PENGARUH PENGGUNAAN VITAMIN C PADA KHASIAT ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENGGUNAAN VITAMIN C PADA KHASIAT ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGARUH PENGGUNAAN VITAMIN C PADA KHASIAT ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI Oleh JONERIKSON SIMANJUNTAK NIM FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 29 Jantan (Columba livia), 29.

2 PENGARUH PENGGUNAAN VITAMIN C PADA KHASIAT ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Oleh JONERIKSON SIMANJUNTAK NIM FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 29 Jantan (Columba livia), 29.

3 Lembar Pengesahan Skripsi PENGARUH PENGGUNAAN VITAMIN C PADA KHASIAT ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) Oleh JONERIKSON SIMANJUNTAK NIM Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Agustus 29 Pembimbing I Panitia Penguji, Drs. Rasmadin Mukhtar, MS., Apt. Dr. Karsono., Apt. NIP NIP Drs. Rasmadin Mukhtar, MS., Apt. Pembimbing II, NIP Dr. Edy Suwarso, SU., Apt. Dra. Azizah Nasution, MSc., Apt. NIP NIP Drs. Kasmirul Ramlan. S, MS., Apt. NIP Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Dekan, Prof. Sumadio Hadisahputra., Apt. NIP Jantan (Columba livia), 29.

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang hanya oleh berkat dan anugrahnya yang melimpah sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Ch. Simanjuntak dan Ibunda R Br. Samosir, kakak-kakak dan abang-abang yang telah sabar dan setia memberikan dukungan, doa, semangat, dan materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skipsi ini. Diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, MS., Apt. dan Bapak Dr. Edy Suwarso, SU., Apt. selaku dosen pembimbing dengan kesabaran dari awal penelitian hingga terselesaikan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dra Salbiah, MSi.,Apt. selaku penasehat akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama perkuliahan. 3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi yang telah meyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. 4. Bapak Dr. Karsono, Apt., Dra. Azizah Nasution, MSc.,Apt., Drs. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS.,Apt. selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Dosen-dosen di Fakultas Farmasi yang telah membimbing selama perkuliahan sehingga dapat meyelesaikan skripsi ini. Jantan (Columba livia), 29.

5 6. Bang Bagus, Bang Dadang, Bang Emil, Tata, Parna dan Ratna Tamba atas bantuan dan masukan yang diberikan selama penelitian. 7. Sahabat-sahabat penulis stambuk 24 atas dukungan, semangat, dan doa yang diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 8. Abang, kakak, dan adik-adik mahasiswa Fakultas Farmasi atas dukungan dan semangat penulisan skripsi ini. Menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, berharapkan kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Medan, Agustus 29 Penulis, Jonerikson Simanjuntak Jantan (Columba livia), 29.

6 ABSTRAK Telah dilakukan penetapan kadar tablet parasetamol generik, tablet parasetamol merek dagang dan uji pengaruh pemberian vitamin C terhadap serbuk tablet parasetamol generik, tablet parasetamol merek dagang dan parasetamol baku pada merpati jantan (Columba livia). Penetapan kadar parasetamol dalam tablet parasetamol generik dan merek dagang dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan pelarut NaOH,1 N. Pemberian vitamin C dosis 5 mg/kg BB dilakukan selama 7 hari berturut-turut, dan sebagai penginduksi demam dengan diinjeksikan larutan 2,4-dinitrofenol dosis 8 mg/kg BB secara intramuskular pada daerah otot dada. Kemudian diberikan suspensi serbuk tablet parasetamol generik, merek dagang dan baku dosis 3 mg/kg BB secara oral. Parameter efek antipiretik ditentukan dengan mengukur suhu tubuh merpati pada bagian rektal. Hasil penetapan kadar tablet parasetamol generik 94,91% dan tablet parasetamol merek dagang 94,78%. Hasil pengujian efek antipiretik menunjukkan bahwa pemberian suspensi serbuk tablet parasetamol generik, merek dagang dan baku dosis 3 mg/kg BB menunjukkan perbedaan efek antipiretik yang tidak bermakna secara statistik. Tetapi bila dibandingkan dengan pemberian vitamin C pada suspensi serbuk tablet parasetamol generik, merek dagang dan baku dosis 3 mg/kg BB memberikan efek antipiretik yang lebih baik. Jonerikson Simanjuntak : Pengaruh Penggunaan Vitamin vi C Pada Khasiat Antipiretik Parasetamol Pada Merpati Jantan (Columba livia), 29.

7 ABSTRACT The quantitative determination of generic paracetamol tablet, trademark paracetamol tablet and addition of effect antipyretic test of vitamin C into suspension powdered generic paracetamol tablet, trademark and raw material of paracetamol into male pigeon (Columba livia). The quantitative determination of paracetamol in generic paracetamol tablet and trademark paracetamol were conducted by using ultraviolet spectrofotometry way which NaOH.1 N dissolution. The administration of vitamin C dosage 5 mg/kg BW was done for 7 days continued and induced fever by 2,4-dinitrofenol solution, dosage 8 mg/kg BB intramuscular into muscle of chest. Then suspension powdered of generic paracetamol tablet, trademark and raw material were administrated with dosage 3 mg/ Kg BB per oral. The parameter of effect antipyretic was determinate by meusering the body temperature in rectal of male pigeon. The result were quatitative determination of generic paracetamol tablet 94.91% and trademark paracetamol tablet 94.78%. Test showed that administration of powdered generic paracetamol tablet, trademark and raw material, dosage 3 mg/kg BB put meaningless different effect statistically. But when it compared by administration of vitamin C, it gave better antipyretic effect. Jantan (Columba livia), 29.

8 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Suhu Demam Obat-obat antiradang nonsteroid Parasetamol Metabolisme parasetamol Jantan (Columba livia), 29.

9 2.6 Vitamin C BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan Hewan Percobaan Pengumpulan Sampel Pembuatan Larutan Pereaksi Pereaksi Natrium Hidroksida,1 N Air Bebas Karbondioksida Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Dan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol dalam Pelarut NaOH,1 N Pembuatan Larutan Induk Baku I Pembuatan Larutan Induk Baku II Pembuatan Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol dalam medium NaOH,1 N Penentuan Kadar Sediaan Talet Parasetamol Generik Penentuan Kadar Sediaan Tablet Parasetamol Merek dagang Pembuatan Sediaan Bahan Uji Pembuatan Larutan 2,4-dinitrofenol,5% Pembuatan SuspensiCMC,5% Pembuatan Larutan Vitamin C,5% Jantan (Columba livia), 29.

10 3.6.4 Pembuatan Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Merek Dagang 1% Pembuatan Suspesi Serbuk Tablet Parasetamol Generik 1% Pembuatan Suspensi Parasetamol Baku 1% Pengujian Farmakologi Penentuan Dosis Optimum 2,4-dinitrofenol Pemberian suspensi CMC sebagai Kontrol Pemberian Larutan Vitamin C Pemberian Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Merek Dagang Pemberian Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Generik Pemberian Suspensi Parasetamol Baku Pengujian Pengaruh Penggunaan Vitamin C Pada Parasetamol Merek Dagang Pengujian Pengaruh Penggunaan Vitamin C Pada Parasetaml Generik Pengujian Pengaruh Penggunaan Vitamin C Pada Parasetamol Baku Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengumpulan Sampel Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Parasetamol BPFI Hasil Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol BPFI dalam NaOH,1 N... 3 Jantan (Columba livia), 29.

11 4.4 Penentuan Kadar Parasetamol Dalam Sampel sediaan Penentuan Dosis Penginduksi Demam 2,4-dinitrofenol BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 5 Jantan (Columba livia), 29.

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.1 Hasil Serapan Maksimum Parasetamol BPFI dengan Konsentrasi 6 mcg/ml dalam NaOH,1 N Kalibrasi Parasetamol BPFI dalam pelarut NaOH,1 N Secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 257 nm Perubahan Suhu Tubuh Rata-rata Merpati Pada Pemberian Variasi Dosis 2,4-dinitrofenol selama 12 menit Perubahan Suhu Tubuh Rata-rata Merpati Setelah penyuntikan larutan 2,4-dinitrofenol,5% dan pemberian bahan uji selama 12 menit Hasil Uji Duncan Jantan (Columba livia), 29.

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Biosintesis Prostaglandin Parasetamol Vitamin C Kurva Serapan Maksimum Parasetamol BPFI dengan konsentrasi 6 mcg/ml dalam NaOH.1 N Kurva kalibrasi Parasetamol BPFI dalam pelarut NaOH,1 N secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang Gelombang 257 nm Grafik Perubahan suhu tubuh rata-rata merpati ( C) pada pemberian variasi dosis 2,4-DNF selama 12 menit Grafik perubahan suhu tubuh rata-rata merpati setelah pemberian larutan 2,4-dinitrofenol dan penambahan bahan uji tampa pemberian larutan Vitamin C Grafik perubahan suhu tubuh rata-rata merpati setelah pemberian larutan 2,4-dinitrofenol dan pemberian bahan uji dengan penambahan larutan Vitamin C Jantan (Columba livia), 29.

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Hasil Penentuan Persamaan Regresi Dari Kurva Kalibrasi Parasetamol BPFI Pada Panjang Gelombang 257 nm Terhadap Pelarut Sebagai Blanko Contoh perhitungan kadar parasetamol generik dan parasetamol merek dagan Hasil pengukuran kadar parasetamol generik dan merek dagang Hasil Penentuan Kadar Tablet Parasetamol Generik Dan Parasetamol Merek Dagang Hasil Penentuan Dosis Optimum Larutan 2,4-dinitrofenol Perubahan suhu rata-rata merpati setelah penyuntikan larutan 2,4-dinitrofenol dan pemberian bahan uji Anava untuk tiap waktu pengamatan Hasil uji Post Duncan untuk tiap waktu pengamatan Perhitungan pemberian larutan 2,4-dinitrofenol pada burung merpati secara intramuskular padadaerah otot dada Perhitungan pemberian bahan uji Sertifikat Analisis Parasetamol Jantan (Columba livia), 29.

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan ataupun tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (DitJen POM, 1995). Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot (Ganong, 1998) dan dihasilkan oleh metabolisme (Guyton dan Hall, 27). Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air di saluran napas dan kulit. Sejumlah kecil panas dikeluarkan melalui urin dan feses. Keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh (Ganong, 1998). Bila laju pembentukan panas di dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas, panas akan timbul di dalam tubuh dan suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan suhu tubuh akan menurun (Guyton dan Hall, 27). Pada manusia, suhu inti tubuh, sekitar 37,1 C (98,8 F) dan nilai ini disebut set-point pada mekanisme pengaturan suhu (Guyton dan Hall, 27). Hipotalamus mengatur set-point sehingga suhu tubuh dipertahankan (Gilman, 27). Jantan (Columba livia), 29.

16 Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu (Guyton dan Hall, 27). Saat demam, set-point ini meningkat, dan non-steroidal antiinflamatory drugs (NSAID) mendorongnya kembali ke keadaan normal. Obat ini tidak mempengaruhi suhu tubuh naik oleh faktor seperti olahraga atau meningkatnya suhu lingkungan. Semua NSAID merupakan antipiretik, analgesik, dan antiradang. Satu kekecualian adalah parasetamol, yang merupaan antipiretik dan analgesik tetapi tidak mempunyai aktivitas antiradang (Gilman, 27). Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati. Dalam proses metabolism ini, dua enzim mikrosomal memegang peran utama, yaitu reduktase NADPH-sitokrom P45 dan sitokrom P45 (Katzung, 22). Sitokrom P45 mengkatalisis banyak reaksi, termasuk N-Oksidasi yaitu parasetamol pada fase pertama, sehingga hilangnya aktivitas farmakologis obat (Gilman, 27). Dan parasetamol mengalami konjugasi-konjugasi, sebagian hasil konjugasi fase kedua tidak aktif secara farmakologi (Gibson dan Skett, 1991). Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang larut dalam air. (Gilman, 27). Pada defisiensi vitamin C menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar sitokrom P-45 (Gibson dan Skett, 1991). Kekurangan vitamin C menghasilkan pada pengurangan metabolisme dari beberapa agen yang bersifat farmakologis dan menurunkan aktivitas tingkat P-45 dan NADPH-sitokrom c reduktase (Wolff, 1994). Jantan (Columba livia), 29.

17 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Apakah penggunaan vitamin C mampu menghambat kerja parasetamol untuk sebagai antipiretik? b. Apakah ada perbedaan pengaruh penggunaan vitamin C pada kerja parasetamol sebagai antipiretik dibandingkan dengan kerja parasetamol tanpa penggunaan vitamin C pada merpati jantan? 1.3 Hipotesis a. Penggunaan vitamin C pada parasetamol mampu menghambat kerja parasetamol sebagai antipiretik. b. Ada perbedaan antara penggunaan vitamin C pada kerja parasetamol dengan kerja parasetamol tanpa penggunaan vitamin C sebagai antipiretik. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk membuktikan pengaruh penggunaan vitamin C terhadap penurunan kerja parasetamol sebagai antipiretik pada merpati jantan. b. Untuk mengetahui perbedaan antara penggunaan vitamin C pada kerja parasetamol dan kerja parasetamol tanpa penggunaan vitamin C sebagai antipiretik pada merpati jantan. Jantan (Columba livia), 29.

18 1.5 Manfaat Penelitian Dapat memberikan informasi tentang pengaruh penggunaan vitamin C dan tanpa penggunaan vitamin C terhadap kerja parasetamol sebagai antipiretik. Jantan (Columba livia), 29.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Suhu Bila laju pembentukan panas didalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas, panas akan timbul dan suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan suhu tubuh akan menurun (Guyton dan Hall, 27). Menurut Guyton dan Hall (27), pembentukan panas adalah produk utama metabolisme, antara lain: 1. Laju metabolisme basal semua sel tubuh 2. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot 3. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin 4. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin dan rangsangan simpatis terhadap sel. 5. Metabolisme tambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan. Menurut Sherwood (21) pengeluaran panas melalui : a. Radiasi Emisi energi panas dari permukaan tubuh hangat dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Jantan (Columba livia), 29.

20 b. Konduksi Adalah perpindahan panas antara benda-benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu sama yang lain c. Konveksi Perpindahan energi panas melalui arus udara. d. Evaporasi. Keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh (Ganong, 22). Suhu inti tubuh, sekitar 37,1 O C (Guyton dan Hall, 27) atau 36,5 O C sampai 37,5 O C (Blenkinsopp et al, 29) disebut set-point (Guyton dan Hall, 27). Suhu inti tubuh dapat dipertahankan karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk mengatur keseimbangan antara panas yang dihasilkan dengan panas yang hilang (Harrison, 1999). Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh (Sherwood, 21). Area preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan yang berfungsi sebagai termostatik pusat pengaturan suhu tubuh. Walupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu di hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu di bagian lain dari tubuh mempunyai peranan tambahan dalam pengaturan suhu. Hal ini terjadi pada reseptor suhu di kulit dan beberapa jaringan khusus di tubuh bagian dalam (Guyton dan Hall, 27). 2.2 Demam Demam, berarti kenaikan suhu tubuh 1 O C atau lebih diatas suhu rata-rata inti tubuh (El-Radhi et al, 29), dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak Jantan (Columba livia), 29.

21 sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu (Guyton dan Hall, 27). Demam dapat disebabkan oleh infeksi (Gilman, 27) dan toksin yang dihasilkan oleh pirogen eksogen adalah pemicu demam tersering (Davey, 26). Walaupun demam biasanya berhubungan dengan infeksi, bukan berarti ada hubungan yang eksklusif. Demam dapat merupakan manisfestasi penyakit neoplastik, gangguan-gangguan peradangan noninfeksi atau katabolisme berlebihan pada keadaan-keadaan metabolik tertentu (Sodeman dan sodeman, 1995). Saat demam, set-point ini meningkat, dan NSAID mendorongnya kembali keadaan normal. Obat ini tidak mempengaruhi suhu tubuh jika suhu tubuh naik oleh faktor olahraga atau meningkatnya suhu lingkungan (Gilman, 27). Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein dan toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri (Guyton dan Hall, 27), dan diantaranya yang paling efektif sebagai pirogen eksogen adalah kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram negatif (Silbernagl, 26). Pirogen ini difagositosiskan pada makrofag dan sel kupffer untuk menghasilkan berbagai macam sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen (Ganong, 22). Pirogen endogen ini mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak (Silbernagl dan Lang, 26), pirogen endogen dapat bekerja pada organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) yang salah satu dari organ-organ sirkumventrikuler yang berdekatan dengan area preoptik (Ganong, 22). Bila sel-sel endotel OVLT terpapar oleh pirogen endogen maka akan melepaskan asam arakidonat. Metabolit asam arakidonat yang terbentuk adalah prostaglandin E 2 (PGE 2 ), kemudian berdifusi kedalam daerah hipotalamus Jantan (Columba livia), 29.

22 preoptik dan mencetuskan demam. Ada kemungkinan PGE 2 menginduksi suatu pembawa pesan kedua (Harrison, 1999). Melalui peningkatan pembawa pesan kedua, memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh dengan cara meningkatkan pembentukan panas dan mengurangi hilangnya panas. NSAID menekan respon ini dengan cara menghambat sintesis PGE 2 (Gilman, 27). 2.3 Obat-obat Antiradang Nonsteroid Fosfolipase A 2 sitosolik menghidrolisis fosfolipid membran dan disertai pelepasan arakidonat (Gilman, 27; Zhuo, 27). Menurut Katzung (21) setelah mobilisasi, asam arakidonat dioksigenasi dengan empat rute yang berbeda, yaitu: 1) Jalur siklooksigenase 2) Jalur lipoksigenase 3) Jalur epoksigenase 4) Isoprostan. Dua siklooksigenase yang unik namun berkaitan telah ditemukan dan mampu mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin endoperoksit (Katzung, 21). Menurut Gilman (27) dan Zhuo (27), yaitu: a. Siklooksigenase-1 (COX-1) Siklooksigenase ini diekpresikan secara kontitutif (dihasilkan terus menerus atau dalam jumlah yang tetap, tidak tergantung kondisi atau kebutuhan) didalam sebagian besar sel. Sering terdapat pada lambung, ginjal dan platelet. Jantan (Columba livia), 29.

23 b. Siklooksigenase-2 (COX-2) Siklooksigenase ini pada keadaan normal tidak ada, tetapi dapat diinduksi oleh faktor tertentu, seperti sitokin. Gambar 2.1 Biosintesis prostaglandin (Wilmana, 1995). Siklooksigenase memiliki dua aktivitas yang berbeda, aktivitas endoperoksida sintase yang mengoksigenasi dan mengsiklisasi prekursor asam lemak yang tidak diesterifikasi untuk membentuk endoperoksida siklik PGG 2, serta suatu aktivitas peroksidase yang mengubah PGG 2 menjadi PGH 2 (Gilman, 27), kedua endoperoksida tersebut sangat tidak stabil (Katzung, 21). Dapat diubah menjadi PGD 2, PGE 2, PGF 2a, PGI 2 dan TXA (Zhuo, 27). Isomerase untuk sintesis PGE 2 dan PGD 2 telah diindentifikasi. Suatu reduktase yang mengkatalisis konversi PGH 2 menjadi PGF 2a juga telah dikarakterisasi (Gilman, 27). Jantan (Columba livia), 29.

24 Endoperoksida PGH 2 juga dimetabolisme menjadi dua senyawa tak stabil dan sangat aktif. Tromboksan A 2 (TXA 2 ) dibentuk oleh tromboksan sintase; TXA 2 pecah secara nonenzimatis menjadi tromboksan B 2 (TXB 2 ) yang stabil tetapi tidak aktif. PGI 2 dibentuk dari PGH 2 oleh prostasiklin sintase; PGI 2 dihidrolisis secara nonenzimatis manjadi 6-keto-PGF 1α yang tak aktif (Gilman, 27). Penghambatan siklooksigenase (COX) umumnya dianggap sebagai suatu segi utama mekanisme NSAID (Gilman, 27; Zhuo, 27). Penghambatan COX- 2 diduga memperantarai, paling tidak sebagian kerja antipiretik, analgesik dan antiradang NSAID, tetapi penghambatan COX-1 yang terjadi bersamaan menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, terutama yang menyebabkan ulser lambung akibat berkurangnya pembentukan prostaglandin. Semua NSAID, termasuk inhibitor COX-2 selektif merupakan antipiretik, analgesik dan antiradang. Satu kekecualian adalah parasetamol, yang merupakan antipiretik dan analgesik tetapi tidak mempunyai aktifitas antiradang (Gilman, 27). 2.4 Parasetamol Rumus bangun : NHCOOCH 3 OH Gambar 2.2 Parasetamol Jantan (Columba livia), 29.

25 Sinonim : Acetaminophen, p-acetaminophenol, n-acetyl-p-amino- phenol. Rumus melekul : C 8 H 9 NO 2 Berat molekul : 151,16 Titik leleh : O C (Connors et al, 1986 ) Pemerian : Serbuk hablur, putih ; tidak berbau; rasa sedikit pahit (DitJen POM, 1995) Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol (DitJen POM, 1995). 1 g dapat larut dalam kira-kira 7 ml air suhu 25 O C, 1 g larut dalam 2 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 5 ml kloroform, dalam 4 ml gliserin dan dalam 9 ml propilen glikol. Tidak larut dalam benzene dan eter (Connors et al, 1986). Parasetamol merupakan senyawa yang sangat stabil dalam larutan air dan pka = 9,51 (Connors et al, 1986 ) dan absorpsi obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna (Siswandono dan soekardjo, 2). Parasetamol adalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Parasetamol adalah penghambat prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan (Katzung., 22) dan merupakan salah satu obat terpenting dalam pengobatan demam (Zhuo, 27). Jantan (Columba livia), 29.

