pendekatan pendapatan PDRB dihitung berdasarkan pendapatan suatu daerah antara lain upah/gaji, bunga, sewa dan keuntungan, sedangkan pendekatan pengeluaran PDRB didefinisikan sebagai jumlah balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi atas keterlibatannya dalam proses produksi. Dengan pendekatan ini, PDRB dapat diinterpretasikan sebagai pendapatan domestik Keterkaitan Pendapatan dengan Konsumsi Jumlah konsumsi dalam aspek kuantum ditentukan oleh dua hal, yaitu perubahan pendapatan per kapita riil dan hubungan elastisitas pendapatan dengan konsumsi yang disebut sebagai income elasticity of demand. Secara makro, berubahnya pendapatan akan disertai oleh berubahnya nilai berbagai permintaan agregat (agregate demand), salah satunya konsumsi. Konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makro, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut hasrat marginal untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to Consume/MPC). Sedangkan berubahnya nilai konsumsi, mengakibatkan berubahnya proporsi pendapatan 30 Tahun

43 yang digunakan untuk konsumsi. Proporsi pendapatan untuk konsumsi ini biasa disebut dengan APC (Average Propensity to Consume). 1 0,61 0,72 0,81 0,73 0,72 0,83 0, Marginal Propensity to Consume (MPC) Average Propensity to Consume (APC) ,61 0,81 0,83 0,72 0,73 0,72 Gambar 8. Marginal Propensity to Consume (MPC) dan Average Propensity to Consume (APC) Kota Pagar Alam, Jika dilihat selama tiga tahun terakhir, kecenderungan masyarakat di Kota Pagar Alam untuk konsumsi mengalami kenaikan, MPC Kota Pagar Alam mengalami kenaikan dari tahun 2010 sebesar 0,61 hingga mencapai level 0,83 pada tahun Nilai MPC pada tahun 2012 sebesar 0,83 berarti bahwa setiap tambahan pendapatan sebesar rupiah akan menambah pengeluaran konsumsi sebesar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk di Kota Pagar Alam tergolong sebagai masyarakat yang konsumtif karena lebih dari setengah pendapatannya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Tahun

44 3.6.2 Keterkaitan Pendapatan dengan Investasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) merupakan besaran yang menggambarkan hubungan antara investasi dan output. ICOR dapat juga diartikan sebagai dampak penambahan kapital terhadap penambahan output (keluaran). Data investasi pendekatannya adalah komponen PMTDB dan output dalam hal ini adalah PDRB. Semakin kecil nilai ICOR menunjukkan semakin efisiennya perekonomian karena untuk setiap penambahan satu unit output membutuhkan penambahan kapital yang semakin kecil. Dalam analisis ICOR, terdapat beberapa asumsi antara lain: a. seluruh kapital dioperasikan secara maksimal (kapasitas tersedia sama dengan kapasitas digunakan), b. kapital yang ditanamkan menghasilkan output pada tahun yang bersamaan. ICOR 5,60 5,50 5,40 5,30 5,20 5,10 5,00 4,90 4,80 4,70 5,57 5,59 5, )r 2011*) 2012**) Gambar 9. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kota Pagar Alam, Nilai ICOR Kota Pagar Alam selama tiga tahun terakhir menunjukkan pola yang fluktuatif. Diawali tahun 2010, nilai ICOR Kota ini sebesar 5,57 persen. Kemudian angka tersebut naik menjadi 5,59 persen pada tahun Nilai ICOR ini mencerminkan bahwa iklim investasi di Kota Pagar Alam semakin kondusif dan perekonomian semakin efisien 32 Tahun

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 05/6474/Th.V, 28 Desember 2016 TINJAUAN PDRB KOTA BONTANG MENURUT PENGGUNAAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Penggunaan Kota Bontang dalam tahun 2015

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 03/14/Th.IV, 15 September 2014 TINJAUAN PDRB MENURUT KONSUMSI MENCAPAI 69,42 Triliun Rupiah, Net Ekspor 53,44 Triliun Rupiah Dari Harga Berlaku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Katalog BPS 9207. PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGGUNAAN (DAN AGREGAT-AGREGATNYA) TAHUN 2000 2005:Triwulan III Badan Pusat Statistik, Jakarta - Indonesia PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

id o..g ps.b w w w :// tp ht Produk Domestik Bruto menurut Penggunaan 2008-2013 ISSN: 1979-8776 No. Publikasi: 07240.1401 Katalog BPS: 9302004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: viii + 98 halaman

Lebih terperinci

/w :/ tp ht w w o. id s. g.b p PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2011-2015 ISBN : 978-979-064-978-1 Katalog : 9301005 Nomor Publikasi : 07240.1601 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

METODOLOGI. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu II. METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB BAB II METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013 Ukuran Buku Jumlah Halaman Diterbitkan Oleh Dicetak Oleh : 21 cm x 29,7 cm : x + 97 halaman : Badan Perencanaan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI 1. KONSEP DAN DEFINISI Konsep-konsep yang digunakan dalam penghitungan Produk Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut : Domestik A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2006 2009 Nomor Katalog BPS : 9302008.1118 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vi + 60 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Publikasi sebelumnya Pendapatan Regional Kabupaten Semarang dihitung berdasarkan pada pendekatan produksi. Lebih jauh dalam publikasi ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO. dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu BAB II METODOLOGI 2.1. PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam suatu

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamualaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Penggunaan Kota Semarang Tahun 2010. Produk Domestik Regional Bruto sisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 16/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Lebih terperinci

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. BAB II METODOLOGI P DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. Penggunaan PDRB tersebut secara garis besar ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/08/34/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL Menurut Penggunaan Gross Regional Domestic Product of Gunungkidul Regency by Type of Expenditure 2008-2012 BPS - Statistics of Gunungkidul Regency PRODUK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA YOGYAKARTA No. 32/08/34/Th. XI, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2009 SEBESAR -4,91 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014 No. 53/11/36/Th.VIII, 5 November 2014 PDRB Banten triwulan III 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2 persen, melambat

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan II Tahun 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Triwulan II Tahun 2014...6

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan III Tahun 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Triwulan III Tahun 2014...6

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jambi, September 2011 KEPALA BAPPEDA PROVINSI JAMBI. Ir. H. AHMAD FAUZI.MTP Pembina Utama Muda NIP

SAMBUTAN. Jambi, September 2011 KEPALA BAPPEDA PROVINSI JAMBI. Ir. H. AHMAD FAUZI.MTP Pembina Utama Muda NIP SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA PROVINSI JAMBI Ketersediaan data yang tepat dan akurat serta pada Time leg yang tidak terlalu jauh sangat dibutuhkan dalam penyusunan pembangunan daerah dan ini sesuai dengan amanat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Tahun 2013-2014 Triwulan I...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Tahun 2013-2014 Triwulan I...8

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 19/05/34/Th.XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Release PDRB tahun dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 No. 11/02/34/Th.XVII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN EKONOMI DAERAH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 SEBESAR 4,89 PERSEN No. 09/06/34/Th. IX, 4 Juni 2007 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN GUNUNGKIDUL Menurut Penggunaan Gross Regional Domestic Product of Gunungkidul Regency by Type of Expenditure 2007-2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan pada dasarnya merupakan perkiraan atau dugaan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan datang. Peramalan juga dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

Katalogus Dalam Terbitan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Trenggalek Menurut Pengeluaran 2010-2014 Katalog Publikasi : 9302004.3503 Nomor Publikasi : 35035.15017 Ukuran Buku Jumlah halaman

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA MENURUT PENGGUNAAN 2011 Nomor Publikasi : 64.035.11.04 Katalog BPS : 9303.6403 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm X 29 cm : 75 Halaman Naskah:

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9302008.3403 Bekerjasama dengan / in cooperation with PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH The Regional Development Planning Board of Gunungkidul BADAN PUSAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIS PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN/KOTA TATA CARA PENGHITUNGAN MENURUT PENGGUNAAN

PEDOMAN PRAKTIS PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN/KOTA TATA CARA PENGHITUNGAN MENURUT PENGGUNAAN :// ht tp w w w ps.b.id.g o PEDOMAN PRAKTIS PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN/KOTA TATA CARA PENGHITUNGAN MENURUT PENGGUNAAN PEDOMAN PRAKTIS PENGHITUNGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014 z BPS KABUPATEN SEKADAU No.01/11/6109/Th. I, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014 PEREKONOMIAN SEKADAU TAHUN 2014 TUMBUH 6,11 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kabupaten

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 41/11/31/Th. X, 17 November 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

madiunkota.bps.go.id

madiunkota.bps.go.id PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA MADIUN MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2010 2014 Katalog BPS : 9302008.3577 Nomor Publikasi : 35770.1508 Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm Jumlah Halaman : 57 + vii Naskah : Bidang

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci