BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkebunan tembakau tergolong dalam tanaman perkebunan. Tetapi bukan. : Nicotiana tobacum L, dan Nicotiana rustica L

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkebunan tembakau tergolong dalam tanaman perkebunan. Tetapi bukan. : Nicotiana tobacum L, dan Nicotiana rustica L"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Gambaran Umum Tembakau Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim. Dalam dunia perkebunan tembakau tergolong dalam tanaman perkebunan. Tetapi bukan merupakan kelompok tanaman pangan. Tembakau merupakan tanaman yang ditanam untuk mendapatkan daunnya, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok dan cerutu. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut: Family Sub family Genus Species : Salonaceae : Nicotinae : Nicotinae : Nicotiana tobacum L, dan Nicotiana rustica L Nicotiana tobacum L, dan Nicotiana rustica L mempunyai perbedaan yang jelas Nicotiana tobacum memiliki daun mahkota bunga yang berwarna merah muda sampai merah, berbentuk terompet panjang, habitusnya pyramidal, daunya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, merupakan induk tembakau sigaret umumnya, tingginya sekitar 1,2 meter. Nicotiana rustika memiliki daun mahkota bunga yang berwarna kuning, seperti terompet berukuran pendek dan sedikit bergelombang, habitusnya silindris, bentuk daun bulat pada ujung tumpul, dan kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas induk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Abdullah dan Soedarmanto, 1986). 10

2 11 Menurut Abdullah dan Soedarmanto (1986), banyak jenis tembakau di Indonesia yang dibudidayakan oleh rakyat maupun badan-badan hukum swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun tidak semua jenis tembakau dapat memberikan keuntungan yang sama besarnya karena setiap jenis tembakau memiliki kualitas dan kegunaan yang berbeda-beda dalam industri rokok. Bedasarkan jenis daun yang dihasilkan tembakau dibagi menjadi lima jenis salah satunya yaitu tembakau asli/rajangan atau tembakau rakyat. Tembakau asli adalah tembakau yang ditanam oleh rakyat, mulai dari pembuatan persemaian, penanaman dan pengolahan daunnya, sehingga siap untuk dijual di pasaran. Tembakau asli/rajang banyak diusahakan oleh rakyat. Hasil panen umumnya diolah dengan cara dirajang, lalu dikeringkan dengan penjemuran matahari ( sun-curing). Pembudidayaan mulai dari pembuatan persemaian, penanaman dan pengolahan hasil (daun) sampai siap dijual dan di pasarkan oleh petani sendiri. Tujuan usahanya adalah untuk diperdagangkan dan untuk dikonsumsi sendiri. Oleh karena itu, tembakau ini dikenal sebagai tembakau asli atau rajangan yang merupakan tembakau lokal (Abdullah dan Soedarmanto, 1986). A. Sejarah Tembakau Mole Pada abad 16 bangsa Belanda Datang ke Indonesia, dengan mendirikan kongsi dagang yaitu organisasi pedagang Belanda bernama Vereniging Oos Indische Compagne (VOC). Pada saat itu, rempah-rempah Nusantara sangat dominan di Eropa Termasuk tembakau. (Dinas Indu stri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010).

3 12 Melalui kongsinya, Belanda menyebar luaskan tanaman tembakau diberbagai daerah di Nusantara yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera dengan sebutan tembakau Voor Scoots, dalam bukunya berjudul Tobaccocultuur in America, Azie en Africa (Budidaya Tembakau di Amerika, Asia, dan Afrika), KF Delden Learne pada tahun 1885 menyebutkan bahwa di Sumatera telah terjadi perdagangan tembakau yang sebagian pembelinya adalah orang-orang Eropa dan Asia yang pada waktu itu dikuasai oleh Jerman dengan sebutan tembakau Deli. Tembakau Deli kebanyakan didatangkan dari Pulau Jawa karena aroma dan rasanya sangat baik, pada akhirnya tembakau tersebut dijadikan tanaman rakyat sampai sekarang (Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010). Perjalanan tembakau mole masuk ke Sumedang diawali dengan adanya pasar tembakau sebelum merdeka yang berada di Desa Mariuk Distrik Tanjungsari yang sekarang bernama Desa Magaluyu Kecamatan Tanjungsari. Penjualan yang dilakukan pada masa itu menggunakan oblok (pikulan) dengan sebutan pasar Bako Omprongan. Pedagang datang dari Cigasti, Cicalengka, Cijambu dan Majalaya. Setelah Indonesia merdeka, terdapat organisasi kemasyarakatan yang bernama Gerakan Tani Indonesia (GTI) yang mempelopori pindahnya lokasi Pasar Tembakau ke daerah Lanjung Desa Tanjungsari yang dalam perjalanannya berkembang ke arah Pasar Tembakau Jawa Barat yang pedagang dan pembelinya berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat. (Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010).

4 13 Semakin berkembangnya Pasar Tembakau Lanjung Tanjungsari menarik petani di Sumedang untuk membudidayakan serta mengolah tembakau yang rintisannya di wilayah Cijambu yang terkenal dengan tembakau mole gunung putri, penyebaran pembudidayaan dan pengolahan menyebar ke daerah lainnya di Kabupaten Sumedang. Tahun 1965 Pasar Tembakau pindah ke Tanjungsari yang berdekatan dengan alun-alun Tanjungsari sampai dengan tahun 1986 selanjutnya berpindah kembali pada tahun 2002 ke pasar baru yang dibangun khusus pasar tembakau yang diberi nama Pusat Agrobisnis Tembakau Jawa Barat, dengan adanya pusat Agrobisnis Tembakau Jawa Barat, pembudidayaan dan pengolahan tembakau mole semakin berkembang serta semakin terbuka peluang pemasarannya (Dinas Industri dan perdagangan, 2010). B. Proses Pengolahan Tembakau Mole Industri hasil tembakau menghasilkan beberapa jenis komoditi diantaranya adalah rokok dan tembakau rajangan. Produk rokok terdiri atas rokok kretek, rokok kretek filter, rokok putih dan cerutu. Industri hasil tembakau yang dominan di Kabupaten Sumedang adalah tembakau rajangan secara tradisional atau yang lebih dikenal dengan sebutan tembakau mole. Tembakau mole di pasarkan oleh pengrajin tembakau diantaranya ke Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan sebagian ke luar Pulau Jawa disamping di pasarkan Kabupaten Sumedang sendiri. Sedangkan untuk industri rokok di Kabupaten Sumedang yang mulai berkembang yaitu industri rokok kretek dengan daerah pemasaran diantaranya Sumetara dan Lampung (Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010).

5 14 Tembakau mole merupakan salah satu produk pertanian yang diolah (diproses) dari bahan daun tanaman tembakau. Keterampilan petani dalam membudidayakan tanaman tembakau sudah berjalan sejak zaman dulu. Akan tetapi kegiatan budidaya tanaman tembakau ini pada umumnya dilakukan secara perorangan. Keterampilan budidaya tanaman tembakau dimulai dari penentuan lokasi lahan, penentuan varietas tanaman yang akan ditanam, pemilihan benih yang berkualiatas (daya tumbuh ±80%), perlakuan pada saat pembibitan, pencabutan dan pemindahan bibit tanaman, perlakuan bibit tanaman pada saat ditanam, pemeliharaan tanaman, pengamatan dan perlakuan tanaman pada saat sebelum waktu panen tiba (Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, 2010). Keterampilan petani pada saat melakukan pemanenan dan pengolahan daun tembakau hasil panen sangat menentukan kualitas tembakau seni mole yang dihasilkan. Pada saat melakukan panen petani harus melakukan pengamatan terhadap kemasakan daun, waktu pemetikan, cara pemetikan, dan perlindungan terhadap hasil panen, yang dilanjutkan dengan melakukan penyortiran dan pemeraman daun tembakau. Berikut ini merupakan pengolahan tembakau mole : 1. Pemeliharaan daun, pemilihan daun dilakukan melalui pengelompokan daun berdasarkan 4 jenis kelompok / kemasakan daun yaitu : a. Daun terlalu masak b. Daun tetap masak c. Daun kurang masak dan d. Daun cacat

6 15 Dari 4 jenis kelompok / kemasakan daun yang paling baik dipakai untuk tembakau mole yaitu dari jenis daun tepat masak. 2. Pemeraman daun, pemeraman dilakukan dengan tujuan agar diperoleh aroma yang khas dengan ciri daun menguning. Proses pemeraman dapat dilaksanakan melalui 2 cara yaitu : a. Tanpa pembuangan gagang dan tanpa penggulungan b. Dengan membuang gagang dan penggulungan daun Pemeraman cara pertama yaitu menumpuk atau menata daun sesuai dengan tingkat kemasakannya dengan posisi gagang berada di bawah pada lantai yang telah diberi alas untuk menghindari kotoran dan selanjutnya tumpukan daun tersebut ditutup. Setelah proses selesai selanjutnya gagang daun dibuang kemudian daun digulung. Sedangkan pemeraman cara kedua yaitu dilakukan pembuangan gagang lebih dahulu kemudian digulung, sebanyak lembar per gulung. Lamanya pemeraman sesuai jenis daun. Daun pasir dan kaki selama 1-2 hari, daun tengah, warna hijau selama 2-4 hari, daun warna kuning selama 2-3 hari. 3. Perajangan, perajangan dilakukan setelah melalui proses pemeraman dengan cara memasukan gulungan demi gulungan daun pada alat perajangan kemudian diiris/dipotong halus dengan pisau yang tajam dengan ukuran ketebalan rajangan antara 0,5-1,5 mm. Waktu perajangan sebaiknya dilakukan pada malam hati, agar paginya dapat dijemur. 4. Penjemuran, pengeringan daun tembakau bisa dengan beberapa cara diantaranya :

7 16 a. Diangin-anginkan (air curing) b. Dijemur (sun curing) c. Diasap / dengan api (smoke curing) d. Dengan panas buatan (smoke curing) Pada umumnya proses pengeringan yang selama ini telah dilakukan oleh perajang tembakau mole dengan cara dijemur dengan sinar matahari. Daun tembakau yang telah dirajang kemudian dicetak dengan cara dihamparkan sedikit demi sedikit ( diicis) di atas anyaman bambu (sasag) berbentuk lempengan dengan ukuran x cm. Tembakau hasil pencetakan pada sasag, pagi hari dijemur di atas tempat penjemuran. Siang hari tembakau pada sasag dibalikkan kemudian sore hari diangkat. Sasag ditumpuk disimpan di ruangan untuk dijemur keesokan harinya sampai tembakau rajangan benarbenar kering yaitu apabila tembakau dipegang mudah patah dan kasar memerlukan waktu sampai kering yaitu 2-3 hari apabila cuaca mendukung. Setelah tembakau kering, mulai dengan proses pengembunan yang memerlukan waktu antara hari, untuk dimasakan bagian luarnya selama hari dan setelah itu dibalik agar masak bagian dalamnya selama hari dengan waktu pengembunan pada pukul WIB. Setelah proses pengeringan tersebut, maka dilakukan pelipatan terhadap tembakau mole. 5. Pengemasan dan penyimpanan hasil olahan, tembakau mole yang telah dilipat kemudian dikemas dengan pembungkus plastik, satu bungkus plastik tersebut biasanya terdiri atas lipatan tembakau mole. Tujuan pengemasan tersebut yaitu :

8 17 a. Menjaga kualitas dan cita rasa dari tembakau mole b. Memudahkan pengangkutan c. Memudahkan proses penjualan d. Memudahkan penyimpanan di gudang Adapun proses penyimpanan dilakukan sebagai berikut : a. Simpan tembakau di tempat kering b. Beri alas (kayu) untuk menghindari kontak langsung dengan lantai c. Tutup bagian atas dengan menggunakan lembaran plastik/terpal yang rapat agar dapat tetap terjaga kelembabannya. d. Selanjutnya tembakau rajangan siap dijual Pelaku usaha tembakau secara turun menurun sejak dulu telah melakukan kegiatan pengolahan hasil tembakau untuk dijadikan tembakau mole atau tembakau rajangan. Dalam memproduksi tembakau mole tidak diperlukan waktu lama untuk proses penyimpanan (diceungceum) tembakau seperti tembakau untuk rokok yang harus disimpan selama 2-3 tahun, proses pengolahan tembakau mole mulai dari pemetikan sampai dengan siap jual memerlukan waktu kurang lebih 30 hari tergantung kondisi cuaca. Bahan baku utaman untuk mengolah tembakau menjadi rokok maupun tembakau rajangan adalah daun tembakau. Sedangkan bahan baku pendukung lainnya yaitu cengkeh, gula, esen dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan cita rasa yang diinginkan. Secara keseluruhan proses pengolahan tembakau yang telah dikenal di Indonesia pada diagram berikut ini :

9 18 Tanaman Tembakau Bunga (Biji) Tembakau Batang Tembakau Daun basah Bibit / Benih Tembakau Pucuk Daun Kayu Bakar Badan Daun Tembakau Kering Dengan Tulang Daun Tangkal Daun Tembakau Kering Tanpa Tulang Daun Cerutu BM = 40% Tembakau Rajangan Tembakau Blended BM = 40% Rokok Putih Tembakau Iris Rokok Kretek Rokok Kretek Rokok Putih Klebat Menyan Klobot SKM SKT Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kab, Sumedang Gambar 2. Pohon Industri Berbasis Tembakau Definisi Dampak Menurut Otto Soemartowo (2001) dampak adalah salah satu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas. Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, maupun biologinya.

10 19 Aktifitas dapat pula dilakukan oleh manusia, misalnya jika petani menyemprot sawahnya dengan pestisida untuk memberantas hama wereng, yang mati oleh semprotan pestisida bukan hanya wereng saja, melainkan juga lebah madu yang terbang diudara, ikan yang hidup di dalam air sawah, dan katak sawah yang memakan serangga. Matinya lebah, ikan, dan katak secara umum disebut dampak. Manusia, seperti halnya semua mahluk hidup berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya ia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Otto Soemarwoto (2001) menambahkan bahwa manusia modern terbentuk oleh lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia modern membentuk lingkungan hidupnya. Membicarakan manusia harus pula membicarakan lingkungan hidupnya. Manusia tanpa lingkungan hidup adalah abstaksi belaka. Artinya, Pengusaha termasuk ke dalam lingkungan yaitu apabila lingkungan berubah (Kebijakan mengenai Pajak Hasil Temb akau) maka akan terjadi perubahan pula pada manusianya (Pengusaha). Untuk dapat melihat bahwa suatu dampak atau perubahan telah terjadi, kita harus mempunyai bahan pembanding sebagai acuan, salah satu acuan ialah keadaan sebelum terjadi perubahan. Menurut Otto Soemarwoto (2001) di dalam AMDAL dijumpai dua jenis batasan tentang dampak, yaitu : 1. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan diprakirakan akan ada setelah ada pembangunan.

11 20 2. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut. Kegiatan Dampak 1 Dampak 2 Dampak 2 Dampak 1 Tujuan Gambar 3. Melukiskan Secara Skematis Terjadinya Dampak Dalam penelitian mengenai dampak kebijakan pajak hasil tembakau pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 di Kecamatan Tanjungsari. Tahun 2007 merupakan awal dari para pengusaha terkena pajak cukai sehingga para pengusaha diharuskan memiliki nomor pokok pajak kena cukai, kebijakan pajak hasil tembakau yang terjadi pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terjadi kenaikan tarif pajak UU RI No.11 Tahun 1995 mengenai amendemen cukai, perluasan banguanan pabrik tertuang dalam PMK No.200/PMK.04/2008, dan kebijakan mengenai pengusaha kena pajak pertambahan nilai tertuang dalam PMK No.68/PMK.03/2010. Dampak dari kebijakan pajak hasil tembakau yang terjadi pada tahun terhadap pengusaha dilihat dari perbedaan antara kondisi yang diperkirakan akan ada tanpa program kebijakan pajak hasil tembakau tahun , dan yang diperkirakan akan ada ketika kebijakan pajak hasil tembakau tahun terjadi.

12 Agroindustri Hasil Tembakau Iris Mole Agroindustri merupakan salah satu dari bagian dari empat subsistem agribisnis, yaitu subsistem pengolahan hasil pertanian (Soeharjo, 1991; Badan Agribisnis Depran, 1995; Soekartawi, 2000; Saragih, 2000; Said dan intan, 2001). Hal tersebut dipertegas oleh Austin (1992) yang menyatakan bahwa agroindustri adalah usaha mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen. Agroindustri hasil tembakau iris mole adalah serangkaian kegiatan pengolahan tembakau mole rajangan halus dengan pencampuran obat perasa/aroma hingga proses pengemasan. Berikut proses pengolahan hasil tembakau iris mole : 1. Pencampuran antara tembakau iris halus (mole) dengan tembakau iris kasar (tembakau jawa) 2. Penyemprotan obat 3. Pengirisan tembakau gram/bungkus 4. Pengemasan tembakau yang telah memiliki merek dagang 5. Pengepakan bungkusan tembakau 20 bungkus/ packaging Kelangsungan Usaha Hasil Tembakau iris mole Perusahaan merupakan sebuah entitas bisnis yang menjalankan usahanya dengan tujuan memperoleh laba ( profit oriented). Laba menjadi tolak ukur yang penting atas efektivitas dan efisiensi (Anthony dan Govindarajan, 2008:175), namun perolehan laba tidak menjamin perusahaan mampu beroperasi dalam jangka panjang.

13 22 Perusahaan diharapkan dapat beroperasi dalam waktu cukup lama untuk merealisasikan proyek, komitmen, dan aktivitasnya yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan dalil kelangsungan usaha ( going concern postulate) yang mengasumsikan bahwa entitas tidak diharapkan akan dilikuidasi pada masa depan atau bahwa entitas akan berlanjut sampai periode yang tidak dapat ditentukan (Belkaoui, 2006:271). Kelangsungan usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Ketika suatu perusahaan mengalami permasalahan keuangan ( financial distress), kegiatan operasional akan terganggu. Hal itu akhirnya berdampak pada tingginya risiko perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya pada masa mendatang, (Ayu, 2010). Kelangsungan usaha hasil tembakau yang dimaksud adalah perusahaan tidak diharapkan akan bangkrut pada masa yang akan datang atau perusahaan akan berlanjut sampai periode yang tidak dapat ditentukan, apabila dihadapkan dengan persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi dalam pengusaha tembakau iris mole yang di atur dalam UU RI no 11 tahun 1995 mengenai amandemen cukai tentang penetapan harga dasar dan tarif cukai, PMK Nomor 118/PMK.04/2006 perubahan kedua atas peraturan menteri keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, terhitung mulai tanggal 1 Maret 2007, PMK Nomor 134/PMK.04/2007 Perubahan ketiga atas peraturan menteri keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008, PMK Nomor 203/PMK.011/2008 Perubahan ketiga atas peraturan menteri keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, terhitung mulai tanggal 1 Februari.

14 23 PMK Nomor 181/PMK.011/2009, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010, PMK Nomor 190/PMK.011/2010, terhitung mulai tanggal 1 Januari PMK Nomor 200/PMK.04/2008 mengenai sayarat dan prosedur pemberian Nomor Pokok Pajak Barang Kena Cukai (NPPBKC) dan PMK Nomor 68/PMK.03/2010 mengenai pengusaha kena pajak (pajak pertambahan nilai) Syarat dan Prosedur Usaha Hasil Tembakau A. Syarat Membuka Usaha Hasil Tembakau Para pengusaha yang ingin membuka usaha hasil tembakau harus memiliki surat perizinan dari dinas-dinas terkait syarat untuk membuka usaha. Berikut kelengkapan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pengusaha hasil tembakau, yang tersaji dalam Tabel 2: Tabel 2. Syarat membuka usaha hasil tembakau No Syarat membuka usaha hasil tembakau 1 Kartu tanda penduduk pemilik usaha 2 Izin Mendirikan Bangunan Izin yang dikeluarkan pemerintah daerah 3 setempat berdasarkan UU mengenai gangguan 4 Surat izin usaha perdagangan 5 Izin usaha industri atau Tanda daftar industri 6 Tanda daftar perusahaan 7 Tanda daftar gudang 8 Rekomendasi Disnaker 9 Surat Keterangan Catatan Kepolisian 10 Nomor pokok wajib pajak 11 Nomor pokok pajak barang kena cukai Sumber : Data Primer dan PMK Nomor 200/PMK. 04/2008 Kartu tanda penduduk pemilik usaha yaitu usaha yang dimiliki oleh perorangan, izin mengenai gangguan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah adalah izin ganguan tetangga, karena bersinggungan dengan hunian masyarakat.

15 24 Rekomendasi Dinas tenaga kerja dilakukan karena setiap perusahaan pasti memiliki tenaga kerja untuk membantu proses produksinya, maka dari itu perlu rekomendasi dari dinas tenaga kerja. Nomor pokok pajak kena cukai merupakan syarat dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai, dikarena tembakau merupakan barang kena cukai sehingga sebagai bentuk pengawasan dari peredaran tembakau itu sendiri dapat terpantau dari nomor pokok pajak kena cukai pada saat administasi pembayaran pita cukai. B. Syarat dan Prosedur Mendapatkan Nomor Pokok Pajak Kena Cukai (NPPBKC) untuk Usaha Hasil Tembakau PMK Nomor 200/PMK.04/2008 Tabel 3. Syarat Mendapatkan Nomor Pokok Pajak Kena Cukai Syarat Mendapatkan No Nomor Pokok Pajak Kena Barang Kena Cukai (NPPBKC) 1 IMB 2 Izin yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat berdasarkan UU mengenai gangguan 3 Izin usaha industri atau Tanda daftar industri 4 Surat izin usaha perdagangan 5 Rekomendasi Disnaker 6 Nomor pokok wajib pajak 7 Surat Keterangan Catatan Kepolisian 8 Kartu tanda penduduk pemilik usaha 9 Memiliki luas bangunan pabrik atau tempat usaha pada tahun 2007 seluas 5 m 2 diperluas pada tahun 2008 menjadi 200 m 2 Sumber : PP No. 72 Tahun 2008 jo. PMK No.200/PMK.04/2008 Prosedur yang harus dilalui oleh para pengusaha untuk mendapatkan nomor pokok pajak kena cukai yaitu : 1. Pengusaha pabrik terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala kantor yang mengawasi untuk dilakukan pemeriksaan lokasi, bangunan atau tempat usaha, dilampiri dengan

16 25 Fotokopi tanda daftar industri Gambar denah bangunan dan fotokopi IMB Fotokopi Izin yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat berdasarkan UU mengenai gangguan. 2. Dilakukannya wawancara terhadap pemohon dalam rangka memeriksa kebenaran data lampiran dan data pemohon sebagai penanggung jawab usaha, kemudian pejabat bea dan cukai membuatkan berita acara wawancara tersebut. 3. Pejabat bea dan cukai melakukan pemeriksaan lokasi, bangunan tempat usaha. Lokasi, bangunan usaha yang dimaksud harus memenuhi ketentuan yaitu: Tidak berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempattempat lain yang bukan bagian pabrik yang dimintakan izin. Tidak berhubungan langsung dengan tempat tinggal. 4. Memiliki luas bangunan paling sedikit 50 m 2 dalam ketentuan (PP No. 5 Tahun 1997) kemudian diperbaharui menjadi 200 m 2 pada tahun 2008 dalam ketentuan ( PP No. 72 Tahun 2008 jo. PMK No.200/PMK.04/2008). Untuk memenuhi ketentuan baru tersebut para pengusaha diberi tenggang waktu selama tiga tahun semenjak peraturan pemerintah tersebut dikeluarkan. 5. Pejabat bea dan cukai membuat berita acara pemeriksaan yang disertai gambar denah lokasi, bangunan usaha dalam jangka waktu 30 hari sejak surat permohonan diterima. Serangkaian berita acara pemeriksaan tersebut digunakan sebagai syarat untuk memperoleh NPPBKC dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal berita acara pemeriksaan.

17 26 6. Pengusaha pabrik melakukan permohonan nomor pokok pajak kena cukai sebagai pengusaha hasil tembakau secara tertulis kepada Menteri Keuangan u.p kepala kantor yang mengawasi. 7. Kepala kantor atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan Permohonan dikabulkan atas pemberian nomor pokok pajak kena cukai, dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. 8. NPPBKC untuk pengusaha pabrik tembakau berlaku selama masih menjalankan usaha. Pengusaha pabrik yang medapatkan NPPBKC harus memasang nama yang memuat paling sedikit nama perusahaan, alamat, dan NPPBKC dengan ukuran lebar paling kecil 60cm dan panjang paling kecil 120cm. C. Syarat Produksi dan Harga Jual Usaha Hasil Tembakau UU RI No. 11 tahun Batasan produksi Tahun 2007 pengusaha tidak diperbolehkan untuk memproduksi lebih dari gram, tahun 2008 pengusaha tidak diperbolehkan untuk memproduksi lebih dari gram, sedangkan pada tahun para pengusaha dibebaskan untum memproduksi lebih banyak tanpa ada batasan produksi. 2. Batas harga jual eceran Tahun 2007 tidak boleh melibihi Rp 35, tahun 2008 tidak boleh melebihi Rp 40 dan pada tahun paling rendah Rp 40 sampai dengan Rp 149.

18 27 D. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak PMK Nomor 68/PMK.03/2010 Pengusahan wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, apabila sampai dengan satu bulan dalam tahun buku jumlah penerimaan bruto/omsetnya melebihi Rp , dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah penerimaan bruto/omset melebihi Rp Apabila diperoleh data yang menunjukan adanya kewajiban pajak tidak dipenuhi oleh pengusaha, Direktur Jendral Pajak dapat mengukuhkan pengusaha tersebut sebagai pengusaha kena pajak secara jabatan. Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan jumlah penerimaannya kurang dari Rp pengusaha kena pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak. Jika perusahaan tidak ingin menjadi pengusaha kena pajak maka penerimaan bruto atau omset mereka tidak boleh melebihi Rp Kebijakan Pajak Hasil Tembakau A. Definisi Kebijakan Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebujakan. Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan. Ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat.

19 28 Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah. Sementara Lasswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek. Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose). H. Hugh Heglo menyebutkan kebijakan sebagai, suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya, dan ada faktor pendukung yang diperlukan. Kedua, rencana atau proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Keempat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program dalam masyarakat.

20 29 B. Definisi Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2011), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Subjek pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak sedangkan wajib pajak, adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungut pajak. Subjek pajak mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Kebijakan pajak hasil tembakau adalah peraturan yang mengatur tentang barang kena cukai dan pengusaha kena pajak. Pajak hasil tembakau terdiri dari pajak cukai dalam UU RI No. 11 Tahun 1995 dan pajak pertambahan nilai dalam PMK No. 68/PMK03/2010. C. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau Iris Mole Sesuai dengan kebijakan UU RI No. 11 Tahun 1995 mengenai amendemen cukai pada tahun tahun pengusaha hasil tembakau iris mole di Kecamatan Tanjungsari termasuk dalam golongan III namun pada tahun berubah menjadi tanpa golongan, penggolongan tersebut dikatagorikan besar kecilnya usaha untuk pengusaha hasil tembakau iris mole. Tarif cukai untuk tembakau iris mole terus naik mulai dari empat persen, menjadi delapan persen dan kemudian berganti menjadi lima rupiah per gram. Cara perhitungan tarif persentase adalah sebagai berikut : Seri x Lembar x Harga Jual Eceran x Tarif %

21 30 Sedangkan untuk tarif gramase yaitu sebagai berikut : Seri x Lembar x Isi Tiap Kemasan (Gram) x Tarif Rp 5/gram Seri adalah jenis seri cukai yang terdiri dari: Seri I, jumlah keping pita 120 keping Seri II, jumlah keping pita 56 keping Seri III, jumlah keping pita 150 keping Lembar adalah Jumlah lembar pita cukai Harga jual eceran adalah harga jual dalam satu kemasan hasil tembakau iris Gram adalah berat dari isi kemasan hasil tembakau iris Tarif cukai adalah besarnya pembayaran cukai berdasarkan perhitungan tarif persentase yang dikalikan dengan omset (Seri x Lembar x Harga Jual Eceran) dan perhitungan tarif gramase yang dikalikan dengan banyaknya bahan baku yang digunakan (Seri x Lembar x Isi Tiap Kemasan (Gram)). Tabel 4. Perubahan Harga Jual Eceran Dan Perubahan Tarif Pajak Cukai Tahun Jan Feb 2007 Mar Des 2007 Jan 2008 Jan 2009 HJE Rp 35 Rp 40 Rp 40 Tarif pajak Cukai Feb Des 2009 Lebih dari Rp 250 Jan Des 2010 Lebih dari Rp 250 Jan Des 2011 Lebih dari Rp 250 4% 4% 8% Rp 5 /gr Rp 5 /gr Rp 5 /gr Sumber : UU RI No. 11 Tahun 1995 D. Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Sesuai dengan Menteri Keuangan No. 68/PMK03/2010, mengenai pengusaha kena pajak (Pajak Pertambahan Nilai) pemungutan dan penyetoran pajak pertambahan nilai atas penyerahan hasil tembakau dan kemudian ditindak lanjuti dengan penetapan.

22 31 Pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan hasil tembakau, berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau oleh pengusaha pabrik, dihitung dengan menerapkan tarif efektif dikalikan dengan harga jual eceran. Besar tarif efektif ditetapkan sebesar 8,4 persen. PPN yang terutang atas penyerahan hasil tembakau dipungut oleh pengusaha pabrik dan disetor ke kas negara bersamaan dengan saat pembayaran cukai atas pemesanan pita cukai. Cara perhitungan pajak pertambahan nilai ini adalah sebagai berikut : Seri x Lembar x Harga Jual Eceran x Tarif % Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP singkatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, yaitu seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Dalam kegiatan pelayanan pemesanan pita cukai, dikenakan jasa pelayanan pemesanan pita cukai yang ditetapkan sebesar Rp ,- untuk setiap dokumen pemesanan pita cukai (CK -1) dan hasil penerimaan ini dimasukkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Konsep Pendapatan dan Biaya A. Pendapatan Menurut Soekartawi (2000 ) pendapatan total diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produk fisik dikalikan dengan harga produk. Boediono (2002), penerimaan adalah penerimaan produsen dari nilai outputnya. 8 Menteri Keuangan, Keputusan Nomor 118/KMK.04/2004 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003.

23 32 Menurut Soekartawi (2000 ), penerimaan adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu. Di dalam penerimaan penerimaan terdapat istilah pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai semua output (produksi) yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan harga satu satuan produk, jika pendapatan (penerimaan) dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama produksi dinamakan pendapatan bersih. Jadi yang dimaksud dengan pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang berlangsung. B. Biaya Biaya adalah beban pembayaran untuk melakukan pelayanan seperti bahan baku, bahan tambahan, upah, asuransi, pajak, transportasi, pengadaan dan promosi penjualan (Siagian, 2003). Menurut Sukirno (2005) biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi. Biaya produksi tersebut dapat diartikan sebagai uang, barang atau jasa yang dipakai dalam rangka menghasilkan suatu produk. Menurut Sukirno (2005), biaya produksi dibagi menjadi dua jenis biaya yaitu: 1. Biaya tetap merupakan biaya dengan jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu, yang termasuk biaya tetap adalah pajak dan biaya penyusutan alat. 2. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan volume kegiatan. Misalnya biaya bahan baku, biaya bahan bakar, biaya listrik, biaya transportasi, dan biaya tenaga kerja.

24 33 Keuntungan yang diperoleh perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu harga jual, biaya produksi, dan volume produksi. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai laba yang diinginkan. Harga jual mempengaruhi volume produksi. Volume produksi mempengaruhi biaya produksi. Jadi ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Analisis pendapatan dan biaya berguna untuk mengukur dan sebagai alat evaluasi (penilaian) keberhasilan, mengetahui biaya produksi per unit produk yang dihasilkan, mengetahui dan memperkirakan keuntungan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. C. R/C Rasio Kadarsan (1992), men yatakan bahwa untuk mengetahui keuntungan dari suatu investasi, dapat dilihat dari perbedaan antara biaya dan penghasilan suatu investasi. Mengetahui tingkat keuntungan, imbangan penerimaan dan biaya (revenue and cost) ini penting artinya dalam memperhitungkan rangsangan bagi industri kecil dalam melakukan kegiatan proses produksi bahan dasar menjadi bahan jadi. Suatu usaha dinyatakan berhasil apabila pendapatan tinggi dan mengalami peningkatan untuk setiap kali proses produksi. Salah satu konsep untuk mengukur tingkat keuntungan usaha adalah dengan menggunakan analisis imbangan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan ( Revenue/Cost). RC ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya.

25 34 Dari pengertian di atas, maka dapat dilihat bahwa untuk mencapai RC ratio harus diketahui besarnya total penerimaan dan total biaya. Hubungan antara biaya (C) dan penerimaan usaha (R) ada beberapa kemungkinan sebagai berikut : R/C<1, maka usaha tersebut dikatakan rugi R/C>1, maka usaha tersebut dikatakan untung R/C=1, maka usaha tersebut dikatakan impas 2.2 Penelitian Terdahulu Keragaan Agribisnis Tembakau. Dina Agustina, Keragaan Agribisnis Tembakau ( nicotiana tobacum L.) di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang. Hasil dari penelitian ini menunjukan : Usaha agribisnis tembaku rajangan di Desa Genteng merupakan suatu usaha yang bersifat turun temurun dan merupakan sumber pendapatan utama bagi penduduk Desa Genteng. Petani tembakau di Desa Genteng merupakan petani kecil dengan kepemilikan lahan sempit. Berdasarkan analisis kelayakan usaha dihasilkan nilai 2,86 yang berarti bahwa usaha tani tembaku di Desa Genteng layak untuk diusahakan dengan rata-rata keuntungan yang diperoleh Rp ,- per 0,225 ha/mt, dengan kondisi usaha tani diatas nilai Break Event Point. Pengadaan sarana produksi berupa benih dan bibit dilakukan dengan melakukan persemaian sendiri, sedangkan pupuk, obat-obatan dan peralatan pertanian membeli secara langsung dari toko atau kios. Teknologi yang digunakan dalam usaha tani masih tergolong sederhana dan tenaga kerja yang digunakan sebagain besar berasal dari dalam keluarga.

26 35 Hampir seluruh petani tembaku desa Genteng merupakan pengolah tembakau rajangan dengan cara pemasaran melalui Bandar desa dan Bandar keliling. Modal untuk usaha tani tembaku merupakan modal pribadi karena belum ada lembaga keuangan yang menunjang, demikian pula dengan lembaga pembinaan dan kelompok tani khusus untuk usaha tani tembaku sebelum terbentuk Analisis Saluran Pemasaran Tembakau Rajangan. Dameria Siahaan, 2005 Analisis Saluran Pemasaran Tembakau Rajangan (suatu kasus di Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat). Hasil analisis bagian harga yang diterima produsen/pengolah menunjukkan bahwa bagian harga yang diterima pengolah berbeda-beda pada setiap saluran pemasaran tembakau rajangan putih. Bagian harga tertinggi yang diterima pengolah terdapat pada saluran I dan IV, karena saluran ini merupakan saluran langsung, artinya pengolah/produsen langsung menjual tembakau ke pengusaha tembakau mole sebagai konsumen tembakau rajang. Sedangkan bagian harga yang paling randah yang diterima pengolah terdapat pada saluran II. Saluran pemasaran yang paling efisien diantara saluran pemasaran yang lain. Baik dari segi teknis dan ekonomis adalah saluran pemasaran I. pada saluran ini pengolah menjual tembaku rajangannya tanpa mengantar ke tempat pembeli, tetapi menjual di tempat (rumah) pengolah, sehingga secara teknis, tidak ada biaya yang dikeluarkan.

27 36 Hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang dianggap paling mempengaruhi pengolahan tembakau rajang putih dalam memilih saluran pemasaran adalah rasa sosial dan kepercayaan antar lembaga, kebutuhan akan uang tunai, jarak kepasar dan sistem pembayaran, sedangkan untuk pedagang pengumpul, faktor-faktor yang dianggap paling mempengaruhi dalam pemilihan saluran pemasaran adalah rasa sosial dan kepercayaan antar lembaga, ketidakpastian harga, sistem pembayaran dan lamanya berlangganan Profil Industri Rumah Tangga Tembakau Mole. Ahmad Pradana Dhadiayat, 2007 Industri Rumah Tangga Tembakau mole, studi kasus di Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengadaan faktor produksi, proses pengolahan, dan pemasaran dilakukan oleh pengrajin. Faktor produksi ini meliputi pengadaan bahan baku, pengadaan modal, tenaga kerja dan pengadaan peralatan. Proses pengolahan meliputi kegiatan pemetikan daun, sortasi, pemeraman daun, perajangan, pengeringan dan pengemasan. Proses pemasaran yang dibahas adalah saluran pemasaran dan sistem pembayaran. Rata-rata pendapatan yang diperoleh pengrajin tembakau mole di Desa Pasigaran dalam sekali proses produksi adalah Rp Besarnya R/C ratio 1,63 hal ini berarti usaha ini layak untuk diusahakan. Titik impas diperoleh dengan memproduksi tembakau mole sebanyak 2 samapi 3 bantal atau 12 kg samapai 18 kg.

28 Yoka Yoshika Meikolva, Deskripsi Usaha Perajangan Tembakau Mole Deskripsi usaha perajangan tembakau mole (Studikasus pada Kelompok Tani Subur Tani, Dusun Cipulus Desa Pasigaran Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang). Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha perajangan tembakau mole yang dilakukan oleh anggota subur tani dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek finansial memiliki keadaan yang baik untuk dilakukan. Tersedianya pasar dan tingginya perminataan, tidak terkendala dari segi teknis dan nilai R/C usaha yang menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Peran dan fungsi kelompok tani, walaupun kelompok ini masih berumur satu tahun, akan tetapi telah dirasa mendatangkan manfaat dan mendukung usaha anggotanya. Kendala yang sangat dirasakan oleh anggota kelompok tani adalah kurangnya dana untuk modal pembelian daun tembakau dan keadaan alam yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan petani. Berdasarkan penelitian terdahulu banyak penelitian tentang tembakau belum dikaitkan dengan pajak, kebaharuan dalam usulan penelitian ini yaitu menganalisi dampak dari kebijakan pajak hasil tembakau terhadap pendapatan dan kelangsungan usaha tembakau iris mole, studi kasus di Kecamatan Tanjungsari. 2.3 Kerangka Pemikiran Usaha pengolahan hasil tembakau yang salah satunya tembakau mole iris merupakan usaha yang disorot oleh Pemerintah dari segi kesehatan dan lingkungan, bahkan dunia ikut serta menyoroti perkembangan usaha tembakau melalui WHO dalam kebijakan FCTC.

29 38 Tembakau mole merupakan tembakau khas Sumedang, banyak para petani yang membudidayakannya dan tidak sedikit para pengusaha yang mengusahakan tembakau mole iris, pengusaha tembakau mole iris yang berada di Kecamatan Tanjungsari merupakan pengusaha kecil yang termasuk dalam golongan III pengusaha pabrik Tembakau Iris (TIS) yaitu dengan batasan produksi tidak lebih dari 50 juta gram. Akibat kerugian yang ditimbulkan dari keberadaan tembakau, pemerintah mengawasi peredaran pengolahan tembakau dan membatasi produksi olahan tembakau. Cara pemerintah dalam mengawasi peredaran olahan tembakau yaitu dengan membebankan kepada pengusaha untuk membayar pajak cukai, pembayaran pajak cukai akan diganti dengan pemberian pita cukai, dimana pita cukai tersebut harus dilekatkan pada kemasan olahan tembakau, tarif pajak cukai selalu berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam menaikan tarif tersebut. Selain pajak cukai pemerintah menambahkan beban lagi kepada para pengusaha hasil tembakau mole yang sudah memiliki omset penjualan lebih dari (Rp 600 Juta) diharuskan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak yaitu dengan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 8,4% dari total omset. Bentuk dari proteksi pemerintah tidak hanya dari kenaikan tarif cukai dan PPN namun pemerintah menentukan kebijakan luas pabrik yang dimiliki para pengusaha pengolah tembakau diharuskan memiliki luas bangunan minimal 200 m 2 yang awalnya hanya 50 m 2.

30 39 Kenaikan pajak cukai dan ditambah dengan PPN berdampak pada pendapatan, selain itu kebijakan pemerintah dalam syarat mengembangkan usaha pengolahan tembakau sangat sulit, dan memerlukan biaya yang tinggi, rata-rata para pengusaha tembakau mole iris merupakan industi kecil, dengan adanya kebijakan tersebut berdampak pada pendapatan dan kelangsungan usaha para pengusaha tembakau, salah satunya para pengusaha tembakau mole iris yang berada di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Berikut adalah alur kerangka pemikiran yang tersaji pada Gambar 4. Kenaikan Tarif Pajak Hasil Tembakau Pengusaha Tembakau Mole Iris Analisis Pendapatan Analisis Biaya Penerimaan R/C Rasio Biaya variabel Bahan Baku Bahan Penunjang Pajak Tarif Cukai Pajak Pertambahan Nilai Biaya tetap Volume Penjualan Nilai Penjualan Total Penerimaan Total Biaya Pemenuhan Prosedur dan Persyaratan Usaha UU RI No.11Tahun 1995 Amandemen Cukai PMK No.200/PMK.04/2008 Pemberian NPPBKC PMK No.68/PMK.03/2010 PKP (PPN) Dampak Kebijakan Pajak Hasil Tembakau Terhadap Pendapatan dan Kelangsungan Usaha Tembakau Mole Iris Gambar 4. Kerangka Pemikiaran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan diseluruh pengusaha tembakau mole iris di Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan diseluruh pengusaha tembakau mole iris di Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan diseluruh pengusaha tembakau mole iris di Kecamatan Tanjungsari yang masih aktif pada tahun 2007-2011, jumlah dari pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia termasuk Indonesia. Produk tembakau yang utama diperdagangkan adalah daun tembakau dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Adapun batasan-batasan administratif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Adapun batasan-batasan administratif BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Fisik Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Kecamatan Tanjungsari Kecamatan Tanjungsari termasuk kedalam salah satu kecamatan di Kabupaten Sumedang,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Tuesday, 09 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pajak Rokok merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Menimbang : a. Mengingat : 1. PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG

Lebih terperinci

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK PROVINSI SUMATERA U?ARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-19/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.)

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEREDARAN HASIL TEMBAKAU CUKAI ILEGAL DI KABUPATEN SUMEDANG

BAB III PELAKSANAAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEREDARAN HASIL TEMBAKAU CUKAI ILEGAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAB III PELAKSANAAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEREDARAN HASIL TEMBAKAU CUKAI ILEGAL DI KABUPATEN SUMEDANG A. Para Pihak Yang Terkait Dengan Penerapan Cukai 1. Pengusaha Industri Tembakau Definisi

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Agronomi Tanaman Tembakau Tembakau Rakyat termasuk dalam Famili solanaceae, dengan sistematika (taksonomi) sebagai berikut

Lebih terperinci

Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut :

Pabrikan Rokok A dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut : Lampiran 1 Contoh Pengisan SPT Masa PPN untuk Pabrikan Tembakau (Rokok) : Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak melakukan kegiatan sebagai berikut : - Tanggal 27 menebus pita cukai pada Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki potensi cukup besar di bidang perkebunan, karena didukung oleh lahan yang cukup luas dan iklim yang sesuai untuk komoditi perkebunan. Beberapa

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Cukai 1. Pengertian Cukai Cukai adalah pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENCATATAN BAGI PENGUSAHA PABRIK SKALA KECIL, PENYALUR SKALA KECIL YANG WAJIB MEMILIKI IZIN, DAN PENGUSAHA TEMPAT PENJUALAN ECERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Indonesia dalam menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Indonesia dalam menyelenggarakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan berkembang serta memiliki cita-cita yang luhur untuk mewujudkan rakyat yang maju dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DIREKTUR

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur LAMPIRAN 89 90 Lampiran. Pengukuran Variabel Tabel. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur Indikator Kriteria. Umur 5-40 tahun 4-55 tahun >55. Pendidikan formal > 8 tahun -7 tahun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Tugas Akhir (TA) akan dilaksanakan pada lahan kosong yang bertempat di Dusun Selongisor RT 03 / RW 15, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN PAJAK ROKOK

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN PAJAK ROKOK GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Budidaya tanaman pare ini dilakukan dari mulai pengolahan lahan manual dengan menggunakan cangkul, kemudian pembuatan bedengan menjadi 18 bedengan yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jl. Jenderal A. Yani Jakarta 13230 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Telepon : 4890308 Faksimili : 4897544 www.beacukai.go.id Yth. 1.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-19 / BC / 1997 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-19 / BC / 1997 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-19 / BC / 1997 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : Bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG Menimbang : DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-17/BC/2007 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2011 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Konsep formal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN PERINGATAN KESEHATAN DAN INFORMASI KESEHATAN PADA KEMASAN PRODUK TEMBAKAU 1 2 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang

Lebih terperinci

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL Contributed by Administrator Wednesday, 02 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan CV. Xpress Clean Bersaudara adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pada umumnya. Jasa yang diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2013 dilandasi

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan No.896, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pemberitahuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.04/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau dengan budidayanya merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun di luar negeri. Setiap perusahaan bersaing untuk menarik perhatian

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun di luar negeri. Setiap perusahaan bersaing untuk menarik perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia dan era perdagangan bebas, di Indonesia juga dapat diharapkan menjadi salah satu pemain penting. Dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALNAN PERATURAN MENTER KEUANGAN NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARF CUKA HASL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER KEUANGAN, Menimbang Mengingat a. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 52 /BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 52 /BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 52 /BC/2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS 121 STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS Siti Mutmainah, Dumasari, dan Pujiharto Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau dengan budidayanya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang giat melakukan pembangunan di berbagai sektor. Tahap demi tahap pembangunan telah

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.591, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Peringatan. Informasi. Kesehatan. Kemasan Rokok. Pencantuman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH, UNTUK JENIS PUNGUTAN PAJAK ROKOK PEMERINTAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Agronomis Bawang prei termasuk tanaman setahun atau semusim yang berbentuk rumput. Sistem perakarannya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG TATA CARA PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA. Nomor : 28 A Tahun 2005 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA. Nomor : 28 A Tahun 2005 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 28 A Tahun 2005 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA

Lebih terperinci

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 Peraturan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. termasuk Indonesia. Buah ini dikenal dunia sejak zaman sebelum Masehi.

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. termasuk Indonesia. Buah ini dikenal dunia sejak zaman sebelum Masehi. II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pisang Pisang (Musa paradiciaca. L) merupakan tanaman asli Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Buah ini dikenal dunia sejak zaman sebelum Masehi. Pemintaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK.04/2003 TANGGAL 8 JANUARI 2003 TENTANG PEMUNGUTAN CUKAI ATAS BARANG KENA CUKAI YANG BERASAL DARI LUAR NEGERI YANG DIMASUKKAN KE KAWASAN BERIKAT DI DAERAH INDUSTRI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian saat ini masih tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan pada peningkatan peran sektor pertanian

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu semenanjung Malaysia, Thailand, Myanmar dan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI

Lebih terperinci