BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan deret waktu bulanan. Data tersebut akan dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IMF dan sumber-sumber publikasi lainnya. Adapun jumlah variabel makroekonomi yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 variabel, sebagaimana yang terlampir pada Lampiran Metode Analisis Penelitian ini menggunakan metode analisis siklus bisnis (business cycle analysis). Dalam prosesnya, pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan Eviews 6. Penyusunan leading indicator merupakan adopsi dari analisis business cycle yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari analisis business cycle adalah bahwa shock (guncangan) yang berasal dari internal maupun eksternal menyebabkan volatilitas (fluktuasi) aktifitas perekonomian. Dalam jangka panjang, fluktuasi tersebut akan membentuk suatu siklus (business cycle) perekonomian dimana pergerakan naik dan turunnya aktivitas perekonomian tersebut berada dalam level absolut. Untuk menjelaskan turning point dari terjadinya fenomena krisis utang di Indonesia, maka penelitian ini menggunakan variabel ekonomi rasio utang luar

2 41 negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (debt to GDP ratio). Varibel ekonomi ini digunakan sebagai reference series karena mampu memberikan penilaian tepat atas tingkat solvabilitas suatu negara, sehingga dapat menggambarkan tingkat indebtness suatu negara. Adapun nilai threshold variabel ekonomi debt to GDP ratio yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis utang mengacu pada ketentuan dari salah satu lembaga keuangan internasional, yaitu IMF (International Monetary Fund). IMF menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan menghadapi beban utang yang tinggi bila variabel ekonomi debt to GDP ratio mencapai nilai yang lebih tinggi dari 60 persen. Dengan mengamati pergerakan variabel makroekonomi terhadap reference series, maka dapat ditentukan apakah variabel tersebut termasuk Coincident, Leading atau Lagging Indicators. Suatu variabel makroekonomi dikategorikan sebagai Leading Indicator bila memiliki pergerakan yang mendahului reference series, sehingga variabel tersebut dapat menggambarkan kondisi perekonomian apakah berpotensi mengalami krisis utang dalam beberapa bulan ke depan. Sementara itu, suatu variabel dikategorikan sebagai Lagging Indicator apabila pergerakannya (lag) mengikuti reference series. Apabila suatu variabel makroekonomi bergerak seiring dengan reference series sehingga mampu menggambarkan kondisi perekonomian saat ini, maka variabel tersebut dikategorikan sebagai Coincident Indicator.

3 Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators dengan analisis business cycle adalah sebagai berikut. 1. Pengumpulan Data Sekunder Adapun tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan datadata sekunder yang dipelukan dari berbagai sumber. Idealnya, jumlah data yang diperlukan dapat mencapai ratusan variabel. Variabel-variabel tersebut diperkirakan dapat menjadi kandidat komponen leading, coincident dan lagging index. Data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode yang panjang dengan frekuensi tinggi (data bulanan) agar dapat diperoleh hasil yang baik. Kriteria pemilihan variabel harus dilihat dari aspek ekonomi dan perilaku data secara statistika. 2. Disagregasi Data Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan metode Qubic Splines atau dapat pula digunakan metode interpolasi lainnya. Hal ini dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan. 3. Mengisolir Pengaruh Musiman Tahap ketiga adalah membersihkan data dengan mengisolir pengaruh musim sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile. Pada banyak negara, faktor musim biasanya bersifat fix (tetap) seperti pada peristiwa hari raya (lebaran, natal, tahun baru atau lainnya) maupun musim yang ekstrem (musim hujan, kemarau, dingin, dan panas). Untuk kasus Indonesia,

4 43 selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor yang bergerak seperti Idul Fitri dan Tahun Baru Imlek. 4. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident, Leading dan Lagging Indicators Tahap keempat adalah pemilihan kandidat variabel Coincident, Leading dan Lagging Indicators. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih suat variabel menjadi kandidat Leading Indicators, yaitu dengan pendekatan grafis, uji granger causality, dan uji cross-correlation. Oleh karena Leading Indicators bergerak mendahului reference series, maka kandidat Leading Indicators secara visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series. Adapun kriteria penentuan Leading Indicators berdasarkan uji cross correlation dapat dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang cukup jauh. Pada uji granger causality, dapat dilihat dari adanya hubungan kausalitas yang sifatnya satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Pengujian koefisien korelasi antara reference series dengan variabel-variabel yang diperkirakan akan menjadi Leading Indicators dilakukan secara terpisah-pisah untuk masing-masing periode leading yang ingin kita bentuk. Untuk mencari kandidat Leading Indicators 3 bulan maka kita harus mencari korelasi antara reference series dengan seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula halnya jika kita ingin mencari kandidat Leading Indicators 6 dan 12 bulan. Sebaliknya, karena sifatnya yang bergerak sejalan kandidat Coincident Indicators secara grafis haruslah berjalan sejalan dengan variabel reference dengan korelasi tinggi di sekitar lag nol. Causality antara Coincident Indicators dan variabel reference haruslah bersifat dua arah dengan lag yang pendek.

5 44 5. Penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) dengan basis indicators yang diperoleh dari tahap keempat dengan cara menggabungkan (compose) variabel-variabel kandidat. Akan tetapi, karena amplitudo dari masing-masing variabel atau series bisa jadi berbeda-beda, maka penyusunan indeks tanpa terlebih dahulu dilakukan standardisasi data bisa mengakibatkan terjadinya distorsi pada index yang terbentuk. Untuk menghindari distorsi tersebut, perlu dilakukan normalisasi terhadap semua komponen siklikal yang diturunkan dari variabel-variabel kandidat serta reference series. Pada prinsipnya, proses standardisasi diarahkan agar semua variabel kandidat memiliki mean 100 serta varian yang sama. Proses penggabungan (compose) variabel-variabel kandidat untuk mendapatkan Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) terbaik dilakukan dengan cara trial-error. Indikator baiknya Coincident Debt Index didasarkan pada persamaan pergerakannya dengan variabel reference, sementara untuk LDI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan Reference Series. Setiap indikator atau variabel untuk pembentuk CDI dan LDI terbaik tersebut memilki bobot tertentu yang mencerminkan tingkat kemiripan pola antara variabel tersebut dengan indeks yang terbentuk. Dari ketiga indeks tersebut, Leading Debt Index lebih menarik perhatian, karena dapat memberikan deteksi dini (early warning system) tentang kemungkinan terjadinya krisis utang di

6 45 Indonesia secara agregat. Sementara Coincident Debt Index dapat memberikan gambaran tentang kondisi beban utang Indonesia yang terjadi saat ini Metode Penyusunan Early Warning Indicators Metode-metode yang digunakan dalam proses penyusunan Early Warning Indicators dapat dijelaskan seperti berikut ini. 1. Metode Cubic-Spline Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang tahunan. Dalam penyusunan Leading Indicator, data yang digunakan umumnya berupa data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan, maka perlu dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode khusus yang dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah metode Cubic- Spline. 2. X12-ARIMA Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu seringkali mengganggu pergerakan siklikal. Oleh karena itu, hal tersebut perlu dihilangkan terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Menurut pandangan Jackson dan Leonard (2001), penyesuaian musiman (seasonal adjustment) dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasifluktuasi musiman dapat diukur dari series awal (x t, t=1,2,...,n) dan dipisahkan dari trend cycle component (C t ), trading day component(d t ), dan flukutuasi

7 46 irregular (I t ). Komponen musiman atau seasonal (S t ) dapat didefinisikan sebagai variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. C t mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan faktor-faktor jangka panjang lainnya. D t adalah variasi yang ditunjukkan pada komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, I t adalah variasi residual. Banyak variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungn multiplicative (x t =C t D t S t ) dan lainnya berbentuk additivr (x t =C t +D t +S t +I t ). Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend cycle dan komposisi irregular. X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen C t, D t, S t, ataupun I t. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi multiplicative seasonal times series, x t dapat dituliskan menjadi : ø(b)φ(b s )(1-B) d (1-B s ) D x t = θ (B)Ө (B s )a t (3.1) dimana : B adalah operator lag (Bx t =x t-1 ) s adalah periode musiman, ø(b) = (1 - ø 1 B ø p B p ) adalah operator non seasonal autoregressive (AR), Φ(B) = (1 - Φ 1 B s Φ P B Ps ) adalah operator seasonal AR, θ(b) = (1 - ø 1 B ø q B q ) adalah operator non seasonal moving average (MA), Φ(B s ) = (1 - Φ 1 B s Φ Q B Qs ) adalah opeartor seasonal moving average

8 47 a t s i.i.d dengan rata-rata nol dan varian σ 2.(1 B) d (1 B s ) D mengimplikasikan perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-d. Jika d=d=0 (tidak ada perbedaan), maka pada umunya dilakukan perhitungan kembali x t pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu : dengan x t -μ dimana μ = E[x t ]. 3. Cross Correlation Metode ini digunakan untuk menganalisis dan menentukan apakah variabelvariabel ekonomi dan keuangan lainnya, jika dikorelasi silangkan dengan reference series akan menjadi Leading Indicators, Coincident Indicators, atau Lagging Indicators. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators (CLI). Korelasi silang (cross correlation) antara dua variabel, katakan x dan y dapat dihitung : dan.. (3.2) (3.3) Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi adalah 12 periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan sebagai indicators

9 48 maka nilai r xy yang dicari adalah nilai yang paling tinggi selama periode pengujian. Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji cross correlation (korelasi silang) adalah dengan melihat korelasi tinggi pada lag yang cukup jauh. Pemilihan kandidat lagging berdasarkan korelasi tertinggi pada lead yang cukup jauh. Sementara itu, penetuan kandidat coincident dilakukan dengan melihat korelasi tertinggi pada lead dan lag nol. 4. Granger Causality Test Salah satu tahap dalam analisis siklus bisnis adalah penggunanaan metode ekonometrik dalam pemilihan kandidat leading indicators. Langkah pertama dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka panjang. Kemudian, dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference series. Uji granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag, yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penentuan lag tersebut diasumsikan telah mampu memberikan hasil yang cukup akurat dan mewakili keseluruhan lag. Penggunaan 4 spesifikasi lag tersebut dilakukan untuk mengetahui perbandingan tingkat spesifikasi pada lag yang semakin jauh. Dengan pengujian ini, dapat diperoleh variable-variabel yang tergolong sebagai leading indicators. Granger Causality Test dilakukan untuk melihat adanya hubungan sebab-akibat (kausalitas) dan arah kausalitas di antara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga

10 49 kemungkinan arah kausalitas yang terjadi antara dua variabel, yakni variabel reference dan variabel tertentu yang diuji (misalnya variabel X), yaitu : 1.) Variabel reference menyebabkan (granger cause) variabel X 2.) Variabel X menyebabkan (granger cause) variabel reference 3.) Variabel reference dan variabel X memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila variabel reference menyebabkan variabel X dan pada saat yang bersamaan variabel X juga menyebabkan variabel reference. Dengan menggunakan Granger Causality Test, maka dapat diketahui apakah antara X dan Y memiliki hubungan kausalitas dan bagaimana arah kausalitas di antara kedua variabel tersebut. Nilai probabilitas (P value) yang dihasilkan menentukan signifikansi arah hubungan kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara konvensional disepakati adalah jika probabilitas lebih kecil dari 5 persen, maka dikatakan terjadi kausalitas yang signifikan. Kriteria kandidat leading pada granger causality ini adalah adanya hubungan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel X menyebabkan (granger cause) variabel reference. Sementara itu, kriteria kandidat lagging didasarkan pada adanya hubugan kausalitas satu arah pada lag cukup jauh yang menunjukkan bahwa variabel reference menyebabkan (granger cause) variabel X. Adapun pemilihan kandidat Coincident Indicators dilihat dari adanya hubungan kausalitas dua arah dengan lag di sekitar nol. 5. Metode Penyusunan Composite Coincident Debt Index (CDI) dan Leading Debt Index (LDI) Setelah berbagai data variabel makroekonomi yang tersedia dikelompokkan ke dalam kandidat Coincident Indicator, Leading Indicator dan Lagging Indicator,

11 50 langkah selanjutnya adalah menyusun composite CI dan LI dengan prosedur sebagai berikut : Untuk setiap variabel, lakukan perhitungan : 1. Hitung perubahan persentase simetris month-on-month (MoM) untuk setiap variabel atau komponen dengan rumus : x t = 200* (X t -X t-1 )/(X t -X t-1 )...(3.4) dimana X t adalah nilai observasi komponen X pada waktu t. Jika satuan pengukuran untuk komponen X berupa presentasi (seperti suku bunga), maka month-on-month dihitung dengan formula : x t = (X t -X t-1 )...(3.5) 2. Lakukan adjustement terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari semua komponen. Adjustement tersebut dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a) Hitung standard deviation MoM change dari setiap komponen (misalkan = σ x ) b) Hitung inverse dari σx (misalkan w x = 1/σ x ) c) Jumlahkan semua w x (misalkan = k) d) Hitung faktor standarisasi (weight) untuk setiap komponen dengan rumus: r x = (1/k)*w x...(3.6) Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen dihitung dengan rumus : m t = r x *x t...(3.7)

12 51 3. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust (langkah 2); misalkan = i t 4. Lakukan adjustment terhadap i t untuk menyamakan volatilitas dengan reference series; untuk Coincident Economic Indicator (CEI) menggunakan reference series yakni debt to GDP, serta untuk Leading Economic Indicator (LEI) dan Lagging Economic Indicator menggunakan reference series CEI atau reference series debt to GDP. 5. Hitung angka preliminary leading dan Coincident Debt Index dengan menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks berikutnya dihitung dengan menggunakan rumus : I t = I t -1 * (200 + i t ) / (200-i t )...(3.8) Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI dan LI terbaik diperoleh dengan cara trial and error. Ukuran kebaikan CI didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan debt to GDP (reference series), sementara untuk LI didasarkan pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI. 6. Penentuan Turning Point Coincident, Leading dan Lagging Debt Index dengan Metode Bry Boschan Procedure Setelah proses seleksi selesai dilakukan, maka selanjutnya variabel-variabel yang menjadi kandidat Coincident, Leading dan Lagging Indicators akan melalui suatu proses perhitungan sehingga dihasilkan suatu indeks bagi masing-masing indikator tersebut. Pada tahap selanjutnya, dilakukan penentuan turning point pada ketiga indeks yang dihasilkan, yakni Coincident Debt Index, Leading Debt Index dan Lagging Debt Index. Penentuan turning points dimaksudkan untuk menetapkan waktu (bulan dan tahun) dimana ketiga indeks tersebut mengalami pembalikan dari fase

13 52 ekspansi ke kontraksi atau sebaliknya. Penentuan turning points ini penting untuk menyusun kronologi siklus bisnis di Indonesia. Adapun metode yang digunakan untuk melakukan penentuan turning point tersebut adalah metode Bry Boschan Procedure. Metode ini telah dikembangkan sejak lama oleh NBER dan masih digunakan secara luas hingga saat ini. Secara visual, grafik Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident Debt Index dengan selang waktu tertentu. Selang waktu Leading Debt Index bergerak mendahului Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Leading Debt Index mendahului Coincident Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu kemungkinan terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal pada system deteksi dini yang telah dibuat. Dengan demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki waktu dalam periode tertentu untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam rangka menghindari kemungkinan terjadinya krisis utang. Adapun Lagging Debt Index secara visual pergerakan grafiknya mengikuti Coincident Debt Index. Selang waktu Lagging Debt Index bergerak mengikuti Coincident Debt Index tersebut dapat ditentukan secara akurat dengan menghitung rata-rata perbedaan antar titik puncak dan lembah dari kedua indeks tersebut. Perbedaan rata-rata selang waktu Lagging Debt Index mendahului Coincident Debt Index selanjutnya ditetapkan sebagai jangka waktu dampak penyebaran (contagion effect) akibat terjadinya krisis utang setelah munculnya sinyal. Dengan

14 53 demikian, pihak pengambil kebijakan memiliki waktu dalam periode tertentu untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang penting dalam rangka menghindari dampak penyebaran secara luas terhadap perekonomian secara agregat akibat terjadinya krisis utang yang tidak dapat terhindarkan lagi. Pengujian secara grafis dengan metode Bry Boschan Procedure ini diawali dengan penentuan titik puncak (peak) dan lembah (trough) pada grafik dari masing-masing indeks yang telah dihasilkan. Penentuan titik puncak (peak) dan lembah (trough) tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat langkah ini akan memudahkan penentuan selang waktu perbedaan antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index. Titik puncak suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai tertinggi, sedangkan titik lembah suatu indeks ditentukan pada periode tertentu dimana indeks tersebut mencapai nilai terendah. Suatu indeks tertentu dikatakan memiliki satu siklus bila pada rentang periode tertentu memiliki satu titik puncak dan satu titik lembah. Metode Bry Boschan Procedure menetapkan bahwa jarak perbedaan waktu antara titik puncak terhadap lembah (peak to trough) atau titik lembah terhadap puncak (trough to peak) dalam satu siklus minimal enam bulan. Bila suatu variabel memiliki lebih dari satu siklus dalam rentang periode tertentu, ditetapkan pula bahwa jarak antar titik puncak (peak to peak) atau antar titik lembah (trough to trough) minimal lima belas bulan.

15 54 Setelah menetapkan peak dan trough dari masing-masing indeks, maka selang waktu perbedaan pergerakan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index terhadap Coincident Debt Index dapat dihitung secara tepat.

16 55 Kompilasi Data Pengumpulan variabel/data sekunder 1. Berdasarkan ketersediaan data 2. Kriteria ekonomi 3. Kriteria statistik Data hasil seleksi Generating Data Metode : 1. Disagregasi data (Cubic Splines) Data siap digunakan Seleksi Kandidat Composite Index Metode : 1. Cross-Correlation Test 2. Granger Causality Test Kandidat Coincident Indicators Kandidat Leading Indicators Kandidat LaggingIndicators Metode X-12 ARIMA Metode X-12 ARIMA Metode X-12 ARIMA Penyusunan Composite Index Metode Indeksasi Coincident Debt Index Leading Debt Index Lagging Debt Index Metode Bry Boschan Procedure Metode Bry Boschan Procedure Metode Bry Boschan Procedure Penentuan Turning Point dan Perbedaan Selang Waktu Antara Coincident Debt Index dengan Leading Debt Index dan Lagging Debt Index Gambar 3.1 Alur Penyusunan Komponen Early Warning System

17 Definisi Operasional Adapun beberapa definisi operasional yang penting untuk dipahami dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Utang luar negeri Indonesia adalah posisi kewajiban aktual penduduk Indonesia kepada bukan penduduk pada suatu waktu, tidak termasuk kontinjen, yang membutuhkan pembayaran kembali bunga dan/atau pokok pada waktu yang akan datang. 2. Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral atau multilateral, fasilitas kredit ekspor (FKE), utang komersial, dan leasing, termasuk pula Surat Berharga Negara (SBN) (yang diterbitkan di luar maupun di dalam negeri) yang dimiliki oleh bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate/IFR) dan Global Sukuk. 3. Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia dalam rangka mendukung neraca pembayran dan cadangan devisa. Termasuk dalam utang luar negeri Bank Indonesia adalah kewajiban dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimiliki oleh bukan penduduk serta simpanan (deposits) bukan penduduk di Bank Indonesia. 4. Pendapatan Negara dan Hibah adalah seluruh penerimaan negara yang terdiri dari Penerimaan Dalan Negeri dan Hibah.

18 57 5. Belanja Negara adalah seluruh pengeluaran negara berupa belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. 6. Surplus adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang lebih besar dari belanja negara. 7. Defisit adalah selisih yang dihasilkan dari pendapatan negara dan hibah yang lebih rendah dari belanja negara. 8. Total Pembiayaan adalah pembiayaan yang dapat diterima/dibentuk untuk menutupi defisit yang terjadi/membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pembiayaan mencakup transaksi penjualan asset negara, penerimaan pinjaman pemerintah dari luar negeri dan dalam negeri, dan rekening-rekening pemerintah. 9. Balance of Payment (BoP) atau Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) adalah catatan transaksi ekonomu yang terjadi antara penduduk dengan bukan penduduk Indonesia pada suatu periode waktu tertentu. 10. Transaksi berjalan mencakup ekspor dan impor barang, jasa, pendapatan, serta transfer berjalan. Transaksi finansial meliputi investasi langsung, investasi portofolio, derivatif finansial, dan investasi lainnya di luar cadangan devisa dan kredit/pinjaman IMF yang disajikan sebagai komponen sendiri. 11. Transaksi ekspor dan impor barang masing-masing dikelompokkan atsa ransaksi ekspor dan impor migas dan nonmigas. 12. Cadangan devisa resmi Indonesia (Indonesian official reserve assets) merupakan aset eksternal yang dapat langsung tersedua bagi dan berada di bawah kontrol Bank Indonesia selaku otoritas moneter untuk membiayai

19 58 ketidakseimbangan neraca pembayaran, melakukan intervensi pasar, dalam rangka memelihara kestabilan nilai tukar, dan/atau tujuan lainnya (antara lain menjaga ketahan perekonomian daan nilai tukar serta sebagai bantalan terhadap net kewajiban Indonesia). 13. Hak Tarik Khusus (Special Drawing Rights SDR) merupakan cadangan devisa internasional yang diciptakan oleh IMF untuk menambah cadangan devisa negara anggota dan secara periodik dialokasikan kepada anggota secara proporsional sesuai dengan kuotanya. Walaupun tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo, anggota IMF yang menerima alokasi SDR tersebut memiliki kewajiban untuk embayar kembali saat keluar dari keanggotaan IMF. 14. Debt Service Payment adalah jumlah pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri, termasuk fee. 15. Debt Service Ratio adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara. 16. Debt to Export Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara. 17. Debt to GDP Ratio adalah rasio total utang luar negeri terhadap Produk Domestik (PDB) suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan peralaman (forecasting) akan apa yang terjadi dimasa akan datang dan membuat rencana

Lebih terperinci

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H

EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H14080003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis data-data APBN Indonesia yang diambil dari situs Bank Indonesia. Adapun objek penelitian ini adalah

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN (BALANCE OF PAYMENT)

NERACA PEMBAYARAN (BALANCE OF PAYMENT) NERACA PEMBAYARAN (BALANCE OF PAYMENT) Mohammad Abdul Mukhyi 1 Pengertian Neraca Pembayaran (balance of payment): Balance of Payments Manual (BPM) IMF (1993): suatu catatan yang disusun secara sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan

Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan Tabel 1 Neraca Pembayaran Indonesia: Ringkasan I. Transaksi Berjalan I. Transaksi Berjalan A. Barang 1) A. Barang 1) - Ekspor - Ekspor 1. Nonmigas 1. Barang Dagangan Umum a. Ekspor - Ekspor b. Impor 2.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah krisis utang di Indonesia pada tahun 2004M01 hingga 2016M05. Subjek penelitian yang dipakai adalah rasio utang terhadap PDB,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yakni mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

1 3 5 1 1 2 2 miliar USD 7 6 5 4 3 2 1 miliar USD -44-39 -34-29 -24-19 Tw.I** Tw.II** -14 21 211 212 213** 214 Aset Kewajiban Net PIII (RHS) **) angka sangat sementara 3 miliar USD 3 25 2 15 1 5 Tw.I**

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time

METODE PENELITIAN. Data penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time 37 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) dari periode 2005Q1 2014Q4. Penggunaan data pada penelitian ini meliputi

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan terus meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi dari tahun ke tahun. Besar kecilnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Proyeksi beberapa Indikator Ekonomi Mohammad Indra Maulana Alumni FEB UGM

Proyeksi beberapa Indikator Ekonomi Mohammad Indra Maulana Alumni FEB UGM Proyeksi beberapa Indikator Ekonomi Mohammad Indra Maulana Alumni FEB UGM 12/31/ DAFTAR ISI 1 2 3 Metodologi Data Hasil 12/31/ M. Indra Maulana 2 Bagian 1 Metodologi 12/31/ M. Indra Maulana 3 1.Uji Stasionaritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat melakukan kontrol langsung atas penawaran uang (Iljas, 1997). Implementasi kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah institusi keuangan yang kekayaannya berbentuk aset keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan. Fungsi utama bank adalah

Lebih terperinci

LEADING INDIKATOR INVESTASI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE OECD

LEADING INDIKATOR INVESTASI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE OECD Leading Indikator Investasi Indonesia dengan Menggunakan Metode OECD 13 LEADING INDIKATOR INVESTASI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE OECD IGP Wira Kusuma, Ndari Surjaningsih, Benny Siswanto* Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia untuk suatu negara dalam otoritas moneter yang digunakan untuk menutupi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada variabel dependen utang luar negeri Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

Analisis Indikator Pendahulu, 2010

Analisis Indikator Pendahulu, 2010 BADAN PUSAT STATISTIK Analisis Indikator Pendahulu, 2010 ABSTRAKSI Latar Belakang: Perekonomian di suatu negara pasti pernah mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh gangguan dari berbagai faktor, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN... xii ABSTRAKSI...xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab-bab yang telah dijelaskan sebelumnya pengamatan terhadap variabel Y yang tersedia dari waktu ke waktu disebut data time series. Pengamatan-pengamatan tersebut seringkali dicatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhinya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

NERACA PEMBAYARAN ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA NERACA PEMBAYARAN ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA III. NERACA PEMBAYARAN PENDAHULUAN REKENING NERACA PEMBAYARAN REKENING TRANSAKSI BERJALAN REKENING MODAL KETIDAKSESUAIAN STATISTIK REKENING

Lebih terperinci

No.11/ 29 /DPNP Jakarta, 16 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No.11/ 29 /DPNP Jakarta, 16 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No.11/ 29 /DPNP Jakarta, 16 Oktober 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan). 91 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Analisis 4.1.1. Pilihan Alat Analisis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena ekonomi makro seperti liberalisasi keuangan dan kebijakan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN. Oleh : Bambang Haryadi - FE UKP

NERACA PEMBAYARAN. Oleh : Bambang Haryadi - FE UKP NERACA PEMBAYARAN A statistical statement that systematically summarizes, for a specific period, the economic transactions of an economy with the rest of the world Definisi Berdasarkan Balance of Payments

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak

ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak Neraca pembayaran yaitu catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk suatu negara dengan

Lebih terperinci

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF tribunnews.com Rencana pemerintah untuk membeli obligasi i yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF) ii seharga US$1 miliar ditentang Komisi XI DPR. Komisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Materi 3 NERACA PEMBAYARAN. 1

Materi 3 NERACA PEMBAYARAN.  1 Materi 3 NERACA PEMBAYARAN http://www.deden08m.com 1 PENDAHULUAN (1) Berita di media masa tentang neraca pembayaran (BOP): fenomena Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Ada tiga alasan mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah krisis nilai tukar di Indonesia periode Januari 1995 sampai dengan Desember 2015. Pemilihan periode yang digunakan didasarkan

Lebih terperinci

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014* TABEL 1 RINGKASAN 2014 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 I. Transaksi Berjalan -4,926-9,592-7,040-5,958-27,516-4,178-4,250-4,011 A. Barang 1) 3,350-375 1,560 2,448 6,983 3,063 4,130 4,054 - Ekspor 43,937

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Perekonomian Indonesia Modul ke: Membahas Konsep Neraca Pembayaran Luar Negeri - Indonesia Fakultas Ekonomi & Bisnis Abdul Gani,SE MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id NERACA PEMBAYARAN REKENING

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh inflasi di Indonesia, rasio Bank Indonesia (BI rate) dan nilai tuka rupiah (kurs) terhadap Jakarta Islamic Index (JII).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebagai negara small open economy yang menganut sistem devisa bebas dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap serangan krisis

Lebih terperinci

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD)

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) TABEL 1 RINGKASAN 2013 2014 I. Transaksi Berjalan -6,007-10,126-8,640-4,342-29,115-4,149-8,939-6,963-6,181-26,233 A. Barang 1) 1,602-556 85 4,703 5,833 3,350-375 1,560 2,368 6,902 - Ekspor 44,945 45,244

Lebih terperinci

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014* TABEL 1 RINGKASAN 2014 2015 I. Transaksi Berjalan -4,927-9,585-7,035-5,953-27,499-4,159-4,296-4,190-5,115-17,761 A. Barang 1) 3,350-375 1,560 2,448 6,983 3,063 4,125 4,141 1,953 13,281 - Ekspor 43,937

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No.15/ 41 /DKMP Jakarta, 1 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini 51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi domestik yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap agregat makro ekonomi. Pertama, inflasi domestik yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang sangat menarik untuk dibahas terutama yang berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap agregat makro ekonomi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 56 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).

Lebih terperinci

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan I. PENDUHULUAN I.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan dampak akumulasi agregat ekonomi yang tercermin dari aktifitas bisnis, meskipun fluktuasinya tidak tergambar secara jelas, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi, BAB III 3.1. Jenis dan Sumber Data METODE PENELITIAN 3.1.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data yang dicatat secara

Lebih terperinci

Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal dan finansial.

Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal dan finansial. BY : DIANA MA RIFAH Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini (1993-2012) Indonesia mengalamai dua kali krisis keuangan, yang pertama terjadi pada tahun 1998 yang pada saat itu nilai tukar rupiah

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

DEVISA DAN KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DEVISA DAN KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DEVISA DAN KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL PENGERTIAN : DEVISA Adalah semua benda yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran dengan luar negeri yang diterima

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.172, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Moneter. Operasi. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5919) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Saham Syariah Saham syariah di Indonesia sebagian besar merupakan saham yang diterbitkan oleh emiten yang bukan merupakan entitas syariah. Saham syariah tersebut

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Perekonomian Indonesia Modul ke: 11Fakultas Ekonomi & Bisnis Membahas Konsep Neraca Pembayaran Luar Negeri - Indonesia Abdul Gani,SE MM Program Studi Manajemen NERACA PEMBAYARAN REKENING NERACA PEMBAYARAN

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Di banyak negara, perdagangan internasional

Lebih terperinci

No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA

No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Greis S. Lilipaly ), Djoni Hatidja ), John S. Kekenusa ) ) Program Studi Matematika FMIPA UNSRAT Manado

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci