PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG NITA CHOIRUNNISA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG NITA CHOIRUNNISA A"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG DENGAN ASPEK KHUSUS MANAJEMEN IRIGASI NITA CHOIRUNNISA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT GULA PUTIH MATARAM, LAMPUNG DENGAN ASPEK KHUSUS MANAJEMEN IRIGASI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor NITA CHOIRUNNISA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 Judul : PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING DI PT. GULA Nama NIM PUTIH MATARAM, LAMPUNG DENGAN KHUSUS MANAJEMEN IRIGASI : Nita Choirunnisa : A ASPEK Menyetujui, Dosen Pembimbing (Ir. Purwono, MS.) NIP : Mengetahui, Ketua Departemen (Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr.) NIP : Tanggal lulus :

4 RINGKASAN NITA CHOIRUNNISA. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering di PT. Gula Putih Mataram, Lampung dengan Aspek Khusus Manajemen Irigasi. Dibimbing oleh PURWONO. Tebu merupakan sumber pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula.produksi nasional gula yang belum mencukupi kebutuhan konsumsi gula nasional serta keterbatasan lahan pertanaman tebu di Pula Jawa menyebabkan perlunya pengembangan tebu di luar Pulau Jawa khususnya pengembangan tebu lahan kering. Keterbatasan sumber daya air pada lahan kering menyebabkan perlu manajemen pemberian irigasi terutama pada tebu yang ditanam dimusim kemarau. Untuk mempelajari pengelolaan tanaman tebu di lahan kering berserta manajemen pemberian irigasinya maka dilakukan kegiatan magang. Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Kegiatan magang dilaksanakan mulai dari bulan Maret 2010 sampai Juli Metode pelakasanaan magang yang dilakukan adalah mempelajari dan melakukan kegiatan langsung di lapangan sebagai karyawan harian lepas, asisten pendamping mandor, dan menjadi asisten divisi. Selama menjadi karyawan harian lepas, mahasiswa mengikuti seluruh kegiatan kebun, mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan. Pada aspek manajemen irigasi, pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran volume semprot gun sprayer dan lebar semprotan gun sprayer. Pengukuran volume semprot dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari nozel pada jarak 5.8 m, 11.6 m, 17.4 m, 23.2 m, dan 29.0 m dari gun sprayer dengan kecepatan putaran mesin yang berbeda. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan lokasi yang berbeda. Sistem irigasi yang dilakukan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem irigasi curah (sprinkler). Tiap kali penyemprotan digunakan dua gun sprayer. Lamanya penyiraman setiap titik dilakukan selama 2 jam dengan asumsi selama dua jam kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara

5 dengan curah hujan 5.76 mm/cm 2. Kapasitas kerja mesin pompa yaitu 10 jam/ ha sehingga dalam 1 hari luasan areal yang diirigasi adalah 2.5 ha. Sumber air yang digunakan adalah lebung yang memiliki cadangan air yang cukup dan dekat dengan areal. Jumlah lebung yang terdapat di PT. Gula Putih Mataram rata-rata untuk satu blok (1 blok rata-rata seluas 10 ha) berjumlah 5 lebung. Pada tanaman RPC irigasi dilakukan pada saat pengeceran atau pencacahan bibit dan setelah penutupan bibit. Sedangkan pemberian air irigasi untuk selanjutnya disesuaikan dengan umur tanaman dan kondisi kelembaban tanah Kelembaban air di dalam tanah diukur sehari dua hari sekali dengan menggunakan Diviner Pada penyiraman denga sprinkler volume curahan terbesar tertampung pada jarak 11.6 m dari gun sprayer, sedangkan volume terkecil terjadi pada jarak 29 m baik pada mesin dengan putaran 1500 rpm maupun 1800 rpm. Volume curahan terbanyak terdapat pada mesin 1800 rpm yaitu mencapai ml. volume curahan terbesar tertampung pada panjang curahan 11.6 m dan 17.4 m hal ini yang dijadikan pertimbangan oleh perusahaan dalam penempatan posisi gun sprayer. Setiap satu titik penyiraman, perusahaan menggunakan dua gun sprayer dengan jarak antara gun sprayer sejauh 46.4 m dengan overlap siraman 10%. lebaran semprotan pada mesin pompa dengaan putaran 1800 rpm lebih jauh dibandingkan dengan mesin pompa dengan putaran 1500 rpm. Konsumsi bahan bakar pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 12 l/jam, sedangkan pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 18 l/jam.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 November 1988 di Bekasi, Jawa Barat. Penulis merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara dari pasangan H. Ibnu Hajar dan Hj. Sri Supriapsari. Penulis lulus dari Taman Kanak-kanak Ritpitaka Patal Bekasi pada tahun 1996, kemudian masuk di SD Negeri Bekasi Tugu I dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 3 Bekasi dan selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tambun Utara dan lulus pada tahun Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007, penulis berhasil diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis tergabung dalam Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa Bekasi. Selain itu penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai kepanitian kegiatan mahasiswa seperti acara Festival Tanaman XX pada tahun 2008, Gebyar Pertanian tahun 2008, Masa Orientasi Fakultas Pertanian pada tahun Pada tahun 2010, penulis melakukan kegiatan magang di PT Gula Putih Mataram.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan menyusun skripsi yang berjudul Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Di PT Gula Putih Mataram, Lampung Dengan Aspek Khusus Manajemen Irigasi. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ir. Purwono, M.S. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan magang dan penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Eko Sulistyono dan Bapak Dwi Guntoro yang telah menjadi dosen penguji skripsi, terimakasih atas masukannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf dan karyawan Departeman Pertanian PT. Gula Putih Mataram khususnya Bapak Tarmidzi, Bapak Andi Heru, Bapak Wahyu, Bapak Ari, Pak Mukayadi, Pak Dalhar, Pak Parmin, Pak Khozim atas bimbingannya selama pelaksanaan magang. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ika dan Dhiya rekan seperjuang selama kegiatan magang dan penyusunan skripsi. Kepada yuni, hottea, nahrin, ony, arti dan piyut terima kasih atas dukungan dan persahabatan yang telah kita jalin. Kepada teman-teman AGH 43 atas persaudaraan yang telah kita jalin selama ini. Kepada alin, muti, yoss, yofa, mba didie, dan seluruh penghuni wisma ungu atas hari-hari yang telah kita lewati bersama dan dukungannya selama ini. Semoga hasil dari kegiatan magang ini berguna bagi yang memerlukan. Bogor, Januari 2011 Penulis

8 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Budidaya Tebu... 3 Budidaya Tebu lahan kering... 4 Pengelolaan Air... 4 Irigasi... 6 METODE MAGANG... 9 Tempat dan Waktu... 9 Metode Pelaksanaan... 9 Aspek khusus Analisis data KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah PT. Gula Putih Mataram Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan Keadaan Iklim dan Jenis Tanah Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi Keragaan Pabrik PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Persiapan Lahan Pembibitan Penanaman Pemeliharaan secara mekanis ( Mechanical Maintanance) Pemeliharaan secara manual (Manual Maintanance) Pemanenan Tahap persiapan tebang Pelaksanaan penebangan Bongkar muat Pengolahan Gula Aspek Manejerial Pelaksanaan Pengelolaan Tingkat Staf, Non Staf dan Tenaga Kerja Lapangan Pengumpulan Data, Pelaporan dan Sistem Pembayaran iv v

9 ii PEMBAHASAN Sistem Irigasi Penetapan areal irigasi Pengukuran Kelembaban Tanah Aplikasi Irigasi Waktu dan Frekuensi Irigasi Sistem ketenagakerjaan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

10 iii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tata Guna Lahan PT. Gula Putih Mataram Kategori tanaman PT.Gula Putih Mataram Produksi PT. Gula Putih Mataram Dosis pupuk pada tanaman RPC dan RC : Dosis herbisida post emergence Penggolongan ketersediaan air tanah Volume semprotan gun sprayer Lebar semprotan dan waktu putaran gun sprayer Frekuensi irigasi di Divisi 3 PT. Gula Putih Mataram tahun

11 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Layout pengukuran volume semprot gun sprayer Brushing Aplikasi Stillage Penebaran blotong Penebaran kapur secara manual Pembajakan Penggaruan Track making Tebang bibit dengan tenaga manusia Kegiatan penanaman Pemadatan tanah dengan ban traktor Pemberian irigasi dengan sprinkler Penyulaman Penyiangan gulma secara manual Penyemprotan gulma dengan hand knapsack sprayer Klentek Aplikasi ZPK Pengangkutan tebu pada tebu ikat Pengangkutan tebu urai dengan grab loader Jenis pembongkaran tebu di area pabrik Hubungan prosentase curahan irigasi... 51

12 v DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Spesifikasi mesin pompa irigasi Daftar perlengkapan irigasi Curah hujan tahun Data kelembaban udara PT Gula Putih Mataram tahun Data temperatur udara PT. Gula Putih Mataram tahun Peta PT. Gula Putih Mataram Proses pembuatan gula di PT. Gula Putih Mataram Peta lebung di PT. Gula Putih Mataram Jurnal harian kegiatan magang di PT. Gula Putih Mataram,

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu merupakan sumber pemanis utama di dunia, hampir 70 % sumber bahan pemanis berasal dari tebu sedangkan sisanya berasal dari bit gula. Produksi gula tebu nasional pada tahun 2008 sebesar 2.8 juta ton. Luas areal pertanaman tebu sekitar ha dengan produktivitas nasional 6.11 ton tebu/ha dan rendemen tebu sekitar 7.75 %. Produktivitas tebu nasional 64 % dihasilkan di pulau Jawa. Total produksi gula pada tahun 2009 sekitar 4,5 juta ton, kebutuhan impor rafinasi ton dan konsumsi gula sekitar 4,3 juta ton (Dewan Gula Indonesia, 2009). Pengembangan tebu lahan kering di luar pulau Jawa menghadapi sejumlah kendala terutama sifat tanah yang kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman semusim. Keberhasilan usaha budidaya tebu di lahan kering selalu dibatasi dengan faktor alam yang sulit dikendalikan. Salah satu faktor ini adalah iklim (Premono, 1984). Kondisi iklim yang paling berperan dan sangat berkaitan dengan masalah ketersediaan air bagi tanaman tebu adalah curah hujan dan laju penguapan air. Curah hujan memiliki jumlah dan penyebaran yang tidak merata dalam setiap tahunnya. Jumlah dan penyebaran curah hujan tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Yusuf, 1988). Pengelolaan air pada budidaya tanaman tebu berkaitan dengan kebutuhan air yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Penanaman tebu pada lahan beririgasi dilakukan pada musim kering, sedangkan untuk lahan yang pengairannya memanfaatkan air hujan, penanaman dilakukan pada saat musim hujan. Dalam kondisi jumlah air yang terbatas maka perlu dilakukan pengaturan guna melakukan optimasi pemanfaatan air irigasi. Ada dua azas yang dapat digunakan dalam optimasi pemanfaatan air irigasi yaitu : azas prioritas dan azas proposionalitas (Irianti dan Agus, 2000). Azas prioritas artinya pemanfaatan air

14 2 irigasi didasarkan pada prioritas tanaman tanaman yang akan diairi, sedangkan azas proposionalitas mengetengahkan bahwa penggunaan air dibagi secara proposional antar tanaman untuk mencari kombinasi optimumnya. Pengaturan waktu tanam harus disesuaikan dengan kondisi iklim. Pengaturan tata waktu tanam yang kurang cermat seringkali menimbulkan masalah yang diakibatkan kelebihan atau kekurangan air sehingga perlu dilakukan pengelolaan air yang baik. Menurut Hoffman et. al.(1992) pemberian irigasi dilakukan dengan tujuan pemberian dan penyimpanan air dalam profil tanah untuk tanaman. Untuk mencapai keseragaman pertumbuhan tanaman, diperlukan pemberian air yang merata dalam suatu luasan lahan sehingga air yang diberikan menjadi efisien. Waktu pemberian irigasi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya fase pertumbuhan tanaman, kebutuhan evaporasi, ketersediaan air, kapasitas sistem irigasi, budaya pemberian irigasi, nilai ekomomi tanaman, dan prakiraan cuaca (Hoffman et. al.,1992). Tujuan Tujuan dari pelaksanaan kegiatan magang diantaranya : 1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan profesionalis dalam memahami proses kerja nyata. 2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis masalah masalah yang terdapat di lapang. 3. Mempelajari pengelolaan irigasi curah pada budidaya tebu lahan kering dan menganalisis efisiensi irigasi terhadap produktivitas tanaman.

15 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula. Batang tebu banyak mengandung gula, kandungan gula pada batang tebu optimal terjadi setelah fase vegetatif. Kandungan gula pada batang dapat berubah-ubah tergantung dari ukuran batang, lambatnya pembentukan buku, dan pemberian air yang berlebihan menyebabkan rendahnya kandungan gula dalam batang (Fauconnier, 1993). Menurut Wardojo dan Priyono (1996) proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas diatasnya. Tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam. Lama pertumbuhan tanaman yang optimal untuk daerah iklim tropis berkisar antara bulan. Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuahn optimal tanaman tebu. Tebu tumbuh baik dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi (70 %<RH<90 %). Suhu rata-rata 20 0 C-30 0 C dengan kecepatan angin ratarata kurang dari 10 km/jam dengan curah hujan 1500 mm. Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Kekurangan air pada saat pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil. Sebaliknya, kelebihan air pada saat tanaman menjelang panen mnyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Menurut Islami dan Utomo (1996) cekaman air menyebabkan perubahan macam dan jumlah senyawa karbohidrat di dalam tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman akan mengalami penurunan tepung dan peningkatan kadar gula.

16 4 Budidaya Tebu lahan kering Lahan kering merupakan kawasan yang didayagunakan tanpa penggenangan air baik secara permanen maupun maksimum dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (up land). Dengan demikian air yang tercurah ke kawasan tersebut diharapkan mengalir ke tempat lain dan untuk tujuan pertanian lahan kering, air tersebut tidak dikehendaki tergenang (Forum Komunikasi Olah Tanah Konservasi, 2000). Pengembangan tebu lahan kering merupakan pilihan yang sangat menjanjikan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas produksi gula. Pertimbangannya, karena luas lahan untuk budidaya tebu lahan kering masih tersedia menurut skala ekonomi, dan potensi sumberdaya yang memungkinkan, juga teknologi proses produksi sudah dapat dikuasai dengan baik. Apalagi jika masalah bibit dan penyediaan air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) dapat dilakukan dengan baik (Irianto, 2003). Keberhasilan usaha budidaya tebu di lahan kering selalu dibatasi dengan faktor alam yang sulit dikendalikan. Salah satu faktor ini adalah iklim (Premono, 1984). Kondisi iklim yang paling berperan dan sangat berkaitan dengan masalah ketersediaan air bagi tanaman tebu adalah curah hujan dan laju penguapan air. Curah hujan memiliki jumlah dan penyebaran yang tidak merata dalam setiap tahunnya. Jumlah dan penyebaran curah hujan tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu (Yusuf, 1988). Pengelolaan Air Kendala yang dihadapi pada budidaya tebu di lahan kering diantaranya, keterbatasan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman, kesuburan tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan tanah sawah irigasi, dan umumnya terletak pada daerah miring hingga terjal, sehingga memerlukan upaya konservasi tanah yang memadai (Wardojho dan Priyono, 1996). Sumber daya air di lahan kering berasal dari curah hujan dan sebagian merupakan air permukaan yang tertampung di dalam lebung, dengan melihat potensi curah hujan dan evapotranspirasi bulanan, maka akan dapat diketahui apakah ada kelebihan air pada musim penghujan. Kelebihan air tersebut dapat

17 5 dimanfaatkan pada musim kemarau dengan cara menampung air tersebut di dalam lebung (Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo, 2000). Wardojo dan Priyono (1996) menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan, tanaman tebu banyak memerlukan air sedangkan menjelang tua dan panen tidak memerlukan banyak air. Kekurangan air pada saat pertumbuhan mengakibatkan batang tanaman tebu kecil-kecil dan tumbuh kerdil. Sebaliknya, kelebihan air pada saat tanaman menjelang panen menyebabkan kadar gula dalam batang menurun. Menurut Islami dan Utomo (1996) cekaman air menyebabkan perubahan macam dan jumlah senyawa karbohidrat di dalam tanaman. Tanaman yang mengalami cekaman akan mengalami penurunan tepung dan peningkatan kadar gula. Pendayagunaan sumberdaya air untuk menekan resiko kekeringan, penurunan hasil tebu dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep rainfall and runoff harvesting melalui pembangunan chanel reservior. Berdasarkan karakteristik potensi sumberdaya air hujan lahan kering dan hasil simulasi kebutuhan air untuk seluruh fase pertumbuhan tanaman, ternyata secara kuantitas kebutuhan air tebu dapat dicukupi apabila potensi aliran permukaan dapat disimpan pada saat musim hujan dan didistribusikan pada saat musim kemarau. Teknologi ini terbukti sangat efektif untuk menekan laju aliran permukaan (runoff velocity), erosi (erosian) dan pencucian hara (nutrient leaching) serta dapat diminimalkan (Irianto, 2003). Kapasitas penyimpanan air merupakan jumlah air maksimum yang dapat disimpan dalam tanah. Jika proses kehilangan air dibiarkan berlangsung terus, pada saat akhirnya kandungan air dalam tanah sedemikian rendahnya sehingga energi potensialnya sangat tinggi dan mengakibatkan tanaman tidak mampu untuk menggunakan air. Hal ini ditandai dengan layunya tanaman secara terus-menerus atau disebut juga titik layu permanen ( Islami dan Utomo, 1995). Menurut Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo (2000) dalam pengembangan potensi sumber daya air ada tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu : perkiraan hasil air (water yield), prakiraan debit sungai maksimum. Dan prakiraan lama periode kering berikut kemungkinan terjadi hujan selama periode kering tersebut.

18 6 Irigasi Irigasi merupakan sumber daya yang penting dalam perencanaan usaha tani. Seperti halnya dengan sumber daya lainnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan irigasi yaitu kelayakan dan keuntungannya. Keuntungannya antara lain adalah dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman selama periode tumbuh. Perencanaan irigasi disusun terutama berdasarkan kondisi-kondisi meteorologi di daerah bersangkutan. Irigasi dimaksudkan untuk memberikan suplai air kepada tanaman dalam waktu, ruang, jumlah, dan mutu yang tepat. Pencapaian tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai teknik pemberian air irigasi. Rancangan pemakaian berbagai tersebut disesuaikan dengan karakterisasi tanaman dan kondisi setempat. Simon,S., M. Edi, dan Sumoyo (2000) menyatakan bahwa tujuan utama perancangan jaringan irigasi adalah agar air dapat terbagikan dengan sempurna pada seluruh lahan yang menjadi target irigasi. Secara konseptual, irigasi pada lahan kering dimaksudkan untuk memberikan tambahan air pada saat suplai air dari tanah dan atmosfer (hujan) tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman, sehingga perhitungan kebutuhan air harus memperhitungkan jumlah dan distribusi hujan secara parsial dan temporal pada wilayah tersebut. Melalui identifikasi karakteristik tanaman, tanah, lereng, hujan, dan koefisen aliran permukaan, maka dapat dihitung kebutuhan air irigasi dan potensi pemenuhannya (Irianti dan Agus, 2000). Menurut Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) untuk merancang jaringan irigasi diperlukan peta topografi rinci skala 1 : 5000 dengan beda tinggi 0.50 m, data iklim dan hidrologi, data sifat fisik tanah, kelakuan tanaman yang dibudidayakan. Menurut Santoso (1993) irigasi yang tepat dapat mempertahankan suplai kualitas air yang baik yang dibutuhkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, menjaga keseimbangan garam dan suplai hara serta aerasi dan suhu yang cukup pada daerah perakaran. Kebutuhan air irigasi dalam suatu lahan pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jenis dan sifat tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal pertanian dan tingkat kebutuhan air tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

19 7 Penjadwalan irigasi bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi irigasi dengan menerapkan jumlah air yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelembaban tanah ke tingkat yang dikehendaki. Waktu pemberian irigasi dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya fase pertumbuhan tanaman, kebutuhan evaporasi, ketersediaan air, kapasitas sistem irigasi, budaya pemberian irigasi, nilai ekonomi tanaman, dan prakiraan cuaca (Hoffman et. al.,1992). Menurut James (2004) aplikasi air irigasi pada budidaya tebu dapat dibedakan dalam beberapa sistem irigasi diantaranya irigasi permukaan, irigasi curah dan irigasi tetes. Air irigasi disalurkan ke tanah pertanian dengan empat metode umum, yaitu (1) permukaan tanah dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrow), (2) bawah tanah dalam hal ini permukaan tanah dibasahi apabila ada, (3) cucuran (trickle) dari pipa dekat tanaman dan (4) penyiraman dimana permukaan tanah dibasahi seperti oleh curah hujan atau bisa disebut juga irigasi curah (Hansen, Orson dan Glen, 1992). Menurut Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) dengan mempertimbangkan keadaan topografi pada sebagian areal pertanaman tebu, cara pengolahan tanah dan pengelolaan budidaya tebu, serta besar biaya untuk membangun sistem irigasi yang paling memungkinkan dikembangkan adalah iriasi curah dan irigasi alur. Irigasi curah Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation karena pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai curah hujan (Prastowo, 2002). Pada irigasi curah, air disemprotkan dengan cara mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozel. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozel, tekanan operasional, spasing pencurah dan laju infiltrasi tanah yang sesuai. Prastowo (2002) menyatakan beberapa keuntungan irigasi curah yang diantaranya : 1. Efisiensi pemakaian cukup tinggi

20 8 2. Dapat digunakan pada lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan tananah (land grading). 3. Cocok untuk tanah berpasir yang laju infiltrasi cukup tinggi. 4. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi 5. Pemupukan terlarut, herbisida dan pestisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi. 6. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan 7. Dengan tidak ditemukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami. Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah diantaranya memerlukan investasi dan biaya operasional yang tinggi, antara lain untuk operasi pompa dan tenaga pelaksana yang terampil. Selain itu perancangan dan tata letaknya harus teliti agar diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. Sebelum melakukan perancangan sistem irigasi curah, dibutuhkan informasi faktor-faktor rancangan. Faktor-faktor tersebut meliputi sifat fisik tanah, air tanah tersedia, laju infiltrasi, evapotranspirasi tanaman, curah hujan efektif, dan kebutuhan air irigasi. Dalam aplikasi irigasi curah harus menggunakan energi fosil dengan pemakaian pompa bertekanan tinggi, sehingga bila dikaitkan dengan kondisi lahan dan sumber air, maka tipe irigasi yang paling cocok untuk budidaya tebu lahan kering adalah set move irrigation system dengan tipe pencurah big gun. Simon, Edi, dan Sumoyo (2000) menyatakan bahwa agar kinerja sistem irigasi curah dapat memadai terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi rancang bangun sistem operasi yaitu : jarak lemparan, pola agihan air, debit pemberian, tekanan pompa pada saat operasi, laju pemberian, serta ukuran butiran air.

21 9 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT Gula Putih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung. Kegiatan magang dilaksanakan mulai dari bulan Maret 2010 sampai Juli Metode Pelaksanaan Kegiatan magang di PT Gula Putih Mataram meliputi kegiatan pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Data primer diambil dengan metode langsung, untuk aspek teknis mahasiswa turun langsung dalam mengikuti seluruh kegiatan budidaya di lapangan. Selama kegiatan magang berlangsung, mahasiswa mempelajari dan mengikuti seluruh kegiatan langsung di lapang sebagai karyawan harian lepas, asisten pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi. Selama mahasiswa berstatus sebagai karyawanharian lepas, mahasiswa mengikuti seluruh aspek teknis budidaya tebu di lapang yang diikuti meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, irigasi, pemeliharaan tanaman, pemanenan, hingga pengolahan tebu menjadi gula. Pada aspek manejerial mahasiswa menjadi pendamping mandor dan pendamping asisten divisi yang bertugas untuk membantu membuat perencataan kegiatan di lapangan, mengawasi pekerjaan di lapangan dan memonitoring hasil kegiatan di lapangan. Pada waktu menjadi pendamping asisten divisi, kegiatan yang dilakukan adalah membantui mengawasi pekerjaan tenaga kerja, memonitoring hasil kegiatan kebun, mempelajari keadaan dan peta kebun, serta melakukan manajemen budidaya kebun yang baik untuk mendapatkan produksi kebun yang optimal. Setiap kegiatan yang dilakukan selama magang dicatat kedalam jurnal harian.

22 10 Aspek khusus Pada aspek khusus mahasiswa melakukan kegiatan manajemen irigasi. Data primer diperoleh dengan cara mengikuti kegiatan, melakukan pengamatan, dan pengambilan data dari bagian tanaman (Planstation). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran volume semprot gun sprayer dan lebar semprotan gun sprayer. Pengukuran volume semprot dilakukan dengan cara menampung air yang keluar dari nozel pada jarak 5.8 m, 11.6 m, 17.4 m, 23.2 m, dan 29.0 m dari gun sprayer dengan kecepatan putaran mesin 1500 rpm dan 1800 rpm. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan dengan lokasi yang berbeda tergantung dengan areal yang diirigasi. Pengukuran lebar semprotan dilakukan dengan mengamati lebar semprotan gun sprayer pada kecepatan putaran mesin 1500 rpm dan 1800 rpm. Pengukuran lebar semprotan dilakukan untuk mengetahui jangkauan semprot optimum pada gun sprayer sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pemasangan gun sprayer dan banyaknya pipa yang dibutuhkan. Sambungan antar pipa Pipa paralon Volume pipa paralon 2.3 l Jarak antar pipa 5.8 m Gambar 1. Layout pengukuran volume semprot gun sprayer

23 11 Data sekunder yang diperlukan adalah sejarah lahan dan perkembangan perusahaan, letak geografis dan topografi, keadaan iklim, kondisi lahan, kondisi tanaman, organisasi dan manajemen perusahaan. Selain itu, pengumpulan data penunjang juga dibutuhkan melalui studi pustaka yang terdapat di perusahaan. Analisis Data Data yang diperoleh diuji dengan uji t-student dan dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis deskriftif.

24 12 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah PT. Gula Putih Mataram PT. Gula Putih Mataram didirikan pada tahun 1984 yang merupakan perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula secara terintegrasi. PT. Gula Putih Mataram berbentuk Perseroan Terbatas Swasta penuh dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang bergerak dalam industri gula dengan mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula sebagai unit usaha di sektor agroindustri. PT. GPM didirikan dengan akta notaris Imas Fatimah SH, No. 33 pada tanggal 21 April 1988 dengan surat izin No 064/SITU/BKPMP/1998. PT Gula Putih Mataram sebagai unit usaha disektor agroindustri tergolong perusahaan yang padat modal (capital) dan padat karya, hal ini terlihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap. Pihak perusahaan dalam menjalankan usahanya membawa misi pembangunan secara utuh, baik yang menyangkut misi usaha (Business mission) maupun misi sosial (Social mission), serta berupaya menciptakan lapangan kerja khususnya untuk tenaga kerja yang tersebar di berbagai di daerah sekitar lingkungan perusahaan. Secara umum tujuan didirikan PT. Gula Putih Mataram antara lain untuk mencapai sasaran-sasaran sebagai berikut : 1. Menunjang program pemerintah yang salah satunya adalah pengadaan gula nasional serta penyediaan lapangan pekerjaan. 2. Berusaha untuk mendayagunakan lahan yang kurang produktif menjadi lahan yang produktif dan menggali potensi, pengalaman seta pengetahuan mengenai budidaya tebu di lahan kering. 3. Mampu menunjang upaya peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perusahaan. Melalui pelaksanaan program secara terpadu dan kerjasama yang baik dengan instansi-instansi yang terkait maupun masyarakat setempat, PT Gula Putih Mataram diharapkan mampu mencapai apa yang mencapai apa yang menjadi sasaran sebagaimana tersebut diatas.

25 13 Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan PT. Gula Putih Mataram terletak di Desa Mataram Udik Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Jarak dari ibukota provinsi (Bandar Lampung) ke lokasi ± 144 km. PT Gula Putih Mataram memiliki kantor direksi di Jakarta dan kantor pembantu yaitu kantor Purchesing (Purchase Office) di Bandar Lampung. Letak geografis PT Gula Putih Mataram terletak pada bujur timur dan lintang selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Selatan dan Timur Sebelah Barat bagian Selatan Sebelah Barat bagian Utara : Perkebunan PT. Gunung Madu Plantations : Perkebunan PT. Great Giant Pineapple : PT. Sweet Indo Lampung PT. Gula Putih Mataram memiliki luas areal keseluruhan sebesar ha, adapun penggunaan lahan di PT. Gula Putih Mataram dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tata Guna Lahan PT. Gula Putih Mataram Penggunaan lahan Luas (ha) Areal tanam 23, Emplasemen Pabrik Kantor Perumahan Bedeng Tempat parkir Sarana olah raga 6.95 Area Bagase Kuburan 0.43 Tanah laterit Lapangan terbang 16.5 Kolam stillage Jalan,rawa,tanah tidak produktif 10, Total 34, Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010

26 14 Keadaan Iklim dan Jenis Tanah Areal PT Gula Putih Mataram memiliki jenis tanah ultisol dan aluvial dengan derajat kemasaman dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Perkebunan PT Gula Putih Mataram termasuk daerah yang memiliki iklim tropis dengan dua musim hujan dan kemarau. Tipe iklim B menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson dengan rata-rata curah hujan bulanan mm dan ratarata curah hujan tahunan mm dengan bulan basah berturut-turut 5-6 bulan pada bulan November-April. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan Pembentukan struktur organisasi sangat penting untuk menjalin kerja sama dan kelancaran jalannya perusahaan serta memudahkan koordinasi dan pengwasan kegiatan perusahaan. PT Gula Putih Mataram memiliki organisasi yang terdiri dari Board of Commisoiner merupakan pemegang saham perusahaan yang dipimpin oleh Direktur dan berkedudukan di Jakarta. Direktur bertugas mempertimbangkan dan mengadakan pertemuan untuk menerapkan kebijakan perusahaan, meliputi pengadaan modal dalam usaha yang akan dijalankan. Selain itu, sebagai pemimpin perusahaan juga bertugas mengatur kegiatan perusahaan yang akan dilaksanakan, kegiatan perkebunan tebu, pabrik gula, serta kegiatan penunjang (bisnis, finansial dan administrasi). Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, direktur dibantu oleh seorang manajer umum (General Manager) yang berperan sebagai pemimpin perusahaan yang mengatur secara langsung pelakasanaan kegiatan di site PT Gula Putih Mataram. General Manajer mempertanggungjawabkan semua kegiatan perusahaan kepada direktur dan dalam melaksanakan tugasnya, General Manajer dibantu oleh beberapa manajer yang memimpin pelaksanaan kegiatan masingmasing departemen. Setiap departemen dibagi menjadi beberapa divisi yang dipimpin oleh seorang kepala divisi. Berdasarkan sifat hubungan kerjanya, karyawan PT. Gula Putih Mataram dibedakan atas karyawan staf dan karyawan non staf. Karyawan staf terdiri atas manajer dan pendamping asisten (officer), sedangkan karyawan non staf terdiri atas pengawas (supervisor), teknisi lapangan (field assistant), mandor, mekanik,

27 15 dan operator. Selain itu terdapat pula tenaga harian musiman dan kontraktual. Jumlah karyawan dan tenaga harian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Jumlah Karyawan PT. Gula Putih Mataram Departemen Pertanian Tenaga kerja (orang) Tahun Bulanan Harian FM Musiman Total Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 Manajer adalah staf operasional yang bertugas membantu dan mewakili manajemen dalam melaksanakan pengelolaan departemen atau divisi masingmasing. Officer bertugas untuk memberikan pengarahan tentang rencana kerja mingguan dan harian. Seorang officer dibantu oleh beberapa pengawas. Pengawas bertugas memberikan pengarahan tentang program kerja harian kepada teknisi lapangan dan mandor. Teknisi lapangan dan mandor bertugas mengawasi dan memperbaiki pekerjaan serta melaporkan hasil pekerjaan tenaga kerja lapang kepada pengawas. Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi PT. Gula Putih Mataram memiliki dua kategori tanaman yang dibudidayakan yaitu tanaman ulang (replanting cane) yag ditanam pada areal yang pernah ditanami tebu dan tanaman keprasan (ratoon cane) yang tanaman yang berasal dari tanaman pertama yang telah ditebang dan dipelihara keprasannya. Sistem tanam yang diterapkan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem tanam baris ganda (double row). Distribusi penanaman tebu di PT. Gula Putih Mataram dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kategori tanaman PT.Gula Putih Mataram Kategori tanaman Luas (Ha) % Tanaman ulang (RPC) 9, Tanaman keprasan 1 (R1) 9, Tanaman keprasan 2 (R2) 4, Tanaman keprasan 3 (R3) Total 24, Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010

28 16 Sejak mulai beroperasi hingga saat ini, PT. Gula Putih Mataram mengalami perkembangan produksi dan juga areal perkebunan tebunya. Meningkatnya jumlah produksi gula dari tahun pertahun disebabkan semakin baiknya teknik budidaya yang digunakan serta perkembangan perkebunan yang semakin luas. Meningkatnya permintaan masyarakat akan gula mendorong PT. Gula Putih Mataram untuk meningkatkan produksi. Tabel 4. Produksi PT. Gula Putih Mataram GPM & Plasma Luas area produksi (ha) Total tebu giling (ton) Produktivitas tebu (ton/ha) Rendemen Hablur (ton/ha) Total produksi gula (ton) Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 Produksi utama perkebunan dan pabrik PT. Gula Putih Mataram adalah gula dan produk sampingan berupa tetes (molasses), ampas tebu (bagase) dan blotong. Tetes digunakan untuk pembuatan bioetanol, bagase digunakan untuk bahan bakar pabrik sedangkan blotong digunakan untuk meningkatkan kesuburan lahan. Keragaan Pabrik Pabrik PT. Gula Putih Mataram dibangun pada tahun 1986 dan mulai beroperasi penuh pada tahun Kapasitas giling awal ton tebu/hari, pada tahun 1994 kapasitas giling menjadi ton/hari. Pengolahan tebu di PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem sulfitasi ganda yaitu pengolahan dengan pemberian kapur dan belerang oksida pada saat pemurnian. Mutu gula yang dihasilkan adalah SHS 1A yaitu mutu yang sesuai dengan standar yang diberikan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

29 17 Kebutuhan listrik dipenuhi dengan memiliki sumber listrik sendiri yaitu menggunakan dua boiler dengan membutuhkan 120 to bagas/jam/unit, tiga unit Turbo Generator dengan kapasitas KVA/unit dan tiga unit Diesel Generator dengan kapasitas 50 KVA/unit.

30 18 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut akan ditanam tebu replanting (RPC). Kegiatan persiapan lahan melingkupi kegiatan pengolahan lahan hingga lahan siap untuk ditanami tebu. Persiapan lahan yang dilaksanakan di PT. Gula Putih Mataram mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Perbaikan lahan Perbaikan lahan dilakukan sebelum pengelolaan lahan pada tanaman RPC. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki petak kebun, memperbaiki sistem drainase, menghilangkan water lock pada petak, dan mengembalikan tanah yang tererosi ke tengah petak. Peralatan yang digunakan untuk perbaikan lahan adalah bulldozer, excavator, dan dum truck. 2. Brushing Brushing bertujuan untuk memotong sisa-sisa tunggul dari tanaman tebu sebelumnya dan meratakan guludan sehingga memudahkan dalam kegiatan pembajakan. Implemen yang digunakan dalam kegiatan brushing adalah garu piring (disc harrow) dengan jumlah piringan sebanyak 28 buah dengan arah kerja searah dengan barisan tebu. Kapasitas kerja traktor untuk brushing adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm.

31 19 Gambar 2. Brushing 3. Aplikasi stillage Pemberian stillage diberikan sebagai pengganti pupuk KCl, karena salah satu unsur hara yang terkandung dalam stillage unsur K. Stillage merupakan hasil samping dari proses pengolahan tetes menjadi etanol dan digunakan sebagai pengganti pupuk KCl karena mengandung N, P 2 O 5, dan K 2 O sebagai unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Kandungan K 2 O dalam stillage berkisar antara %, sedangkan kandungan N adalah 0.34 % dan kandungan P 2 O 5 adalah 0.65 %. Pemberian stillage biasanya dilakukan untuk semua kategori tanaman baik RPC maupun RC. Untuk tanaman RPC, stillage diaplikasikan setelah penebangan dan sebelum kegiatan bajak. Stillage diaplikasikan diantara barisan tanaman tebu. Sedangkan untuk tanaman ratoon, stillage diberikan setelah kegiatan penggemburan oleh Terra Tyne pada barisan rumpun tebu. Pelaksanaan pemberian stillage di lapangan dilakukan oleh traktor kecil 80 HP. Dosis pemberian stillage adalah l/ha.

32 20 Gambar 3. Aplikasi Stillage 4. Penebaran blotong Blotong merupakan produk samping pengelolaan tebu menjadi gula. Pemberian blotong ke areal bertujuan untuk menangani permasalahan limbah industri sekaligus meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Penyebaran blotong ke lahan dilakukan dengan menggunakan dum truck dengan muatan 8 ton dan dosis pemberian blotong adalah 40 ton/ha. Untuk memudahkan penebaran blotong sebelumnya lahan yang akan diaplikasikan dipasang pancang atau tanda. Penebaran blotong dilakukan secara merata dengan menggunakan tenaga manusia dengan jarak berkisar 2-3 m antar tumpukan kecil. Penebaran blotong dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja 3-4 tumpukan/orang. Gambar 4. Penebaran blotong

33 21 5. Pengapuran Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan ph tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, menambahkan unsur Ca kedalam tanah. Hal ini mengingat kondisi tanah di PT Gula Putih Mataram didominasi oleh podsolik merah kuning atau ultisol yang pada umumnya memiliki ph tanah, kadungan bahan organik serta KTK tanah yang rendah. Pengapuran dilakukan dengan cara penaburan Gypsum (CaSO 4.2H 2 O) dan Lime (Ca). Penaburan kapur dilakukan pada lahan secara merata dengan dosis Gypsum 1 ton/ha dan Lime 2 ton/ha. Penaburan kapur dilakukan dengan sistem borongan dengan kapasitas kerja sebesar 1.67 ha/orang. Gambar 5. Penebaran kapur secara manual 6. Pembajakan Aktivitas ini bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa-sisa vegetasi awal dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah bajak singkal (moldboard plough) dengan tiga titik. Implemen moldboard plough ditarik dengan menggunakan traktor medium berdaya 150 HP dengan sistem penggandengan fully mounted implement dengan tiga titik gandeng. Pada kondisi normal dimana tanah dalam kondisi lapang, kedalaman olah mencapai cm dengan kapasitas kerja pembajakan adalah ha/jam.

34 22 Gambar 6. Pembajakan 7. Penggaruan Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah hasil pembajakan serta membenamkan gulma yang tumbuh sehingga diperoleh kondisi tanah yang remah, permukaan relatif rata. Aktivitas ini biasanya dilaksanakan sebanyak 2 kali setelah pembajakan. Implemen yang digunakan sama dengan implemen brushing yaitu garu piring (disc harrow) dengan 28 disk dengan jumlah disk sebanyak 28 buah dan arah kerja searah memotong arah bajak. Kapasitas kerja traktor untuk penggaruan adalah 1.2 ha/jam dengan kedalaman olah 20 cm. Gambar 7. Penggaruan

35 23 8. Track Marking Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan tempat bibit tebu yang akan ditanam (alur tanaman) dan alur untuk pemupukan dasar. Pembuatan kairan dilakukan sedalam cm dengan jarak antara pusat guludan 185 cm. Implement yang digunakan adalah track marker yang ditarik dengan menggunakan traktor medium 150 HP. Kapasitas kerja track marking adalah sekitar ha/jam. Gambar 8. Track making 9. Ripping Kegiatan ripping bertujuan untuk memecah lapisan dalam tanah atau lapisan kedap air sehingga memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Implemen yang digunakan adalah ripper yang dilengkapi dengan hollow buster yang berfungsi membentuk rongga tanah hasil ripper. Implement ini ditarik dengan traktor medium 150 HP. Kedalam olah ripping berkisar cm dengan kapasitas kerja traktor sebesar 0.7 ha/jam. 10. Furrowing dan basalt dressing Kegiatan ini bertujuan untuk membuat alur tanam sekaligus memberikan pupuk basalt atau pupuk dasar dan insektisida ke dalam tanah. Jarak tanam dalam row sekitar cm sedangkan jarak antar row sekitar 120 cm dengan kedalaman 30 cm. Pupuk yang diberikan adalah pupuk ZA dan TSP dengan dosis masing-masing sebanyak 100

36 24 kg/ha sedangkan insektisida yang digunakan adalah karbofuran yang berbentuk granular dengan dosis 30 kg/ha. Implemen yang digunakan adalah furrower dengan kapasitas kerja ha/jam. Pembibitan Pengadaan bibit tanaman disesuaikan dengan kebutuhan bibit untuk kebun tebu komersial pada tahun tanam berikutnya. Untuk varietas komersial, bibit yang ditanam dalam bentuk lonjoran yang dicacah menjadi bagal atau calon bibit dengan 3 mata tunas. Masing-masing divisi memiliki areal kebun bibit sendiri untuk memenuhi kebutuhan bibit tiap divisi namun pemenuhan kebutuhan bibit juga diperoleh dari divisi lain. Rasio kebutuhan bibit adalah 1:5 untuk bibit berumur >7 bulan, artinya setiap 1 ha kebun bibit mampu memenuhi 5 ha areal tanam.. Agar bibit yang ditanam terbebas dari hama dan penyakit, dilakukan perlakuan terhadap bibit khusus untuk percobaan. Sebelum ditanam bibit dipotong-potong menjadi 1-2 mata tunas dan selanjutnya diberi perlakuan air panas (Hot Water Treatment/HWT) dengan suhu 50 0 C selama 2 jam. Pemotongan bibit dengan menggunakan golok yang telah dicelupkan kedalam larutan Lysol 20 % (Cresylic acid) yang telah dilarutkan dengan air untuk mencegah timbulnya penyakit pembuluh (Ratoon Stunty Deseases). Penanaman Penentuan varietas dan waktu tanam didasarkan atas kemasakan tebu dan bulan tanam. Untuk bulan tanam bulan April-Juni, dipilih varietas yang masak awal, untuk bulan tanam bulan Juli-Agustus, dipilih varietas yang masak tengah. Sedangkan untuk bulan tanam bulan September-November dipilih varietas yang masak akhir. Kegiatan penanaman meliputi penebangan bibit, pengeceran bibit, pencacahan bibit, dan penutupan bibit. 1. Penebangan bibit Tebang bibit adalah kegiatan menebang bibit dari varietas tebu yang sudah dipilih/ditentukan untuk kegiatan tanam. Penebangan bibit

37 25 dilakukan dengan menggunakan golok tebang yang tajam dan bersih. Penebangan tebu dilaksanakan rata tanah dengan tinggi tunggul kurang dari 5 cm dan pucuk tebu dipotong pada titik tumbuhnya kemudian diikat dalam ikatan kecil sekitar batang. Agar kesegaran bibit terjaga, diusahakan secepat mungkin bibit diangkut ke areal tanam. 2. Pengangkutan dan pembongkaran bibit Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkut bibit dari petak tebang bibit ke areal tanam dan membongkar bibit yang telah diangkut ke areal tanam untuk selanjutnya diecer di petak tanam. Bibit yang telah ditebang dan diikat kemudian diangkut ke areal tanam dengan menggunakan truk/trailer. Agar kesegaran bibit terjaga, pengangkutan bibit harus sesegera mungkin dilaksanakan atau paling lama 2 hari setelah tebang. Kapasitas angkut truk adalah dua rit per hari dengan kapasitas rit adalah 0.4 ha bibit. Pembongkaran bibit merupakan kegiatan penurunan bibit dari dalam truk pengangkut bibit ke areal tanam yang dilakukan secara manual. Pembongkaran bibit harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan pada mata bibit. Gambar 9. Tebang bibit dengan tenaga manusia

38 26 3. Pengeceran, pencacahan dan penutupan bibit. Pengeceran bibit adalah kegiatan menyusun bibit tebu pada kairan sebelum pencacahan bibit agar populasi tebu yang ditanam seragam. Dalam pengeceran bibit diatur agar pucuk tebu bertemu dengan pangkal, bibit tebu diecer secara rangkap dua dengan overlapping antara ujung satu dengan lainnya sekitar 25 %. Setelah bibit diecer kemudian dilakukan pencacahan, yaitu aktivitas pemotongan bibit tebu pada dasar kairan pada setiap 2 atau 3 mata tunas, dengan tujuan untuk memberikan efek keseragaman dalam perkecambahan. Penutupan tebu dan irigasi dilakukan sesegera mungkin setelah bibit tebu dicacah. Penutupan tebu dilakukan secara merata dengan tanah yang remah atau gembur setebal 5-10 cm. penutupan bibit biasanya dilaksanakan setelah pelaksanaan irigasi pertama. Pengeceran bibit Pencacahan bibit Penutupan bibit Gambar 10. Kegiatan penanaman

39 27 4. Pemadatan tanah( Compacting). Kegiatan ini untuk mengurangi rongga udara antara tanah penutup dengan bibit tebu, tujuan pemadatan adalah untuk merangsang keseragaman dan perkecambahan, serta mengurangi penguapan tanah. Alat yang digunakan adalah traktor kecil. Pemadatan dilakukan dengan cara melintaskan ban traktor di atas row tebu dan dilakukan paling lama 2 hari setelah penutupan bibit. Traktor yang digunakan merupakan small traktor berdaya 90 HP dengan ban traktor yang telah disesuaikan dengan lebar row tebu agar tidak merusak row tebu. Gambar 11. Pemadatan tanah dengan ban traktor Irigasi Pemberian air irigasi bertujuan untuk menambah persediaan air tanah yang dapat diserap akar, meningkatkan kelembaban tanah, serta untuk mempercepat/merangsang perkecambahan bibit. Hal yang perlu diperhatikan adalah irigasi dilakukan apabila kondisi tanah pada saat tanam dalam kondisi kering. Pada tanaman RPC Irigasi biasanya dilakukan setelah bibit tebu diecer pada kairan dilakukan sebelum penutupan bibit. Irigasi I dikenal dengan irigasi terbuka, dilakukan setelah bibit diecer atau sebelum bibit ditutup dengan tanah. Irigasi II atau irigasi tertutup dilakukan setelah kegiatan penutupan (covering) bibit.

40 28 Irigasi terbuka Irigasi tertutup Gambar 12. Pemberian irigasi dengan sprinkler Sistem irigasi yang digunakan di PT GPM adalah dengan irigasi curah (sprinkler irrigation). Air irigasi berasal dari lebung yang dekat petak tanam, dan penerapannya dikonsentrasikan pada tanaman baru atau RPC. Sprinkler yang digunakan mempunyai nozzle big gun dengan diameter curahan antara meter. Nozzle big gun dipasang dengan jarak 8 pipa (satu titik penyiraman) dan panjang pipa adalah 6 meter. Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h 1. Prosedur irigasi Prosedur yang diterapkan dalam pemberian irigasi curah di PT. Gula Putih Mataram adalah sebagai berikut : 1. Menentukan sumber air yang cukup dan berdekatan dengan areal yang akan diirigasi. 2. Mempersiapkan peralatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan 3. Membawa mesin dan perlengkapan ke lokasi 4. Menempatkan mesin pada posisi datar 5. Mengecer pipa pada areal yang akan diirigasi dan menurunkan perangkatnya.

41 29 6. Setting pipa 6 dari mesin minimal 3 pipa berikut recuder 6 4 kemudian dilanjutkan dengan pipa 4 yang digunakan sebagai pipa primair. 7. Setting pipa 4 berikut pemasangan big gun. 8. Menyambungkan suction hose pada mesin kemudian turunkan kedalam air dengan posisi menghadap kebawah berikut saringan. 9. Mengisi air kedalam suction hose melalui corong hingga penuh kemudian menutup kran pemancing air. 10. Mengidupkan mesin untuk memompa air, kemudian secara bertahap ditingkatkan rpm nya maksimal 1800 rpm, untuk mencapai curahan yang dikehendaki 11. Untuk mencapai overlap curahan yang merata jarak antar big gun ditentukan 12. Lamanya waktu pentiraman 2 jam, dengan asumsi selama 2 jam penyiraman kedalaman siram mencapai 15 cm. 13. Operasional irigasi dilakukan setelah cacah bibit dan cover bibit 14. Gate valve digunakan untuk memutuskan aliran air dari pipa primair ke pipa sekunder, sedangkan T Joint digunakan untuk membagi air dari pipa primer ke pipa sekunder 15. Sebelum pindah ke lokasi lain harus dilakukan pemeriksaan peralatan di areal, jangan sampai ada peralatan yang tertinggal. 2. Waktu irigasi Pelaksanaan irigasi pada tanaman RPC dilakukan setelah bibit diecer dan setelah penutupan bibit sedangkan pada tanaman ratoon, irigasi dilakukan setelah sebelum penyemprotan pestisida pra tumbuh. Lama penyiraman sekitar 2 jam per titik hingga mencapai kapasitas lapang dan biasanya untuk luasan 1 ha terdapat 4 titik penyiraman. Lamanya jam operasi sekitar 10 jam per hari, tergantung tingkat kekeringan tanah, sehingga dalam 1 hari didapat hasil seluas 2.5 ha. Aktivitas irigasi dilakukan dengan sistem borongan oleh tenaga harian. Kapasitas kerja untuk kegiatan ini adalah 2 HOK/h

42 30 Pemeliharaan secara mekanis ( Mechanical maintanance) Pemeliharaan tanaman secara mekanis merupakan pemeliharaan tanaman yang dalam aplikasinya mengunakan peralatan-peralatan mekanik. Adapun kegiatan pemeliharaan secara mekanik adalah sebagai berikut : 1. Pengeprasan tunggul Pengeprasan tunggul dilakukan setelah tanaman tebu ditebang dengan tujuan agar tunas yang tumbuh berasal dari perakaran tebu sehingga perakaran tebu lebih kuat selain itu agar tunas yang tumbuh lebih banyak dan seragam sehingga pertumbuhan tebu menjadi seragam. Implemen yang digunakan adalah stable saver yang terdiri dari sebuah plat lingkaran dengan enam mata pisau pemotong dan rantai disekeliling implemen. Implemen ditarik menggunakan traktor kecil 80 HP dengan kapasitas kerja 0.5 ha/jam. 2. Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi tanaman tebu dalam jumlah yang cukup dan berimbang, selain itu juga untuk merangsang pertumbuhan dan menstimulasi perkembangan akar. Berdasarkan waktu aplikasi, pemupukan dibedakan dua kali, yaitu pemupukan sekali dan pemupukan bertahap. Dosis pupuk yang diberikan harus sesuai dengan jumlah yang mencukupi untuk tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan hara tanaman dan menentukan dosis pupuk dilakukan analisis tanah dan analisis daun. Selain itu penentuan dosis pupuk juga berdasarkan hasil percobaan pemupukan yang dilakukan. Pertimbangan yang diambil adalah jumlah pupuk yang diberikan paling sedikit tetapi dapat memberikan produksi yang tinggi. Jenis pupuk yang digunakan PT GPM antara lain Urea (40% N), KCl (60% K 2 O), TSP (40 % P 2 O 5 ), dan ZA (24 % N). Sebelum aplikasi, pupuk yang akan digunakan dicampur terlebih dahulu agar pupuk menjadi homogen sehingga memudahkan aplikasi. Pencampuran

43 31 pupuk dilakukan pada hari yang sama dengan waktu aplikasi setelah dosis pupuk ditentukan. Pupuk dicampur di tempat pencampuran pupuk setelah dicampur, pupuk lalu didistribusikan ke areal yang akan dipupuk. Kemudian pupuk tersebut dituangkan ke dalam corong penampung Fertilizer Aplicator (FA). Pemupukan sekali (Single dressing) diberikan pada semua tanaman ratoon. Pemupukan dengan cara ini diaplikasikan sebelum penggemburan dengan Terra Tyne, pupuk disebarkan dalam diantara barisan tebu. row Pemupukan bertahap dibedakan menjadi pupuk pertama (basalt) dan pupuk kedua (top dressing). fertilizer applicator yang digunakan yaitu Untuk top dressing terdapat dua tipe fertizer applicator tipe pedang dan fertilizer applicator tipe combin. Fertilizer applicator tipe pedang ditarik menggunakan small traktor berdaya Hp dengan kapasitas kerja ha/jam sedangkan fertizer applicator tipe combin ditarik dengan menggunakan medium traaktor berdaya 140 HP dengan kapasitas kerja ha/jam. Pemupukan pertama dilaksanakan setelah pembuatan alur tanaman dan sebelum penanaman bibit. Pupuk diberikan pada kedalaman 5-10 cm dibawah dasar alur tanaman dengan cara disebar di sepanjang alur tanaman. Pemupukan kedua dilaksanakan setelah penggemburan oleh Tyne Cultivator yaitu 6-8 minggu setelah tanam. Pemupukan kedua diberikan diantara barisan tanaman. Untuk lahan yang diaplikasikan stillage tidak diberikan pupuk KCL. Tabel 5. Dosis pupuk pada tanaman RPC dan RC : Kategori Urea (kg/ha) TSP (kg/ha) KCl (kg/ha) ZA (kg/ha) RPC Basalt Top dressing RC Single dressing Sumber : Divisi 3 PT. GPM, 2010

44 32 3. Kultivasi Pengoperasian alat-alat mekanik pada areal mengakibatkan adanya pemadatan tanah sehingga kondisi fisik tanah tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Kegiatan kultivasi bertujuan untuk menggemburkan dan meratakan permukaan tanah, membantu meningkatkan aerasi perakaran tebu, memutuskan perakaran tebu sekaligus mengendalikan/mematikan gulma. Peralatan yang digunakan untuk kegiatan kultivasi dibedakan menurut kategori tanaman tebu. Untuk tanaman RPC peralatan yang digunakan adalah Tyne Cultivator dengan traktor 150 HP. Untuk tanaman ratoon, kultivasi dilakukan dua kali. Aplikasi pertama menggunakan Terra Tyne, sedangkan aplikasi kedua dilakukan dengan menggunakan Ripper. Leaf Tyne cultivation dilaksanakan pada saat tebu berumur 2 bulan. Kedalaman aplikasi Tyne Cultivator adalah cm dan overlap atau diulang sebanyak dua kali. sebaiknya kegiatan ini dilakukan sebelum perlakuan pupuk kedua. Kapasitas kerja tyne cultivation adalah 0.4 ha/jam. Terra Tyne dilakukan pada RC setelah kegiatan pemupukan dengan kedalaman olah >20 cm. Tujuan kegiatan ini adalah memotong akar lama sehingga terbentuk akar baru, penyiangan gulma, dan penggemburan lapisan tanah. Implement ini ditarik dengan medium traktor 150 HP dengan kapasitas kerja 0.75ha/jam. Ripping dilakukan dengan menggunakan medium traktor berdaya 150 HP dengan kedalaman aplikasi > 40 cm dan kapasitas kerja ha/jam. Tujuannya untuk menggemburkan tanah bagian bawah dan membongkar lapisan kedap air. 4. Penyemprotan herbisida pra tumbuh (Pre emergence) Penyemprotan herbisida atau Pre emergence dilakukan sebelum tanaman utama dan gulma tumbuh dan diharapkan gulma tidak tumbuh dan menghambat pertumbuhan tebu. Pada tanaman RPC pre emergence dilakukan setelah irigasi II sedangkan untuk RC dilakukan

45 33 setelah Terra Tyne. Herbisida yang digunakan dalam pre emergence adalah herbisida dengan bahan aktif diuron dengan dosis 2.5 kg/ha dan 2.4 D. Khusus tanaman RPC apabila boom Spraying terlambat diaplikasikan sehingga lahan sudah ditimbuhi rumput maka untuk aplikasinya ditambahnkan ametrin dengan dosis l/ha. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan boom sprayer yang memiliki 24 nozel dengan jarak antar nozel 50 cm sehingga lebar kerja boom sprayer adalah 12 m. tipe nozel yang digunakan adalah tipe polijet dengan hasil semprotan berbentuk segitiga. Tekanan pompa yang digunakan sebasar 3 bar dan jarak nozel dengan tanah sekitar cm. Kapasitas tanki boom sprayer 600 l dengan volume semprot 400 l/ha. Boom spayer dijalankan dengan menggunakan small traktor dengan kapasitas kerja ha/jam dengan overlap 1 baris artinya dalam setiap boom sprayer melintasi row tebu dilakukan pengulangan sebanyak satu baris. Pemeliharaan secara manual (Manual maintanance) Pemeliharaan tanaman tebu secara manual merupakan pemeliharaan yang sebagian besar dilakukan menggunakan tenaga manusia. Adapun kegiatan pemeliharaan yang termasuk pemeliharaan secara manual adalah sebagai berikut : 1. Penyulaman Penyulaman bertujuan untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, sehingga diperoleh populasi tebu yang optimal, baik pada tanaman tebu baru maupun keprasan. Penyulaman dilakukan hari setelah tanam (HST) untuk tanaman baru tanaman replanting, sedangkan untuk tanaman keprasan penyulaman dilakukan paling lama 5 hari setelah tebang. Untuk tanaman keprasan sebelum penyulaman dilakukan pembakaran sampah atau serasah sisa tebang dan pengeprasan tunggul. Kegiatan pembakaran sampah dilakukan paling lambat 3 hari setelah tebang dan diikuti dengan pengeprasan tunggul. Bibit sulaman yang digunakan harus diklentek dan dipotong menjadi 2-3 mata tunas. Penyulaman dilakukan pada baris tanaman yang

46 34 gapnya lebih dari 40 cm. Bila penyulaman pertama gagal, maka sesegera mungkin dilakukan penyulaman ulang sekitar 30 hari setelah sulam pertama, sedangkan untuk tanaman ratoon penyulaman ulang dapat dilakukan setelah penyemprotan pre emergence sekitar 1.5 bulan setelah tebang. Gambar 13. Penyulaman Pelaksanaan penyulaman untuk tanaman baru atau RPC dilakukan oleh kontraktor tanam, sedangkan untuk tanaman keprasan dilakukan oleh tenaga harian. Kebutuhan tenaga kerja untuk pelaksanaan sulaman tergantung dari presentase gap (barisan tanaman kosong). Kegiatan penyulaman membutuhkan tenaga kerja 6 HOK/ha. 2. Pengendalian gulma Gangguan gulma merupakan salah satu kendala yang cukup serius dalam pembudidayaan tanaman tebu. Gulma selalu menjadi masalah dalam persaingan pengambilan hara, air dan cahaya dengan tanaman tebu, sehingga dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada tanaman tebu yaitu terhambatnya pertumbuhan tanaman dan penurunan produksi. Selain itu pertumbuhan gulma yang tak terkendali menyebabkan lingkungan pertumbuhan tebu menjadi kotor sehingga dapat meningkatkan serangan hama dan penyakit. Pengendalian gulma di PT. Gula Putih Mataram dilakukan secara manual dan kimiawi.

47 35 Pengendalian gulma secara manual terutama dilakukan pada gulma merambat, gulma berkayu, atau gulma berumbi seperti rayutan (Micania micrantha), kedelaian, parean (Momordica charantia), puyangan (Curcuma sp.) dan sebagainya. Untuk serangan gulma merambat, penyiangan gulma secara manual menjadi sangat penting karena sifat gulma yang merambat dan melilit tanaman tebu menyebabkab tanaman tebu mudah roboh serta menyulitkan kegiatan pemeliharaan seperti klentek, penyemprotan post emergence bahkan menyulitkan penebangan tebu. Gambar 14. Penyiangan gulma secara manual Peralatan yang digunakan dalam penyiangan gulma diantaranya golok, sabit, cangkul, kored, dan sebagainya. Kapasitas kerja untuk penyiangan gulma terutama gulma merambat yaitu untuk serangan ringan (3 orang/ha), serangan sedang (5 orang/ha), dan serangan berat 15 orang/ha). Penyemprotan post emergence bertujuan untuk mengendalikan gulma pasca tumbuh dengan herbisida. Penyemprotan post emergence dilakukan dalam dua tahap yaitu penyemprotan post emergence I dan penyemprotan post emergence II. Penyemprotan ost emergence I dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 1-2 bulan dengan menggunakan herbisida yang bersifat sistemik, sedangkan penyemprotan post emergence II dilakukan pada tanaman berumur 5-6

48 36 bulan dengan menggunakan herbisida yang bersifat kontak, hal ini karenakan tebu muda sangat rentan terhadap herbisida kontak, apabila digunakan herbisida kontak dapat menyebabkan kerusakan kematian pada tebu. Jenis dan dosis pemberian herbisida disesuaikan dengan jenis gulma dan tingkat serangan gulma, penyemprotan dilakukan sebelum gulma berbunga. Penyemprotan post emergence sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, hal ini dilakukan untuk menghindari penguapan dan penguraian herbisida yang akan mengurangi efektifitas kerja herbisida. Tabel 6. Dosis herbisida post emergence Kegiatan Jenis herbisida Dosis (liter/ha) Peneyemprotan post 2,4 D 2.5 emergence I Ametrin 4 Perekat 0.5 Peneyemprotan post Paraquat 1.5 emergence II Perekat 0.5 Alat yang digunakan dalan kegiatan post emergence adalah hand knapsack sprayer dengan kapasitas 16 liter dengan nozzle tipe flat jet. Sebelum penyemprotan, dilakukan pencampuran dan pengenceran herbisida menggunakan air bersih pada drum dengan kapasitas 200 l. kegiatan post emergence dilakukan dengan sistem borongan dan harian. Gambar 15. Penyemprotan gulma dengan hand knapsack sprayer

49 37 3. Pengendalian Hama Hama dominan yang menyerang tanaman tebu diantara penggerek pucuk, penggerek pucuk, kutu perisai, kutu buku babi, kutu bulu putih. Pengamatan serangan hama dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui populasi dan tingkat serangan hama untuk selanjutnya dapat ditentukan upaya penanggulangan dari serangan hama yang terjadi di lapang. Pengendalian hama yang dilakukan di PT Gula Putih Mataram dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara kimiawi, mekanis, dan biologis. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida sistemik yang berbahan aktif carbofuran. Pemberian carbofuran dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan, dengan dosis pemberian pertama 30 kg/ha dan pemberian kedua 45 kg/ha. Pemberian karbofuran dimaksudkan untuk mencegah serangan penggerek batang, penggerek pucuk, dan uret. Pengendalian secara mekanik diakukan manual dengan tenaga manusia, kegiatan ini dikenal dengan klentek atau kegiatan membuang pelepah daun tebu yang telah kering. Klentek dilakukan untuk mengatasi serangan hama kutu perisai, kutu bulu babi dan kutu bulu putih. Alat yang digunakan adalah ganco dan kapasitas kerjanya sekitar 25 orang/ha. Gambar 16. Klentek

50 38 Pengendalian hama secara biologis dilakukan dengan cara menggunakan musuh alami dari hama tersebut. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan cara pemasangan pias di areal. Pias merupakan kumpulan telur dari musuh alami hama, pias dipasang pada daun tebu dengan jumlah sekitar 12 lembar/ha. Pemasangan pias ini dilakukan untuk menanggulangi serangan hama penggerek pucuk dan penggerek batang. Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan akhir dari budidaya tebu, kegiatan ini bertujuan untuk mengambil tebu dalam jumlah yang optimal dari setiap petak tebu, mengangkut dan memuat tebu yang ada dilahan ke pabrik, dan mempertahankan hasil gula (pol) potensial yang terdapat dalam tanaman tebu. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan penebangan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan tebang, dan tahap bongkar muat 1. Tahap persiapan tebang Estimasi produksi tebu. Estimasi produksi tebu dilakukan untuk mengetahui potensi tebu yang tersedia (TCH). Data estimasi produksi digunakan untuk menghitung jumlah tebu yang akan ditebang per hari atau per bulan, waktu tebang angkut, jumlah tenaga kerja, dan jumlah peralatan yang perlu disediakan. Perencanaan program tebang. Perencanaan program tebang merupakan pedoman dalam menentukan pengaturan pelaksanaan kegiatan tebang. Dalam membuat perencanaan program tebang terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya, luas aral tebu yang akan ditebang, waktu giling tebu, kapasitas pabrik, umur tanaman tebu, estimasi produksi, distribusi varietas, distribusi RPC dan RC yang seimbang, dan perencanaan sumber daya manusia dan angkutan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas bahan baku. Diperlukan koordinasi yang baik dengan divisi dalam pengaturan dan pelaksanaan program tebang.

51 39 Aplikasi zat pemacu kemasakan (Rippenner). Rippenner merupakan kegiatan pemberian zat pemacu kemasakan atau hormon untuk mempercepat pemanenan. ZPK (zat pemacu kemasakan merupakan zat yang termasuk zat penghambat tumbuh sistesis yang berfungsi sebagai pengatur tumbuh tanaman.aplikasi rippenner biasanya dilakukan pada saat hari sebelum tebang. Aplikasi ZPK dilakukan dengan cara disemprot menggunakan pesawat terbang ringan jenis Air tractor AT-502 B dengan bahan bakar aftur. Gambar 17. Aplikasi ZPK Bahan kimia yang digunakan merupakan herbisida dengan bahan aktif sulfosat dengan dosis. Volume semprot untuk 1 ha adalah 30 liter larutan dengan kebutuhan herbisida 0.46 l. Pesawat rippenner dilengkapi dengan nozzle yang berjumlah 34 buah yang tersebar di kanan kiri sayap pesawat dengan panjang 19 m. Kapasitas angkut cane rippenner adalah 500 galon (18900 l). Penyemprotan dilakukan pada pagi hari untuk mengindari turbulensi udara dan arah penyemprotan berlawanan dengan arah angin Penentuan kemasakan tebu. Penentuan kemasakan tebu dilakukan untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu setelah aplikasi ZPK dan memperkirakan waktu dimulainya tebangan. Untuk menentukan kemasakan tebu dilakukan analisas kemasakan tebu (maturity test)

52 40 sehingga dapat diperoleh data kandungan pol, brix, serta purity (perbandingan pol dan brix) dari setiap petak tebu. Recruitment tenaga kerja. Pelaksanaan pemanenan tebu dilakukan dengan sistem kontrak, dimana masing-masing kontraktor rata-rata memiliki 150 tenaga kerja. Persiapan peralatan tebang muat muat angkut. Persiapan peralatan tebang muat angkut meliputi persiapan alat tebang dan transportasi tebu. Persiapan tahap akhir tebangan meliputi penentuan dan perbaikan jalur angkutan transportasi tebu. 2. Pelaksanaan penebangan Sebelum dilakukan penebangan terlebih dahulu dilakukan pembakaran tebu untuk mempermudah kegiatan penebangan. Pembakaran tebu biasanya dilakukan dalam dua tahap, hal ini dilakukan untuk menjaga kesegaran tebu dan disesuaikan dengan kapasitas tenaga kerja. Pembakaran tebu dilakukan dengan menggunakan cane lighter yang berbahan bakar campuran avtur dan bensin, serta diperlukan unit pemadaman kebakaran (PMK) untuk mencegah menjalarnya api ke petak yang tseharusnya tidak dibakar. Pembakaran tebu dilakukan berlawanan dengan arah angin. Pelaksanaan penebangan di PT Gula Putih Mataram dilakukan dengan sistem bundled cane (tebu ikat) dan loose cane (tebu urai). Bundle cane. Sistem bundle cane merupakan sistem tebangan tebu yang dalam pelaksanaan tebang, ikat, dan angkut tebu dilakukan secara manual dan pengangkutan tebu ke pabrik dilakukan dengan menggunakan truk terbuka. Tenaga tebang yang merupakan tenaga rombongan yang terdiri dari 7-15 orang. Tiap rombongan mampu menyelesaikan 4-5 baris tanaman. Ikatan tebu ditumpuk pada baris ke 3 dan 4.

53 41 Penebangan dengan sistem bundle cane diterapkan pada areal yang hendak diratoon karena kerusakan lahan lebih kecil dan dapat dilaksanakan pada kondisi basah. Kekurangan sistem bundle cane adalah tenaga tebang sulit diperoleh dan kualitas hasil tebangan berfluktuasi tergantung pengawasan di lapangan. Pembayaran tenaga tebang menggunakan sistem tonnage yang artinya dibayar berdasarkan berat hasil tebu yang ditebang. Gambar 18. Pengangkutan tebu pada tebu ikat Loose cane. Sistem ini merupakan sistem penebangan dengan kegiatan tebang dilakukan secara manual namun dalam pengangkutan ke atas truk dilakukan secara mekanik yaitu pada saat pengangkutan di areal menggunakan grab loader. Sedangkan pengangkutan ke pabrik menggunakan trailer atau truck tebu. Dalam perhitungan upah kapasitas kerja penebang dihitung dalam hektar dengan satuan K (1 K = areal tebangan yang ditebang sebanyak 8 baris double row sepanjang 15 m) perharinya seorang penebang mampu mencapai 2 K. tenaga tebang dibayar berdasarkan luasan areal tebu yang ditebang dengan sistem penumpukan 8:1 artinya 8 baris tanaman yang ditebang ditumpuk pada satu tumpukan yaitu pada baris ke 4 dan 5. Keuntungan dari sistem loose cane adalah luas areal yang ditebang lebih luas dan pengiriman tebu ke pabrik relatif lebih besar lebih kontinyu. Kekurangan sistem loose cane adalah kehilangan tebu lebih besar dibandingan sistem bundle cane dan kerusakan lahan lebih besar karena penggunaan alat berat di areal.

54 42 Pelaksanaan sistem loose cane cendrung dilaksanakan pada areal yang akan di RPC Gambar 19. Pengangkutan tebu urai dengan grab loader Gleaning. Gleaning merupakan kegiatan membersihkan tebu yang tertinggal di lahan yang dipanen dengan sistem tebu urai atau tebu yang jatuh di jalan saat pengangkutan tebu ke pabrik. Kapasitas kerja gleaning adalah 3 orang/ha. 3. Bongkar muat Kegiatan ini merupakan proses yang dilakukan di pabrik untuk menumpuk dan menurunkan tebu yang diangkut dari areal sebelum dimasukkan ke tempat pencacahan dan penggilingan. Kegiatan ini dilakukan pada areal yang disebut cane yard. Pembongkaran tebu dilakukan dengan beberapa cara yaitu: Menggunakan lifter. Penggunaan mesin ini dkhususkan untuk trailer dan tronton pada tebangan sisten loose cane dengan cara mengaitkan pangkat di besi yang telah dihubungkan dengan rantai yang berada di bawah tebu kemudian diangkat dan tebu dimasukkan ke table carry cane. Menggunakan feeding table. Biasanya digunakan pada loose box truck dengan cara mengaitkan muka truck dengan rantai kemudian permukaan tempat berpijak truk diangkat hingga muatan yang ada di dalam box

55 43 keluar semua diperkirakan sudut yang dibentuk lebih dari 45 0 dan tebu langsung jatuh ke table carry can. Menggunakan cane stacker. Biasanya digunakan pada truk untuk muatan bundle cane yaitu dengan mendorong tebu dengan cane stacker dan tebu jatuh ke areal cane yard dikumpulkan dan ditumpuk dahulu baru kemudian dimasukkan ke table carry cane menggunakan cane stacker. Feeding Table Lifter Cane Stacker Gambar 20. Jenis pembongkaran tebu di area pabrik Pengolahan Gula Proses pengolahan tebu terdiri atas beberapa tahap yaitu persiapan (cane preparation), pemerahan/penggilingan (cane milling), pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation), pengkristalan dan pemisahan (cyristalization/boiling and centrifugal), pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler), serta penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging).

56 44 1. Persiapan (cane preparation) Tebu yang telah dipanen dan diangkut, sebelum masuk kedalam pabrik terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat/jumlah tebu yang akan digiling, setelah itu tebu ditampung di emplasment (cane yard). Kapasitas cane yard sekitar 20-30% dari kapasitas giling. Tebu yang berada di cane yard dimasukkan kedalam meja tebu (feeding table) dengan menggunakan alat stacker, kemudian tebu melewati krepyak (intermediate cane carrier) menuju pisau pencacah (cane cutter I dan carrier) sehingga tebu akan menjadi cacahan yang lebih kecil. Tebu yang telah dicacah kemudian masuk ke mesin penghancur (cane hammer shedder) sehingga menjadi serpihan serpihan halus yang siap diperah. Pada tahap ini belum ada nira tebu (juice) yang terperah. 2. Pemerahan/penggilingan (cane milling) Tebu yang menjadi serpihan halus dengan melewati krepyak menuju pemerahan/penggilingan yang berulang-ulang sehingga akan diperoleh nira tebu (mixed juice). Jumlah tandem gilingan di PT. Gula Putih Mataram berjumlah 5 tandem/5 mill dengan masing-masing mill mempunyai 4 roll. Dari hasil pemerah dihasilkan nira dan ampas (bagasse), bagasse yang sudah tidak mengandung nira digunakan untuk bahan bakar boiler sebagai penghasil uap (steam) yang berfungsi untuk penggerak turbin, memasak nira tebu dan pembangkit tenaga listrik. 3. Pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation). Nira tebu (mixed juice) hasil pemerahan setelah penambahan asam phosphate akan melewati flow rate untuk mengetahui jumlah juice yang diperoleh, menuju alat pemanas (juice heater) yang akan dipanasi pada suhu ± 75 0 untukmematikan mikroorganisme. Kemudian juice dipompa menuju tanki sulphitasi (juice sulphitator) untuk ditambah gas SO 2 sehingga ph menjadi (sulphured juice). Kemudian juice dipanaskan kembali ke juice pada suhu C, menuju alt pengembang (flash tanck) untuk dibuang gas-gas yang ada didalam juice, selanjutnya ditambah bahan pembant penggumpal yaitu flocculant dan diendapkan

57 45 atau dilakukan pemurnian (clarification). Dari hasil pemurnian dihasilkan nira jernih (clear juice) dan lumpur juice (mud). Lumpur juice/mud dipompa menuju alat penapis (vacuum filter) sehingga diperoleh blotong (filter cake) dan nira tapis (filtrate juice). Nira tapis akan dikembalikan ke tanki pengapuran untuk diolah kembali, sedang clear juice dipompa untuk diupkan ke badan penguapan (evaporator) sehingga akan diperoleh nira kental (raw syrup). 4. Pengkristalan dan pemisahan (crystallization (boiling) and centrifugal) Pemasakan gula di PT. Gula Putih Mataram dilakukan dengan 3 tingkatan yaitu A B C. Tingkatan pemasakan ini bertujuan untuk menekan kehilangan hasil yang terikut dalam tetes tebu (final molasses). Jumlah tingkatan pemasakannnya didasarkan atas kualitas bahan baku tebu, jika kualitas bahan baku rendah cukup memakai sistem 3 tingkat dan jika kualitas bahan baku tinggi memakai 4 tingkat. 5. Pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler) Gula yang telah terpisah kemudian masuk ke stasiun ini untuk dikeringkan dan didinginkan. dengan menggunakan alat berupa drayer dan cooler selanjutnya akan dipisahkan gula dengan ukuran normal dari gula yang ukurannya tidak normal. Gula yang tidak normal akan dilebur kembali dan diproses ulang. 6. Penimbangan dan pengemasan (weighing and bagging). Gula yang berukuran normal selanjutnya dikirim ke tempat penimbangan dan pengemasan. Penimbangan gula dibagi menjadi beberapa ukuran diantaranya 50 kg, 1 kg, 0.5 kg dan selanjutnya dikemas dalam karung plastik maupun kantong plastik sesuai ukuran, dan kemudian akan disimpan ke dalam gudang penyimpanan.

58 46 Aspek Manejerial Pelaksanaan Pengelolaan Tingkat Staf, Non Staf dan Tenaga Kerja Lapangan Pelaksanaan pengelolaan tingkat staf dipimpin oleh seorang manajer yang bertugas menyusun rencana kerja bulanan dan tahunan serta mengawasi pelaksanaan kerja tersebut dan mengevaluasinya. Officer melakukan pelaksanaan kegiatan di lapang setiap hari dan memberikan intruksi kepada pengawas serta mandor untuk dikerjakan oleh tenaga kerja harian. Evaluasi kegiatan di lapangan dilakukan oleh pengawas dan hasil kerjanya dilaporkan kepada officer. Laporan tersebut meliputi jumlah tenaga kerja yang digunakan dan hasil kerja yang berupa luasan areal yang telah dikerjakan. Tenaga kerja lapangan terdiri atas tenaga kerja harian musiman dan tenaga kerja harian kontraktual. Tenaga kerja harian musiman dibutuhkan untuk kegiatan tanam dan tebang, sedangkan tenaga kerja kontraktual melaksanakan kegiatan budidaya lainnya. Tenaga kerja kontraktual bekerja tujuh jam sehari atau sekitar 40 jam/minggu. Pengumpulan Data, Pelaporan dan Sistem Pembayaran Data yang dikumpulkan untuk setiap kegiatan lapangan meliputi kegiatan, lokasi, hasil pekerjaan, jumlah tenaga kerja, nama pekerja, jam kerja, dan penggunaan material. Data ini disiapkan oleh mandor dan diperiksa oleh teknisi lapang, pengawas serta officer. Kemudian data tersebut diserahkan ke bagian administrasi masing-masing divisi untuk dibukukan dan dibuatkan check roll setiap harinya. Selanjutnya check roll tersebut diperiksa oleh officer dan kepala divisi lalu diserahkan kepada bagian keuangan. Pembayaran untuk tenaga kerja harian dilakukan seminggu sekali berdasarkan upah menurut jumlah hari kerja dan jam lembur. Pembayaran tenaga kerja borongan diberikan atas dasar laporan komulatif hasil kerja yaitu berdasarkan tarif per hektar dengan periode pembayaran dilakukan secara mingguan.

59 47 PEMBAHASAN Aspek Teknis PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem mekanisasi dalam kegiatan pengolahan lahan, hal ini menyebabkan dalam pelaksanaan pengolahan tanah sangat tergantung pada kondisi tanah. Kondisi tanah yang ideal dalam kegiatan pengolahan tanah yaitu pada kondisi lapang atau tanah dalam keadaan lembab. Pengolahan tanah pada saat kondisi basah menyebabkan kerusakan pada traktor beserta implemennya selain itu juga mempengaruhi kualitas hasil pengolahan tanahnya. Penyemprotan pre emergence dilakukan untuk mengendalikan gulma setelah tanaman utama tumbuh namun gulma belum tumbuh, hal ini dilakukan untuk mencegah perkecambahan gulma. Penyemprotan pre emergence di PT. Gula Putih Mataram menggunakan pertisida sistemik dengan bahan aktif diuron, ametrin dan 2,4 D. Penggunaan 2,4 D dinilai tidak efektif karena mengingat penyemprotan pre emergence dilakukan sebelum tebu dan gulma tumbuh, sedangkan 2,4 D merupakan herbisida yang yang digunakan untuk mengendalikan gulma pasca tumbuh dan berdaun lebah. Rippenner merupakan kegiatan pemberian zat pemacu kemasakan atau hormon untuk mempercepat pemanenan. ZPK (zat pemacu kemasakan merupakan zat yang termasuk zat penghambat tumbuh sistesis yang berfungsi sebagai pengatur tumbuh tanaman. ZPK yang digunakan pada saat rippenner berbahan aktif sulfosat yang merupakan salah satu jenis herbisida yang bersifat sistemik. Penggunaan sulfosat sebagai ZPK memberikan dampak terhambatnya pertumbuhan tanaman keprasan, hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman ratoon di PT. Gula Putih Mataram tidak seragam dan presentase tanaman tebu ulang sama dengan tanaman tebu keprasan.

60 48 Aspek Khusus Sistem Irigasi Sistem irigasi yang dilakukan di PT. Gula Putih Mataram adalah sistem irigasi curah (sprinkler). Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation karena pemberian air dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai curah hujan (Prastowo, 2002). Komponen irigasi curah terdiri dari: (a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser), dan (e) kepala sprinkler (sprinkler head). Kapasitas kerja mesin kecil adalah 2.5 ha/hari dan untuk mesin besar adalah 4 ha/hari dengan jam kerja mesin maksimum 18 jam. Dalam perancangan sistem irigasi digunakan debit hisap sekitar 40 l/s dengan overlap semprotan lebih dari 10 %. Instalasi pipa untuk membentuk teknik irigasi disesuaikan dengan lokasi yang akan diirigasi. Tiap kali penyemprotan digunakan dua gun sprayer. Jangkauan semproran dari gun sprayer sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin, bila angin berhembus kencang pada siang hari maka jarak antar pipa dengan gun dikurang agar overlap dapat terjadi dan jangkauan gun semakin jauh sehingga areal dapat tersiram secara merata. Lamanya penyiraman setiap titik dilakukan selama 2 jam dengan asumsi selama dua jam kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara dengan curah hujan 5.76 mm/cm 2. Jika 2 titik selama 2 jam mampu mengirigasi seluas 0.5 ha dalam waktu 10 jam 2.5 ha lahan tebu dapat diirigasi. Penetapan areal irigasi Penetapan areal irigasi dilakukan sebelum areal diirigasi. Sumber air yang digunakan adalah lebung yang memiliki cadangan air yang cukup dan dekat dengan areal. Jumlah lebung yang terdapat di PT. Gula Putih Mataram rata-rata untuk satu blok (1 blok rata-rata seluas 10 ha) berjumlah 5 lebung. Penetapan areal irigasi diprioritaskan pada areal yang akan di tanam ulang atau areal yang keprasannya dipelihara. Penetapan areal yang akan diirigasi juga didasarkan dari data hasil pengukuran kelembaban tanah.

61 49 Pengukuran Kelembaban Tanah Pengukuran kelembaban tanah dilakukan untuk mengetahui kadar air tanah yang tersedian di dalam tanah dan dapat diserap oleh perakaran tanaman. Kelembaban air di dalam tanah diukur sehari dua hari sekali dengan menggunakan Diviner 2000 yaitu suatu alat ukur kelembaban tanah yang terdiri dari probe, complete tube, dan display. Probe terdiri dari grey sensor head berfungsi sebagai sensor untuk mengukur kelembaban tanah, kabel dan stick diviner. Complete tube ditanamkan ke dalam tanah, dua buah complete tube mewakili 1 blok areal. Display berfungsi untuk menyimpan data hasil pengukuran. Setiap melakukan pengukuran, stick diviner yang panjangnya 1 m dimasukkan ke dalam complete tube, hasil pengukurannya disimpan secara otomatis di dalam display. Daerah di luar prioritas berarti jumlah air didalam tanah masih mencukupi. Bila kandungan air di dalam tanah mendekati red point lahan harus segera diirigasi, bila tidak tanaman tebu akan mati. Sedangkan bila kandungan air berada pada yellow point menunjukan bahwa tanaman dalam kondisi siaga tetapi masih aman dan tiadak perlu di berikan irigasi. Green point menunjukkan bahwa tanaman dalam kondisi aman, artinya kandungan air didalam tanah mencukupi untuk kebutuhan tanaman. Namun demikian hasil dari program diviner juga harus dibandingkan dengan hasil nyata di lapangan karena sering kali ditemukan kasus dimana berdasarkan data pembacaan display diviner menunjukkan bahwa tanaman berada pada red point atau tanaman menunjukkan kondi kekurangan air namun penampakan di lapang menunjukkan tanaman dalam keadaan normal. Tabel 7. Penggolongan ketersediaan air tanah Kategori Kadar air tanah (%) Cukup > 60 Sedang Kurang < 40 Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 Penggolongan ketersediaan air tanah yang tercantum pada tabel 6 didasarkan pada kadar air tanah pada kedalaman jelajah perakaran tebu. Tebu memerlukan curah hujan yang merata sepanjang masa pertumbuhannya, idealnya antara mm per tahun dengan hari hujan antara hari per

62 50 tahun dengan musim kemarau pada saat tebang. Pada kondisi lapang penyiraman selama 2 jam diperoleh kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara dengan curah hujan 5.76 mm/cm 2 Pemberian air irigasi meningkatkan kadar air tanah lebih dari 60% sehingga kadar air tanah cukup tersedia bagi perakaran tanaman. Aplikasi Irigasi Aplikasi irigasi harus dilakukan pada waktu yang tetap mengingat biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, penentuan waktu aplikasi yang tepat dimaksudkan untuk mencapai efisiensi irigasi. Pada tanaman RPC irigasi dilakukan pada saat pengeceran atau pencacahan bibit dan setelah penutupan bibit. Sedangkan pemberian air irigasi untuk selanjutnya disesuaikan dengan umur tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Pada tanaman RC pemberian irigasi hanya dilakukan sekali saja yaitu sebelum kegiatan pre emergence. Pemberian irigasi diprioritaskan pada tanaman RPC dibandingkan tanaman RC dikarenakan nilai ekonomis tanaman RPC lebih tinggi dibandingkan tanaman RC, dan kondisi perakaran tanaman RPC lebih sensitive terhadap kekurangan air dibandingkan tanaman RC sebab tanaman RC memiliki perakaran yang lebih kuat dibandingkan tanaman RPC. Tabel 8. Volume air tertampung pada alat ukur Panjang curahan (m) 1500 rpm 1800 rpm Volume (ml) Volume (ml) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Total ** ** Keterangan : Tanda (**) menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada hasil perhitungan uji T pada taraf 5 %. Berdasarkan tabel 7 volume curahan terbesar tertampung pada jarak 11.6 m dari gun sprayer, sedangkan volume terkecil terjadi pada jarak 29 m baik pada mesin

63 51 dengan putaran 1500 rpm maupun 1800 rpm. Volume curahan terbanyak terdapat pada mesin 1800 rpm yaitu mencapai ml. Gambar 211. Hubungan prosentase curahan irigasi dengan panjang curahan sprinkler Berdasarkan gambar 22 volume curahan terbesar tertampung pada panjang curahan 11.6 m dan 17.4 m hal ini yang dijadikan pertimbangan oleh perusahaan dalam penempatan posisi gun sprayer. Setiap satu titik penyiraman, perusahaan menggunakan dua gun sprayer dengan jarak antara gun sprayer sejauh 46.4 m dengan overlap siraman 10%. Tabel 9. Lebar semprotan dan waktu putaran gun sprayer RPM Lebar semprotan (m) Waktu putaran (s) Berdasarkan tabel 9 lebaran semprotan pada mesin pompa dengaan putaran 1800 rpm lebih jauh dibandingkan dengan mesin pompa dengan putaran 1500 rpm, namun untuk waktu putaran sprayer, menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada kondisi normal, dimana sumber air yang tersedia cukup, kecepatan angin normal serta suhu harian tidak terlalu tinggi, sebaiknya mesin pompa diset dengan putaran 1500 rpm, hal ini dilakukan guna mengurangi besarnya penggunaan bahan bakar. Semakin besar putaran pada pompa menyebabkan penggunaan bahan bakar semakin tinggi. Konsumsi bahan bakar

64 52 pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 12 l/jam, sedangkan pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 18 l/jam. Konsumsi bahan bakar pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 12 l/jam, sedangkan pada mesin dengan putaran 1500 rpm rata-rata menghabiskan solar sekitar 18 l/jam. Waktu dan Frekuensi Irigasi Pemberian irigasi pada tanaman ratoon selain bertujuan untuk menambah kelembaban tanah juga bertujuan untuk menghilangkan pengaruh dari ZPK yang diaplikasikan sebelum tanaman sebelumnya sehingga diharapkan pertumbuhan ratoonnya seragam. Karena perakaran tanaman ratoon sudah kuat dibandingkan tanaman RPC maka penyiraman pada tanaman ratoon biasanya hanya dilakukan satu kali yaitu pada sebelum dilakukan pre emergence hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah engine pump, terbatasnya tenaga kerja serta besarnya biaya yang dikeluarkan, sehingga penyiraman lebih diprioritaskan pada tanaman RPC. Tabel 10. Frekuensi irigasi di Divisi 3 PT. Gula Putih Mataram tahun 2009 Kategori Luas areal (ha) Luas areal yang di irigasi Irigasi I Irigasi II Irigasi III Irigasi IV RPC R R Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 dengan pengolahan Berdasarkan tabel 10 pemberian irigasi bisa mencapai empat kali dalam satu musim tanam. Frekuensi pemberian irigasi terbesar terdapat pada tanaman RPC, hal ini dapat dilihat dari besarnya luasan areal yang diirigasi pada tanaman RPC dibandingkan tanaman RC. Banyaknya frekuensi pemberian irigasi diluar pemberian wajib didasarkan pada kondisi tanaman di lapangan dan hasil pengukuran kelembaban tanah. Pemberian irigasi juga tergantung pada pertumbuhan tanaman, bila tinggi tanaman terlalu tinggi, maka dapat menyulitkan dalam pemasangan peralatan irigasi di lapangan selain itu tajuk tanaman yang mulai rapat menyebabkan sebagian besar air menguap karena sebagian besar air mengenai tajuk dan tidak sampai membasahi tanah.

65 53 Sistem ketenagakerjaan Sistem pelaksanaan irigasi di PT. Gula Putih Mataram dilakukan oleh tenaga kerja harian musiman dengan sistem borongan dimana setiap rombongan terdiri dari tiga orang yang masing-masing bertugas untuk menjaga engine serta pemasangan instalasi pipa dan gun di areal. Selama masa kontrak, tenaga kerja bertempat tinggal di areal pertanaman tebu. Lamanya aplikasi pemberian irigasi untuk setiap titik adalah 2 jam dengan luasan areal yang disirami 0.5 ha. Dalam satu hari setiap mesin maksimal dapat beroperasi selama 10 jam, sehingga didapat luasan areal yang diirigasi per rombongan adalah 2.5 ha.

66 54 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sistem irigasi yang dilakukan di PT. Gula Putih Mataram adalah irigasi curah (sprinkle irrigation) dengan sistem semprotan menggunakan gun sprayer. Pemberian irigasi diprioritaskan pada tanaman RPC dibandingkan tanaman ratoon. Lamanya penyiraman setiap titik dilakukan selama 2 jam dengan asumsi kedalaman air irigasi mencapai 15 cm dari permukaan tanah atau setara dengan curah hujan 5.76 mm/cm 2. Dalam penggunaan mesin irigasi, jangkauan gun sprayer terjauh didapat bila mesin yang dipasang pada putaran 1800 rpm yaitu 40.6 m, dengan waktu putaran 298 s untuk satu kali putaran dan volume semprot pertitik sebanyak ml. Pemakaian bahan bakar pada mesin dengan kecepatan 1800 rpm lebih besar dibandingkan mesin dengan kecepatan putaran 1500 rpm. Perusahaan lebih memilih menggunakan mesin pompa dengan kecepatan putaran 1800 rpm dibandingkan 1500 rpm dengan mempertimbangkan kualitas hasil siraman karena kualitas hasil siraman mesin pompa 1800 rpm lebih baik dibandingkan 1500 rpm. Saran Pada saat kondisi cuaca normal dan areal yang dekat dengan sumber air sebaiknya mesin pompa yang dipakai dipasang pada putaran 1500 rpm. Pada saat lahan tersiram air hujan sebaiknya areal tidak perlu diirigasi, sedangkan untuk mengatasi kehilangan tenaga kerja pada saat curah hujan tinggi dapat diatasi dengan mengalihkan tenaga kerja ke kegiatan lain, seperti pemeliharaan tanaman, atau perusahaan membayarkan upah tenaga sebesar separuh dari penghasilan tenaga kerja bila tenaga kerja menjalankan mesin pompa. Perusahaan perlu membuat peta ketinggian muka air tanah untuk memudahkan penentuan areal yang akan diirigasi. Lamanya pemberian irigasi untuk setiap kali pompa beroperasi sebaiknya didasarkan pada keadaan kelembaban tanah dan tidak disamaratan, agar efisiensi irigasi dapat tercapai.

67 55 DAFTAR PUSTAKA Dewan Gula Indonesia Evaluasi Giling Pabrik-Pabrik Gula di Indonesia. Fauonnier, R The Tropical Agriculturalist : Sugar Cane. Macmillan. London. 140 p. FK-OTK Konsep Pengembangan Lahan Kering di Luar Jawa untuk Mendukung Ketahanan pangan Nasional. Forum Komunikasi Olah Tanah Konservasi. Bogor. 6 hal. Hansen, V. E., Orson W.I., dan Glen E.S Dasar-dasar dan Praktek Irigasi (diterjemahkan dari Irrigation Principles and Practices (Fourth Edition, penerjemah : Endang Pipin Tachyan). Erlangga Jakarta. 407 hal. Hoffman G. J., Terry A.H., dan Kenneth H. S Management of Irrigation System. Ed. American Society of Agricultural Engineers. USA p. Irianto, G Tebu lahan kering dan kemandirian gula nasional. Tabloid Sinar Tani. Islami,T., dan W.H. Utomo Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. 297 hal. James, G Sugarcane. Blackwell. Lowa. 216 p. Kartasapoetra, A.G., dan M.M. Sutedjo Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. 188 hal. Prasetyo, B.H., dan D.A. Suriadikarta Karekteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2) : 1-9. Prastowo Pedoman teknis pengembangan irigasi sprinkler untuk menunjang komoditas hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Bogor. Bagian teknik tanah dan air, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi pertanian, Institut Pertanian Bogor. Premono, M.E Evaluasi Iklim dan Kemungkinan Irigasi di Ketapang. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan II Lahan Kering di Luar Jawa Tahun Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan Santoso, B Tanah Salin Tanah Sodik dan Cara Mereklamasinya. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 63 hal.

68 56 Sudiatso, S Bertanam Tebu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal. Utomo,W.H., dan H.T. Soelistyari Pengaruh Sub-Soiling dan Pengelolaan Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik Podzolik Merah Kuning dan Produksi Tebu PC dan Kepras I. PT. Jawa Pos. Surabaya. 141 hal. Wardojo, dan C.N.S. Priyono Konservasi Tanah pada Budidaya Tebu di Lahan Kering. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Teknologi Pengelolaan DAS. Departemen Kehutanan.23 hal. Yusuf, L Upaya Peningkatan Produksi pada Budidaya Tebu di Lahan Kering dengan Suplesi Air Pengairan. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, November Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan. 988hal.

69 57 \ LAMPIRAN

70 58 Lampiran 1. Spesifikasi mesin pompa irigasi PUMP Type Centripugal Pump AMT WPRS-3 (Low speed, High head) Dutty 40 LPS vs 132 m Power 140 HP Speed 2000 RPM ENGINE Make PT. Detracon Primaintra Indonesia Type Turbocharged Number of Cylinder 6 in-line, 4 stroke/cycle Displacement 6.0 liter Compression Ratio 17.25:1 Combustion System Direct injection Inlet 0.20 mm Exhaust 0.45 mm Intermittent power/speed 160 HP/2400 RPM ; 152 HP/2000 RPM Continous power/speed 144 HP/2400 RPM ; 136 HP/2000 RPM Fuel Consumption liter/hm COMMON BASE-PLATE FOR PUMP SET Meterial Steel Mounting Two wheels trailer (5 holes wheel with tyre size Arrangement : Two Bar SUCTION Rubber Suction Hose (5 & 6 ) Material Rubber Size 14.5 cm (6 ) & 12 cm (5 ) Thickness 1 cm Length 6 m Suction Hose Clamp Material Steel Size 5 &6 DISCHARGE Swan Neck Size 5 Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling BATTERY Accu 120 FUEL TANK Capacity 200 l Material of Construction Drum plastics

71 59 Lampiran 2. Daftar perlengkapan irigasi Komet Big Gun Twin 202 Specification 45 0 Material Alumunium Cutting Fiber Nozzle material Plastics Nozzle size 30 mm, 28 mm, 27.5 mm. 25 mm Stand Big Gun Material Steel Flange for Gun Tripod Size 5 Material Galvanized stell Pipe Size 4 & 5 Length 5.8 m Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling Merk Bsuer & Giunti Elbow Size 4 & 5 Specification 90 0 Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling Merk Bauer & Giunti In Line T-E-E Size & Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling Merk Bauer Enlarger Size 4 to 5 (4 5 ) Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling Merk Bauer Reducer Size 5 to 4 (5 4 ) Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling Merk Bauer Gate Valve Size 4 & 5 Material Galvanized steel Ends Bauer Coupling Seal Pipes Size 4 & 5 Material Rubber

72 60 Lampiran 3. Curah hujan tahun TAHUN BULAN BB BK Rata-rata JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES Sumber : Laporan tahunan MIS Plantation PT. GPM, 2010 Keterangan : BB : Bulan Basah (CH > 100 mm) BK : Bulan Kering ( CH < 60 mm) Q = rata-rata BK x 100 rata-rata BB = 2.4 x 100 % 8.3 = %

73 61 Lampiran 4. Data kelembaban udara PT Gula Putih Mataram tahun TAHUN BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES Keterangan : dalam % Sumber : Badan Metorologi dan Geofisika Bandar Lampung 2010

74 62 Lampiran 5. Data temperatur udara PT. Gula Putih Mataram tahun TAHUN BULAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES Sumber : Badan Metorologi dan Geofisika Bandar Lampung 2010

75 Lampiran 6. Peta PT. Gula Putih Mataram 63

76 Lampiran 7. Proses pembuatan gula di PT. Gula Putih Mataram 64

77 Lampiran 8. Peta lebung di PT. Gula Putih Mataram 65

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan PT Gula Putih Mataram (GPM) merupakan salah satu perusahaan yang didirikan sebagai wujud swasembada nasional untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang timbul di Indonesia,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Aspek Teknis

PEMBAHASAN Aspek Teknis 47 PEMBAHASAN Aspek Teknis PT. Gula Putih Mataram menggunakan sistem mekanisasi dalam kegiatan pengolahan lahan, hal ini menyebabkan dalam pelaksanaan pengolahan tanah sangat tergantung pada kondisi tanah.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG 18 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan guna mempersiapkan lahan yang akan digunakan untuk menanam tebu, persiapan lahan dilakukan apabila lahan tersebut akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi. (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM

I. TINJAUAN PUSTAKA. (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi. (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM I. TINJAUAN PUSTAKA Penetapan Kebutuhan Air Tanaman (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM 2.1.2 Ekologi Nenas Sunarjono (2004) menyatakan

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR DENGAN ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT DATAR OLEH BAGUS MAHENDRA A24051108 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB III PERSIAPAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN RUMPUN SARI ANTAN I, PT SUMBER ABADI TIRTASANTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN RUMPUN SARI ANTAN I, PT SUMBER ABADI TIRTASANTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH PENGELOLAAN PEMANGKASAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN RUMPUN SARI ANTAN I, PT SUMBER ABADI TIRTASANTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh IKA WULAN ERMAYASARI A24050896 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula.tanaman tebu mengandung gula dengan kadar mencapai 20%. Dari tanaman

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula di Indonesia. Pada umumnya tanaman ini dibudidayakan secara

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis 6.1.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Pengolahan tanah Proses awal dalam budidaya tebu adalah pengolahan tanah. Kegiatan ini sangat penting karena tercapainya produksi yang tinggi salah satu faktornya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perdagangan buah tropika dunia. Berdasarkan hasil statistik tahun 2000,

I. PENDAHULUAN. perdagangan buah tropika dunia. Berdasarkan hasil statistik tahun 2000, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Produksinya mencapai 20% produksi buah tropika dunia. Nanas mendominasi perdagangan buah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat PT. Sweet Indolampung Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula nasional guna mengurangi ketergantungan produk impor, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif PT PAL dan PT SPM I merupakan dua perusahaan yang berada dibawah Grup Lambang Jaya. PT PAL merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan, sedangkan PT

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Agustus 2011. Percobaan dilakukan di lahan pertanaman tebu PT. Gunung Madu Plantations

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman nanas (Ananas comosus) adalah buah tropis ketiga yang paling penting

I. PENDAHULUAN. Tanaman nanas (Ananas comosus) adalah buah tropis ketiga yang paling penting I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman nanas (Ananas comosus) adalah buah tropis ketiga yang paling penting dalam produksi dunia setelah pisang dan jeruk. Tujuh puluh persen dari nanas yang

Lebih terperinci

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo J. Agrotek Tropika. ISSN 233-4993 60 Jurnal Agrotek Tropika 3():60-64, 205 Vol. 3, No. : 60 64, Januari 205 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN

Lebih terperinci

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum PENYIAPAN LAHAN Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai berlatih peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali tentang pembersihan lahan tanaman bawang merah dengan baik

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 Oleh: KARTIKA KIRANA SM A34103020 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang KM 18.5, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pakembinangun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH PENGELOLAAN PEMUPUKAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI ANTAN I PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, CILACAP, JAWA TENGAH Oleh SUER SEPWAN ANDIKA A24052845 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,5% tahun, sehingga mendorong permintaan pangan yang terus meningkat. Sementara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Research Station PT Great Giant Pineapple, Kecamatan

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Research Station PT Great Giant Pineapple, Kecamatan III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Research Station PT Great Giant Pineapple, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PENGELOLAAN RESIKO PANEN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI BUKIT PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN OLEH RIZA EKACITRA PUTRIANI RACHMAN

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG. Lokasi Kebun 12 KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG Lokasi Kebun PT Aneka Intipersada (PT AIP) merupakan suatu perseroan terbatas yang didirikan pada tanggal 30 Agustus 1989. Dalam manajemen Unit PT Aneka Intipersada Estate

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci