KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN SUBSTRAT ANTIMIKROBA Lactobacillus plantarum 1A5 PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN SUBSTRAT ANTIMIKROBA Lactobacillus plantarum 1A5 PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN SUBSTRAT ANTIMIKROBA Lactobacillus plantarum 1A5 PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG SKRIPSI TANTRI SAVITRI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN TANTRI SAVITRI. D Karakteristik Mikrobiologis Bakso Sapi yang Diawetkan dengan Substrat Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 pada Penyimpanan Suhu Ruang. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Hj. Komariah, M.Si. Daging merupakan pangan sumber protein hewani yang memiliki kandungan nutrisi lengkap terutama komposisi proteinnya. Diversifikasi dari produk daging salah satunya adalah dengan dibuat bakso. Daging memiliki karakteristik mudah rusak (perishable) oleh aktivitas mikroorganisme. Salah satu cara yang biasa digunakan oleh produsen bakso untuk memperpanjang umur simpan adalah dengan penambahan bahan pengawet berbahaya untuk kesehatan seperti formalin dan boraks. Konsumen sekarang sudah cenderung untuk lebih memilih produk makanan yang berpengawet alami yang tidak menimbulkan masalah kesehatan. Bahan pengawet ini berasal dari salah satu bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam laktat, hidrogen peroksida dan hasil metabolisme lain yang dapat memberikan pengaruh positif bagi yang mengonsumsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat antimikroba yang diisolasi dari Lactobacillus plantarum 1A5 sebagai pengawet alami pada bakso daging sapi yang disimpan pada suhu ruang. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Oktober 2008 hingga bulan September 2008 dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Seafast Center, Fakultas Teknologi Pertanian. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penyaringan kultur Lactobacillus plantarum 1A5 umur 20 jam dalam media MRSB (de Man Ragosa Sharp Broth) yang diperkaya dengan Yeast Extract (YE) untuk mendapatkan Supernatan Bebas Sel. Tahap kedua yaitu pengawetan bakso dengan substrat antimikroba yang direndam selama 30 menit dan disimpan pada suhu ruang selama 0,9 dan 18 jam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antimikroba yang direndam pada lama simpan yang berbeda yang disimpan pada suhu ruang terhadap kontaminasi bakteri S. aureus, E. coli, Salmonella spp. dan menghitung total mikroba. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah penggunaan substrat antimikroba pada konsentrasi 0 dan 100 %. Faktor kedua adalah penyimpanan pada jam ke 0, 9 dan 18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologi daging sapi segar (H0) sebagai sampel penelitian yang berasal dari RPH Bogor didapatkan melebihi batas maksimum cemaran mikroba yang telah ditetapkan dalam SNI No , yaitu jumlah total mikroba sebesar 7,2 log cfu/g, S. aureus 6,16 log cfu/g, E. coli 3 log cfu/g dan negatif untuk Salmonella spp. Substrat antimikroba dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan E.coli bakso daging sapi sampai 9 jam pada penyimpanan suhu ruang. Serta mampu mencegah kontaminasi silang Salmonella spp. pada bakso sapi selama penyimpanan suhu ruang. Kata-kata kunci : bakso sapi, substrat antimikroba, karakteristik mikrobiologi

3 ABSTRACT Microbiological Characteristics of Beef Meatball Preserve with Antimicrobial Substrat from Lactobacillus plantarum 1A5 at Room Temperature. Savitri, T., I.I. Arief, and Komariah The objective of this research was to observe the effect of antimicrobial substrate of Lactobacillus plantarum 1A5 origin as a natural preservative on beef meatball at room temperature storage. The complete randomized design of two factors was used to analyze the effect of antimicrobial substrate microbiological characteristics of beef meatball. The treatments and control were storage at room temperature (± 28 0 C) with antimicrobial substrat 100 % and 0 % for 0 hour, 9 hours, and 18 hours after conditioning process. The variables were total plate count, quantitative of Staphylococcus aureus, quantitative of Escherichia coli and qualitative of Salmonella spp. The result of this research showed that there were decreasing (P<0,05) of total microbe, quantitave of Staphylococcus aureus and quantitative of Escherichia coli were decreasing (P<0,05) during room storage until 9 hours. Salmonella spp. test showed negative result. keywords : beef meatball, antimicrobial substrate, microbiological quality, Lactobacillus plantarum 1A5.

4 KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus plantarum 1A5 PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG TANTRI SAVITRI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 November 1987 di Jakarta. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rusdi Imawan dan Ibu Mardiana. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 12, Tangerang. Pendidikan dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Pamulang, hingga tahun 2002 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMU Negeri 1 Ciputat. Pada tahun 2005, penulis diterima di Fakultas Peternakan IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan. Penulis menjadi staf Departemen Pendidikan BEM KM IPB Kabinet IPB Bersatu periode , Staf Divisi Human Resources Development HIMAPROTER periode , Sekretaris Menteri Pertanian BEM KM IPB Kabinet Totalitas Perjuangan periode Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun ajaran 2007/2008. Penulis juga telah mengikuti beberapa kepanitiaan kegiatan seperti Masa Pengenalan Fakultas (MPF) yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Peternakan pada tahun 2008, Manajer Operasional kegiatan Leadership and Entrepreneurship School (LES) yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan BEM KM IPB, serta tergabung dalam beberapa kepanitian lainnya. Prestasi yang dicapai selama ini oleh penulis adalah Finalis Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa tahun 2007, Juara 1 Lomba Desain Baju Muslimah Famm Al Anam tahun 2008.

6 KATA PENGANTAR Assalamu alaikumwarahmatullahwabarakattuhu. Alhamdulillaah, segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-nya sempurna semua kebaikan. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa salam. Penulis panjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi dengan judul Karakteristik Mikrobiologis Bakso Sapi yang Diawetkan dengan Substrat Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 pada Penyimpanan Suhu Ruang. Bakso daging sapi merupakan salah satu makanan yang mudah rusak, terutama kerusakan yang diakibatkan mikroorganisme. Sebagai makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia, cara penyimpanan makanan daging olahan ini seringkali diabaikan higienitas dan sanitasinya. Bakso memerlukan penanganan khusus agar dapat bertahan lama. Salah satu caranya adalah dengan memberikan substrat antimikroba yang diisolasi dari bakteri asam laktat. Bakso dapat bertahan selama 9 jam pada suhu ruang (±28ºC), oleh karena itu, adanya penambahan substrat antimikroba diharapkan mampu memperpanjang umur simpan dari bakso. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas mikrobiologi dari bakso daging sapi yang diberi perlakuan Supernatan Bebas Sel (SBS) sebagai substrat antimikroba pada konsentrasi yang berbeda yaitu 0% dan 100% yang disimpan pada 0 jam, 9 jam dan 18 jam. Disamping itu, dapat memberikan informasi kepada masyarakat adanya pengawet alami yang dapat digunakan untuk mengawetkan daging. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan terutama bagi penulis sendiri pada khususnya, Amien. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, September 2009 Penulis

7 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Daging... 3 Bakso... 3 Bahan Pengisi... 4 Garam... 5 Bawang putih... 5 STPP... 5 Mikroorganisme Daging... 6 Faktor Intrinsik Pertumbuhan Mikrorganisme... 7 Faktor Ekstrinsik Pertumbuhan Mikrorganisme... 8 Zat Antimikroba Asam Organik Hidrogen Peroksida Lactobacillus spp Lactobacillus plantarum 1A Bakteriosin Bakteri Patogen Staphylococcus aureus Escherichia coli Salmonella spp METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan i ii iii iv v vi vii ix x xi

8 Prosedur Bakteri Pertumbuhan Ekstraksi Substrat Antimikroba Pembuatan Bakso Pengawetan Bakso dengan Substrat Antimikroba Pengujian Kualitas Mikrobiologis pada Daging Segar dan Bakso 26 Analisis Kuantitatif Total Mikroba Analisis Kuantitatif Total Staphylococcus aureus Analisis Kuantitatif Total Escherichia coli Analisis Pendugaan Total Salmonella spp HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Kualitas Mikrobiologi Aktivitas TPC, S. aureus, E. coli dan Salmonella spp. pada daging segar Total Mikroba pada Bakso Jumlah Escherichia coli pada Bakso Jumlah Staphylococcus aureus pada Bakso Kualitatif Salmonella spp. pada Bakso KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

9 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) Kondisi Pertumbuhan Salmonella spp Hasil Uji Salmonella spp. pada TSIA dan LIA Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi Total Mikroba Bakso Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi E. coli pada Bakso Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi S. aureus pada Bakso Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi Salmonella spp. pada Bakso... 39

10 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bentuk Bakteri Lactobacillus spp Bentuk Bakteri Lactobacillus plantarum Bentuk Bakteri Staphylococcus aureus Bentuk Bakteri Eschericia coli Bentuk Bakteri Salmonella spp Alur Proses Pembuatan Bakso dengan Penambahan Substrat Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A Rataan Populasi Total Mikroba pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan Rataan Populasi Escherichia coli pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan Rataan Populasi Staphylococcus aureus pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan... 37

11 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Ragam terhadap Jumlah Total Mikroba pada Bakso Sapi yang disimpan pada Suhu Ruang Analisis Ragam terhadap Jumlah E. coli pada Bakso Sapi yang disimpan pada Suhu Ruang Analisis Ragam terhadap Jumlah S. aureus pada Bakso Sapi yang disimpan pada Suhu Ruang Proses Pembuatan Bakso Gambar Penyaringan Substrat Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A Gambar Perendaman Bakso dengan Substrat Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A Gambar Total Mikroba Bakso dengan Lama Penyimpanan 0,9,18 jam Gambar E. coli Bakso dengan Lama Penyimpanan 0,9,18 jam Gambar S. aureus Bakso dengan Lama Penyimpanan 0,9,18 jam... 52

12 PENDAHULUAN Latar belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Daging adalah salah satu sumber protein yang memiliki sejumlah asam amino esensial dan memiliki nilai biologis dan kecernaan yang baik (Lawrie, 2003). Disamping mutu proteinnya tinggi, daging dapat diolah dengan berbagai cara, salah satu produk olahan daging adalah bakso. Bakso adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging dengan kadar daging tidak kurang dari 50% (SNI, 1995). Produsen bakso sering kali menggunakan bahan tambahan berbahaya antara lain bahan pemutih, pengenyal dan pengawet dalam pembuatannya untuk mendapatkan untung yang besar. Produk makanan olahan berbahan dasar daging pada umumnya mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik, kimia atau kombinasi diantaranya. Kerusakan bahan pangan akan mengakibatkan tidak tahan disimpan lama dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pengawetan produk olahan daging telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan. Pengawetan ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan kadar air pangan dengan berbagai cara seperti pengeringan, pemberian bahan atau senyawa yang dapat mengikat air bebas atau membunuh mikroba perusak. Bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan belum tentu aman dikonsumsi manusia karena biasanya bahan pengawet yang ditambahkan merupakan bahan kimia. Salah satu bahan tambahan pangan yang berbahaya untuk tubuh adalah boraks yang sering digunakan dalam pengawetan bakso dan hal ini berbahaya karena boraks bersifat karsinogenik. Hal ini menyebabkan perlu adanya bahan pengawet alternatif alami yang dapat menggantikan boraks, karena masyarakat sudah mulai peduli tentang keamanan pangan. Diperlukan suatu perlakuan khusus untuk mengurangi jumlah cemaran mikroorganisme perusak yang dapat menghilangkan kandungan gizi dalam bakso. Penggunaan substrat antimikroba, yang diperoleh dari Bakteri Asam Laktat (BAL) perlu dikaji sebagai bahan pengawet alternatif yang alami dan aman dikonsumsi. 1

13 Menurut Surono (2004) bakteri ini dapat menghambat kerja mikroorganisme perusak karena menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik dan bakteriosin. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman bakso pada larutan substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 terhadap karakteristik mikrobiologis bakso pada penyimpanan suhu ruang hingga 18 jam. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging sapi menurut Standar Nasional Indonesia adalah urat daging yang melekat pada kerangka sapi, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi sehat pada waktu dipotong. Menurut Hui et al. (2001), daging adalah komponen proses post mortem yang dapat dimakan yang berasal dari ternak hidup mencakup ternak domestikasi, domba, kambing, babi dan unggas dan juga hewan liar seperti rusa, kelinci dan ikan. Menurut Varnam dan Sutherland (1996), daging adalah pangan tinggi protein, kualitas proteinnya sangat tinggi, tipe dan perbandingan asam aminonya menyetarai kebutuhan pertahanan dan pertumbuhan jaringan tubuh manusia. Daging mengandung asam amino esensial seperti lisin dan treonin dalam jumlah substansial serta metionin dan triptofan dalam jumlah yang cukup. Daging sangat disukai oleh manusia maupun oleh organisme lain. Organisme lain yang masuk ke dalam daging dapat menyebabkan produk tersebut tidak menarik karena terjadinya perubahan (pembusukkan). Organisme yang menyebabkan daging busuk dapat diperoleh melalui infeksi hewan hidup (penyakit endogenous) atau dengan kontaminasi daging pasca mati (penyakit eksogenous). Infeksi endogenous berasal dari hewan-hewan yang terinfeksi seperti antraks, tuberkolosis bovine, dan brucellosis. Penyakit tersebut disebabkan oleh mikroba B. anthracis, M. tuberkolosis dan brucella sp. sumber dari infeksi eksogenous adalah darah yang keluar pada saat pemotongan, kulit, tanah yang melekat, isi saluran pencernaan, air, udara, alat yang digunakan seperti pisau, tong, tempat penyimpanan barang serta kontaminasi dari orang itu sendiri (Lawrie, 1998). Bakso Bakso didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging terbaik (kadar daging tidak kurang dari 50%) dengan atau tanpa bahan makanan tambahan yang diizinkan (SNI,1995). Bahanbahan bakso terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama dari produk bakso ini adalah daging, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada serta bahan penyedap 3

15 (Sunarlim,1992). Bakso daging sapi umumnya menggunakan potongan daging penutup (Top Side), gandik (Silver Side) (Purnomo,1990). Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari empat tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan. Pada proses penggilingan daging, perlu diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan pada saat proses penggilingan, karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan emulsi adalah dibawah 20 0 C. Suhu diatas 20 0 C menyebabkan denaturasi protein sehingga emulsi akan pecah. Pembentukan dalam adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin pencetak bakso. Pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan lemak terpisah dari sistem emulsi. Hal ini disebabkan lemak mengembang dan protein mengkerut secara mendadak sehingga matrik protein pecah dan lemak keluar dari campuran (Anshori,2002). Menurut Sinaga (1988), bakso yang dijual di pasar lebih banyak mengandung mikroba koliform dibandingkan bakso yang dijual di supermarket. Bakteri koliform didefinisikan sebagai semua bakteri basili Gram Negatif baik aerobik maupun anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan laktosa menghasilkan gas pada suhu 35 0 C selama 48 jam (Benwart,1989). Menurut SNI Bakso Daging (1995) syarat mutu cemaran mikroba untuk angka lempeng total adalah maksimal 1x 10 5 koloni/g, Escherichia coli adalah < 3 APM/g, tidak terdapat Salmonella, dan jumlah maksimal untuk Staphylococcus aureus adalah 1x 10 2 koloni/g. Bahan Pengisi Bahan pengisi merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk membuat bakso yaitu tepung tapioka. Bahan pengisi yang digunakan pada produk bertujuan untuk memperbaiki stabilitas emulsi, meningkatkan rendemen, memperbaiki daya iris, memperbaiki flavor dan juga mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi dan protein rendah. Hal ini menyebabkan bahan pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, protein yang rendah dan menyebabkan bahan pengisi memiliki kemampuan mengikat air yang baik, tetapi tidak dapat mengemulsikan lemak (Sunarlim,1992). 4

16 Garam Garam digunakan sebagai bahan pembuatan bakso. Garam dapur berfungsi untuk memberi cita rasa, mengekstraksi miofibrial dan untuk meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat mikroorganisme pembusuk (Cross dan Overby,1998). Menurut Sunarlim (1992), penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% dan lebih dari 4%, karena konsentrasi garam kurang dari 1,8% menyebabkan rendahnya protein terlarut. Garam yang ditambahkan pada daging dapat mengakibatkan semakin tinggi daya mengikat air (DMA). Hal ini disebabkan garam dapat memperluas ruang antar filamen dalam protein miofibril sehingga terjadi pengembangan diameter mifobril (Ockerman,1983). Bawang Putih Bawang putih merupakan rempah-rempah yang memiliki sifat antimikroba terbaik terhadap E.coli, Aerobacter aerogenes, Staphylococcus aureus dan Shigella sonnei. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bersifat antibakteri dan antiseptik. Kandungan allicin dan allin berkaitan dengan antikolesterol (Setiawan et al., 1999). Di samping itu bawang putih dapat mengurangi jumlah koliform, bakteri dan total bakteri. Bawang putih (Allium sativum) menghasilkan 0,2 % minyak atsiri yang mengandung dialil sulfida, dialil trisulfida, alil propel disulfide, allin dan alisin. Hitokoro et al. (1990), menunjukan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih 10 % dapat menurunkan laju pertumbuhan Aspergilus flavus sedangkan ekstrak bawang putih segar pada konsentrasi 0,5% dapat menghambat Salmonella spp. dan E. coli. Sodium Tripolifosfat (STPP) Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson et al., 1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Purnomo (1990) menyatakan bahwa terdapat pembatasan dalam penggunaan polifosfat, hal ini disebabkan fosfat memiliki rasa agak pahit pada konsentrasi tertentu. Penggunaan fosfat pada umumnya berkisar 0,3% dan tidak melebihi 0,5%. 5

17 Sedangkan menurut Pearson dan Tauber (1984) konsentrasi STPP yang dapat ditolerir oleh tubuh tanpa ada gangguan fisiologis adalah 0,5%. Mikroorganisme Daging Mutu mikrobiologi dari suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme patogenik yang terdapat didalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan kondisi tertentu dari penyimpanannya (Buckle et al.,1987). Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk. Hal ini disebabkan daging mempunyai kadar air yang tinggi antara 68-75%, kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasi, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, mempunyai ph yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme sekitar 5,3-6,5. Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh sifat fisik daging diantaranya besar kecilnya karkas, potongan karkas, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan processing (Soeparno,1998). Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta ( ) sel atau lebih per 1 cm 2 luas permukaan daging. Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tandatanda sebagai berikut: (1) pembentukan lendir, (2) perubahan warna, (3) perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H 2 S, dan senyawa lain-lain, (3) perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam, (4) ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging (Dinas Kesehatan Sleman, 2001). Bakteri yang sering dijumpai pada daging yaitu dari strain Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermospacta (sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa famili dari Enterobactericeae. Bakteri dapat tumbuh tidak hanya pada permukaan daging tetapi tumbuh juga pada bagian dalam daging melalui (1) penetrasi melalui membran 6

18 mukosa saluran respirasi dan pencernaan, (2) bakteri yang berasal dari usus yang terjadi selama pemotongan maupun sesudahnya, (3) bakteri yang terbawa oleh luka selama pemotongan dan (4) bakteri yang berasal dari permukaan dan kemudian berpenetrasi ke dalam jaringan otot lebih dalam (Gill, 1982). Pada umumnya bakteri tumbuh di permukaan, namun tidak tertutup kemungkinan ditemukan bakteri di dalam daging. Bakteri dapat mencapai jaringan dalam karkas dengan berbagai cara, diantaranya melalui mekanisme berikut : (1) jaringan ternak sehat dapat mengandung sebuah populasi kecil bakteri namun dinamis bila bakteri secara terus-menerus memperoleh akses ke dalam jaringan ternak hidup, dengan penetrasi membran mukosa saluran respirasi dan percernaan, untuk mengganti yang telah dibasmi oleh mekanisme ketahanan tubuh ternak, (2) bakteri dari usus dapat menyerang jaringan karkas, baik selama pemotongan (agonal invasion) maupun setelah pemotongan (postmortem invasion), (3) bakteri dapat terbawa ke jaringan oleh luka sebelum pemotongan dan (4) bakteri yang mengkontaminasi permukaan karkas dapat memenetrasi ke lapisan jaringan otot yang lebih dalam (Gill, 1982). Lawrie (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) faktor intrinsik antara lain nilai nutrisi daging, kadar air, nilai ph, potensi oksidasi reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat dan (2) faktor ekstrinsik meliputi suhu, kelembaban relatif, oksigen dan kondisi daging. Faktor Intrinsik Pertumbuhan Mikroorganisme Faktor intrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi nutrisi, kadar air, nilai ph, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghambat dan jaringan protektif (Soeparno, 1998). Mikroorganisme memerlukan nitrogen, energi, mineral dan vitamin B untuk pertumbuhannya, selain air dan oksigen. Kebutuhan nitrogen berasal dari asam-asam amino, peptida dan protein. Sumber energi mikroorganisme adalah karbohidrat. Namun, karena daging mengandung karbohidrat dalam jumlah yang relatif sangat sedikit, mikroorganisme terutama mikroorganisme proteolitik, menggunakan protein sebagai sumber energi dan beberapa mikroorganisme lain dapat menggunakan lemak. Semua 7

19 mikroorganisme membutuhkan mineral, sedangkan kebutuhan vitamin dan faktor pertumbuhan lain bervariasi. Kadar air yang tersedia di dalam daging sangat menentukan tingkat pertumbuhan mikroorganisme. Kebutuhan air pada mikroorganisme dinyatakan sebagai aktifitas air atau yang lazim disebut water activity (a w ). Bakteri membutuhkan kadar a w yang lebih tinggi daripada jamur atau ragi. Sejumlah bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada a w lebih kecil dari 0,91, tetapi a w minimum untuk pertumbuhan sangat bervariasi. Daging memiliki ph ultimat (5,4-5,8) yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan sebagian besar bakteri. Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada ph kira-kira 7,0. Pertumbuhan mikroba akan berkurang pada ph 5,2 atau lebih rendah dan pada ph daging ultimat yang tinggi, pertumbuhan mikroba meningkat. Nilai ph daging pada saat masih hidup sekitar 6,8-7,2 (Forrest et al.,1975) sedangkan menurut Buckle et al. (1987) berkisar antara 7,2-7,4. Nilai ph postmortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob yaitu sekitar 5,1-6,2 dan hal ini disebabkan hewan lelah, kelaparan atau takut pada hewan sebelum dipotong. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada ph sekitar 7 dan tidak akan tumbuh di bawah ph 4 atau di atas ph 9. Nilai ph tidak langsung turun begitu saja tetapi menurun secara bertahap yaitu pada satu jam pertama setelah ternak dipotong dan semakin menurun lagi setelah tercapainya rigormortis (Forrest et al.,1975). Pengaruh potensial oksidasi reduksi terhadap pertumbuhan mikroba adalah memperpanjang fase log awal selanjutnya pertumbuhan tidak lagi dipengaruhi karena sekali mikroorganisme tersebut teradaptasi terhadap potensial oksidasi-reduksi yang tinggi maka tingkat pertumbuhannya akan sama dengan potensial oksidasi reduksi yang rendah. Mikroorganisme aerobik adalah mikroorganisme yang dapat tumbuh pada potensi oksidasi-reduksi yang tinggi sedangkan mikroorganisme anaerobik tumbuh pada potensi oksidasi yang rendah. Secara alami daging tidak mempunyai komponen bakteriostatik. Lemak karkas dan kulit dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme. 8

20 Faktor Ekstrinsik Pertumbuhan Mikroorganisme Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi suhu, kelembaban relatif, oksigen atmosfir, dan keadaan fisik daging (Soeparno,1998). Suhu merupakan faktor yang paling utama dalam pertumbuhan mikroba. Semakin tinggi suhu maka semakin besar tingkat pertumbuhan. Banyak mikroorganisme daging yang akan tumbuh pada suhu di bawah 0 0 C sampai di atas 65 0 C tetapi untuk mikroorganisme tertentu, pertumbuhan yang baik terjadi pada suhu tertentu yang terbatas kisarannya. Mikroorganisme pembusuk pada daging di bagi menjadi tiga kategori yaitu psikrofilik yang mempunyai suhu optimum antara -2 0 C dan 7 0 C, mesofilik antara 10 0 C dan 40 0 C serta termofilik dari 43 0 C hingga 66 0 C. Perbedaan tersebut tidaklah mutlak, tetapi seperti halnya bakteri Gram negatif bentuk batang (biasanya dimasukkan dalam kategori mesofilik) dapat tumbuh pada suhu -1,5 0 C. Pada suhu dingin dalam kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh pseudomonas sedangkan pada kondisi anaerob didominasi oleh bakteri Laktobasili. Bakteri tersebut pada awalnya menyerang glukosa dan semakin lama menyerang asam amino yang dimiliki oleh daging (Soeparno, 1998). Semakin tinggi suhu penyimpanan, kelembaban relatif seharusnya semakin rendah. Apabila kelembaban relatif terlalu rendah banyak cairan permukaan daging akan banyak yang menguap (dehidrasi) sehingga banyak mikroba yang akan dihambat dan apabila kelembaban relatif terlalu tinggi maka cairan akan berkondensasi pada permukan daging sehingga permukaan daging menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan mikroba (Soeparno, 1998). Mikroorganisme yang tumbuh pada permukaan daging adalah mikroorganisme aerobik dan anaerobik fakultatif. Pengepakan vakum atau pengalengan dapat mereduksi atau mencegah aktivitas mikroorganisme aerobik. Atmosfer yang terdiri atas 100% karbondioksida dapat digunakan untuk menghambat Laktobasili dan enterobakteria (Lawrie,1995). Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, ph dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1987). Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme, termasuk mikroba pembusuk atau perusak karena : (1) mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%); (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen (asam amino); (3) mengandung sejumlah karbohidrat 9

21 yang difermentasikan (gula); (4) kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme (unsur unsur C,O,N,P,S dan unsur-unsur makro seperti Mg, Ca, Fe, Co dan Cu) dan (5) mempunyai ph yang menguntungkan bagi sejumlah mikrorganisme yaitu 5,3-6,5 (Soeparno,1998). Aktivitas mikroorganisme juga dipengaruhi oleh kondisi fisik daging seperti besar kecilnya karkas, potongan karkas atau daging, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan pengolahan. Penggilingan daging akan memperbesar kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (Forrest et al., 1975), karena area permukaan menjadi lebih besar, nutrien air akan lebih siap tersedia, penetrasi dan pemanfaatan oksigen akan lebih besar, kontak dengan alat yang menjadi sumber kontaminasi dan distribusi mikroorganisme yang lebih merata keseluruh bagian daging selama pengolahan (Soeparno,1998). SNI mensyaratkan batas maksimum cemaran mikroba seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging No Jenis cemaran mikroba Batas maksimum cemaran mikroba Daging segar/beku Daging tanpa tulang 1. Angka lempeng total bakteri 1x10 4 1x Escherischia coli* 5x10 1 5x Staphylococcus aureus 1x10 1 1x Clostridium sp Salmonella sp.* * Negatif Negatif 6. Coliform 1x10 2 1x Enterococci 1x10 2 1x Campylobacter sp Listeria sp. 0 0 Keterangan: (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif Sumber: SNI No Mikroorganisme yang hidup di dalam permukaan daging adalah Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Streptococcus, Sarcinia, Leuconostoc, Lactobacillus, Flavobacterium, Proteus, Bacillus, Clostridium, Escherichia, dan Salmonella (Frazier et al., 1988). Tipe bakteri yang umum dalam daging adalah strain dari Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix 10

22 thermophacta (sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa generasi dari famili Enterobacteriaceae (Gill, 1982). Zat Antimikroba Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan akivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1992), zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi beberapa faktor yaitu (1) konsentrasi zat pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifat-sifat mikroba, (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, PH, jenis senyawa didalamnya (Davidson dan Branen,1993). Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikrobial adalah fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuartener, asam dan basa dan gas khemosterilen (Pelczar et al., 1979). Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui berbagai cara, yaitu: (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan (3) terbentuk selama pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan. Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa kriteria ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena adanya komponen makanan, tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988). Mekanisme kerja antimikroba terhadap mikroba terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: (1) mengganggu pembentukan dinding sel. Mekanisme ini disebabkan adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tidak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri; (2) bereaksi dengan membran sel. Komponen bioaktif dapat mengganggu 11

23 dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang dapat menyebabkan kebocoran intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel; (3) menginaktivasi enzim. Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam memperthankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahnkan kelangsungan aktivitasnya. akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan menyebabkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif); (4) menginaktivasi fungsi material genetik. Komponen bioaktif dapat mengganggu pemebentukan asam nukleta (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak mutu genetik sehingga menyebabkan terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan. Penggolongan antimikroba berdasarkan sifat toksisitas selektifnya (Mckane dan Kandel, 1985), yaitu: (1) antimikroba yang bersifat mikrobistatik yaitu antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan dan multiplikasi mikroorganisme namun tidak mematikan atau menghilangkan mikroorganisme, sehingga mikroorganisme masih ada dan dapat tumbuh lagi jika zat antimikroba itu dihilangkan. (2) antimikroba yang bersifat mikrobisidal yaitu antimikroba yang dapat mematikan mikroorganisme sehingga mempunyai efek permanen dan irreversible. Klasifikasi antimikroba yang lain menurut Dwijoseputro (1990) adalah berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap berbagai mikroorganisme, yaitu: (1) antimikroba berspektrum luas yaitu antimikroba yang efektif terhadap berbagai jenis mikroorganisme. (2) antimikroba berspektrum sempit yaitu antimikroba yang efektif terhadap mikroorganisme tertentu. Beberapa antimikroba dapat bersifat mikrobisidal dibawah kondisi tertentu dan bersifat mikrobistatik pada kondisi lainnya. setiap bakteri uji memiliki sifat spesifik yang berhubungan dengan sensitifitas dan daya tahan hidup pada berbagai faktor lingkungan dan serangan dari senyawa yang bersifat antagonis. Sensitifitas bakteri terhadap bakteriosin merupakan karakteristik intrinsik dari setiap galur tergantung pada kondisi media (Leal-Sanchez et al.,2002). Efektifitas bakteriosin 12

24 juga tergantung pada jenis dan konsentrasi bakteriosin serta jumlah populasi dari bakteri uji (Nurliana,1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba menurut Pelczar dan Chan (1986), McKane dan Kandel (1985), serta Woods dan Church (1999) yaitu : (1) konsentrasi atau intensitas antimikroba; (2) jumlah mikroorganisme (semakin banyak jumlah mikroorganisme dalam bahan pangan maka dibutuhkan waktu yang lebih lama atau dosis yang lebih tinggi untuk mencapai level dekontaminasi); (3) spesies mikroorganisme (setiap spesies menunjukkan kerentanan yang berbeda-bedaterhadap antimikroba); (4) fase pertumbuhan mikroorganisme; (5) kondisi lingkungan berupa suhu, ph, kelembaban (mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan dengan ph asam dapat dimusnahkan pada suhu yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama di lingkungan basa); dan (6) lama penyimpanan bahan pangan. Asam Organik Asam organik dalam bahan pangan dapat berfungsi sebagai pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi antimikroba yang efektif pada ph mendekati netral (Roller, 2003). Terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh bakteri asam laktat dapat menyebabkan penurunan ph. Akibatnya mikroba yang tidak tahan terhadap kondisi ph yang relatif rendah akan terhambat (Fardiaz, 1992). Aktivitas asam-asam lipofilik seperti asam laktat dan asam asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba dan pada ph intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolik essensial seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif dengan demikian mereduksi ph intraseluler. Jenie (1996) menyatakan bahwa akumulasi produk akhir asam yang rendah ph-nya menghasilkan penghambatan yang luas terhadap gram positif maupun gram negatif. Asam lemah dapat menurunkan ph sitoplasma, mempengaruhi struktur membran dan fluiditasnya, serta mengkelat ion-ion dinding sel bakteri (Stratford,2000). Penurunan ph sitoplasma akan mempengaruhi protein struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat dan fosfolipid membran (Davidson dan Branen,1993). Molekul asam lemah yang tidak bermuatan (HA) dapat masuk melalui membran plasma. Anion (A-) dan proton (H+) akan terbentuk dalam sel, selanjutnya 13

25 proton yang berlebih di dalam sitoplasma akan dikeluarkan oleh enzim ATP-ase yang terdapat pada membran (Garbutt,1997). Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) merupakan salah satu substrat antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Senyawa ini dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Pada suhu ruang dekomposisi H 2 O 2 berjalan lambat. Perubahan kondisi lingkungan seperti ph dan suhu mempengaruhi kecepatan H 2 O 2 terdekomposisi. Dengan kenaikan suhu, keefisienan dalam menghancurkan bakteri meningkat tetapi kecepatan terdekomposisinya juga semakin cepat (Branen et al., 1993). Hidrogen peroksida secara umum memiliki spektrum penghambatan yang luas, meliputi bakteri, kapang, khamir, virus, dan mikroorganisme penghasil spora. Hidrogen peroksida lebih efektif dalam menghambat bakteri anaerobik karena kekurangan enzim katalase, yang mampu merusak peroksida (Davidson dan Branen,1993). Beberapa strain dari bakteri asam laktat menghasilkan H 2 O 2 pada kondisi pertumbuhan yang aerobik dimana disebabkan kekurangan cellular catalase, pseudocatalase atau peroxidase. Strain bakteri asam laktat terpaksa melepaskan zatzat H 2 O 2 kedalam lingkungan tumbuhnya untuk memproteksi diri dari adanya antimikrobial agen. Strain lainnya yang dapat menghasilkan zat-zat itu pada kondisi pertumbuhan yang baik, cukup H 2 O 2 untuk merangsang adanya fungsi bakteriostatik dan sedikit bakteriosidal. H 2 O 2 merupakan agen oksidasi dan dapat dipakai sebagai zat antimikrobial yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteria, fungi dan virus (bacteriophage). Pada kondisi sedikit oksigen (microaerophilic) akan menghasilkan sedikit H 2 O 2 oleh strain bakteri ini (Ray, 1992). Reaksi pembentukan H 2 O 2 akan mengikat oksigen sehingga membentuk suasana anaerob yang membuat tidak nyaman bakteri aerob (Surono,2004). Fungsi H 2 O 2 sebagai antimikroba tergantung pada kemampuan oksidatifnya. Kemampuan untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba. Kemampuan bakterisidal dari H 2 O 2 beragam tergantung ph, konsentrasi, suhu, waktu, dan tipe serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi tertentu spora bakteri ditemukan paling resistan terhadap H 2 O 2, diikuti dengan bakteri gram positif. Bakteri 14

26 yang paling sensitif terhadap H 2 O 2 adalah bakteri gram negatif, terutama koliform (Davidson dan Branen,1993). Lactobacillus spp. Genus Lactobacillus spp. merupakan Gram positif, tidak berspora dan bergerak dengan peritrikus flagella. Lactobacillus spp. bersifat anaerob fakultatif dan kadang-kadang mikrofilik, dapat tumbuh dengan adanya oksigen tetapi lebih baik dibawah kekurangan oksigen (Bergeys Manual, 2002). Beberapa spesies Lactobacillus spp. dapat digolongkan sebagai BAL homofermentatif dan heterofermentatif (Buckle et al, 1987). Menurut Ray (2001), Lactobacillus spp. banyak ditemukan pada tanaman, susu, daging dan juga feses. Mayoritas dari jenis Lactobacillus spp. digunakan dalam proses pembuatan makanan dan beberapa digunakan sebagai probiotik. Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1.Bentuk Bakteri Lactobacillus spp. (Sumber : Beberapa spesies dapat tumbuh pada suhu rendah misalnya penyimpanan produk dalam refrigerator. Beberapa strain menghasilkan bakteriosin yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Menurut Fardiaz (1992), kelompok Lactobacillus mempunyai bentuk batang yang panjang, katalase negatif dan tergolong bakteri Gram positif. Lactobacillus plantarum 1A5 Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37 0 C (Frazier dan Westhoff, 1988). L. plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 _m) dan tidak bergerak (non motil). 15

27 Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar, L. plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks, dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988). Hasil penelitian Permanasari (2008) menunjukkan bahwa jenis isolat BAL Lactobacillus plantarum 1A5 tergolong dalam Gram positif yang memiliki bentuk batang dengan susunan rantai atau tunggal. Isolat BAL Lactobacillus plantarum 1A5 sendiri merupakan isolat bakteri asam laktat kelima dari daging sapi pasar Anyar Bogor dengan umur 9 jam postmortem pada suhu ruang. Permanasari (2008) melakukan penelitian mengenai penghambatan asam organik dari isolat BAL Lactobacillus plantarum 1A5 terhadap ketiga bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus, Salmonella thypimurium dan Eschericia coli, dan dari rataan diameter zona hambat yang terbentuk dari substrat antimikroba 12 isolat bakteri asam laktat lainnya. Isolat BAL Lactobacillus plantarum 1A5 mempunyai penghambatan yang paling baik terhadap ketiga bakteri uji dan memiliki nilai total asam tertitrasi cukup tinggi yang berbanding lurus terhadap nilai ph. Hasil konfrontasi dari 12 isolat BAL yang digunakan menunjukkan bahwa isolat Lactobacillus plantarum 1A5 memiliki aktivitas penghambatan yang paling baik dilihat dari nilai MIC atau konsentrasi minimum penghambatan. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) merupakan konsentrasi minimum yang dapat menghambat pertumbuhan lebih dari 90%. L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978) asam laktat dapat menghasilkan ph yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. L. plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat (Sarles et al., 1956). Dalam keadaan asam, L. plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri pathogen dan bakteri pembusuk (Delgado et al., 2001). Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 2. 16

28 Gambar 2. Bentuk Bakteri L. plantarum (Sumber : Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi dari mikrooganisme pathogen dan penghasil racun karena kemampuannya untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan ph substrat, selain itu BAL dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri (Suriawiria, 1983). L. plantarum juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini, 1995). Bakteriosin Sejumlah strain bakteri tertentu mampu menghasilkan substansi protein, biasanya memiliki bobot molekul yang kecil yang mampu menghambat bakteri lain, secara umum substansi ini dikenal dengan nama bakteriosin (Tannock, 1999). Bakteri asam laktat secara alami menghasilkan bakteriosin yaitu suatu senyawa protein yang mempunyai aktivitas antimikrobial misalnya melawan patogen pencemar makanan (foodborne) dan organisme berspora lainnya. Bakteri asam laktat memproduksi bakteriosin yang menguntungkan bagi kesehatan manusia dan termasuk dalam GRAS (Generally Recognized as Safe) yang merupakan pendekatan baru untuk mengkontrol mikroba patogen dalam bahan pangan. Bakteriosin merupakan peptida antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba spesies lain baik strain bakteri Gram positif maupun Gram negatif yang biasanya berkerabat dekat dengan spesies penghasil bakteriosin tersebut (Savadogo et al, 2006). Bakteriosin dari bakteri asam laktat dikenal sebagai bahan pengawet alami yang tidak membahayakan atau yang disebut dengan biopreservative. Hal ini karena bakteriosin tersebut dapat didegradasi oleh enzim 17

29 protease dalam saluran pencernaan. Bakteriosin merupakan molekul protein atau peptida ekstraseluler yang mempunyai aksi bakterisidal atau bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai kekerabatan dekat. Bakteriosin bersifat irrevesible, mudah dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan, aktif pada konsentrasi rendah dan pada bakteri asam laktat biasanya digunakan sebagi biopreservatif makanan. Nisin merupakan bakteriosin yang pertama kali diproduksi secara komersial sebagai pengawet pangan. Bakteri Patogen Jenis bakteri yang dapat mengkontaminasi makanan terbagi menjadi dua jenis yaitu bakteri yang menyebabkan makanan menjadi rusak atau disebut bakteri perusak dan bakteri yang menyebabkan keracunan pada manusia atau disebut bakteri patogen. Penularan bakteri terhadap manusia melalui dua cara, yaitu : (1) intoksikasi, makanan mengandung toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan (2) infeksi, penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri kedalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan adanya reaksi dari tubuh terhadap keberadaan suatu metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri yang bersifat patogen dan digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui besarnya tingkat aktivitas antimikroba (Suriawiria, 2005) Bakteri patogen dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan garam yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberikan respon berwarna biru jika dilakukan uji pewarnaan Gram sedangkan bakteri Gram negatif memberikan respon berwarna merah (Suriawiria, 2005). Kelompok bakteri Gram positif diantaranya adalah S. aureus dan sedangkan bakteri Gram negatif diantaranya adalah E. coli dan Salmonella spp. Berikut penjelasan singkat mengenai sifat-sifat bakteri tersebut: Staphylococcus aureus Bakteri ini termasuk famili micrococcaceae, berbentuk bulat dengan ukuran diameter 0,8-1,0 mikron, membentuk pigmen berwarna kuning keemasan, bersifat Gram positif, tidak membentuk spora dan katalase positif (Fardiaz, 1992). Sebagian dari galur Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif (mampu mengkoagulase plasma darah) dapat memproduksi enterotoksin yang dapat menimbulkan keracunan 18

30 makanan (Frazier dan Westhoff, 1988). Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, dengan bentuk tunggal, berpasangan, rantai pendek atau bergerombol seperti anggur, non motil, tidak membentuk spora (Fardiaz, 1992). Koloni pada media agar berbentuk bundar, licin, berwarna jingga hingga putih, berkilauan, menonjol dan menyebar serta membutuhkan thiamin dan asam nicitinat untuk pertumbuhannya. Suhu optimium, minimum dan maksimum untuk pertumbuhan bakteri berturut-turut 37 C, 6,7 C dan 45,5 C (Fardiaz,1992). Bakteri ini tumbuh pada 4,0-8,0 dengan ph optimum 7-7,5, dan tetap dapat tumbuh dengan baik pada media dengan konsentrasi NaCl 7,5%. Bakteri ini mempunyai waktu generasi menit. Staphylococcus aureus adalah suatu bakteri penyebab keracunan yang memproduksi enterotoksin. Bakteri ini ditemukan pada makanan yang mengandung protein tinggi misalnya daging, telur dan sebagainya (Fardiaz,1989). Staphylococcus aureus disebarkan oleh para pengelola pangan, selama pemasakan dan penyiapannya. Pengolahan pangan dengan tangan, yang tidak menggunakan peralatan yang memadai merupakan cara penyebaran yang paling umum, terutama jika orang yang menangani pangan tersebut mengalami infeksi atau luka pada pada tangannya. Staphylococcus aureus ada di dalam saluran tenggorokan, yaitu hidung dan kerongkongan. Dari sini organisme mudah dipindahkan ke kulit, terutama tangan dan rambut (Gamman dan Sherington,1992). Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Bentuk Bakteri S. aureus (Sumber : 19

31 Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam famili Enterobactericeae. Bakteri ini mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 mikron sering terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat motil atau non motil dengan flagella peritrikat dan bersifat anaerobik fakultatif. Kisaran suhu pertumbuhannya adalah C dengan suhu optimum 37 C. Nilai ph medium optimum pertumbuhannya 7,0-7,5 (Fardiaz, 1992). Escherichia coli termasuk mikrorganisme tidak menguntungkan pada keadaan normal (Gaman dan Sherrington, 1992). Escherichia coli disebut juga koliform fekal karena ditemukan dalam saluran usus hewan dan manusia. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi E.coli meliputi diare tanpa pendarahan, hemorrhagic colitis, hemolytic ureamic syndrome (HUS) dan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP). Beberapa orang yang diduga terinfeksi bahkan tidak menunjukan gejala yang sama (Doyle et al, 1997). Escherichia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran (Gamman dan Sherington,1992). Holt et al (1994), menambahkan bahwa E. coli merupakan mikroorganisme anaerobik fakultatif, memilki metabolisme respiratori dan fermentatif, D-glukosa dan pengkatalase karbohidrat dengan formasi asam dan gas. Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Bentuk Bakteri E. coli (Sumber : 20

32 Salmonella spp. Salmonella spp. merupakan bakteri pathogen yang berbahaya. Selain dapat menyebabkan gastrointestinal, Salmonella spp. juga dapat menyebabkan demam tifus dan paratifus (Fardiaz, 1992). Salmonella merupakan bakteri Gram Negatif yang tidak berspora serta tidak toleran terhadap garam tinggi (Jay, 2000). Bentuk bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Bentuk Bakteri Salmonella (Sumber : Spesies Salmonella yang menggunakan tubuh manusia sebagai inang antara lain S. typhumurium, S. paratyphi, S. schottmuelleri, dan S. hirschfeldi dengan gejala klinis akan tampak setelah 8-72 jam (Brandly et al., 1968). Kondisi pertumbuhan Salmonella spp. dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Pertumbuhan Salmonella spp. Parameter Minimum Maksimum ph 3,8 9,5 a w 0,94 >0,99 Sumber : ICMSF (1996) disitir Blackburn dan McClure (2002) 21

33 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Mikrobiologi, Seafast Centre pada bulan September 2008 hingga Oktober Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah daging sapi segar bagian gandik yang dibeli di pasar tradisional (Pasar Anyar Bogor), tepung tapioka, STPP, garam, es batu, bawang putih, dan merica. Media yang digunakan untuk penyegaran kultur starter yaitu de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B) lalu untuk pembuatan kultur induk bahan yang digunakan adalah Yeast Extract (YE) 3%, Vogel Johnson Agar (VJA), Eosyn Methylene Blue (EMBA) dan larutan pengencer Buffer Peptone Water (BPW) 1%, kalium tellurit 1% dan aquades. Peralatan yang digunakan untuk membuat kultur kerja adalah tabung reaksi, cawan petri, ose, inkubator. Alat yang digunakan untuk membuat bakso adalah food proccessor, peralatan dapur (talenan, pisau, baskom kecil, panci dan pengaduk). Alat yang digunakan untuk analisa mikrobiologi adalah cawan Petri, pipet volumetrik, pipet 5 ml, mikro pipet 1 ml, milipore 0.22 µm, tabung reaksi,tabung Schott, kertas saring, autoclave, bunsen, alumunium foil, tabung Corning 15 ml, alat sentrifugasi Hettich Zentrifugen 6000 rpm, kapas, kantong plastik HDPE tahan panas dan inkubator. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 2x3 dengan dua faktor perlakuan yaitu pemberian substrat antimikroba dan dengan lama penyimpanan 0, 9 dan 18 jam pada suhu ruang menggunakan 3 kali ulangan terhadap kualitas mikrobiologis bakso (Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella spp., dan total mikroba). Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1995) : Yijk = µ + αi + βj + (αβ) ij + ijk 22

34 Keterangan : Yijk : variabel respon akibat pengaruh substrat antimikroba ke-i dan lama penyimpanan ke-j pada ulangan ke-k µ : nilai tengah populasi αi : pengaruh substrat antimikroba ke-i terhadap kualitas bakso βj : pengaruh lama penyimpanan ke-j terhadap kualitas bakso (αβ)ij : pengaruh interaksi antara substrat antimikroba ke-i dengan lama penyimpanan ke-j ijk : pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ke-ij Data yang diperoleh diuji dengan uji asumsi. Data yang memenuhi keempat asumsi yaitu kehomogenan, kebebasan galat, kenormalan dan keaditifan lalu diolah menggunakan analisis ragam dan bila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Tukey. Prosedur Bakteri Pertumbuhan Berdasarkan penelitian Permanasari (2008) bakteri asam laktat yang mampu menghasilkan substrat antimikroba yang memiliki daya penghambatan terbaik terhadap suatu bakteri patogen adalah Lactobacillus plantarum dengan kode isolat 1A5. Ekstraksi Substrat Antimikroba Bakteri asam laktat yang telah disegarkan dihomogenisasi kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml MRSB yang diperkaya YE 3%. Kemudian dihomogenisasi dan diinkubasi selama 20 jam. Setelah 20 jam, bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5 dimasukkan ke dalam tabung Corning kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Setelah itu, supernatan tersebut disaring dengan penyaring millipore 0,22 µm kedalam wadah tabung Schott steril. Supernatan bebas sel yang sudah disaring dinamakan substrat antimikroba. 23

35 Pembuatan Bakso Daging segar dipotong-potong. Daging kemudian digiling dalam food proccessor bersama garam 3%, STPP 0,5%, dan es batu 20%. Bumbu-bumbu seperti merica 0,2%, penyedap 0,2%, bawang putih 2%, tepung tapioka 20%, dan es batu 20% ditambahkan ke dalam adonan. Persentase bahan tambahan pembuatan bakso didasarkan berat daging sapi yang digunakan. Adonan kembali digiling sampai tercampur rata dan adonan menjadi kalis. Adonan tersebut lalu dibentuk bulat-bulat dan dimasukkan ke dalam air hangat dengan suhu C. Setelah mulai mengambang, bakso direbus dalam air mendidih (100 0 C) sampai matang (kira-kira menit). Bakso yang telah matang sebagian diambil sebagai kontrol dan sebagian diberikan perlakuan pengawetan dengan substrat antimikroba. Pengawetan Bakso dengan Substrat Antimikroba Bakso yang diberi perlakuan pengawetan dimasukkan ke dalam plastik tahan panas yang telah disterilkan sebelumnya lalu ditambahkan substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 yang telah didapat dari hasil ekstraksi dengan perbandingan 1 bagian berat bakso: 1 bagian volume substrat antimikroba. Kemudian plastik ditutup dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu bakso dipisahkan untuk masing-masing disimpan selama 0, 9, dan 18 jam pada suhu ruang dengan 3 ulangan untuk dilakukan analisis kuantitatif bakteri (Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan total mikroba) dan analisis pendugaan bakteri Salmonella spp. Prosedur pembuatan bakso dengan penambahan substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dapat dilihat pada Gambar 6. 24

36 Daging Garam+1/2 bagian es+ STPP Digiling ke dalam bowl cutter selama 10 menit (I) Es ½ bagian Suhu adonan <20 ºC Digiling kembali ke dalam bowl cutter (II) Dimasukkan bumbu dan tepung Homogenisasi, pembuatan adonan, pencetakan dan dimasukkan dalam air hangat ( C) Direbus selama 15 menit dengan suhu 100ºC bakso matang Perendaman dengan subtrat antimikroba (30 menit) Tanpa perendaman Disimpan pada suhu ruang selama 0,9 dan 18 jam Analisis Mikrobiologi Gambar 6. Alur Proses Pembuatan Bakso dengan Penambahan Substrat Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 25

37 Pengujian Kualitas Mikrobiologis pada Daging Segar dan Bakso Total Mikroba Pengukuran total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count yaitu dengan mencampurkan 10 g sampel bakso dan daging segar bersama larutan pengencer sebanyak 90 ml sampai larutan menjadi homogen. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml larutan sampel yang sudah homogen tersebut dengan menggunakan pipet steril kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-1 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan sampel dan dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Media agar ditambahkan ke dalam cawan Petri dengan metode tuang sebanyak 20 ml dan digoyangkan sampai merata. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 C selama 48 jam. Perhitungan koloni bakteri pada cawan yang telah diinkubasi dihitung berdasarkan jumlah yang layak dihitung ( koloni) (APHA,1992). Analisis Kuantitatif Total Staphylococcus aureus Sebanyak 10 g sampel daging segar dan bakso diencerkan dengan larutan pengencer (BPW) sebanyak 90 ml sampai larutan menjadi homogen (pengenceran 10-1 ). Sebanyak 1 ml dari larutan pengenceran 10-1 yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Lakukan pengenceran sampai Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari tiga pengenceran terakhir yaitu 10-3, 10-4, dan 10-5 dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Vogel Johnson Agar (VJA) yang ditambah dengan kalium tellurit 1% dimasukkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 0 C selama 24 jam. Koloni S. aureus berwarna hitam dikelilingi kuning (APHA,1992). 26

38 Analisis Kuantitatif Escherichia coli Pengukuran E. coli dilakukan dengan mencampurkan 10 g sampel daging segar dan bakso dengan larutan pengencer (BPW) sebanyak 90 ml sampai larutan menjadi homogen (pengenceran 10-1 ). Sebanyak 1 ml dari larutan pengencer pertama yang sudah homogen dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Lakukan pengenceran sampai Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml pengencer dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10-3, 10-4, dan 10-5 dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Eosyn Methylen Blue Agar (EMBA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan ini dilakukan dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37 0 C selama 24 jam. Koloni E. coli berwarna kehijauan jika diletakkan di bawah sinar matahari atau sinar lampu (APHA,1992). Analisis Pendugaan Salmonella spp. Prinsip analisis Salmonella spp. (BAM,2007) adalah dengan menumbuhkannya pada media selektif dengan pra pengayaan (pre enrichment), dan pengayaan (enrichment) yang dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi. Uji kualitatif ini diperlukan beberapa tahap untuk dapat memperbanyak jumlah bakteribakteri patogen tersebut sehingga memudahkan untuk mendeteksi dan mengisolasinya. Tahap-tahap tersebut terdiri dari : Pra-Pengayaan. Sampel dagign segar dan bakso ditimbang sebanyak 25 gram atau ukur sebanyak 25 ml sampel secara aseptis kemudian dimasukkan kedalam wadah steril. 225 ml larutan LB (Lactose Broth) ke dalam kantong steril yang berisi sampel dihomogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit. Suspensi dipindahkan kedalam labu erlenmeyer atau wadah steril. Diinkubasi pada temperatur 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Pengayaan. Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan kemudian diambil dan dipindahkan berturut-turut kedalam media 10 ml SCB kemudian diinkubasi pada temperatur 35 0 C selama 24 jam. 27

39 Isolasi dan identifikasi. Suspensi diambil dari jarum ose dari masing-masing media pengayaan yang telah diinkubasi dan diinokulasikan pada media BSA. Diinkubasikan pada temperatur 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Kemudian koloni diamati, pada media BSA koloni Salmonella terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media disekitar koloni berwarna colat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam. Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga sebagai Salmonella dari ketiga media tersebut dan diinokulasikan koloni ke TSIA dan LIA dengan cara menusuk kedalam bagian tegak agar miring, selanjutnya digores pada permukaan agar miring. Diinkubasikan pada temperatur 35 0 C selama 24 jam ± 2 jam. Koloni spesifik Salmonella spp. diamati dengan merujuk pada hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Salmonella spp. pada TSIA dan LIA Media Agar Miring Dasar Agar H2S Gas TSIA Alkalin/K Asam/A Positif Negatif (merah) (kuning) (hitam) positif LIA Alkalin/K Asam/A Positif Negatif (ungu) (ungu) (hitam) positif Salmonella spp. termasuk dalam kelompok batang anaerobik fakultatif gram negatif. Morfologi sel-nya adalah batang pendek (0,5-1,0 x 1,0-3,0 µm), sel-nya memiliki peritrikus yakni flagella yang secara merata tersebar di seluruh permukaan sel. Ciri-ciri biokimia adalah banyak sekali terjadi perubahan pada substrat, dan keterangan ini memberikan cara-cara dasar untuk pembedaan dan identifikasi spesies (Pelczar et al, 2005). 28

40 HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Kualitas Mikrobiologis Jumlah S. aureus, E. coli, Salmonella spp.dan Total Mikroba pada Daging Segar Kontaminasi awal bakteri akan menentukan populasi bakteri pada produk olahan selanjutnya. Indikator kontaminasi awal pada daging segar diantaranya dapat dilihat dari jumlah Total Plate Count (TPC) atau total mikroba, S. aureus, E.coli dan Salmonella spp. karena ketiga bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit apabila keberadaannya melebihi batas normal untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian, total mikroba pada daging segar adalah 7,20 log cfu/g, S. aureus berjumlah 6.16 log cfu/g dan jumlah E.coli adalah 3 log cfu/g. Populasi total mikroba, E. coli dan S. aureus pada daging sapi segar melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging segar menurut SNI No yaitu 1x10 4 cfu/g untuk Total Plate Count (TPC), 5x10 1 cfu/g untuk E. coli dan 1x10 1 cfu/g untuk S. aureus. Hal tersebut menunjukkan bahwa daging sudah terkontaminasi pada awal pemotongan. Pada daging segar yang diuji tidak mengandung Salmonella spp. hal ini sesuai dengan batas maksimum SNI No yaitu negatif untuk Salmonella spp. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang mencemari daging ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama penanganan, diawali saat penyembelihan ternak dan pembersihan karkas hingga sampai ke konsumen. Pertumbuhan mikroorganisme berhubungan erat dengan kualitas daging segar. Peningkatan jumlah mikroorganisme pembusuk berpengaruh terhadap daya tahan atau masa simpan daging. Daging segar dibeli di Pasar Anyar Bogor, daging sapi tersebut didatangkan dari RPH kota Bogor. Besarnya populasi E.coli menunjukkan bahwa pada saat pemotongan, pekerja di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik dan memadai karena E. coli merupakan bakteri indikator sanitasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan air yang tidak mengalir pada saat melakukan pembersihan daging yang sudah dipotong sehingga terkontaminasi dari bakteri yang berasal dari jeroan maupun dari air yang telah terkontaminasi sebelumnya dengan bakteri koliform. 29

41 Populasi S. aureus yang besar menandakan bahwa adanya kontaminasi dari pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemotongan. Pekerja RPH kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik dan memadai, hal ini dapat dilihat dari selama kegiatan pemotongan pekerja RPH tidak mengenakan pakaian tertutup, sepatu bot, sarung tangan dan masker yang memadai. Peralatan yang digunakan seperti pisau tidak dibersihkan sesuai dengan standar sanitasi yang baik, pisau hanya dicuci dengan air yang digunakan untuk membersihkan jeroan sehingga terjadi kontaminasi silang pada daging. Pada penelitian ini tidak ditemukan Salmonella spp, membuktikan bahwa karkas tidak terkontaminasi oleh kotoran ternak yang terinfeksi. Salmonella sp. termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang pendek, Gram negatif, anaerobik fakultatif dan memiliki flagella peretrikat. Salmonellae merupakan bakteri Gram berbentuk batang pendek dan tidak membentuk spora (Jay,2000). Genus ini banyak tersebar di alam, manusia dan hewan sebagai habitat utamanya. Bakteri genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi dan tersebar dalam pangan akibat kontaminasi dari kotoran yang terinfeksi (Fardiaz,1989). Total Mikroba pada Bakso Total mikroba pada bakso dengan perlakuan tanpa pemberian substrat antimikroba dan dengan perlakuan pemberian substrat antimikroba. Hasil yang didapatkan untuk total mikroba bakso selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3. 30

42 SBS ** (%) Tabel 3. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi Total Mikroba Bakso Lama Penyimpanan (jam) Rataan (log cfu/g) ± ± ± ± ± ± ± ±0.81 Rataan 5.22 ± 0.40 a 7.95 ± 0.85 b 8.25 ± 0.41 b Keterangan : *huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata pada taraf uji 5% **SBS: Supernatan Bebas Sel (sebagai substrat antimikroba) Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan penambahan substrat antimikroba dan lama penyimpanan (P>0,05) terhadap total mikroba dalam bakso yang disimpan pada suhu ruang. Populasi total mikroba pada bakso jam ke-0, sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI yaitu 1x10 5 log cfu/g sedangkan pada lama simpan 9 jam, populasi total mikroba meningkat sebesar 2,73 log cfu/ g. Hal tersebut menandakan bahwa populasi total mikroba tidak dapat dipertahankan sampai lama simpan 9 jam. Lama simpan memiliki pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap total mikroba, hal ini dapat terlihat dari jumlah mikroba yang semakin lama penyimpanan semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengaruh dari suhu penyimpanan yakni disimpan dalam suhu ruang (±28 0 C) yang menguntungkan bakteri untuk dapat tumbuh dan berkembang secara pesat. Menurut Fardiaz (1992) suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada suhu ruang adalah bakteri mesofilik, menurut Soeparno (1992) bakteri ini dapat tumbuh baik pada temperatur C. Grafik pertumbuhan populasi total mikroba dapat dilihat pada Gambar 7. 31

43 Total Mikroba (Log 10 cfu/g) Lama Simpan (Jam) 0% 100% Gambar 7. Rataan Populasi Total Mikroba pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan Penyimpanan bakso pada suhu ruang selama penyimpanan 18 jam terus menunjukkan total mikroba yang semakin tinggi sehingga telah melebihi batas cemaran yang telah ditetapkan SNI. Hal ini disebabkan pada penyimpanan 18 jam, bakteri melakukan pembelahan sel yang sangat cepat. Menurut Fardiaz (1992) pada fase logaritma sel jasad renik membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertumbuhan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan pada fase ini sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti ph, kandungan nutrien, kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Jumlah Escherichia coli pada Bakso E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. E. coli merupakan bakteri Gram negatif, tumbuh optimal pada suhu 37 0 C, tetapi dapat tumbuh pada kisaran suhu C (Wilshaw et al.,2000; Supardi dan Sukamto,1999). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 4. 32

44 Tabel 4. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi E.coli Bakso SBS ** (%) Lama Penyimpanan (jam) Rataan (log cfu/g) ± ± ± ± ± ± ± ±0.39 Rataan 3.00± 0.00 a 3.09 ± 0.12 a 4.28 ± 0.36 b Keterangan : * huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata pada taraf uji 5% **SBS: Supernatan Bebas Sel (sebagai substrat antimikroba) Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi populasi E. coli pada bakso secara nyata (P<0,05). Lama simpan 9 jam dapat meningkatkan populasi E. coli sebesar 0,09 log cfu/g dan pada lama simpan 18 jam E. coli bertambah lagi sebesar 1,19 log cfu/g. Populasi E. coli pada lama simpan 9 jam masih termasuk ke dalam standar E. coli pada SNI yaitu 1 X 10 3 koloni/g. Hal ini disebabkan sinergisme antara asam laktat, asam asetat serta bakteriosin dari hasil metabolisme Lactobacillus plantarum 1A5 sehingga dapat menghambat E. coli. Namun pada lama penyimpanan 18 jam, bakteri berada pada fase pertumbuhan yang sangat cepat terjadi peningkatan sebesar 1,19 log cfu/g atau sebesar 38,5%. Hal ini dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang mendukung untuk berkembang biak yaitu ada pada suhu optimum dengan penyimpanan temperatur ruangan. E.coli merupakan bakteri mesofil yang tumbuh pada kisaran suhu C dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 37 0 C. Grafik pertumbuhan Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 8. 33

45 Populasi E.coli (Log 10 cfu/g) Lama Simpan (Jam) 0% 100% Gambar 8. Rataan Populasi E.coli pada Bakso Sapi Penyimpanan Keberadaan E.coli merupakan salah satu indikator sanitasi buruk dalam proses produksi pangan. E.coli merupakan kelompok Gram negatif, memiliki lapisan membran luar yang dapat menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya akan lipida (11-22%). Lipida tersebut membentuk struktur yang khas yang disebut sebagai lipopolisakarida (LPS). Fungsi LPS adalah sebagai penahan yang berarti bahwa LPS akan menahan enzim yang terletak diluar lapisan peptidoglikan sehingga tidak akan meninggalkan sel, sebagai penahan impermiabel terhadap enzim yang berperan dalam pertumbuhan dinding sel, LPS bersifat sebagai toksin yang merupakan bagian dari sel dan hanya dilepaskan sewaktu lisis (Lay dan Hastowo,1992). Proses penghambatan E. coli juga dipengaruhi oleh ph yang rendah. Nilai ph rendah disebabkan substrat antimikroba mengandung diasetil. Diasetil adalah produk dari beberapa spesies bakteri asam laktat dalam jumlah yang banyak, terutama melalui metabolisme sitrat. Beberapa studi menunjukkan bahwa diasetil merupakan zat antibakterial untuk melawan Gram positif (ph 5.0) dan bakteri Gram negatif. Pada penelitian terbaru menyatakan bahwa diasetil ini dengan kombinasi panas akan lebih bersifat bakterisidal daripada tanpa kombinasi. Disamping itu diasetil mempunyai aroma yang kuat,sehingga pemakaiannya pada produk dari bahan dasar susu sangat terbatas, karena flavor dari diasetil tidak terlalu diharapkan. Diasetil termasuk zat yang mudah menguap, sehingga banyak kehilangan daya efektivitasnya dalam produk makanan yang akan diharapkan mempunyai waktu penyimpanan yang panjang. Pada kondisi jumlah diasetil yang menurun akan berubah menjadi acetoin 34

46 dan hal ini diikuti dengan menurunnya daya efek antibakterial. Akibatnya zat ini sulit dipakai pada produk makanan memakai cara vakum karena aktivitas antibakterial yang dihasilkannya akan segera berkurang oleh aktivitas beberapa enzim penting yang ada didalamnya (Ray, 1992). Diasetil lebih efektif menghambat bakteri Gram negatif dibandingkan Gram positif. Diasetil juga dapat mengintervensi arginin pada Gram negatif, dimana Gram negatif dapat dihambat oleh 200 µg/ml diasetil, sedangkan bakteri Gram positif memerlukan 300 µg/ml dan E.coli membutuhkan ph optimum 6-7 untuk pertumbuhan (Lay dan Hastowo,1992). Hasil dari metabolisme E.coli adalah gas H 2 dan CO 2, dimana CO 2 memiliki efek antimikroba ganda yang menciptakan kondisi aerobik dan bersifat antibakteri karena menghambat dekarboksilasi enzimatik dan akumulasi CO 2 dalam lipid bilayer membran yang berakibat terganggunya permeabilitas membran. Gas CO 2 secara efektif menghambat pertumbuhan berbagai mikroba terutama bakteri Gram negatif (Surono,2004). Jumlah Staphylococcus aureus pada Bakso S. aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang bersifat anaerobik fakultatif, non motil dan katalase serta koagulase positif. Sel-sel bakteri ini merupakan bakteri patogen dan dapat menyebabkan keracunan pangan sehingga perlu diketahui keberadaan dalam bahan pangan atau produk olahannya. Hasil yang didapatkan untuk pengujian Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi S. aureus Bakso (log cfu/g) SBS ** (%) Lama Penyimpanan (jam) (log cfu/g) ± 0.43 a 6.08 ± 0.46 b 6.88 ± 0.95 b ± 0.00 a 3.51 ± 0.57 a 6.37 ± 0.39 b Keterangan :* huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata pada taraf uji 5% **SBS: Supernatan Bebas Sel (sebagai substrat antimikroba) 35

47 Populasi S. aureus dipengaruhi oleh interaksi antara pemberian substrat antimikroba dan lama simpan (P<0,05). Kualitas mikrobiologis S. aureus bakso pada penyimpanan 9 jam tidak berbeda nyata dengan kualitas mikrobiologis S. aureus bakso penyimpanan 0 jam, sehingga substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 terbukti mampu menghambat pertumbuhan S. aureus hingga 9 jam. Namun karena sejak awal populasi S. aureus pada daging segar dan bakso 0 jam telah melebihi populasi yang ditetapkan dalam SNI No yaitu 1x10 1 cfu/g untuk S. aureus daging segar dan SNI yaitu 1x10 2 cfu/g untuk S.aureus bakso, sehingga populasi S. aureus pada bakso telah melebihi ambang batas maksimum yang ditetapkan dalam SNI. Bakteri S. aureus tergolong dalam bakteri Gram positif. Substrat antimikroba lebih dapat menghambat Gram positif dilihat dari penghambatan S. aureus dibandingkan dengan E. coli. Reaksi penghambatan ini disebabkan substrat antimikroba mengandung asam organik yang dapat menghambat pertumbuhan S.aureus. Menurut Permanasari (2008) isolat bakteri Lactobacillus plantarum 1A5 menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik. Substrat antimikroba mengandung asam-asam organik diantaranya asam laktat. L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978) asam laktat dapat menghasilkan ph yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. L. plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat (Sarles et al., 1956). Asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5 merupakan bakteri homofermentatif yang dapat menyebabkan ph turun dan bentuk tidak terdisosiasi dari molekul asam organik, dimana ph eksternal yang rendah dapat menyebabkan asidifikasi sel sitoplasma, sementara itu asamyang terdisosiasi menjadi lipofilik, yang dapat berdifusi kedalam membran. Asam yang terdisosiasi akan melumpuhkan elektro kimia proton gradien atau dengan permeabilitas sel membran yang akan mengganggu sistem transport substrat (Surono,2004). Haines dan Harmon (1973) menemukan bahwa asam laktat menghambat pertumbuhan S. aureus hanya pada awal tetapi tidak pada akhir pertumbuhan. Perbedaan stuktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif mempengaruhi daya hambat suatu antimikroba. Bakteri Gram positif memiliki satu 36

48 lapisan tebal peptidoglikan, sedangkan bakteri Gram negatif terdiri dari tiga lapisan. Struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa anti mikroba untuk masuk kedalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja sedangkan bakteri Gram negatif mempunyai struktur yang lebih kompleks yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan dalam adalah peptidoglikan (Pelczar dan Chan,1988). Sensitivitas suatu bakteri terhadap substrat antimikroba dipengaruhi oleh lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel (McKane dan Kandel,1985). Efek penghambatan juga disebabkan oleh substrat antimikroba yang menghasilkan senyawa metabolit. H 2 O 2 dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dimana H 2 O 2 berfungsi sebagai prekursor bagi pembentukan radikal bebas yang bersifat bakterisidal seperti senyawa radikal bebas superoksida (O 2 ) dan hidroksil (OH) yang dapat merusak DNA. Efek dari senyawa H 2 O 2 adalah terjadi oksidasi pada sel bakteri yaitu gugus sulfihidril dari protein sel sehingga mendenaturasi jumlah enzim dan terjadinya peroksidasi dan lipid membran yang dapat meningkatkan permeabilitas membran (Lay dan Hastowo,1992). Grafik pertumbuhan Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9. Populasi S.aureus (Log 10 cfu/g) Lama Simpan (Jam) 0% 100% Gambar 9. Rataan Populasi S.aureus pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan 37

49 Banyaknya jumlah populasi S.aureus disebabkan S. aureus mengalami fase adaptasi. Pada fase adaptasi S. aureus mulai menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya dan belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini tetap, namun kadang kala menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dengan kecepatan penyesuaian dengan lingkungannya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum (Fardiaz,1992). Pada penyimpanan 18 jam populasi meningkat pada konsentrasi 100%. Hal ini disebabkan oleh S. aureus mengalami fase pertumbuhan logaritmik. Pada fase ini S. aureus membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti ph dan kandungan nutrien (Fardiaz,1992). Pada S. aureus terdapat asam teikoat yang berfungsi sebagai pengatur dinding sel sewaktu pertumbuhan atau pembelahan sel. Sewaktu pertumbuhan sel, enzim otolisin akan merusak dinding sel yang lama untuk diganti dengan dinding sel yang baru. Daya kerja dari enzim otolisin ini harus diatur, oleh karena kerusakan dapat terjadi pada dinding sel yang baru tumbuh, sehingga akan menyebabkan lisis. Asam teikoat berfungsi untuk mengatur otolisin sehingga enzim ini bekerja secara bersama-sama dengan sintesis dinding sel (Lay dan Hastowo,1992). S. aureus dapat tumbuh pada a w optimum 0,990-0,995 dan memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu C (Jay,2000). Keberadaan S. aureus perlu diwaspadai dalam produk daging karena S. aureus dapat memproduksi enterotoksin yang tahan panas (Fardiaz,1992). Jumlah Staphylococcus yang tinggi (10 6 cfu/g) dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan intoksikasi pangan dan diperkirakan sekitar 10 6 sel organisme S. aureus yang terdapat dalam setiap gram makanan dapat menyebabkan gejala keracunan. Makanan yang menyebabkan keracunan setidaknya mengandung 0,01-0,25 µg enterotoksin (Buckle et al.,1987). 38

50 Kualitatif Salmonella spp. pada Bakso Salmonella spp. merupakan bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enterik, septikimia, dan diare (Mckane dan Kandel,1985). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella spp. secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan Terhadap Populasi Salmonella spp. Deskripsi LB SCB BSA TSIA LIA Hasil Perlakuan 0 Jam Kontrol 0 Jam Perlakuan 9 Jam Kontrol 9 Jam Perlakuan 18 Jam Kontrol 18 Jam Atas Bawah Gas H 2 S Atas Bawah Gas H 2 S Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif Kuning kuning + - ungu kuning + - Negatif Merah merah + - ungu kuning + - Negatif Keterangan : LB : Lactose Broth SCB : Selenite Cystine Broth TSIA : Triple Sugar Iron Agar LIA : Lysine Indole Agar BSA : Bismuth Sulfit Agar Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa bakso yang diproduksi tidak mengandung Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp. dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Populasi Salmonella spp. yang terdapat pada bakso sesuai dengan syarat mutu pada SNI bahwa tidak boleh terdapat cemaran Salmonella spp. Bakteri Salmonella spp. dapat dihambat pada nilai ph lebih rendah dari 4.4 untuk asam laktat dan 5.4 untuk asam asetat (Gopert dan Hicks, 1969). Media LB (Lactose Broth) pada semua sampel yang diuji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan Salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain 39

51 umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam. Tahap pengkayaan selektif menggunakan media SCB (Selenite Cystine Broth), media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang berasal dari sampel. Pada media SCB menunjukkan hasil yang positif yang berupa kekeruhan merah bata. Tahap selanjutnya, digunakan media spesifik untuk isolasi Salmonella spp. yaitu BSA (Bismuth Sulfit Agar). Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, terkadang berwarna kilau metalik (BAM,2007). Konformasi biokimia pada TSIA (Triple Sugar Iron Agar) ditandai dengan terbentuknya warna merah pada bagian atas karena adanya reaksi basa yang dideteksi dengan adanya indikator fenol red, warna kuning dan hitam pada bagian dasar akibat reaksi asam dan terbentuknya H 2 S serta adanya gas pada agar. Terbentuknya H 2 S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H 2 S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam. Konformasi biokimia pada LIA ditandai dengan adanya koloni warna hitam pada agar miring serta media agar yang pada awalnya berwarna ungu dan tidak berubah warna (Difco Laboratories,1998) Antimikroba yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan Salmonella spp. adalah asam organik. Efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari penurunan nilai ph dan juga bentuk tidak terdisiosiasi dari molekul asam organik (Widiasih,2008). Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid tinggi yaitu % (Fardiaz,1992), sehingga asam yang tidak terdisiosiasi dapat menembus dinding sel dan bersifat antimikroba untuk pertumbuhan Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa antimikroba yang dihasilkan efektif dalam menghambat bakteri gram negatif. Sumber mikroorganisme dari hewan meliputi mikrobia yang ada pada permukaan tubuh hewan, mikrobia yang ada pada saluran pernafasan dan mikrobia yang ada pada saluran pencernaan. Produk ternak yang terkontaminasi feces mengandung banyak mikroorganisme saluran pencernaan, misalnya : Salmonella. Ternak yang terkena Salmonellosis dapat mengkontaminasi pangan di sekitarnya. Namun dengan jalan penanganan dan proses yang baik dan memenuhi standard, maka jarang mikroorganisme tersebut menyebabkan Salmonellossis pada manusia yang mengkonsumsi daging ternak yang disembelih (Kisworo,2003). 40

52 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 mempengaruhi kualitas mikrobiologis bakso selama penyimpanan. Aktivitas substrat antimikroba mampu menghambat E.coli dan S.aureus selama penyimpanan 9 jam pada suhu ruang. Pemberian substrat antimikroba dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang Salmonella spp. selama penyimpanan. Kualitas mikrobiologi pada bakso sapi dengan penambahan substrat antimikroba lebih baik dibandingkan dengan tanpa substrat antimikroba yang disimpan selama 9 jam pada suhu ruang. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu penyimpanan yang lebih lama. Substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang aman dengan masa simpan 9 jam di dalam suhu ruang. 41

53 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Allah, Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, beserta para keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irma Isnafia Arief, S.Pt., Msi dan Ir. Hj. Komariah yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan waktu serta membantu penulis, mulai saat penyusunan proposal, tahap penulisan skripsi dan ujian akhir sarjana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Epi Taufik, S.Pt., MVPH sebagai dosen penguji pada saat seminar. DR.Ir. Henny Nuraini,M.Si dan Dr.Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc sebagai dosen penguji sidang sarjana, Ir. Afton Atabany, M.Si. sebagai panitia ujian sidang yang memberikan masukkan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang besar Rasa sayang, cinta dan kebanggan penulis persembahkan kepada Ayahanda Rusdi Imawan dan Ibunda Mardiana yang senantiasa memberikan kasih sayangnya yang tulus, mengajarkan, mendidik dan mendo akan yang terbaik untuk keberhasilan penulis. Terima kasih kepada adik tercinta Tantyo Utomo atas doa yang tulus serta semangat yang telah diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Theo Mahiseta S., Lamria M, Astiani T.W, Anisa T.W, Puspita C. Wulandari, Fitri Noerenasari, Ruben Paulus, Retno Putri K.D, Lianti Mala dan Dudi atas bantuan dan dukungannya selama penulis melakukan penelitian, teman-teman departemen IPTP 42. Terima kasih untuk Siti S.I, Amalia F, Hesti W.T, Harry A. atas segala dukungan, semangat, waktu, kesabaran, perhatian dan nasehat yang selalu diberikan. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu di dalam skripsi ini yang telah membantu penulis selama ini dan seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, September 2009 Penulis 42

54 DAFTAR PUSTAKA Anshori, M Evaluasi penggunaan jenis daging dan konsentrasi garam yang berbeda terhadap mutu bakso. Skripsi. Program Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. APHA (American Public Health Association) Standard Method for the Examination of Dairy Products. 16th Edition. Porth City Press, Washington D.C. BAM (Bacteriological Analytical Manual) gov/abam/ bam. Html (20 Mei 2009). Benwart, G. J Basic Food Microbiology 2 nd edition. Van Norstrand Reinhold, New York. Branen, A.L. dan P.M. Davidson Antimicrobial in Food. New York: Marcel Dekker. Brannen, A. L., P. M. Davidson and Salminen Food Additives. New York: Marcel Dekker Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton Ilmu Pangan. Terjemahan : H Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cross, H.R., dan A.J. Overby Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Scie Publisher B.V. Amsterdam. Davidson, P. M. dan A. L. Branen Antimicrobial in Food. 2 nd Edition. Resised and Expanded. Marcel Dekker Inc., New York. Dewan Standardisasi Nasional SNI Bakso Daging. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Batas Minimum Cemaran Mikroba pada Daging. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Doyle, M.P., L.R. Beuchat dan T.J. Montville Food Microbiology Fundamental and Frontiers. ASM Press. Washington DC. Fachrudin, L Membuat Aneka Dendeng. Yogyakarta: Kanisius. Fardiaz, S Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Farrel, K.T Spices, Condiment and Seasoning. The AVI Publishing Company.Inc., Co.,New York. Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B Hendrick,. M.D. Judge dan R.A. Merkel Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co,. New York Frazier, W. C. dan O. C. Westhoff Food Microbiology. Tata mc Graw Hill Publ. Inc., New York. Gill, C.O Microbial interaction with meat. Dalam : Brown, M.H. (ed.), Meat Microbiology. Applied Science Publisher, London and New York,

55 Gorris, L.G.M. dan M.H.J. Bennik Bacteriocins for Food Preservation. Internationale Zeitschriff fur-lebenmittel-technik-marketing-verpackungund-analytik Hitokoro, H., S. Morozomi, T. Wauke,S. Sakai dan H. Murata Inhibitory effect of spices on growth and toxin production of toxigenic fungi. Journal Applied Environment. Microbial.39 (4) : Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Stanley dan S.T Williams Bergey s Manual of determinanative Bacteriology. The Williams and Wilkins, Baltimore. Hui, Y. H., Wai-Kit Nip, R. W., Rogers dan O. A. Young Meat Science and Applications. Marcell Dekker, Inc., New York. Jack, R. W., Tagg J. R. dan Ray, B Bacteriocins of Gram-positive bacteria. Microbiology. Rev., 59: Jay, J. M Modern Food Microbiology 6 th edition. Aspen Publication,Maryland. Jennie, B.S.L Peranan bakteri asam laktat sebagai pengawet hayati makanan. J. Ilmu dan Teknologi Pangan. 1(2): Jennie, B.S.L. dan S.E. Rini Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies Lactobacillus terhadap mikroba pathogen dan perusak makanan. Bul. Teknologi Industri Pangan. (6) 2: Kisworo, D Penyusunan modul mikrobiologi pangan sebagai pendukung proses belajar mengajar. Fakultas Peternakan. Universitas Mataram, Mataram. Kramlich, W.E Sausage product. Dalam: Price, J.F.dan B.S. Schweigert. The Science of Meat Product. W.H. Freeman and Co, San Fransisco. Lawrie, R.A Ilmu Daging. Edisi kelima. Terjemahan : A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Lay, B.W. dan Hastowo Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta. Leal-Sanchez, M. V., R. Jimenez-Diaz, A. Maldonado-Barragan, A.Garrido- Fernandez, dan J.L. Ruiz Barba Optimatization of Bacteriocin production by batch fermentation of Lactobacillus plantarum LPCO10. J. Appl. Environ.Microbiol.68: Mckane, L. dab J. Kandel Microbiology : Essential and Application. McGraw- Hill Book Company,New York. Nurliana Pengaruh penambahan bakteriosin dan gabungan bakteriosin produksi asam laktat terhadap jumlah bakteri dalam susu pasteurisasi. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ockerman, H.W Chemistry of Meat Tissue. 10 th edition. Departement of Animal Science The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and Development Center, Ohio. 44

56 Pandisurya, C Pengaruh jenis daging dan penambahan tepung terhadap mutu bakso. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pearson, A.M. dan F. M. Tauber Processed meat. The AVI Publishing Co,Inc, Westport, CT Pelczar, M.J., R.d. Reiddan dan E.C.S. Chan Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka. UI-Press, Jakarta. Pelczar, M.J., R.d. Reiddan dan E.C.S. Chan Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka. UI-Press, Jakarta. Permanasari, R Karakteristik substrat antimikroba bakteri asam laktat hasil isolasi dari daging sapi dan aktivitas antagonistiknya terhadap bakteri patogen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Purnomo, H Kajian bakso daging, bakso urat dan bakso aci di daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ray, B., Cells of lactic acid bacteria as food biopreservatives, Food Biopreservatives of Microbial Origin, Ray, B. and Daeschel, M.A., Eds.,CRC Press, Boca Raton. Ray, B Fundamental Food Microbiology. Second Edition. CRC Press: Boca Raton London New York Washington,DC. Rini, E.S Aktivitas antimikroba dari Lactobacillus terhadap bakteri patogen dan perusak ikan Rucah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Savadogo, A., Ottara Cheik A.T., Bassole Imael H.N dan Traore S.A Bacteriocins and Lactic Acid Bacteria -a minireview. Journal of Biotechnology. 5 (9): Setiawan C, Moeis X dan Iskwara H Tanaman Obat Keluarga. PT Intisari Mediatama, Jakarta. Sinaga, L.W Kandungan kimia dan mikrobiologi bakso hasil pengamatan pasar di kotamadya Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeparno Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah mada University Press, Yogyakarta. Sunarlim, R Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan natrium klorida dan natrium tipolofosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suriawiria, U Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta. Surono, I Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT Tri Cipta Karya, Jakarta. Tannock, G.W Probiotic: Critical Review. Horizon Scientific Pr. England 45

57 Vuyst, L. D dan E. J. Vandamme Lactid acid bacteria and bacteriocins : their practical importence. Dalam : Bacteriocins of Lactid Acid Banteria. Microbiology, Genetics and Application. Blackie Academic and Profesional, London. Wilson, N.R.P Meat and Meat Product: Factor Affecting Quality Control. Applied Science Publisher, London. 46

58 LAMPIRAN 47

59 Lampiran 1. Analisis Ragam terhadap Jumlah Total Mikroba pada Bakso Sapi yang disimpan pada Suhu Ruang Sumber Keragaman db JK KT F Hit P SBS 1 2,7832 2,7832 3,57 0,083 Lama Simpan 2 27, , ,50 0,000 SBS*Lama Simpan Galat Total Keterangan : P< 0,05 = Nyata 0,4020 9, ,681 0,2010 0,7806 0,26 0,777 Lampiran 2. Analisis Ragam terhadap Jumlah E. coli pada Bakso Sapi yang disimpan pada Suhu Ruang Sumber Keragaman db JK KT F Hit P SBS 1 0,2415 0,2415 0,35 0,563 Lama Simpan 2 6,1173 3,0587 4,48 0,035 SBS*Lama Simpan Galat Total Keterangan : P< 0,05 = Nyata 0,2036 8, ,7584 0,1018 0,6830 0,15 0,863 Lampiran 3. Analisis Ragam terhadap Jumlah S. aureus pada Bakso Sapi yang disimpan pada Suhu Ruang Sumber Keragaman db JK KT F Hit P SBS 1 5,5189 5, ,32 0,000 Lama Simpan 2 36, , ,45 0,000 SBS*Lama Simpan Galat Total Keterangan : P< 0,05 = Nyata 4,8798 1, ,9793 2,4399 0, ,50 0,000 48

60 Lampiran 4.. Gambar Proses Pembuatan Bakso Lampiran 5.. Gambar Penyaringan Substrat Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 49

61 Lampiran 6.. Gambar Perendaman Bakso dengan Substrat Antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 Lampiran 7.. Gambar Total Mikroba Bakso Bakso Dengan Lama Penyimpanan 0,9,18 jam Kontrol 0 Jam Kontrol 18 Jam + Substrat 0 jam Kontrol 9 Jam +Susbtrat 9 jam +Substrat 18 Jam 50

62 Lampiran 8. Gambar Jumlah E.coli 0,9,18 Jam Bakso dengan Lama Penyimpanan Kontrol 0 Jam + Substrat 0 jam Kontrol 9 Jam + Substrat 9 Jam Kontrol 18 Jam +Substrat 18 Jam 51

63 Lampiran 9. Gambar Jumlah S. aureus Bakso dengan Lama Penyimpanan 0,9, 18 Jam Kontrol 0 Jam Kontrol 9 Jam Kontrol 18 Jam + Substrat 0 Jam + Substrat 9 Jam + Substrat 18 Jam 52

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosis

TINJAUAN PUSTAKA. Sosis TINJAUAN PUSTAKA Sosis Berdasarkan SNI 01-3820-1995, sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN TIGA FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN: Faktor intrinsik Faktor ektrinsik Faktor implisit FAKTOR INTRINSIK: komposisi kimia, sifat fisik, dan struktiir biologi pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman, peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat, kebutuhan produk pangan sumber protein terus meningkat. Produk

Lebih terperinci

Nilai gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Facts menurut BPOM (2009) merupakan informasi yang menyebutkan jumlah zat-zat gizi yang terkandung

Nilai gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Facts menurut BPOM (2009) merupakan informasi yang menyebutkan jumlah zat-zat gizi yang terkandung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 23 Mei 2011 mengenai pengujian mikroorganisme termodurik pada produk pemanasan. Praktikum ini dilakukan agar praktikan dapat membuat perhitungan SPC dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging olahan siap konsumsi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses

Lebih terperinci

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI BIOPRESERVATIF PADA BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN

APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI BIOPRESERVATIF PADA BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN APLIKASI SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI BIOPRESERVATIF PADA BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENYIMPANAN DINGIN SKRIPSI DWI PARAMITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat baik. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Staphylococcus aureus 1.1. Morfologi Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram terlihat bentuk kokus ukurannya 0.8-1.0 mm dengan diameter 0.7-0.9

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING Oleh : Akram Hamidi 1. Pendahuluan Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan salah satu mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam bahan pangan karena sifatnya tidak tosik dan tidak menghasilkan toksik. Bahkan, Lactobacillus

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80 AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: ANISAH NURUL KHASANAH J310 090 060

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci