Beberapa dekade terakhir, perhatian pada kesehatan mental meningkat. seiring dengan ditemukan tingginya prevalensi masyarakat dunia yang
|
|
- Sukarno Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Beberapa dekade terakhir, perhatian pada kesehatan mental meningkat seiring dengan ditemukan tingginya prevalensi masyarakat dunia yang mengalami gangguan mental. Pada 2001, dilaporkan satu dari empat orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental ( World Health Report (2001) merilis data bahwa lebih dari 450 juta orang mengalami gangguan mental di seluruh dunia. Jumlah ini tidak sebanding dengan kasus yang sudah tertangani oleh profesional di bidang kesehatan mental seperti psikiater dan psikolog. Kohn, Saxena, Levav, & Saraceno (2004) menjelaskan hal tersebut sebagai treatment gap yang merepresentasikan perbedaan yang signifikan antara prevalensi gangguan dengan proporsi tritmen yang dikenakan pada individu yang mengalami gangguan. Treatment Gap ini menggambarkan banyaknya penderita gangguan yang tidak mendapatkan tritmen yang layak bagi gangguan yang dialaminya. Chong (2013) mengemukakan dalam Regional World Health Summit bahwa treatment gap bila tidak tertangani akan menimbulkan disabiltas secara global. Disabilitas yang dimaksud di antaranya adalah risiko pada peningkatan keparahan gangguan dan kesukaran akan penangannya, muncul komorbiditas gangguan yang semakin kompleks, serta timbul kerugian dalam aspek-aspek kehidupan seseorang. Salah satu rekomendasi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengintegrasikan layanan kesehatan mental di Layanan Kesehatan Primer ( Kohn, dkk., 2004). Pada seting layanan ini, tercatat bahwa 60% pasien yang datang sebetulnya memiliki kemungkinan terdiagnosis gangguan mental namun tidak mendapatkan tritmen atas gangguannya. Hal ini semakin mendorong adanya perhatian serius pada identifikasi gangguan mental 1
2 yang dapat dilakukan di seting Layanan Kesehatan Primer (WHO & Wonca, 2008). Di Indonesia sendiri, khususnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta, layanan kesehatan mental sudah mulai diintegrasikan di Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas) melalui praktik layanan Psikologi (Klinis) sejak 2004 (Retnowati, 2011). Rekomendasi dari WHO pada 2008 seperti yang disebutkan di atas, memperkuat peran dan strategi penanganan kesehatan mental di Puskesmas sebagai cara untuk semakin mendekatkan layanan ini pada masyarakat. Besarnya peran Puskesmas ini dilansir dari artikel DETEKSI KESEHATAN JIWA DILAKUKAN DI PUSKESMAS dalam situs resmi Depkes Kabupaten Sleman, sangat membantu untuk mengidentifikasi dan melakukan deteksi dini pasien gangguan jiwa sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa ( Meskipun demikian, hal ini tidak berlangsung tanpa masalah. Kendala di lapangan menunjukkan bahwa jumlah angka kasus yang terdeteksi dengan jumlah kasus yang ditangani masih menunjukkan kesenjangan. Di Indonesia, data lain yang dikutip dari artikel HARGAILAH PENDERITA GANGGUAN JIWA dalam website Depkes menunjukkan bahkan hanya 10% dari jumlah prevalensi penderita gangguan jiwa yang tertangani di layanan kesehatan ( Hal ini menunjukkan terjadi kesenjangan pengobatan mencapai 90% yang merugikan ekonomi negara lebih dari Rp. 20 Trilyun. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, angka prevalensi orang dewasa yang mengalami gangguan mental emosional sebesar 6% dari seluruh penduduk Indonesia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2013). Mengacu data yang diperoleh di lapangan, dari seluruh pasien 2
3 Puskesmas, 30% yang datang, mengalami gangguan mental dimana 69% diantaranya datang dengan keluhan fisik ( Retnowati, 2011). Bila digeneralisasikan pada seluruh pasien yang datang dengan keluhan fisik ke Puskesmas sebagai layanan kesehatan primer di Indonesia, diprediksi angka temuannya akan meningkat drastis. Fenomena treatment gap seperti yang diulas sebelumnya menjelaskan hal ini sebagai hal yang layak mendapatkan perhatian serius. Kegagalan mengidentifikasi gejala gangguan mental disebabkan salah satunya karena dokter umum di layanan primer kurang peka dalam mengenali dan mendeteksi gejala gangguan mental (Collings, 2005; Liu, Mann, Cheng, Tjung, & Hwang, 2004) yang menyebabkan kurang maksimalnya diagnosis dan penanganan yang diberikan di layanan kesehatan primer (Carver & Jones, 2013). Tantangan bagi klinisi di seting ini adalah menyediakan alat skrining sebagai asemen terstandar untuk mengidentifikasi gangguan mental sehingga pasien mendapatkan penanganan yang tepat (Fitzgerald, Galyer, & Ryan, 2009; Thekkumpurath, Venkateswaran, Kumar, & Bennett, 2008) dibandingkan dengan penanganan atas kondisi fisiknya. Thekkumpurath, dkk. (2008) melanjutkan, instrumen skrining terhadap gejala ( distress) psikologis menunjang manajemen penanganan pasien dan pendeteksian gangguan sehingga meningkatkan pelayanan dan intervensi yang diperlukan. Kebutuhan ini telah diinisiasi dikaji dengan melakukan validasi instrumen General Health Questionnaire (GHQ)-12 sebagai instrumen skrining gangguan-gangguan mental yang prevalensinya tinggi di Puskesmas di Kabupaten Sleman, di antaranya pada gangguan penyesuaian (Primasari, 2012) dan gangguan somatoform (Salma, 2013). 3
4 Penelitian ini hendak melanjutkan pengembangan alat asesmen terstandardisasi untuk deteksi dini ganggguan mental, terutama pada gangguan yang memiliki prevalensi tinggi yang ditangani di Puskesmas. Puskesmas yang dimaksud adalah pada Puskesmas Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta. Hal ini mengindikasikan paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian pengembangan instrumen, yaitu mengenai gangguan dengan prevalensi cukup tinggi dan instrumen yang akan distandardisasi. Pertama, gangguan yang akan diprediksi dalam penelitian ini adalah Gangguan Somatoform yang menempati 2,7% sesi penanganan dari keseluruhan sesi yang ditangani oleh Psikolog di 18 Puskesmas Kota Yogyakarta dan 1,7% sesi di sejumlah Puskesmas Kabupaten Sleman selama Juli 2010 hingga Februari 2014 (data dari Sistem Informasi Kesehatan Mental online [CPMH, 2014]). Gangguan somatoform sendiri merupakan sekumpulan kondisi yang melibatkan keluhan atas gejala fisik yang seolah-olah memerlukan penanganan medis namun dalam pemeriksaan tidak ditemukan patologis atau abnormalitas fisik untuk menjelaskan keluhannya. DSM-IV-TR mengklasifikasikan Gangguan Somatoform dalam tujuh subkategori mayor yaitu: (1) Gangguan Somatisasi, (2) Gangguan Somatoform Yang-Tak-Tergolongkan (YTT), (3) Ganggu an Konversi, (4) Gangguan Nyeri, (5) Hipokondriasis, (6) Gangguan Dismorfik Tubuh, (7) Gangguan Somatoform lainnya (APA, 2000). Gangguan somatoform lebih cocok digolongkan ke dalam gangguan psikologis daripada gangguan fisik karena pada penderitanya tidak ditemukan abnormalitas secara fisik yang dapat menjelaskan keluhan fisiknya. Ketidakmampuan penderita akibat keluhannya, misalnya rasa sakit atau kaku, 4
5 (harus) tidak ada hubungannya dengan gangguan fisik apapun (Halgin & Whitbourne, 2005). Hal ini yang membedakan dengan gangguan psikosomatis (psikofisiologis) yang mana faktor psikologis berperan secara nyata pada sakit fisik (Passer & Smith, 2007). Penderita gangguan somatisasi biasanya mengeluhkan lebih dari empat gejala somatik pada lebih dari dua sistem metabolisme tubuh disertai dengan disabilitas dalam pekerjaan dan sosial, serta perilaku memeriksakan diri yang berulang-ulang. Bila pada penderitanya hanya ditemukan keluhan nyeri pada satu bagian tubuh secara progresif, maka diklasifikasikan ke dalam gangguan nyeri. Keluhan ekstrim misalnya kebutaan dan kelumpuhan cenderung mengarah pada diagnosis gangguan konversi sedangkan penderita yang mengalami hipokondriasis secara khas ditunjukkan melalui ketakutannya yang sangat besar sedang mengalami sakit yang menimbulkan kematian. Diagnosis gangguan somatoform YTT mensyaratkan lebih sedikit gejala yang berlangsung selama minimal 6 bulan terakhir (APA, 2000). Berdasarkan hal di atas, bentuk keluhan fisik penderita somatoform dapat sangat beragam hingga tampak sebagai keluhan yang sangat ekstrim, atau berupa gangguan pada sistem saraf, atau berupa gejala fisik yang majemuk dan konstans dalam satu waktu, seperti problem nyeri kronis, gangguan perut, dan sakit kepala (pening, pusing). Penderita gangguan ini cenderung menolak atau tidak puas pada hasil pemeriksaan dokter maupun hasil tes medis yang menegasi sakit tertentu. Mereka cenderung memeriksakan diri berulang kali pada dokter dibandingkan pada ahli kesehatan mental. Akibatnya, keluhan yang dimunculkan sulit dievaluasi secara objektif. Para dokter terkadang kesulitan mengenali penyebab faktor psikologis pada masalah pasien sehingga 5
6 menjalankan prosedur medis yang tidak diperlukan untuk mengobati pasien (Oltmanns & Emery, 2012). Melihat kondisi tersebut, hal yang kedua perlu diperhatikan adalah dengan menyediakan sekaligus memvalidasi instrumen deteksi dini yang dapat digunakan saat pemeriksaan medis (Thekkumpurath, dkk., 2008). Instrumen yang dimaksud untuk divalidasi adalah Recent Life Changes Questionnaire (RLCQ) ( Miller & Rahe, 1997) sebagai instrumen pengukuran bobot stres psikososial. Hasil pengukuran instrumen RLCQ berupa data dan informasi mengenai stresor psikososial sekaligus bobot stres total yang dialami pasien. Hasil asesmen ini dapat membantu dokter umum mendeteksi potensial gangguan yang muncul sekaligus memudahkan penegakan Axis IV dalam diagnosis multiaksial. Axis IV memengaruhi diagnosis psikiatrik pada Axis I, dan menjadi sarana komunikasi serta psikoedukasi antara klinisi dan pasien mengenai kaitan stresor dan gangguan (Moncur & Luthra, 2009), serta menentukan prognosis gangguan (Gillman, Trinh, Smoller, Fava, Murphy, & Breslau, 2013). Moncur & Luthra (2009) melanjutkan, Axis IV yang berisi stresor psikososial dan lingkungan dapat membantu klinisi mengidentifikasi faktor etiologi dan menentukan intervensi non-farmakologis yang diperlukan. Instrumen RLCQ menyediakan data kluster peristiwa perubahan dalam kehidupan yang dapat diklasifikasikan sejalan dengan stresor psikososial dan lingkungan pada Axis IV DSM, yang disajikan pada Tabel 1. RLCQ terdiri dari 74 peristiwa perubahan dalam kehidupan yang potensial terjadi pada kehidupan seseorang yang digolongkan dalam lima subkategori: (1) Pekerjaan; (2) Rumah Tangga dan Keluarga; (3) Kesehatan; (4) Pribadi dan Sosial; dan (5) Persoalan Keuangan. Daftar peristiwa atau kejadian 6
7 dalam RLCQ berasal dari 30 aitem peristiwa hidup yang memiliki bobot Satuan Perubahan Hidup (SPH) dari instrumen Social Readjustment Ratting Scale (SRRS) yang ditambah dengan 44 aitem baru peristiwa hidup yang lebih spesifik (Miller & Rahe, 1997; RLCQ memiliki koefisien reliabilitas test-retest sebesar 0,84 (Pearson & Long, 1985 ) dan koefisien Spearman yang sangat signifikan (koefisien rho sebesar 0,84 hingga 0,96) ( Miller & Rahe, 1997). Tabel 1 Klasifikasi Kluster Peristiwa Hidup dalam RLCQ dan Aspek Stresor Psikososial dan Lingkungan Axis IV DSM Penggolongan Kluster dalam RLCQ Aspek Axis IV dalam DSM dan PPDGJ Pekerjaan Rumah Tangga dan Keluarga Kesehatan Pribadi dan Sosial Persoalan Keuangan Masalah pekerjaan Masalah dengan primary support group (keluarga) Masalah perumahan Masalah akses ke pelayanan kesehatan Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial Masalah pendidikan Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal Masalah psikososial dan lingkungan lain Masalah ekonomi Kluster life event atau peristiwa sosial pada RLCQ terbukti memiliki etiologi yang signifikan pada munculnya gangguan atau penyakit dan memberi sumbangan pada variabel waktu onset munculnya gangguan (Holmes & Rahe, 1967; Miller & Rahe, 1997; Dana, 1984; Huling, Baccaglini, Choquette, Feinn, & Lalla, 2012). Peristiwa hidup dalam RLCQ memiliki skor bobot stres pada SPH yang dapat diakumulasikan. Akumulasi SPH selama 6 bulan terakhir mengindikasikan tingginya bobot stres yang dialami seseorang dan diprediksi 7
8 memiliki pengaruh pada kondisi fisik dan mentalnya (Miller & Rahe, 1997; Stres dialami seseorang sebagai reaksi atas situasi yang mendatangkan ketidaknyamanan, baik berasal dari situasi lingkungan yang mengancam, faktor fisik, psikologis, serta sosial yang kuantitas dan kesukarannya melebihi batas kapasitas normal, yang menimbulkan sensasi tegang dan cemas, serta mengancam kesejahteraan psikologis seseorang sehingga membutuhkan upaya untuk mengatasinya ( Stuart-Hamilton, 2007; Sunberg, Winebarger, & Taplin, 2007; Halgin & Whitbourne, 2005; Passer & Smith, 2007; Weiten, Dunn, & Hammer, 2012). Faktor-faktor yang menyebabkan stres disebut dengan stresor (Stuart-Hamilton, 2007). Peristiwa yang menyebabkan stres (stresor) sifatnya adalah akumulatif, artinya peristiwa harian yang dialami sehari-hari pun dapat menjadi stresor yang besar bila dialami terus menerus dalam jangka waktu tertentu ( Weiten, dkk., 2012; Butcher, Mineka, & Hooley, 2013; Rabkin & Struening, 1976). Stressful Life Event (SLE) oleh Passer & Smith (2007) dijelaskan sebagai unit-unit peristiwa yang mempunyai probabilitas mendatangkan stres. Ingram & Luxton (2005) menyebutkan bahwa peristiwa yang memiliki tingkat keparahan yang cukup dapat memicu munculnya problem psikopatologis meskipun tanpa ada kerentanan atau predisposisi karakter psikologis dan biologis. Perubahan dalam hidup merupakan salah satu aspek yang mendatangkan stres pada kehidupan manusia. Weiten, dkk., (2012) mengelompokkan perubahan (change) pada sumber mayor stres, selain sumber mayor lain yaitu frustrasi, konflik internal, dan tekanan. Perubahan menuntut proses penyesuaian yang menimbulkan kondisi stressful. Sejalan dengan penelitian Holmes & Rahe 8
9 (1967), perubahan dapat berasal dari peristiwa kehidupan yang positif maupun negatif yang dalam hasil penelitiannya memiliki kemungkinan yang sama mendatangkan stres bagi seseorang. SLE dalam banyak penelitian terbukti berperan penting pada prevalensi munculnya gangguan fisik dan psikologis (Newco mb, Huba, & Bentler, 1981; Mueller, Edwards, & Yarvis, 1977; Rabkin & Struening, 1976; Schless, Teichman, Mendels, Weinstein, & Weller, 1977; Dana, 1984), termasuk gangguan somatoform (Oltmanns & Emery, 2012). Nietzel, Bernstein, & Milich (1994) menjelaskan etiologi gangguan klinis dari pola interaksi antara sistem biologis, psikologis, dan sosial, yang diterminologikan dalam istilah Diathesis Stress Model, yang memiliki tiga komponen, yaitu: (1) Kerentanan biologis yang dimiliki seseorang, biasanya mencakup kecacatan pada sistem biokemis atau struktural pada sistem saraf otonom dimana hal ini bisa merupakan turunan genetika maupun akibat adanya trauma, infeksi, dan bawaan penyakit lain, (2) Risiko biologis tersebut membuat seseorang rentan terpapar gangguan psikologis. Hal ini sering dikenal dengan istilah predisposisi terhadap gangguan, (3) Jika mereka yang berisiko ini mengalami pathogenic stresses, predisposisi dapat berkembang menjadi lebih buruk hingga mengalami gangguan ( ill). Menurut model ini berarti stres dapat memicu kemunculan gangguan sebagai reaksinya dengan predisposisi yang dimiliki seseorang. Penyakit fisik yang banyak dikaitkan dengan stres yaitu tukak lambung (maag), asma, sakit kepala, sakit jantung (Nevid, Rathus, Greene, 2003), gangguan tidur (Oltmanns & Emery, 2012), dan hipertensi (Butcher, dkk., 2013). Meskipun bukan satu-satunya penyebab, stres memiliki potensi risiko yang besar bagi munculnya gangguan fisik. Rabkin & Struening (1977) menegaskan bahwa 9
10 SLE berperan sebagai faktor pencetus yang memengaruhi onset munculnya gangguan, baik mental maupun fisik, bukan memengaruhi tipe episode gangguannya. Hasil penelitian tersebut telah dibuktikan baik dalam kerangka studi retrospektif maupun prospektif. Pengukuran terhadap bobot stres yang berkaitan dengan problem kesehatan fisik dan mental sangat luas digunakan dengan instrumen SRRS dan pengembangannya terbaru dengan instrumen RLCQ yang digunakan dalam penelitian ini. Penggunaan instrumen pengukuran bobot stres diduga telah diaplikasikan pada ribuan penelitian (Weiten, dkk., 2012). SRRS sendiri telah diberlakukan pada beragam populasi antara lain bagi populasi di penjara (Hart, 1997), untuk identifikasi klien dengan risiko bunuh diri (Blasco -Fontecilla, Delgado-Gomez, Legido-Gil, de Leon, Perez-Rodriguez, & Baca-Garcia, 2012), guru (Kamizaki & Sousa, 2000), mahasiswa baru yang mengalami culture shock (Zhou, Jindal-Snape, Topping, & Todman, 2008), dan perawat (Drozdova & Kebza, 2011). Pengembangannya yang terbaru dengan RLCQ banyak diterapkan pada studi prospektif dan kajian gangguan fisik (Rahe, 1978), antara lain pada studi prospektif yang melihat kemungkinan Life Change Unit memprediksi kekambuhan penyakit yang dialami wanita dengan Multiple Sclerosis (Mitsonis, Zervas, Mitropoulos, Dimopoulos, Soldatos, Potagas, & Sfagos, 2008) juga dalam penelitian hubungan Stressful Life Event dengan onset kekambuhan penyakit Aphthous Stomatitis (Huling, dkk., 2012). RLCQ juga digunakan pada studi retrospektif otopsi psikologis yang mengkaji faktor penentu perilaku bunuh diri warga Rusia di Estonia (Kõlves, Sisask, Anion, Samm, & Värnik, 2006) serta di Tallinn dan Frankurt ( Kõlves, Värnik, Schneider, Fritze, Allik, 2006). 10
11 Besarnya implikasi stres pada gangguan mental dan fisik mendorong penelitian untuk mengkaji pada tingkat sejauh mana Stressful Life Event yang diukur dalam RLCQ menyebabkan gangguan yang dialami saat ini. Sebagai salah satu gangguan yang prevalensinya cukup tinggi di Puskesmas, Gangguan Somatoform menjadi tolok ukur kemampuan RLCQ dalam memprediksi kemunculan gangguan. Secara teoritis, gangguan somatoform terbukti dipengaruhi oleh faktor stres, khususnya yang bersifat traumatik pada masa anak atau remaja (Oltmanns & Emery, 2012) yang tidak pernah dapat diekspresikan sehingga menyertai seluruh fase perkembangan (Lind, Delmar, & Nielsen, 2014) dan dari sisi biologisnya, stres mengaktivasi hormon Hipotalamic-Pituitary- Adrenal (HPA) yang menghasilkan persepsi akan rasa nyeri (Rief & Barasky, 2005). Lind, dkk., (2014) melanjutkan, predisposisi traumatik tersebut dapat membuat seseorang menunjukkan hipersensitifitas terhadap stres yang akhirnya muncul secara khas dalam bentuk preokupasi pada sensasi tubuh selama masa stres. RLCQ hendak divalidasi untuk menguji validitas kliniknya sebagai instrumen deteksi dini gangguan somatoform. Pada penelitian instrumen, dilakukan penelitian validasi untuk menguji seberapa tepat suatu alat ukur mengukur tujuan ukurnya (McDowell, 2006; Azwar, 2013). Validitas sendiri terkait dengan bagaimana memaknai, menginterpretasi dan menerapkan skor hasil pengukuran (McDowell, 2006), termasuk menginterpretasi hasil diagnosis alat tes (Attia, 2003). Pada seting klinik, klinisi memerlukan instrumen asesmen dan diagnosis yang valid karena perlu membuat prediksi pada prognosis penyakitnya, menentukan seberapa mungkin kebenaran diagnosis penyakit, mengambil keputusan dari hasil skrining, mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi, menentukan serangkaian diagnosis 11
12 yang memerlukan beragam tes yang berisiko atau berbiaya mahal, dan melakukan terapi yang efektif (Steyerberg, 2009). Melakukan validasi klinik artinya melakukan prediksi hasil asesmen atau tes terhadap penegakan diagnosis dan prognosis. Berdasarkan fungsi dan keperluan skrining, prognosis berguna untuk mengidentifikasikan tingkat deteksi dini gejala penyakit (gangguan) dan melakukan penanganan sebelum gangguan terdiagnosis pada tingkat yang lebih parah. Dalam prognosis, dua hal yang ditekankan berkaitan dengan masalah estimasi dan pengujian hipotesis. Kedua hal tersebut diatasi dengan menyediakan suatu model statistik berbasis pendekatan prediktif (Steyerberg, 2009). Pengukuran statistik pada model prediktif memerlukan adanya suatu prediktor dan kriteria sejalan dengan konsep validitas prediktif (Anastasi & Urbina, 2007; Azwar, 2013) untuk menguji tingkat kebenaran asumsi yang dihasilkan dari hasil pengukuran. Model prediksi memperkirakan probabilitas dari gangguan berdasarkan diagnosis atau tes, dalam penelitian ini yaitu instrumen RLCQ. Instrumen yang akan divalidasi berfungsi sebagai prediktor bagi performansi (gangguan) di masa datang (Azwar, 2013). Hasil diagnosisnya akan dibandingkan dengan suatu tes standard baku emas sebagai kriteria untuk menguji kevalidan dari estimasi atau perkiraan dari diagnosisnya (prediktor). Instrumen standard baku emas adalah instrumen yang ideal untuk mendiagnosis dengan tingkat sensitivitas 100% dan spesifisitas 100% (McDowell, 2006; Steyerberg, 2009). Mengacu pada prinsip studi retrospektif (Hess, 2004; Malouin, 2008), penelitian ini menerapkan gangguan somatoform yang dialami saat ini sebagai 12
13 kriteria performansi atas SLE selama enam bulan terakhir yang diukur dengan RLCQ sebagai prediktor. Pengujian vailiditas memerlukan kriteria validasi yang tepat (Azwar, 2013). Penelitian ini menggunakan Structured Clinical Interview for DSM IV Axis I Disorder (SCID-I) sebagai standard baku emas diagnosis gangguan somatoform. SCID merupakan pedoman wawancara semiterstruktur yang terdiri dari serangkaian pertanyaan dasar berdasarkan kriteria dari DSM-IV yang disusun untuk membantu para klinisi menegakkan diagnosis menurut DSM- IV secara ringkas dan valid. SCID terdiri dari modul yang dapat diaplikasikan pada kelas mayor gangguan, termasuk gangguan somatoform (Nietzel, dkk., 1994). Berdasarkan uraian di atas, kajian antara stres terhadap gangguan fisik dan psikologis terutama gangguan somatoform, serta penggunaan RLCQ sebagai instrumen pengukuran bobot stres di berbagai seting klinik, maka dapat dugaan umum yang diajukan adalah bahwa stres memprediksi gangguan psikologis. Pengukuran bobot stres melalui RLCQ akan dieksplorasi hingga menemukan hubungan prediksi terbaik dengan gangguan somatoform yang terdiri dari subtipe gangguan somatisasi, gangguan nyeri, dan gangguan somatoform YTT. Temuan eksploratif akan menangkap sejauh mana perubahan dalam kehidupan mampu mendeteksi ada tidaknya gangguan somatoform, mengukur ambang batas total stresor terhadap stres pada pasien, membangun norma, dan melakukan pembobotan peristiwa hidup. Hasil penelitian ini nantinya menghasilkan validitas klinik RLCQ sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur yang terstandardisasi untuk mendeteksi gangguan somatoform. Manfaat lainnya adalah sekaligus menjadi instrumen asesmen yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosis multiaxial, yaitu 13
14 pada Axis IV (stresor psikososial dan lingkungan). Dengan demikian, dokter umum maupun psikolog di layanan kesehatan primer dalam asesmennya dapat mengestimasikan bobot stres setiap peristiwa hidup dengan instrumen RLCQ dan menggunakannya sebagai sarana edukasi pada pasien mengenai risiko gangguan yang mungkin dialami akibat perubahan dalam peristiwa hidupnya. 14
250 juta jiwa (http://www.m.republika.co.id), tercatat masih memiliki berbagai. permasalahan pada berbagai aspek dalam usahanya meningkatkan
Indonesia, sebagai negara berkembang, dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa (http://www.m.republika.co.id), tercatat masih memiliki berbagai permasalahan pada berbagai aspek dalam usahanya meningkatkan
Lebih terperinciProblem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO)
Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa gangguan mental, neurologis, dan penyalahgunaan
Lebih terperinciKesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian. publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun
Kesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun masyarakat umum. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Lebih terperinciJOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001
JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian utama secara global dalam kesehatan. Setiap tahun terjadi peningkatan kasus dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa
ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
Lebih terperinciKLASIFIKASI GANGGUAN JIWA
KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA PSIKOLOGIS; didasarkan atas letak dominasi gangguan pada fungsi psikologis FISIOLOGIS; setiap proses psikologis didasari fisiologis/faali ETIOLOGIS; berdasarkan penyebab gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi
Lebih terperinciFAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ
FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ GASTROINTESTINAL Maria Inez Devina Siregar 11.2013.158 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan
Lebih terperinciPedologi. Batasan Pedologi Bidang Terapan. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.
Pedologi Modul ke: Batasan Pedologi Bidang Terapan Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Pedologi Psikologi abnormal atau sering juga
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini mempunyai sumber pada fisiologi dan keahlian. Karena pasien-pasien senang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR
HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : TRI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan masalah yang sangat serius.
Lebih terperinciGangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai
2 Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai penyebab utama dari kerugian ekonomi dan disabilitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman
Lebih terperinci2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia semakin mengalami perkembangan ke era globalisasi. Dengan adanya perkembangan zaman ini, masyarakat dituntut untuk mengikuti perkembangan modern. Tidak
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kesehatan mental membutuhkan perhatian, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Secara global dari sekitar 450 juta orang yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat
Lebih terperinciDAFTAR KOMPETENSI KLINIK
Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Target Kompetensi Minimal Masalah Psikiatrik Untuk Dokter Umum: 1. Mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan kasus psikiatrik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang ini berakibat makin kompleks kebutuhan masyarakat. Industrialisasi dan urbanisasi makin lekat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan
Lebih terperinciGangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder)
Gangguan Penyesuaian (Adjustment Disorder) Definisi Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciData Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga
1 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) dan Provinsi DI Yogyakarta berada sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut
Lebih terperinciPengantar Psikologi Abnormal
Pengantar Psikologi Abnormal NORMAL (SEHAT) sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum ABNORMAL (TIDAK SEHAT) tidak sesuai dengan kategori umum. PATOLOGIS (SAKIT) sudut pandang medis; melihat keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa dewasa muda ditandai dengan memuncaknya perkembangan biologis, penerimaan peranan sosial yang besar, dan evolusi suatu diri dan struktur hidup dewasa. Periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang dalam ilmu psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia (Departemen Kesehatan [Depkes], 2008). Jumlah lansia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan angka harapan hidup terjadi sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara. Meningkatnya angka harapan hidup tersebut menimbulkan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gangguan ansietas dan depresi biasa terjadi pada semua daerah di seluruh dunia. Penyakit kronis meningkatkan morbiditas dengan gangguan perasaan dan/atau gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.
Lebih terperinciPENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI
PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskuler. Insiden dan mortalitas kanker terus meningkat. Jumlah penderita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler. Insiden dan mortalitas kanker terus meningkat. Jumlah penderita kanker mencapai
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapat Gelar Ahli Madya Keperawatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat pada suatu negara. Angka harapan hidup penduduk Indonesia naik dari 70,45
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industrialisasi dan proses globalisasi mempengaruhi tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah lanjut usia (lansia) sekarang ini semakin meningkat. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah lanjut usia (lansia) sekarang ini semakin meningkat. Hal ini tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi di Indonesia pun terjadi hal yang serupa. Saat
Lebih terperinciGangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak
Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1 1 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI), yang dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempat kerja yang sehat dan aman merupakan hal yang diinginkan oleh pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan RI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang menghadapi beban ganda di bidang kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih tinggi diikuti dengan mulai meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun, disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh dunia. Satu dari empat kematian yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh penyakit kanker (Nevid et
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
Lebih terperinciPENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A
PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A Demonologi Trephination Cairan Tubuh Tritmen Exorcism Ilmu Sihir Munculnya RSJ Sebelum Abad 17 Abad 17-awal 18 Lighter Witmer, lulus Doktoral Abnormalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Meningkatnya usia harapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rheumatoid Arthritis (RA)merupakan penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. RA merupakan
Lebih terperinciPerilaku Koping pada Penyandang Epilepsi
Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh Nadiarani Anindita F 100 050 050 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa
Lebih terperinci30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4
Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah
Lebih terperinciHasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua provinsi di Indonesia, usia 15 tahun keatas, mengalami gangguan
Lebih terperinciKesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,
Lebih terperinciDITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI
DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,
Lebih terperinciPost-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri
Lebih terperinciSiswanto dan Florentinus Budi Setiawan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Abstraksi
STUDI PENDAHULUAN MENGUJI PERBEDAAN KETEGANGAN OTOT ANTARA JENIS KELAMIN, USIA, DAN SUBJEK YANG NOR- MAL DENGAN YANG MENGALAMI KELUHAN NYERI KEPALA DAN PUNDAK Siswanto dan Florentinus Budi Setiawan Fakultas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa
Lebih terperinciKesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan. manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau
Kesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau kelemahan tetapi juga sebagai suatu kondisi fisik, mental dan kesejahteraan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
Lebih terperinci2015 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) dalam (Ishak & Daud, 2010) tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Lebih terperinci