26 Parasetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik; namun, tidak seperti aspirin, aktifitas antiradangnya lemah sehingga bukan merupakan oabt yang berguna untuk menangani kondisi radang. Ketidak mampuan parasetamol memberikan efek antiradang mungkin berkaitan dengan fakta bahwa parasetamol hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang. Sebaliknya, efek antipiretiknya dapat dijelaskan dengan kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak, yang tonus peroksidanya rendah. Selain itu, parasetamol tidak menghambat aktifitas neutrofil, sedangkan NSAID lain menghamba aktivitas tersebut. Parasetamol merupakan antiradang yang sangat lemah dan inhibitor siklooksigenase yang lemah. Selain itu parasetamol tampak menghambat enzime tersebut hanya di lingkungan yang kadar peroksidanya rendah, yang sebagian dapat menjelaskan lemahnya aktifitas antiradang parasetamol karena pada tempat peradangan biasanya terjadi peningkatan konsentrasi peroksida yang dibentuk oleh leukosit (Gilman, 27). 2.5 Metabolisme Parasetamol Obat, zat kimia, dan toksik semuanya merupakan benda asing untuk tubuh kita. Tubuh kita berusaha menyingkirkan sendiri zat-zat kimia asing tersebut tanpa memperhatikan apakah bersifat terapeutik atau berbahaya. Kebanyakan obat-obatan harus melalui biotransformasi atau dimetabolisme, sebelum dapat diekskresikan (Olson, 23). Meskipun setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk memetabolisme obat-obat, hati adalah organ utama dari metabolism obat. Jantan (Columba livia), 29.

27 Jaringan-jaringan lain menunjukkan aktivitas yang besar juga termasuk saluran cerna, paru, kulit dan ginjal. Setelah pemberian obat secara oral, banyak obat diserap secara utuh dari usus kecil dan dibawa lebih dahulu melalui system porta ke hati, di mana obat-obat mengalami metabolisme. Proses ini dikenal dengan efek lintas-pertama. Obat-obat yang diberikan secara oral banyak dimetabolisme di dalam usus. Jadi, metabolisme intestinal mungkin menambah efek lintaspertama. Efek-efek lintas-pertama kemungkinan sangat membatasi bioavalabilitas obat-obat yang diberikan secara oral (Katzung., 22). Menurut Neal (25),ada dua tipe umum reaksi metabolisme obat; 1. Reaksi fase 1 Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi yang lebih polar melalui pemasukkan atau pembukaan suatu gugus fungsional. Metabolisme fase 1 meliputi reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis dan hidrasi, juga isomesrisasi dan reaksi-reaksi lain yang lebih jarang (Gibson dan Skett, 1991). Oksidasi merupakan reaksi yang paling umum dan reaksi ini dikatalisis suatu kelas enzim yang penting yang disebut oksidase dengan fungsi campuran (sitokromp-45). 2. Reaksi fase 2 Yang sangat menarik dalam antarhubungan dari berbagai rute metabolik adalah reaksi kompetisi dari substrat untuk enzim-enzim fase 2. Banyak bukti mengungkapkan bahwa reaksi-reaksi fase 1 menciptakan gugus fungsional reaksi pada molekul sehingga dapat diserang oleh enzim-enzim fase 2. Jadi reaksi fase 2 merupakan jalur detoksifikasi yang sebenarnya Jantan (Columba livia), 29.

28 dan memberikan produk-produk yang berarti terhadap curah dari produk tidak aktif yang diekkresikan dari suatu obat (Gibson dan Skett, 1991). Banyak produk-produk fase 1 tidak segera dieliminasi dan mengalami reaksi berikutnya dimana suatu substrat endogen seperti glucuronic acid, sulfuric acid, acetic acid, atau amino acid bergabung dengan gugus fungsional yang baru terjadi membentuk konjugat yang sangat polar. Reaksi-reaksi konjugasi atau reaksi-reaksi sintesis yang demikian adalah tanda-tanda metabolisme fase 2 (Katzung., 22). Enzim sitokrom P45 adalah kelompok besar protein hemetiolat yang terdistribusi luas di semua mahluk hidup. Ditingkat mikrosomal, elektron dipasok dari NADPH malalui sitokrom P45 ada membrane lipid retikulum endoplasma halus. Sitokrom P45 mempunyai tiga famili yang terdiri dari CYP1, CYP2 dan CYP3 dan yang paling berperan adalah CYP1A2, CYP2A6, CYP2B6, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E1, dan CYP3A4 dalam metabolisme obat (Uetrecht and Trager, 27). Dan parasetamol dimetabolisme oleh enzim CYP2E1 (Nadendla, 25). Sitokrom P45 mengkatalisis banyak reaksi, termasuk hidroksilasi cincin aromatik dan rantai samping; N-, O-, dan S-dealkilasi; N- Oksidasi; N-hidroksilasi; sulfoksidasi; deaminasi; dehalogenasi; dan sulfurasi. Sedangkan parasetamol tersebut merupakan reaksi N-Oksidasi (Gilman, 27). Suatu ciri menarik dari beberapa substrat-substrat obat tertentu untuk menginduksi sitokrom P45 dengan menaikkan laju sintesisnya atau mengurangi laju degradasinya. Induksi ini berakibat pada suatu akselerasi metabolisme dan Jantan (Columba livia), 29.

29 biasanya penurunan dalam kerja farmakologi obat-obat yang diberikan bersamaan (Katzung., 22). 2.6 Vitamin C Rumus bangun : Gambar 2.3 Vitamin C Sinonim : L-ascorbic acid Rumus molekul : C 16 H 8 O 6 Berat molekul : 176,1 Titik leleh : O C (Connors et al, 1986 ). Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat lau menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi (DitJen POM, 1995). Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene (DitJen POM, 1995). 1 g larut dalam 3 ml air, 5 ml Jantan (Columba livia), 29.

30 alkohol, 1 ml gliserol, dan 2 ml propien glikol (Connors et al, 1986 ). Vitamin C memiliki beberapa kerja farmakologis. Pemberian senyawa tersebut dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada kebutuhan fisiologis menimbulkan beberapa efek yang sangat jelas kecuali pada penderita skorbut yang gejala-gejalanya cepat berkurang (Gilman, 27). Pada defisiensi vitamin C menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar sitokrom P-45 (Gibson dan Skett, 1991). Kekurangan vitamin C menghasilkan pada pengurangan metabolisme dari beberapa agen yang bersifat farmakologis dan menurunkan aktivitas tingkat P-45 dan NADPH-sitokrom c reduktase (Wolff, 1994). Jantan (Columba livia), 29.

31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengambilan sampel, penetapan kadar parasetamol dalam tablet dan uji efek antipiretik terhadap burung merpati. Hasil uji efek antipiretik di analisis secara Anava (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan menggunakan program statistical and product service solution (SPSS). 3.1 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Boeco Germany), Spektrofotometer Ultra Violet ( UV mini 124 Shimadzu), neraca hewan (Presica Geniweigher, GW-15), termometer rektal digital (COX recorder), autoklaf, syringe 1 ml (York), syringe 3 ml (York), selang oral, kertas saring, mortir dan stamfer, alat penangas air, indikator universal dan stopwatch Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah Tablet Sanmol (PT Sanbe Farma), Tablet Parasetamol generik (PT Sanbe Farma), Parasetamol baku (Brataco chemika, PA), BPFI Parasetamol, karboksi metil selulosa (CMC, Brataco chemika PA), Vitamin C (Merck, PA), Natrium Hidroksida pellet (Merck, PA), Jantan (Columba livia), 29.

32 2,4-dinitrofenol (Merck, PA), akua proinjeksi (Ikapharmindo putramas) dan air suling (Lokal). 3.2 Hewan Percobaan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung merpati jantan (Columba livia) dewasa yang sehat dengan berat badan 2 3 gram sebanyak 48 ekor, dibagi dalam 8 kelompok dimana dalam setiap kelompok terdiri dari 6 ekor burung merpati. Pemilihan hewan dilakukan secara random. 3.3 Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah tablet parasetamol generik dan merek dagang dengan jumlah zat aktif parasetamol 5 mg per tablet. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dengan cara mengambil sampel dari salah satu apotek yang ada di jalan dr.mansyur, Medan. 3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi Pereaksi Natrium Hidroksida,1 N Larutkan 4 gram natrium hidroksida dalam air bebas karbon dioksida secukupnya hingga 1 ml ( DitJen POM., 1979) Air bebas Karbondioksida Air suling yang telah dididihkan selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara ( DitJen POM., 1995). Jantan (Columba livia), 29.

33 3.5 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum dan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol dalam Pelarut NaOH,1 N Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I) Ditimbang secara seksama 5, mg bahan baku Parasetamol lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 1 ml, kemudian ditambahkan 25 ml NaOH,1 N diencerkan dengan 5 ml air suling, dikocok selama 15 menit, kemudian ditambakan air suling hingga garis tanda (C = 5 mcg/ml) Pembuatan Larutan Induk Baku II (LIB II) Dari LIB I dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 ml dan dicukupkan dengan air suling sampai garis tanda (C = 1 mcg/ml) Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol Dari LIB II dipipet sebanyak 6, ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 1 ml ditambahkan 1 ml NaOH,1 N, kemudian dicukupkan dengan air suling sampai garis tanda (C = 6, mcg/ml). Serapan diukur pada panjang gelombang 2-4 nm dan sebagai blanko digunakan larutan NaOH,1 N Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol dalam medium NaOH,1 N Dari LIB II dipipet sebanyak 3, ml; 4,5ml; 6,ml; 7,5ml; 9,ml. Masingmasing dimasukkan ke dalam labu tentukur 1 ml lalu ditambahkan NaOH,1 N 1 ml lalu dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum terhadap pelarut yang sama dengan diatas sebagai blangko. Jantan (Columba livia), 29.

34 3.5.5 Penetapan Kadar Sediaan Tablet Parasetamol Generik Ditimbang seksama 2 tablet Parasetamol generik, lalu ditimbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 5 mg parasetamol, dimasukkan ke dalam labu tentukur 1 ml, ditambahkan 25 ml NaOH,1 N, diencerkan dengan 5 ml air suling, dikocok selama 15 menit lalu ditambahkan air suling secukupnya hingga 1 ml, dicampur dan disaring menggunakan kertas saring, filtrat yang pertama dibuang sampai kertas saring jenuh. Dipipet 1. ml filtrat lalu diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 5 ml. Dari larutan ini dipipet 6. ml, ditambahkan 1 ml NaOH,1 N encerkan dengan air suling secukupnya hingga 1, ml (C = 6. mcg/ml). Lalu diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum 257 nm Penetapan Kadar Sediaan Tablet Parasetamol Merek Dagang Ditimbang seksama 2 tablet Parasetamol merek dagang, lalu ditimbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 5 mg parasetamol, dimasukkan ke dalam labu tentukur 1 ml, ditambahkan 25 ml NaOH,1 N, diencerkan dengan 5 ml air suling, dikocok selama 15 menit lalu ditambahkan air suling secukupnya hingga 1 ml, dicampur dan disaring menggunakan kertas saring, filtrat yang pertama dibuang sampai kertas saring jenuh. Dipipet 1, ml filtrat lalu diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 5 ml. Dari larutan ini dipipet 6, ml, ditambahkan 1 ml NaOH,1 N encerkan dengan air suling secukupnya hingga 1, ml (C = 6, mcg/ml). Lalu diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum 257 nm. Jantan (Columba livia), 29.

35 3.6 Pembuatan Sediaan Bahan Uji Pembutan sediaan bahan uji meliputi pembuatan larutan 2,4-dinitrofenol,5%, Pembuatan suspensi CMC,5%, Pembuatan larutan vitamin C,5%. Pembuatan suspensi parasetamol merek dagang 1%, Pembuatan suspensi parasetamol generik 1%, Pembuatan suspesi parasetamol baku 1% Pembuatan Larutan 2,4-dinitrofenol,5% (b/v) Sebanyak 125 mg 2,4-dinitrofenol ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan larutan NaOH,1 N sedikit demi sedikit hingga larut sempurna, lalu ditambahkan akua proinjeksi sampai mendekati garis tanda, ph dicek sekitar 6, lalu dicukupkan dengan akua proinjeksi sampai garis tanda, dikocok hingga homogen. Kemudian disaring, beberapa tetes pertama dibuang dan tetesan selanjutnya ditampung, lalu dimasukkan ke dalam wadah dan disterilkan Pembuatan Suspensi CMC,5% (b/v) Sebanyak,5 g CMC ditimbang kemudian ditaburkan dalam lumpang panas berisi air suling panas sebanyak 1/3 dari bagain air. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, setelah dikembangkan digerus diencerkan dengan sedikit air suling. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 1 ml. Volumenya dicukupkan dengan air suling hingga 1 ml Pembuatan larutan Vitamin C,5% (b/v) Sebanyak,5 g vitamin C ditimbang kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 1 ml dan dilarutkan dengan air sampai garis tanda. Jantan (Columba livia), 29.

36 3.6.4 Pembuatan Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Merek Dagang 1% (b/v) Timbang seksama setara dengan 2,5 g parasetamol zat aktif lalu digerus dalam lumpang, ditambahkan suspensi CMC sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan diencerkan dengan sedikit air suling. Kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml. Volumenya dicukupkan dengan suspensi CMC hingga 25 ml Pembuatan Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Generik 1% (b/v) Timbang seksama setara dengan 2,5 g parasetamol zat aktif lalu digerus dalam lumpang, ditambahkan suspensi CMC sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan diencerkan dengan sedikit air suling. Kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml. Volumenya dicukupkan dengan suspensi CMC hingga 25 ml Pembuatan Suspensi Parasetamol Baku 1% (b/v) Sebanyak 2,5 g parasetamol ditimbang lalu digerus dalam lumpang, ditambahkan suspensi CMC sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen dan diencerkan dengan sedikit air suling. Kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml. Volumenya dicukupkan dengan suspensi CMC hingga 25 ml. 3.7 Pengujian Farmakologi Penentuan Dosis Optimum 2,4-dinitrofenol Merpati ditimbang beratnya, diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular Jantan (Columba livia), 29.

37 pada bagian dada dengan variasi dosis 6, 7 dan 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke- 12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 5 halaman Pemberian Suspensi CMC sebagai kontrol Merpati ditimbang beratnya, diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi CMC secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 5 halaman Pemberian Larutan Vitamin C dosis 5 mg/kg BB Merpati ditimbang beratnya, kemudian diberikan larutan vitamin C dosis 5 mg/kg BB secara oral selama tujuh hari berturut-turut, setelah pemberian vitamin C hari keenam merpati dipuasakan selama 18 jam. Setelah pemberian vitamin C hari ketujuh, empat jam kemudian diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan larutan vitamin C dosis 5 mg/kg BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan Jantan (Columba livia), 29.

38 sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman Pemberian Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Merek Dagang Dosis 3 mg/kg BB Merpati ditimbang beratnya, diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi serbuk tablet parasetamol merek dagang dosis 3 mg/kg BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman Pemberian Suspensi Serbuk Tablet Parasetamol Generik Dosis 3 mg/kg BB Merpati ditimbang beratnya, diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi serbuk tablet parasetamol generik dosis 3 mg/kg BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 59. Jantan (Columba livia), 29.

39 3.7.6 Pemberian Suspensi Parasetamol Baku Dosis 3 mg/kg BB Sebagai Pembanding Merpati ditimbang beratnya, diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi parasetamol baku dosis 3 mg/kg BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman Pengujian Pengaruh Penggunaan Vitamin C dosis 5 mg/kg BB pada Parasetamol Merek Dagang dosis 3 mg/kg BB Merpati ditimbang beratnya, kemudian diberikan larutan vitamin C dosis 5 mg/kg BB secara oral selama tujuh hari berturut-turut, setelah pemberian vitamin C pada hari keenam merpati dipuasakan selama 18 jam. Setelah pemberian vitamin C hari ketujuh, empat jam kemudian diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi serbuk tablet parasetamol merek dagang dosis 3 mg/kg BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 59. Jantan (Columba livia), 29.

40 3.7.8 Pengujian Pengaruh Penggunaan Vitamin C dosis 5 mg/kg BB pada Parasetamol Generik dosis 3 mg/kg BB Merpati ditimbang beratnya, kemudian diberikan larutan vitamin C dosis 5 mg/kg BB secara oral selama tujuh hari, setelah pemberian vitamin C pada hari keenam merpati dipuasakan selama 18 jam. Setelah pemberian vitamin C hari ketujuh, empat jam kemudian diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi serbuk tablet parasetamol generik dosis 3 mg/kg BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke- 12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman Pengujian Pengaruh Penggunaan Vitamin C dosis 5 mg/kg BB pada Parasetamol Baku dosis 3 mg/kg BB Merpati ditimbang beratnya, kemudian diberikan larutan vitamin C dosis 5 mg/kg BB secara oral selama tujuh hari, setelah pemberian vitamin C pada hari keenam merpati dipuasakan selama 18 jam. Setelah pemberian vitamin C hari ketujuh, empat jam kemudian diukur suhu tubuhnya dengan cara mengukur suhu rektalnya dengan selang waktu 1 menit sebanyak tiga kali dan dihitung suhu rata-ratanya. Kemudian disuntikkan 2,4-dinitrofenol secara intramuskular pada bagaian dada dengan dosis 8 mg/kg BB. Suhu rektal diukur dengan selang waktu 1 menit. Pada menit ke-2 diberikan suspensi parasetamol baku dosis 3 mg/kg Jantan (Columba livia), 29.

41 BB secara oral. Pengukuran suhu dilanjutkan sampai menit ke-12. Setiap percobaan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil percobaan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman Analisis Data Untuk membandingkan penurunan suhu tubuh dari pemberian suspensi CMC, vitamin C dosis 5 mg/kg BB, serbuk tablet parasetamol merek dagang dosis 3 mg/kg BB, serbuk tablet parasetamol generik dosis 3 mg/kg BB, parasetamol baku dosis 3 mg/kg BB, penambahan vitamin C dosis 5 mg/kg BB pada parasetamol merek dagang dosis 3 mg/kg BB, parasetamol generik dosis 3 mg/kg BB dan parasetamol baku dosis 3 mg/kg BB dianalisis secara statistik menggunakan Anava (analisis variasi) dengan taraf kepercayaan 95%. Uji lanjutan yang digunakan untuk melihat perbedaan yang nyata antar perlakuan adalah uji rata-rata Duncan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical Product Service Solution) versi 17. Jantan (Columba livia), 29.

42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan adalam tablet parasetamol merek dagang dan generik, diambil secara purposif dengan cara mengambil dari salah satu apotik yang ada dijalan dr. Mansyur, Medan. Tablet yang diambil adalah tablet Sanmol ( PT. Sanbe Farma) dan tablet Parasetamol generik (PT. Sanbe Farma). 4.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Parasetamol BPFI Spektrum ultraviolet parasetamol dalam suasana basa pada panjang gelombang 257 nm ( 1 A a) dan dalam dalam suasana asam pada panjang gelombang 245 nm ( 1 A1 668 a) (Moffat., 1986). Oleh karena itu parasetamol secara in vitro dapat ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri ultraviolet. Hasil pengukuran secara spektrofotometri ultra violet dengan menggunakan pelarut NaOH,1 N diperoleh serapan maksimum parasetamol BPFI pada panjang gelombang 257 nm dengan serapan,446. Panjang gelombang ini sama dengan panjang gelombang yang terdapat dalam literatur yaitu menurut Moffat, A.C (1986). Jantan (Columba livia), 29.

43 Gambar 4.1 Kurva Serapan Maksimum Parasetamol BPFI dengan konsentrasi 6 mcg/ml dalam NaOH,1 N. Tabel 4.1 Hasil Penentuan Serapan Maksimum Parasetamol BPFI dengan Konsentrasi 6 mcg/ml dalam NaOH,1 N 4.3 Hasil Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol BPFI dalam NaOH,1 N Jantan (Columba livia), 29.

44 Pada penentuan kurva kalibrasi, larutan Parasetamol BPFI dibuat dengan konsentrasi berturut-turut : 3, mcg/ml; 4,5 mcg/ml; 6, mcg/ml; 7,5 mcg/ml; 9, mcg/ml pada panjang gelombang maksimum 257 nm diperoleh hubungan yang linier antara serapan dengan konsentrasi dimana koefisien korelasi =,9998 dan persamaan regresi Y =,71971 X +,3145. (Data perhitungan pada Lampiran 1 halaman 5 ). Koefisien korelasi yang didapat masih memenuhi kriteria penerimaan yaitu r,995. Table 4.2 Kalibrasi Parasetamol BPFI dalam pelarut NaOH,1 N secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 257 nm. Jantan (Columba livia), 29.

45 Gambar 4.2 Kurva kalibrasi Parasetamol BPFI dalam pelarut NaOH,1 N secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 257 nm. 4.4 Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sampel Kadar parasetamol dalam sediaan tablet parasetamol generik (PT. Sanbe Farma) rata-rata 94,91% dan tablet parasetamol merek dagang PT. Sanbe Farma (Sanmol) rata-rata 94,78%. (Data pengujian dan perhitungan pada Lampiran 2 halaman 52). Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (DitJen POM., 1995), tablet parasetamol mengandung parasetamol, C 8 H 9 NO 2, tidak kurang dari 9,% dan tidak lebih dari 11,% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dari hasil penetapan kadar pada lampiran 2 halaman 52. Dapat dilihat bahwa kadar tablet parasetamol generik dan tablet parasetamol merek dagang memenuhi persyaratan kadar berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV Jantan (Columba livia), 29.

46 4.5 Penetapan Dosis Penginduksi Demam 2,4-dinitrofenol Pengujian penginduksi demam dengan menggunakan larutan 2.4- dinitrofenol yang disuntikkan secara intramuskular pada daerah otot dada dengan variasi dosis 6 mg/kg BB, 7 mg/kg BB dan 8 mg/kg BB. Perubahan suhu tubuh rata-rata merpati setelah pemberian 2,4-dinitrofenol dapat dilihat tabel 4.3 dan gambar 4.3. Tablet 4.3 Perubahan Suhu Tubuh Rata-rata Merpati pada Pemberian Variasi Dosis 2,4-dinitrofenol selama 12 menit. Waktu (menit) Suhu tubuh rata-rata merpati ( C ± SD) setelah pemberian larutan 2,4-DNF,5% 2,4-DNF 6 mg/kg BB 2,4-DNF 7 mg/kg BB 2,4-DNF 8 mg/kg BB ,38 ±,22 4,67 ±,5 41,15 ±,56 41,9 ±,6 42,2 ±,59 41,88 ±,82 41,7 ±,83 41,43 ±, ±,38 41,3 ±,31 41,2 ±,35 41,12 ±,27 4,92 ±,33 4,62 ±.7 41,47 ±.26 42,53 ±.62 43, ±.56 42,87 ±.72 42,67 ±.74 42,6 ±.73 42,62 ± ,35 ± ,87 ±.74 41,7 ±.89 41,47 ±.84 41,15 ±.59 4,9 ±,73 42,33 ±,57 42,98 ±,32 43,15 ±,8 43,2 ±,9 43,2 ±,11 43,3 ±,8 42,87 ±,15 42,77 ±,21 42,65 ±,36 42,55 ±,32 42,35 ±,46 42,2 ±,55 Jantan (Columba livia), 29.

47 Tabel 4.4 Perubahan suhu tubuh rata-rata merpati( O C ± SD) setelah penyuntikan larutan 2,4-dinitrofenol dan pemberian bahan uji selama 12 menit. Waktu (menit) Suhu tubuh rata-rata merpati ( O C ± SD) setelah pemberian bahan uji Tampa pemberian Vitamin C dosis 5 mg/kg BB selama tujuh hari berturut-turut Suspensi CMC 4,8 ±,14 42, ±,33 42,58 ±,24 42,75 ±,16 42,97 ±,14 43,7 ±,1 42,92 ±,16 42,58 ±,17 42,27 ±,1 42,23 ±,1 42,2 ±,9 41,85 ±,1 41,75 ±,1 Suspensi Parasetamol Baku 4,63 ±,16 41,25 ±,49 42,8 ±,49 42,23 ±,61 41,63 ±,33 41,47 ±,26 41,32 ±,32 41,15 ±,32 4,98 ±,21 4,9 ±,17 4,78 ±,19 4,72 ±,2 4,67 ±,22 Suspensi Parasetamol Generik 41,3 ±,15 41,68 ±,18 42,3 ±,18 42,37 ±,22 41,8 ±,26 41,58 ±,31 41,52 ±,32 41,27 ±,14 41,23 ±,12 41,1 ±,13 41,8 ±,15 41,5 ±,18 41,2 ±,15 Suspensi Parasetamol Merek Dagang 4,87 ±,18 41,63 ±,28 42,23 ±,62 42,3 ±,61 41,73 ±,7 41,5 ±,54 41,28 ±,48 41,12 ±,29 41,7 ±,24 4,97 ±,16 4,9 ±,16 4,87 ±,14 4,88 ±,15 Pemberian Vitamin C dosis 5 mg/kg BB selama tujuh hari berturut-turut Larutan Vitamin C 4,7 ±,29 41,7 ±,52 42,68 ±,78 42,7 ±,73 42,77 ±,72 42,3 ±,69 41,9 ±,69 41,82 ±,69 41,5 ±,71 41,38 ±,74 41,35 ±,73 41,22 ±,6 41,17 ±,74 Suspensi Parasetamol Baku 4,65 ±,25 41,55 ±,36 42,72 ±,23 42,73 ±,31 42,32 ±,42 42,18 ±,4 41,92 ±,62 41,88 ±,39 41,62 ±,33 41,55 ±,46 41,57 ±,68 41,5 ±,73 41,38 ±,61 Suspensi Parasetamol Generik 4,67 ±,22 42,1 ±,58 43,5 ±,37 43,12 ±,28 42,58 ±,32 42,5 ±,34 42,28 ±,47 42,15 ±,49 42,7 ±,47 41,9 ±,62 41,77 ±,64 41,7 ±,64 41,55 ±,56 Suspensi Parasetamol Merek Dagang 4,6 ±,3 42,2 ±,72 42,83 ±,54 42,97 ±,52 42,62 ±,38 42,53 ±,41 42,28 ±,51 42,5 ±,47 41,85 ±,38 41,77 ±,43 41,72 ±,95 41,6 ±,52 41,33 ±,41 Jantan (Columba livia), 29.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suhu jaringan dalam tubuh (core temperature, suhu inti) tetap konstan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suhu jaringan dalam tubuh (core temperature, suhu inti) tetap konstan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Suhu Suhu jaringan dalam tubuh (core temperature, suhu inti) tetap konstan dalam kisaran 1 o F ( 0,6 o C) meskipun suhu lingkungan berfluktuasi tajam. Suhu tubuh

Lebih terperinci

PENGARUH MINUMAN IONIK TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia)

PENGARUH MINUMAN IONIK TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) PENGARUH MINUMAN IONIK TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK PARASETAMOL PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI OLEH: FEBRI ISKANDAR SAMOSIR NIM 071501056 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: PIANTA GINTING NIM

SKRIPSI OLEH: PIANTA GINTING NIM UJI PELEPASAN TEOFILIN DARI MEMBRAN NATA DE COCO YANG DIPANEN DENGAN WAKTU YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PENYAMPAIAN OBAT SECARA TERAPUNG SKRIPSI OLEH: PIANTA GINTING NIM 050814029 PROGRAM EKSTENSI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

PENGUJIAN MUTU SEDIAAN TABLET PARASETAMOL GENERIK TAK BERLOGO DIBANDINGKAN DENGAN GENERIK BERLOGO DAN MEREK DAGANG SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

PENGUJIAN MUTU SEDIAAN TABLET PARASETAMOL GENERIK TAK BERLOGO DIBANDINGKAN DENGAN GENERIK BERLOGO DAN MEREK DAGANG SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: PENGUJIAN MUTU SEDIAAN TABLET PARASETAMOL GENERIK TAK BERLOGO DIBANDINGKAN DENGAN GENERIK BERLOGO DAN MEREK DAGANG SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: MALA PEBRIANI 040804018 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) PENENTUAN PROFIL FARMAKOKINETIKA DEKSAMETASON PADA KELINCI (Oryctolagus cuniculus) SKRIPSI OLEH: MIRNAWATY NIM 091524071 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK DARI ASETOSAL BAKU, ASETOSAL GENERIK DAN MEREK DAGANG PADA MERPATI JANTAN (Columba livia)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK DARI ASETOSAL BAKU, ASETOSAL GENERIK DAN MEREK DAGANG PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK DARI ASETOSAL BAKU, ASETOSAL GENERIK DAN MEREK DAGANG PADA MERPATI JANTAN (Columba livia) SKRIPSI Oleh: DIAN WIDARIZA NIM 040804016 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untuk di gunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan eksperimental sederhana (posttest only control group design)

Lebih terperinci

PROFIL PELEPASAN METRONIDAZOL DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN

PROFIL PELEPASAN METRONIDAZOL DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN PROFIL PELEPASAN METRONIDAZOL DARI MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental yaitu dengan mengamati kemungkinan diantara variabel dengan melakukan pengamatan terhadap kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson (modifikasi), spektrofotometer UV-visibel (Shimadzu), neraca analitik (Metler Toledo),

Lebih terperinci

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin

Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Penentuan Parameter Farmakokinetika Salisilat dengan Data Urin Tujuan Umum Menentukan parameter farmakokinetikasuatu obat dengan menggunakan data Turin Tujuan Khusus - Mahasiswa mampu menerapkan cara mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH SECARA SIMULTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH: FELICIA CHRISTINE NIM 101501027 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan 43 Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan Furosemida Sifat Fisikokimia Serbuk hablur berwarna putih s/d kekuningan dan tidak berbau Praktis tidak larut dalam air pka 3,9 Log P 0,74 Kelarutan 0,01 (mg/ml)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN. Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN. Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Abstrak Penyimpanan obat pada kondisi suhu udara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet

Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet Gambar 1.TabletPritacort Lampiran 2. Komposisi Tablet Pritacort Daftar spesifikasi sampel Nama sampel : Pritacort No. Reg : DKL9730904510A1 Tanggal Kadaluarsa : Mei 2017

Lebih terperinci

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida,

BAHAN DAN CARA KERJA Serbuk teofilina anhidrida, BAB I I BAHAN DAN CARA KERJA 1. BAHAN DAN ALAT. 1.1. Bahan. 1.1.1. Serbuk teofilina anhidrida, Sebagai baku digunakan serbuk teofilina anhidrida murni yang didapat dari P.T. Pharos Indonesia (dari Byk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN UJI DAYA HAMBAT TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN UJI DAYA HAMBAT TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi SKRIPSI PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN UJI DAYA HAMBAT TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi SKRIPSI OLEH : INDRA NIM : 050804016 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI OLEH: RISTINA HASIBUAN NIM 121524085 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan konsentrasi ammonium dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI

PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH: FAULA HASTIA NIM 071524024 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL MAJAKANI (Quercus infectoria G. Olivier) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI KARAGENAN

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL MAJAKANI (Quercus infectoria G. Olivier) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI KARAGENAN UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL MAJAKANI (Quercus infectoria G. Olivier) TERHADAP TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI KARAGENAN SKRIPSI OLEH: KHAIRUNNISA RAMBE NIM 091501008 PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Piridoksin 2.1.1 Uraian Umum Piridoksin Rumus bangun : CH 2 OH OH CH 2 OH CH 3 N. HCl Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak kurang dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI Metodologi yang dilakukan pada kaplet Omefulvin produksi PT.MUTIFA Medan adalah uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung dengan kecepatan rotasi 100 rpm dan waktu

Lebih terperinci

EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL

EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL Edy Suwarso 1, dan Dewi Nur Anggraeni 2 1) Departemen Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan 2) Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Sinonim : Paracetamolum Asetaminofen. Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida. Rumus molekul : C 8 H 9 NO 2 Rumus bangun :

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA pka DERIVAT ASAM ARIL ASETAT (Diklofenak, Ibuprofen dan Ketoprofen) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV SKRIPSI

PENETAPAN HARGA pka DERIVAT ASAM ARIL ASETAT (Diklofenak, Ibuprofen dan Ketoprofen) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV SKRIPSI PENETAPAN HARGA pka DERIVAT ASAM ARIL ASETAT (Diklofenak, Ibuprofen dan Ketoprofen) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV SKRIPSI Oleh: HELVI DELIANA NIM: 060824052 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Valeton & Zijp.) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS PADA MENCIT JANTAN SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Valeton & Zijp.) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS PADA MENCIT JANTAN SKRIPSI PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma heyneana Valeton & Zijp.) TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS PADA MENCIT JANTAN SKRIPSI OLEH: RIAN BUDI PRASETYA NIM 060804023 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KALSIUM, MAGNESIUM, DAN TIMBAL PADA AIR MINERAL DALAM KEMASAN DAN AIR MINUM ISI ULANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS KALSIUM, MAGNESIUM, DAN TIMBAL PADA AIR MINERAL DALAM KEMASAN DAN AIR MINUM ISI ULANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS KALSIUM, MAGNESIUM, DAN TIMBAL PADA AIR MINERAL DALAM KEMASAN DAN AIR MINUM ISI ULANG SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi salah satu syaruniversitas Sumatera

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET TUGAS AKHIR OLEH: RAHAYU NIM

PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET TUGAS AKHIR OLEH: RAHAYU NIM PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU PARASETAMOL SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET TUGAS AKHIR OLEH: RAHAYU NIM 092410028 PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental laboratorium dalam menguji aktivitas analgetik pada mencit putih jantan. B. Tempat

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL BUNGA PEPAYA JANTAN (Carica papaya L.) PADA MENCIT JANTAN SKRIPSI OLEH: FADLY AR RAZI NIM 091501077 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA ASAM 4-METOKSIBENZOIL SALISILAT RUTH SETIAWATI CHRISTANTO FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA ASAM 4-METOKSIBENZOIL SALISILAT RUTH SETIAWATI CHRISTANTO FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI SENYAWA ASAM 4-METOKSIBENZOIL SALISILAT RUTH SETIAWATI CHRISTANTO 2443006036 FAKULTAS FARMASI UNIKA WIDYA MANDALA SURABAYA 2010 ABSTRAK UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI ASAM 4-METOKSIBENZOIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT DAN KAFEIN PADA MINUMAN ENERGI SECARA SIMULTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH: FLORENCIA NIM 101501020 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS SERTA PENETAPAN KADAR TABLET FUROSEMIDA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS ABSTRAK

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS SERTA PENETAPAN KADAR TABLET FUROSEMIDA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS ABSTRAK PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS SERTA PENETAPAN KADAR TABLET FUROSEMIDA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS Rekanita Waney 1), Gayatricitraningtyas 1), Jemmy Abidjulu 2) 1) Program Studi Farmasi FMIPA

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Medan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH TWEEN 80 DAN MINYAK INTI SAWIT TERHADAP PENETRASI ASAM ASKORBAT MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO

STUDI PENGARUH TWEEN 80 DAN MINYAK INTI SAWIT TERHADAP PENETRASI ASAM ASKORBAT MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO STUDI PENGARUH TWEEN 80 DAN MINYAK INTI SAWIT TERHADAP PENETRASI ASAM ASKORBAT MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: AGUS DERMAWAN NIM 091501043 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UJI SENSITIVITAS PEREAKSI PENDETEKSI KUNING METANIL DI DALAM SIRUP SECARA SPEKTROFOTOMETRI CAHAYA TAMPAK Oleh: Novi Yantih

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MUTU TABLET KUNYAH ANTASIDA YANG MENGANDUNG FAMOTIDIN YANG BEREDAR DI APOTEK KOTA MEDAN SKRIPSI

PEMERIKSAAN MUTU TABLET KUNYAH ANTASIDA YANG MENGANDUNG FAMOTIDIN YANG BEREDAR DI APOTEK KOTA MEDAN SKRIPSI PEMERIKSAAN MUTU TABLET KUNYAH ANTASIDA YANG MENGANDUNG FAMOTIDIN YANG BEREDAR DI APOTEK KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: FEBRIN BELINA MALAU NIM 111524089 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 23 BAB 3 BAHAN dan METODE 3.1 ALAT Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT 2. Detektor PDA 3. Neraca analitik 4. PH meter 5. Erlenmeyer 250 ml 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml 7. Spatula

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS OLEH NAMA : RAHMAD SUTRISNA STAMBUK : F1F1 11 048 KELAS : FARMASI A JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Valerius Cordus (1515-1544) Dispensatorium Cikal bakal Farmakope KETENTUAN UMUM Buku resmi yang ditetapkan secara hukum Isi : - Standardisasi obat-obat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DAN PREDNISOLON DALAM SEDIAAN KRIM SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN METODE ZERO CROSSING SKRIPSI OLEH: DELYUVIN NASUTION NIM 131524106 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT SKRIPSI OLEH: SITI ANIROH NIM 121524159 PROGRAM EKSTENSI

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK DAGANG PADA HEWAN KELINCI SECARA KCKT

UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK DAGANG PADA HEWAN KELINCI SECARA KCKT UJI BIOEKIVALENSI TABLET METOKLOPRAMID BAHAN TAMBAHAN SARI TAPE DIBANDINGKAN DENGAN TABLET METOKLOPRAMID MEREK DAGANG PADA HEWAN KELINCI SECARA KCKT SKRIPSI OLEH: DESY SUSANTI NIM 081501007 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM, DAN MAGNESIUM PADA BEBERAPA JENIS AIR MINUM ISI ULANG DI KOTA MEDAN

ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM, DAN MAGNESIUM PADA BEBERAPA JENIS AIR MINUM ISI ULANG DI KOTA MEDAN ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM, DAN MAGNESIUM PADA BEBERAPA JENIS AIR MINUM ISI ULANG DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi salah satu syaruniversitas Sumatera OLEH: JULI HANDAYANI PASARIBU

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 PENETAPAN KADAR FENILBUTAZON DAN PROPIFENAZON DALAM TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fa rmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci