II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian ekstruder tipe bake (Madox Metal Works Inc., Dallas, Texas) - sumber: Burtea, 2002.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian ekstruder tipe bake (Madox Metal Works Inc., Dallas, Texas) - sumber: Burtea, 2002."

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ekstruder a. Bagian bagian ekstruder Ekstruder merupakan suatu alat yang terdiri dari empat bagian utama, yaitu: ulir (screw), tabung/laras (stator/barrel), lubang berukuran relatif kecil (die), dan pisau (knife). Rasio antara panjang dan diamater dari tabung (L/D) adalah sekitar 2 4 (Burtea, 2002). Sebagai contoh, gambaran secara jelas dapat dilihat di bawah ini: Gambar 1 Bagian ekstruder tipe bake (Madox Metal Works Inc., Dallas, Texas) - sumber: Burtea, b. Prinsip kerja ekstruder Bahan diisikan melalui corong ke dalam laras/tabung berulir secara berkesinambungan. Putaran ulir menyebabkan bahan terdorong ke bagian die. Selama proses ini, bahan mengalami gaya tekan dan gesekan antara ulir dengan bahan. Gesekan yang dialami oleh bahan turut serta menimbulkan kalor yang memanaskan bahan tersebut. Bahan yang keluar dari die selanjutnya dipotong pada panjang tertentu oleh pisau yang berputar. Bahan 5

2 yang telah keluar dari ekstruder mengalami perubahan tekanan dan suhu yang jauh lebih rendah daripada di dalam ekstruder. Pada kondisi tersebut air di dalam bahan, sebelumnya dalam keadaan bersuhu tinggi ( o C) dan bertekanan tinggi ( atm) di dalam ekstruder, akan mudah menguap ke udara. Hal ini menyebabkan terciptanya rongga rongga udara di dalam bahan sekaligus tertariknya molekul bahan. Kondisi ini menyebabkan proses pengembangan bahan. c. Tipe ekstruder Pada umumnya dalam dunia industri dikenal dua tipe ekstruder yang didasarkan pada jumlah ulir (screw) yang dimiliki, yaitu ekstruder ulir tunggal (single screw extruder) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder). Baik ekstruder ulir tunggal maupun ulir ganda dikelompokkan lagi berdasarkan seberapa banyak energi mekanis yang dapat dihasilkan. Sebagai contoh, ekstruder dengan energi mekanis yang rendah dirancang untuk mencegah proses pemasakan pada adonan bahan (Pratama, 2007). Perbedaan perbedaan utama di antara kedua tipe tersebut adalah sebagai berikut (Jowitt, 1984): Tabel 1 Perbedaan antara single screw extruder dengan twin screw extruder Perbedaan Single Screw Extruder Twin Screw Extruder Mekanisme pergerakan bahan Friksi antara logam dan bahan makanan Pergerakan bahan ke arah positif (die) Penyedia energi utama Panas gerakan ulir Panas yang dipindahkan pada barrel Kapasitas (throughput kg/hour) Tergantung kandungan air, lemak, dan tekanan Tidak tergantung apapun Perkiraan energi yang digunakan/kg produk kj kg kj kg -1 Distribusi panas Perbedaan temperaturnya besar Perbedaan temperatur kecil Biaya investasi rendah tinggi 6

3 Perbedaan Single Screw Extruder Twin Screw Extruder Kandungan air minimum 10,00% 8,00% Kandungan air maksimum 35,00% 95,00% Pada ekstruder ulir tunggal, gaya untuk menggerakkan bahan berasal dari pengaruh dua gesekan, yang pertama adalah gesekan yang diperoleh dari ulir dan bahan sedangkan yang kedua adalah gesekan antara dinding barrel ekstruder dan bahan. Ekstruder ulir tunggal membutuhkan konfigurasi dinding barrel ekstruder tertentu untuk menghasilkan kemampuan menggerakkan bahan yang baik, maka dari itulah dinding selubung ekstruder pada ekstruder ulir tunggal memainkan peran penting dalam menentukan rancangan ekstruder (Jowitt, 1984). Jika bahan yang diolah menempel pada permukaan ulir dan tergelincir dari permukaan barrel maka tidak akan ada produk yang mengalir dalam ekstruder karena bahan ikut berputar bersama ulir tanpa terdorong ke depan. Ekstruder ulir tunggal dapat dibagai menjadi empat kategori berdasarkan kebutuhan mekanikal energi dari gesekan yang terjadi, yaitu: 1) Low-shear forming, 2) Low-shear cooking, 3) Medium-shear cooking, 4) High-shear cooking extruder (Huber dalam Rooney, 2002). Gambar 2 Ekstruder ulir tunggal (sumber: 7

4 Pada ekstruder ulir ganda, dua ulir yang pararel ditempatkan dalam barrel berbentuk angka 8. Jarak ulir yang diatur rapat akan mengakibatkan bahan bergerak di antara ulir dan barrel dalam ruang yang berbentuk C. Sebagai hasilnya bahan akan terhindar dari aliran balik (negatif) ke arah bahan masuk, tetapi digerakkan pada arah positif yaitu menuju die tempat bahan keluar. Pada ekstruder tipe ini, gesekan pada dinding barrel tidak terlalu penting untuk diperhatikan walaupun sebenarnya hal ini tergantung dari proses pengolahan apa yang dilakukan (Pratama, 2007). Namun demikian, bentuk geometris ulir sangatlah penting untuk diperhatikan karena bentuk ulir ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada ruang ekstruder yang akan menyebabkan aliran bahan dari satu ruang ke ruang yang lain, baik ke arah negatif maupun ke positif (Jowitt, 1984). Secara umum, ulir pada ekstruder ulir ganda dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu ulir intermeshing dan non-intermeshing. Pada ulir ekstruder tipe non-intermeshing, jarak antara poros ulir setidaknya sama dengan diameter luar ulir. Sedangkan pada ulir tipe intermeshing, jarak antar poros ulir lebih kecil daripada diameter luar ulir, atau permukaan ulir dalam keadaan saling bersentuhan. Pada ulir tipe ini bahan yang tergelincir dari dinding barrel mungkin, tetapi tidak akan menempel pada ulir karena ulir intermeshing yang satu akan mencegah bahan pada ulir lain untuk berputar dengan bebas atau slip di ulir (Jowitt, 1984). Selain dua kategori utama tersebut, terdapat juga beberapa jenis konfigurasi ulir pada ekstruder ulir ganda berdasarkan arah putarannya. Yang pertama ialah intermeshing/non-intermeshing counter rotating, dimana pada tipe ini arah putaran ulir saling berlawanan. Kedua ialah tipe intermeshing/nonintermeshing co-rotating, dimana arah putaran ulir sama. 8

5 Gambar 3 Tipe tipe ulir pada ekstruder ulir ganda: a)counter-rotating, intermeshing; b) co-rotating, intermeshing ;c) counter-rotating, nonintermeshing; d) co-rotating, non-intermeshing. (Sumber: Janssen dalam Pratama, 2007) d. Konfigurasi ulir Ulir terdiri dari bagian sayap yang melingkar sepanjang laras dengan pola heliks. Konfigurasi pada bagian ini mencakup sudut yang dibentuk terhadap poros/laras, ketinggian sayap terhadap laras, banyaknya sayap setiap satuan panjang tertentu dari laras/kerapatan ulir, perubahan diameter poros/laras dari feeder hingga die. Ketika berputar, semua faktor tersebut akan mempengaruhi mobilitas transportasi bahan dari feeder ke die, gesekan yang terjadi antara bahan dengan permukaan ulir, dan besarnya tekanan di dalam barrel. Pada ekstruder berulir tunggal, desain gerak maju ulir/kerapatan ulir dan ketinggian sayap dapat berubah sepanjang masuk hingga keluarnya bahan. Pada umumya, keduanya mengalami penurunan dari ujung masuk hingga ujung keluarnya bahan lewat die. Beberapa konfigurasi ulir dan kombinasinya dengan barrel dapat dilihat pada gambar 4. Diameter poros bertambah, kerapatan ulir tetap Diameter poros tetap, kerapatan ulir bertambah 9

6 Diameter poros tetap, kerapatan ulir tetap, barrel menyempit Diameter poros tetap, kerapatan ulir bertambah, barrel tetap, penambahan halangan Diameter poros tetap, kerapatan ulir bertambah, barrel menyempit Gambar 4 Variasi konfigurasi dari screw dan barrel untuk mendapatkan tekanan (Harper dalam Curtis, LW., University of Nebraska, 1997) Kebanyakan bahan masuk memiliki densitas 500 g/l dalam bentuk bubuk. Seiring bahan ekstrudat tersebut meleleh dan mengalir akibat pemasakan dan pencampuran di dalam barrel, densitas ekstrudat meningkat hingga kira kira 1800 g/l tepat sesaat sebelum keluar dari die (Huber dalam Rooney, 2002). Oleh karena itu, diperlukan konfigurasi untuk mengurangi perpindahan volume ekstrudat di dalam barrel secara bertahap agar aliran ekstrudat tidak mengalami penyumbatan. Jika terjadi penyumbatan pada aliran ekstrudat, akan terlihat pada die yaitu aliran keluar ekstrudat yang tidak seragam sehingga produk yang dihasilkan memiliki bentuk yang tidak sempurna. Sudut sayap dari ulir relatif terhadap poros berpengaruh terhadap besarnya pencampuran dan efisiensi perpindahan ekstrudat dari feeder ke die. Pada bagian pangkal (feeder) ulir, sudut ulir terhadap poros dibuat relatif miring ke kanan (gambar 5) untuk memudahkan perpindahan ekstrudat yang 10

7 densitasnya masih rendah. Sejalan dengan meningkatnya densitas, sudat muka ulir dibuat mendatar untuk meningkatkan pencampuran dan menurunkan kecepatan perpindahan ekstrudat. Sudut muka ulir yang relatif pipih juga berfungsi untuk meremas bahan ekstrudat. Ulir pangkal Ulir peremas Ulir pemasakan Gambar 5 Profil sayap ulir pada ekstruder ulir tunggal (Wenger Manufacturing, Inc., Kansas dalam Rooney, 2002) Beberapa variasi konfigurasi ulir pada ekstruder ulir ganda dapat dilihat pada gambar 3. Semua konfigurasi tersebut akan menghasilkan gerak positif dari bahan tanpa harus diperlengkapi dengan mekanisme antirotasional di dinding barrel seperti pada ekstruder ulir tunggal. Namun demikian, mekanisme ini mengurangi efektifitas panas yang dihasilkan dari gesekan antara bahan dengan barrel. Permasalahan ini biasanya diatasi dengan melengkapi ulir pembalik pada bagian tertentu atau dengan menambahkan unsur peremas (kneading element) pada konfigurasi ulir (Huber dalam Rooney, 2002). Gambar 6 Unsur peremas (kneading element) (Wenger Manufacturing, Inc., dalam Rooney, 2002) 11

8 e. Konfigurasi die dan pisau pemotong (knife) Bentuk dan diameter lubang pada cetakan (die) berpengaruh nyata terhadap tekanan yang dihasilkan pada die dan karakteristik produk (Esseghir dan Sernas, 1992). Diameter yang semakin kecil akan menghasilkan tekanan yang semakin besar. Barrel pada ekstruder bisa memiliki die yang terdiri dari satu atau lebih bukaan. Bukaan ini membentuk produk akhir dan menimbulkan gaya yang berlawanan arah dengan gaya tekan dari ulir. Penggunaan die dapat lebih dari satu hingga tiga untuk mendapatkan tekstur dan mouthfeel yang diinginkan (Huber dalam Rooney, 2002). Kecepatan pisau menentukan panjang dari produk yang dihasilkan oleh ekstruder. Semakin tinggi kecepatan pisau maka panjang produk semakin kecil, demikian sebaliknya. B. Formulasi Bahan bahan utama penyusun dalam proses ekstrusi makanan dapat berasal dari tumbuh tumbuhan berumbi, berbiji, kacang kacangan, ikan laut, dll. Bahan bahan ini mempengaruhi karakteristik dari produk ekstrusi sesuai dengan kandungan kimia dan perubahan fisikokimia yang terjadi dalam selama proses ekstrusi. Hal inilah yang mendasari perlunya untuk mempelajari sifat sifat bahan dan interaksinya dengan bahan lain selama proses ekstrusi. Dengan demikian dapat ditentukan komposisi bahan penyusun dalam suatu formulasi tertentu untuk mendapatkan karakteristik produk ekstrusi yang diinginkan. 12

9 Die tunggal Die ganda Die tripel Die tunggal dengan ruang Gambar 7 Beberapa tipe die (Wenger Manufacturing, Inc., dalam Rooney, 2002) 1. Tepung (flour) a. Tepung gandum Menurut Schwatz et al. (1992) produk esktrusi yang dibuat dengan tepung gandum memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi pada semua kisaran tingkat gelatinisasinya dibandingkan dengan pati jagung, grit jagung, dan pati gandum. Lebih lanjut dikatakan bahwa energi yang dibutuhkan tepung gandum lebih banyak daripada energi yang dibutuhkan pati jagung dan gandum untuk mendapatkan tingkat gelatinisai yang sama. Hal tersebut dikarenakan kandungan protein, lemak, dan komponen lain yang ikut menyerap energi panas dan air yang dibutuhkan untuk proses gelatinisasi. Faubion dan Hoseney (1982b) menemukan bahwa penambahan lemak pada tepung terigu dapat menurunkan pengembangan produk dan merubah tekstur dan struktur produk ekstrusinya. Perbedaan kandungan protein dalam tepung gandum juga berpengaruh terhadap pengembangan, tekstur, dan struktur sel dari ekstrudat. Terigu dengan kadar protein tinggi (15%) berbeda dalam pengembangan dan struktur sel ekstrudat, sedangkan terigu dengan kandungan protein 11% dan 9% 13

10 berbeda dalam karakteristik dari ekstrudat. Sutheerawattananonda et al. (1994) mempelajari pengaruh ukuran protein setiap jenis tepung gandum terhadap pengembangan dan densitas ekstrudat, hasilnya adalah volume pengembangan lebih kecil pada tepung gandum yang mengandung protein lebih besar, sedangkan densitasnya lebih besar. Penjelasannya dihubungkan dengan sifat protein yang sedikit larut air ketika terdenaturasi dan homogenitas kemampuan pati tergelatinisasi yang mengelilingi matrik protein. Vergnes et al. (1987) menganalisis bahwa pada tingkat energi yang sama, kelarutan tepung gandum jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelarutan pati jagung murni. b. Tepung Beras Tepung beras dibuat dengan cara digiling. Proses pertama pembuatan tepung beras adalah dengan pengayakan beras untuk menghilangkan kotoran seperti krikil, sekam, dan gabah. Beras kemudian dicuci terlebih dahulu sampai bersih, kemudian direndam di dalam air yang mengandung natrium bisulfit 1 ppm selama satu jam. Setelah itu beras ditiriskan sehingga dihasilkan beras lembab. Beras yang sudah bersih kemudian digiling dengan hammer mill berpenyaring 80 mesh, kemudian tepung beras yang sudah jadi perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air di bawah 14 % (Tarwuyah, 2001). Menurut Hsieh et al. (1993), penambahan garam dan gula pada tepung beras dapat meningkatkan derajat pengembangan produk ekstrusi yang dihasilkan. Hasil amilograf menunjukkan bahwa ekstrudat tepung beras memiliki viskositas yang lebih rendah selama siklus pemasakan dibandingkan dengan tepung beras non-eskstrusi. Hal ini berhubungan dengan dekstrinasi yang terjadi pada pati selama proses ekstrusi (Harper, 1981). Karakteristik produk ekstrusi yang dihasilkan dari tepung beras biasanya berwarna putih terang (light). Menurut Marshall dan Normand (1991), kompleks amilosa-lemak di dalam tepung beras yang telah mengalami pemasakan harus diperhatikan khususnya kemudahan untuk mengalami retrogradasi. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa 14

11 kompleks amilosa-lemak meningkatkan retrogradasi dari rantai amilosa. Sifat reologi tepung beras sangat dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin seperti halnya pada tepung lain. Pada tepung beras, pasta terkonsentrasi memiliki sifat yang lebih dominan elastis (Reddy et al., 1994). c. Tepung Kentang (Potatoe Flake) Proses pembuatan flake kentang secara sederhana terdiri dari pencucian kentang, pengupasan, pemotongan, pemasakan awal, pendinginan, pemasakan akhir, pembentukan massa, dan pengeringan dengan drum dried (Hix, 2002). Beberapa zat aditif, seperti asam sitrat, sodium pirofosfat, sodium bisulfat, dan antioksidan terkadang ditambahkan pada proses pemasakannya sebelum pengeringan untuk menjaga warna dan aroma kentang yang dihasilkan. Flake yang kering kemudian digiling untuk mendapatkan partikel dengan ukuran 40 mesh dan selanjutnya digunakan untuk skala industri sebagai ingredien snack kentang. Lebih lanjut dikatakan bahwa flake kentang memiliki pati bebas yang sangat sedikit akibat proses yang dialami. Penggilingan flake mengakibatkan sejumlah besar sel selnya rusak sehingga mengalami aglomerasi yang terikat bersamaan dengan pati yang tergelatinisasi (Cheyne et al., 2005). Namun demikian, flake kentang memiliki kemampuan untuk mengikat dan memerangkap air secara homogen dengan lebih baik sehingga meningkatkan pengembangan yang seragam pada saat pemasakan snack serta menghasilkan produk dengan tektur yang lebih renyah. Sayangnya, tidak ada keseragaman mutu dalam produksi flake kentang di antara produsen. Kualitas yang dihasilkan sangat bergantung pada waktu pembuatan dan kondisi kentang yang digunakan. Masalah lain yang timbul dalam penggunaan flake kentang untuk proses produksi snack adalah tingginya level gula pereduksi yang berakibat pada reaksi pencoklatan pada produk yang dihasilkan. Pada umumnya, flake dengan kandungan gula di atas 3% tidak dapat diterima dalam pembuatan produk snack. 15

12 Maga dan Desroisier di dalam Harper (1981) melakukan ekstrusi flake kentang dengan menggunakan air yang mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonate. Hasil produk ekstrusi yang dihasilkan memiliki tingkat pengembangan tinggi yang menandakan gelatinisasi yang tinggi pula. Evaluasi sensori dari produk ini juga menghasilkan tingkat penerimaan yang tinggi. Produk ekstrusi dari flake kentang memiliki sifat yang elastis dan kuat, mampu untuk menahan beban produk itu sendiri pada panjang beberapa meter (Cheyne et al., 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa penampakan mikrostruktur ekstrudat dari flake mengindikasikan campuran sel sel yang rusak dan pati bebas telah terhomogenisasi selama proses ekstrusi. Kohesitivitas yang dimiliki juga baik dengan struktur yang kompak. Hal ini berarti juga bahwa amilosa dan amilopektin tersebar merata selama mengalami ekstrusi. 2. Komponen biokimia a. Pati Pati dapat ditemukan pada bagian tanaman yang membentuk cadangan makanannya dalam bentuk umbi, biji, dan buah, seperti: singkong, ubi jalar, jenis kacang kacangan, buah buahan, dan padi padian. Pemanfaatan yang banyak digunakan dalam produk ekstrusi berasal dari umbi dan padi padian, seperti: kentang, jagung, beras, sorgum, barley, oat, dan gandum. Bentuk dan ukuran setiap jenis pati berbeda beda. Pati kentang merupakan pati dengan bentuk tidak teratur dan ukuran yang terbesar di antara pati yang lain. Pati beras memiliki bentuk yang teratur dan ukuran yang kecil. Pati jagung dan sorgum memiliki bentuk menyerupai bola dan berukuran sedang. Pati tersusun atas molekul molekul glukosa (homopolimer) yang berikatan α-glikosidik. Ikatan ini terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu α- (1,4)-D-glukosa dan α-(1,6)-d-glukosa. Ikatan α-(1,4)-d-glukosa membentuk rantai polimer yang digambarkan lurus dan panjang, tetapi 16

13 sebetulnya berbentuk heliks (Huang dan Rooney, 2002). Rantai polimer yang lurus ini disebut sebagai amilosa dan bersifat mudah berikatan dengan molekul asam lemak bebas, gliserida rantai pendek, alkohol, dan iodin (Huang dan Rooney, 2002). Ikatan α-(1,6)-d-glukosa membentuk percabangan sehingga rantai polimernya terlihat seperti percabangan pada pohon. Rantai polimer yang bercabang ini disebut sebagai amilopektin yang menyusun hampir sebagian besar dari pati, walaupun setiap cabang tersusun atas ikatan α-(1,4)-d-glukosa (tabel 1). Tabel 2 Perkiraan kandungan amilosa dan amilopektin beberapa jenis pati Tipe Pati Amilosa (%) Amilopektin (%) KSG* ( o C) Jagung Jagung lunak <1 > Jagung tinggi amilosa (atau lebih tinggi) (atau lebih rendah) Kentang Beras Beras lunak <1 > tapioka/singkong/ubi Gandum Sorgum Sorgum lunak <1 > Sorgum lunak sebagian <20 > * KSG: Kisaran Suhu Gelatinisasi (Sumber: Huang dan Rooney, 2002) Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap perubahan sifat sifat fisik dan kimia dari pati selama proses. Amilosa dapat mudah mengalami retrogradasi dan membentuk struktur yang keras jika suhu proses telah turun. Dalam proses ekstrusi, sifat ini akan mengurangi pengembangan dari produk. Amilopektin lebih mudah diputus ikatannya daripada amilosa di bawah kondisi proses dengan tingkat 17

14 gesekan yang tinggi seperti pada ekstrusi dan mengalamai laju retrogradasi yang lebih lama daripada amilosa. Berkebalikan dengan amilosa, pengembangan produk pada proses ekstrusi meningkat dengan adanya amilopektin (Huang dan Rooney, 2002). b. Serat Serat makanan (Diatary Fiber) merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Komposisi kimia serat makanan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen komponen penyususn dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, mucilage yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat makanan. Serat makanan terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat makanan tak larut (unsoluble dietary fiber) dan serta makanan larut (soluble dietary fiber). Serat tidak larut contohnya selulosa, hemiselulosa dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang - kacangan dan sayuran. Serat makanan larut contohnya gum, pektin dan mucilage (Tensiska, 2008). Penggunaan serat masih terbatas dalam kaitannya dengan pengembangan produk ekstrusi. Serat buah, kedelai, dan kacang kapri biasanya dipertimbangkan untuk mengurangi sedikit pengembangan produk ekstrusi pada konsentrasi 5 % - 10 %. Penambahan serat dari beras dan oat secara normal dapat mengurangi pengembangan secara nyata (Huber dalam Rooney, 2002). d. Protein Peranan protein di dalam proses ekstrusi sangatlah sedikit. Pada proses pengembangan produk, protein hampir dikatakan tidak berkontribusi, tetapi pengaruhnya kuat terhadap tekstur dan sifat flavor dari produk (Huang dan Rooney, 2002). Frazier et al (1983) yang diacu dalam Mitchell dan Areas (1992) menemukan kadar air yang optimum untuk pengembangan dan teksturisasi dari grit kedelai, di mana pada kasus sereal, pengembangan pada umumnya meningkat seiring dengan penurunan kadar 18

15 air. Namun, Meuser dan Wiedman (1989) di dalam Walker et al (1992) menemukan bahwa penambahan kasein pada pati gandum dapat mengurangi kepadatan produk (bulk density) karena kasein lebih mengembang daripada pati gandum. Proses teksturisasi oleh protein terhadap produk ekstrusi berbasis protein telah dipelajari selama beberapa dekade, khususnya terhadap protein dari kedelai (Doi dan Kitabatake dalam Kokini, 1992). Stanley et al (1982) yang diacu dalam Mitchell dan Areas (1992) memberikan bukti bahwa ikatan disulfida hanya memberikan sedikit pengaruh dalam pembentukan tekstur produk akhir ekstrusi dan berpendapat bahwa ikatan peptida baru, terbentuk pada suhu tinggi (± 180 o C), bertanggung jawab terhadap tekstur produk. Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui kandungan bahan mentah yang digunakan untuk proses ekstrusi, apakah tinggi protein atau tinggi polisakarida (pati dan serat) untuk mendapatkan sifat fisik yang diinginkan. e. Lemak Lemak atau minyak menyebabkan pelemahan adonan, mengurangi kekerasan dari produk ekstrusi, dan meningkatakan sifat plastis dari produk (Harper, 1981 di dalam Walker et al, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa penambahan lemak berakibat pada berkurangnya pengembangan produk ekstrusi dari tepung gandum sekaligus merubah struktur yang dihasilkan (Faubion dan Hoseney, 1982b di dalam Walker et al, 1992). Lemak mungkin dapat dijadikan suatu alternatif dalam proses ekstrusi untuk mengontrol tekstur dalam dan luar dari produk ekstrusi terkait dengan sifat sifat di atas. Lemak juga dapat membentuk kompleks dengan pati dikarenakan kemampuan dari fraksi amilosa pati dapat berikatan dengan asam asam lemak (Hanna dan Bhatnagar, 1994). Hal ini menyebabkan produk ekstrusi yang dihasilkan akan memiliki sifat daya serap terhadap air yang rendah (Water Absorption Index) dan kelarutan yang rendah pula (Water Solubility Index) karena terdapat perbedaan kepolaran. Gallowat et al (1989) yang diacu dalam Hanna dan Bhatnagar (1994) menemukan bahwa kompleks 19

16 amilosa-gliserilmonostearat yang terbentuk selama ekstrusi dari pati gandum menyebabkan juga penurunan derajat pengembangan dari produk dan daya serang enzim. Kompleks antara amilosa dengan lemak juga dapat meningkat dengan adanya penambahan tekanan dan suhu (Huber dalam Rooney, 2002). Lemak ataupun minyak biasa digunakan sebagai pelumas di dalam mesin (lubricant) karena sifatnya yang dapat mengurangi gaya gesek antar permukaan, Dalam proses ekstrusi, yang memanfaatkan gesekan untuk meningkatkan suhu, sifat ini tidaklah begitu dikehendaki. Keberadaan lemak di dalam produk makanan yang terlalu banyak dapat mengurangi gaya gesek yang terjadi antar partikel dengan ulir dan ulir dengan barrel sehingga dapat mengurangi suhu di dalam barrel. Pada proses yang menggunakan ekstruder ulir tunggal (SSE), kadar lemak hendaknya tidak lebih dari 7 %. Akan tetapi, untuk ekstruder ulir ganda (TSE) dapat digunakan formula bahan dengan kadar lemak lebih dari 25 % dikarenakan sifat konversi energi mekanik menjadi panas yang lebih baik (Huber dalam Rooney, 2002). C. Pangan Ekstrusi Pemanfaatan prinsip ekstrusi dalam bidang pangan telah menghasilkan berbagai macam jenis produk. Penggolongan dari berbagai jenis produk tersebut adalah makanan ringan generasi kedua (second generation snacks), makanan ringan generasi ketiga (third generation snacks), co-extruded products, makanan ringan berbasis masa (masa-based snacks), dan flatbread/crispbread/crackers (Huber dalam Rooney, 2002). Setiap jenis golongan dibedakan berdasarkan konfigurasi jenis mesin ekstruder, kondisi proses ekstrusi, dan perlakuan sebelum dan sesudah ekstrusi. Makanan ringan generasi kedua memiliki nama lain direct-expanded extrusion products yang berarti bahan baku segera mengalami pengembangan tepat sesaat keluar dari mesin ekstrusi (gambar 8). Mekanisme pengembangan tersebut dan kaitannya dengan perubahan sifat fisikokimia bahan di dalam barrel merupakan hal yang paling menarik perhatian para peneliti hingga saat 20

17 ini. Jenis ini memiliki bulk density yang rendah akibat menguapnya banyak air selama pengembangan sekaligus terbentuk tekstur produk yang porous. Jagung berupa grit paling banyak digunakan sebagai bahan baku utama. Proses lanjutan yang biasa dilakukan adalah pengeringan dengan oven dan penggorengan dengan sedikit minyak. Keduanya memiliki tujuan utama, yaitu mengurangi kadar air di dalam produk. Namun, produk ini cepat mengalami kerusakan pada penyimpanan yang lama sehingga harus disimpan di dalam wadah yang tidak terkena udara secara langsung. Penambahan bumbu bisa berupa bumbu kering maupun larutan bumbu. Penambahan dengan larutan bumbu sebaiknya dilakukan sebelum produk dikeringkan dengan oven sehingga tidak membuat proses yang berulang yang berpotensi merusak tekstur dari produk. Gambar 8 Direct-expanded snack foods (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002) Makanan ringan generasi ketiga disebut juga sebagai makanan ringan setengah jadi (half-product). Artinya, makanan ringan jenis ini tidak dapat secara langsung dikonsumsi. Selain itu, produk ekstrusi ini belum mengalami pengembangan seperti halnya pada makanan ringan generasi kedua. Jika akan dikonsumsi, produk ini harus terlebih dahulu digoreng atau dioven agar mengembang. Proses khusus dari pembuatan produk ini adalah dengan pengurangan suhu dan tekanan secara bertahap dan bentuk cetakan yang sedang. Akibatnya bahan tidak mengalami pengembangan, yang disebabkan karena perbedaan tekanan yang besar, saat keluar dari cetakan dan mengandung kadar air yang tinggi (20 25%). 21

18 Gambar 9 Third generation snack foods (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002) Co-ekstruded snacks merupakan istilah untuk hasil ekstrusi yang memiliki bagian terisikan. Dengan kata lain, produk ekstrusi ini memiliki isi tertentu, biasanya berupa pasta, untuk menambah cita rasa dari produk. Proses pengisian ini tidak dilakukan secara terpisah, tetapi bersamaan ketika ekstrudat keluar dari cetakan (die). Hal ini dapat dilakukan dengan mendesain cetakan yang dilengkapi dengan saluran tempat memasukkan bahan pengisi dan memungkinkan bahan pengisi tersebut terjepit di antara dinding produk ekstrusi (gambar 11). 22

19 Gambar 10 Contoh produk co-ekstruded (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002) Gambar 11 Contoh die untuk pengisian pasta pada bagian tengah (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002) 23

20 Penerapan proses ekstrusi untuk makanan ringan berbasis masa (masabased snacks) terletak pada pembuatan tepung masa jagung. Proses ekstrusi digunakan sebagai pengganti proses pemasakan (cooking) pada pembuatan tepung masa jagung secara tradisional. Pembuatan dengan proses ekstrusi dapat mengurangi waktu pada tahapan steeping bahkan pada tujuan proses tertentu tahapan steeping tidak diperlukan. Kondisi proses ekstrusi yang digunakan adalah mekanikal energi yang rendah, kadar air tinggi, suhu barrel berkisar 120 o C 150 o C, tekanan berkisar atm, dan lubang cetakan yang berdiameter sedang (6-9 mm). Pasca ekstrusi, ekstrudat masa jagung dikeringkan kemudian digiling dengan ukuran mesh (Huber dalam Rooney, 2002). Crispbread/cracker merupakan makanan ringan yang berasal dari Eropa dan sekarang telah dikenal di seluruh dunia. Produk ini memiliki densitas yang rendah dan porous seperti halnya pada makanan ringan generasi kedua. Kondisi proses ekstrusi yang dilakukan juga hampir sama dengan kondisi proses ekstrusi pada makanan ringan generasi kedua. Perbedaan proses ekstrusi cracker dengan proses ekstrusi makanan ringan generasi kedua adalah pada desain die dan pemotongan. Desain die untuk cracker adalah berupa celah yang lebar sehingga ekstrudat keluar dalam bentuk lembaran. Lembaran ini kemudian dipindahkan ke bagian pisau pemotong dengan konveyor kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air tertentu (± 4%). Bentuk produk dicetak sekaligus oleh pisau pemotong. Gambar 12 Contoh crispbread ( ) 24

SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI BERBAGAI JENIS TEPUNG TERHADAP KARAKTERISTIK SNACK PRODUK EKSTRUSI

SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI BERBAGAI JENIS TEPUNG TERHADAP KARAKTERISTIK SNACK PRODUK EKSTRUSI SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI BERBAGAI JENIS TEPUNG TERHADAP KARAKTERISTIK SNACK PRODUK EKSTRUSI Oleh : WAISAK PURNOMO HARYANTO F24052859 2011 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI Proses Ekstrusi: adalah perlakuan kombinasi dari proses tekanan, gesekan, dan suhu dalam waktu yang bersamaan dalam suatu ulir yang bergerak. To Extrude : artinya membentuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM MESIN DAN KONDISI PENGOPERASIAN EKSTRUDER Mesin ekstruder yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis mesin ektruder berulir ganda (Twin Screw Extruder).

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder)

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) Oleh: Kelompok II Ahyat Hartono (240110100032) Tina Sartika (240110100020) Dudin Zaenudin (240110100105) JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN PENGOLAHAN TERMAL II PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN TIM DOSEN TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 2 TUJUAN TUJUAN UTAMA: mendapatkan cita rasa produk TUJUAN SEKUNDER: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA. MAKANAN RINGAN Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan ringan

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan ringan TINJAUAN PUSTAKA Makanan ringan Makanan ringan merupakan terjemahan langsung dari snack foods, yang berarti pangan yang dikonsumsi di antara waktu makan biasa yang terdiri dari makan pagi atau sarapan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990).

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN GRANULA BOBOT TEPUNG JAGUNG TERHADAP PROFIL GELATINISASI DAN MI JAGUNG

PENGARUH UKURAN GRANULA BOBOT TEPUNG JAGUNG TERHADAP PROFIL GELATINISASI DAN MI JAGUNG PEMBAHASAN UMUM PENGARUH UKURAN GRANULA BOBOT TEPUNG JAGUNG TERHADAP PROFIL GELATINISASI DAN MI JAGUNG Pada penelitian tahap pertama diperoleh hasil ahwa ukuran partikel tepung sangat erpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grit jagung berukuran 24 mesh, tepung beras, tepung gandum, tepung kentang, bubuk coklat, garam, pemanis, pengembang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Formulasi adonan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah gritz jagung, tepung gandum, tepung beras, minyak dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan suatu jenis produk pangan sebagai makanan selingan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan umumnya dikonsumsi di antara waktu makan pagi, siang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan camilan yang dikonsumsi bersama makanan utama. Menurut Lavlinesia (1995) kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR AIR MENIR, SUHU EKSTRUDER, KECEPATAN ULIR EKSTRUDER, DAN KADAR MINYAK Pengukuran kadar air menir jewawut dimaksudkan untuk melihat apakah kadar air dari menir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup menuntut semua serba cepat dan praktis, tidak terkecuali makanan, sehingga permintaan akan sereal sarapan yang praktis dan bergizi semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

VOLUME, DENSITAS, BAHAN PADAT DAN CAIR SERTA POROSITAS

VOLUME, DENSITAS, BAHAN PADAT DAN CAIR SERTA POROSITAS VOLUME, DENSITAS, BAHAN PADAT DAN CAIR SERTA POROSITAS 1 VOLUME dan KERAPATAN MASSA (DENSITAS) Penting dalam : Evaluasi kemasakan buah Evaluasi produk (kacang-kacangan) densitas kemasakan Dll Masalah dalam

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF

FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF FAKTOR PENENTU KARAKTERISTIK PRODUK EKSTRUSI DENGAN BAHAN BAKU JAGUNG MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: STEVANY KOE 6103008011 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU SNACK FOOD EKSTRUDAT DARI PADATAN KEDELAI INDUSTRI TAHU

PENGARUH BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU SNACK FOOD EKSTRUDAT DARI PADATAN KEDELAI INDUSTRI TAHU PENGARUH BAHAN PENGISI TERHADAP MUTU SNACK FOOD EKSTRUDAT DARI PADATAN KEDELAI INDUSTRI TAHU (The Effect of Filler on the Quality of Snack Food Extruded from Solid Matter of Industrial Soybean Tofu) Farid

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Skema morfologi gabah kering (Champagne, 1994) II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAHAN DASAR 1. Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi. Bekatul adalah bagian luar dari butir beras yang dipisahkan dalam proses penyosohan dari beras pecah kulit.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era modern seperti saat ini, terdapat banyak jenis produk bakeri yang dapat ditemui di pasaran. Produk-produk tersebut beberapa dibuat menggunakan substitusi tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki ciriciri daun yang memanjang menyerupai lidah dan memiliki duri dibagian pinggirnya. Lidah

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian diawali dengan persiapan bahan, yaitu pengecilan ukuran sorgum dan penimbangan bahan. Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunkan alat pin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan makanan ringan yang dikonsumsi saat santai atau sebelum jam makan. Snack yang telah beredar dan lebih sering dijumpai di Indonesia saat ini ialah snack

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci