TINJAUAN PUSTAKA. Makanan ringan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Makanan ringan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Makanan ringan Makanan ringan merupakan terjemahan langsung dari snack foods, yang berarti pangan yang dikonsumsi di antara waktu makan biasa yang terdiri dari makan pagi atau sarapan, makan siang dan makan malam. Makanan yang dikonsumsi di antara waktu makan biasa tersebut bersifat ringan dan tidak mengenyangkan (Lusas, 2001). Secara tradisional, Indonesia sudah memiliki jenis makanan ringan yang terdiri atas kue basah dan kue kering; keduanya terbagi atas rasa manis dan asin. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2006) membagi kategori pangan dan memasukkan istilah ini ke dalam Kategori Pangan 15.0-Makanan ringan siap santap. Makanan ringan siap santap ini termasuk semua jenis makanan ringan asin, gurih atau savory dan rasa lainnya, sering juga disebut sebagai camilan. Jenis makanan ringan simulasi adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung pati-patian (serealia, umbi-umbian) dengan pencampuran bahan lain, dibentuk atau dipotong, dijemur atau dikeringkan atau langsung digoreng atau dipanggang. Produk ini tidak termasuk keripik kentang, keripik singkong atau keripik umbi-umbian lainnya. Camilan lainnya terbuat dari umbi-umbian yang digoreng langsung ataupun dipanggang. Selain rasa yang gurih, Lusas (2001) memaparkan sifat makanan ringan yang modern sebagai berikut: 1) aman, bebas dari bahan-bahan kimia berbahaya, bahan beracun dan mikroorganisme patogen sesuai dengan peraturan dan hukum pangan yang berlaku, 2) diproduksi secara komersial dalam jumlah besar dengan proses kontinu, 3) diberi bumbu atau seasoning berupa garam dan tambahan bahan penambah rasa, 4) stabil dalam penyimpanan dan tidak memerlukan pendinginan untuk mengawetkan, 5) dikemas untuk langsung dimakan dengan ukuran mudah dimakan, mudah dipegang, memiliki permukaan yang berminyak ataupun kering sesuai dengan proses produksi makanan ringan tersebut, 6) dijual kepada konsumen dalam keadaan segar. Agar makanan ringan dapat selalu segar, maka diperlukan jenis bahan kemasan yang dapat melindungi dari uap air, oksigen dan cahaya untuk melindungi kerenyahan produk, untuk memperlambat oksidasi minyak, dan dapat

2 5 menghilangkan katalis oksidasi. Nitrogen atau sistem antioksidan lainnya dapat ditambahkan di dalam kemasan makanan ringan untuk menambah proteksi terhadap minyak goreng. Produsen wajib mencantumkan kode tanggal kadaluarsa pada kemasan, sehingga produk bisa ditarik dari pasar jika tidak terjual setelah masa kadaluarsa berlalu. Makanan ringan pada penelitian ini tergolong makanan ringan modern atau snack food seperti disebutkan oleh Lusas (2001) dan bukan tergolong makanan ringan basah seperti kue-kue atau camilan tradisional seperti kue apem, risoles, kroket dan gorengan lainnya. Berbagai teknologi digunakan agar makanan ringan bisa tergolong sebagai makanan ringan siap untuk dimakan dalam keadaan kering dan mengandung air maksimum 5%. Fellows (2000) membagi prinsip-prinsip dasar teknologi pengolahan pangan menjadi proses suhu ruang, proses dengan aplikasi panas dan operasi paska proses pengolahan. Ketiga proses dirangkai untuk menghasilkan makanan ringan. Proses dimulai dengan pencampuran atau pengadukan bahan baku (jika bahan baku terdiri lebih dari 1 jenis bahan baku), ekstrusi tanpa panas yang lebih berfungsi sebagai pengaduk dan pembentuk adonan, ekstrusi dengan pemasakan, pengeringan, penggorengan yang dilanjutkan dengan proses pelapisan dengan bumbu dan terakhir adalah pengemasan. Teknologi Ekstrusi Ekstrusi merupakan proses yang menggabungkan beberapa unit operasi pengolahan seperti pengadukan, pemasakan, pengulenan, penggesekan, pembentukan dan pencetakan. Ekstruder diklasifikasikan berdasarkan 1) metode operasi dan 2) metode konstruksi. Metode operasi dibagi menjadi ekstruder tanpa panas dan ekstruder untuk memasak, sedangkan metode konstruksi terdiri dari ulir tunggal atau single screw dan ulir ganda atau double screw. Jika produk pangan yang melalui ekstruder dipanaskan menjadi 100 C maka proses ekstrusi tergolong kepada ekstrusi panas untuk memasak atau cooking extruder (Fellows, 2000). Ekstruder makanan ringan yang digunakan pada penelitian ini merupakan golongan ekstruder ulir tunggal yang tergolong pada gesekan medium karena

3 6 ekstruder ini bersuhu tabung maksimal 110 C, suhu produk maksimum 79 C dan tekanan tabung ulir (screw barrel) +/ kpa (Tabel 1). Kadar air adonan yang ideal untuk ekstruder ini adalah maksimal 30% agar adonan masih berbentuk tepung lembab dan tidak menggumpal. Tabel 1. Data operasi bermacam-macam ekstruderª Parameter Unit Gesekan Tinggi*) Gesekan Medium**) Gesekan Rendah***) Energi input pada produk k Wh Kg ¹ Panjang Tabung/diameter L/D Kecepatan Ulir rpm > 300 > 200 > 100 Suhu Tabung Maksimum ºC Suhu Produk maksimum ºC Tekanan Tabung Maksimum kpa Kadar Air Produk % Densitas produk kg/m³ ªHauck (1993) dan Harper (1979) di dalam Fellows (2000) *)Gesekan Tinggi Kecepatan tinggi dan sayap screw dangkal menyebabkan tekan tinggi dan suhu yang diperlukan untuk membuat makanan ringan yang memuai/mengembang. **)Gesekan Medium Untuk Teksturasi Protein Nabati (TVP) dan makanan hewan setengah basah ***)Gesekan Rendah Sayap screw yang dalam d an kecepatan rendah menghasilkan tekanan rendah untuk memproduksi pasta, produk daging dan gum. Karena ekstrusi merupakan kombinasi dari beberapa proses seperti pengadukan, pemasakan, dan pengulenan secara bersamaan, maka terjadi beberapa perubahan fisik dan kimia pada bahan pangan seperti hidrasi pati dan protein, homogenisasi, gelasi, gesekan, pelelehan lemak, denaturasi, atau reorientasi protein, plastifikasi, dan pengembangan dari struktur pangan. Beberapa jenis makanan ringan bisa dihasilkan melalui beberapa teknologi ekstrusi seperti makanan ringan direct expanded atau makanan ringan generasi kedua seperti makanan ekstrudat, makanan ringan generasi ketiga berbentuk pellet kerupuk mentah, produk ko-ekstrusi, makanan ringan berbasis masa dan crispbread. Pengukuran mutu akhir ekstrudat adalah kadar air, tingkat pengembangan, kelarutan, penyerapan, tekstur, warna dan citarasa (Huber, 2001 di dalam Lusas dan Rooney, 2001). Kadar air menentukan umur simpan dan stabilitas produk.

4 7 Tingkat pengembangan diukur melalui densitas kamba, bentuk dan ukuran, sedangkan tekstur diukur secara organoleptik berupa mouth feel dan struktur sel yang menentukan kerenyahan. Makanan ringan generasi kedua dan ketiga Produk makanan ringan generasi kedua disebut juga direct expanded. Jenis ini biasanya memiliki karakteristik produk dengan densitas kamba yang rendah dan dilapisi dengan pemberi rasa dalam bentuk campuran dengan minyak dan garam. Ekstrudat bisa diproses lebih lanjut dengan proses penggorengan atau proses pemanggangan sebelum dilakukan pelapisan dengan larutan minyak dan bumbu. Produk makanan ringan generasi ketiga biasanya menunjuk pada produk setengah jadi atau pellet kerupuk mentah; diproduksi dengan ekstruder dengan pemasakan dan hasilnya dikeringkan sampai kadar air yang stabil (9-10%) untuk menjaga stabilitas selama penyimpanan. Selanjutnya pellet mentah ini akan dikembangkan melalui media minyak goreng panas maupun media udara panas. Bahan baku yang dipakai kebanyakan dari pati dan tepung-tepungan. Klasifikasi proses terbagi menjadi ekstrusi pembentukan dingin atau ekstrusi pemasakan. Jika menggunakan ekstrusi pembentukan dingin, digunakan tepung kentang atau pati lain yang sudah tergelatinisasi atau pregelatinisasi agar didapatkan pengembangan yang optimal setelah pellet digoreng. Pada ekstrusi pemasakan, bahan baku harus masak sempurna kecuali dipakai pati yang sudah mengalami pregelatinisasi. Agar adonan masak sempurna, maka kombinasi suhu, waktu tinggal adonan dalam daerah ekstruder dan kadar air selama ekstrusi untuk membuat gelatinisasi sempurna harus optimal. Suhu pada ekstruder tergantung dari bahan baku yang dipakai, konfigurasi ekstruder dan kondisi proses. Suhu pemasakan harus dibuat di atas suhu gelatinisasi dari pati yang digunakan (Tabel 2). Ekstruder pemasakan memiliki 4 daerah dengan fungsi yang berbeda dalam tabung ulir ekstruder yaitu daerah pengadukan adonan, pemasakan adonan, daerah pembentukan di mana adonan mulai didinginkan (70-95 C) dan adonan yang bersifat lentur mulai mengembang, daerah pencetakan dengan

5 8 lubang cetakan atau outlet die yang memiliki daerah yang cukup terbuka agar ekspansi tidak terjadi (Gambar 2). Tabel 2. Kandungan Rata-rata amilosa dan amilopektin dari beberapa Pati Tipe Pati Amilosa (%) Amilopektin (%) GTR ( C)ª Tapioka / Singkong Gandum Beras Beras Ketan <10 > ªGTR = Gelatinization Temperature Rate Huang dan Rooney di dalam Lusas dan Rooney (2001) Adonan yang akan dicetak ini memiliki kadar air 20-25%. Adonan yang sudah tercetak akan dikeringkan pada oven C selama 3 jam sampai menjadi pellet berkadar air 9-10% (Huber 2001 di dalam Lusas dan Rooney, 2001). Gambar 2. Bagian bagian dalam tabung ekstruder ulir tunggal untuk produksi makanan ringan generasi ketiga. Peralatan ekstrusi terdiri dari ulir yang berputar pada tabung silindris yang berulir. Tabung ini terbuat dari baja keras atau stainless steel yang dimampatkan agar tahan terhadap gesekan atau shear. Perbandingan panjang dengan diameter tabung berkisar antara 2:1 dan 25:1 (Hauck, 1933). Gerak ulir

6 9 disebabkan oleh motor listrik dengan kecepatan putar yang berbeda-beda dan cukup kuat untuk mendorong bahan pangan terhadap hambatan tekanan yang terbentuk di dalam tabung. Kecepatan ulir merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja ekstruder dalam hal waktu tumpuk bahan pangan di dalam tabung, jumlah panas yang ditimbulkan oleh gesekan, laju transfer panas, dan kekuatan gesekan dari produk. Kisaran kecepatan ulir adalah rpm tergantung pada aplikasinya. Teknologi ekstrusi pada proses produksi bihun Proses pembuatan bihun berbeda dengan pembuatan mi atau pasta karena beras yang digunakan harus dijadikan bubur beras lebih dahulu dengan cara penggilingan basah. Bubur beras disaring dan dibuat adonan kukus sebelum diekstrusi menjadi untaian halus diameter 1 sampai 1,2 mm. Pengukusan diperlukan untuk proses gelatinisasi sempurna dari beras. Ada 2 proses ekstrusi yang terdapat pada rangkaian proses produksi bihun, yaitu 1) ekstruder strap yang berfungsi untuk mengaduk adonan hasil kukusan dan membentuk menjadi untaian tambang dengan diameter 100 mm, 2) ekstruder vermicelli yang akan mengaduk untaian tambang dan membentuk menjadi untaian halus diameter 1 sampai 1,2 mm. Kedua ekstruder merupakan ekstruder tanpa panas dan tidak berfungsi sebagai ekstruder pemasakan. Spesifikasi kedua jenis ekstruder dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi ekstruder strap dan ekstruder vermicelli pada rangkaian proses produksi bihun Ekstruder Strap Ekstruder Vermicelli Power motor 7.5 kw 50 Hz 18.5 kw 50 Hz Jumlah ulir 2 buah 2 buah Ulir 1 Panjang 56 cm Panjang 90 cm Jumlah putaran 10 Jumlah putaran 13 Diameter 12.5 cm Diameter 14.5 cm Ulir 2 Panjang 26 cm Panjang 90 cm Jumlah putaran 6 Jumlah putaran 13 Diameter 9 cm Diameter 14.5 cm Bahan Screw Conveyor Besi hitam Besi hitam

7 10 Gelatinisasi dan Retrogradasi Pati Gelatinisasi adalah kerusakan urutan molekul dalam butiran pati yang 1) tergantung pada suhu dan kandungan air, 2) bersifat tidak dapat berubah,3) berawal dari pembesaran ukuran granulasi pati, 4) menyebabkan kenaikan kekentalan larutan atau suspensi 5) bervariasi tergantung pada kondisi pemasakan, 6) bervariasi tergantung kepada tipe butiran dari sumber tanaman. Kisaran suhu gelatinisasi pati dari umbi-umbian atau akar biasanya lebih rendah daripada pati serealia (Tabel 2). Butir pati terdiri dari bagian yang tidak berbentuk atau amorphous dan bagian yang terlihat seperti kristal. Pati dalam air yang dipanaskan menyebabkan gangguan ikatan Hidrogen di antara rantai polimer sehingga melemahkan butiran. Pembesaran awal terjadi pada daerah amorphous di mana ikatan hidrogen kurang banyak dan polimer bersifat rentan terhadap pemutusan ikatan. Pada saat struktur menjadi melemah, butiran mengikat air dan membesar. Karena tidak semua butiran serentak gelatinisasi, maka terjadi perbedaan tingkat kekacauan dan pembesaran butiran. Bagian yang tidak berbentuk pada butir pati lebih mudah terdegradasi oleh asam dan enzim jika dibandingkan daerah kristal. Butiran pati dianggap sebagai polimer seperti kaca. Bentuk seperti kaca akan bertahan sampai tercapai suhu transisi gelas (Tg= glass transition temperature) di mana molekul mulai terlepas dan polimer bersifat kenyal seperti karet. Akhirnya suhu titik leleh Tm akan dicapai di mana butir pati akan meleleh dan kehilangan ikatan secara menyeluruh. Air menjadi penyebab keliatan atau kekenyalan yang secara nyata mempengaruhi suhu Tm dan Tg dari butir pati. Pada saat pembesaran butir pati dan pelelehan terjadi, butir pati mengalami gelatinisasi, pembentukan pasta atau pasting, dispersi dan akhirnya retrogradasi pada saat bahan mengalami pendinginan. Perubahan ini pada Gambar 3 dipengaruhi oleh suhu, kadar air, energi mekanis dan faktor lainnya. Tekstur keripik atau hasil pemanggangan akan renyah pada kadar air <3% dan jika di atas 3% maka tekstur akan menjadi keras, kenyal karena Tg dikurangi oleh molekul air.

8 11 Retrogradasi merupakan proses lanjut setelah gelatinisasi. Polimer pati yang terlarut dan sisa bagian butir yang tidak larut kembali bersatu setelah pemanasan. Retrogradasi menghasilkan formasi agregat kristal yang mempengaruhi tekstur. Molekul amilosa linier lebih cenderung bersatu dan membentuk ikatan hidrogen daripada molekul amilopektin yang lebih besar dan bercabang. Pada saat retrogradasi, pasta pati menjadi berwarna opak dan membentuk gel. Gel berangsur-angsur menjadi seperti elastis atau kenyal dan cenderung melepas air. Perubahan ini terjadi selama dan setelah ekstrusi, pemanggangan, penggorengan, dan proses lainnya (Huang dan Rooney dalam Lusas dan Rooney, 2001). Dehidrasi melepas air dan meningkatkan retrogradasi. Lapisan film yang terbentuk tergantung dari jumlah relatif air, jenis pati dan interaksinya dengan bahan lainnya dalam formula. Retrogradasi luas dari amilosa menghasilkan fraksi pati yang tahan terhadap kerja enzim pencernaan. Retrogradasi amilopektin pada produk hasil pemanggangan berhubungan dengan peristiwa melempem. Pada makanan ringan, hal ini menghasilkan tekstur yang ringan, garing dan renyah. Gambar 3. Perubahan pada butir pati selama pemanasan dan pendinginan dalam air. Tg=suhu transisi kaca ;Tm=suhu pelelehan (Huang dan Rooney, 2000 dalam Lusas dan Rooney, 2001)

9 12 Tekstur pangan dan Kerenyahan Menurut definisi British Standard Institution dalam Carpenter et al. (2000) indera yang berperan dalam menentukan tekstur adalah sentuhan, penglihatan dan pendengaran, sehingga tekstur didefinisikan sebagai : atribut dari sebuah benda yang dihasilkan oleh kombinasi dari sifat fisik dan diartikan atau diterima oleh sensasi atau rangsangan dari sentuhan (termasuk kinestesia atau daya menyadari gerakan otot dan rasa dalam mulut), penglihatan dan pendengaran. Tekstur berperan dalam penerimaan keseluruhan dari sebuah produk pangan dan merupakan kriteria penting bagi konsumen untuk menyatakan mutu dan kesegaran dari produk pangan. Makanan ringan yang disukai adalah makanan ringan yang bertekstur renyah, garing tidak keras, dan tidak melempem. Persepsi terhadap tekstur pangan adalah merupakan proses yang dinamik karena sifat-sifat fisik pangan berubah-ubah secara terus menerus dengan adanya proses pengunyahan, pembalutan dengan air liur dan perubahan suhu tubuh. Szczesniak (1963) dalam Carpenter et al. (2000) membuat klasifikasi tekstur menjadi 3 kelompok utama yaitu 1) Karakteristik mekanik yang berhubungan dengan reaksi pangan ke tekanan, 2) Sifat geometrik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk dan orientasi partikel dalam pangan dan 3) Karakteristik lain-lain yang berhubungan dengan persepsi kadar air dan kadar lemak. Proses Penggorengan Penggorengan merupakan suatu unit operasi yang dipakai terutama untuk mengubah mutu pangan dari segi organoleptik tekstur ~ kerenyahan dan rasa gurih. Tujuan kedua proses penggorengan adalah untuk mendapatkan efek pengawetan yang merupakan hasil perusakan enzim dan mikroba oleh panas yang dihasilkan oleh proses penggorengan. Peralatan penggorengan untuk proses mi instan terdiri dari sumber panas untuk memanaskan minyak, rantai ban berjalan untuk memindahkan produk melalui penggorengan untuk mengeluarkan uap air dan uap. Produk pangan

10 13 mentah akan dibenamkan ke dalam minyak panas dan naik kembali pada saat uap air di bagian dalam berubah menjadi uap. Menurut Fellows (2000), penggorengan tipe ini tergolong kepada deep-fat frying di mana transfer panas merupakan kombinasi dari konveksi yang terjadi pada minyak panas dan konduksi pada bagian dalam produk pangan. Semua permukaan pangan menerima perlakuan panas yang sama untuk menghasilkan penampilan dan warna hasil goreng yang seragam. Mesin penggorengan mi instan mempunyai dimensi panjang 10 m dan lebar 1 m; kondisi penggorengan untuk mi instan adalah C selama detik (Sung-Kon Kim,1996 di dalam Kruger et al. 1996). Menurut teori, jika bahan pangan dimasukkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan bahan pangan akan meningkat dengan cepat dan air terevaporasi sebagai uap air dan permukaan mulai mengering. Jalur evaporasi air yang bergerak di dalam pangan akan membentuk lapisan kerak. Suhu permukaan pangan akan naik sama seperti suhu minyak panas dan suhu bagian dalam akan naik dengan laju yang lebih lambat ke suhu 100 C. Laju transfer panas ditentukan oleh perbedaan suhu antara minyak panas dengan pangan oleh koefisien transfer panas pada permukaan pangan (Fellows, 2000). Tekstur pangan hasil penggorengan dihasilkan oleh perubahan pada protein, lemak dan karbohidrat polimer. Perubahan pada protein terjadi sebagai hasil reaksi Mailard dengan asam amino pada kerak. Kandungan lemak produk pangan akan meningkat karena penyerapan minyak goreng. Banks dan Lusas (2000) di dalam Lusas dan Rooney (2001) membagi perubahan bahan pangan yang digoreng menjadi 6 tahap, yaitu : 1) Masuk Penggorengan, 2) Pengerasan permukaan produk (case hardening), 3) Pengerasan permukaan, 4) Pengurangan uap air atau pemasakan, 5) Selesai Penggorengan dan 6) Penyerapan minyak. Tahap masuk ke penggorengan adalah saat pangan terendam dalam minyak panas di mana pati pada permukaan secara cepat tergelatinisasi dan produk terbungkus oleh gelembung uap kecil karena uap air pada permukaan mulai menguap. Perubahan uap dan gelembung pada permukaan meningkat secara cepat sehingga menghindari produk lengket satu dengan lainnya.

11 14 Perubahan atau evolusi uap air yang sangat cepat membatasi suhu produk mencapai titik didih air dan menghambat penetrasi minyak ke dalam produk. Pada pengerasan permukaan produk (case hardening), lapisan sel terluar pada permukaan produk mengering dan kempes menjadi seperti tekstur lapisan kayu halus. Sedikit perubahan pada evolusi uap air memperlihatkan bahwa proses ini sedang berlanjut di mana sebagian permukaan masih bergelembung lebih cepat dari bagian lainnya. Pada saat uap air pada permukaan menghilang, uap air di bagian dalam mulai berubah menjadi uap dan merusak saluran melalui struktur produk. Pada titik ini, dehidrasi tidak akan akan menghasilkan tekstur permukaan yang renyah, akan tetapi akan terjadi keutuhan struktur, sebagai contoh keripik kentang yang digoreng pada tahap ini masih bisa dibengkokkan dan kembali ke bentuk semula. Tahap pengerasan permukaan menyebabkan beberapa lapisan sel permukaan mulai mengering dan menambah pembentukan struktur remah. Produk yang digoreng pada suhu tinggi akan membentuk lapisan remah yang tipis dan tekstur ringan, sedangkan produk yang digoreng secara lambat dengan suhu rendah akan mendukung pembentukan remah yang lebih tebal dan tekstur lebih garing. Struktur sel di bawah lapisan remah akan terganggu dan membentuk tiang-tiang dalam dan besar dan substruktur bagian dalam terus menerus dipengaruhi oleh suhu penggorengan. Pada tahap ini, formasi remahremah dan struktur bagian dalam masih belum lengkap tetapi elemen yang paling kuat mempengaruhi tekstur produk jadi sudah terbentuk. Penekanan utama pada tahap pemasakan adalah pada penetrasi panas dan pengurangan kadar air. Keseragaman dalam ukuran produk yang digoreng merupakan kunci untuk menentukan beban penggorengan yang tepat, profil suhu dan waktu produk dan pemasakan. Selama tahap akhir penggorengan, suhu permukaan produk secara cepat menjadi sama dengan suhu minyak. Kadar air rendah dan suhu tinggi memperkuat reaksi pembentukan flavor yang melibatkan asam amino, protein dan karbohidrat. Suhu yang meningkat mendukung pengurangan kadar air akhir, pembentukan remah yang renyah dan berwarna pekat. Kadar minyak meningkat selama tahap akhir penggorengan, akan tetapi kebanyakan minyak melekat pada

12 15 permukaan produk. Tahap akhir ini harus dikontrol dengan waktu yang tepat pada saat produk diangkat dari minyak untuk menghasilkan mutu optimal dari poduk hasil penggorengan. Tahap selanjutnya adalah penyerapan minyak. Kadar minyak merupakan akibat dari pembasahan permukaan, aksi kapiler dan penyerapan vakum. Tekstur permukaan produk mempengaruhi pembasahan awal dan penyerapan kapiler selama tahap awal penggorengan, tetapi evolusi uap air membatasi penyerapan yang nyata. Selama akhir tahap penggorengan, sejumlah minyak tambahan akan diserap oleh aksi kapiler saat ruang hampa terbentuk di dalam produk. Selama pendinginan setelah penggorengan, uap air di dalam produk akan terkondensasi sehingga terbentuk ruang vakum yang mempercepat penyerapan minyak dari permukaan ke dalam produk. Untuk mengurangi kandungan minyak, maka dilakukan penirisan pada tabung sentrifugal yang berlubang untuk drainase minyak yang lengket pada permukaan produk.

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN PENGOLAHAN TERMAL II PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN TIM DOSEN TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 2 TUJUAN TUJUAN UTAMA: mendapatkan cita rasa produk TUJUAN SEKUNDER: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI

TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI TEKNOLOGI PEMASAKAN EKSTRUSI Proses Ekstrusi: adalah perlakuan kombinasi dari proses tekanan, gesekan, dan suhu dalam waktu yang bersamaan dalam suatu ulir yang bergerak. To Extrude : artinya membentuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK MAKANAN RINGAN DENGAN PROSES EKSTRUSI DAN PENGGORENGAN PATRICIA RUTHYANTI THOMAS

PENGEMBANGAN PRODUK MAKANAN RINGAN DENGAN PROSES EKSTRUSI DAN PENGGORENGAN PATRICIA RUTHYANTI THOMAS PENGEMBANGAN PRODUK MAKANAN RINGAN DENGAN PROSES EKSTRUSI DAN PENGGORENGAN PATRICIA RUTHYANTI THOMAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder)

MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) MAKALAH MESIN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN (Ekstruder) Oleh: Kelompok II Ahyat Hartono (240110100032) Tina Sartika (240110100020) Dudin Zaenudin (240110100105) JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan camilan yang dikonsumsi bersama makanan utama. Menurut Lavlinesia (1995) kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA. MAKANAN RINGAN Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan suatu jenis produk pangan sebagai makanan selingan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan umumnya dikonsumsi di antara waktu makan pagi, siang,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM MESIN DAN KONDISI PENGOPERASIAN EKSTRUDER Mesin ekstruder yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis mesin ektruder berulir ganda (Twin Screw Extruder).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

: Laila Wahyu R NIM :

: Laila Wahyu R NIM : Nama : Laila Wahyu R NIM : 11.11.568 Kelas : 11-S1TI-15 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 211/212 I. ABSTRAKSI Produk olahan krupuk ikan tenggiri merupakan produk pangan yang dapat digunakan sebagai makanan ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013. III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) ini dilakukan di perusahaan bakpia pathok 25 Yogyakarta, dan dilakukan selama 2,5 bulan yaitu dimulai

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerupuk Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah.

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah. MODUL 7 STICK IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat stick ikan yang gurih, renyah dan enak. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990).

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET REFERENSI Barbut, S. 2012. Convenience breaded poultry meat products New developments. Trends in Food Science & Technology 26: 14-20. 1 PRODUK PENGERTIAN DAN ISTILAH Nugget:

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan.

Proses pengolahan dodol susu terbagi atas pengadaan bahan, persiapan bahan, pernasakan, pendinginan, pengirisan, pembungkusan, dan pengepakan. Sosis Kedelai, Keju Kedelai (Sufi), Dodol Susu, EdiMe Flm (Pengemas Edible) Pema Memh (Angkak) 58 DODOL SUSU Dodol menurut SNI 01-2986-1992 me~pakan makanan semi basah yang pembuatannya dari tepung beras

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun proses pengolahan Kue Bola-bola Wijen disajikan dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun proses pengolahan Kue Bola-bola Wijen disajikan dalam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kue Bola-bola wijen Adapun proses pengolahan Kue Bola-bola Wijen disajikan dalam bentuk diagram alir di bawah ini : Persiapan Bahan : Tepung Tapioka, Tepung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 DESAIN ALAT CETAK PUFFED Desain yang dihasilkan untuk membuat alat cetak puffred agar mampu menghasilkan produk akhir yang tidak bergelombang dan flat dari hasil perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PUFFING Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh

Lebih terperinci

Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran

Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran Tuesday, 22 September 2009 21:05 Last Updated Tuesday, 22 September 2009 21:14 Kue Kering Tradisional yang Selalu Hadir saat Lebaran Berbagai macam hidangan disajikan di Hari Raya Lebaran, tidak ketinggalan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap PENGOLAHAN DAGING NUGGET Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o. dan enzim menurun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PAKAN

PROSES PEMBUATAN PAKAN 8. PROSES PEMBUATAN PAKAN Proses pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan baku. Dalam proses pembuatan pakan ditempuh beberapa tahap pekerjaan, yaitu: penggilingan/penepungan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

Pengolahan dengan suhu tinggi

Pengolahan dengan suhu tinggi Pengolahan dengan suhu tinggi Kompetensi dasar Mahasiswa memahami teknologi pemanasan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pemanasan terhadap mutu pangan Indikator Setelah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dengan topik Desain Cetakan Tapioca Based Puffed Snack Panggang Dengan Bahan Dasar Stainless Steel dan Aluminium dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan Silika 1 Glass transition adalah transisi yang bersifat reversibel pada bahan amorphous dari keadaan keras/kaku menjadi bersifat cair/plastis. Temperature dimana terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sus atau dalam istilahnya disebut choux pastry merupakan adonan pastry yang diproses dengan perebusan adonan. Adonan yang dihasilkan berupa adonan lembut dan mengembang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2005 sampai dengan bulan April 2006 pada beberapa lokasi sesuai dengan letak peralatan produksi dan peralatan laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diizinkan, serta disiapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal. Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal. Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan 17 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna, bau, rasa, kerenyahan, ketebalan ataupun

Lebih terperinci