Oleh: Endah Wahyuningsih Dosen Akademi Keperawatan Bahrul Ulum Jombang ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Endah Wahyuningsih Dosen Akademi Keperawatan Bahrul Ulum Jombang ABSTRAK"

Transkripsi

1 ANALISIS PELAKSANAAN ORIENTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU DI LINGKUNGANAKPER DAN STIKES BAHRUL ULUM TAHUN AKADEMIK 2014/2015 (STUDI TENTANG KONSTRUKSI SOSIAL PADA PANITIA OSPEK BERSAMA AKPER DAN STIKES BAHRUL ULUM) Oleh: Endah Wahyuningsih Dosen Akademi Keperawatan Bahrul Ulum Jombang ABSTRAK Penelitian ini berjudul Analisis Pelaksanaan Orientasi Studi Dan Pengenalan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (Studi Tentang Konstruksi Sosial Panitia Ospek Bersama Akper Dan Stikes Bahrul Ulum Jombang Tahun Akademik 2014/2015). Ospek merupakan kegiatan wajib universitas dalam memperkenalkan kehidupan kampus pada para mahasiswa baru. Ospek tanpa kekerasan merupakan slogan baru bagi kegiatan wajib ini. Meskipun demikian dalam pelaksanaannya, tak jarang masih diwarnai oleh unsur-unsur kekerasan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mendalam konstruksi sosial makna ospek dari sudut pandang panitia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teori konstruksi sosial sebagai alat analisis. Data didapatkan melalui wawancara mendalam dengan para informan yaitu, para panitia ospek yang ditentukan secara purposif. Penelitian menemukan ospek dimaknai sebagai kegiatan pembentukan karakter yang bertanggung jawab, disiplin dan hormat pada senior. Pengalaman yang didapatkan panitia ketika menjadi peserta ospek dijadikan dasar perilaku informan. Pemaknaan ini merupakan fase internalisasi dimana individu dalam dunia sosio kultural mendapat proses imitasi yang mendalam. Inilah yang menjadikannya lingkaran setan kekerasan yang tak pernah putus. Keyword: Orientasi, sosio, kultural Pendahuluan Setiap mahasiswa baru pasti melewati masa orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek) bagi mahasiswa baru, selain untuk memperkenalkan kehidupan kampus sebagai mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi juga bertujuan untuk building caracter. Hal tersebut penting dilakukan karena masa menjadi mahasiswa adalah masa dimana seseorang mulai benar-benar belajar mandiri, hidup terpisah dari orang tua, belajar mengelola waktu, belajar mengelola keuangan dan belajar untuk bertanggung jawab akan masa depannya, oleh karena itu pada masa ospek inilah kemandirian, kedisiplinan dan tanggung jawab mulai dilatih dan dikembangkan dalam tataran nyata. Masa orientasi merupakan kegiatan awal pengenalan kampus pada calon mahasiswa, asas pelaksanaan pengenalan mahasiswa baru adalah asas keterbukaan, asas demokratis dan humanis. Sedangkan tujuan umum dari kegiatan ini adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru 1

2 agar dapat lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus, khususnya kagiatan pembelajaran dan kemahasiswaan 1 Begitu bagusnya tujuan dilakukannya ospek bagi mahasiswa baru, maka setiap perguruan tinggi diwajibakan menyelenggarakan kegiatan ini sebelum para mahasiswa baru benar-benar dikukuhkan sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Akan tetapi ketika pelaksanaan kita dihadapkan pada suatu realita yang berbeda, dimana dalam pelaksanannya ospek seringkali menjadi ajang ploncoan dan balas dendam dari seniornya, tidak jarang kita disuguhkan fakta tentang kekerasan ospek yang bahkan bukan hanya menyebabkan trauma psikis tetapi lebih jauh lagi terkadang sampai memakan korban jiwa. Terbitnya Surat Keputusan dari Dirjen Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor: 25/DIKTI/Kep/2014 tentang Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru merupakan bentuk kepedulian pemerintah. Harapannya program pengenalan kampus haruslah direncanakan secara matang untuk dapat digunakan sebagai momentum untuk membangun pendidikan karakter pada mahasiswa baru. Selain itu mahasiswa diharapkan juga mendapatkan informasi yang tepat mengenai sistem pendidikan di perguruan tinggi baik itu berkenaan dengan bidang akademik maupun non akademik. Kegiatan pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru hendaknya dijadikan awal pembinaan idealisme, menanamkan dan membina rasa dan sikap cinta pada tanah air dan bangsa, menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama dan lingkungan dalam rangka menciptakan generasi yang jujur, cerdas, peduli, bertanggung jawab dan tangguh. Kegiatan ini juga dijadikan sebagai dukungan penuh civitas akademika perguruan tinggi untuk mendukung terciptanya budaya akademik yang kondusif bagi terselenggaranya tri dhrama perguruan tinggi. Pada lingkungan pendidikan tinggi ilmu kesehatan, kegiatan pengenalan kampus ini juga dilakukan sebagai agenda rutin setiap tahunnya, begitu pula di Akper dan Stikes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, yaitu dua institusi yang berada dilingkungan pondok pesantren dibawah Yayasan Ponpes An-Najiyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Kegiatan pengenalan kehidupan kampus untuk mahasiswa baru dilaksanakan selama empat hari, dimana satu hari untuk kegiatan pra-orientasi, dan tiga hari sebagai kegiatan inti dari orientasi studi dan pengenalan kehidupan kampus pada mahasiswa baru 1. Pelaksanaan kegiatan ini tentunya memiliki harapan dan tujuan sebagaimana diatas, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak jarang mahasiswa masih saja memasukkan unsur ploncoan tanpa sepengetahuan pembina. Dampak dari kegiatan ini adalah pada setiap tahun akademik selalu saja ada yang berhenti di tengah jalan ada yang dikarenakan sakit setelah beberapa hari mengikuti ospek dan takut untuk kembali, ada juga yang tidak kembali untuk melanjutkan kuliah setelah ospek 1 Definisi sesuai dengan Surat Keputusan Dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi nomor 25/DIKTI/Kep/2014 2

3 selesai dilaksanakan. Data di kedua institusi menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat satu mahasiswa yang tidak melanjutkan studi setelah masa orientasi, pada tahun 2013 terdapat dua orang, pada tahun 2014 terdapat dua orang 2. Menelaah hal tersebut diatas besar harapan kami dengan hadirnya keputusan Dirjen Dikti tersebut akan mampu mengubah perilaku panitia pelaksana ospek bagi mahasiswa baru dalam melaksanakan kegiatan ini, akan tetapi ternyata masih saja terdapat penyelewengan dengan dalih yang bermacam-macam. Kajian ini lebih ditekankan studi mendalam tentang kontruksi sosial dari panitia pelaksana ospek di kampus Akper dan Stikes Bahrul Ulum Jombang. Terbitnya surat keputusan dari Dirjen Dikti tentang panduan pengenalan kampus bagi mahasiswa baru ternyata tidak dengan serta merta menghapus kekerasan saat masa orientasi berlangsung. Oleh karena itulah perlu melakukan pengkajian lebih mendalam tentang apa yang melatarbelakangi terjadinya hal tersebut. Kajian ini untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimanakah konstruksi sosial dari panitia ospek mahasiswa baru di lingkungan Akper dan Stikes Bahrul Ulum Tahun Akademik 2014/2015? Tinjauan Teoritik Masyarakat adalah faktor penting dalam membentuk kenyataan sosial. Kenyataan social adalah cerminan dari dinamisasi proses konstruksi sosial. Teori konstruksi sosial Peter L. Berger menyatakan bahwa, realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif). Kemampuan ekspresi diri manusia mampu mengadakan obyektifikasi (objectivations), artinya memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan yang tersedia, baik bagi produsenprodusennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Obyektifikasi itu merupakan isyarat-isyarat dari proses subyektif para produsennya. 3 Dalam kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran seseorang baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas memiliki makna ketika realitas sosial tersebut dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif. Dalam pemahaman konstruksi Berger, dalam memahami realitas/peristiwa terjadi dalam tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagi moment yaitu, pertama, tahap eksternalisasi yaitu usaha pencurahan diri manusia ke dalam dunia baik mental maupun fisik. Kedua, objektifasi yaitu hasil dari eksternalisasi yang berupa kenyataan objektif fisik ataupun mental. Ketiga, 2 Data pelaksanaan ospek akper & stikes bahrul ulum 3 Berger, Peter L, & Luckman, Thomas, 1984, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, Yogyakarta, LP3ES, Hal 49 3

4 internalisasi, sebagai proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Masyarakat sebagai Realitas Obyektif dan Subyektif Masyarakat dapat dipahami dari proses dialektris yang berjalan secara terus menerus dan terdiri dari tiga momen, yaitu eksternalisasi, obyektifikasi dan internalisasi. Hal itu juga berlaku bagi anggota masyarakat secara individual yang mengekstenalisasi keberadaannya sendiri ke dalam dunia sosial dan menginternalisasikannya sebagai suatu kenyataan obyektif sehingga eksternalisasi diartikan sebagai penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Tahap selanjutnya yakni obyektifikasi yang diartikan sebagai inteaksi sosial dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Tahap akhir adalah internalisasi, dimana individu mulai mengidentifiksikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya 4. Seringkali realita yang ada tidak mungkin diserap sempurna, maka anak mulai menginternalisir penafsirannya terhadap realita tersebut. Setiap anak memiliki versi realita yang dianggapnya sebatas cermin dari dunia obyektif. Konstruksi sosial merupakan semesta kemaknaan (universe of meaning). Semesta kemaknaan adalah kesatuan pengetahuan bersama yang berbeda dari waktu ke waktu dan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Terbentuknya semesta kemaknaan pada mulanya melalui tahap tipifikasi dari perilaku manusia dalam realitas sosial yang merupakan lanjutan dari peran dan tipe-tipe (manusia, interaksi dan situasi) yang bersifat anonim dan abstrak. Realita kehidupan sehari-hari yang diabaikan sebenarnya merupakan realita yang lebih penting. Realita ini dianggap sebagai realita yang teratur dan terpola, biasanya diterima begitu saja dan non problematik sebab dalam interaksi yang terpola realita sama-sama dimiliki oleh orang lain. Akan tetapi Berger menegaskan bahwa realita kehidupan sehari-hari memiliki dimensi obyektif dan subyektif. Manusia merupaka instrumen dalam menciptakan realita sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang mencerminkan realita subjektif). Dalam model yang dialektris, dimana terdapat tesa, antitesa dan sintesa. Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia menjelajahi berbagai implikasi dimensi realita subyektif dan obyektif maupun proses dialektris dari eksternalisasi, obyektifikasi, dan internalisasi 5. 4 Berger, Peter L, & Luckman, Thomas, 1984, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, Yogyakarta, LP3ES, Hal Poloma, Margaret, 1984, Sosiologi Kontemporer, Surabaya, CV. Rajawali, Hal

5 Realitas sebagai Hasil Konstruksi Konstruktivisme sebagai suatu pandangan yang lain terhadap dunia, seperti yang diungkapkan oleh Thomas Khun bahwa semesta secara epostimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan/ pandangan manusia dibentuk oleh kemampuan tubuh inderawi dan intelektual (asumsi-asumsi kebudayaan dan bahasa tanpa kita sadari). Bahasa dan ilmu pengetahuan bukanlah cerminan semesta, melainkan bahasa membentuk semesta, bahwa setiap bahasa mengkonstruksi aspek-aspek tertentu dari semesta dengan caranya sendiri. Realitas sosial setidaknya adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa. Konstruksi sosial adalah pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penemuan sosial. Realitas sosial menurut keduanya terbentuk secara sosial dan sosiologi merupakan ilmu pengetahuan (sociology of knowlodge) untuk menganalisa bagaimana proses terjadinya. Dalam hal ini pemahaman realitas dan pengetahuan dipisahkan. Mereka mengakui realitas objektif, dengan membatasi realitas sebagai kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada diluar kemauan kita sebab fenomena tersebut tidak bisa ditiadakan. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki karakteristik yang khusus dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kenyataanya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran seseorang baik di dalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas memiliki makna ketika realitas sosial tersebut dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif. Dalam pemahaman konstruksi Berger, dalam memahami realitas/ peristiwa terjadi dalam tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagi moment yaitu, pertama, tahap eksternalisasi yaitu usaha pencurahan diri manusia ke dalam dunia baik mental maupun fisik, kedua, objektifasi yaitu hasil dari eksternalisasi yang berupa kenyataan objektif fisik ataupun mental, dan ketiga, internalisasi, sebagai proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Ketiga proses tersebut saling berdialektika secara terus menerus pada diri individu dalam rangka pemahaman tentang realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan Berger menyebutnya sebagai momen : Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupu fisik. Adalah sudah sifat dasar manusia, ia akan selalu 5

6 mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisasi yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas sui generis. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non-materil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada di luar kesadaran manusia, ada di sana bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami setiap orang. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Peraturan tentang pengenalan kampus yang sesuai dengan surat keputusan dirjen DIKTI no 25/DIKTI/Kep/2014 Hadirnya Surat Keputusan Dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi nomor 25/DIKTI/Kep/2014 tentang Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru, merupakan landasan pelaksanaan kegiatan ini. Dimana didalamnya berisi antara lain tentang : landasah hukum, asas pelaksanaan, tujuan, materi-materi, pelaksanaan, serta pengawasan, evaluasi dan sanksi. Dimana semua itu harus diberikan pada saat kegiatan pengenalan kehidupan kampus pada mahasiswa baru. Kegiatan pelaksanaan pengenalan mahasiswa baru adalah asas keterbukaan, asas demokratis dan humanis. Sedangkan tujuan umum dari kegiatan ini adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru agar dapat lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus, khususnya kagiatan pembelajaran dan kemahasiswaan, sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah : 6

7 1. Mengenalkan arti pentingnya kesadaran berbangsa, bernegara, cinta tanah air, lingkungan dan bermasyarakat. 2. Mengenalkan tata kelola perguruan tinggi, sistem pembelajaran dan kemahasiswaan (kurikuler, ko dan ekstrakurikuler). 3. Memberikan gambaran tentang pentingnya pendidikan karakter khususnya nilai integritas, moral, etika, kejujuran, kepedulian, tanggung jawab dan kedisiplinan dalam kehidupan di kampus dan masyarakat. 4. Mendorong mahasiswa untuk proaktif beradaptasi, membentuk jejaring, menjalin keakraban dan persahabatan antarmahasiswa, mengenal lebih dekat dengan lingkungan kampus. 5. Memotivasi dan mendorong mahasiswa baru untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Sedangkan hasil dari kegiatan pengenalan kehidupan kamppus bagi mahasiswa baru ini memiliki hasil yang diharapkan adalah : 1. Meningkatnya kesadaran bernegara, berbangsa dan cinta tanah air dalam diri mahasiswa baru. 2. Mahasiswa baru memahami arti pentingnya pendidikan yang akan ditempuhnya dan pendidikan karakter bagi pembangunan bangsa serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mahasiswa baru memahami dan mengenali lingkungan barunya, terutama organisasi dan struktur perguruan tinggi, sistem pembelajaran dan kemahasiswaan. 4. Terciptanya persahabatan antarmahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan Jadi materi yang diberikan dalam kegiatan pengenalan kehidupan kampus haruslah berisikan tentang Wawasan Kebangsaan, Pendidikan tinggi di Indonesia, Kegiatan akademik di perguruan tinggi, Pengenalan nilai budaya, tata krama, dan etika keillmuan, Organisasi dan kegiatan kemahasiswaan, Layanan mahasiswa, dan Persiapan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Sehingga jika merujuk pada hal tersebut diatas maka materi yang diberikan ketika masa pengenalan kehidupan kampus adalah yang berwawasan kebangsaan, pendidikan tinggi di Indonesia, kegiatan akademik di PT, pengenalan nilai budaya, tata krama dan etika keilmuan, organisasi dan kehidupan kemahasiswaan, layanan mahasiswa, serta persiapan penyesuaian diri di PT. Selain itu juga diberikan materi pilihan yang disesuaikan dengan perguruan tinggi setempat antara lain : 1. Pendidikan karakter menuju tata kehidupan dan etika kehidupan yang baik (Anti Narkoba, HIV/AIDS, Anti Korupsi dan Anti Plagiarisme). 2. Prospek peluang kerja lulusan perguruan tinggi. 3. Motivasi dan atau kiat sukses belajar dan berprestasi. 7

8 4. Pemutaran film tentang kehidupan kampus, prestasi, kegiatan ko-dan ekstrakurikuler, dsb. 5. Kegiatan yang bertemakan green living movement di kampus (cinta kebersihan, cinta lingkungan, kepedulian mahasiswa dan sejenis). 6. Materi lain sesuai kebutuhan perguruan tinggi, misalnya disesuaikan dengan kebutuhan lokal yang konstruktif dan produktif Selain itu terdapat poin penting yaitu yang berkenaan dengan pengawasan, evaluasi dan sanksi, yang dijabarkan sebagai berikut : 1. Pengawasan Tujuan pengawasan agar pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan oleh yang ditetapkan panitia yang terdiri atas unsur sivitas akademika, pejabat struktural, karyawan, orang tua dan semua unsur lain yang di anggap perlu. 2. Evaluasi dilakukan untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan program sekaligus menganalisis manfaat materi/aktivtas, efektivitas dan efisiensi, termasuk analisis kelemahan dan kendala yang terjadi pada penyelenggaaan kegiaan. Evaluasi dilaksanakan oleh panitia dengan membentuk tim yang terdiri atas unsur sivitas akademika, pejabat struktural, karyawan, orangtua, serta unsur lain yang dianggap perlu. Evaluasi dilaksanakan selama kegiatan berlangsng antara lain dengan cara mengedarkan kuesioner kepada para mahasiswa baru. 3. Sanksi Semua bentuk pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan di atas dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. 6 Metode Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian kulitatif, yang berupaya untuk menyajikan dunia sosial dan pespektifnya didalam dunia dari segi konsep, perilaku, dan persepsi untuk memahami fenomena yang dialami obyek penelitian. Fokus penelitian ini adalah kedalaman dan proses dalam upaya mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Teknik pemilihan informan dengan cara purposive. Jumlah informan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan dimana informasi digali sebanyak mungkin sampai berhenti pada titik saturasi (saturation point). Penelitian ini menggunakan informan sebanyak 8 orang (dengan memperhatikan saturasi point). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan guide interview. Teknik analisis data diawali dengan pembuatan transkrip kemudian dilakukan pengolahan data dengan dua cara, pertama dengan membuat mapping, kedua menghubungkan kategori hasil yang sesuai dengan referensi teori. 6 Surat Keputusan Dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi nomor 25/DIKTI/Kep/2014 8

9 Analisis data dengan menggunakan teknik analisis kualitatif artinya focus pada analisis kualitatif adalah pada penunjukkan hal-hal yang bersifat unik / khas. Hasil Penelitian Memahami Konstruksi Sosial Panitia Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus pada Ospek Bersama Akper dan Stikes Bahrul Ulum Jombang Dalam sosiologi pengetahuan dalam hal ini konstruksi sosial Berger manusia dipandang sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana kenyataan objektif mempengaruhi kembali manusia melalui proses internalisasi (yang mencerminkan kenyataan subjektif). Dengan konsep berfikir yang dialektis (tesis-antitesis-sintesis), Berger memandang masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. Eksternalisasi : Momen Adaptasi Diri Eksternalisasi merupakan proses awal dalam konstruksi sosial. Ini merupakan momen adaptasi diri dengan dunia sosiokultural. Dalam momen ini sarana yang digunakan adalah bahasa dan tindakan. Manusia menggunakan bahasa untuk melakukan adaptasi dengan dunia sosio kulturalnya. Pada momen ini terkadang dijumpai orang yang mampu beradaptasi dan juga ada yang tidak mampu beradaptasi. Penerimaan dan penolakan tergantung dari mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri dengan dunia sosiokultural tersebut. Secara konseptual momen penyesuaian diri tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Dalam hal ini ketika informan/ panitia dulu mulai masuk perguruan tinggi melalui pintu gerbang orientasi studi dan pengenalan kampus untuk bisa mendapatkan gelar mahasiswa yang sesungguhnya. Pada fase ini panitia tentunya dihadapkan pada kehidupan baru dimana harus jauh dari orang tua, teman, lingkungan untuk memulai hidup baru yang penuh kebebasan dan tanggung jawab, baik berkenaan dengan kebebasan pergaulan, kebebasan pengelolaan keuangan dan kebebasan dalam menentukan studinya, dan tidak semua orang akan mampu beradaptasi sesuai dengan yang diharapkan. Pada masa pelaksanaan ospek informan dihadapkan pada lingkungan baru dan para senior yang tidak semua welcome atas kehadirannya. Seringkali senioritas akan sangat menentukan perilaku dalam berinteraksi. Kondisi seperti ini menuntut para informan untuk berperilaku sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh para seniornya. Pada proses eksternalisasi ini, informan/ panitia yang menjadi pelaksana ospek akan melakukan adaptasi dengan perilaku seniornya dulu, mulai dari cara memperlakukan yuniornya 9

10 sampai dengan memberikan hukuman jika melanggar aturan yang telah ditetapkanpun mencontoh seniornya yang dahulu. Salah satu informan menyatakan bahwa apa yang saya dulu rasakan harus dirasakan oleh yuniornya agar yuniornya bias menjadi seperti saya saat ini. Dari informan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada fase ini terjadi pemaksaaan agar yunior mengikuti semua perintah dari seniornya. Jadi perilaku yang saat ini mereka tunjukkan kepada yuniornya merupakan hasil dari proses imitasi dengan seniornya dimasa lampau. Objektivasi : Momen Interaksi Diri dengan Dunia Sosiokultural Didalam objektivasi, realitas social itu seakan-akan berada diluar diri manusia. Ia menjadi realitas objektif. Karena objektif, sepertinya ada dua realitas yaitu realitas diri yang subjektif dan realitas lainnya yang berada diluar diri yang objektif. Dua realitas itu membentuk jaringan interaksi inter subjektif melalui proses perlembagaan dan institusionalisasi. Realitas objektif yang seharusnya ada adalah yang tertuang di dalam surat keputusan Dirjen Dikti, dimana kegiatan ospek merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mahasiswa baru dimana dia belajar mengenal lebih dekat tentang kampus dan kehidupannya sebagai seorang mahasiswa. Tetapi kenyataannya yang terjadi tidak demikian, informan mengungkapkan pengalamannya ketika menjalani ospek bahwa kegiatan ospek dijadikan ajang ploncoan dengan kedok ingin menumbuhkan jiwa yang bertanggung jawab dan displin serta kreatifitas pada mahasiswa. Informan juga memaknai pelaksanaan ospek yang bertujuan untuk mengenalkan kampus dan menanamkan kedisiplinan pada mahasiswa baru dengan hukuman, ancaman, bentakan adalah bentuk ketidaksesuaian antara cara-cara militer dengan melestarikannya dari tahun ke tahun. Walaupun informan menyadari bahwa penanaman nilai-nilai baru dalam waktu singkat dan dengan paksaan serta tekanan sangatlah tidak efektif. Informan juga memaknai bahwa penugasan oleh panitia pada saai dulu dengan pembuatan aneka atribut yang aneh merupakan bentuk pemborosan waktu dan uang serta tidak sebanding dengan nilai-nilai yang ingin dicapai, belum lagi hukuman-hukuman berupa fisik dan hujatan tidak akan mampu menghilangkan perilaku buruk seseorang tetapi hanya akan meninggalkan trauma pada diri seseorang. Arogansi para senior sangat terlihat jelas dimana hampir semua informan menyatakan bahwa merekalah aktor yang akan merubah mahasiswa baru sebagai pribadi baru yang disiplin dan bertanggung-jawab dengan cara mereka. Walaupun sudah ada aturan baku tentang pelaksaaan ospek oleh Dirjen Dikti tetapi mereka tetap memberlakukan beberapa kegiatan yang bersifat menekan dan menghukum. 10

11 Para senior yang menjadi informan tidak sepenuhnya menyadari bahwa seharusnya para senior memiliki kesadaran dan berusaha untuk menghilangkan arogansi dari senior, karena ospek bukan ajang ploncoan yang ditunjukan dengan arogansi senior yang seringkali identik dengan tindakan yang diwarnai oleh kekerasan, intimidasi, penghinaan atau aktivitas negatif yang lain. Perilaku yang terjadi dianggap benar dan dikuti oleh informan, sehingga menjadi budaya yang akan terus berlangsung dan bahkan mungkin langeng. Dimana persepsi yang benar menurut mereka (informan) akan ditularkan/ diikuti oleh yunior dan yunior akan mengadopsi perilaku tersebut karena adanya anggapan yang benar dari para yunior. Hal ini akan seperti lingkaran yang sulit untuk diputus, jika tidak terjadi penyadaran/ dekonstruksi akan nilai-nilai baru tentang ospek pada masing-masing pribadi untuk merekonstruksi apa yang telah mereka lihat dan alami selama ini. Internalisasi : Momen Identifikasi Diri dalam Dunia Sosiokultural Internalisasi adalah proses individu melakukan identifikasi diri didalam dunia sosio kulturalnya. Internalisasi merupakan momen penarikan realitas sosial itu berada didalam diri manusia dan dengan cara itu maka diri manusia akan teridentifikasi didalam dunia sosiokulturalnya. Kedelapan informan berdasarkan proses eksternalisasi dan objektivasi maka pada proses internalisasi ini yang merupakan penarikan realitas sosial yang didapat berdasarkan interaksi yang telah dilakukan. Dalam momen ini panitia ospek memaknai kegiatan orientasi ini sebagai berikut : Informan yang menjadi panitia ospek yang dulu pernah merasakan sebagai golongan tertindas yang pada saat itu mereka dipaksa untuk memilih atau melakukan apa yang dipola oleh penindasnya. Golongan tertindas tentu akan berfikir seribu kali untuk melakukan perlawanan, karena hal itu akan memberatkan mereka sendiri. Lagi pula, belum tentu kawan-kawannya yang lain akan membantu. Kebanyakan kaum tertindas akan memilih diam dan patuh. Keadaan seperti ini membuat kaum tertindas akan larut dalam sikap tersebut, dimana apa yang informan rasakan saat menjadi mahasiswa baru dimana dicetak menjadi sosok yang patuh tanpa memberikan mereka ruang untuk berpikir menggunakan akal dan logika yang mereka miliki. Berkaitan dengan kekerasan fisik dan verbal, mengingatkan bahwa dalam situasi penindasan, kaum tertindas melakukan identifikasi secara kontradiktif. Mereka mengidentifikasi dirinya sebagai mahluk yang terbenam, terhina, terlepas dan tercabut dari kemanusiaannya. Adapun di hadapan mereka adalah kaum penindas yang berkuasa dengan harkat kemanusian yang sempurna. Perilaku-perilaku yang informan terima dimasa lalu, ternyata menimbulkan rasa dendam dan membuat informan melampiaskan dendamnya kepada yuniornya, junior harus merasakan seperti yang informan rasakan. Perilaku informan yang dilatarbelakangi dendam tersebut diaplikasikan apa yang mereka dulu rasakan ketika menjadi yunior dengan modus ingin menciptakan mahasiswa yang 11

12 disiplin, kreatif dan bertangung jawab. Selain kekerasan, bentuk ketidakrelevanan lainnya adalah pemberian tugas berlebih. Pemberian tugas berlebihan sebelum atau saat ospek membuat mahasiswa kelelahan dalam melaksanakan kegiatan ospek. Dikatakan berlebih apabila dengan adanya tugas tersebut, membuat mahasiswa tidak lagi memperhatikan tujuan adanya ospek yaitu pengenalan sistem akademik dan pengenalan lingkungan kampus. Tugas tugas yang seakan memang dirancang untuk tidak dapat diselesaikan akan memberikan pengaruh buruk pada kondisi psikologis peserta ospek karena pusat perhatian mereka tertuju pada penyelesaian tugas. Kekhawatiran timbul akibat akan ada berbagai macam hukuman yang akan mereka terima apabila tugas tidak terselesaikan. Mereka mengerjakan tugas bukan karena tugas itu perlu dan memberikan dampak positif jika dikerjakan, namun mereka mengerjakan dengan alasan takut untuk mendapatkan hukuman. Internalisasi nilai ketakutan tentu bukan yang diharapkan oleh proses yang dinamakan ospek. Penutup Para informan yang dahulu pernah merasakan pahit getirnya ospek dimasa menjadi mahasiwa baru ternyata menimbulkan luka dan rasa dendam. Keinginan agar mahasiswa baru saat ini merasakan yang dahulu mereka rasakan merupakan elemen mendasar atas perilaku mereka. Pada fase internalisasi yang merupakan proses individu melakukan identifikasi diri didalam dunia sosiokulturalnyalah mereka memperoleh proses imitasi yang lebih mendalam. Hadirnya pedoman orientasi dari Dirjen Dikti ternyata belum mampu menghapuskan gap / batas antara senior dan junior yang tercermin dalam perilaku mereka selama masa orintasi. Dengan berbagai alasan dan modus serta motif yang dikemas secara begitu bagus hanyalah sebagai topeng bagi mereka agar para yunior merasakan apa yang dahulu mereka rasakan. Hal ini seperti mata rantai yang harus segera diputus, karena perubahan social tidak akan mungkin terjadi jika tidak adanya kesadaran dari internal pelaku ospek dalam hal ini adalah seniornya. Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan diantaranya, sesegera mungkin dilakukan dekonstruksi nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru secara sadar. Pola-pola ospek terutama di institusi kesehatan seperti diatas yang sudah terlanjur dianggap sebagai suatu kewajaran sebisa mungkin segera diganti dengan nilai-nilai baru yang relevan untuk dapat mendukung pencapaian tujuan ospek. Hal ini memang tidaklah mudah dibutuhkan tekat dan keseriusan untuk mengembalikan ospek sesuai dengan tujuannya. Menghadirkan nilai-nilai baru tentang ospek dengan menghilangkan kegiatan yang tidak berguna dan urakan, arahkan kegiatan ospek untuk memperkenalkan dunia baru yang intelek, menghilangkan tindakan yang menekan (represif) yang membuat stress tapi diganti kegiatan yang memotivasi (self-motivation) mampu memacu interaksi dan bersosialisasi. 12

13 Daftar Pustaka Berger, Peter L. & Luckmann, Thomas, 1984, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, Yogyakarta,LP3ES. Moleong, Lexy J., 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Parera, Frans M, 1990, Menyikap Misteri Manusia Sebagai Homo Faber, dalam Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, Peter L Berger dan Thomas Luckman, LP3ES, Jakarta. Paulo Freire, 1985, Pedagogi of The Oppressed (Pendidikan Kaum Tertindas), LP3ES Poloma, Margaret, 1984, Sosiologi Kontemporer, Surabaya, CV. Rajawali. Surat Keputusan Dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi nomor 25/DIKTI/Kep/

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Gedung D Lantai 7, Jalan Jenderal Sudirman, Pintu 1 Senayan, Jakarta 10270 Telepon: 021-57946100 (Hunting),

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor: 468/B/SE/2017

SURAT EDARAN Nomor: 468/B/SE/2017 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Jalan Jenderal Sudirman, Pintu Satu, Senayan, Jakarta 10270 Telepon (021) 57946100 (Hunting); Email:

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Gedung D Lantai 7, Jalan Jenderal Sudirman, Pintu 1 Senayan, Jakarta 10270 Telepon: 021-57946100 (Hunting),

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 25/DIKTI/Kep/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 25/DIKTI/Kep/2014 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/DIKTI/Kep/2014 TENTANG PANDUAN UMUM PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations TEORI INTERPRETIF Modul ke: FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME Fakultas 14FIKOM Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations Fenomenologis Sebagai suatu gerakan dalam berpikir, fenomenologi (phenomenology)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

Panduan Silaturahmi Mahasiswa Keguruan (SIMAK) Tahun 2017 STKIP PGRI Sumatera Barat =====================================================

Panduan Silaturahmi Mahasiswa Keguruan (SIMAK) Tahun 2017 STKIP PGRI Sumatera Barat ===================================================== Panduan Silaturahmi Mahasiswa Keguruan (SIMAK) Tahun 2017 STKIP PGRI Sumatera Barat ===================================================== 1. Dasar Pelaksanaan a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

Lebih terperinci

Panduan Silaturahmi Mahasiswa Keguruan (SIMAK) Tahun 2016 STKIP PGRI Sumatera Barat =====================================================

Panduan Silaturahmi Mahasiswa Keguruan (SIMAK) Tahun 2016 STKIP PGRI Sumatera Barat ===================================================== Panduan Silaturahmi Mahasiswa Keguruan (SIMAK) Tahun 2016 STKIP PGRI Sumatera Barat ===================================================== 1. Dasar Pelaksanaan a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN POLITEKNIK NEGERI BANDUNG NOMOR: 2273/PL1.R/KM/2012 TENTANG KEDISIPLINAN MAHASISWA DIREKTUR POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

PERATURAN POLITEKNIK NEGERI BANDUNG NOMOR: 2273/PL1.R/KM/2012 TENTANG KEDISIPLINAN MAHASISWA DIREKTUR POLITEKNIK NEGERI BANDUNG PERATURAN POLITEKNIK NEGERI BANDUNG NOMOR: 2273/PL1.R/KM/2012 TENTANG KEDISIPLINAN MAHASISWA DIREKTUR POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Menimbang : a. bahwa Politeknik Negeri Bandung (POLBAN) sebagai perguruan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejarah memberikan makna dan pengalaman tentang peristiwa masa lampau. Sejarah mengajarkan kita untuk dapat bertindak lebih bijaksana. Melalui pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan transformasional dalam pembinaan toleransi budaya mahasiswa yang tinggal di Ma had al-jami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MADURA 2016

UNIVERSITAS MADURA 2016 LAMPIRAN 1 PANDUAN PELAKSANAAN PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS MAHASISWA BARU UNIVERSITAS MADURA TAHUN AKADEMIK 2016/2017 UNIVERSITAS MADURA 2016 Panduan Pengenalan Kehidupan Kampus Universitas Madura 2016/2017

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang dirumuskan dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang dirumuskan dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi 131 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi temuan penelitian dan pembahasan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KONSTRUKSIONIS TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. MAX WEBER 5. THOMAS LUCKMAN 2. EDMUND HUSSERL 6. ANTHONY GIDDENS 3. ALFRED SCHUTZ 7. PIERE BOURDIEU 4. PETER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER A.Kajian Teori Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan dengan temapembahasan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori tindakan sosial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar SKRIPSI Disusun Oleh: SITI RIFA AH NIM 071211431104 DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan

Lebih terperinci

BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya Buku Kode Etik dan Tata tertib dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat penelitian serta mengulas secara singkat mengenai prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu perusahaan maupun instansi pemerintah, hal ini disebabkan semua aktivitas dari suatu instansi

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi penerus bangsa yang tumbuh dan berkembang untuk melanjutkan perjuangan cita-cita bangsa. Remaja merupakan aset bangsa yang harus dijaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, akan diuraikan simpulan dan saran berdasarkan hasil analisis temuan dan pembahasan dalam penelitian yang diuraikan berdasarkan fokus pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Pemahaman dan Sikap Santri Terhadap Semboyan Bhineka Tunggal Ika

BAB IV ANALISA DATA. A. Pemahaman dan Sikap Santri Terhadap Semboyan Bhineka Tunggal Ika 59 BAB IV ANALISA DATA A. Pemahaman dan Sikap Santri Terhadap Semboyan Bhineka Tunggal Ika Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul, Kebhinnekaan Santri(Studi Tentang Pemahaman dan Sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manajemen sumber daya manusia merupakan kunci penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manajemen sumber daya manusia merupakan kunci penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan kunci penting berjalannya sebuah organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuannya. Di era globalisasi saat ini banyak tantangan

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

A. Identitas Program Studi

A. Identitas Program Studi II. PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA A. Identitas Program Studi 1. NamaProgram Studi : Pendidikan Teknik Informatika 2. Izin Pendirian : 163/DIKTI/Kep/2007 3. Status Akreditasi : B 4. Visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menciptakan peserta didik yang tidak hanya berprestasi dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu menciptakan peserta didik yang tidak hanya berprestasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tolak ukur bagi suatu bangsa. Pendidikan sangat berarti bagi seluruh bangsa di dunia ini. Lembaga pendidikan seharusnya mampu menciptakan peserta

Lebih terperinci

Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar. Jurnal. Disusun Oleh: SITI RIFA AH

Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar. Jurnal. Disusun Oleh: SITI RIFA AH Konstruksi Sosial Tentang Kekerasan Pada Santriwati Yang Ada Di Pondok Pesantren Salafi (MQ) di Blitar Jurnal Disusun Oleh: SITI RIFA AH NIM 071211431104 DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) telah menyeret nama sejumlah institusi pendidikan lewat kasus-kasus yang terjadi selama pelaksanaannya. Dari waktu ke waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyebutkan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan Hidup antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan Hidup antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini peneliti berpijak pada kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh: Andang Yazidulfalach. Pembimbing: Prof. Dr. Unti Ludigdo Ak., CA.

ABSTRAK. Oleh: Andang Yazidulfalach. Pembimbing: Prof. Dr. Unti Ludigdo Ak., CA. ABSTRAK DAMPAK KESERTAAN MAHASISWA PADA LEMBAGA KEMAHASISWAAN TERHADAP PRESTASI AKADEMIK (STUDI KASUS MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI S1 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA) Oleh: Andang Yazidulfalach

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Pembatasan Masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Penegasan Isilah. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2015, pp. 289~293 KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA 289 Heri Maulana AMIK BSI Yogyakarta e-mail: heri.hml@bsi.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan sekitar. Baik lingkungan keluarga, atau dengan cakupan yang lebih luas yaitu teman sebaya

Lebih terperinci

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: Analisis Framing Memahami analisis framing dalam Pemberitaan Media. Jenis analisis framing, framing dan ideologi. Fakultas 09Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun ke tahun jumlah pengangguran semakin banyak seiring dengan bertambahnya penduduk. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus karena studi kasus mempunyai keunggulan antara lain:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter dan akhlak generasi muda sangatlah urgent, karena maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak generasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI INFORMATIKA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI INFORMATIKA MENINGKATKAN KESADARAN INTELEKTUAL MAHASISWA DENGAN MENERAPKAN BUDAYA SERTA KEHIDUPAN YANG CERDAS DAN BERINTEGRITAS UNTUK MEMBENTUK POLA PIKIR ANTI KORUPSI DI MAHASISWA KARYA ILMIAH Diajukan untuk mengikuti

Lebih terperinci

Disusun Oleh: SRITOMI YATUN A

Disusun Oleh: SRITOMI YATUN A PENGEMBANGAN KARAKTER KREATIF DAN DISIPLIN PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus Kelas X Seni Lukis SMK Negeri 9 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015) NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pejabat Kementerian Pendidikan Nasional, Kepala Dinas Pendidikan di daerah,

BAB I PENDAHULUAN. para pejabat Kementerian Pendidikan Nasional, Kepala Dinas Pendidikan di daerah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini istilah pendidikan karakter banyak dibicarakan. Mulai dari para pejabat Kementerian Pendidikan Nasional, Kepala Dinas Pendidikan di daerah, sampai pengawas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaaraan PENANAMAN KARAKTER DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PATROLI KEAMANAN SEKOLAH (Studi Kasus pada Kegiatan Ekstrakurikuler Patroli Keamanan Sekolah di SMK Negeri 2 Sragen Tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

A. Identitas Program Studi

A. Identitas Program Studi III. PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO A. Identitas Program Studi 1. NamaProgram Studi : 2. Izin Pendirian : SK Mendiknas RI No.127/D/O/2010 3. Status Akreditasi : B 4. Visi : Menjadi Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Sungai ( Studi Fenomenologi mengenai Konstruksi Sosial Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sehingga tujuan penelitian yang hendak dicapai bisa terwujud dengan sistematis

BAB III METODE PENELITIAN. sehingga tujuan penelitian yang hendak dicapai bisa terwujud dengan sistematis BAB III METODE PENELITIAN Untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas sudah tentu membutuhkan metode penelitian yang mendukung terhadap fokus penelitian ini, sehingga tujuan penelitian yang hendak dicapai

Lebih terperinci

BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV TATA TERTIB KELUARGA BESAR FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA A. KETENTUAN UMUM Keluarga besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya adalah civitas akademika Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya manusia sudah melakukan komunikasi sejak ia dilahirkan. Manusia melakukan proses komunikasi dengan lawan bicaranya baik dilingkungan masyarakat,

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU (PKKMB) PROGRAM SARJANA (S1) DAN DIPLOMA 3 (D3) TAHUN 2017

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU (PKKMB) PROGRAM SARJANA (S1) DAN DIPLOMA 3 (D3) TAHUN 2017 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU (PKKMB) PROGRAM SARJANA (S1) DAN DIPLOMA 3 (D3) TAHUN 2017 INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG AGUSTUS 2017 KATA PENGANTAR Pengenalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN BASIC LEARNING SKILLS, CHARACTER AND CREATIVITY (BALANCE) MAHASISWA BARU UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN BASIC LEARNING SKILLS, CHARACTER AND CREATIVITY (BALANCE) MAHASISWA BARU UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 DAFTAR ISI A. Dasar Pemikiran... 3 B. Maksud dan Tujuan Pelatihan... 4 C. Bentuk, Tempat, dan Waktu Kegiatan... 4 D. Materi Kegiatan... 5 E. Instruktur dan Tutor... 5 F. Metode Penyajian Materi... 6 G.

Lebih terperinci

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah. BAB V KESIMPULAN, ILPIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan pada Bab IV penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kepemimpinan kepala sekolah harus didukung oleh nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa

BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa 13 BAB II Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman sebagai Analisa A. Penelitian Terdahulu Dari beberapa judul penelitian yang pernah dilakuka terdapat keterkaitan dengan judul penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG ORIENTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI

UNDANG-UNDANG UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG ORIENTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG ORIENTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif teknik analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang di peroleh dari berbagai macam sumber, baik itu pengamatan, wawancara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun, senantiasa memberikan tugas kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menaikkan penerimaan pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SOSIAL ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Kajian Psikologi Kejahatan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sragen)

KONSTRUKSI SOSIAL ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Kajian Psikologi Kejahatan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sragen) KONSTRUKSI SOSIAL ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Kajian Psikologi Kejahatan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sragen) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci