PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,"

Transkripsi

1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2017 tentang Tidak Dipungut Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai; Mengingat : a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2017 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 651); Menetapkan : MEMUTUSKAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: 1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. 3. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. 4. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran. 5. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. 6. Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik. 7. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang Cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. 8. Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan. 9. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang di bidang kepabeanan. 10. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 11. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. 12. Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai adalah Pengusaha Pabrik, termasuk Pengusaha Pabrik di kawasan berikat yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagai bahan

2 baku atau bahan penolong untuk menghasilkan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai. 13. Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai adalah Pabrik termasuk Pabrik di kawasan berikat, yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk menghasilkan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai. 14. Pemasok adalah Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang menjual atau menyerahkan bahan baku atau bahan penolong berupa barang kena cukai yang tidak dipungut cukai kepada Pengusaha Pabrik lainnya. 15. Pabrik Pemasok adalah Pabrik yang menjual atau menyerahkan bahan baku atau bahan penolong berupa barang kena cukai yang tidak dipungut cukai ke Pabrik lainnya. 16. Tempat Penyimpanan Pemasok adalah Tempat Penyimpanan yang menjual atau menyerahkan bahan baku atau bahan penolong berupa barang kena cukai yang tidak dipungut cukai ke Pabrik lainnya. 17. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. 18. Importir Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut Importir adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean. 19. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean. 20. Konversi adalah perkiraan jumlah barang hasil akhir berupa barang kena cukai yang dihasilkan dari satu satuan bahan baku atau bahan penolong. 21. Barang Kena Cukai Diangkut Lanjut adalah barang kena cukai yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. 22. Barang Kena Cukai Diangkut Terus adalah barang kena cukai yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa pembongkaran terlebih dahulu. 23. Dikemas untuk Penjualan Eceran adalah dikemas dalam kemasan dengan syarat dan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya. 24. Tidak Dikemas untuk Penjualan Eceran adalah tidak dikemas atau dikemas dengan isi tertentu yang melebihi dari yang ditetapkan sebagai kemasan penjualan eceran. 25. Keadaan Darurat adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, banjir, atau bencana alam lainnya. 26. Dokumen Cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Cukai dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik. 27. Pemberitahuan Rencana Produksi Barang Kena Cukai yang Menggunakan Barang Kena Cukai Sebagai Bahan Baku/Penolong Dengan Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang selanjutnya disebut PBCK-1 adalah Dokumen Cukai yang digunakan oleh Pengusaha Pabrik atau Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai untuk memberitahukan barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk memproduksi barang kena cukai lainnya dalam rangka mendapatkan fasilitas tidak dipungut cukai. 28. Laporan Penggunaan/Persediaan Barang Kena Cukai Dengan Menggunakan Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang selanjutnya disebut LACK-1 adalah Dokumen Cukai yang digunakan oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai untuk menyampaikan laporan penggunaan dan persediaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai dalam pembuatan barang kena cukai lainnya. 29. Laporan Penjualan/Penyerahan Barang Kena Cukai Dengan Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang selanjutnya disebut LACK-2 adalah Dokumen Cukai yang digunakan oleh Pemasok untuk menyampaikan laporan penjualan/penyerahan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai dalam pembuatan barang kena cukai lainnya kepada Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. 30. Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi yang selanjutnya disebut SAC-S adalah sistem aplikasi yang dipergunakan di bidang cukai. 31. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. 32. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. 33. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. BAB II TIDAK DIPUNGUT CUKAI Bagian Kesatu Tidak Dipungut Cukai atas Tembakau Iris dan Minuman Mengandung Etil Alkohol yang Dibuat secara Sederhana Pasal 2 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa tembakau iris yang dibuat dari daun tembakau

3 hasil tanaman di Indonesia yang: a. Tidak Dikemas untuk Penjualan Eceran; atau b. Dikemas untuk Penjualan Eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan. (2) Tembakau iris yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau; dan/atau b. pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi, dilekati, atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau tanda khusus yang sejenisnya. (3) Bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yaitu bahan-bahan seperti saus yang memberikan rasa dan/atau aroma yang khas pada tembakau iris. (4) Tidak termasuk dalam pengertian bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yaitu bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk mempertahankan mutu dan/atau kualitas. Pasal 3 Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan, sepanjang: a. dibuat oleh rakyat di Indonesia; b. pembuatannya dilakukan secara sederhana, dengan menggunakan peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter per hari; c. semata-mata untuk mata pencaharian; dan d. tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran. Pasal 4 Dalam hal ketentuan cukai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tidak terpenuhi, cukai dipungut. Pasal 5 Pembuatan atau pengangkutan barang kena cukai yang tidak dipungut cukainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3: a. tidak wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai; dan b. tidak wajib dilindungi dengan Dokumen Cukai. Pasal 6 Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melakukan kegiatan pendataan atas pembuatan, persediaan, dan penjualan untuk keperluan pengawasan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Bagian Kedua Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai Diangkut Terus atau Diangkut Lanjut dengan Tujuan Luar Daerah Pabean Pasal 7 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean apabila Barang Kena Cukai Diangkut Terus atau Barang Kena Cukai Diangkut Lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean. (2) Tata cara Barang Kena Cukai Diangkut Terus atau Barang Kena Cukai Diangkut Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai diangkut terus atau diangkut lanjut. Bagian Ketiga Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Diekspor

4 Pasal 8 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang diekspor. (2) Pengeluaran dan pengangkutan barang kena cukai dengan tujuan Ekspor dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Kawasan Pabean pada pelabuhan Ekspor, wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5). (3) Kawasan Pabean pada pelabuhan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu Kawasan Pabean di Kantor Bea dan Cukai pemuatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. (4) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pengeluaran barang kena cukai yang tidak dipungut cukai dengan tujuan untuk Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. bertanggungjawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan sampai dengan barang kena cukai tersebut dilaksanakan Ekspornya; dan b. wajib menyampaikan dokumen bukti realisasi Ekspor sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kepabeanan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik atau Tempat Penyimpanan. (5) Tata cara Ekspor barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang Ekspor. (6) Tata cara pengeluaran dan pengangkutan barang kena cukai menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. Pasal 9 Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) yang telah dilengkapi dengan dokumen bukti realisasi Ekspor, digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai. Bagian Keempat Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai Dimasukkan ke Dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan Pasal 10 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya. (2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik. (3) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Tempat Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Pabrik. (4) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Pabrik apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan. (5) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan. (6) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Tempat Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan lainnya. Pasal 11 (1) Pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai dari: a. Pabrik ke Pabrik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); b. Tempat Penyimpanan ke Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); c. Pabrik ke Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4); atau d. Tempat Penyimpanan ke Tempat Penyimpanan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6), wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5). (2) Pemasukan dan pengangkutan barang kena cukai yang: a. berasal dari Impor ke Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2); atau b. berasal dari Impor ke Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5). (3) Tata cara pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai menggunakan Dokumen

5 Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. Pasal 12 (1) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan sampai dengan dimasukkan ke Pabrik lainnya atau Tempat Penyimpanan lainnya. (2) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang memasukkan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan dari Pabrik lainnya atau Tempat Penyimpanan lainnya sejak barang kena cukai dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan. (3) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang memasukkan barang kena cukai yang berasal dari Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) atau ayat (5), bertanggung jawab terhadap barang kena cukai sejak barang kena cukai dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Penimbunan Sementara. Pasal 13 Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yang telah diberikan catatan pemasukan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai. Bagian Kelima Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam Pembuatan Barang Hasil Akhir yang Merupakan Barang Kena Cukai Pasal 14 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang: a. berasal dari Pabrik; b. berasal dari Tempat Penyimpanan; atau c. berasal dari Impor, apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai. (2) Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan barang kena cukai untuk keperluan laboratorium dalam rangka pengujian standar mutu barang kena cukai tersebut. (3) Tidak termasuk bahan baku atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu etil alkohol yang digunakan untuk kebutuhan sanitasi, dan pembersihan mesin produksi barang kena cukai, atau penggunaan etil alkohol yang tidak dapat ditelusuri pada barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai. Pasal 15 (1) Pengusaha Pabrik yang bermaksud menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, harus menyampaikan pemberitahuan rencana pengunaannya kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi dengan Dokumen Cukai berupa PBCK-1 dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) PBCK-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. PBCK-1 pertama kali; b. PBCK-1 periode berikutnya; dan c. PBCK-1 penambahan. (3) PBCK-1 disampaikan oleh Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk periode penggunaan: a. dari awal tahun takwim sampai dengan akhir tahun takwim; atau b. saat pengajuan sampai dengan akhir tahun takwim.

6 (4) PBCK-1 disampaikan oleh Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. sebelum barang kena cukai: 1. dikeluarkan oleh Pemasok, dalam hal bahan baku atau bahan penolong berasal dari Pemasok; 2. diajukan pemberitahuan pabean impor, dalam hal bahan baku atau bahan penolong berasal dari Impor; dan b. dibuat untuk masing-masing Pemasok dalam hal menggunakan lebih dari 1 (satu) Pemasok. (5) PBCK-1 disampaikan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dalam bentuk: a. tulisan di atas formulir; atau b. data elektronik. (6) Dalam hal PBCK-1 disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir, PBCK-1 dibuat dalam rangkap 2 (dua). (7) Dalam hal PBCK-1 disampaikan dalam bentuk data elektronik, Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap menyerahkan hardcopy PBCK-1 dan lampirannya. Pasal 16 (1) Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) menyampaikan PBCK-1 pertama kali dalam hal: a. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pabrik tidak sedang dibekukan; dan b. Pengusaha Pabrik: 1. belum pernah mendapatkan fasilitas tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong; 2. akan melakukan penambahan jenis barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai; atau 3. akan melakukan penambahan atau penggantian Pemasok. (2) PBCK-1 pertama kali dilampiri dengan: a. rencana produksi barang kena cukai dan kebutuhan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam satu tahun takwim dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; b. surat pernyataan konversi dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan c. uraian tentang alur proses produksi yang menjelaskan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong. (3) Atas PBCK-1 pertama kali, Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan tempat menimbun barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk memastikan bahan baku atau bahan penolong dan hasil produksinya ditimbun dalam tempat atau ruangan terpisah sehingga dapat diketahui jenis dan jumlah barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong. (4) Atas hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara yang ditandatangani bersama Pengusaha Pabrik. Pasal 17 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai menyampaikan PBCK-1 periode berikutnya, dalam hal: a. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai tidak sedang dibekukan; b. Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai telah mendapatkan fasilitas tidak dipungut cukai untuk jenis barang kena cukai yang sama; dan c. LACK-1 telah diterima oleh Pejabat Bea dan Cukai sekurang-kurangnya sampai dengan bulan terakhir sebelum bulan pengajuan PBCK-1. (2) PBCK-1 periode berikutnya dapat disampaikan paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya periode PBCK-1 tahun takwim berjalan. (3) PBCK-1 periode berikutnya dilampiri dengan: a. rekapitulasi realisasi pemasukan dan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong, serta produksi barang hasil akhir yang menggunakan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam tahun takwim sebelumnya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; b. rencana produksi barang kena cukai dan kebutuhan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam satu tahun takwim dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;

7 c. surat pernyataan konversi dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan d. uraian tentang alur proses produksi yang menjelaskan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam hal: 1. terdapat perubahan atau penambahan jenis barang hasil akhir yang diproduksi; atau 2. terdapat perubahan alur penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong. Pasal 18 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dapat menyampaikan PBCK-1 penambahan, dalam hal: a. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai tidak sedang dibekukan; b. LACK-1 atas pemakaian barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada tahun takwim berjalan telah diterima oleh Kepala Kantor sekurang-kurangnya sampai dengan bulan terakhir sebelum bulan pengajuan PBCK-1; dan c. Pengusaha Pabrik: 1. membutuhkan penambahan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai karena jumlah yang ditetapkan dalam PBCK-1 pada periode tahun takwim beijalan tidak mencukupi, dengan ketentuan penggunaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada periode tahun berjalan sekurang-kurangnya mencapai 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah yang ditetapkan dalam PBCK-1 sebelumnya; atau 2. menambah jenis barang hasil akhir yang diproduksi. (2) PBCK-1 penambahan dilampiri dengan: a. rekapitulasi realisasi pemasukan dan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong, serta produksi barang hasil akhir yang menggunakan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam tahun takwim berjalan sampai dengan sebelum bulan pengajuan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; b. rencana produksi barang kena cukai dan kebutuhan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam satu tahun takwim dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; c. surat pernyataan konversi dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan d. uraian tentang alur proses produksi yang menjelaskan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam hal: 1. terdapat perubahan atau penambahan jenis barang hasil akhir yang diproduksi; atau 2. terdapat perubahan alur penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong. Pasal 19 (1) Terhadap PBCK-1 yang disampaikan oleh Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1), Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal PBCK-1 dan lampiran diterima lengkap. (2) Pemberian persetujuan PBCK-1 diberikan dengan mempertimbangkan: a. PBCK-1 dan lampiran yang disampaikan; b. untuk PBCK-1 pertama kali, berita acara pemeriksaaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4); dan c. kelayakan Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. (3) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai: a. menyetujui dan menetapkan jumlah barang kena cukai untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong; atau b. menolak dengan menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang memuat alasan penolakan kepada Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1). (4) Kepala Kantor Bea dan Cukai menyetujui dan menetapkan jumlah barang kena cukai untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan cara mengisi kolom persetujuan dan penetapan pada PBCK-1. (5) Dalam hal PBCK-1 disetujui: a. PBCK-1 lembar ke-1 untuk Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik Pengguna

8 Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; b. PBCK-1 lembar ke-2 untuk Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; c. Kepala Kantor Bea dan Cukai mendistribusikan copy PBCK-1 kepada: 1. Pemasok; 2. Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok; 3. Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi kawasan pabean di pelabuhan masuk dalam hal barang kena cukai berasal dari Impor; 4. Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok; 5. Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi kawasan pabean di pelabuhan masuk dalam hal barang kena cukai berasal dari Impor; 6. Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; dan 7. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai. (6) Dalam hal PBCK-1 ditolak, Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dapat menyampaikan PBCK-1 yang baru setelah memenuhi alasan penolakan sebagaimana disebutkan dalam surat pemberitahuan penolakan. Pasal 20 PBCK-1 yang telah disetujui dan ditetapkan: a. berlaku pada awal tahun takwim sampai dengan akhir tahun takwim, dalam hal PBCK-1 disetujui sebelum awal tahun takwim; atau b. berlaku pada saat PBCK-1 disetujui sampai dengan akhir tahun takwim, dalam hal PBCK-1 disetujui pada periode tahun takwim berjalan. Pasal 21 Tata cara penyampaian dan pemberian persetujuan Dokumen Cukai berupa PBCK-1 ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 22 (1) Pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok ke Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5). (2) Pemasukan dan pengangkutan barang kena cukai yang berasal dari Impor ke Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5). (3) Tata cara pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. Pasal 23 (1) Pemasok yang mengeluarkan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan huruf b bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan sampai dengan dimasukkan ke Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. (2) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 bertanggung jawab terhadap: a. barang kena cukai yang berasal dari Impor sejak pengeluaran dari Kawasan Pabean atau Tempat Penimbunan Sementara; dan b. barang kena cukai yang berasal dari Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok, sejak dimasukkan ke Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. Pasal 24 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. menimbun barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dan

9 hasil produksinya di dalam tempat atau ruangan secara terpisah sehingga dapat diketahui jenis dan jumlah barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong; b. melakukan pencatatan pemasukan, penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong, pengeluaran barang kena cukai yang dikembalikan, dan produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai; dan c. menyampaikan laporan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya berdasarkan catatan sebagaimana dimaksud pada huruf b dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam: a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa catatan sediaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong produksi barang kena cukai lainnya; atau b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa LACK-1. (4) Dalam hal Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai menggunakan lebih dari 1 (satu) Pemasok, LACK-1 dibuat untuk masing-masing Pemasok. (5) Catatan sediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan Dokumen Cukai berupa Catatan Sediaan Barang Kena Cukai Sebagai Bahan Baku Atau Bahan Penolong Produksi Barang Kena Cukai Lainnya (CSCK-7) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. (6) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dapat melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menggunakan format yang dibuat oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai sepanjang memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Dokumen Cukai berupa Catatan Sediaan Barang Kena Cukai Sebagai Bahan Baku Atau Bahan Penolong Produksi Barang Kena Cukai Lainnya (CSCK-7). Pasal 25 Tata cara penyampaian Dokumen Cukai berupa LACK-1 ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 26 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai hanya dapat menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai: a. dengan jumlah paling banyak; dan b. untuk memproduksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai, sesuai yang disetujui dan ditetapkan dalam PBCK-1. (2) Jumlah bahan baku atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. saldo akhir bahan baku atau bahan penolong yang berada di Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai periode PBCK-1 sebelumnya; dan b. bahan baku atau bahan penolong yang dimasukkan pada periode PBCK-1 tahun berjalan. Pasal 27 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang telah memasukkan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dapat mengembalikan barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong ke Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok. (2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang dikembalikan ke Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5). (4) Tata cara pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai menggunakan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.

10 Pasal 28 (1) Pemasok yang mengeluarkan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai harus menyampaikan laporan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa LACK-2. (3) Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal Impor barang kena cukai dilakukan oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. Pasal 29 Tata cara penyampaian Dokumen Cukai berupa LACK-2 ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 30 Pemasok hanya dapat mengeluarkan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai ke Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai sebagaimana dimaksud dalam PBCK-1. Pasal 31 (1) Barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai yang masih berada di Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai pada akhir tahun takwim dinyatakan sebagai saldo akhir. (2) Barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dipergunakan sebelum PBCK-1 periode berikutnya disetujui. Pasal 32 PBCK-1 tidak berlaku dalam hal Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dicabut. Pasal 33 (1) Dalam hal Nomor Pokok Pengusaha Barang Keria Cukai (NPPBKC) pengguna fasilitas tidak dipungut cukai dicabut atau pengguna fasilitas tidak dipungut cukai tidak menyampaikan PBCK-1 untuk periode berikutnya, terhadap barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang masih berada di tempat penimbunan pengguna fasilitas tidak dipungut cukai, dilakukan: a. pemeriksaan dan dibuatkan berita acara; dan b. penyegelan. (2) Terhadap barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat: a. dikembalikan ke Pemasok dengan fasilitas tidak dipungut cukai; b. dilunasi cukai oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; c. dimusnahkan oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai; atau d. dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai atas biaya Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. Pasal 34 (1) LACK-1 dan LACK-2 disampaikan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dalam bentuk: a. tulisan di atas formulir; atau b. data elektronik. (2) Dalam hal disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir, LACK-1 atau LACK-2 dibuat dalam rangkap 2 (dua).

11 (3) Dalam hal disampaikan dalam bentuk data elektronik, LACK-1 dan LACK-2 disampaikan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai melalui SAC-S dengan menggunakan format dan tipe data yang sesuai dengan SAC-S. Pasal 35 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai yang telah menyampaikan LACK-1 mendapatkan tanda terima; (2) Pemasok yang telah menyampaikan LACK-2 mendapatkan tanda terima; (3) Dalam hal LACK-1 atau LACK-2 disampaikan dalam bentuk tulisan diatas formulir, Pejabat Bea dan Cukai yang menerima LACK-1 atau LACK-2 memberikan tanda terima dengan cara menandatangani formulir LACK-1 atau LACK-2 di tempat yang telah disediakan. (4) Dalam hal LACK-1 atau LACK-2 disampaikan dalam bentuk data elektronik, Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai atau Pemasok mendapatkan respon tanda terima secara otomatis dari SAC-S dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 36 (1) Pejabat Bea dan Cukai mendistribusikan LACK-1 yang telah diberikan tanda terima dengan peruntukan: a. LACK-1 lembar ke-1 kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; b. LACK-1 lembar ke-2 kepada Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; dan c. Copy LACK-1 kepada: 1. Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; dan 2. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai. (2) Pejabat Bea dan Cukai mendistribusikan LACK-2 yang telah diberikan tanda terima dengan peruntukan: a. LACK-2 lembar ke-1 kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok; b. LACK-2 lembar ke-2 kepada Pemasok; dan c. Copy LACK-2 kepada: 1. Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi Pabrik Pemasok atau Tempat Penyimpanan Pemasok; dan 2. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai. Pasal 37 Dokumen Cukai berupa: 1. PBCK-1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), 2. Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang telah diberikan catatan pemasukan ke Pabrik Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai, dan 3. LACK-1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c, digunakan sebagai dasar tidak dipungutnya cukai. Bagian Keenam Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak Sebelum Dikeluarkan dari Pabrik Pasal 38 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berada di dalam Pabrik yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan. (2) Barang kena cukai yang musnah atau rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. barang kena cukai yang musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat, yang wajib diberitahukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat; b. barang kena cukai yang musnah setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat, yang wajib diberitahukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat; dan c. barang kena cukai yang rusak setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat, yang wajib diberitahukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat.

12 (3) Barang kena cukai yang musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak termasuk barang kena cukai yang diberikan potongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Cukai. Pasal 39 (1) Pengusaha Pabrik yang barang kena cukainya musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a, harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. melakukan pencatatan jumlah barang kena cukai yang musnah atau rusak; b. menyampaikan laporan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, berdasarkan catatan atau pembukuan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan c. bertanggung jawab terhadap kebenaran catatan atau pembukuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan laporan yang dibuat sebagaimana dimaksud pada huruf b. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam: a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa Catatan Sediaan Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak (CSCK-8) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa Laporan Barang Kena Cukai yang Musnah Atau Rusak Sebelum Diberitahukan Sebagai Barang Kena Cukai Selesai Dibuat (LACK-10) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang musnah atau rusak. (5) Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian terhadap barang kena cukai yang rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a. (6) Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian di Pabrik. (7) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dibuat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (8) Barang kena cukai yang rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a, dapat dimusnahkan atau diolah kembali. (9) Dalam hal barang kena cukai yang rusak dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pengusaha Pabrik harus memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai. (10) Dalam hal barang kena cukai yang rusak diolah kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8), barang kena cukai yang rusak dimaksud dapat diolah kembali menjadi: a. barang kena cukai; atau b. barang yang bukan merupakan barang kena cukai. Pasal 40 (1) Pengusaha Pabrik yang bermaksud melakukan pengolahan barang kena cukai menjadi barang yang bukan merupakan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (10) huruf b, harus mengajukan permohonan kepada Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai. (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian. (3) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai memberikan persetujuan atau penolakan. (4) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai dapat memberikan persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang dihasilkan tidak memiliki karakteristik sebagai barang kena cukai. Pasal 41 (1) Pengusaha Pabrik yang barang kena cukainya musnah setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b, harus melaksanakan

13 hal-hal sebagai berikut: a. melakukan pencatatan jumlah barang kena cukai yang musnah; dan b. menyampaikan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak yang Belum Dilunasi Cukainya (PBCK-8) kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab musnahnya barang kena cukai dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam: a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa Catatan Sediaan Barang Kena Cukai yang Musnah (CSCK-8) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian di Pabrik. (4) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dalam berita acara penelitian yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (5) Berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar: a. tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang musnah; dan/atau b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol. Pasal 42 (1) Pengusaha Pabrik yang barang kena cukainya rusak setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c, harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. melakukan pencatatan jumlah barang kena cukai yang rusak; dan b. menyampaikan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak yang Belum Dilunasi Cukainya (PBCK-8) kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab rusaknya barang kena cukai dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam: a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa Catatan Sediaan Barang Kena Cukai yang Rusak (CSCK-8) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan. (4) Hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (5) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar: a. tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang rusak; dan/atau b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol. (6) Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c, harus: a. dimusnahkan; atau b. diolah kembali menjadi barang kena cukai, oleh Pengusaha Pabrik dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai. (7) Pelaksanaan pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

14 Pasal 43 Pengusaha Pabrik dapat melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (2) huruf a, Pasal 41 ayat (2) huruf a, dan Pasal 42 ayat (2) huruf a menggunakan format yang dibuat oleh Pengusaha Pabrik sepanjang memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini. Bagian Ketujuh Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak Sebelum Dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan Pasal 44 (1) Cukai tidak dipungut atas etil alkohol yang belum dilunasi cukainya yang berada di Tempat Penyimpanan yang telah musnah sebelum dikeluarkan. (2) Etil alkohol yang musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk etil alkohol yang diberikan potongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Cukai. (3) Pengusaha Tempat Penyimpanan yang etil alkoholnya musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. melakukan pembukuan jumlah etil alkohol yang musnah; dan b. menyampaikan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak yang Belum Dilunasi Cukainya (PBCK-8) kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab musnahnya etil alkohol dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian. (5) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat dalam berita acara penelitian yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Tempat Penyimpanan atau kuasanya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (6) Berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar: a. tidak dipungut cukai atas etil alkohol yang musnah; dan b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol. Pasal 45 (1) Cukai tidak dipungut atas etil alkohol yang belum dilunasi cukainya yang berada di Tempat Penyimpanan yang telah rusak sebelum dikeluarkan. (2) Etil alkohol yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk etil alkohol yang dirusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Cukai. (3) Pengusaha Tempat Penyimpanan yang etil alkoholnya rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. melakukan pembukuan jumlah etil alkohol yang rusak; dan b. menyampaikan Dokumen Cukai berupa Pemberitahuan Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak yang Belum Dilunasi Cukainya (PBCK-8) kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab rusaknya barang kena cukai dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan. (5) Hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Tempat Penyimpanan atau kuasanya dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (6) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar: a. tidak dipungut cukai atas etil alkohol yang rusak; dan b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol. (7) Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai karena rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus: a. dimusnahkan oleh Pengusaha Tempat Penyimpanan; atau b. dimasukkan ke Pabrik untuk pengolahan kembali,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI 235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI Contributed by Administrator Wednesday, 30 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INQONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 /PMK.04/2017 TENT ANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INQONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 /PMK.04/2017 TENT ANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INQONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 /PMK.04/2017 TENT ANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 237/PMK.04/2009 TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 237/PMK.04/2009 TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 237/PMK.04/2009 TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (4)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1921, 2014. KEMENKEU. Barang. Cukai. Pengangkutan. Pengeluaran. Pemasukan. Penimbunan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.530, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Barang Kena Cukai. Penibunan. Kawasan Pabean. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.530, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Barang Kena Cukai. Penibunan. Kawasan Pabean. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.530, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Barang Kena Cukai. Penibunan. Kawasan Pabean. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 235/PMK.04/2009 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2014, No Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun No.237, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pembahasan Cukai. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 43 /BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 43 /BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 43 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2007 TENTANG PEMBEBASAN CUKAI MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2007 TENTANG PEMBEBASAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2007 TENTANG PEMBEBASAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN NOMOR KEUANGAN. ketentuan. Menteri. cukai; mengenai. b. bahwa. beberapa. Pasal. Peraturan. Keuangan. Cara. Tata 263); CUKAI.

SALINAN PERATURAN NOMOR KEUANGAN. ketentuan. Menteri. cukai; mengenai. b. bahwa. beberapa. Pasal. Peraturan. Keuangan. Cara. Tata 263); CUKAI. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLI K INDONESIA NOMOR 40/PMK.04/ 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 109/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KENA CUKAI KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-11/BC/2007 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-11/BC/2007 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-11/BC/2007 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KENA CUKAI KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN DOKUMEN. Keuangan. Lembaran. Indonesia TENTANG. 2. Dokumen

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN DOKUMEN. Keuangan. Lembaran. Indonesia TENTANG. 2. Dokumen MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0/PMK.0/0 TENTANG DOKUMEN CUKAI DAN/ATAU DOKUMEN PELENGKAP CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN CUKAI DAN/ATAU DENDA ADMINISTRASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN CUKAI DAN/ATAU DENDA ADMINISTRASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PMK.04/2006 Menimbang : TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN CUKAI DAN/ATAU DENDA ADMINISTRASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa

Lebih terperinci

NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN,

NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

2012, No NAMA, JENIS, DAN KODE DOKUMEN CUKAI. Daftar Dokumen Jenis Nomor Kode. Nama. Nomor

2012, No NAMA, JENIS, DAN KODE DOKUMEN CUKAI. Daftar Dokumen Jenis Nomor Kode. Nama. Nomor 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.04/2012 TENTANG DOKUMEN CUKAI DAN/ATAU DOKUMEN PELENGKAP CUKAI NAMA, JENIS, DAN KODE DOKUMEN CUKAI Nomor I II III IV Daftar Dokumen

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] 15. Ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6),

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.04/2008 TENTANG KEWAJIBAN PENCATATAN BAGI PENGUSAHA PABRIK SKALA KECIL, PENYALUR SKALA KECIL YANG WAJIB MEMILIKI IZIN, DAN PENGUSAHA TEMPAT PENJUALAN ECERAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. No.249, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.04/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG DAN AWAK SARANA PENGANGKUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 42 /BC/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 42 /BC/2010 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 42 /BC/2010 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI MINUMAN MENGANDUNG ETIL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN SALINAN 113/PMK.04/2008, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 3 /BC/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 3 /BC/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 3 /BC/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DIREKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 01 /BC/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 01 /BC/2014 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 01 /BC/2014 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSENTRAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN NOMOR P-17/BC/2006 TENTANG PEMBERITAHUAN HARGA JUAL ECERAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-15/BC/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-15/BC/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-15/BC/2008 TENTANG PENGEMBALIAN CUKAI ATAS PITA CUKAI YANG RUSAK ATAU TIDAK DIPAKAI

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran.

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK. 04/ /2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN 237/PMK.04/2009 TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN 237/PMK.04/2009 TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 237/PMK.04/2009 TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI - 2 - - 3 - - 4 - TATA CARA PENGISIAN PEMBERITAHUAN MUTASI BARANG KENA CUKAI (CK-5) Nomor (1) : Diisi nama Kantor.

Lebih terperinci

NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 49 /BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 49 /BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 49 /BC/2011 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK.04/2003 TANGGAL 8 JANUARI 2003 TENTANG PEMUNGUTAN CUKAI ATAS BARANG KENA CUKAI YANG BERASAL DARI LUAR NEGERI YANG DIMASUKKAN KE KAWASAN BERIKAT DI DAERAH INDUSTRI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L No.942, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengembalian Bea Masuk. Impor Barang. Tujuan Ekspor. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR P- 39/BC/2009

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR P- 39/BC/2009 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 39/BC/2009 TENTANG PELEKATAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P 14/BC/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P 14/BC/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P 14/BC/2006 TENTANG PENGEMBALIAN CUKAI ATAS PITA CUKAI YANG RUSAK ATAU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (8) Undang-undang Nomor 11

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-01/BC/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2016

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

PER - 7/BC/2011 TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSEN

PER - 7/BC/2011 TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSEN PER - 7/BC/2011 TATA CARA PEMUNGUTAN CUKAI ETIL ALKOHOL, MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL, DAN KONSEN Contributed by Administrator Friday, 25 February 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46/PMK.04/2009 TENTANG PEMBERITAHUAN PABEAN DALAM RANGKA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 11/1995, CUKAI *9122 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 11 TAHUN 1995 (11/1995) Tanggal: Sumber: Tentang: 30 Desember 1995 (JAKARTA) LN No.76;

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.462, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengawasan. Pengadministrasian. Pembayaran. Pelumasan. PPN. Pajak Penjualan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG TATALAKSANA PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 55/BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 55/BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 55/BC/2012 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN BARANG KENA

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan No.896, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pemberitahuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.04/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 111/PMK.04/2008 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA CUKAI YANG SELESAI DIBUAT MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 111/PMK.04/2008 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA CUKAI YANG SELESAI DIBUAT MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 111/PMK.04/2008 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA CUKAI YANG SELESAI DIBUAT MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 20092008 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-92 / BC / 1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-92 / BC / 1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-92 / BC / 1997 TENTANG PENCAMPURAN ETIL ALKOHOL YANG AKAN DIPERGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKU ATAU BAHAN PENOLONG DALAM PEMBUATAN BARANG HASIL AKHIR YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN

Lebih terperinci

P - 39/BC/2009 PELEKATAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

P - 39/BC/2009 PELEKATAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL P - 39/BC/2009 PELEKATAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL Contributed by Administrator Wednesday, 04 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

SE â 4/BC/2011 PENGAWASAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TRADISIONAL SEBAGAI BARANG KENA CUKAI YANG

SE â 4/BC/2011 PENGAWASAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TRADISIONAL SEBAGAI BARANG KENA CUKAI YANG SE â 4/BC/2011 PENGAWASAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL TRADISIONAL SEBAGAI BARANG KENA CUKAI YANG Contributed by Administrator Thursday, 24 March 2011 Pusat Peraturan Pajak Online 24 Maret 2011 SURAT

Lebih terperinci

*35150 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 5 TAHUN 1997 (5/1997) TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35150 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 5 TAHUN 1997 (5/1997) TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 5/1997, PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI *35150 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 5 TAHUN 1997 (5/1997) TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN.

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.04/2018 TENTANG PERCEPATAN PERIZINAN KEPABEANAN DAN CUKAI DALAM RANGKA KEMUDAHAN BERUSAHA DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.011/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pengamanan keuangan negara, dipandang perlu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.332, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberitahuan. Pabean. Kawasan. Perdagangan Bebas. Pelabuhan Bebas. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PMK.04/2012

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 45/BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 45/BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 45/BC/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (8) Undang-undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.04/2014 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN MENGGUNAKAN CARNET ATAU EKSPOR YANG DIMAKSUDKAN UNTUK DIIMPOR

Lebih terperinci