ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA PENGANGKUTAN PETI KEMAS JAKARTA SURABAYA ANTARA JALUR DARAT DAN JALUR LAUT DENGAN KAPAL RO-RO. Eko Dafiyani.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA PENGANGKUTAN PETI KEMAS JAKARTA SURABAYA ANTARA JALUR DARAT DAN JALUR LAUT DENGAN KAPAL RO-RO. Eko Dafiyani."

Transkripsi

1 ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA PENGANGKUTAN PETI KEMAS JAKARTA SURABAYA ANTARA JALUR DARAT DAN JALUR LAUT DENGAN KAPAL RO-RO Eko Dafiyani Sunaryo Program Studi Teknik Perkapalan, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia Abstrak Kebutuhan manusia semakin hari semakin banyak dan intensitas permintaannya pun terus meningkat. Untuk dapat memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat ini, maka dunia industri dan perdagangan juga harus meningkatkan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini juga berdampak pada transportasi yang meningkat. Salah satu contohnya adalah pengiriman barang dengan bantuan container dengan menggunakan truk trailer. Rute Jakarta Surabaya menjadi rute yang cukup padat dan jalur Pantura manjadi jalur utama dalam rute ini. Dengan semakin banyak truk trailer yang melewati rute ini maka beban yang diterima jalur Pantura akan semakin banyak pula dan berefek pada umur jalan yang tidak bertahan lama. Disisi lain, ada jalur laut sepanjang jalur Pantura yang tidak digunakan. Atas dasar itu pula, penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah jalur laut ( perjalanan menggunakan kapal RO-RO ) akan lebih menguntungkan ( salah satunya dalam segi biaya ) dari pada jalur darat yang telah digunakan sebelumnya. ABSTRACT Human needs daily increasing and intensity of demand continues to increase. In order to meet these increasing demands, the industry and trades also must improve their ability to meet those needs. This also resulted in increased transportation. One example is the delivery of goods with the help of the container by using a truck trailer. Route Jakarta Surabaya become route with

2 high enough intensity and Pantura line become main line in this route. With more and more truck trailers that pass through this route then the load Pantura received will be the more and have an effect on the life of the roads that do not last long. On the other hand, there is the sea route along the Pantura line are not used. On the basis of that, the study was conducted to determine whether the sea lanes ( trip using RO-RO vessel ) would be more beneficial ( one of them in term of cost ) of the landline that has been used previously. Key words: container, trade, cost Latar Belakang Sekarang ini, dunia perdagangan di Indonesia sedang mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup pesat. Karena peningkatan ini pula maka diperlukan sarana transportasi yang memadai dan mampu untuk mengalirkan kebutuhan ini. Sarana transportasi tersebut berupa truk di jalur darat, kapal di jalur laut dan pesawat di jalur udara. Daerah yang memilki siklus aliran peradagangan yang padat salah satunya di Pulau Jawa, contohnya jalur Jakarta - Surabaya. Seperti yang diketahui, jalur ini hampir bisa dipastikan menggunakan jalur darat sebagai sarana transportasi utama untuk pengiriman barang. Dan jalur yang biasa dilewati adalah jalur Pantura. Beban yang yang harus ditanggung oleh jalan menjadi sangat besar karena harus dilewati truk truk dengan muatan basar, yang mengakibatkan jalan menjadi cepat rusak dan harus terus diperbaiki. Sedangkan jalur laut masih belum terlalu digunakan dengan maksimal, padahal memiliki potensi yang cukup besar. Dalam hal ini, banyak pelaku industri yang mendistribusikan barang hasil industri mereka menggunakan jasa angkutan truk kontainer. Di Indonesia sendiri, container dikenal dengan sebutan peti kemas yang terbuat dari bahan logam dengan berbagai ukuran dan tipe. Peti kemas dapat dikatakan sebagai the moving gedown, yaitu gudang mini yang dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain sebagai akibat adanya pengangkutan. Oleh karena itu, bagaimana jika pengiriman barang yang menggunkan jalur darat sedikit demi sedikit dialihkan menuju jalur laut. Hal ini tentu akan meningkatkan produkvititas di jalur

3 laut dan mengurangi beban jalan yang dilalui oleh truk sehingga jalan menjadi lebih awet dan tidak perlu diperbaiki dalam waktu yang singkat. Dalam hal ini, transportasi laut yang digunakan adalah kapal RO-RO yang mampu mengangkut truk dan melayani rute Jakarta Surabaya sebagai pengganti jalan raya Pantura. Kapal RO-RO digunakan karena truk trailer pengangkut peti kemas dapat masuk ke dalam kapal, sehingga memungkinkan pengiriman secara door to door, yakni barang dari penjual dapat langsung dikirim ke pembeli tanpa melalui pelabuhan barang. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perumusan masalah yang diangkat dari penelitian ini adalah bagaimana analisis perbandingan biaya pengangkutan peti kemas Jakarta Surabaya antara jalur darat dan jalur laut dengan kapal RO-RO. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan biaya pengangkutan peti kemas dengan truk peti kemas antara Jakarta Surabaya melalui jalur darat dan jalur laut dengan menggunakan kapal RO-RO. Tinjauan Teoritis Perhitungan Tarif Dasar Dalam menentukan tarif dasar pengangkutan, pada penelitian ini digunakan aturan / dasar berupa KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 58 TAHUN Berikut adalah rinciannya : A. BIAYA LANGSUNG 1. Biaya tetap a. Biaya penyusutan kapal Rumus =!!"#!!"#"$!!"#$%&!"#"!"#$%&%'(#

4 a. Nilai residu 5 % dari harga kapal b. Masa penyusutan 25 tahun untuk kapal baru dan 20 tahun untuk kapal bekas b. Biaya Bunga Modal Rumus=(!!! x (65% x harga kapal) x tingkat bunga/tahun)/n! a. N = Jangka waktu pinjaman adalah 10 tahun b. Modal pinjaman dihitung 65% dari harga kapal c. Biaya Asuransi Kapal Premi per tahun = 1,5 % harga kapal d. Biaya Kru Kapal Terdiri dari : 1. Gaji Upah Gaji rata-rata/orang/bulan x Jumlah ABK x 12 bulan 2. Tunjangan - Uang makan/orang/hari x jumlah hari x jumlah ABK x 12 bulan - Premi layar/orang/hari x jumlah hari x jumlah ABK x 11 bulan - Tunjangan kesehatan/orang/bulan x jumlah ABK x 12 bulan - Pakaian dinas 2 stel /orang/tahun - JAMSOSTEK 5 % dari gaji - Tunjangan hari raya diberikan 1 bulan gaji 2. Biaya Tidak Tetap a. Biaya BBM ( mesin induk dan mesin bantu ) 1. Mesin Induk

5 Jumlah mesin x daya mesin/unit x pemakaian BBM/PK/jam x jumlah jam layar/trip x jumlah trip/hari x hari operasi/tahun x harga BBM/liter Penjelasan : a. Pemakaian BBM/PK/jam = 0,13 liter b. Hari operasional kapal/tahun = 11 bulan / 330 hari ( 1 bulan untuk docking tahunan ) c. Jam kerja mesin dihitung berdasarkan lama pelayaran per trip d. Jumlah trip per hari dihitung menurut banyaknya frekuensi pelayaran per hari 2. Mesin Bantu Jumlah mesin x daya mesin/unit x pemakaian BBM/PK./jam x jumlah jam kerja mesin/hari x hari operasi/tahun x harga BBM/liter Penjelasan : a. Pemakaian BBM/PK/jam = 0,13 liter b. Jumlah mesin bantu sebanyak 2 buah ( ditambah 1 sebagai cadangan ) c. Jam kerja mesin per unit = 12 jam d. Hari operasional kapal/tahun = 11 bulan / 330 hari b. Biaya Pelumas ( mesin induk dan mesin bantu ) dan gemuk 1. Mesin Induk Jumlah mesin x daya mesin/unit x pemakaian Pelumas/PK/jam x jumlah jam layar/trip x jumlah trip/hari x hari operasi/tahun x harga pelumas/liter Penjelasan : a. Pemakaian pelumas/pk/jam = 0,0033 liter

6 b. Hari operasional kapal/tahun = 11 bulan / 330 hari ( 1 bulan untuk docking tahunan ) c. Jam kerja mesin dihitung berdasarkan lama pelayaran per trip d. Jumlah trip per hari dihitung menurut banyaknya frekuensi pelayaran per hari 2. Mesin Bantu Jumlah mesin x daya mesin/unit x pemakaian pelumas/pk./jam x jumlah jam kerja mesin/hari x hari operasi/tahun x harga pelumas/liter Penjelasan : a. Pemakaian pelumas/pk/jam = 0,0033 liter b. Jumlah mesin bantu sebanyak 2 buah ( ditambah 1 sebagai cadangan ) c. Jam kerja mesin per unit = 12 jam d. hari operasional kapal/tahun = 11 bulan / 330 hari c. Biaya Air Tawar (untuk kru kapal, penumpang dan cuci kapal) 1. Untuk kru kapal Jumlah kru kapal x jumlah pemakaian air/orang/hari x hari operasional kapal/tahun xharga air tawar/liter a. pemakaian air tawar/orang/hari = 200 liter (jumlah tersebut termasuk untuk cuci pakaian, mandi dan masak) b. Jumlah hari kerja kru kapal/tahun = 330 hari 2. Untuk penumpang

7 Kapasitas angkut penumpang x jumlah pemakaian air tawar/orang/trip x jumlah trip/hari x jumlah hari operasi/tahun x harga air tawar/liter a. Jumlah pemakaian didasarkan pada jarak pelayaran, sekitar 30 liter 3. Untuk cuci kapal Air tawar digunakan untuk cuci kapal hanya pada saat kapal docking, jadi pemakaiannya disesuaikan dengan kebutuhan d. Biaya Reapairs, Maintenance and Supplies 1. Pemeliharaan harian kapal 2. Pemeliharaan peralatan keselamatan kapal 3. Peralatan dan perlengkapan kapal 4. Biaya mobilisasi dan docking / pemeliharaan kapal B. BIAYA TIDAK LANGSUNG Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan operasional kapal, seperti biaya gaji pekerja di kantor cabang dan semua kebutuhan kantor cabang dalam 1 tahun. C. TOTAL BIAYA OPERASI PER TAHUN Total = BIAYA LANGSUNG (A) + BIAYA TIDAK LANGSUNG (B) D. BIAYA PER SATUAN UNIT PRODUKSI PER MIL =!"#$%!"#$#!"#$%&'!"#!"!!"!"#$%!"#$%&'( Metodologi Penelitian Instrumen Penelitian

8 Penelitian yang dilakukan oleh penulis sendiri dengan menggunakan instrument penelitian berupa pedoman wawancara dan pedoman analisis data. Teknik Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Penelitian Data yang telah didapatkan nantinya akan dilakukan proses editing yaitu memilih data yang diperlakukan dan membuang data yang tidak diperlakukan. b. Analisis Data Penelitian Event Listing yaitu analisis data yang dilakukan berdasarkan urutan peristiwa peristiwa yang terjadi. Casual Network, peristiwa peristiwa yang terjadi dicari hubungan sebab akibatnya dalam rangka menentukan proporsi proporsi yang dapat diangkat dari hubungan sebab akibat tersebut. Analisis yang dilakukan berupa pengolahan data yang telah diperoleh dan dianalisis sesuai tujuan untuk menganalisis perbandingan biaya pengangkutan peti kemas Jakarta Surabaya antara jalur darat dan jalur laut denga kapal RO-RO. Sehingga nantinya didapatkan hasil analisis berupa pengangkutan peti kemas yang paling efisien ditinjau dari segi biaya untuk rute Jakarta Surabaya. Metode Perbandingan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencari perbandingan yang paling efisien dari pengangkutan peti kemas dengan rute Jakarta Surabaya. Metode perbandingan penelitian dengan membandingkan pengangkutan peti kemas melalui jalur darat dan jalur laut dengan menggunakan kapal RO-RO. Pengangkutan Peti Kemas Melaui Jalur Darat Pengangkutan peti kemas melalui jalur darat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi berupa truck trailer yang mendistribusikan peti kemas melalui jalan darat antara Jakarta Surabaya.

9 Pengangkutan Peti Kemas Melalui Jalur Laut Pengangkutan peti kemas melalui jalur laut dilakukan dengan menggunakan alat transportasi berupa truk trailer yang mendistribusikan peti kemas dengan tujuan Jakarta Surabaya. Namun truk tersebut tidak sepenuhnya melalui jalur darat, dimana truk trailer tersebut melewati jalur laut dengan menumpangi kapal RO-RO dari pelabuhan di Jakarta hingga pelabuhan di Surabaya kemudian diteruskan melalui jalur darat kembali. Hasil Pengumpulan Data Setelah melalui proses pengambilan data dengan metode yang telah disebutkan sebelumnya, maka diperoleh data data berupa : a. Data yang berkaitan dengan pengangkutan peti kemas melalui jalur laut. Dalam pengangkutan peti kemas melalui jalur laut, dijelaskan bahwa pengiriman peti kemas dilakukan dengan alat angkut truk trailer namun tidak sepenuhnya menggunkan jalur darat melainkan menggunakan kapal RO-RO dari pelabuhan yang ada di Jakarta hingga pelabuhan yang berada di Surabaya dan diteruskan kembali menggunakan jalur darat. Diasumsikan, peti kemas yang akan didistribusikan berasal dari kawasan industri Cibitung, maka diperoleh : Jarak antara kawasan industri Cibitung ke pelabuhan di Jakarta sekitar 41 km Dengan lamawaktu tempuh sekitar 2 jam. Dan diasumsikan juga bahwa : Jarak dari pelabuhan di Surabaya ke kawasan industri di Surabaya sekitar 20 km Dengan lama waktu tempuh sekitar 1 jam. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kapal RO-RO yang dioperasikan oleh PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ) bernama KMP. Port Link, dengan spesifikasi : LOA : 129,63 m Lpp : 123,64 m B : 21 m

10 H : 6,4 m T : 5 m GT : GT DWT : DWT Kecepatan : 22 knots b. Data yang berkaitan dengan pengangkutan peti kemas melalui jalur darat. Untuk pengangkutan peti kemas melalui jalur darat, sudah banyak perusahaan ekspedisi yang menjalankannya, jadi penulis hanya mengambil sampel harga dari beberapa perusahaan tersebut. Trayek yang diambil : Jakarta Surabaya Jenis Peti Kemas : 20 kaki Daftar Perusahaan dan Tarif yang dikenakan 1. GoGoEx Express Indonesia Tarif = Rp ,00 2. CV. NADIN MANDIRI EXPRESS Tarif = Rp ,00 Penentuan Tarif Dengan Menaiki Kapal RO-RO Dalam perhitungan penentuan tarif ini, penulis menggunakan dasar perhitungan berupa KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 58 TAHUN 2003 yang penulis dapat dari PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ). Ada beberapa hal penting yang harus terus diperhatikan dalam perhitungan tarif ini berdasar pada keputusan menteri tersebut, antara lain : 1. Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per Satuan Unit Produksi ( SUP ) per mil.

11 2. Tarif jarak adalah tarif yang dinyatakan dalam rupiah per lintas penyeberangan per jenis muatan per satu kali jalan. 3. Tarif angkutan kendaraan beserta muatannya ditetapkan berdasarkan golongan kendaraan. 4. Golongan kendaraan ditetapkan berdasarkan ruang yang digunakan. 5. Tarif dasar dan tarif jarak untuk penumpang, kendaraan penunpang dan kendaraan barang beserta muatannya dihitung dengan cara sebagai berikut : a. Tarif dasar dihitung debagai berikut : 1. Menghitung biaya pokok berdasarkan Satuan Unit Produksi ( SUP ) per mil dengan factor muat sebesar 60 %. 2. Satuan Unit Produksi diperoleh berdasarkan satuan luas ( m 2 ) yang diperluakan 1 orang penumpang kelas ekonomi Satuan Unit Produksi = 0,73 m 2. b. Tarif jarak dihitung berdasarkan tarif jarak pada setiap kelompok jarak dikalikan jarak lintas yang besangkutan. 6. Golongan kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Golongan VII : kendaraan bermotor berupa Mobil barang ( truk tronton )/tangki, kereta penarik berikut gandengan serta kendaraan alat berat dengan panjang lebih dari 10 meter sampai dengan 12 meter dan sejenisnya. 7. Besaran SUP untu kendaraan golongan VII ( kendaraan beserta muatannya ) sebesar 66,03 SUP Perhitungan Biaya Pokok Berikut adalah Tabel 4.1 yang menunjukkan data operasional dari KMP. Port Link. Tabel 1 Data Operasional KMP. Port Link 1 Jarak lintasan 440 mile 2 Tonage kapal penyeberangan GT 3 Kecepatan operasional 22 knot 4 Motor induk Ukuran mesin PK Jumlah mesin 2 unit

12 5 Motor bantu Ukuran mesin 884 PK Jumlah mesin 3 unit 6 Ratio pemakaian BBM 0,13 liter/pk/jam 7 Ratio pemakaian pelumas 0,0033 liter/pk/jam 8 Ratio pemakaian air tawar a. untuk awak kapal 200 liter/orang/hari b. untuk penumpang 30 liter/orang/trip c. cuci geladak 50 liter/gt/tahun 9 Jumlah awak kapal 20 orang 10 Jumlah pegawai darat 20 orang 11 Kapasitas angkut Penumpang 200 orang 200 SUP Kendaraan 100 unit 6603 SUP Jumlah 6803 SUP Load Factor 60% SUP 12 Hari operasi 330 hari 13 a. frekuensi rata-rata per hari 1 trip b. frekuensi rata-rata per tahun 330 trip 14 a. produksi mile per hari 4.081,8 SUP b. produksi mile per tahun SUP Sumber : Data Olahan Peneliti, 2014 A.BIAYA LANGSUNG 1. Biaya tetap a. Biaya penyusutan kapal Harga kapal Rp ,00 Residu ( 5 % harga kapal ) Rp ,00 Masa penyusutan 20 tahun ( kapal bekas ) Rumus =!!"#!!"#"$!!"#$%&!"#"!"#$%&%'(# = Rp ,00 b. Biaya Bunga Modal Rumus=(!"!! x (65% x Rp ,00) x 0,12)/10! Sebesar = Rp ,00

13 c. Biaya Asuransi Kapal Premi per tahun = 1,5 % harga kapal = Rp ,00 d. Biaya Kru Kapal Terdiri dari : gaji upah/bulan dalam setahun dan tunjangan untuk 20 orang kru kapal - Gaji rata-rata/orang/bulan x jumlah ABK x 12 bulan - Uang makan/orang/hari x jumlah hari x jumlah ABK x 12 bulan - Premi layar/orang/hari x jumlah hari x jumlah ABK x 11 bulan - Tunjangan kesehatan/orang/bulan x jumlah ABK x 12 bulan - Pakaian dinas 2 stel /orang/tahun - JAMSOSTEK 5 % dari gaji - Tunjangan hari raya diberikan 1 bulan gaji Total = Rp ,00 2. Biaya Tidak Tetap a. Biaya BBM ( mesin induk dan mesin bantu ) Mesin Induk 2 x 4080 BHP x 0,13 liter/pk/jam x 20 jam x 1 trip/hari x 330 hari /tahun x Rp ,00/liter = Rp ,00 Mesin Bantu 2 x 884 BHP x 0,13 liter/pk./jam x 12 jam/hari x 330 hari /tahun x Rp ,00/liter = Rp ,00 Total = Rp ,00

14 b. Biaya Pelumas ( mesin induk dan mesin bantu ) dan gemuk Mesin Induk 2 x 4080 BHP x 0,0033 liter/pk/jam x 20 jam x 1 trip/hari x 330 hari /tahun x Rp ,88/liter = Rp ,00 Mesin Bantu 2 x 884 BHP x 0,0033 liter/pk./jam x 12 jam/hari x 330 hari /tahun x Rp ,88/liter = Rp ,00 Biaya Gemuk = Rp ,00 / tahun Total = Rp ,00 c. Biaya Air Tawar (untuk kru kapal, penumpang dan cuci kapal) Untuk kru kapal 20 orang x 200 liter/orang/hari x 330 hari/tahun x Rp.220/liter = Rp ,00 Untuk penumpang 200 orang x 30 liter/orang/trip x 1 trip/hari x 330 hari/tahun x Rp.220/liter = Rp ,00 Untuk cuci kapal, penggunaan air bersih bergantung dari kebutuhan, sehingga diasumsikan sebesar Rp ,000 Total = Rp ,00 d. Biaya Reapairs, Maintenance and Supplies Total = Rp ,00

15 Jadi, total BIAYA LANGSUNG = Rp ,00 B. BIAYA TIDAK LANGSUNG Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan operasional kapal, seperti biaya gaji pekerja di kantor cabang dan semua kebutuhan kantor cabang dalam 1 tahun. Total BIAYA TIDAK LANGSUNG = Rp ,00 C. TOTAL BIAYA OPERASI PER TAHUN Total = poin A + poin B = Rp ,00 D. BIAYA PER SATUAN UNIT PRODUKSI PER MIL 1. Total biaya operasi per tahun = Rp ,00 2. Total produksi per tahun Kebutuhan 1 orang = 0,73 m 2 = 1 SUP Kendaraan Golongan VII = 66,03 SUP Load Factor = 60% Kapasitas kapal 1. orang = 200 x 0,6 x 1 SUP = 120 SUP 2. Kendaraan = 100 x 0,6 x 66,03SUP = 3961,8 SUP + Total = 4081,8 SUP Perhitungan Trip 1. Jumlah trip/hari = 1 trip 2. operasional/tahun = 330 hari Total = 330 trip/tahun Total Produksi = Total trip x Total SUP = SUP

16 Jadi, Biaya per Satuan Unit per Mil = Rp ,00 / ( x trip/tahun ) = Rp. 226,19 /SUP/MIL Berikut adalah Tabel 4.2 yang menunjukkan hasil perhitungan biaya pokok atau tarif dasar. Tabel 2 Perhitungan Tarif Dasar A. BIAYA LANGSUNG 1 Biaya tetap a. Biaya Penyusutan Kapal Rp ,00 b. Biaya Bunga Modal Rp ,00 c. Biaya Asuransi Kapal Rp ,00 d. Biaya ABK Rp ,00 2 Biaya tidak tetap a. biaya BBM Rp ,00 b. Biaya pelumas dan gemuk Rp ,00 c. Biaya air tawar Rp ,00 d. Biaya Repairs, Maintanance and Supplies Rp ,00 Total Rp ,00 B. BIAYA TIDAK LANGSUNG Rp ,00 C. TOTAL BIAYA OPERASI PER TAHUN Rp ,00 D. BIAYA PER SATUAN UNIT PRODUKSI PER MIL Rp.266,19 Sumber : Data Olahan Peneliti, 2014 Jadi, biaya atau tarif yang harus dibayarkan oleh supir + pedamping dan truk + muatannya adalah : 1. Truk + muatan = biaya /SUP/MIL x jarak x SUP kendaraan = Rp.266,19 x 440 mil x 66,03 SUP = Rp ,26

17 2. Supir ( 2 orang ) = biaya /SUP/MIL x jarak x SUP orang = Rp.266,19 x 440 mil x 1 SUP = Rp ,78 Perhitungan Waktu Balik Modal 1. Biaya Pengoperasian Kapal/Tahun = Rp ,00 2. Pendapatan a. Kendaraan Dianggap, kendaraan + muatannya dikenakan tarif sebesar Rp ,00 Load Factor = 60% Hari operasi/tahun = 330 hari Kapasitas = 100 kendaraan Total = Rp ,00 b. Supir Dianggap, 1 supir dan 1 supir pengganti dikenakan tarif sebesar ,00 Load Factor = 60% Hari operasi/tahun = 330 hari Kapasitas = 200 orang Total = Rp ,00 Rp. Total Pendapatan = a + b = Rp ,00 3. Profit before tax = Biaya Pengoperasian Kapal/Tahun Pendapatan = Rp ,00 4. Pajak / Tax

18 Sebesar 15% = 15% x Rp ,00 = Rp ,00 5. Pendapatan bersih/tahun = Rp ,00 - Rp ,00 = Rp ,00 6. BEP = harga kapal / pendapatan bersih = Rp ,00 / Rp ,00 = 2,45 tahun ; dibulatkan menjadi 3 tahun Berikut adalah Tabel 4.3 yang menunjukkan waktu balik modal dengan tarif angkutan sebesar Rp ,00. Tabel 3 Perhitungan Waktu Balik Modal dengan Tarif Rp ,00 1 Biaya operasional / tahun Rp ,00 2 Pendapatan a Kendaraan Rp ,00 b Penumpang Rp , ,00 3 Profit before tax Rp ,00 4 Tax Rp ,70 5 Pendapatan bersih / tahun Rp ,30 6 BEP Sumber : Data Olahan Peneliti, 2014 Dengan tarif Rp ,00, waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal yang digunakan untuk membeli kapal berkisar 2,5 tahun ( atau dibulatkan menjadi 3 tahun ). Berikut adalah Tabel 4.4 yang menunjukkan waktu balik modal dengan tarif angkutan sebesar Rp ,00.

19 Tabel 4 Perhitungan Waktu Balik Modal dengan Tarif Rp ,00 1 Biaya operasional / tahun Rp ,00 2 Pendapatan a Kendaraan Rp ,00 b Penumpang Rp ,00 3 Profit before tax Rp ,00 4 Tax Rp ,70 5 Pendapatan bersih / tahun Rp ,30 6 BEP Sumber : Data Olahan Peneliti, 2014 Dengan tarif Rp ,00, waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal yang digunakan untuk membeli kapal berkisar 4,2 tahun ( atau dibulatkan menjadi 5 tahun ). Bersadarkan hasil perhitugan diatas, dengan tarif Rp ,00 keuntungan yang didapatkan cukup besar dan waktu balik modal menjadi cepat pula. Oleh karena itu, penulis mengusulkan untuk menurunkan tarif menjadi Rp ,00. Hal ini dilakukan agar tarif yang diberlakukan cukup bersaing dengan tarif yang telah berlaku di darat ( sebesar Rp ,00 ). Jika tarif tersebut jadi diberlakukan, maka waktu balik modal menjadi 4,2 tahun; dibulatkan menjadi 5 tahun ( yang sebelumnnya selama 3 tahun ). Walaupun waktu balik modal menjadi lebih lama, tetapi tarif yang ditawarkan cukup bersaing, sehingga diharapkan pengguna jasa mulai berpindah menggunakan jalur laut. Kesimpulan Sesuai dengan perhitungan yang telah penulis lakukan, biaya pengangkutan peti kemas dengan menggunakan jalur laut ( menaiki kapal RO-RO ) lebih murah dibandingkan dengan pengiriman melalui jalur darat. Jalur Darat = Rp ,00 Jalur laut = Rp ,26 ( dibulatkan menjadi Rp ,00 )

20 Dengan tarif sebesar Rp ,00, sebenarnya sudah cukup bersaing dengan tarif di darat, tetapi ada biaya biaya diluar biaya penggunaan kapal yang juga harus diperhitungkan. Maka dari itu, penulis mengusulkan untuk menurunkan tarif di laut menjadi Rp ,00 yang bertujuan untuk menarik peminat pengguna jasa. Walaupun waktu pengembalian modal menjadi lebih lama, diharapkan dengan hal ini dapat menggugah minat para pengguna jasa untuk mulai mau menggunkan jalur laut daripada jalur darat. Saran Dalam pengerjaan penelitian ini, penulis mengakui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap ada pihak lain yang meneruskan penelitian ini tetapi mengambil sudut pandang yang berbeda sehingga hasil dari penilitian ini dapat menjadi lebih akurat lagi. Daftar Pustaka Pratama, Aditya. (2006). Analisis Perbandingan Efisiensi (Tarif, Waktu, Investasi) Pendistribusian Peti Kemas Jakarta Surabaya Antara Jalur Darat Dengan Jalur Lut. R P Suryono. (2005). Shipping Pengangkutan Intermoda Ekspor Impor Melalui Laut Amir M.S. (1997). Peti Kemas Masalah dan Aplikasinya. Subandi. (1992). Manajemen Peti Kemas. M Nur Nasution. (2004). Manajemen Transportasi. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 58 Tahun 2003 M Fitri Natriawan ( 1 Mei 2014 ). Personal interview. Ramadhani ( 15 Mei 2014 ). Personal interview. Teguh ( 2 Juni 2014 ). Personal interview.

TEKNIKA VOL.3 NO.1 APRIL_

TEKNIKA VOL.3 NO.1 APRIL_ ANALISI DAN PERHITUNGAN BIAYA OPERASIONAL KAPAL TERHADAP TARIF ANGKUTAN KAPAL CEPAT STUDI KASUS : KM. EXPRES BAHARI LINTAS PALEMBANG-MUNTOK. Ramadhani *, Achmad Machdor Alfarizi ** *Dosen Program Studi

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL. ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL. ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat STUDI PENENTUAN TARIF PENUMPANG ANGKUTAN BUS KECIL ( Studi Kasus Trayek Medan-Tarutung ) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : IMMANUEL A. SIRINGORINGO NPM

Lebih terperinci

Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang

Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang Ramadhani 1 dan Achmad Machdor Alfarizi 2 Jurusan Teknik Sipil Universitas IBA Palembang

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KAPAL PADA BERBAGAI LOAD FAKTOR ANGKUTAN PERINTIS

ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KAPAL PADA BERBAGAI LOAD FAKTOR ANGKUTAN PERINTIS ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KAPAL PADA BERBAGAI LOAD FAKTOR ANGKUTAN PERINTIS Muslihati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui biaya operasional kapal pada berbagai load faktor. Penelitian ini bersifat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Short Sea Shipping Dalam Meningkatkan Kelancaran Arus Barang

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Short Sea Shipping Dalam Meningkatkan Kelancaran Arus Barang KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak dan ridhonya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dan studi ini. Laporan ini berisi 5 (Lima) Bab

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur

2017, No Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur No.101, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Laut Perintis. Komponen Penghasilan. Biaya Yang Diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 2 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA LINTASAN PENYEBERANGAN LEMBAR PADANGBAI

ANALISA KINERJA LINTASAN PENYEBERANGAN LEMBAR PADANGBAI PRO S ID IN G 20 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISA KINERJA LINTASAN PENYEBERANGAN LEMBAR PADANGBAI A. St. Chairunnisa M & Eko Haryono Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006 PENGENALAN DASAR-DASAR ANALISIS OPERASI TRANSPORTASI Penentuan Rute Sistem Pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan tahapan yang akan dilakukan dalam menentukan tarif pada bus Mayasari Bakti patas 98A Trayek Pulogadung Kampung Rambutan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela

2017, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepela No.140, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHUB. Angkutan Barang di Laut. Komponen Penghasilan. Biaya Yang Diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 3 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG TARIF ANGKUTAN LINTAS PENYEBERANGAN PELABUHAN NUSA PENIDA DAN PADANGBAI UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN DAN ALAT-ALAT BERAT/BESAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkot Angkutan adalah mode transportasi yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya di Purwokerto. Angkot merupakan mode transportasi yang murah dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG TARIF TERPADU ANGKUTAN PENYEBERANGAN UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN, ALAT - ALAT BERAT / BESAR LINTAS KABUPATEN /

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 89 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 89 TAHUN 2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 89 TAHUN 2002 TENTANG MEKANISME PENETAPAN TARIF DAN FORMULA PERHITUNGAN BIAYA POKOK ANGKUTAN PENUMPANG DENGAN MOBIL BUS UMUM ANTAR KOTA KELAS EKONOMI MENTERI PERHUBUNGAN,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kapasitas Kendaraan Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan angkutan penumpang umum

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BIAYA ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS TARAKAN-TOLI TOLI FERRY TRANSPORT COST CALCULATION ACROSS TARAKAN-TOLI TOLI

PERHITUNGAN BIAYA ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS TARAKAN-TOLI TOLI FERRY TRANSPORT COST CALCULATION ACROSS TARAKAN-TOLI TOLI PERHITUNGAN BIAYA ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS TARAKAN-TOLI TOLI FERRY TRANSPORT COST CALCULATION ACROSS TARAKAN-TOLI TOLI Siti Rofiah Afriyanah Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Jl. Medan

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER GANJIL EKONOMI PENGANGKUTAN PROGRAM STUDI : EKONOMI PEMBANGUNAN - FAKULTAS EKONOMI MATAKULIAH : EKONOMI PENGANGKUTAN KODE MATA KULIAH : PE 4314 SKS : 2 SEMESTER : III MATA

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Menurut UU No.13/1980, tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol.. Kemudian pada tahun 2001 Presiden mengeluarkan PP No. 40/2001. Sesuai

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nom

2017, No Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2017 KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Laut Perintis. Komponen Penghasilan. Biaya diperhitungkan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15

Lebih terperinci

ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI PENGOPERASIAN KAPAL 5000 GT DI PERAIRAN GRESIK-BAWEAN

ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI PENGOPERASIAN KAPAL 5000 GT DI PERAIRAN GRESIK-BAWEAN ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI PENGOPERASIAN KAPAL 5000 GT DI PERAIRAN GRESIK-BAWEAN Yudi Hermawan N.R.P. 4106 100 062 Jurusan Teknik Perkapalan Bidang Studi Transportasi Laut Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengantar Dalam rangka penyusunan laporan Studi Kajian Jalur Angkutan Penyangga Kawasan Malioboro berbasis studi kelayakan/penelitian, perlu dilakukan tinjauan terhadap berbagai

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Data Produk yang Dihasilkan Perusahaan Sampai sekarang ini PT. Jakarana Tama telah memproduksi 7 jenis produk GAGA mie 100. Ketujuh jenis ini dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.33, 2016 KEMENHUB. Tarif. Angkutan Penyeberangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 5 TAHUN 2016 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk sarana transportasi umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam hal ini, transportasi memegang peranan penting dalam memberikan jasa layanan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Kebijakan penetuan tarif angkutan penumpang umum harus dipertimbangkan sesuai dengan harga fluktuasi bahan bakar minyak yang setiap tahun berubah.

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.497, 2016 KEMHUB. Angkutan Penyebrangan. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2016 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

ANALISA KELAYAKAN TARIF KAPAL FERRY RO-RO KMP AWUAWU LINTASAN BARRU-BATULICIN

ANALISA KELAYAKAN TARIF KAPAL FERRY RO-RO KMP AWUAWU LINTASAN BARRU-BATULICIN PROSIDING 2011 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISA KELAYAKAN TARIF KAPAL FERRY RO-RO KMP AWUAWU LINTASAN BARRU-BATULICIN Abdul Haris Djlante (1) Farianto (1) Hendra Wijaya (1) Dosen tetap Jurusan

Lebih terperinci

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2017 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan Lintas Antarprovinsi. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENGOPERASIAN JEMBATAN SELAT SUNDA

ANALISIS DAMPAK PENGOPERASIAN JEMBATAN SELAT SUNDA Ujian Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK PENGOPERASIAN JEMBATAN SELAT SUNDA Oleh : BONUS PRASETYO 4105.100.058 Pembimbing : FIRMANTO HADI, S.T., M.Sc. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Jawa dan Sumatra merupakan

Lebih terperinci

FORMULASI TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN PERINTIS

FORMULASI TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN PERINTIS FORMULASI TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN PERINTIS Ganding Sitepu 1, A. Haris Muhammad 1, dan Muslihati 2 1 Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin 2 Mahasiswa Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

2 Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10 Bandung

2 Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10 Bandung ANALISIS PENANGANAN PERGERAKAN TRUK KONTAINER KOSONG DALAM PERGERAKAN ANGKUTAN BARANG DAN DAMPAKNYA TERHADAP EFISIENSI BIAYA TRANSPORTASI (KASUS PELABUHAN TANJUNG PRIOK) Ofyar Z. Tamin 1, Harmein Rahman

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI BALI

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI BALI Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI BALI Putu Alit Suthanaya Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

Model Analisis Pembangunan Transportasi : Studi Kasus Perbandingan Moda Angkutan Penyebrangan dengan Jembatan

Model Analisis Pembangunan Transportasi : Studi Kasus Perbandingan Moda Angkutan Penyebrangan dengan Jembatan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (Januari, 2014) ISSN: 2301-9271 1 Model Analisis Pembangunan Transportasi : Studi Kasus Perbandingan Moda Angkutan Penyebrangan dengan Jembatan Andiyan Rianditya dan

Lebih terperinci

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta)

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-17 Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta) Ardyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN JASA KARGO. Budi Maryanto

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN JASA KARGO. Budi Maryanto Media Informatika Vol.13 No.2 (2014) PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN JASA KARGO Budi Maryanto Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI Jl. Ir. H. Juanda 96 Bandung 40132 E-mail :

Lebih terperinci

MODEL PERMINTAAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN BAJOE-KOLAKA

MODEL PERMINTAAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN BAJOE-KOLAKA PROS ID I NG 2 0 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK MODEL PERMINTAAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN BAJOE-KOLAKA Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 71 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, maka perbandingan tarif angkutan umum berdasarkan biaya operasional kendaraan (BOK) dikabupaten

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum yang sudah memenuhi kinerja yang baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 46 TAHUN 2006 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN LINTAS ANTAR PROPINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : bahwa dalam perbaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Undang undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mendefinisikan angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu

Lebih terperinci

Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget

Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget ISSN 2355-4721 Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

Analisis Biaya dan Pengembalian Modal Investasi Pembelian Truck Trailer Studi Kasus di PT Iron Bird Pool Cikarang Tahun 2015

Analisis Biaya dan Pengembalian Modal Investasi Pembelian Truck Trailer Studi Kasus di PT Iron Bird Pool Cikarang Tahun 2015 Analisis Biaya dan Pengembalian Modal Investasi Pembelian Truck Trailer Studi Kasus di PT Iron Bird Pool Cikarang Tahun 2015 Made Irma Dwiputranti Politeknik Pos Indonesia, Jl. Sariasih No. 54 Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital intensive), dikarenakan tingginya biaya modal yang dibutuhkan untuk membeli suatu kapal (Luo dan

Lebih terperinci

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT UPAYA MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DALAM USAHA JASA BONGKAR MUAT DI PELABUHAN MELALUI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TERPADU ANGKUTAN PENYEBERANGAN UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN, ALAT - ALAT BERAT/ BESAR LINTAS KABUPATEN / KOTA Dl

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah kerja penelitian Secara spesifik, tahapan-tahapan langkah yang diambil dalam menentukan tarif pada angkutan Bus DAMRI Trayek Blok M Bandara Soekarno-Hatta dapat

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-6 Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi Aulia Djeihan Setiajid dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauaan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sekitar 81.000 km. Berdasarkan kondisi geografis Indonesia

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

BIAYA OPERASI KENDARAAN DAN PENDAPATAN ANGKUTAN PUBLIK BANDUNG LEMBANG ABSTRAK

BIAYA OPERASI KENDARAAN DAN PENDAPATAN ANGKUTAN PUBLIK BANDUNG LEMBANG ABSTRAK BIAYA OPERASI KENDARAAN DAN PENDAPATAN ANGKUTAN PUBLIK BANDUNG LEMBANG Rahmat Siddyumar NRP: 0921020 Pembimbing: Prof. Dr. Budi Hartanto Susilo, Ir., M.Sc. ABSTRAK Angkutan publik merupakan salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PENANGKAPAN IKAN

LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PENANGKAPAN IKAN DAFTAR - LTP REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN PENANGKAPAN IKAN BLOK I. KETERANGAN IDENTITAS 1. Provinsi 2. Kabupaten / Kota *) 3. Kecamatan 4. Desa / Kelurahan *) 5.

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 2.1.1.Sejarah Singkat Perusahaan PT. DMR adalah salah satu dari anak perusahaan PT. SSU. PT. SSU adalah perusahaan yang bergerak dibidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. a. Meningkatkan pelayanan transportasi laut nasional. c. Meningkatkan pembinaan pengusahaan transportasi laut

BAB 1 PENDAHULUAN. a. Meningkatkan pelayanan transportasi laut nasional. c. Meningkatkan pembinaan pengusahaan transportasi laut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri jasa angkutan laut dengan menggunakan kapal laut merupakan jasaangkutan yang berperan dalam jasa pengangkutan barang dan penumpang. Sektortransportasi selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan/maritim, sehingga peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupaan sosial, ekonomi, pemerintahan, hankam dan sebagainya. Sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sembarang tempat. Selain itu sumber bahan baku tersebut harus melalui

BAB I PENDAHULUAN. di sembarang tempat. Selain itu sumber bahan baku tersebut harus melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangkutan diperlukan karena sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat. Selain itu sumber bahan baku tersebut harus melalui tahapan produksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan perpindahan manusia atau barang dari suatu

Lebih terperinci

2015 RANCANG BANGUN SISTEM APLIKASI PERAMALAN JUMLAH MUATAN KAPAL RO-RO DENGAN METODE WINTER S TIGA PARAMETER

2015 RANCANG BANGUN SISTEM APLIKASI PERAMALAN JUMLAH MUATAN KAPAL RO-RO DENGAN METODE WINTER S TIGA PARAMETER BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

STUDI POTENSI PEMISAHAN PELABUHAN BARANG DI PADANG BAI

STUDI POTENSI PEMISAHAN PELABUHAN BARANG DI PADANG BAI E134 STUDI POTENSI PEMISAHAN PELABUHAN BARANG DI PADANG BAI Dewa Gde Mahatma Pandhit., Ir. Murdjito, M.Sc.Eng. dan Christino Boyke S.P., S.T., M.T. Bidang Studi Transportasi Laut, Jurusan Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN PELABUHAN MERAK

ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN PELABUHAN MERAK ANALISIS ANTRIAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN PELABUHAN MERAK SKRIPSI Disusun oleh ARIYO KURNIAWAN 24010211140086 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Pembuatan sistem informasi ini menerapkan konsep SDLC (Systems

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Pembuatan sistem informasi ini menerapkan konsep SDLC (Systems BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pembuatan sistem informasi ini menerapkan konsep SDLC (Systems Development Life Cycle) yang berfungsi untuk menggambarkan tahapan-tahapan utama dan langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman, teknologi yang berkembang pun semakin pesat. Salah satu teknologi tersebut adalah kendaraan roda

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Efisiensi biaya sewa pengangkutan pada PT. ANINDO PUTERA PERKASA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Efisiensi biaya sewa pengangkutan pada PT. ANINDO PUTERA PERKASA BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi biaya sewa pengangkutan pada PT. ANINDO PUTERA PERKASA Selama ini PT. ANINDO PUTERA PERKASA menyewa alat angkut truk kecil engkel, truk trailer, dan truk tronton

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan

Lebih terperinci

Penentuan Umur Ekonomis Truk Trailer Berdasarkan Biaya Tahunan Rata-rata di PT Richie Persada Logistindo

Penentuan Umur Ekonomis Truk Trailer Berdasarkan Biaya Tahunan Rata-rata di PT Richie Persada Logistindo Penentuan Umur Ekonomis Truk Trailer Berdasarkan Biaya Tahunan Rata-rata di PT Richie Persada Logistindo Syafrianita Program Studi Manajemen Transportasi Sekolah Tinggi Manajemen Logistik Indonesia Jl.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN ARMADA BUS TIC DI TINJAU DARI INVESTASI

ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN ARMADA BUS TIC DI TINJAU DARI INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN ARMADA BUS TIC DI TINJAU DARI INVESTASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Akuntansi Oleh: YUNANIK A 210 040

Lebih terperinci

EVALUASI TARIF DAN MUTU PELAYANAN ANGKUTAN ANTAR PROVINSI (Studi Kasus: Angkutan Minibus Jurusan Puruk Cahu Banjarmasin)

EVALUASI TARIF DAN MUTU PELAYANAN ANGKUTAN ANTAR PROVINSI (Studi Kasus: Angkutan Minibus Jurusan Puruk Cahu Banjarmasin) 57 EVALUASI TARIF DAN MUTU PELAYANAN ANGKUTAN ANTAR PROVINSI (Studi Kasus: Angkutan Minibus Jurusan Puruk Cahu Banjarmasin) Maretina Eka Sinta 1) 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan transportasi jarak jauh saat ini berkembang sangat pesat. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting sebagai sarana untuk mengangkut barang-barang yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

C I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta

C I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta Tri Achmadi, Silvia Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok

Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok G92 Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok I Gede Hadi Saputra dan Hesty Anita Kurniawati Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perhubungan nasional pada hakekatnya adalah pencerminan dari sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan sebagai penunjang utama

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG TARIF JARAK BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA DALAM PROVINSI KELAS EKONOMI MENGGUNAKAN MOBIL BUS UMUM

Lebih terperinci

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIREKTORAT DAN PENGERUKAN HIERARKI BATAM, 26 JANUARI 2012 BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 TENTANG TATANAN KEAN

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke - 10

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke - 10 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke - 10 1 PENDAHULUAN Dalam melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, seringkali tidak bisa ditempuh dengan satu moda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur.

BAB IV ANALISIS DATA. yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur. BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Hasil Survey Primer Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan secara langsung kepada operator yang bertempat di Pool DAMRI jalan Tipar Cakung No. 39 Jakarta Timur. Metode wawancara

Lebih terperinci

berakhir di Terminal Giwangan. Dalam penelitian ini rute yang dilalui keduanya

berakhir di Terminal Giwangan. Dalam penelitian ini rute yang dilalui keduanya BABV ANALISIS A. Rute Perjalanan Rute perjalanan angkutan umum bus perkotaan yang diteliti ada dua jalur yaitu jalur 7 dan jalur 5 yang beroperasinya diawali dari Terminal Giwangan dan berakhir di Terminal

Lebih terperinci