ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten. Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten. Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat)"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI DWI ASTUTI MUSTIKASARI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN DWI ASTUTI MUSTIKASARI. Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI) Peternakan sebagai subsektor pertanian merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang cukup potensial dalam upaya pembangunan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (2008), sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 29,01 persen terhadap perekonomian nasional dan 10,72 persen diantaranya berasal dari produk domestik bruto peternakan. Usaha peternakan di Indonesia selain berkontribusi dalam mendukung kebutuhan akan protein hewani juga turut berperan dalam meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja, maupun menopang sektor industri. Salah satu produk peternakan yang terus mengalami peningkatan permintaan adalah susu, yang ditandai dengan peningkatan konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada tahun Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2007), permintaan susu penduduk Indonesia dipenuhi oleh produksi susu dalam negeri sebesar kurang lebih 30 persen dan sisanya impor. Posisi tawar para peternak susu lokal terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS) saat ini semakin lemah, terutama setelah dikeluarkan peraturan mengenai penghapusan tarif impor susu oleh Departemen Keuangan berdasarkan Permenkeu No.145/PMK.011/2008 yang dilanjutkan dengan Permenkeu No.19/PMK.011/2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Produk-Produk Tertentu, yaitu bea masuk produk bahan baku susu dari lima persen menjadi nol persen. Hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dalam usahaternak sapi perah dimana pasar produk susu segar di Indonesia memiliki struktur pasar oligopsoni dengan IPS sebagai konsumen utama. Bahkan sejak 11 Desember 2008, IPS menuntut penurunan harga beli susu di tingkat peternak dan koperasi akibat harga bahan baku susu impor turun. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk menilai usahaternak sapi perah. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kelayakan finansial usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, (2) Menganalisis sensitivitas usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug. Lokasi penelitian dipilih secara purposive. Pengambilan data di lapang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli Data diambil dari peternak sapi perah sebagai responden. Pengambilan responden berdasarkan stratified random sampling, sehingga peternak yang berada dalam satu kelompok skala bersifat homogen dalam hal skala usaha dan sistem usahaternak. Kemudian responden dipilih secara acak (simple random sampling) dengan tolak ukur utama pemilihan berupa skala usaha, berdasarkan kepemilikan jumlah sapi laktasi. Jumlah total yang menjadi responden adalah 30 orang peternak sapi perah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

3 pengisisan kuesioner, wawancara dengan peternak maupun dengan instansi terkait, observasi langsung di lapang, studi literatur dan browsing internet. Data kualitatif diolah dan disajikan secara deskriptif sedangkan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel Analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran usaha dari tiap-tiap aspek dalam studi kelayakan finansial sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C), Payback Period, dan analisis sensitivitas. Variabel untuk analisis sensitivitas adalah kenaikan harga pakan dan penurunan harga susu. Hasi analisis Skenario I, pada Kelompok I sebesar 72,73 persen usahaternak responden layak untuk diusahakan dan sebesar 27,27 persen tidak layak untuk diusahakan. Pada Kelompok II sebesar 55,56 persen usahaternak responden layak untuk diusahakan dan sebesar 44,44 persen tidak layak untuk diusahakan, sedangkan pada Kelompok III sebesar 80 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 20 persen tidak layak untuk diusahakan. Hasi analisis Skenario II, pada Kelompok I sebesar 72,73 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 27,27 persen tidak layak untuk diusahakan, pada Kelompok II sebesar 44,44 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 55,56 persen tidak layak untuk diusahakan, sedangkan pada Kelompok III sebesar 70 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 30 persen tidak layak untuk diusahakan. Secara finansial usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug layak untuk diusahakan, karena sebesar 70 persen responden pada Skenario I dan 63,33 persen responden pada skenario II secara analisis finansial layak untuk diusahakan. Tingkat kenaikan harga pakan sebesar 4,65 persen untuk usahaternak sapi perah pada beberapa responden masih memberikan keuntungan atau dengan kata lain tetap layak untuk diusahakan. Sedangkan pada beberapa responden kenaikan harga pakan tersebut menyebabkan usahaternak semakin mengalami kerugian atau menjadi semakin tidak layak karena tanpa adanya kenaikan harga pakan, usahaternak pada beberapa responden sudah tidak layak. Pada analisis switching value terhadap perubahan kenaikan harga pakan, kenaikan sebesar 0,20 persen sampai 187,53 persen pada Skenario I dan kenaikan sebesar 1,62 persen sampai 167,38 persen pada Skenario II untuk harga pakan mengakibatkan usaha pada peternak tertentu menjadi tidak layak. Switching value untuk perubahan penurunan harga jual susu, penurunan sebesar 0,20 persen sampai 66,29 persen pada Skenario I dan penurunan sebesar 0,82 persen sampai 57,89 persen pada Skenario II untuk harga susu mengakibatkan usaha pada peternak tertentu di TPK Cibedug menjadi tidak layak untuk diusahakan.

4 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat) DWI ASTUTI MUSTIKASARI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat) : Dwi Astuti Mustikasari : H Disetujui, Pembimbing Ir. Narni Farmayanti, MSc NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai skripsi atau karya ilmiah pada suatu perguruan tinggi atau lembaga manapun untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2010 Dwi Astuti Mustikasari H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 15 April Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Pudji Sukaryo dan Ibu Musriah. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi Sawangan pada tahun 1993 yang selanjutnya melanjutkan pada sekolah dasar di SDN Sawangan 1, dimana pada tahun 1997 bergabung dengan SDN Sawangan 2 lalu berubah nama menjadi SDN Sawangan, dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama di SLTPN 1 Kebasen dan lulus pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMUN 2 Purwokerto dan lulus pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun Tahun pertama di IPB, penulis masuk ke Tingkat Persiapan Bersama (TPB) karena adanya program mayor-minor yang mulai diterapkan di IPB dimana pada tahun pertama mahasiswa belum mendapatkan jurusan. Pada tahun kedua di IPB, yaitu tahun 2006, penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, untuk mayor dan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, untuk minor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kegiatan organisasi. Penulis menjadi anggota teater Masyarakat Rumput (MR) Fakultas Kehutanan tahun , menjabat sebagai Bendahara Unit Kegiatan Mahasiswa Chess Unity of Agriculture (UKM CUA) periode tahun dan anggota HIPMA (Himpunan Mahasiswa Peminat Agribisnis). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan, seperti Young Entrepreneurs Seminar 2007 (YES 07), Charity and Responsibility for Environment (CARE), Masa Perkenalan Departemen Agribisnis, dan Futsal Nasional 2007 (Futnas).

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah peternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2010 Dwi Astuti Mustikasari

9 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan barbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, nasehat, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Rr. Heny Kuswanti Suwarsinah, M.Ec selaku dosen penguji utama pada ujian skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Etriya, SP.MM selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Agribisnis pada ujian skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis atas ilmu, bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 5. Ibuku, Musriah, untuk cinta, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, dukungan, semangat serta doa yang tidak pernah putus. 6. Ayahku, Pudji Sukaryo, untuk cinta, kasih sayang, doa, pengorbanan, dukungan, semangat serta nasehat-nasehat tentang pembelajaran hidup yang sangat berarti. 7. Kakakku, Dewi Aristina, atas segala cinta, kasih sayang, doa, pengorbanan, dukungan, semangat serta kesabaran sebagai seorang kakak. 8. Indry Nilam Cahya sebagai pembahas seminar atas masukan dan saran yang telah diberikan. 9. Keluarga besar Samsidi dan R. Pudjimun Kartosuwito atas segala dukungan dan doa yang diberikan. 10. Peternak di TPK Cibedug atas kesediaan menjadi responden penelitian penulis, untuk waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 11. Pengurus dan karyawan KPSBU atas semua bantuan dan informasi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

10 12. Kak Yayan, Kak Toto, Pak Iman, Kak Dikdik, Pak Yayan, dan semua tim penyuluh KPSBU atas bantuan selama turun lapang dan informasi yang diberikan. 13. Ki Nenda, Enin, Emak, Teh Neni, Aa Edi, Kak Twety, Omen, De Ferdi dan Neng Ayu atas kebersamaan, keceriaan, perhatian, kasih sayang, doa, nasehat dan semangat yang diberikan. 14. Mufti, Hemi, Prima, Nani, Fitri, Uput, Rano,dan Yudi semoga persahabatan ini akan bertahan sampai kapanpun. Kalian seperti saudara bagiku. 15. CCC Family. Tbk : Bebeh, Upet, Abel, Jemie, Momon, Daeng, Jupe, Doyong, Abah, dan Mami KD atas persaudaraan dan persahabatan yang indah, semoga akan terus terjalin sampai kapanpun. Aku sayang kalian semua. 16. Personel Wisma IKHLAS, Sarah, Anggi, Mutia Tata, dan Dede s family untuk kebersamaan selama menetap di Bogor. 17. Sashow, Gie, Cici, Putri, Bebe, Mutia, Mba Endah, Mas Gentong, Jawe, dan Feni atas pinjaman fasilitas selama penulis menyusun skripsi ini. Terimakasih, kalian sangat menolong. 18. Betwoven dan Ageberz 42, yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas keceriaan, kenarsisan, kebersamaan, perhatian, pengalaman, dukungan, doa, dan semangat yang diberikan. Bersyukur diberi kesempatan mengenal kalian semua, semoga pertemanan, persahabatan, dan persaudaraan ini tetap terjalin sampai kapanpun. 19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Januari 2010 Dwi Astuti Mustikasari

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup... 8 II TINJAUAN PUSTAKA Usahaternak Sapi Perah Kepemilikan Sapi Laktasi Budidaya Sapi Perah Penyiapan Sarana dan Peralatan Pembibitan Pakan Tenaga Kerja Pengendalian Penyakit Penanganan Limbah Produksi Susu Pemerahan Penelitian Terdahulu III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Biaya dan Manfaat Analisis Kelayakan Finansial Analisis Sensitivitas Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengambilan Responden Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Definisi Operasional Asumsi Dasar V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografi Keadaan Demografi xiii xv

12 5.3 Populasi Ternak Sapi Perah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Usahaternak Sapi Perah di TPK Cibedug Karakteristik Responden Gambaran Usahaternak Sapi Perah Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah Analisis Kelayakan Finansial Arus Penerimaan Arus Pengeluaran Penilaian Kriteria Kelayakan Finansial Analisis Sensitivitas VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 82

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Sapi, Produksi, dan Konsumsi Susu di Indonesia Tahun Komposisi Zat Gizi dalam Susu Produksi Susu Bangsa-Bangsa Sapi Perah Jenis dan Sumber Data Jumlah Rukun Warga (RW) dan Jumlah Penduduk Desa Cikole Menurut Lokasi Tempat Tinggal Tahun Sebaran Jumlah Penduduk Desa Cikole berdasarkan Umur Tahun Sebaran Jumlah Penduduk Desa Cikole berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Sebaran Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Tahun Komposisi Populasi Sapi Perah di TPK Cibedug Tahun Pengelompokan Responden berdasarkan Satuan Ternak (ST) Karakteristik Responden di TPK Cibedug Tahun Kepemilikan Sapi Perah Responden Harga Ternak di TPK Cibedug Tahun Produksi Susu Responden per Sapi Laktasi per Hari Daftar Harga Pakan yang Digunakan Responden di TPK Cibedug Luas Lahan yang Dialokasikan untuk Kandang Ternak Sapi Perah Responden Kepemilikan Lahan Hijauan Responden Daftar Peralatan yang Digunakan Responden Daftar Perlengkapan yang Digunakan Responden Tenaga Kerja yang Digunakan oleh Responden Rata-rata Curahan Waktu Kerja di Wilayah Kerja Timur KPSBU Analisis Kelayakan Finansial Masing-Masing Kelompok pada Skenario I Analisis Kelayakan Finansial Masing-Masing Kelompok pada Skenario II... 70

14 24. Hasil Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Pakan Hasil Analisis Switching Value Penurunan Harga Susu... 76

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Pendataan Populasi Sapi Perah, KPSBU Lembang, Bulan Desember Produksi Susu per TPK Bulan Januari-April Tahun Dokumentasi Inflow dan Outflow Masing-masing Responden pada Tahun Ke Proyeksi Populasi Sapi Perah Responden (ST) Proyeksi Produksi Susu (Lt/hari) Kepemilikan Ternak, Penjualan Susu, Harga, dan Pemberian Pakan Masing-masing Responden Proyeksi Penjualan Ternak Responden Cashflow Skenario I Kelompok I Cashflow Skenario II Kelompok I Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan pada Kelompok I Skenario I (4.65%) Switching Value Peningkatan Harga Pakan pada Kelompok I Skenario I ( %) Switching Value Penurunan Harga Jual Susu pada Kelompok I Skenario I ( %) Cashflow Skenario I Kelompok II Cashflow Skenario II Kelompok II Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan pada Kelompok II Skenario I (4.65%) Cashflow Skenario I Kelompok III Cashflow Skenario II Kelompok III Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan pada Kelompok III Skenario I (4.65%) Switching Value Peningkatan Harga Pakan pada Kelompok III Skenario I ( %) Switching Value Penurunan Harga Jual Susu pada Kelompok III Skenario I ( %) Proyeksi Cashflow Masing-masing Responden

16 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional di Indonesia. Peternakan sebagai subsektor pertanian merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang cukup potensial dalam upaya pembangunan ekonomi. Menurut BPS (2008), sektor pertanian memberikan sumbangan sebesar 29,01 persen terhadap perekonomian nasional dan 10,72 persen diantaranya berasal dari produk domestik bruto peternakan. Usaha peternakan di Indonesia memberikan kontribusi dalam mendukung kebutuhan akan protein hewani. Usaha peternakan juga sangat berperan dalam meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja, maupun menopang sektor industri. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, kebutuhan akan protein hewani, serta kesadaran akan makanan bergizi menyebabkan permintaan terhadap produk peternakan maupun olahannya semakin meningkat. Salah satu produk peternakan yang terus mengalami peningkatan permintaan adalah susu. Peningkatan tersebut ditandai dengan peningkatan konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79 kg/kapita pada tahun 2001 menjadi 6,80 kg/kapita pada tahun dan menjadi 7,00 kg/kapita pada tahun Produksi susu di Indonesia menempati peringkat ketiga terbesar dalam produksi nasional pada subsektor peternakan, yaitu sebesar 13,58 persen (Deptan 2009). Menurut Tabel 1, konsumsi susu masyarakat Indonesia terus meningkat dari ton pada tahun 2001 menjadi ton pada tahun Akan tetapi, kecepatan peningkatan konsumsi susu nasional tersebut tidak selaras dengan peningkatan produksi susu nasional. Produksi susu yang tidak berkembang tersebut dapat kita lihat dari jumlah populasi sapi yang tidak berkembang cukup baik, akan tetapi relatif tetap, bahkan produksi dan produktivitas susu menunjukkan tren yang menurun dari tahun ke tahun. Hal 1 Ditjen Bina Produksi Peternakan Konsumsi Protein Masyarakat Indonesia. [30 April 2009] 2 Budi Rustomo Revolusi Putih. [15 Januari 2010]

17 tersebut menyebabkan kurangnya penawaran susu domestik untuk memenuhi permintaan masyarakat. Tabel 1. Jumlah Sapi, Produksi, dan Konsumsi Susu di Indonesia Tahun Konsumsi Susu Tahun Jumlah Sapi (Ekor) Produksi Susu (Ton) (Ton) * Keterangan :* Angka Sementara - Data tidak tersedia Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009) sapi perah. Hampir sebagian besar susu yang diproduksi dihasilkan oleh peternakan Menurut Ditjennak (2009), permintaan susu penduduk Indonesia dipenuhi oleh produksi susu dalam negeri sebesar kurang lebih 30 persen dan sisanya impor. Pemerintah melakukan impor susu dari beberapa negara pengekspor susu antara lain Australia, Perancis, dan Selandia Baru 3. Artinya, pasokan untuk kebutuhan dalam negeri masih sangat kurang. menyebabkan peternakan sapi perah potensial untuk dikembangkan. Keadaan ini Usaha persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan melalui usahaternak sapi perah. Usahaternak sapi perah di Indonesia didominasi oleh skala kecil dengan kepemilikan ternak kurang dari empat ekor (sebesar 80 persen), empat sampai tujuh ekor (sebesar 17 persen), dan lebih dari tujuh ekor (sebesar tiga persen). Usahaternak sapi perah skala kecil menyumbang sekitar 64 persen produksi susu nasional, sisanya 28 dan delapan persen diproduksi oleh 3 Direktorat Jendral Peternakan Harga Susu Dunia Terhadap Harga Susu dalam Negeri Tingkat Peternak. [30 April 2009]

18 usahaternak sapi perah skala menengah dan usahaternak sapi perah skala besar (Swastika et al. 2005). Jawa Barat merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di Indonesia. Dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, Jawa Barat menempati posisi ketiga terbesar dalam penyebaran populasi ternak sapi perah di Indonesia (BPS 2007). Populasi ternak sapi perah terbanyak berada di Jawa Timur ( ekor), diikuti Jawa Tengah ( ekor), Jawa Barat ( ekor), Daerah Istimewa Yogyakarta (7.300 ekor), Sumatera Utara (6.700 ekor), DKI Jakarta (3.400 ekor), Sulawesi Selatan (1.400 ekor), dan provinsi lain dengan jumlah ternak dibawah 1000 ekor. Meskipun menempati peringkat ketiga dalam penyebaran populasi ternak sapi perah di Indonesia, Jawa Barat merupakan sentra penghasil susu terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur (Ditjennak 2009). Hasil wawancara dengan pihak GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia), diperoleh informasi bahwa sebesar 32 persen produk susu segar nasional dihasilkan oleh provinsi Jawa Barat. Salah satu sentra penghasil susu di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung dan merupakan kabupaten penghasil susu terbesar di Indonesia. Salah satu sentra pengembangan sapi perah yang cukup besar di Kabupaten Bandung adalah Lembang. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Bandung (2008), populasi ternak sapi perah di Lembang pada tahun 2007 berjumlah ekor yang terdiri dari ekor sapi jantan dan ekor sapi betina. Produksi susu sapi di Kecamatan Lembang sebesar liter per tahun dengan produksi susu harian rata-rata 11,07 liter per hari per ekor. Koperasi yang bergerak di bidang pertanian merupakan salah satu jenis koperasi yang berkembang di Indonesia. Sektor pertanian di Indonesia didekati dengan pembagian atas dasar subsektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Oleh karena itu, cara pengenalan dan pergerakan koperasi mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah seperti koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas adalah koperasi peternak sapi perah dan koperasi tebu rakyat.

19 Koperasi peternak adalah koperasi yang beranggotakan pengusaha dan buruh peternakan yang berkepentingan dan mata pencahariannya langsung berhubungan dengan peternakan. Koperasi peternak didirikan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun kegiatan usaha koperasi peternak meliputi usaha pembelian alat-alat peternakan, penyedia pakan konsentrat dan obat-obatan, mengolah hasil peternakan, penjualan hasil-hasil peternakan, penyedia dan penyalur kredit bagi anggota, penyuluhan dan pendidikan tentang peternakan. Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) merupakan salah satu koperasi yang berperan penting dalam pengembangan usahaternak sapi perah di Lembang. Koperasi ini merupakan tempat bernaung peternak yang tersebar di Kecamatan Lembang dan sekitarnya. Koperasi ini berperan dalam memberikan penyuluhan peternakan, kesehatan ternak, pembibitan sapi perah, penyedia konsentrat, pertokoan yang disebut sebagai Warung Serba Ada (WASERDA), pengumpulan susu, pengolahan susu, dan pemasaran susu Perumusan Masalah Usahaternak sapi perah merupakan salah satu usaha unggulan di Lembang yang memiliki arti penting bagi perekonomian daerah, khususnya bagi masyarakat Cibedug. Meskipun potensi pengembangan usahaternak sapi perah cukup cerah, namun kenyataan di lapang menunjukkan bahwa upaya pengembangan masih mengalami kendala. Beberapa kendala yang dihadapi seperti pakan, lahan, permodalan, kualitas susu, dan peternak sebagai pengembang usaha. Masalah tersebut dapat berpengaruh terhadap pengembangan usahaternak sapi perah. Kepemilikan ternak yang masih tergolong dalam skala kecil mengakibatkan peternak sulit untuk memasarkan susu segar yang diproduksi setiap harinya. Kualitas susu yang rendah akan berdampak pada lemahnya posisi tawar peternak, sehingga tidak menggairahkan peternak dalam meningkatkan kuantitas produksi susu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peternak bergabung dalam wadah koperasi dengan harapan dapat meningkatkan daya tawar peternak terutama terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS) sebagai pasar terbesar susu.

20 Susu merupakan produk yang mudah rusak sehingga membutuhkan perlakuan khusus agar tetap segar sampai ke konsumen. Koperasi berperan dalam menyediakan kemudahan akses informasi baik dalam hal teknis maupun teknologi, memberikan pelayanan kesehatan ternak, permodalan, dan juga dalam pemenuhan kebutuhan input. Selain sebagai penyediaan sarana dan fasilitas dalam menangani produk susu yang dihasilkan peternak, koperasi juga membeli susu dari peternak dengan harga yang layak. Tetapi harga pakan konsentrat yang semakin mahal tidak diikuti oleh peningkatan harga susu yang diterima peternak. Posisi tawar para peternak susu lokal terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS) saat ini semakin lemah, terutama setelah dikeluarkan peraturan mengenai penghapusan tarif impor susu oleh Departemen Keuangan berdasarkan Permenkeu No. 145/PMK.011/2008 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan oleh Industri Pengolahan Susu untuk Tahun Anggaran 2008, dengan nilai Rp 107 miliar untuk periode November-Desember Sementara pada 2009, kebijakan ini tetap dilanjutkan sesuai dengan Peraturan Menkeu (PMK) No. 19/PMK.011/2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Produk-Produk Tertentu, yaitu bea masuk produk bahan baku susu dari lima persen menjadi nol persen. Produk-produk tersebut diantaranya skim milk powder, full cream milk dan produk susu lainnya 4. Tujuan peraturan tersebut untuk membuat Industri Pengolahan Susu (IPS) tetap mampu bertahan dalam kondisi krisis keuangan global. Kebijakan yang bertujuan untuk melindungi IPS tersebut dikhawatirkan memiliki efek yang berlawanan terhadap produsen susu lokal. Penurunan tarif impor susu dari luar negeri diduga akan berpengaruh terhadap posisi tawar peternak sapi perah dalam negeri karena harga susu impor yang sebagian besar adalah bahan baku IPS, seperti halnya susu segar yang dihasilkan peternak, lebih murah. Oleh karena itu, IPS memiliki pilihan yang kuat dalam menentukan harga kontrak, mengingat harga susu impor (dalam bentuk bubuk) jauh lebih murah hingga 20 persen dari susu lokal. Bagi peternak sapi perah situasi saat ini semakin mempersulit posisi tawar. Meskipun pemerintah sedang melakukan negosiasi harga patokan susu, saat ini posisi tawar IPS semakin kuat. 4 Agrina Bea Masuk Nol Persen Peternak Kian Terjepit. [17 Februari 2009]

21 Kebijakan pemerintah dalam hal perdagangan sangat mempengaruhi dinamika perkembangan peternakan sapi perah di tengah kondisi perdagangan bebas dan persaingan dengan susu impor. Pasar produk susu segar di Indonesia memiliki struktur pasar oligopsoni dengan IPS sebagai konsumen utama. Koperasi susu dan peternak memiliki posisi tawar yang lemah dalam memasok dan menentukan harga susu kepada IPS 5. Hal ini menimbulkan resiko yang besar dalam usahaternak sapi perah dimana hukum permintaan dan penawaran berlaku dalam penentuan harga susu. Berdasarkan hasil penelitian Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), sejak beberapa bulan terakhir komposisi bahan baku susu oleh IPS sebesar 80 persen impor dan 20 persen lokal yang semula masih 70 : 30 persen. Kondisi tersebut disebabkan oleh harga susu sapi impor di pasar dunia pada November 2008 turun menjadi Rp 3.000,00 per liter dari semula Rp 4.800,00 per liter. Saat itu, harga susu sapi lokal berkisar Rp 3.200,00 per liter dengan standar TPC kurang dari satu juta, TS 12 persen dan masih di bawah harga pokok pemerintah Rp 3.272,00 per liter, sedangkan produk dengan standar TPC kurang dari satu juta, grade satu, Rp 3.600,00 per liter 6. Oleh karena itu, IPS juga menuntut penurunan harga beli susu di tingkat peternak dan koperasi, bahkan sejak 11 Desember 2008 harga pembelian susu oleh IPS sudah turun. Pada tahun 2008, Sukmapradita melakukan penelitian kelayakan finansial usahaternak sapi perah di KPSBU. Saran dari penelitian tersebut adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan pembagian wilayah kerja atau skala usaha yang dijalankan untuk mengetahui keadaan Wilayah Kerja KPSBU secara lebih spesifik karena hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukmapradita masih bersifat agregat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian lanjutan terhadap hasil penelitian Sukmapradita (2008) yaitu melakukan analisis kelayakan 5 Djabaruddin Renungan Hari Koperasi [25 Oktober 2008] 6 Rochadi Peternak Sapi Perah Minta Subsidi Menyusul Penetapan Bea Masuk Susu Impor Menjadi Nol Persen [30 April 2009]

22 finansial usahaternak sapi perah di salah satu Wilayah Kerja KPSBU, di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, dengan pembagian skala usaha. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kelayakan finansial usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug? 2) Bagaimana analisis sensitivitas usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini yaitu : 1) Menganalisis kelayakan finansial usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug. 2) Menganalisis sensitivitas usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug Manfaat Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan maka diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan berguna untuk mengembangkan daya analisis kelayakan finansial usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha. 2) Bagi peternak sapi perah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam melakukan pertimbangan usaha agar peternak mencapai tujuan usaha yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal. 3) Bagi KPSBU, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penetapan harga beli susu segar kepada peternak di era globalisasi. 4) Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan komoditi di era globalisasi dan berbasis pada ekonomi lokal pada khususnya dan pemberdayaan masyarakat dan

23 sumberdaya yang tersedia pada umumnya, khususnya terkait dengan pengembangan usahaternak sapi perah. 5) Bagi investor atau pembaca, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan penanaman modal pada usaha peternakan sapi perah Ruang Lingkup Penelitian ini hanya mencakup kajian kelayakan finansial usahaternak sapi perah pada kondisi pasca penghapusan tarif impor, yaitu bea masuk produk bahan baku susu dari lima persen menjadi nol persen, dan difokuskan pada peternak sapi perah anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Cikole, khususnya di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.

24 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahaternak Sapi Perah Menurut Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.940/kpts/OT.210/10/97, yang dimaksud usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan dan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak bibit/ternak potong, telur, susu, serta menggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan. Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung pada luas lahan yang tersedia dan daerah dimana peternakan tersebut didirikan. Menurut Bade dan Blakely (1991) dasar bagi usaha peternakan sapi perah adalah susu. Susu adalah sumber makanan utama dari semua hewan mamalia yang baru lahir dan dapat pula menjadi bagian penting dari bahan makanan manusia. Susu selalu dikaitkan dengan kebaikan, keremajaan, dan kehidupan. Catatan tertulis mengenai sapi perah ditemukan sejak 9000 tahun sebelum Masehi. Susu sapi digunakan untuk makanan, persembahan korban, kosmetika dan obat. Perkembangan peternakan sapi perah pada saat itu masih sangat lamban namun lama-kelamaan usaha peternakan sapi perah mulai tumbuh seiring dengan penemuan berbagai teknologi dalam pengangkutan dan pengolahan susu. Susu mengandung komposisi yang seimbang sehingga mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi menjadikan susu sebagai bahan makanan essensial. Susu juga merupakan sumber bahan makanan yang fleksibel, dapat diatur kadar lemaknya sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen. Adapun komposisi susu dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Sudono (1999), setiap bangsa sapi mempunyai sifat-sifat sendiri dalam menghasilkan susu yang berbeda dalam jumlah yang dihasilkan, kadar lemak susu dan warna susu. Berdasarkan Tabel 3, dilihat dari jumlah susu yang dihasilkan, bangsa sapi Fries Holland (FH) adalah yang tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi, dengan kadar lemak susu yang rendah.

25 Tabel 2. Komposisi Zat Gizi dalam Susu Komposisi Susu Persentase (%) Air 87,2 Lemak 3,7 Bahan Kering Tanpa Lemak 9,1 Bahan Kering 12,8 Protein 3,5 Laktosa 4,9 Abu 0,7 Sumber : Sudono (1999) Sapi FH di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau disingkat Holstein, sedangkan di Eropa disebut Friesian. Bobot badan sapi betina dewasa yang ideal adalah 682 kilogram, sedangkan yang jantan dewasa berbobot kilogram. Produksi susu rata-rata di Amerika Serikat kilogram per laktasi dan kadar lemak 3,65 persen, sedangkan di Indonesia produksi susu rata-rata per hari 10 liter per ekor. Tabel 3. Produksi Susu Bangsa-Bangsa Sapi Perah Bangsa Sapi Perah Produksi Susu (kg/tahun) Persentase Lemak Susu (%) Ayrshire ,0 Brown Swiss ,0 Guernsey ,7 Fries Holland ,7 Jersey ,0 Sumber : Bade dan Blakely (1991) 2.2. Kepemilikan Sapi Laktasi Persentase kepemilikan sapi laktasi merupakan faktor penting dalam tatalaksana yang baik suatu usahaternak sapi perah. Hal tersebut dikarenakan sapi laktasi inilah yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan peternak. Menurut Sudono (1999), satu ekor sapi dewasa setara dengan satu satuan ternak (ST), satu ekor dara atau sapi jantan muda setara dengan 0,50 ST, dan satu ekor pedet setara dengan 0,25 ST. Usahaternak sapi perah yang menguntungkan adalah usahaternak sapi perah yang mempunyai sapi laktasi lebih dari 60 persen.

26 2.3. Budidaya Sapi Perah Penyiapan Sarana dan Peralatan Lahan dalam usahaternak sapi perah umumnya digunakan sebagai tempat mendirikan kandang dan dapat juga sebagai tempat menanam hijauan untuk pakan ternak. Dalam usahaternak dengan kepemilikan sapi perah yang relatif kecil, lahan bukan merupakan faktor yang dominan. Kandang yang efektif harus dirancang untuk memenuhi persyaratan dan kenyamanan ternak dan mudah untuk dibersihkan. Persyaratan kandang yang sehat adalah cukup luas, alas dibuat padat/keras, ventilasi cukup, terang, bersih dan kering, tenang dan nyaman, ada saluran pembuangan kotoran dan memperhatikan kesehatan lingkungan (Sudono 2002). Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi dewasa adalah 1,5 m x 2 m atau 2,5 m x 2 m, sedangkan anak sapi atau pedet cukup 1,5 m x 1 m per ekor, dengan tinggi atas 2-2,5 m dari tanah. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari kayu atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai dapat dialasi dengan menggunakan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat atau dengan menggunakan karpet yang terbuat dari karet agar tidak licin dan lebih kering. Peralatan yang umumnya digunakan dalam usahaternak sapi perah adalah sabit, sekop, sikat, selang, ember, milk can, dan lain-lain. Sabit digunakan untuk memotong rumput, sekop digunakan untuk mengangkat kotoran, sikat digunakan untuk menggosok bagian tubuh sapi saat dimandikan, ember digunakan untuk menampung susu pada saat diperah, selang digunakan untuk memandikan sapi dan menyalurkan air ke kandang, milk can digunakan untuk tempat menampung susu yang telah diperah sebelum dipasarkan.

27 Pembibitan Bibit sapi perah yang akan dipelihara akan sangat menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah menurut Sudono et al. (2003), yaitu : 1) Genetika atau keturunan, bibit sapi perah harus berasal dari induk dengan produktivitas tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya. 2) Bentuk ambing, ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antara otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat. 3) Penampilan, secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus proporsional, tidak kurus dan tidak gemuk, kaki berdiri tegak dan jarak kaki kanan dengan kaki kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun belakang) serta bulu mengilat. 4) Umur bibit, bibit sapi perah betina yang ideal berumur 1,5 tahun dengan bobot badan sekitar 300 kilogram, sedangkan umur pejantan dua tahun dengan bobot badan sekitar 350 kilogram Pakan Pakan sapi perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu, serta dapat mempengaruhi kesehatan sapi. Pakan sapi perah adalah rumput dan konsentrat sebagai pakan penguat. Sapi perah dapat mengkonsumsi berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti jerami, jagung, serta sisa pabrik, misalnya ampas tahu atau bungkil kelapa. Konsentrat dapat berupa limbah hasil ikutan produksi pertanian seperti dedak padi dan pollard. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susu terutama bagi sapi-sapi yang telah berproduksi. Pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak yang terkandung di dalam susu rendah. Sementara itu, pakan yang terlalu banyak hijauan akan menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena lemak susu tergantung pada kandungan serat kasar dalam pakan (Sudono et al. 2003).

28 Tenaga Kerja Penggunaan ketenagakerjaan dibidang pertanian dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak memerlukan tenaga kerja ahli (Soekartawi 2002). Penafsiran potensi tenaga kerja keluarga petani harus dibedakan antara tenaga kerja laki-laki dewasa (umur lebih dari 15 tahun), tenaga kerja wanita dewasa (umur lebih dari 15 tahun), dan tenaga kerja anak (umur kurang dari 15 tahun). Waktu bekerja dalam satu hari sering disebutkan sebagai satu Hari Kerja Pria (HKP). Konversi yang digunakan secara berurutan dari kelompok umur tersebut adalah 1,0 HKP, 0,8 HKP, dan 0,5 HKP dengan rata-rata delapan jam kerja per hari (Soekartawi et al. 1986). Hari kerja ini merupakan dasar ukuran penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahaternak Pengendalian Penyakit Program kesehatan pada peternakan sapi perah hendaknya dijalankan secara teratur, terutama di daerah-daerah yang sering terjangkiti penyakit menular, misalnya Tuberkulosis (TBC), Brucellosis, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Radang Limpa, dan lain-lain. Di daerah-daerah dimana sering terjadi penyakitpenyakit, hendaklah dilakukan vaksinasi secara teratur terhadap penyakit (Sudono 1999). Pemeliharaan yang tidak baik dapat menyebabkan kematian anak sapi, terutama yang baru berumur dua sampai tiga minggu. Beberapa penyakit tidak menyebabkan kematian pada anak sapi, namun anak sapi yang lemah dan kurus sangat peka terhadap penyakit dan mudah terserang penyakit lainnya. Umumnya penyakit-penyakit pada anak sapi disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau karena tatalaksana pemberian pakan yang buruk (Sudono et al. 2003) Penanganan Limbah Limbah usahaternak sapi perah berasal dari kotoran sapi perah baik dalam bentuk padat (feces) maupun cair (urine) serta sisa pakan yang tidak dimakan atau tercecer. Sapi laktasi yang mempunyai bobot badan 450 kilogram dapat

29 menghasilkan limbah berupa feces dan urine kurang lebih sebanyak 25 kilogram per ekor per hari (Sudono 1999). Penanganan yang biasa dilakukan oleh peternak adalah menampung di kolam terbuka, untuk kemudian digunakan sebagai pupuk untuk lahan hijauan atau dijual kepada petani sayur Produksi Susu Sapi-sapi yang beranak pada umur yang lebih tua (tiga tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi-sapi yang beranak pada umur muda (dua tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sapi sampai sapi berumur tujuh sampai delapan tahun, yang kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur tahun. Hal ini disebabkan kondisi telah menurun sehingga aktivitas kelenjar ambing sudah berkurang dan senilitas (Sudono 2002). Menurut Sudono (1999), peningkatan hasil susu tiap laktasi dari umur dua sampai tujuh tahun disebabkan pertambahan besar sapi karena pertumbuhan, dan jumlah tenunan dalam ambing juga bertambah Pemerahan Pada umumnya pemerahan dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Jika jarak pemerahan sama, yaitu 12 jam, maka susu yang dihasilkan pagi hari akan sama dengan jumlah susu sore hari. Setiap kali akan memerah susu, ambing dan tangan/alat pemerah harus bersih agar susu yang dihasilkan bersih dan sapi tetap sehat, terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan produksinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah yaitu bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan dan tata laksana pemberian pakan (Sudono et al. 2003). Pengaturan jadwal pemerahan yang baik memberi kesempatan bagi pembentukan air susu di dalam ambing secara berkesinambungan, tidak ada saat berhenti untuk mensintesa air susu, sehingga produksi menjadi maksimal. Apabila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama antara pemerahan itu, maka sedikit sekali terjadi perubahan kualitas susu. Sedangkan sapi yang diperah empat kali sehari, kadar lemak akan tinggi pada besok paginya pada pemerahan yang pertama (Sudono 2002).

30 Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar karena sifat susu segar sangatlah mudah rusak dan mudah terkontaminasi. Peralatan yang digunakan untuk menampung susu adalah milk can. Sebelum dimasukkan ke dalam milk can, susu harus disaring terlebih dahulu agar bulu sapi dan vaselin yang tercampur dengan susu tidak terbawa masuk ke dalam wadah. Pendinginan susu pada suhu 4 C bertujuan agar susu dapat tahan lebih lama dan bakteri tidak mudah berkembang biak (Sudono et al. 2003). 2.6.Penelitian Terdahulu Rofik (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon Jakarta Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik usaha peternakan sapi perah Pondok Ranggon, menganalisis kelayakan usaha peternakan sapi perah Pondok Ranggon dan menganalisis sensitivitas usaha peternakan sapi perah Pondok Ranggon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangsa sapi perah yang dipelihara di Pondok Ranggon adalah peranakan Fries Holland (FH) dengan jumlah populasi sebanyak 809 ekor, yang terdiri dari 463 satuan ternak sapi laktasi. Rata-rata kepemilikan sapi per peternak sebesar 27,29 satuan ternak dan produksi rata-rata sebesar 7,78 liter per ekor per hari dengan rataan kepemilikan sapi laktasi 19,29 satuan ternak per peternak. Rofik membagi peternak menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok I, kelompok II dan kelompok III. Kelompok I merupakan kelompok peternak dengan kepemilikan sapi laktasi rata-rata 10 ekor, kelompok II merupakan kelompok peternak dengan kepemilikan sapi laktasi rata-rata 18 ekor, sedangkan kelompok III merupakan kelompok peternak dengan kepemilikan sapi laktasi ratarata 27 ekor. Hasil perhitungan NPV, Net B/C dan IRR pada tingkat suku bunga 14,85 persen, berdasarkan tingkat suku bunga pinjaman BI pada bulan Mei 2005, pada masing-masing kelompok dengan harga input dan output tetap menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah pada semua kelompok masih layak dilakukan. Penelitian Agustina (2007) mengenai Analisis Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus di CV Cisarua Integrated Farming) bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengembangan sapi perah di perusahaan, baik dari segi teknis maupun finansial. Hasil analisis

31 menunjukkan bahwa perencanaan pengembangan perusahaan tersebut layak untuk dilaksanakan tanpa pembiayaan dengan tingkat suku bunga 12 persen maupun dengan pembiayaan menggunakan tingkat suku bunga 16 persen. Analisis sensitivitas pada tingkat suku bunga 12 persen tanpa pembiayaan, jika harga pakan naik sebesar lima persen menunjukkan bahwa proyek layak untuk dilaksanakan, karena nilai NPV sebesar Rp ,70; nilai Net B/C sebesar 1,10; nilai IRR sebesar 14,36 persen dan payback period selama 15,74 tahun. Hasil analisis sensitivitas dengan pembiayaan menggunakan tingkat suku bunga pinjaman (kredit) sebesar 16 persen dengan peningkatan harga pakan sebesar lima persen menunjukkan bahwa secara finansial perusahaan tidak layak untuk dikembangkan karena dengan nilai NPV sebesar ( ) Rp ,00 yang berarti perusahaan mengalami kerugian, Net B/C sebesar 0,99 yang berarti setiap penambahan pengeluaran sebesar Rp 1,00 maka akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 0,99. Tingkat IRR perusahaan mencapai 15,68 persen yang artinya berada di bawah atau lebih rendah dari tingkat suku bunga yang digunakan. Nilai payback period 22,50 tahun berarti investasi akan kembali selama 22,50 tahun. Penelitian yang dilakukan Sukmapradita (2008) yaitu mengenai Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang, Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha peternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Kecamatan Lembang dengan melihat aspek finansial dan tingkat sensitivitasnya terhadap perubahan harga input maupun harga output. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah anggota KPSBU Lembang dengan diskon faktor sebesar 14 persen (suku bunga pinjaman dari BRI pada tahun 2007) layak untuk dijalankan. Nilai NPV yang dihasilkan sebesar Rp , IRR sebesar 18,24 persen dan Net B/C sebesar 1,27. Tingkat kenaikan nilai harga pakan maksimum yang masih mendatangkan keuntungan bagi usahaternak sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang adalah sebesar 4,65 persen dengan asumsi penerimaan tetap. Penurunan penerimaan tidak dihitung oleh Sukmapradita karena usahaternak di wilayah kerja KPSBU Lembang tidak pernah mengalami penurunan. Namun menurut Sukmapradita, hasil penelitian tersebut belum mencerminkan profil usaha peternakan individu

32 karena hasil penelitian yang bersifat agregat. Sukmapradita menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan pembagian wilayah kerja atau skala usaha yang dijalankan untuk mengetahui keadaan wilayah kerja KPSBU Lembang secara lebih spesifik. Penelitian mengenai Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah (Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat) ini menggunakan alat analisis yang sama, yaitu analisis kuantitatif, untuk menganalisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria NPV, IRR, Net B/C dan payback period serta melakukan analisis sensitivitas. Namun, penelitian ini merupakan tindak lanjut dari saran pada penelitian Sukmapradita (2008) yaitu untuk menganalisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah anggota KPSBU dengan lebih spesifik di salah satu wilayah kerja KPSBU. Adapun wilayah kerja KPSBU yang menjadi lokasi penelitian yaitu di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug.

33 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian kelayakan usahaternak sapi perah peternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat yaitu analisis kelayakan finansial Teori Biaya dan Manfaat Dalam analisis proyek, tujuan-tujuan analisis harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik, dan mesin. 2) Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3) Biaya lainnya seperti pajak, bunga dan pinjaman. Manfaat dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat dapat dibedakan menjadi: 1) Manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, dan penurunan biaya. 2) Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti perubahan produktivitas tenaga kerja karena perbaikan kesehatan atau keahlian, perbaikan lingkungan hidup, perbaikan

34 pemandangan karena adanya suatu taman, perbaikan distribusi pendapatan, dan lain sebagainya. Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger 1986). Terdapat beberapa pedoman untuk menentukan panjangnya umur proyek (Kadariah et al. 1999), antara lain: 1) Ukuran umum yang dapat diambil suatu proyek (jangka waktu) yaitu sama dengan umur ekonomis suatu asset dari proyek. Umur ekonomis suatu asset ialah jumlah tahun selama pemakaian asset tersebut dapat meminimumkan biaya. 2) Proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang besar lebih mudah untuk menggunakan umur teknis daripada umur-umur pokok investasi. Dalam hal ini untuk proyek-proyek tertentu umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolescence (ketinggalan zaman karena penemuan teknologi baru yang jauh lebih effisien). Keadaan ini banyak terdapat dalam proyekproyek pertanian. 3) Proyek-proyek yang umumnya lebih lama daripada 25 tahun dapat diambil 25 tahun. Hal tersebut dikarenakan tahun-tahun setelah itu jika di discount dengan discount rate sebesar 10 persen keatas maka present value nya akan kecil Analisis Kelayakan Finansial Secara umum studi kelayakan mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek ekonomi dan sosial (Husnan dan Muhamad 2000). Menurut Kadariah et al. (1999), bahwa setiap aspek tersebut terdapat suatu macam analisis yang menitikberatkan aspek itu. Tetapi dalam rangka ilmu evaluasi poyek biasanya hanya ditekankan dua macam analisis yaitu analisis finansial dan analisis ekonomis. Analisis finansial merupakan analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanamkan modal dalam proyek atau yang

35 berkepentingan langsung dalam proyek. Analisis ekonomis merupakan analisis dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis finansial. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Muhammad 2000). Dalam mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak atau tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks-indeks tersebut disebut investment criteria. Setiap indeks menggunakan present value yang telah di discount dari arus-arus benefit dan biaya selama umur suatu proyek. Setiap kriteria digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek untuk dijalankan, selain itu digunakan untuk memberi urutan (ranking) berbagai usul investasi menurut tingkat keuntungan masing-masing. Kiteria investasai tersebut antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). 1. Net Present Value (NPV) Menurut Husnan dan Muhamad (2000), metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Nilai sekarang dapat dihitung dengan menentukan tingkat bunga terlebih dahulu. Pada dasarnya, tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga pada saat kita menganggap keputusan investasi masih terpisah dari keputusan pembelanjaan ataupun waktu kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Kriteria kelayakan berdasarkan NPV yaitu: a) NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. b) NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan tidak layak untuk dijalankan. c) NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial opportunity cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

36 2. Internal Rate of Return (IRR) Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value (NPV) sama dengan nol (0). Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek dikatakan menguntungkan atau layak dan sebaliknya bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek dikatakan merugikan atau tidak layak untuk dijalankan. 3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Menurut Husnan dan Muhamad (2000), Net B/C menyatakan besarnya pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Kriteria investasi berdasarkan Net B/C adalah: a) Net B/C > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan atau layak dijalankan. b) Net B/C < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan atau tidak layak dijalankan. c) Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi namun masih layak dijalankan. 4. Payback Period (PP) Metode ini mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Oleh karena itu, satuan hasilnya bukan persentase tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Dasar yang dipergunakan adalah aliran kas bukan laba. Bila payback period ini lebih pendek daripada yang diisyaratkan maka proyek dikatakan menguntungkan atau layak untuk dijalankan, sedangkan bila lebih lama proyek ditolak dan tidak layak untuk dijalankan. Payback period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat periode waktu yang

37 diperlukan untuk melunasi seluruh pengeluaran investasi. Semakin pendek periode pengembalian investasi suatu proyek akan semakin baik karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Muhammad 2000) Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis proyek. Analisis ini dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah. Oleh karena itu disimulasikan dengan penurunan harga jual maupun peningkatan biaya produksi. Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui sampai titik berapa peningkatan maupun penurunan suatu komponen yang dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak ataupun sebaliknya (Kadarsan 1995). Analisis switching value merupakan variasi dari analisis sensitivitas. Analisis dilakukan untuk meneliti kembali analisis kelayakan proyek yang telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh yang akan terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menghadapi ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan (Gittinger 1986). Menurut Kadariah et al. (1999) analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau manfaat. Suatu proyek pada dasarnya menghadapi suatu ketidakpastian karena dipengaruhi perubahan-perubahan, baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan proyek. Dalam analisis switching value setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu karena analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa depan. Pada bidang pertanian, proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan perubahan hasil. Setiap kemungkinan dalam analisis sensitivitas harus dicoba. Kadariah et al. (1999) membagi kemungkinan-kemungkinan yang harus diperhatikan menjadi 4 hal, yaitu:

38 1) Adanya Cost Over Run (kenaikan dalam biaya konstruksi). Biasanya untuk biaya input seperti pakan, pemeliharaan, dan peralatan. 2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat bunga umum (penurunan harga hasil produksi). 3) Adanya implementasi waktu. 4) Kesalahan dalam memperkirakan hasil produksi. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan. Usahaternak sapi perah di Indonesia didominasi oleh skala kecil dengan kepemilikan ternak kurang dari empat ekor (80 persen), empat sampai tujuh ekor (17 persen), dan lebih dari tujuh ekor (tiga persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa sekitar 64 persen produksi susu nasional disumbangkan oleh usahaternak sapi perah skala kecil, sisanya 28 dan delapan persen diproduksi oleh usahaternak sapi perah skala menengah dan usahaternak sapi perah skala besar (Swastika et al. 2005). Kabupaten Bandung merupakan kabupaten penghasil susu terbesar di Indonesia. Salah satu sentra pengembangan sapi perah yang cukup besar di Kabupaten Bandung adalah Lembang. Dalam upaya meningkatkan posisi tawar, peternak sapi perah ikut bergabung dengan koperasi. Koperasi yang menjadi wadah bagi peternak sapi perah di wilayah Kecamatan Lembang dan sekitarnya adalah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU). KPSBU Lembang membagi wilayah anggotanya kedalam 21 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) yang terdiri dari 648 Tempat Penampungan Susu (TPS) untuk memudahkan dalam pengambilan susu. Tiap TPK terdiri dari beberapa kelompok TPS. Berdasarkan data pada Lampiran 1, TPK Cibedug memiliki jumlah anggota peternak paling banyak dan beragam dalam hal kepemilikan sapi perah. Berdasarkan Lampiran 2, meskipun TPK Cibedug menempati posisi kedua dalam hal jumlah populasi sapi perah yang dimiliki, namun TPK Cibedug memproduksi susu terbanyak dibandingkan dengan TPK yang lain. Saat kenaikan harga input (pakan) masih menjadi ancaman, adanya peraturan mengenai penghapusan tarif impor susu juga dapat membawa dampak

39 tersendiri kepada usahaternak sapi perah. Indikasi adanya dampak dilihat dari ancaman akan penurunan harga susu pasca penetapan kebijakan tersebut. Situasi tersebut juga akibat kondisi permintaan dan penawaran susu di pasar. Produksi susu segar peternak yang berfluktuasi disertai dengan adanya ancaman kenaikan harga input dan ancaman penurunan harga susu dapat berimplikasi pada penerimaan yang akan diterima oleh peternak yaitu penerimaan yang berfluktuasi sehingga peternak akan mengalami kerugian. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis kelayakan finansial pada usahaternak sapi perah. Koperasi memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup usahaternak anggotanya. Manfaat yang diterima peternak dengan bergabung sebagai anggota koperasi adalah mendapatkan jaminan tempat penjualan susu, kepastian harga dan pendapatan, mendapat fasilitas pelayanan kesehatan dan Inseminasi Buatan, dan lain sebagainya. Dengan bergabungnya peternak sebagai anggota koperasi diharapkan dapat meningkatkan daya tawar peternak. Koperasi sebagai tempat bernaung peternak juga berperan dalam memberikan penyuluhan peternakan tentang teknis usahaternak sapi perah agar menjadi usaha yang menguntungkan bagi peternak. Setiap dua kali sehari (pagi dan sore) susu yang diperoleh dari peternak dikumpulkan oleh koperasi dan kemudian ditampung di koperasi dalam wadah yang didinginkan pada suhu tertentu sebelum dikirim ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Analisis kelayakan finansial di tingkat peternak dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah penetapan harga jual susu segar dari koperasi terhadap peternak layak terhadap usahaternak yang dijalankan oleh peternak sapi perah. Dari hasil ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan koperasi dalam penetapan harga susu segar di tingkat peternak, karena harga berkaitan dengan tingkat pendapatan peternak. Aspek finansial yang akan dianalisis adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Setelah analisis tersebut dilakukan, selanjutnya dapat diketahui apakah dengan ditetapkan kebijakan penghapusan tarif impor usaha peternakan sapi perah rakyat masih layak diusahakan atau tidak. Bila tidak layak, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan pemeliharaan sapi perah yang sedang

40 berjalan di TPK Cibedug. Apabila analisis tersebut menunjukkan kelayakan maka usahaternak sapi perah masih berpotensi untuk dikembangkan. Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. TPK Cibedug sebagai salah satu wilayah kerja KPSBU Permasalahan yang Dihadapi Peternak - Modal usaha terbatas - Kualitas susu yang dihasilkan fluktuatif - Kenaikan harga pakan konsentrat - Lahan hijauan terbatas - Populasi masih rendah - Ancaman penurunan harga susu segar akibat penetapan kebijakan penghapusan tarif impor bahan baku susu Analisis Kelayakan Finansial Kriteria: NPV, IRR, Net B/C, payback period, analisis sensitivitas Tidak Layak Layak Evaluasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

41 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada wilayah kerja Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), TPK Cibedug memiliki jumlah anggota peternak paling banyak dan beragam dalam kepemilikan sapi perah. Meskipun menempati posisi kedua dalam hal jumlah populasi sapi perah yang dimiliki (Lampiran 1), namun TPK Cibedug memproduksi susu paling banyak dibandingkan dengan TPK yang lain (Lampiran 2). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Januari 2010, yaitu mulai dari persiapan pembuatan proposal sampai penyerahan skripsi, sedangkan pengambilan data di lapang dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli Teknik Pengambilan Responden Responden merupakan peternak sapi perah anggota KPSBU yang tergabung di TPK Cibedug dan pegawai/pengurus KPSBU yang kompeten dalam penelitian ini. Adapun jumlah peternak yang diteliti akan diambil berdasarkan banyaknya jumlah peternak yang mewakili tiap skala usaha. Data diambil dari peternak sapi perah sebagai responden. Pengambilan responden berdasarkan stratified random sampling, sehingga peternak yang berada dalam satu kelompok skala bersifat homogen dalam hal skala usaha dan sistem usahaternak. Kemudian responden dipilih secara acak (simple random sampling) dengan tolak ukur utama pemilihan berupa skala usaha, berdasarkan kepemilikan jumlah sapi laktasi yaitu: (1) peternak yang memiliki sapi laktasi kurang dari empat ekor, (2) peternak yang memiliki sapi laktasi empat sampai enam (3) peternak yang memiliki sapi laktasi lebih dari enam ekor. Kemudian dari masing-masing skala diambil sampel dengan alokasi yang berimbang sesuai jumlah populasi dari masing-masing skala. Namun, pada saat turun lapang ternyata beberapa responden yang telah memenuhi kriteria tolak ukur kepemilikan jumlah sapi laktasi tidak sesuai dengan perkiraan semula. Oleh karena itu, untuk memenuhi alokasi maka pemilihan responden pengganti dilakukan dengan cara

42 snowball. Jumlah total yang menjadi responden adalah 30 orang peternak sapi perah, dimana ini adalah jumlah sampel minimal dalam pengambilan data dan hal tersebut juga dikarenakan keterbatasan waktu dan dana yang dimiliki penulis Data dan Instrumentasi Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif (Tabel 4). Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Informasi yang Diperoleh Primer Sekunder Peternak Pegawai dan Pengurus KPSBU KPSBU GKSI BPS Deptan Disnak Literatur Perpustakaan LSI IPB Internet Tatalaksana usahaternak sapi perah Aktivitas yang dilakukan KPSBU, kerjasamakerjasama yang dilakukan oleh KPSBU, penentuan harga susu di Koperasi, pemasaran hasil, tatalaksana usahaternak yang umumnya diterapkan anggota, dan teknis usahaternak yang baik Selayang pandang KPSBU, data populasi sapi perah, data produksi susu, dan harga produkproduk WASERDA Produksi susu anggota GKSI, kondisi persusuan Jawa Barat Populasi ternak, dan PDB menurut lapangan usaha Statistik peternakan Harga susu segar tingkat peternak di sentra produksi, dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No. 19/PMK.011/2009) Budidaya sapi perah, ilmu peternakan, produksi ternak perah, kelayakan proyek, evaluasi proyek, keuangan pertanian, analisis finansial, dan analisis sensitivitas Penelitian-penelitian terdahulu (skripsi) tentang peternakan sapi perah Produksi nasional subsektor peternakan, populasi sapi perah Kabupaten Bandung, konsumsi protein masyarakat Indonesia, konsumsi susu per kapita di Indonesia, harga susu dunia terhadap harga susu dalam negeri tingkat peternak, penghapusan tarif impor bahan baku susu Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara langsung dengan peternak. Selain itu, wawancara dilakukan dengan pegawai/pengurus KPSBU yang kompeten serta pengamatan (observasi) secara

43 langsung di lapang. Data sekunder diperoleh dari Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), literatur dan instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian yang akan dikaji, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian (Deptan), Dinas Peternakan (Disnak), Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor (IPB), internet dan Bahan Pustaka lain yang relevan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan selama enam bulan, yaitu mulai dari bulan Februari sampai Juli Data ini digunakan baik untuk pembuatan proposal maupun pembuatan skripsi. Pengumpulan data di lapang dilaksanakan selama satu bulan, yaitu bulan Juni sampai Juli Metode yang digunakan selama pengumpulan data antara lain pengisian kuesioner, observasi langsung, wawancara, studi literatur maupun browsing internet Metode Pengolahan Data Data dan informasi yang telah terkumpul dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk tabel (tabulasi), kemudian diolah. Data kuantitatif yang diperoleh selama penelitian diolah dengan dengan bantuan komputer menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan kalkulator. Pemilihan program tersebut karena merupakan program yang telah lazim digunakan dan relatif mudah untuk dioperasikan. Sedangkan data kualitatif diolah dan disajikan secara deskriptif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran usaha dari tiaptiap aspek dalam studi kelayakan finansial. Analisis secara kuantitatif dilakukan terhadap aspek finansial. Analisis dilakukan dalam dua skenario, yaitu Skenario I menggunakan tingkat suku bunga deposito dan Skenario II menggunakan tingkat suku bunga pinjaman. Aspek finansial yang dianalisis adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Setiap kriteria menggunakan Present Value yang telah di discount dari arus-arus benefit dan biaya selama umur proyek.

44 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Perhitungan NPV perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan. Menurut Kadariah et al. (1999) penentuan nilai NPV dapat dituliskan sebagaiberikut: n Bt Ct NPV = t (1 i t= 1 + ) (1) Keterangan: Bt = benefit bruto proyek pada tahun ke-t Ct = biaya bruto proyek pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga n = umur ekonomis proyek (10 tahun) t = tahun ke-t (t = 1,2,3,...,10 ) Kriteria kelayakan berdasarkan NPV yaitu: a) NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. b) NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan tidak layak untuk dijalankan. c) NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial opportunity cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi. Namun, pada penelitian ini perhitungan NPV tidak dilakukan secara manual. Perhitungan NPV dilakukan dengan menggunakan formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel Internal Rate of Return (IRR) Menurut Kadariah et al. (1999), IRR merupakan tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapatkan

45 tingkat keuntungan suku bunga yang sama yang diberi bunga selama sisa umur proyek. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. IRR juga merupakan nilai discount rate yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan tidak layak jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku. Penentuan nilai IRR dapat dituliskan sebagai berikut: NPV IRR = i + ( i' i) NPV NPV ' (2) Keterangan: NPV = Nilai NPV yang positif NPV = Nilai NPV yang negatif i = Tingkat suku bunga pada saat NPV positif i = Tingkat suku bunga pada saat NPV negatif Namun, pada penelitian ini perhitungan IRR tidak dilakukan secara manual. Perhitungan IRR dilakukan dengan menggunakan formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C) Menurut Kadariah et al. (1999), Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih tersebut bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun tertentu dimana biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor. Dengan kata lain, Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif. Penentuan Net B/C sebagai berikut: Net B/C = n t= 1 n t= 1 B C t t (1 + i) B C t (1 + i) t t t dimana ( Bt Ct > 0).... (3) ( B C < 0) t t

46 Keterangan: B t = manfaat yang diperoleh tiap tahun atau benefit bruto proyek pada tahun ke-t C t = biaya yang dikeluarkan tiap tahun atau biaya bruto proyek pada tahun ke-t n = jumlah tahun (10 tahun) i = tingkat bunga (diskonto) t = tahun ke-t (t = 1,2,3,,10) Kriteria investasi berdasarkan Net B/C adalah: a) Net B/C > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan atau layak dijalankan. b) Net B/C < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan atau tidak layak dijalankan. c) Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi namun masih layak dijalankan. Namun, pada penelitian ini perhitungan Net B/C tidak dilakukan secara manual. Perhitungan Net B/C dilakukan dengan menggunakan formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel Payback Period (PP) Menurut Husnan dan Muhamad (2000), payback period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat periode waktu yang diperlukan untuk melunasi seluruh pengeluaran investasi. Pada dasarnya semakin cepat payback period menandakan semakin kecil risiko yang dihadapi oleh investor. Data yang digunakan untuk menghitung payback period ini menggunakan data yang telah didiskontokan. Perhitungan payback period adalah sebagai berikut: Payback period = I... (4) A b Keterangan: I = besarnya investasi yang dibutuhkan Ab = benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya

47 5. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek-proyek yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu mendatang (Gittinger 1986). Analisis switching value merupakan variasi dari analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Pada analisis switching value secara langsung memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Dalam penelitian ini, digunakan analisis kepekaan apabila terjadi perubahan pada kenaikan harga input dan penurunan harga output dalam dua skenario, yaitu Skenario I menggunakan tingkat suku bunga deposito dan Skenario II menggunakan tingkat suku bunga pinjaman. 4.6.Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan dalam analisis penelitian ini, antara lain : 1) Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hingga mencapai umur delapan bulan. 2) Satuan ternak (ST) adalah satuan yang digunakan untuk menentukan populasi ternak sapi perah, dimana satu ekor sapi dewasa setara dengan satu ST, satu ekor dara atau sapi jantan muda setara dengan 0,5 ST, dan satu ekor pedet setara dengan 0,25 ST. 3) Sapi dara adalah sapi betina yang belum beranak. 4) Sapi laktasi adalah sapi betina dewasa yang sedang berproduksi atau menghasilkan susu. 5) Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan

48 alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. 6) Produksi susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi laktasi (liter/st/hari). 7) Calving Interval adalah jarak antara kelahiran pertama dengan kelahiran berikutnya. 8) Tingkat Net Calf Corp adalah tingkat kemungkinan hidup pedet hingga menjadi sapi bakalan (calon induk) setiap tahun. 9) Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan (diencerkan) dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. 4.7.Asumsi Dasar Analisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah di TPK Cibedug, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, menggunakan beberapa asumsi yaitu: 1) Skala usaha yang dipilih adalah skala usahaternak berdasarkan satuan ternak (ST). 2) Untuk biaya yang berasal dari sumberdaya milik pribadi tidak diperhitungkan, seperti pakan hijauan yang berasal dari lahan milik maupun sewa, lahan, dan tenaga kerja. Jadi analisis finansial dilakukan berdasarkan apa yang benar-benar diterima dan dikeluarkan oleh masingmasing responden. 3) Umur proyek dari analisis kelayakan peternakan sapi perah yaitu selama 10 tahun. Hal ini didasarkan pada umur ekonomis variabel yang paling lama yaitu kandang. 4) Total produksi adalah jumlah produksi yang dihasilkan selama satu tahun, dimana setiap hari dilakukan pemerahan sebanyak dua kali. Dalam satu tahun sapi laktasi dapat diperah selama 10 bulan. Nilai total pendapatan (penjualan susu) adalah hasil kali antara produksi dan harga jual.

49 5) Upah tenaga kerja merupaka upah rata-rata untuk tenaga kerja di wilayah TPK Cibedug. 6) Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan dan diasumsikan konstan hingga umur proyek berakhir. 7) Biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-0 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. 8) Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 9) Perhitungan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan PBB yang ditetapkan untuk wilayah TPK Cibedung. 10) Nilai penyusutan dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi dengan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis. 11) Keadaan ekonomi selama proyek berlangsung tetap dengan kebijakan penghapusan tarif impor susu tetap berlaku. 12) Tingkat suku bunga yang digunakan pada Skenario I menggunakan tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia (BI) pada bulan Juni tahun 2009, yaitu sebesar tujuh persen. Pemilihan ini berdasarkan bahwa di Lembang terdapat berbagai macam bank swasta serta modal usaha pemilik seluruhnya berasal dari modal pribadi bukan berasal dari pinjaman. Pada Skenario II menggunakan tingkat suku bunga pinjaman kredit investasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada bulan Juni tahun 2009, yaitu sebesar 14 persen. Pemilihan ini dikarenakan BRI adalah bank yang paling banyak memberikan pendanaan untuk sektor agribisnis. Besarnya tingkat suku bunga pada kedua skenario tersebut diasumsikan tetap selama umur proyek.

50 V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole. Desa Cikole memiliki luas wilayah sebesar 342,996 hektar. Luas Desa Cikole secara keseluruhan terdiri dari 164,248 hektar tegal (ladang), 70,392 hektar pemukiman, 0,200 hektar kolam (empang), 10,686 hektar kas desa, 76,509 hektar perkantoran pemerintah, 1,096 hektar jalan desa, dan 19,865 hektar perusahaan swasta. Data mengenai luas lahan di Desa Cikole terdiri dari lahan sawah dan lahan bukan sawah. Di Desa Cikole tidak terdapat lahan sawah yang digunakan untuk menanam padi. Sebagian besar lahan di desa ini digunakan untuk bangunan atau pekarangan. Adapun batas administrasi Desa Cikole sebagai berikut: Utara : Kehutanan atau Kabupaten Subang Selatan : Desa Cibogo Barat : Kehutanan atau Desa Jayagiri Timur : Desa Cikidang Desa Cikole terdiri dari 66 Rukun Tetangga (RT) dan 15 Rukun Warga (RW), seperti yang disebutkan dalam Tabel 5. Berdasarkan topografi, Desa Cikole memiliki kondisi geografis yang berbukit dengan ketinggian dari permukaan laut sekitar meter. Rata-rata curah hujan tahunan selama 10 tahun terakhir sebesar mm/tahun. Suhu di Desa Cikole berkisar antara C dengan kelembaban rata-rata 80 persen. Keadaan lingkungan tersebut sangat mendukung usahaternak sapi perah di Desa Cikole, sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) bahwa daerah sejuk dan kering yang sesuai untuk sapi perah adalah pegunungan berketinggian 800 meter di atas permukaan lautdan bersuhu 18,3 C. Berdasarkan pengamatan di lapang, ruas jalan di Desa Cikole sudah cukup baik, meskipun kondisi beberapa ruas jalan rusak karena bukan terbuat dari aspal. Jalan tersebut sangat penting karena merupakan sarana penghubung dalam penyediaan input produksi bagi peternak dan pemasaran hasil pemerahan susu para peternak ke koperasi.

51 Tabel 5. Jumlah Rukun Warga (RW) dan Jumlah Penduduk Desa Cikole Menurut Lokasi Tempat Tinggal Tahun 2008 RW Wilayah Sumber : Monografi Desa Cikole (2008) 5.2. Keadaan Demografi Jumlah Penduduk (Orang) Laki-laki Perempuan Total 01 Kampung Lapang Kampung Pasar Ahad Kampung Pondok Asrama Brimob Kampung Sukasari Kampung Cikole Kampung Cikole Kampung Nyalindung Kampung Babakan Kampung Cibedug Kampung Cibedug Kampung Cibedug Kampung Cibedug Kampung Cibedug Kampung Karang Tengah Total Jumlah penduduk Desa Cikole pada tahun 2008 menurut Tabel 6 adalah sebesar orang. Berdasarkan komposisi jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah laki-laki berjumlah orang dan perempuan berjumlah orang. Penduduk di Desa Cikole digolongkan berdasarkan umur dan tingkat pendidikan. Berdasarkan tingkat usia, jumlah penduduk terbanyak adalah beusia tahun dengan jumlah orang sedangkan jumlah penduduk terendah adalah usia 0 12 bulan dengan jumlah 181 orang. Hal ini menunjukkan bahwa di Desa Cikole terdapat sumberdaya manusia yang produktif untuk dapat diberdayakan baik dalam bidang peternakan maupun pertanian.

52 Tabel 6. Sebaran Jumlah Penduduk Desa Cikole berdasarkan Umur Tahun 2008 Umur Jumlah Penduduk (orang) Laki-laki Wanita Total 0-12 bulan > 1 - < 5 tahun < 7 tahun tahun >13-15 tahun > tahun > tahun > tahun > tahun > tahun > tahun > tahun > tahun tahun ke atas Total Sumber : Monografi Desa Cikole (2008) Menurut Tabel 7, sebaran penduduk Desa Cikole berdasarkan tingkat pendidikan yaitu terdiri dari penduduk belum sekolah, buta huruf, tidak sekolah, SD atau sederajat, SLTP atau sederajat, SLTA atau sederajat, diploma, dan perguruan tinggi. Berdasarkan data tahun 2007, jumlah penduduk terbesar di Desa Cikole memiliki pendidikan tamatan SD (Sekolah Dasar) atau yang sederajat. Tidak ada penduduk di Desa Cikole yang buta huruf, sehingga tidak ada hambatan jika diberikan informasi dalam bentuk media cetak. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah petani ternak dan tanaman sayuran atau hortikultura. Peternakan sapi perah merupakan komoditi unggulan di wilayah Desa Cikole yang telah ada sejak jaman pendudukan Belanda. Sebagian besar usaha ini merupakan usaha yang dilakukan secara turun temurun.

53 Tabel 7. Sebaran Jumlah Penduduk Desa Cikole berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007 No Uraian Jumlah 1 Belum sekolah Jumlah penduduk buta huruf - 3 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah Pernah sekolah SD/sederajat tetapi tidak tamat Jumlah penduduk tamat SD/sederajat Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat Jumlah penduduk tamat D Jumlah penduduk tamat D Jumlah penduduk tamat D Jumlah penduduk tamat S Jumlah penduduk tamat S Jumlah penduduk tamat S Jumlah penduduk tamat SD/sederajat yang melanjutkan ke SLTP/sederajat 15 Jumlah penduduk tamat SD/sederajat yang bekerja 71 Sumber : Monografi Desa Cikole (2008) Mata pencaharian yang paling banyak dipilih oleh masyarakat Desa Cikole adalah sebagai peternak (Tabel 8). Jika dilihat dari pendapatan rata-rata per bulan, pendapatan peternak merupakan pendapatan terbesar kedua setelah TNI/Polri, yaitu sebesar Rp , Bila dibandingkan dengan bertani maupun berdagang perbedaannya cukup besar, yaitu bertani Rp ,00 per bulan dan berdagang Rp ,00 per bulan. Kemungkinan hal ini merupakan salah satu faktor yang menarik minat masyarakat Desa Cikole untuk memilih usahaternak sebagai mata pencaharian sehari-hari.

54 Tabel 8. Sebaran Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2007 No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Pendapatan rata-rata per bulan (Rp) 1. Petani Buruh Tani Peternak TNI/ Polri Pedagang PNS Purnawirawan/pensiunan Sumber : Monografi Desa Cikole (2008) 5.3. Populasi Ternak Sapi Perah Jumlah satuan ternak (ST) di TPK Cibedug adalah sebesar ST, yang seluruhnya merupakan sapi peranakan Fries Holand (FH) yang diperoleh secara temurun dari orang tua, jual beli dari sesama peternak ataupun Bandar serta dari program sapi bergulir. Menurut Achjadi (2000), komposisi populasi kepemilikan sapi perah yang ideal adalah sapi laktasi 60 persen, sapi kering kandang 20 persen, sapi dara 10 persen (lima persen dara bunting dan lima persen dara belum bunting atau kosong), dan pedet 10 persen. Berdasarkan data pada Lampiran 1, komposisi populasi sapi perah di TPK Cibedug dapat dilihat seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Komposisi Populasi Sapi Perah di TPK Cibedug Tahun 2008 No Keadaan Sapi Jumlah (ekor) Satuan Ternak Persentase (ST) (%) 1 Laktasi ,97 2 Kering Kandang ,14 3 Dara Bunting 75 37,50 3,72 4 Dara Kosong ,45 5 Pedet Jantan 27 6,75 0,67 6 Pedet Betina ,75 2,76 7 Jantan Dewasa 3 3 0,29 Jumlah Sumber: KPSBU Lembang (2009), diolah

55 Berdasarkan Tabel 9, komposisi populasi sapi perah di TPK Cibedug belum dapat dikatakan ideal secara keseluruhan. Hanya komposisi sapi laktasi dan dara saja yang dapat dikategorikan ideal, yaitu sebesar 75,97 persen dan 11,17 atau dengan kata lain sudah berada di atas batas minimal yaitu 60 persen dan 10 persen. Untuk komposisi sapi kering kandang dan pedet masih belum belum ideal karena berada di bawah batas minimal. Sapi kering kandang sebesar 9,14 persen yang idealnya 20 persen, sedangkan pedet sebesar 3,43 persen yang idealnya 10 persen. Hal ini dapat menggambarkan akan terjadi pengurangan jumlah sapi di tahun-tahun yang akan datang akibat berkurangnya jumlah pedet yang dilahirkan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Pada tanggal 8 Agustus 1971, berdiri sebuah koperasi susu yang diprakarsai oleh 35 orang peternak. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memperkuat posisi tawar peternak sapi perah di Lembang akibat harga susu yang diterapkan loper-loper susu dan swasta seringkali tidak memuaskan. Selanjutnya koperasi susu tersebut dinamakan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU). Sejak berdiri, KPSBU terus berupaya mencapai tujuan menjadi model koperasi dalam mensejahterakan anggota. Struktur organisasi KPSBU terdiri dari pengurus dan badan pengawas. Pengurus bertujuan mengelola koperasi yang dibantu oleh para karyawan, sedangkan badan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Rapat Anggota Tahunan (RAT) memegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi. RAT dilaksanakan satu tahun sekali yang berisi laporan pertanggungjawaban pengurus dalam melaksanakan tugasnya, menetapkan kebijakan umum dan membuat rencana kerja. Manajemen diarahkan untuk berfungsi sebagai sebuah team agar dapat mendukung keberadaan koperasi dalam lingkungan yang sangat kompetitif saat ini. Tujuan utama koperasi adalah menghasilkan core commodity yang unggul, yaitu susu segar yang dihasilkan peternak sebagai produk bermutu tinggi di pasaran. Adapun pelayanan yang diberikan koperasi adalah: 1) Pemasaran susu, yaitu mengumpulkan susu segar dari peternak untuk dikirimkan ke Industri Pengolahan Susu, seperti Frisian Flag Indonesia dan PT Danone Dairy Indonesia.

56 2) Pinjaman ke anggota, yaitu memberikan pinjaman tanpa bunga kepada anggota. 3) Menyediakan barang kebutuhan rumah tangga dan kandang serta layan antar ke rumah peternak (WASERDA). 4) Program Kesehatan Anggota, yaitu anggota mendapatkan pelayanan kesehatan melalui kerjasama dengan penyedia pelayanan kesehatan swasta. 5) Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan, yaitu memberikan inseminasi buatan ke sapi perah dan pengobatan ternak yang sakit. 6) Menghasilkan ransum untuk seluruh populasi sapi perah di Lembang, yaitu melalui Pabrik Makanan Ternak. 7) Pemberdayaan kelompok dan siaran Radio Komunitas Trio AM Seiring dengan peningkatan status KPSBU menjadi Koperasi Primer Provinsi Jawa Barat, wilayah kerja KPSBU menjadi lebih luas yang mencakup Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, hingga Kabupaten Karawang. Pada tahun 2008, KPSBU memiliki anggota aktif dari kurang lebih anggota yang tersebar ke dalam 21 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dan 648 Tempat Penampungan Susu (TPS) yang dibuat untuk memudahkan dalam pengambilan susu segar dari peternak. Tiap-tiap TPK memiliki beberapa kelompok TPS dan tiap TPS terdiri dari satu anggota atau lebih sesuai dengan syarat pembentukan TPS, yaitu setiap TPS mampu menyetorkan susu segar minimal sebanyak 100 liter pada pagi hari. Pada tahun 2008 KPSBU memiliki 21 TPK dan bertambah satu TPK pada tahun TPK Cibedug merupakan salah satu TPK di KPSBU yang berada di Wilayah Kerja Timur KPSBU dan berada di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kerja TPK Cibedug memiliki 52 TPS dan juga merupakan salah satu lokasi berdirinya sebuah Cooling Unit. Setiap TPS di TPK Cibedug terdiri dari satu sampai 19 orang peternak anggota KPSBU. Menurut Lampiran 1, TPK Cibedug merupakan TPK yang memiliki jumlah anggota terbanyak (422 orang). Meskipun memiliki jumlah populasi ternak kedua terbanyak (1.223 ekor), TPK Cibedug memiliki produksi susu terbanyak dibandingkan dengan TPK yang yang lain (Lampiran 2).

57 VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST) seperti pada Tabel 10. Analisis kelayakan yang dilakukan adalah analisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah. Kelompok I merupakan responden yang memiliki sapi satu sampai tiga satuan ternak, Kelompok II memiliki di atas tiga sampai enam satuan ternak, dan Kelompok III memiliki sapi diatas enam satuan ternak. Tabel 10. Pengelompokan Responden berdasarkan Satuan Ternak (ST) Kriteria Kepemilikan Jumlah Rata-rata Kepemilikan Kelompok Ternak (dalam ST) Responden (dalam ST) Kelompok I ,25 Kelompok II diatas ,50 Kelompok III diatas , Usahaternak Sapi Perah di TPK Cibedug Peternak di TPK Cibedug terbagi dalam 52 Tempat Penampungan Susu (TPS). Jumlah peternak pada setiap TPS bervariasi antara satu sampai 19 orang peternak. Dalam satu TPS, anggotanya merupakan peternak dengan lokasi kandang yang berdekatan atau bahkan masih satu keluarga. Seorang peternak dapat memiliki TPS sendiri apabila dapat menyetor minimal 100 liter susu segar pada pagi hari Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan mata pencaharian yang dapat dilihat pada Tabel 11. Umur Umur responden di TPK Cibedug berkisar antara 23 tahun sampai 62 tahun. Responden pada Kelompok I terdistribusi pada umur tahun dengan persentase terbesar pada kisaran umur tahun, yaitu sebesar 27,27 persen. Kelompok II terdistribusi pada umur tahun dengan persentase terbesar pada kisaran umur tahun, yaitu sebesar 44,44 persen. Sedangkan pada

58 Kelompok III terdistribusi pada umur tahun, tahun dan tahun dengan persentase terbesar pada kisaran umur tahun, yaitu sebesar 50 persen. Tabel 11. Karakteristik Responden di TPK Cibedug Tahun 2009 Kelompok I Kelompok II Kelompok III Karakteristik Responden % % Jumlah Responden (orang) Jumlah Responden (orang) Jumlah Responden (orang) Umur (tahun) , , , , , , , , , , , Pendidikan SD 6 54, , SLTP 2 18, , SLTA 3 27, , D ,11-0 Pengalaman Beternak (tahun) , , , , , , , , , Mata Pencaharian Utama 10 90, , Sampingan 1 9, ,44-0 *Catatan: Utama dengan sampingan Pendidikan Pengelompokan responden menurut pendidikannya didasarkan pada jenjang pendidikan yang telah dilalui responden. Responden di TPK Cibedug sebagian besar berada pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD)/sederajat, yaitu sebesar 60 persen. Persentase responden yang berpendidikan SD paling banyak terdapat di Kelompok III yaitu 70 persen, sedangkan untuk Kelompok I dan Kelompok II masing-masing sebesar 54,55 persen dan 55,56 persen. Hal ini %

59 dikarenakan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi, sehingga responden tidak memiliki dana untuk membiayai pendidikan kejenjang yang lebih tinggi atau dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitar tempat tinggal responden yang jauh dari lokasi sekolah sehingga masyarakat di sana hanya berpendidikan SD/sederajat. Namun, ada juga responden yang tidak mempunyai minat untuk bersekolah walaupun mampu dalam hal pembiayaan. Pada umumnya responden tidak ingin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dikarenakan kekurangan biaya dan adanya keinginan untuk melakukan hal lain yang dianggap lebih berguna, seperti bertani atau beternak. Peneliti tidak mencantumkan pengalaman responden dalam mendapatkan pendidikan informal. Hal ini dikarenakan seluruh responden merupakan anggota KPSBU, dimana setiap anggota pernah mendapatkan pendidikan informal berupa penyuluhan (Lampiran 3). Selain penyuluhan dari pihak KPSBU, responden juga mendapatkan penyuluhan dari Dinas Peternakan Kecamatan Lembang. Pengalaman Beternak Lama beternak menggambarkan pengalaman para responden pada usahaternak sapi perah yang dapat mempengaruhi perilaku peternak dalam menjalankan usahaternak. Tingkat pengalaman beternak di TPK Cibedug berkisar antara satu sampai 30 tahun. Responden mendapatkan pengalaman beternak dari keluarga atau orang tua sendiri yang memang berprofesi sebagai peternak. Berdasarkan Tabel 11, responden pada Kelompok I mempunyai distribusi pengalaman beternak lebih lama dibandingkan dengan kelompok yang lain yaitu sebanyak 18,18 persen dengan pengalaman beternak tahun. Mata Pencaharian Sebanyak 25 responden atau sebesar 83,33 persen menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama. Berdasarkan Tabel 11, jumlah responden yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama adalah 90,91 persen di Kelompok I, 55,56 persen di Kelompok II dan 100 persen di Kelompok III. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah memiliki jaminan pendapatan yang berkelanjutan dari susu yang dihasilkan, sehingga responden tidak merasa khawatir tidak akan mendapatkan penghasilan dari usahaternak yang dijalankan.

60 Dari 25 responden yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama, sebanyak 26,67 persen dari mereka memiliki usaha sampingan. Pada Kelompok I sebanyak 10 persen, Kelompok II 40 persen, dan Kelompok III 50 persen. Adapun usaha sampingan yang dilakukan seperti bertani hortikultura, guru atau sebagai anggota LSM. Hal tersebut dikarenakan usaha sampingan yang dijalani merupakan usaha awal responden sebelum menjadikan usahaternak sapi perah sebagai usaha utama dan ingin usaha tersebut tetap berjalan. Responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai mata pencaharian sampingan yaitu sebanyak 16,67 persen. Berdasarkan Tabel 11, jumlah responden yang menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian sampingan adalah 9,09 persen di Kelompok I, 44,44 persen di Kelompok II dan nol persen di Kelompok III. Adapun mata pencaharian utama yang mereka jalani adalah bertani hortikultura atau sebagai karyawan KPSBU. Hal ini dikarenakan usahaternak sapi perah yang mereka jalani saat ini adalah warisan dari orang tua atau usahaternak tersebut ditujukan untuk memanfaatkan lahan di sekitar rumah yang masih dapat dimanfaatkan dan sebagai aktivitas diwaktu senggang Gambaran Usahaternak Sapi Perah Bangsa Sapi Bangsa sapi yang paling banyak dipelihara di TPK Cibedug adalah sapi dari bangsa Fries Holland (FH) dengan warna bulu hitam putih dan sebagian kecil berwarna merah putih, seperti pada Lampiran 3. Menurut Sudono (2002), sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi di Indonesia maupun di negara-negara lain, dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lain. Sapi perah bangsa FH memiliki rata-rata produksi per hari 10 liter per ekor. Hal ini terbukti dengan produksi rata-rata di TPK Cibedug sebesar 15,39 liter per ekor per hari, bahkan nilai tersebut lebih besar dari rata-rata produksi yang hanya 10 liter per ekor per hari.

61 Kepemilikan Ternak Sapi Perah Ternak sapi perah yang dimiliki oleh responden terdiri dari enam kategori, yaitu sapi laktasi, sapi kering kandang, sapi dara satu tahun, sapi dara dua tahun, pedet jantan, pedet betina, dan sapi jantan dewasa. Pada penelitian ini semua ternak sapi disetarakan ke dalam Satuan Ternak (ST), dimana satu satuan ternak setara dengan satu ekor sapi dewasa, atau dua ekor sapi dara atau empat ekor pedet. Berdasarkan Lampiran 1, dapat dilihat bahwa jumlah populasi sapi perah di TPK Cibedug sebanyak ekor. Total sapi laktsi di TPK Cibedug sebesar 765 ekor. Komposisi kepemilikan sapi perah masing-masing responden pada setiap kelompok di TPK Cibedug dapat dilihat pada Tabel 12. Rata-rata kepemilikan sapi laktasi pada kelompok I adalah dua ekor, Kelompok II empat ekor, dan Kelompok III delapan ekor. Karena rata-rata satuan ternak dari Kelompok III adalah 9,25 ST, maka untuk memudahan perhitungan diasumsikan kepemilikan sapi laktasi pada Kelompok III adalah sembilan ekor. Semua sapi laktasi milik responden diasumsikan dimulai dari laktasi II dan berproduksi sampai laktasi VII. Setelah laktasi VII sapi perah akan dijual sebagai sapi afkir. Sapi kering kandang dalam penghitungan kelayakan finansial dimasukkan dalam kategori sapi produktif, yaitu sapi yang memproduksi susu, pada tahun tersebut. Hal ini dikarenakan masa kering kandang yang hanya berlangsung selama dua bulan. Oleh karena itu, dalam satu tahun sapi tersebut tetap memproduksi susu. Berdasarkan persentase kepimilikan sapi laktasi masing-masing responden, terdapat empat responden yang memiliki persentase sapi laktasi dibawah 60 persen dimana menurut Sudono (1999) usahaternak sapi perah yang menguntungkan adalah usahaternak sapi perah yang mempunyai sapi laktasi lebih dari 60 persen. Namun berdasarkan persentase jumlah sapi produktif yang dimiliki oleh masing-masing responden seluruh responden memiliki persentase lebih dari 60 persen (Lampiran 4).

62 Tabel 12. Kepemilikan Sapi Perah Responden Karakteristik Sapi Perah Res pon Kering Dara 1 Dara 2 Pedet Pedet Laktasi den Kandang Tahun Tahun Jantan Betina Jantan Dewasa Total Satuan Ternak (ST) Kelompok I , , , , , , Kelompok II , , , , , , Kelompok III , , , , , , , , , ,75 Keterangan : Sudono (1999): - 1 ekor sapi laktasi = 1 ST - 1 ekor sapi kering kandang = 1 ST - 1 ekor sapi jantan dewasa = 1 ST - 1 ekor sapi dara = 0,5 ST - 1 ekor pedet jantan = 0,25 ST - 1 ekor pedet betina = 0,25 ST Total sapi yang dimiliki responden pada saat pengambilan data digunakan sebagai investasi awal ternak pada tahun ke-1 dengan asumsi bahwa semua sapi yang beerada di lokasi penelitian tidak ada yang dikeluarkan kecuali sapi jantan, pedet jantan dan induk afkir. Pedet betina akan berkembang menjadi sapi dara umur satu tahun, kemudian menjadi sapi dara umur dua tahun pada tahun berikutnya dan menjadi induk. Tingkat Net Calf Corp diasumsikan 90 persen dan sex ratio diasumsikan 50 persen untuk pedet betina dan 50 persen untuk pedet

63 jantan. Artinya dari kelahiran pedet selama satu tahun, kemungkinan pedet yang dapat bertahan hidup hingga menjadi sapi bakalan yaitu sebanyak 90 persen. Dari total kelahiran pedet dalam satu tahun sebanyak 50 persen merupakan kelahiran pedet betina dan 50 persen merupakan kelahiran pedet jantan. Calving interval atau jarak melahirkan untuk sapi perah di TPK Cibedug rata-rata 12 bulan. Kelahiran dimulai dengan pedet jantan pada tahun ke dua dan pedet betina pada tahun ketiga, berselang-seling. Jika jumlahnya ganjil maka yang pada urutan awal ditahunnya akan berjumlah lebih banyak. Kandang diasumsikan baru pada awal proyek dan maksimal hanya dibangun sebanyak 10 kandang pada awal proyek. Selanjutnya jika kepemilikan ternak sudah melebihi dari kapasitas kandang, selama belum melebihi kapasitas maksimal kepemilikan ternak, barulah diasumsikan dilakukan penambahan kandang. Pembatasan jumlah populasi ternak hanya sampai sejumlah satuan ternak tertentu yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan hijauan dan batas maksimal kebiasaan pembelian pakan hijauan tiap responden, dengan asumsi satu hektar dapat menghasilkan 80 ton hijauan per tahun. Penjualan yang mengakibatkan terjadi pengurangan jumlah ternak, dilakukan setiap akhir tahun sehingga untuk perhitungan proyeksi digunakan data jumlah total ternak. Setiap pedet yang lahir dan kemudian dijual akan dijual pada umur 3 bulan, yaitu setelah lepas sapih. Proyeksi populasi dapat dilihat dalam Lampiran 5. Harga beli dan harga jual untuk setiap jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 13.

64 Tabel 13. Harga Ternak di TPK Cibedug Tahun 2009 No. Jenis Ternak Harga per Ekor (Rp) 1 Pedet jantan Pedet betina Dara satu tahun Dara dua tahun Laktasi I Laktasi II Laktasi III Laktasi IV Laktasi V Laktasi VI Laktasi VII Afkir Jantan dewasa Produksi Susu Produksi susu yang dihitung meliputi jumlah yang dijual, jumlah yang diberikan kepada pedet dan jumlah susu yang dikonsumsi responden. Berdasarkan hasil penelitian, responden di TPK Cibedug sangat jarang yang mengambil susu untuk dikonsumsi. Adapun yang mengambil susu untuk dikonsumsi umumnya hanya mengambil dalam jumlah kurang dari satu liter. Produksi susu dan harga susu pada setiap responden merupakan rata-rata dari produksi dan harga yang diterima dalam sebulan terakhir dan diasumsikan tetap untuk tahun berikutnya. Dalam satu tahun sapi laktasi dapat diperah selama 10 bulan (305 hari). Produksi susu dari responden di TPK Cibedug dapat dilihat pada Tabel 14.

65 Tabel 14. Produksi Susu Responden per Sapi Laktasi per Hari Responden Produksi per Penjualan per Konsumsi Pedet Harga Susu dari Hari (Lt) Hari (Lt) per Hari (Lt) KPSBU (Rp/Lt) Kelompok I 16,71 15,62 5, , ,00 13, , ,00 19,00 6, , ,00 15, , ,00 13, , ,00 19, , ,00 16,00 6, , ,00 19, , ,50 12,50 3, , ,33 17, , ,00 15, , ,00 13, ,68 Kelompok II 15,62 13,43 4, , ,33 12,33 6, , ,00 15,00 6, , ,00 13,00 6, , ,75 18, , ,00 12,00 3, , ,00 12,00 6, , ,00 12,50 3, , ,00 12,75 3, , ,50 12,50 6, ,00 Kelompok III 13,73 12,45 5, , ,40 14,40 5, , ,00 12,80 6, , ,50 15,00 5, , ,00 13,00 5, , ,00 10,00 6, , ,67 11,67 4, , ,75 12,25 4, , ,11 11, , ,33 13, , ,56 10,89 6, ,00 Rata-rata 15,39 13,90 5, ,48 Keterangan: Asumsi harga susu merupakan rata-rata dari harga susu terendah dan harga susu tertinggi yang pernah diterima oleh responden selama melakukan usaha. Produksi susu dari responden di TPK Cibedug berkisar antara 11,11 sampai 25 liter per hari per sapi laktasi dengan rata-rata sebesar 15,39 liter per hari per sapi laktasi. Sedangkan jumlah susu yang dijual peternak responden ke KPSBU berkisar antara 10 sampai 19 liter per hari per sapi laktasi, dengan ratarata sebesar 13,90 liter per hari per sapi laktasi. Harga beli susu dari KPSBU

66 kepada peternak responden di TPK Cibedug berkisar antara Rp 3.000,00 Rp 3.280,00 per liter, dengan harga rata-rata Rp 3.117,48 per liter. Proyeksi produksi susu dihitung dengan mengasumsikan dari jumlah induk laktasi yang ada. Besarnya produksi susu tiap induk diasumsikan selama 305 hari. Proyeksi produksi susu dapat dilihat pada Lampiran 6. Usahaternak pada Responden 2 memiliki rata-rata produksi susu terbanyak dibandingkan dengan responden yang lain, yaitu sebanyak 25 liter per hari per sapi laktasi. Namun penjualan susu rata-rata ke KPSBU terbanyak adalah 19 liter per hari per sapi laktasi, yaitu pada Responden 2, Responden 5, dan Responden 7. Untuk harga jual rata-rata tertinggi adalah harga jual susu dari Responden 29 yaitu sebesar Rp 3.280,00 per liter. Sedangkan untuk harga jual rata-rata susu terendah adalah Responden 27 yaitu sebesar Rp 3.000,00 per liter.produksi susu dari responden pada Kelompok I memiliki rata-rata produksi dan rata-rata penjualan susu teringgi yaitu sebesar 16,71 liter per hari dan 15,62 liter per hari. Namun, untuk harga jual rata-rata tertinggi adalah Kelompok III sebesar Rp 3.145,30. Pemberian susu pada pedet sebenarnya tidak jauh berbeda antara Kelompok I, Kelompok II dan Kelompok III, namun pemberian susu pada pedet yang tertinggi adalah pada Kelompok III sebesar 5,13 liter per hari. Selisih antara jumlah susu yang diproduksi dengan jumlah susu yang dijual merupakan jumlah susu yang diberikan kepada pedet. Umumnya responden memberikan susu kepada pedet sebesar tiga sampai enam liter per hari per ekor. Pemberian susu pada pedet yang lebih dari tiga liter per hari per ekor tidak efisien. Menurut Sudono (2002), pemberian susu pada anak sapi dilakukan selama 3,5 bulan dengan rata-rata pemberian tiga liter per hari. Banyaknya susu yang diberikan kepada pedet akan berdampak pada pendapatan peternak, yaitu akan berdampak pada banyaknya susu yang dijual ke KPSBU. Sebagian besar responden di TPK Cibedug belum efisien dalam hal pemberian susu kepada pedet. Terlihat dari rata-rata konsumsi susu oleh pedet yaitu sebanyak lima liter per hari. Umur beranak pertama rata-rata sapi perah milik responden di TPK Cibedug adalah 2,3 tahun. Umur beranak pertama yang baik adalah sekitar 2-2,5 tahun. Sehingga produksi susu yang dihasilkan akan terus meningkat sampai umur tujuh atau delapan tahun (Sudono 2002). Jumlah susu yang dihasilkan

67 dipengaruhi juga oleh masa laktasi dan masa kering. Rata-rata sapi di TPK Cibedug memiliki masa laktasi 10 bulan dan masa kering dua bulan. Lamanya masa laktasi dan masa kering ini sudah sesuai dengan standar normal. Menurut Sudono (2002), masa laktasi yang baik adalah 10 bulan dengan masa kering kandang tujuh sampai delapan minggu. Selang beranak sapi di TPK Cibedug rata-rata adalah bulan. Menurut Sudono (2002), selang beranak yang optimal adalah bulan. Angka service per conception (S/C) yaitu rata-rata tiga. Menurut Sudono (1999), S/C yang baik adalah dua. Namun angka S/C tersebut tidak berdampak pada lamanya calving interval, sehingga angka tersebut masih berada dalam batas normal. Lamanya selang beranak biasanya dikarenakan kurang tepatnya waktu melakukan IB sehingga waktu birahi terlewatkan dan akhirnya sapi menjadi terlambat bunting Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah Pakan Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah yaitu pemberian pakan. Pada umumnya peternak menyadari bahwa pakan yang diberikan akan mempengaruhi produksi susu, sehingga peternak berusaha memberikan pakan dengan baik. Sapi perah yang produksi susunya tinggi jika diberikan pakan tidak baik maka akan menurunkan kuantitas maupun kualitas susu yang dihasilkan. Pakan yang diberikan kepada sapi perah terdiri atas pakan hijauan dan pakan penguat. Pakan hijauan yang diberikan oleh responden adalah jenis rumput lapang, rumput alam (campuran) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Rumputrumput tersebut diperoleh dari lahan milik sendiri, atau yang disewa oleh peternak baik sewa dari maupun sewa dari pihak lain. Walaupun responden sudah memiliki lahan rumput, baik lahan sendiri ataupun lahan sewa, kekurangan dalam pemberian pakan hijauan tetap saja terjadi pada musim kemarau. Bahkan beberapa responden ada yang mencari hijauan tersebut sampai ke luar daerah, seperti Subang, karena ketersediaan hijauan di wilayah Lembang sudah sangat menipis. Hal ini mengakibatkan adanya penambahan biaya transportasi untuk mendapatkan rumput.

68 Jumlah rata-rata pakan hijauan yang diberikan peternak adalah 55,80 Kg/ST/hari. Pakan penguat terdiri dari konsentrat ditambah dengan ampas tahu atau ampas singkong (ongok), ada pula yang masih menambahkan dedak, gula aren, atau jerami pada pakan yang diberikan. Pemberian ampas tahu, ataupun singkong bertujuan untuk mengurangi penggunaan konsentrat karena alasan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya pakan. Harga untuk masingmasing pakan yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Daftar Harga Pakan yang Digunakan Responden di TPK Cibedug No Jenis Pakan Harga per satuan Satuan (Rp) 1 Rumput 150 Kilogram 2 Jerami Ikat 3 Konsentrat (mako) Karung 4 ampas tahu atau ampas singkong Karung (ongok) 5 Dedak Kilogram 6 gula aren Kilogram 7 Mineral kilogram Pembelian rumput dilakukan apabila rumput yang dihasilkan dari lahan hijauan belum memenuhi kebutuhan pakan ternak yang dimiliki. Satu ikat jerami memiliki berat kurang lebih 40 kilogram, satu karung konsentrat (mako) memiliki berat 50 kilogram, dan satu karung ampas tahu atau ampas singkong (ongok) memiliki berat kurang lebih 50 kilogram. Mineral digunakan oleh responden sebagai pakan penguat sapi yang sedang bunting. Mineral dicampurkan dengan pakan penguat sebanyak 0,07 Kg/ekor/hari. Namun tidak semua responden menggunakan mineral, Hal ini dikarenakan dengan menggunaan mineral berarti akan menambah biaya pakan untuk ternak. Selain itu, beberapa responden mengungkapkan bahwa di dalam konsentrat sudah terkandung sejumlah mineral. Pemberian pakan dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu hari yaitu pada pagi hari dan sore hari sebelum pemerahan dan dengan siang hari, untuk pemberian tiga kali sehari. Pakan hijauan diberikan setelah pemberian pakan penguat. Pakan penguat diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada pagi hari pakan penguat diberikan setelah pemerahan, sedangkan pada sore hari pakan penguat diberikan sebelum pemerahan.

69 Hijauan memiliki kadar serat yang tinggi, hal ini mengakibatkan kadar lemak yang tinggi. Menurut Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan (2003), pemberian hijauan yang ideal adalah 35 Kg/ST/hari sedangkan menurut anjuran penyuluh dari KPSBU pemberian hijauan cukup 10 persen dari bobot badan sapi, untuk konsentrat 2-2,5 % bobot badan sapi (35-45 Kg/ST/hari), dan mineral kurang lebih satu sendok makan atau kurang lebih 10 gram. Pemberian pakan hijauan pada sapi laktasi tidak terlalu baik karena berada jauh di atas normal, yaitu 55,80 Kg/ST/hari, sehingga dianggap kurang efisien. Pemberian dedak, ongok, dan pakan tambahan lainnya sebenarnya tidak dianjurkan karena kebutuhan tersebut sudah terkandung di dalam konsentrat. Proyeksi pemberian pakan pada masing-masing kelompok maupun responden dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Lampiran 7, pemberian pakan hijauan atau rumput paling banyak adalah pada Responden 14 (120 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 21 (25 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok II merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan hijauan atau rumput yang paling banyak diantara responden yang lain (61 Kg/ST/hari). Pemberian pakan konsentrat atau mako paling banyak adalah pada Responden 21 (13,33 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 15 (0,83 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok III merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan konsentrat atau mako yang paling banyak diantara responden yang lain (7,81 Kg/ST/hari). Pemberian pakan tambahan berupa dedak paling banyak adalah pada Responden 2 (16,67 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 18 (0,00 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok II merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan tambahan berupa dedak yang paling banyak diantara responden yang lain (7,24 Kg/ST/hari). Sedangkan pemberian pakan tambahan berupa ampas singkong (ongok) paling banyak adalah pada Responden 15 (25 Kg/ST/hari) dan paling sedikit pada Responden 13 (0,00 Kg/ST/hari). Untuk kategori kelompok, Kelompok II merupakan kelompok dengan rata-rata pemberian pakan tambahan berupa ongok yang paling banyak diantara responden yang lain (8,29 Kg/ST/hari). Penetapan Responden dengan kriteria penggunaan

70 jenis pakan yang paling sedikit dilakukan dengan cara melihat nilai yang paling rendah. Jika terdapat kesamaan dengan responden lain maka ditentukan berdasarkan total pemberian pakan penguat dengan nilai yang paling kecil. Perkandangan Ternak membutuhkan kandang yang berfungsi sebagai tempat berlindung, yaitu untuk menghindari pengaruh-pengaruh yang dianggap kurang menguntungkan seperti kepanasan dan kehujanan. Selain itu kandang juga berfungsi bagi peternak dalam memudahkan penanganan dan pengawasan kesehatan ternak. Pada umumnya sapi perah betina dipisahkan dengan pejantan. Pedet dipelihara dalam kandang tersendiri baik untuk pedet yang baru lahir maupun pedet yang sudah besar. Pedet yang baru lahir dipelahara dalam kandang yang beralaskan rumput, sekam atau serbuk gergaji untuk menghindarkan dari kedinginan. Luas lahan untuk kandang yang terdapat di TPK Cibedug bervariasi, seperti pada Tabel 16. Umur ekonomis kandang rata-rata 10 tahun, dengan biaya pendirian kandang untuk satu ekor sapi sebesar Rp ,00. Kandang umumnya terbuat dari bahan bangunan sederhana seperti kayu dan bahan semen dengan atap genteng atau asbes. Tata letak kandang responden terpisah dengan rumah karena lahan yang tersedia terbatas. Responden membangun kandang sangat berdekatan dengan rumah, berada di belakang, di depan, atau di samping rumah. Luas kandang per satu ekor sapi dewasa rata-rata 1,5 m x 2 m, dengan tinggi rata-rata 2,5-3,0 meter. Peternak ada yang menempatkan dua ekor sapi dalam satu kandang yaitu dengan ukuran 3 m x 2 m yang dinamakan satu lokal (Lampiran 3). Ukuran kandang yang ada sudah sesuai karena ukuran kandang ideal untuk satu ekor sapi induk adalah panjang cm, lebar cm (Sudono 2003). Sedangkan luas kandang untuk pedet adalah setengah kali ukuran sapi dewasa dengan ketinggian yang sama. Kandang yang digunakan oleh seluruh responden merupakan kandang permanen dengan tipe tunggal atau ganda. Untuk tipe ganda ada yang ditempatkan berhadapan ada pula yang bertolak belakang (Lampiran 3). Rata-rata responden melakukan perbaikan kandang pada tahun ke tujuh, dengan biaya sebessar 20 persen dari biaya pendirian kandang.

71 Dinding kandang sapi perah responden terbuat dari tembok yang dibangun setinggi satu hingga 1,5 meter, jarak dari tembok hingga atap menggunakan kayu dengan tinggi berkisar antara dua hingga tiga meter. Lantai kandang yang digunakan responden bermacam-macam, yaitu lantai semen, lantai kayu, dengan karet, atau kombinasi dari tiga bahan tersebut. Penggunaan karet sebagai alas kandang dilakukan untuk memudahkan peternak dalam membersihkan kandang dan lantai tidak licin. Setiap kandang memiliki tempat makan dan tempat minum sendiri. Air minum untuk ternak umumnya selalu tersedia di kandang sehingga responden tidak perlu memberikan air minum setiap waktu. Tabel 16. Luas Lahan yang Dialokasikan untuk Kandang Ternak Sapi Perah Responden Responden Luas (m 2 ) Keterangan 1 6 Milik orang lain tanpa bayar sewa 2 6 Milik orang tua 3 7,26 Wariasan 4 42 Warisan 5 12 Milik orang tua 6 46,70 Milik orang tua 7 42 Milik 8 46,70 Milik orang tua Milik Milik orang tua Milik 12 46,70 Milik orang tua Milik orang tua Milik orang tua Milik Milik Milik orang tua Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik Milik orang tua Milik Milik Milik Milik Milik yayasan tanpa sewa

72 Lahan yang digunakan untuk kandang merupakan lahan milik dan pinjaman. Disebut lahan pinjaman dikarenakan peternak tidak melakukan pembiayaan atas lahan yang dipinjam. Umumnya hal tersebut terjadi dikarenakan faktor kekeluargaan atau balas jasa di masa lalu. Untuk lahan milik, sebagian besar responden memiliki lahan tersebut dari lahan yang diwariskan oleh orang tua yang sebelumnya juga merupakan peternak sapi perah. Ketersediaan air pada peternakan sapi perah sangat penting karena susu yang dihasilkan 87 persen berupa air. Dibutuhkan 3,5 sampai empat liter air minum untuk mendapatkan satu liter susu. Oleh karena itu, di lingkungan sekitar lokasi peternakan keberadaan air harus diperhitungkan. Air pada peternakan sapi perah digunakan untuk minum, mandi, dan membersihkan kandang. Setiap kandang pada umumnya terdapat sumur atau sumber air dari alam untuk kebutuhan ternak yang diambil dari mata air pegunungan. Kegiatan memandikan sapi dilakukan bersamaan dengan membersihkan kandang (Lampiran 3). Kegiatan ini dilakukan sebelum sapi diperah agar air susu yang diperah terhindar dari kotoran atau bibit-bibit penyakit, yang dapat meningkatkan jumlah bakteri dan berakibat pada kualitas susu dan harga yang diterima oleh peternak dari koperasi. Sapi diperah pada pagi hari mulai pukul WIB dan siang hari sekitar pukul WIB. Kepemilikan Lahan Hijauan Lahan yang digunakan oleh responden untuk aktivitas usahaternak terdiri dari dari lahan pribadi dan lahan sewa dengan komposisi seperti pada Tabel 17. Lahan yang disewa merupakan lahan yang disewakan oleh pihak KPSBU (kerjasama dengan Perhutani) maupun lahan yang disewakan oleh perorangan. Satu hektar lahan dapat menghasilkan 80 ton hijauan per tahun. Biaya sewa lahan per tahun pada KPSBU sebesar Rp 34,29 per meter persegi. Pembayaran sewa dilakukan dengan cara pemotongan penerimaan peternak dari hasil penyetoran susu kepada pihak KPSBU per 15 hari selama enam bulan. Untuk sewa lahan dari pihak lain, pembayaran sewa dilakukan sesuai kesepakatan yang dibuat antara peternak dengan pihak yang menyewakan lahan.

73 Tabel 17. Kepemilikan Lahan Hijauan Responden Responden Luas (m 2 ) Sewa Milik Keterangan Sewa ke lahan milik orang China Total Peralatan dan Perlengkapan Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha yang penggunaannya lebih dari satu tahun, sedangkan perlengkapan merupakan alat bantu usaha yang masa pemakaiannya kurang dari atau sama dengan satu tahun. Ada berbagai macam peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh responden seperti tertera pada Tabel 18 dan Tabel 19.

74 Tabel 18. Daftar Peralatan yang Digunakan Responden No Nama Peralatan/Perlengkapan Umur Ekonomis (tahun) Harga Persatuan (Rp) 1 Cangkul Drum Ember pakan Ember stainless Garpu kayu Gentong plastik Gerobak Golok Karet alas Milk can Sekop Ukuran kecil sedang besar besar kecil besar sedang kecil 10 liter 15 liter 20 liter 12 Selang per meter 13 Sikat kandang Tali tambang ~ 3000 per meter 15 Paralon per meter Peralatan yang banyak digunakan responden adalah cangkul, sekop, garpu kayu, milkcan, selang, dan gentong plastik. Umur ekonomis peralatan berkisar antara satu tahun sampai 10 tahun, sedangkan umur ekonomis perlengkapan berkisar kurang dari satu tahun. Nilai penyusutan dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi dengan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis.

75 Tabel 19. Daftar Perlengkapan yang Digunakan Responden No Nama Perlengkapan Umur Ekonomis Harga Persatuan (bulan) (Rp) Ukuran 1 Ember perah Besar Kecil 2 Pikulan rumput Pikulan susu Sabit Besar Kecil 5 Sapu lidi Saringan Besar 7 Sepatu boot Sikat sapi Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahaternak sapi perah dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Responden di TPK Cibedug sebagian besar menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga, yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Tabel 20 menunjukkan penggunaan tenaga kerja responden dalam usahaternak sapi perah dibedakan berdasarkan jenis kelamin yaitu pria dan wanita. saja. Sebagian besar responden menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga sangat penting dan juga dipengaruhi oleh kepemilikan ternak sapi yang kurang dari 10 ST. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga hanya berkisar satu sampai dua orang pekerja. Rata-rata upah pekerja yang berasal dari luar keluarga di TPK Cibedug kurang lebih sebesar Rp ,00 per bulan. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan seluruhnya adalah pria. Untuk tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga tidak diberi upah. Secara umum kegiatan yang dilakukan dalam usahaternak sapi perah terdiri dari pemberian pakan, pemberian minum, membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan, mengangkut susu, dan mencari hijauan serta mencacah rumput (Lampiran 3). curahan waktu yang berbeda. Masing-masing kegiatan memerlukankan Mencari hijauan merupakan kegiatan yang memiliki proporsi terbesar atas total waktu. Kurang lebih waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan rumput adalah dua hingga lima jam dalam sehari. Hal ini dikarenakan lahan rumput yang dimiliki sebagian besar responden, baik lahan

76 sendiri maupun lahan sewa, letaknya cukup jauh. Apalagi jika tidak mencukupi kebutuhan ternak, maka responden harus mencari pakan hijauan ke daerah lain seperti Subang. Tabel 20. Tenaga Kerja yang Digunakan oleh Responden Tenaga Kerja Respond Pemerah Mencari DK LK en an Pakan Pemeliharaa n Kandang Pemberian Pakan P W P W P P W P P P W P P P P P P P W P W P W W P dan P P dan P W P P P W P P dan P P dan P W P W P W W P P W dan P W P P W dan P W dan P P dan P P dan P W P P P W P P P W W P P W dan P W dan P P dan P P W P P P P P P P P P P P P P P (DK) P (LK) P (DK) P (DK) P P W dan P W W P W W P dan P P P dan W W dan P P P dan P P (LK) P (LK) W P 2 P 2 P P P 2 P P dan W W P P P P P, P dan 2 P (LK) 2 P (LK) 2 P (LK) P P P P P Total % 53,1 31, 15, Keterangan : Dalam Keluarga (DK), Luar Keluarga (LK), Pria (P), dan Wanita (W)

77 Para responden menggunakan alat transportasi seperti sepeda motor atau mobil bak terbuka (pick up) dalam aktivitas mencari pakan hijauan, Lampiran 3. Jika menggunakan sepeda motor membutuhkan bahan bakar sebesar satu liter per hari atau seharga Rp 4.500,00 per liter, namun saat musim kemarau memerlukan bahan bakar dua kali lipat atau sebesar dua liter per hari. Pakan hijauan yang diperoleh cukup untuk pakan dua ST. Jika menggunakan alat transportasi mobil responden mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 3.125,00 per ekor per hari. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahaternak sapi perah. Tenaga yang digunakan harus terampil dan berpengalaman agar penggunaan tenaga kerja efisien. Menurut Sudono (1999), untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usahaternak sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat memelihara enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Berdasarkan hasil penelitian Septianingrum (2008), rata-rata curahan waktu kerja masing-masing tenaga kerja dalam keluarga untuk pengelolaan usahaternak sapi perah pada peternak anggota KPSBU per satuan ternak adalah 0,6922-1,2528 HKP per hari untuk tenaga kerja suami, 0,1959-0,4541 HKP per hari untuk tenaga kerja istri, 0,0000-0,1024 HKP per hari untuk tenaga kerja anak kecil, 0,0377-0,1912 HKP per hari untuk tenaga kerja anak dewasa laki-laki dan 0,0136-0,0208 HKP per hari untuk tenaga kerja anak dewasa perempuan. Hasil penelitian Marliani (2008) menyebutkan bahwa rata-rata curahan waktu kerja di wilayah kerja Timur yang terdiri dari TPK Gunung Putri, Cilumber, Cibogo, Cikawari, dan Cibedug adalah seperti pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Curahan Waktu Kerja di Wilayah Kerja Timur KPSBU Aktivitas Curahan Waktu Kerja (HKP/ST) Persentase (%) Pemberian hijauan 0,10 7,28 Pemberian konsentrat 0,10 7,66 Pemberian air minum 0,06 4,13 Membersihkan kandang 0,16 11,71 Memandikan sapi 0,14 10,81 Pemerahan 0,13 9,99 Mengangkut susu 0,04 3,00 Mencari hijauan 0,50 37,69 Mencacah rumput 0,10 7,73

78 Pada penambahan jumlah populasi milik responden maka kebutuhan tenaga kerjapun akan bertambah, sehingga diperlukan proyeksi tenaga kerja untuk melihat kebutuhan tenaga kerja yang meningkat. Rata-rata, di TPK Cibedug, satu orang tenaga kerja menangani sekitar empat sampai enam satuan ternak (ST). Rataan ini masih kurang efisien jika dibandingkan dengan pernyataan Sudono (1999) bahwa satu orang tenaga kerja dewasa mampu menangani sampai tujuh ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Yapp dan Nevans (1955), diacu dalam Sudono (1999), satu tenaga kerja dewasa mampu menangani ekor sapi dewasa. Dalam perhitungan kelayakan finansial penulis mengasumsikan dengan menggunakan nilai tengah dari kedua pendapat tersebut yaitu satu tenaga kerja dewasa mampu menangani 10 ekor sapi dewasa. Pemerahan Peternak di TPK Cibedug melakukan pemerahan dengan cara manual (Lampiran 3). Pemerahan dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pada pagi dan sore hari. Hal ini dilakukan karena pihak koperasi mengumpulkan susu dari peternak dua kali dalam satu hari. Pada pagi hari peternak akan menyetorkan susu hasil perahan ke Tempat Penampungan Susu (TPS) pukul WIB, dan pada sore hari pukul WIB. Perbedaan waktu pengambilan susu dari peternak tergantung letak penampungan susu dengan lokasi Cooling Unit. Susu yang pertama diangkut adalah susu dari tempat penampungan yang paling jauh dari Cooling Unit. Kemudian susu dibawa ke Cooling Unit yang ada di Nagrak, Pamecelan, Pojok, Cibedug dan di Koperasi. Sebelum dilakukan pemerahan peternak membersihkan kandang terlebih dahulu serta memandikan sapi yang akan diperah. Sebelum diperah ambing dibasuh terlebih dahulu dengan menggunakan lap bersih. Beberapa peternak menggunakan air hangat untuk membersihkan ambing agar kuman-kuman yang menempel pada ambing bisa mati dan tidak merusak kualitas susu yang diperah. Namun beberapa peternak lain menganggap menggunakan air biasa juga sudah cukup. Pemerahan harus dilakukan sampai air susu di dalam ambing benar-benar habis untuk mencegah penyakit mastitis pada sapi perah. Untuk mencegah munculnya penyakit tersebut, umumnya peternak mengoleskan vaselin pada

79 putting yang akan diperah. Satu kilogram vaselin habis dalam waktu tiga bulan untuk setiap ekor sapi laktasi, dimana harga vaselin Rp ,00 per kilogram. Perkawinan Perkawinan adalah upaya untuk melanjutkan keturunan dan menambah populasi ternak sapi perah, sehingga dapat meningkatkan produksi susu. Sebelum melakukan perkawinan peternak harus mengetahui tanda-tanda birahi agar ternak siap untuk dikawinkan, sehingga perkawinan yang dilakukan bisa berhasil. Menurut Sudono (1999), tanda-tanda birahi yang umum pada sapi perah ialah: (1) pada umumnya sapi perah yang birahi akan menaiki sapi betina yang lain, (2) sapi gelisah dan berjalan kesana-kemari, (3) suatu cairan yang kental, jernih, dan berkaca-kaca keluar dari alat kelaminnya dan (4) kemaluannya berwarna merah, bengkak dan hangat. Pelaksanaan perkawinan pada sapi-sapi milik peternak di TPK Cibedug dilakukan oleh petugas inseminator dari KPSBU, Unit Kesehatan Hewan dan IB (IB Keswan). Perkawinan dilakukan dengan kawin buatan atau Inseminasi Buatan (IB). Jika peternak sudah mengetahui sapi yang dimiliki menunjukkan tanda-tanda birahi, maka peternak segera melaporkan pada TPK sambil menyerahkan kartu berwarna merah secara langsung kepada petugas IB atau menyimpan kartu tersebut si tiap-tiap pos TPS terdekat. Setelah dua sampai tiga bulan dilakukan pemerikasaan kebuntingan, jika sapi tidak menunjukkan tandatanda kebuntingan maka inseminator akan melakukan IB setelah sapi tersebut birshi kembali. Pelaksanaan IB tidak dipungut biaya karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk pelayanan koperasi kepada anggotanya. Penyakit Penyakit yang sering menyerang sapi-sapi peternak di TPK Cibedug adalah diare, kembung, kaki bengkak, mastitits, dan Brucellosis. Pengobatan pertama yang dilakukan peternak jika mengetahui sapi yang dimiliki terkena penyakit, khususnya diare, kembung, dan kurang nafsu makan, adalah dengan menggunakan obat tradisional seperti memberi pakan dengan rumput-rumput jenis tertentu atau dengan jamu. Namun apabila terserang penyakit yang cukup parah seperti Brucellosis atau mastitis, peternak langsung melaporkan ke mantra yang bertugas. Jika tidak dapat ditangani lagi maka ditangani oleh dokter hewan. Sapi

80 yang tidak dapat disembuhkan lagi, langsung dijual ke tempat pemotongan hewan dengan harga yang relatif murah. Umumnya harga yang diberikan hanya setengah dari harga yang seharusnya. Pelayanan kesehatan hewan tidak pernah dituntut biaya sedikitpun. Koperasi memberikan pelayanan kesehatan hewan kepada anggota secara gratis. Untuk memenuhi pelayanan tersebut, koperasi menyediakan tenaga kesehatan seperti dokter-dokter hewan. Setiap tahun koperasi juga menyediakan dana khusus untuk bagian kesehatan hewan dalam memberikan pelayanan kepada peternak-peternak anggota koperasi. Pemasaran Hasil Susu yang diperah akan disetorkan kepada koperasi, yang selanjutnya oleh koperasi akan dipasarkan kepada Industri Pengolah Susu (IPS), seperti PT. Frisian Flag Indonesia (FFI), Ultra, Indomilk, dan Indolacto. Harga yang dibayar oleh koperasi adalah sesuai dengan kualitas susu yang disetorkan dengan harga berkisar antara Rp 2.900,00-Rp3.400,00 per liter, yaitu dengan standar kadar Total Solid (TS) 11,3 persen, uji Resazurin TPC (jumlah kuman < per mililiter), dan Titik Beku (TB) -0,520 C sampai -0,550 C. Jika ada kenaikan TS maupun penurunan jumlah kuman, akan mendapatkan bonus sesuai dengan kategorinya masing-masing dan jika kurang dari standar maka akan dikenakan denda dan surat peringatan sesuai dengan ketetapan di KPSBU. Harga susu yang diterima peternak dari koperasi dalam satu TPS sama, namun bisa berbeda antara TPS yang satu dengan yang lain meski dalam satu TPK. Hal tersebut tergantung pada kualitas susu yang disetorkan. Setiap terjadi peningkatan TS sebesar 0,1 dikenakan bonus Rp 5,00 per liter, sedangkan apabila terjadi penurunan TS sebesar 0,1 dikenakan denda Rp 5,00 per liter. Setiap melewati batas TB dikenakan denda Rp 100,00 per liter. Dilihat dari jumlah kuman (TPC) koperasi membagi kedalam empat kelompok, yaitu B1 (jumlah kuman < per mililiter), B2 (jumlah kuman per mililiter), M (jumlah kuman per mililiter), dan P (jumlah kuman > per mililiter). Untuk kategori TPC B1 peternak memperoleh bonus Rp 450,00; untuk B2 memperoleh bonus Rp 350,00; untuk M dan P tidak memperoleh bonus (bonus Rp 0,00).

81 Standar yang diterapkan koperasi terhadap kualitas susu yang disetorkan peternak salah satunya bertujuan agar peternak terpacu dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kualitas susu terbaik, sehingga dapat memperoleh harga jual susu yang tinggi dan pendapatan akan bertambah. Selain itu, dikelompokkan dalam TPS juga bertujuan untuk saling mengingatkan, minimal antar peternak dalam satu TPS, untuk memperoleh kualitas susu terbaik. Sehingga akan saling membantu dalam tatalaksana usahaternak yang dijalankan, karena jika satu peternak saja dalam satu TPS menghasilkan kualitas susu yang jelek maka semua peternak dalam satu TPS akan terkena imbasnya, yaitu harga susu menjadi rendah. Alasan lainnya adalah agar susu dari peternak dapat terjual seluruhnya ke IPS, karena syarat penjualan susu ke IPS lebih ketat Analisis Kelayakan Finansial Umur proyek dalam analisis kelayakan finansial usahaternak sapi perah yaitu selama 10 tahun. Hal tersebut didasarkan pada umur ekonomis variabel yang paling lama yaitu kandang. Tahun (t) dimulai dari tahun ke-1 karena pada tahun tersebut usahaternak sudah dapat menghasilkan. Aliran kas membahas tentang arus penerimaan dan arus pengeluaran usahaternak. Aliran kas untuk suatu proyek harus dipisahkan antara aliran kas yang terjadi karena keputusan pembelanjaan dengan aliran kas yang terjadi karena investasi. Arus penerimaan diperoleh dari penerimaan operasi dan nilai sisa aktiva pada akhir proyek. Arus pengeluaran terdiri dari pengeluaran investasi dan pengeluaran operasional selama proyek berjalan. Pendapatan bersih merupakan selisih dari penerimaan total usahaternak sapi perah dikurangi biaya total usahaternak sapi perah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan adalah populasi ternak, tingkat produksi, dan tingkat keefisienan penggunaan faktor produksi Arus Penerimaan Arus penerimaan (inflow) adalah arus kas yang masuk ke suatu usaha. Usahaternak sapi perah di TPK Cibedug memiliki arus penerimaan yang terdiri dari beberapa komponen yaitu penerimaan dari penjualan susu segar, penjualan pedet jantan, penjualan pedet betina, penjualan induk afkir, penjualan jantan, penjualan kotoran, penjualan karung dan nilai sisa. Pada Skenario II, terdapat

82 komponen penerimaan pinjaman pada arus peneripaan. Untuk proyeksi inflow masing-masing kelompok dan responden dapat dilihat pada Lampiran 4. Penjualan pedet betina dilakukan apabila batas maksimal jumlah sapi yang dapat dipelihara sudah terpenuhi. Batas maksimal tersebut berdasarkan ketersediaan lahan yang dimiliki, baik lahan untuk kandang maupun lahan untuk hijauan. Jumlah penerimaan dipengaruhi oleh jumlah produksi dan harga jual. Sapi perah di TPK Cibedug rata-rata beranak satu kali dalam satu tahun. Susu yang dihasilkan dengan kisaran produksi antara liter/ekor/hari yang dijual ke koperasi dengan harga berkisar antara Rp 3.000,00 - Rp 3.280,00 per liter. Penerimaan hasil produksi susu adalah harga jual dikalikan dengan produksi susu yang dijual. Pembayaran dari koperasi atas penjualan susu diberikan setiap 15 hari sekali atau dua kali dalam satu bulan. Penerimaan dari penjualan pedet yang baru lepas sapih, rata-rata berumur tiga bulan. Penerimaan dari penjualan ternak adalah perkalian antara harga jual dengan jumlah ternak yang dijual. Penerimaan yang berasal dari penjualan kotoran dan penjualan kotoran bervariasi. Harga jual untuk karung konsentrat (mako) adalah Rp 1.000,00 dan untuk karung ongok adalah Rp 300,00. Proyeksi penjualan ternak dari masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran Arus Pengeluaran Arus pengeluaran (outflow) yang terjadi meliputi biaya investasi dan biaya operasional selama proyek tersebut dijalankan. Untuk proyeksi outflow masingmasing kelompok dan responden dapat dilihat pada Lampiran Investasi Titik awal dari usaha ekonomi dan finansial suatu proyek adalah penanaman investasi, yaitu biaya yang ditanamkan sebelum usaha berjalan. Biaya investasi yang ditanamkan tersebut memiliki umur ekonomis yang berbeda-beda sesuai dengan ketahanan barang tersebut selama proses produksi. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang ditanamkan. Jumlah investasi yang ditanam masing-masing usaha akan berbeda sesuai dengan jumlah populasi ternak yang dimiliki. Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku di lapang pada saat penelitian berlangsung. Pengeluaran investasi terdiri dari nilai awal ternak pada awal

83 proyek, pembangunan kandang, pembuatan sumber air, dan pembelian peralatan. Diasumsikan pengeluaran tersebut terjadi setiap kenaikan jumlah Satuan Ternak. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke-1 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. 2. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat proyek beroperasi. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi langsung dengan jumlah produksi susu, sedangkan biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak terkait langsung dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Biaya yang termasuk biaya variabel adalah biaya pakan, biaya perlengkapan, dan biaya vaselin. Sedangkan biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja, listrik, transportasi, biaya sewa dan pajak, kewajiban kepada koperasi, dan perbaikan kandang. Penghitungan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan PBB yang ditetapkan untuk wilayah TPK Cibedung. Kewajiban yang harus disetorkan kepada koperasi adalah berupa simpanan wajib sebesar Rp 5,00 per liter dan simpanan manasuka sebesar Rp 5.000,00 per bulan. 3. Pembayaran Biaya Cicilan Pinjaman Komponen ini hanya terdapat pada Skenario II, akibat adanya penerimaan pinjaman dari bank. Pinjaman dilakukan pada tahun ke-1 dan pembayaran cicilan mulai dilakukan pada akhir tahun pertama dengan waktu pengembalian selama lima tahun Penilaian Kriteria Kelayakan Finansial Berdasarkan nilai arus penerimaan dan arus pengeluaran maka dilakukan analisis finansial untuk mendapatkan nilai Net Present Value (NPV), Interest Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Pada Skenario I suku bunga yang digunakan sebagai parameter analisis untuk menghitung NPV, IRR, Net B/C, dan PP adalah suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia (BI) sebesar tujuh persen per tahun. Hal ini disebabkan semua responden menggunakan modal sendiri dalam mendirikan usahanya, sehingga opportunity cost dari usaha adalah bunga deposito tersebut. Pada Skenario II suku

84 bunga yang digunakan sebagai parameter analisis untuk menghitung NPV, IRR, Net B/C, dan PP adalah suku bunga pinjaman kredit investasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 14 persen per tahun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial peternak apabila modal yang digunakan berasal dari pinjaman. Tingkat suku bunga yang digunakan pada Skenario I menggunakan tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia (BI) pada bulan Juni tahun 2009, yaitu sebesar tujuh persen. Pemilihan ini berdasarkan bahwa di Lembang terdapat berbagai macam bank swasta serta modal usaha pemilik seluruhnya berasal dari modal pribadi bukan berasal dari pinjaman. Pada Skenario II menggunakan tingkat suku bunga pinjaman kredit investasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada bulan Juni tahun 2009, yaitu sebesar 14 persen. Pemilihan ini dikarenakan BRI adalah bank yang paling banyak memberikan pendanaan untuk sektor agribisnis. Besarnya tingkat suku bunga pada kedua skenario tersebut diasumsikan tetap selama umur proyek. Pinjaman diasumsikan sebesar pengeluaran (outflow) pada tahun ke-1. Pinjaman dilakukan pada tahun ke-1 dan pembayaran cicilan mulai dilakukan pada akhir tahun pertama. Waktu pengembalian selama lima tahun pada tingkat suku bunga 14 persen. Jumlah yang harus dibayar setiap tahun diperoleh dengan menggunakan rumus capital recovery factor atau faktor pengembalian modal yaitu P(i(1+i) t : (1+i) t -1). Rumus tersebut untuk mengetahui berapa besarnya jumlah tetap yang harus dibayar pada akhir setiap tahun untuk mengembalikan suatu pinjaman termasuk nilai pokok dan bunganya yang selalu dikenakan terhadap nilai pinjaman yang masih berlaku (belum dikembalikan) selama tahun tersebut (sebelum angsuran akhir tahun). Pada analisis finansial ini tidak memasukkan pajak penghasilan dari usahaternak sapi perah. Hal ini dikarenakan para responden tidak pernah menyetorkan pajak penghasilan dari usaha mereka. Analisis kelayakan finansial secara rinci ditunjukkan oleh Lampiran 9 sampai Lampiran 21, yang diwakili oleh Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III.

85 1. Skenario I Hasil perhitungan NPV, IRR, Net B/C, dan PP pada tingkat suku bunga tujuh persen pada masing-masing kelompok seperti pada Tabel 22 dan untuk masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran 22. Tabel 22. Analisis Kelayakan Finansial Masing-Masing Kelompok pada Skenario I (DF 7%) Responden NPV IRR (%) Net B/C PP Kelompok I , ,91 8 Tahun 4 Bulan 20 Hari Kelompok II ,61 7 0,99 - Kelompok III , ,30 9 Tahun 4 Bulan 3 Hari Skenario I Analisis yang dilakukan pada Kelompok I, memiliki NPV sebesar Rp ,50 dan merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama 10 tahun atau selama umur proyek. Nilai IRR sebesar 23% artinya investasi yang ditanamkan pada usahaternak sapi perah Kelompok I layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 2,91 yang artinya penerimaan peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya, yaitu peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2,91 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Berdasarkan perhitungan PP, jangka waktu pengembalian investasi pada usahaternak Kelompok I yaitu selama 8 tahun 4 bulan 20 hari. Berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut, secara finansial usahaternak sapi perah pada Kelompok I rata-rata layak untuk dijalankan. Dari 11 responden pada Kelompok I sebesar 72,73 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 27,27 persen tidak layak untuk diusahakan. Analisis yang dilakukan pada Kelompok II, memiliki NPV sebesar (-) Rp ,61 dan merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama 10 tahun atau selama umur proyek. Nilai IRR sebesar 7% artinya investasi yang ditanamkan pada usahaternak sapi perah Kelompok II tidak layak dan tidak menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 0,99 yang artinya penerimaan peternak lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan untuk

86 memperolehnya, yaitu peternak tidak mendapatkan tambahan penerimaan karena dari setiap pengeluaran Rp 1,00 peternak hanya menerima sebesar Rp 0,99 atau dengan kata lain peternak merugi. Berdasarkan perhitungan PP, jangka waktu pengembalian investasi pada usahaternak Kelompok II tidak berada dalam jangka waktu 10 tahun. Berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut, secara finansial usahaternak sapi perah pada Kelompok II rata-rata tidak layak untuk dijalankan. Dari sembilan responden pada Kelompok II sebesar 55,56 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 44,44 persen tidak layak untuk diusahakan. Analisis yang dilakukan pada Kelompok III, memiliki NPV sebesar Rp ,96 dan merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama 10 tahun atau selama umur proyek. Nilai IRR sebesar 13% artinya investasi yang ditanamkan pada usahaternak sapi perah Kelompok III layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 1,30 yang artinya penerimaan peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya, yaitu peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,30 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Berdasarkan perhitungan PP, jangka waktu pengembalian investasi pada usahaternak Kelompok III yaitu selama 9 tahun 4 bulan 3 hari. Berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut, secara finansial usahaternak sapi perah pada Kelompok III rata-rata layak untuk dijalankan. Dari 10 responden pada Kelompok III sebesar 80 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 20 persen tidak layak untuk diusahakan. 2. Skenario II Hasil perhitungan NPV, IRR, Net B/C, dan PP pada tingkat suku bunga 14 persen pada masing-masing kelompok seperti pada Tabel 23 dan untuk masingmasing responden dapat dilihat pada Lampiran 22.

87 Tabel 23. Analisis Kelayakan Finansial Masing-Masing Kelompok pada Skenario II Skenario I (DF 7%) Responden NPV IRR (%) Net B/C PP Kelompok I , ,29 9 Tahun 3 Bulan 26 Hari Kelompok II -50,105, ,72 - Kelompok III ,59 3 0,87 - Analisis yang dilakukan pada Kelompok I, memiliki NPV sebesar Rp ,80 dan merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama 10 tahun atau selama umur proyek. Nilai IRR sebesar 23% artinya investasi yang ditanamkan pada usahaternak sapi perah Kelompok I layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 1,29 yang artinya penerimaan peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya, yaitu peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,29 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Berdasarkan perhitungan PP, jangka waktu pengembalian investasi pada usahaternak Kelompok I yaitu selama 9 tahun 3 bulan 26 hari. Berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut, secara finansial usahaternak sapi perah pada Kelompok I rata-rata layak untuk dijalankan. Dari 11 responden pada Kelompok I sebesar 72,73 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 27,27 persen tidak layak untuk diusahakan. Analisis yang dilakukan pada Kelompok II, memiliki NPV sebesar (-) Rp ,59 dan merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama 10 tahun atau selama umur proyek. Nilai IRR sebesar 1% artinya investasi yang ditanamkan pada usahaternak sapi perah Kelompok II tidak layak dan tidak menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 0,72 yang artinya yaitu peternak tidak mendapatkan tambahan penerimaan karena dari setiap pengeluaran Rp 1,00 peternak hanya menerima sebesar Rp 0,72 atau dengan kata lain peternak merugi. Berdasarkan perhitungan PP, jangka waktu pengembalian investasi pada usahaternak Kelompok II tidak berada dalam jangka waktu 10 tahun. Berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut, secara finansial

88 usahaternak sapi perah pada Kelompok II rata-rata tidak layak untuk dijalankan. Dari sembilan responden pada Kelompok II sebesar 44,44 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 55,56 persen tidak layak untuk diusahakan. Analisis yang dilakukan pada Kelompok III, memiliki NPV sebesar (-) Rp ,59 dan merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama 10 tahun atau selama umur proyek. Nilai IRR sebesar 3% artinya investasi yang ditanamkan pada usahaternak sapi perah Kelompok III tidak layak dan tidak menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku. Nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 0,87 yaitu peternak tidak mendapatkan tambahan penerimaan karena dari setiap pengeluaran Rp 1,00 peternak hanya menerima sebesar Rp 0,87 atau dengan kata lain peternak merugi. Berdasarkan perhitungan PP, jangka waktu pengembalian investasi pada usahaternak Kelompok III tidak berada dalam jangka waktu 10 tahun. Berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut, secara finansial usahaternak sapi perah pada Kelompok III rata-rata tidak layak untuk dijalankan. Dari 10 responden pada Kelompok III sebesar 70 persen layak untuk diusahakan dan sebesar 30 persen tidak layak untuk diusahakan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial terlihat bahwa persentase responden yang layak pada Kelompok III paling besar dibandingkan dengan kelompok lain pada Skenario I. Pada Skenario II, persentase responden yang layak pada Kelompok I paling besar dibandingkan dengan kelompok lain dan Kelompok II paling rendah dibandingkan dengan kelompok lain, baik pada Skenario I maupun Skenario II. Pada Skenario I, persentase responden yang layak untuk Kelompok I sebesar 72,73 persen, Kelompok II sebesar 55,56 persen, dan Kelompok III sebesar 80 persen. Pada Skenario II, persentase responden yang layak untuk Kelompok I sebesar 72,73 persen, Kelompok II sebesar 44,44 persen, dan Kelompok III sebesar 70 persen. Pada Skenario I usahaternak yang paling baik adalah yang dilakukan oleh Responden 9. Berdasarkan empat kriteria kelayakan (NPV, IRR, Net B/C dan PP) Responden 9 berada pada posisi pertama untuk dua kriteria yaitu berdasarkan PP dan IRR. Berdasarkan kriteria kelayakan NPV yang berada pada posisi pertama

89 adalah responden 30, sedangkan berdasarkan kriteria Net B/C yang menempati posisi pertama adalah Responden 15. Pada Skenario II usahaternak yang paling baik adalah yang dilakukan oleh Responden 9 karena berdasarkan empat kriteria kelayakan responden ini berada pada posisi pertama untuk tiga kriteria yaitu berdasarkan IRR,Net B/C dan PP. Berdasarkan kriteria kelayakan NPV yang berada pada posisi pertama adalah Responden 15. Jadi berdasarkan Skenario I dan II, usahaternak yang paling baik adalah yang dilakukan oleh Responden 9. Untuk kategori kelompok semua kriteria terbaik ada pada Kelompok I, diikuti oleh Kelompok III lalu Kelompok II. Kelompok II menggambarkan sebagian besar responden pada Kelompok II tidak layak. Hal ini tercermin dari hasil penilaian kriteria kelayakan Kelompok II yang tidak layak baik pada Skenario I dan II. Responden 19, Responden 28, dan Kelompok III pada Skenario I layak untuk diusahakan, namun pada Skenario II dinyatakan tidak layak diusahakan. Untuk Skenario I dan II, berdasarkan kriteria kelayakan yang paling tidak layak adalah Responden 26. Berdasarkan Tabel 9, terdapat beberapa respoden yang dalam menjalankan usahaternak sapi perah hanya menjadikan usaha tersebut sebagai usaha sampingan atau dengan kata lain bukan sebagai mata pencaharian utama. Pada Kelompok III sebanyak 100 persen responden menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama, namun berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada Lampiran 9 diketahui bahwa Kelompok I lebih layak dibandingkan dengan Kelompok III. Hal tersebut dikarenakan sebanyak 50 persen responden dari kelompok III juga memiliki usaha sampingan, sedangkan pada Kelompok I hanya sebesar 10 persen. Meskipun usaha sampingan yang dijalankan dapat memberikan tambahan pendapatan dalam keluarga, namun dapat berdampak kurang baik yaitu peternak menjadi kurang fokus terhadap usahaternak yang dijalankan. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis pada Kelompok II, dimana sebanyak 55,56 persen responden menjadikan usahaternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama namun sebanyak 40 persen dari responden tersebut juga memiliki usaha sampingan. Hasil analisis kelayakan untuk rata-rata responden pada Kelompok II adalah tidak layak.

90 Kepemilikan sapi perah berpengaruh pada besarnya biaya yang dikeluarkan untuk usaha. Seperti pada hasil analisis untuk Kelompok I, Kelompok II dan Kelompok III (Lampiran 4), semakin besar kepemilikan sapi perah maka pengeluaran juga akan semakin besar. Namun berdasarkan hasil analisis untuk masing-masing responden, semakin besar kepemilikan sapi perah belum tentu pengeluaran juga akan semakin besar. Meskipun kepemilikan ternak pada Responden 27 lebih besar dibandingkan Responden 26, dengan jumlah sapi laktasi yang berbeda, pengeluaran pada Responden 26 lebih besar. Satu contoh lagi yaitu pada Responden 22 dengan kepemilikan ternak lebih besar dibandingkan Responden 21, dengan jumlah sapi laktasi yang sama, pengeluaran pada Responden 21 lebih besar. Semakin besar kepemilikan sapi perah tidak menjamin pula semakin layak usahaternak. Seperti pada Responden 25 dengan kepemilikan ternak lebih besar dibandingkan Responden 24 ternyata usahaternak pada Responden 24 layak untuk diusahakan sedangkan pada Responden 25 tidak layak. Pakan merupakan penyumbang terbesar dalam pengeluaran peternak. Semakin besar pakan yang diberikan maka pengeluaran akan semakin besar. Seperti pada Lampiran 7, untuk kepemilikan ternak yang sama Responden 10 memberikan pakan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan Responden 9. Hal tersebut akan berpengaruh pada besarnya biaya variabel, yaitu biaya variabel pada Responden 10 lebih besar dibandingkan dengan biaya variabel pada Responden 9 (Lampiran 4). Responden 14 memberikan pakan hijauan dalam jumlah yang paling besar dibandingkan dengan responden yang lain. Responden 21 memberikan pakan konsentrat dalam jumlah yang paling besar dibandingkan dengan responden yang lain. Responden 2 memberikan pakan tambahan berupa dedak dalam jumlah yang paling besar dibandingkan dengan responden yang lain. Responden 15 memberikan pakan tambahan berupa ampas singkong dalam jumlah yang paling besar dibandingkan dengan responden yang lain. Namun secara keseluruhan, Responden 14 adalah responden yang memberikan pakan dalam porsi paling besar dibandingkan dengan responden yang lain.

91 Banyaknya susu yang diproduksi oleh setiap sapi laktasi dan harga susu per liter juga berpengaruh pada kelayakan usaha. Karena kedua hal tersebut akan menentukan besarnya penerimaan dari usaha yang dijalankan. Semakin banyak susu yang diproduksi diiringi dengan semakin tinggi harga yang diterima maka penerimaan akan semakin besar. Untuk menghasilkan produksi susu dan harga susu yang memuaskan terkait dengan bagaimana perilaku peternak dalam hal teknis produksi sehingga memiliki ternak yang baik dan dapat menghasilkan susu yang berkualitas. Jadi berdasarkan komposisi pemberian pakan, Responden 14, Responden 26, dan Responden 25 adalah yang paling banyak dalam pemberian pakan pada ternak yang dimiliki. Berdasarkan Lampiran 9, terbukti bahwa usahaternak yang diusahakan oleh responden-responden tersebut tidak layak diusahakan. Hal ini dikarenakan, biaya yang dikeluarkan untuk pakan adalah biaya yang paling besar dalam usahaternak sapi perah. Secara keseluruhan usahaternak sapi perah di TPK Cibedug layak untuk diusahakan, karena sebesar 70 persen responden pada Skenario I dan 63,33 persen responden pada skenario II secara analisis finansial layak untuk diusahakan. Kelayakan usahaternak di TPK Cibedug dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait dengan perilaku peternak dalam menjalankan usaha, terutama mengenai pemberian pakan Analisis Sensitivitas Ketidakpastian harga input dan output serta perkiraan produksi yang dapat berubah mengharuskan dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu perubahan dalam dasardasar perhitungan biaya manfaat (Kadariah et al. 1999). Metode yang digunakan untuk menghitung analisis sensitivitas adalah metode Switching Value. Analisis sensitivitas dengan Switching Value pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui sampai titik berapa peningkatan biaya pakan dan penurunan harga jual susu dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak ataupun sebaliknya. Masing-masing kelompok dipilih tiga responden untuk dianalisis tingkat sensitivitasnya. Adapun kriterianya adalah responden yang paling layak, hampir

92 tidak layak, dan paling tidak layak dari masing-masing kelompok. Sehingga terpilihlah responden dengan analisis sensitivitas seperti pada Tabel 24 dan Tabel 25. Berdasarkan hasil penelitian Sukmapradita (2008), dengan menggunakan Switching Value diperoleh kesimpulan bahwa batas maksimum kenaikan harga pakan yang masih bisa mendapatkan keuntungan pada usahaternak sapi perah di KPSBU Lembang adalah sebesar 4,65 persen. Berdasarkan Tabel 24, apabila terjadi kenaikan harga pakan yang lebih besar dari 4,65 persen, maka usahaternak akan mengalami kerugian atau menjadi tidak layak diusahakan. Pada Skenario I, kenaikan harga pakan sebesar 4,65 persen untuk usahaternak sapi perah pada Kelompok I dan III masih memberikan keuntungan atau dengan kata lain tetap layak untuk diusahakan. Sedangkan pada kelompok II kenaikan harga pakan tersebut menyebabkan usahaternak semakin mengalami kerugian atau menjadi tidak layak karena tanpa adanya kenaikan harga pakan, usahaternak pada Kelompok II sudah tidak layak. Tabel 24. Hasil Analisis Sensitivitas Kenaikan Harga Pakan Responden Penelitian Terdahulu (4,65%) Switching value (%) Skenario I Skenario II Skenario I Skenario II Kelompok I Layak Layak 25, , Kelompok III Layak Tidak Layak 6, Tidak Layak Kelompok II Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak 9 Layak Layak 187, , Layak Tidak Layak 14, , Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak 15 Layak Layak 154, , Layak Tidak Layak 6, Tidak Layak 14 Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak 30 Layak Layak 74, , Tidak Layak Tidak Layak 0, Tidak Layak 26 Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Kenaikan harga pakan sebesar 4,65 persen pada Skenario II untuk usahaternak sapi perah pada Kelompok I masih memberikan keuntungan atau dengan kata lain tetap layak untuk diusahakan. Sedangkan pada Kelompok II dan Kelompok III kenaikan harga pakan tersebut menyebabkan usahaternak semakin mengalami kerugian atau menjadi tidak layak. Hal tersebut dikarenakan tanpa

93 adanya kenaikan harga pakan, usahaternak pada Kelompok II dan Kelompok III sudah tidak layak. Batas maksimum kenaikan harga pakan yang masih bisa mendapatkan keuntungan pada usahaternak sapi perah di TPK Cibedug adalah sebesar 187, persen pada Skenario I dan 167, persen pada Skenario II. Apabila terjadi kenaikan harga pakan yang lebih besar dari itu, maka usahaternak akan mengalami kerugian dan menjadi tidak layak untuk dijalankan. Sedangkan batas maksimum penurunan harga jual susu yang masih bisa mendapatkan keuntungan pada usahaternak sapi perah di TPK Cibedug adalah sebesar 66, persen pada Skenario I dan 57, persen pada Skenario II. Apabila terjadi penurunan harga yang lebih besar dari itu, maka usahaternak akan mengalami kerugian dan menjadi tidak layak untuk dijalankan. Tingkat kenaikan maksimum yang masih mendatangkan keuntungan dapat dilihat pada Tabel 24. Pada penelitian Sukmapradita (2008), penurunan penerimaan tidak diperhitungkan. Hal tersebut dikarenakan usaha ternak di KPSBU tidak pernah mengalami penurunan harga jual susu. Peternak dan pihak koperasi selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas susu agar harga jual susu tidak mengalami penurunan, dan diharapkan mengalami kenaikan. Pada penelitian ini, penulis menganalisis sensitivitas penurunan harga jual susu (Tabel 25) untuk menggambarkan sampai sebatas mana penurunan harga jual susu tersebut dapat mempengaruhi usahaternak di TPK Cibedug menjadi tidak layak untuk diusahakan. Hal ini terkait dengan adanya isu penghapusan tarif impor beberapa produk susu yang dikhawatirkan dapat berdampak pada penurunan harga susu lokal. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan switching value, perubahan penurunan harga jual susu diantara 0, sampai 66, persen mengakibatkan usaha pada peternak tertentu di TPK Cibedug menjadi tidak layak untuk diusahakan.

94 Tabel 25. Hasil Analisis Switching Value Penurunan Harga Susu Responden Penurunan Harga Susu (%) Skenario I Skenario II Kelompok I 20, , Kelompok III 6, Tidak Layak Kelompok II Tidak Layak Tidak Layak 9 66, , , , Tidak Layak Tidak Layak 15 61, , , Tidak Layak 14 Tidak Layak Tidak Layak 30 44, , , Tidak Layak 26 Tidak Layak Tidak Layak Kenyataan yang terjadi di lapang selama ini, penyesuaian harga susu merupakan kenaikan harga susu yang diberikan kepada peternak dengan jumlah nominal yang sama, tanpa melihat kualitas susu, oleh karena itu semua peternak memperoleh harga penyesuaian yang sama. Berubahnya harga susu terjadi setiap kali terjadi perubahan harga susu yang signifikan. Untuk penetapan harga dasar belum pernah terjadi penurunan hingga saat ini. Bahkan pihak KPSBU mengatakan bahwa tidak akan terjadi penurunan harga jual susu selama 10 tahun kedepan. Meskipun berlaku kebijakan mengenai penghapusan tarif impor dan pihak IPS menuntut penurunan harga beli susu dari KPSBU, para peternak anggota KPSBU tidak perlu merasa cemas karena harga beli dari koperasi kepada peternak anggota KPSBU tidak akan mengalami penurunan. Hal ini merupakan salah satu keuntungan tersendiri bagi para peternak sapi perah yang bergabung dengan KPSBU. Melihat hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan segala aspek di dalamnya, maka dapat disimpulkan bahwa usahaternak sapi perah di TPK Cibedug layak untuk diusahakan dengan tetap memperhatikan kenaikan harga pakan yang akan mempengaruhi usaha tersebut menjadi tidak layak. Hal ini terlihat pada analisis switching value terhadap perubahan kenaikan harga pakan pada 0, persen sampai 187,

95 persen yang mengakibatkan usaha pada peternak tertentu menjadi tidak layak dan switching value untuk perubahan penurunan harga jual susu pada 0, persen sampai persen yang mengakibatkan usaha pada peternak tertentu di TPK Cibedug menjadi tidak layak untuk diusahakan. Pada Skenario I maupun Skenario II kelompok III lebih sensitif dibandingkan dengan Kelompok I untuk perubahan harga pakan maupun harga susu. Ada banyak faktor yang menyebabkan layak atau tidaknya suatu usahaternak dan yang paling sensitif adalah mengenai pakan dan harga susu. Untuk harga susu peternak tidak dapat berbuat banyak karena bukan peternak yang menentukan harga susu. Berbeda halnya untuk pakan, karena sepenuhnya pemberian pakan merupakan kontrol dari peternak. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut untuk optimalisasi pemberian pakan pada usahaternak sapi perah agar usaha yang dijalankan layak.

96 VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 3) Secara finansial usahaternak anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug layak untuk diusahakan, karena sebesar 70 persen responden pada Skenario I dan 63,33 persen responden pada skenario II secara analisis finansial layak untuk diusahakan. 4) Tingkat kenaikan nilai biaya pakan sebesar 4,65 persen untuk usahaternak sapi perah pada beberapa responden masih memberikan keuntungan atau dengan kata lain tetap layak untuk diusahakan. Sedangkan pada beberapa responden kenaikan harga pakan tersebut menyebabkan usahaternak semakin mengalami kerugian atau menjadi semakin tidak layak karena tanpa adanya kenaikan harga pakan usahaternak pada beberapa responden sudah tidak layak. Pada analisis switching value terhadap perubahan kenaikan biaya pakan, kenaikan sebesar 0,20 persen sampai 187,53 persen pada Skenario I dan kenaikan sebesar 1,62 persen sampai 167,38 persen pada Skenario II untuk biaya pakan mengakibatkan usaha pada peternak tertentu menjadi tidak layak. Switching value untuk perubahan penurunan harga jual susu, penurunan sebesar 0,20 persen sampai 66,29 persen pada Skenario I dan penurunan sebesar 0,82 persen sampai 57,89 persen pada Skenario II untuk harga susu mengakibatkan usaha pada peternak tertentu di TPK Cibedug menjadi tidak layak untuk diusahakan. 7.2 Saran 1) Pada hasil penelitian ini, terlihat bahwa kelompok yang memiliki jumlah satuan ternak kecil (satu sampai tiga) adalah yang paling layak. Namun perlu diperhatikan hal tersebut disebabkan juga oleh beberapa faktor seperti perbedaan dalam jumlah pemberian pakan, perbedaan jumlah susu yang dihasilkan, perbedaan harga jual susu (berdasarkan kualitas), biaya yang keluar dari sumberdaya milik pribadi tidak diperhitungkan (sebagian pakan hijauan, lahan, dan tenaga kerja), perbedaan luas lahan hijauan baik milik maupun sewa, perbedaan jenis peralatan dan perlengkapan yang biasa digunakan. Perbedaan tersebut timbul karena data yang digunakan

97 untuk masing-masing kelompok merupakan rata-rata dari responden yang masuk kedalam kategori kelompok tersebut, bukan rata-rata secara keseluruhan responden. Jadi hasil ini hanya menggambarkan keadaan di TPK Cibedug. 2) Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini didasarkan pada umur ekonomis variabel yang paling lama yaitu kandang. Untuk penelitian sejenis, sebaiknya penenetuan umur proyek untuk suatu usaha didasarkan pada umur suatu variabel yang paling mempengaruhi usaha tersebut dan dalam usahaternak sapi perah ini yang lebih tepat adalah menggunakan umur ekonomis sapi (9 Tahun). 3) Peternak di TPK Cibedug harus lebih memperhatikan jumlah pakan yang diberikan keepada ternak. Komposisi pemberian pakan yang berlebihan mengakibatkan keuntungan yang diperoleh dari usahaternak berkurang, bahkan dapat menyebabkan kerugian. 4) Peternak seharusnya fokus dalam menjalankan usahaternak agar hasil yang diperoleh sesuai harapan, yaitu ternak yang dipelihara dapat memproduksi susu dengan kualitas yang baik sehingga dapat memperoleh harga jual yang tinggi. Penggunaan peralatan dan perlengkapan juga sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan. 5) Pemerintah sebaiknya mengkaji kebijakan mengenai penghapusan tarif impor untuk beberapa produk susu karena usahaternak sapi perah sensitif terhadap perubahan harga jual susu. Meskipun saat ini dampaknya belum dirasakan secara langsung oleh peternak (karena adanya KPSBU), namun untuk jangka panjang dikhawatirkan akan memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan usahaternak sapi perah rakyat. 6) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk optimalisasi produksi, terutama dalam hal pemberian pakan di wilayah kerja KPSBU karena pengeluaran untuk pakan menempati persentase terbesar dalam usahaternak sapi perah.

98 DAFTAR PUSTAKA Achjadi Budidaya Sapi Perah. Di dalam [anonim], editor. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Agustina NK Analisis Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus di CV Cisarua Integrated Farming). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor). Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah). Jakarta: Badan Pusat Statistik. [Deptan] Departemen Pertanian Produksi Nasional Subsektor Peternakan pada Tahun [27 Februari 2009] Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan Statistik Peternakan. Jakarta : Departemen Pertanian. [Disnak] Dinas Peternakan Kabupaten Bandung Populasi Ternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung Tahun [30 April 2009] [Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan Statistik Peternakan Jakarta : Departemen Pertanian. Bade DH, Blakely J Ilmu Peternakan. Ed ke-4. Srigandono B, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of Animal Husbandry. Gittinger JP Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Ed ke-2. Sutomo S, Mangiri K, penerjemah; Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture Project. Husnan S, Muhammad S Studi Kelayakan Proyek. Ed ke-4. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Kadariah LK, Gray C Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kadarsan HW Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kantor Desa Cikole Monografi Desa Cikole Tahun Cikole : Kantor Desa Cikole. [KPSBU] Koperasi Peternak Susu Bandung Utara Arsip IBKeswan KPSBU. Bandung: KPSBU Lembang.

99 Marliani Y Analisis Kontribusi Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak Anggota KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rofik A Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon Jakarta Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Septianingrum AP Analisis Potensi Tenaga Keja Dalam Keluarga untuk Pengembangan Usahaternak Sapi Perah di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi AS, Dillon JL, Hardaker JB Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sudono A Ilmu Produksi Ternak Perah. Di dalam [anonim], editor. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sudono A Budidaya Sapi Perah. Di dalam [anonim], editor. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sudono AF, Rosdiana, Setiawan BS Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Depok: Agromedia Pustaka. Sukmapradita M Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sutardi T Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Di dalam [anonim], editor. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Makanan Ternak. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Swastika DK, Manikmas MOA, Sayaka B, Kariyasa K The Status and Prospect of Crops in Indonesia. United Nations: ESCAP.

100 LAMPIRAN

101 Lampiran 1. Rekapitulasi Pendataan Populasi Sapi Perah, KPSBU Lembang, Bulan Desember 2008 No TPK Jumlah Populasi Jumlah Laktasi Dara Pedet Anggota Jantan Jumlah (orang) Kosong Kosong Bunting Jantan Betina Dewasa bulan bulan 1 Barunagri Bukanagara Ciater Cibedug Cibodas Cibogo Cikawari Cilumber Citespong Genteng Gunung Putri Keramat Manoko Nagrak Pagerwangi Pamecelan Pasar Kemis Pasiripis Pencut Pojok Suntenjaya Jumlah Sumber : KPSBU Lembang (2009)

102 Lampiran 2. Produksi Susu per TPK Bulan Januari-April Tahun 2009 No TPK Bulan Januari Februari Maret April Total 1 Barunagri , , , , ,50 2 Bukanagara , , , , ,00 3 Ciater , , , , ,50 4 Cibedug , , , , ,00 5 Cibodas , , , , ,50 6 Cibogo , , , , ,00 7 Cikawari , , , , ,00 8 Cilumber , , , , ,00 9 Citespong , , , , ,50 10 Genteng , , , , ,00 11 Gunung Putri , , , , ,00 12 Keramat , , , , ,50 13 Manoko , , , , ,50 14 Nagrak , , , , ,00 15 Pagerwangi , , , , ,50 16 Pamecelan , , , , ,50 17 Pasar Kemis , , , , ,50 18 Pasiripis , , , , ,50 19 Pencut , , , , ,00 20 Pojok , , , , ,50 21 Suntenjaya , , , , ,00 Total* , , , , ,50 Rataan* , , , ,38 - Sumber : KPSBU Lembang (2009) Keterangan :- Pada tahun 2009 bertambah 1 TPK baru di Nyampai dengan produksi susu dari bulan Januari-April sebesar ,00 ; ,50 ; ,50 dan ,00 (total sebesar ,00) - Sehingga total produksi susu dari 22 TPK bulan Januari-April sebesar ,50 *) Sudah termasuk dari TPK Nyampai

103 Lampiran 3. Dokumentasi Gambar 1. Sapi Fries Holland Gambar 2. Pendidikan Informal dari KPSBU Gambar 3. Satu Lokal Gambar 4. Kandang Tipe Tunggal Gambar 5. Kandang Tipe Ganda Berhadapan Gambar 6. Kandang Tipe Ganda Bertolak Belakang dan Aktivitas Membersihkan serta Memandikan Sapi

104 Gambar 7. Aktivitas Mencari Pakan Hijauan Gambar 8. Aktivitas Memberi Makan Ternak Gambar 9. Aktivitas Pemerahan Gambar 10. Pemberian susu pada pedet Gambar 11. Aktivitas mengantar Susu ke TPS Gambar 12. Aktivitas Penyetoran Susu di TPS

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI H

SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI H ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT SAPI DAN KULIT KERBAU (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah) SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Sapi Perah Salah satu bidang usaha agribisnis peternakan yang memiliki potensi cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan dan kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman sumber daya alam. Salah satu keragaman sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal adalah komoditas peternakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI SURAHMAT H34066119 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H24077027 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat SURANTO WAHYU WIDODO A14104051 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi keuntungan. Sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi Susu di Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi pusat pengembangan sapi perah di Indonesia

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI DESA LEMPOPACCI LUWU SULAWESI SELATAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI DESA LEMPOPACCI LUWU SULAWESI SELATAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI DESA LEMPOPACCI LUWU SULAWESI SELATAN SKRIPSI SUCI NURANI DIAH PALUPI H34054416 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci