II. TINJAUAN PUSTAKA. tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Efektivitas Efektivitas menurut Kurniawan (2005 :109) adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketengangan diantara pelaksanaanya. Sedarmayanti (2009 :59) mendefinisikan konsep efektivitas sebagai suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat. Makmur (2011: 5) menggungkapkan efektivitas berhubungan dengan tingkat kebenaran atau keberhasilan dan kesalahan. Ia berpendapat bahwa untuk menentukan tingkat efektivitas keberhasilan seseorang, kelompok, organisasi bahkan sampai kepada negara kita harus melakukan perbandingan antara kebenaran atau ketepatan dengan kekeliruan atau yang dilakukan. Semakin rendah tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi, tentunya akan semakin mendekati ketepatan dalam pelaksanaan setiap aktivitas atau pekerjaan (tugas) yang dibebankan setiap orang.

2 17 Handayanigrat dalam skripsi Fajri yang berjudul Efektivitas kegiatan komisi pemilihan umum kabupaten tanggamus dalam penyelenggaraan pemilihan anggota legislatif pada pemilu 2004 (2006 : 13), mengemukakan definisi dari efektivitas adalah suatu pengukuran untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya berhasil dicapai maka hal itu dikatakan efektif. Sebaliknya jika tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya tidak tercapai atau tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan, maka dikatakan tidak efektif. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menilai tingkat efektivitas dapat digunakan perbandingan antara rencana awal dengan hasil kenyataan yang didapat. Semakin efektif jika tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi rendah. Begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat kesalahan daripada rencana yang awal maka semakin tidak efektif. Efektivitas adalah suatu ukuran tentang bagaimana suatu target atau sasaran yang telah ditentukan tercapai yang mengacu pada hasil akhir. Hasil akhir adalah tujuan utama. Semakin mencapai taget yang ditentukan maka efektivitasnya semakin baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmudi (2005: 92) yang mendefinisikan efektivitas adalah merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Jadi dalam hal ini yang dimaksud dengan output disini adalah hasil dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Target sasaran atau tujuannya adalah untuk memberdayakan

3 18 masyarakat yang diharapkan setelah mampu bermandiri akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Dapat dikatakan efektif apabila program ini hasilnya adalah mampu mengurangi jumlah tingkat kemiskinan masyarakat yang ada sehingga sesuai dengan tujuan awal yang telah ditetapkan. Tingkat efektivitas dapat dilihat dan dinilai dari hasil yang telah dicapai. apabila output atau hasil yang dicapai sesuai atau mencapai target sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, maka hal itu dapat dikatakan efektif. Namun sebaliknya dapat dikatakan tidak efektif apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan target sasaran yang telah ditentukan. Untuk itu diperlukan suatu indikator atau ukuran untuk melihat tingkat efektivitas. Ukuran efektivitas bermacam-macam, antara lain : Menurut pendapat David Krech, Richard S. Cruthfied dan Egerton L. Ballachey dalam Danim (2012 : ) menyebutkan indikator efektivitas sebagai berikut : 1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan Hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output), usaha dengan hasil, persentase pencapaian program kerja dan sebagainya. 2. Tingkat kepuasan yang diperoleh Ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu).

4 19 3. Produk kreatif Penciptaan hubungan kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan. 4. Intensitas yang akan dicapai Memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi. Pendapat di atas dijelaskan bahwa ukuran efektivitas harus dilihat dari perbandingan antara masukan dan keluaran, tingkat kepuasan yang diperoleh, Penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta adanya rasa saling memiliki yang tinggi. Rasa memiliki yang tinggi tersebut bukan berarti berlebihan. Makmur (2011:7-9) mengungkapkan indikator efektivitas dilihat dari beberapa segi kriteria efektivitas, sebagai berikut : 1. Ketepatan waktu Waktu adalah sesuatu yang dapat menentukan keberhasilan sesuatu kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi tapi juga dapat berakibat terhadap kegagalan suatu aktivitas organisasi. Penggunaan waktu yang tepat akan menciptakan efektivitas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Ketepatan perhitungan biaya Berkaitan dengan ketepatan dalam pemanfaatan biaya, dalam arti tidak mengalami kekurangan juga sebaliknya tidak mengalami kelebihan pembiayaan sampai suatu kegiatan dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik. Ketepatan dalam menetapkan satuan satuan biaya merupakan bagian daripada efektivitas.

5 20 3. Ketepatan dalam pengukuran Dengan ketepatan ukuran sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya sebenarnya merupakan gambaran daripada efektivitas kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam sebuah organisasi. 4. Ketepatan dalam menentukan pilihan. Menentukan pilihan bukanlah suatu persoalan yang gampang dan juga bukan hanya tebakan tetapi melalui suatu proses, sehingga dapat menemukan yang terbaik diantara yang baik atau yang terjujur diantara yang jujur atau kedua-duanya yang terbaik dan terjujur diantara yang baik dan jujur. 5. Ketepatan berpikir Ketepatan berfikir akan melahirkan keefektifan sehingga kesuksesan yang senantiasa diharapkan itu dalam melakukan suatu bentuk kerjasama dapat memberikan hasil yang maksimal. 6. Ketepatan dalam melakukan perintah. Keberhasilan aktivitas suatu organisasi sangat banyak dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin, salah satunya kemampuan memberikan perintah yang jelasa dan mudah dipahami oleh bawahan. Jika perintah yang diberikan tidak dapat dimengeri dan dipahami maka akan mengalami kegagalan yang akan merugikan organisasi. 7. Ketepatan dalam menentukan tujuan Ketepatan dalam menentukan tujuan merupakan aktivitas organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang

6 21 ditetapkan secara tepat akan sangat menunjang efektivitas pelaksanaan kegiatan terutama yang berorientasi kepada jangka panjang. 8. Ketepatan ketepatan sasaran Penentuan sasaran yang tepat baik yang ditetapkan secara individu maupun secara organisasi sangat menentukan keberhasilan aktivitas organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika sasaran yang ditetapkan itu kurang tepat, maka akan menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri. Berdasarkan uraian indikator efektivitas oleh Makmur di atas intinya dapat dilihat bahwa efektivitas merupakan suatu pengukuran dalam tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan ukuran-ukuran ketepatan efektivitas dimana suatu target atau sasaran dapat tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sedangkan Richard M. Steers dalam Tangkilisan (2005) menggungkapkan ada 3 indikator dalam efektivitas. Ia mengatakan indikator efektivitas sebagai berikut : 1. Pencapaian tujuan Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari 2 sub-indikator, yaitu : kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkret.

7 22 2. Integrasi Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi atau komunikasi dan pengembangan konsensus. Integrasi menyangkut proses sosialisasi. 3. Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berkaitan dengan kesesuaian pelaksanaan program dengan keadaan di lapangan. Berdasarkan beberapa indikator efektivitas yang diungkapkan menurut beberapa ahli diatas, bahwa teori yang cocok digunakan dalam penelitian ini adalah indikator efektivitas menurut Richard M. Steers. Alasan peneliti menggunakan teori ini adalah karena keseluruhan indikator efektivitas dalam teori ini sesuai dengan fokus penelitian yang peneliti lakukan yaitu fokus pembangunan jalan Lapen dibandingkan dengan teori-teori lain yang peneliti jabarkan pada skripsi ini dimana peneliti nilai lebih cocok apabila digunakan untuk mengukur efektivitas PNPM Mandiri Perdesaan secara umum atau keseluruhan. Pertama, indikator pecapaian tujuan. Steers menggungkapkan pencapaian tujuan terdiri dari 2 subindikator, yaitu kurun waktu dan sasaran. Dalam penelitian ini PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan setiap 1 periode yaitu 1 tahun. Rencana awal adalah target awal atau tujuan telah disusun untuk satu tahun kedepan. Apabila program tidak berjalan dengan sesuai atau melebihi batas waktu satu tahun namun program yang telah dibuat belum terselesaikan maka ini dapat menimbulkan kegagalan atau kemudian apabila program telah diselesaikan semua sesuai dengan kurun waktu

8 23 satu tahun namun target sasaran atau tujuan awal tidak tercapai sama dengan akan menimbulkan kegegalan atau kedua-duanya tidak efektif. Kemudian yang kedua, indikator Integrasi. Dalam penelitian ini ingin melihat bentuk sosialisasi yang telah dilakukan. Apakah sosialisasi kegiatan dalam PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2013 ini telah dilakukan dengan baik atau telah dilakukan sosialisasi tapi tidak maksimal atau juga telah dilakukan sosialisasi dengan maksimal tapi masyarakatnya yang masih kurang tanggap atau tertarik. Indikator yang terakhir, yaitu indikator adaptasi. Alasan mengapa digunakan teori ini adalah selain menggunakan indikator pencapaian tujuan dan Integrasi, teori M. Steers juga menggunakan indikator adaptasi yang dapat digunakan untuk melihat kesesuaian antara program organisasi dengan keadaaan di lapangan. Organisasi yang dimaksud dalam teori ini adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMPD) Kabuapten Lampung Timur yang bertanggung jawab terhadap program PNPM Mandiri Perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan atau masyarakat di Desa Sukadana. Program ini bertujuan ingin memandirikan masyarakat miskin dengan cara pemberdayaan, maka pemerintah harus mampu melihat dan memenuhi kebutuhan apa yang dibutuhkan sebenarnya oleh masyarakat. B. Tinjauan Pemberdayaan Makmur (2011: ) mengungkapkan arti dari pemberdayaan sebagai suatu usaha perubahan dalam mengatasi kegagalan individu atau manusia dalam bidang

9 24 keterampilan dan ilmu pengetahuan serta ketidakmampuan manusia untuk berkembang karena adanya tekanan dari pihak tertentu. Pemberdayaan merupakan usaha untuk menciptakan perubahan pada lingkungan hidup manusia dengan menggunakan usaha dan kemampuan diri sendiri. Pemberdayaan dapat dikatakan suatu kemampuan untuk lebih berkembang dalam rangka memenuhi kebutuhan dan bisa juga sebagai suatu kemampuan memanfaatkan sumberdaya atau kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Pemberdayaan menurut Suharto (2005: 58) pengertian pemberdayaan yaitu : Pemberdayaan menunjuk kepada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan hanya bebas menegemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebasa dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan -keputusan yang mempengaruhi mereka. Berikut adalah beberapa definisi pemberdayaan menurut para ahli : 1. Menurut Ife dalam Suharto (2005: 58) Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang orang yang lemah atau tidak beruntung. 2. Menurut Parsons dalam Suharto (2005: 58) yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhinya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

10 25 3. Menurut Swift dan Levin dalam Suharto (2005: 59) konsep pemberdayaan adalah menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. 4. Menurut Rappaport dalam Suharto (2005: 59) yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984). Berdasarkan uraian definisi definisi pemberdayaan di atas konsep dari pemberdayaan bukan hanya dilihat dari satu aspek pemberdayaan saja. Selama ini persepsi yang ada dimasyarakat tentang pemberdayaan adalah memandirikan masyarakat yang miskin secara ekonomi saja, tapi sebenarnya pemberdayaan yang lebih luas. Bukan hanya membebaskan masyarakat dari masalah kemiskinan namun juga bebas dari kelaparan, kebodohan, kesakitan serta bebas mengeluarkan pendapat. Melalui pemberdayaan kelompok masyarakat yang masuk kedalam kelompok lemah secara ekonomi maupun pengetahuannya diharapkan mampu unjuk diri untuk dapat lebih turut berperan. Sumodiningrat dalam Mardikanto dan Soebianto (2012 : 47) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Mereka tidak hanya diam pasif namun juga aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. Mereka diharapkan mampu mengatasi dan bertahan dari tekanan tekanan pihak luar. Dengan pemberdayaan kelompok masyarakat tersebut diharapkan mereka

11 26 lebih berpengetahuan, terampil dan mandiri untuk mempengaruhi dan memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. C. Tinjauan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di tempat itu. Sedangkan Perdesaan adalah daerah atau kawasan desa. (hhtp://kamusbahasaindonesia.org, diakses tanggal pukul 19:00) Mulai tahun 2007 pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah program nasional pemerintah yang bertujuan mengurangi angka kemiskinan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri perdesaan merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PKK) yang telah dilaksanakan sejak (hhtp://id.wikipedia.org/wiki/pnpm_mandiri_perdesaan, diakses pada tanggal pukul 14:00).

12 27 Menurut Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan Tujuan umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin diperdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. 2. Tujuan Khusus PNPM Mandiri Perdesaan a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin atau kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif. c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. d. Menyediakan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. e. Melembagakan pengelolaan dana bergilir. f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa. g. Mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan. Berdasarkan tujuan umum dan khusus di atas, kesimpulannya adalah bahwa tujuan utama dari PNPM Mandiri Perdesaan ini yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dengan lebih memandirikan masyarakat dan mengikutsertakan peran aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan.

13 28 Pemerintah sebagai pelayan yang bertugas melayani dan mengawasi sedangkan masyarakat perdesaan sendiri yang menentukan bagaimana kemudian program ini akan dijalankan. 3. Visi PNPM Mandiri Perdesaan Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, serta mengelola sumberdaya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. 4. Misi PNPM Mandiri Perdesaan Peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya a. Pelembagaan sistem pembangunan partisipatif b. Pengefektifan fungsi dan peran c. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat d. Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan 5. Prinsip dasar PNPM Mandiri Perdesaan : a. Bertumpu pada pembangunan manusia Masyarakat hendaknya memilih pembangunan yang berdampak langsung kepada masyarakat daripada pembangunan fisik semata b. Otonomi Masyarakat memiliki hak kewenangan mengatur diri secara mandiri tanpa adanya intervensi dari luar.

14 29 c. Desentralisasi Memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat. d. Berorientasi pada masyarakat miskin Segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin. e. Partisipasi Masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran atau dalam bentuk materiil. f. Kesetaraan dan keadilan gender Masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam peran disetiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik. g. Demokratis Masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyawarah dan mufakat. h. Transparansi dan akuntabel Masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal maupun administratif.

15 30 i. Prioritas Masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemandesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan. j. Keberlanjutan Dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya. 6. Mekanisme Alur Dana PNPM Mandiri Perdesaan Keseluruhan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan program Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah, artinya program ini direncanakan, dilaksanakan dan didanai bersama-sama berdasarkan persetujuan dan kemampuan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Mekanisme alur dana PNPM Mandiri Perdesaan berdasarkan PTO PNPM Mandiri Perdesaan secara umum adalah sebagai berikut :

16 31 APBN APBD KPPN Kas Daerah Rekening Kolektif BLM ( UPK ) TPK Masyarakat Gambar 1. Mekanisme Alur Dana PNPM Mandiri Perdesaan PNPM Mandiri Perdesaan didanai bersama oleh APBN dan APBD. Dana APBN dan APBN, mekanisme pencairan dana nya selanjutnya menuju rekening kolektif Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dikelola oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atau Kas Daerah. Dana PNPM kemudian disalurkan kepada Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di desa untuk selanjutnya digunakan untuk mendanai pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat.

17 32 D. Tinjauan Kemiskinan Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial yang sering muncul dan selalu ada di kehidupan masyarakat. Masalah kemiskinan selalu ada di setiap negara di dunia, khususnya di negara-negara berkembang. Secara umum kemiskinan merupakan keadaan dimana ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Angka kemiskinan dapat dikurangi namun sulit untuk dihilangkan karena kemampuan tiap-tiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak semua berbeda-beda. Menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial dalam Suharto (2005 :133) definisi kemiskinan adalah suatu kondisi dimana adanya ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan minimum baik untuk kebutuhan makanan maupun non makanan, atau yang disebut garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang dibutuhkan setiap individu untuk membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per individu per hari maupun kebutuhan non makanan seperti perumahan, kesehatan pendidikan, barang dan sebagainya. 1. Ciri-Ciri Kemiskinan Menurut SMERU dalam Suharto (2005 : 132) menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri sebagai berikut : a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar. b. Ketidakmampuan dan ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup lainnya. c. Ketiadaan jaminan masa depan. d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. e. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.

18 33 f. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat. g. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan pekerjaan. h. Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun mental. i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan. Berdasarkan beberapa definisi dan konsep kemiskinan di atas, yang disebut dengan kemiskinan adalah ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak hanya berdasarkan kebutuhan ekonomi tapi juga berdasarkan aspek kebutuhan hidup lainnya. Individu yang tidak ada jaminan masa depan yang layak karena rendahnya pengetahuan bisa dikategorikan miskin. Begitu pula individu yang tidak memiliki keterlibatan atau kemampuan untuk turut serta dalam suatu pengambilan keputusan yang menyangkut hidupnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ellis dalam Suharto (2005 : 133), yang menyatakan bahwa kemiskinan tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga politik dan sosial-psikologis. Kemiskinan secara politik ada kaitannya dengan tidak adanya kesempatan maupun ketidakmampuan untuk turut serta aktif dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama baik itu di dunia pekerjaan, organisasi maupun masyarakat. Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan atau meningkatkan produktivitas hidup. Hal ini biasanya disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor dari dalam dapat seperti rendahnya pendidikan dan kurangnya keterampilan. Berbeda dengan individu yang pendidikannya kurang, seorang individu yang memiliki ilmu pengetahuan

19 34 tinggi, memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan layak, yang secara otomatis peluang untuk mengembangkan produktivitas (penghasilan) lebih besar. Selain itu faktor internal yang ikut menyebabkan kemiskinan adalah budaya. Budaya kemiskinan seperti yang diungkapkan oleh Oscar lewis, bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat budaya yang berasal dari orang-orang miskin itu sendiri. Malas, mudah menyerah dan kurang memiliki etos kerja sudah menjadi suatu kebudayaan. Sehingga yang seharusnya lebih termotivasi, sebagian besar menjadi pasrah mengikuti budaya yang ada tadi. Selanjutnya faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor eksternal ini biasanya berhubungan dengan birokrasi atau peraturanperaturan resmi yang dapat menghambat individu dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Contohnya dalam PNPM Mandiri Perdesaan, salah satu bentuk program nya adalah Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). SPP diperuntukkan kepada kelompok perempuan untuk membantu membuka usaha melalui simpan pinjam yang berbentuk modal. Tujuannya dengan adanya SPP ini, masyarakat diberikan pinjaman modal untuk membantu mereka membuka usaha melalui kelompok perempuan. Namun, kemungkinan karena proses administrasi peminjaman yang resmi dan legal memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi dan dipatuhi, masyarakat menjadi kurang tertarik karena sudah malas terlebih dahulu dengan proses administrasi yang mereka anggap begitu rumit.

20 35 2. Indikator Kemiskinan Selanjutnya, untuk melihat suatu tingkat kemiskinan dibutuhkan indikator atau ukuran. Berikut adalah 14 indikator dalam menentukan kriteria keluarga miskin menurut Badan Pusat Statistik dalam Laporan Akhir Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin. Direktorat Kependudukan,Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas (2010) : a. Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari. b. Jenis lantai tempat tinggak terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. d. Jenis atap bangunan tempat tinggal terluas adalah sirap,gentang/seng/asbes kondisi jelek/kualitas rendah atau ijuk, rumbia. e. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan dan puskesmas/poliklinik. f. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. g. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. h. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8m 2. i. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500m 2, buruh tani,nelayan,buruh bangunan,buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp ,00 per bulan. j. Pendidikan tertinggi Kepala keluarga: tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD. k. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

21 36 l. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. m. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan. n. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. o. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah di jual dengan nilai minimal Rp ,00 seperti sepeda motor kredit/non kredit. p. Sering berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. E. Kerangka Pikir Berdasarkan penelitian ini, penulis mencoba untuk menjelaskan mengenai efektivitas yang dimaksud dalam penelitan ini sesunguhnya yaitu suatu konsep pengukuran yang memberikan gambaran hasil antara tujuan yang ditelah ditetapkan dengan hasil yang dicapai. Tingkat efektivitas dapat dinilai dari input (masukan) dan output (keluaran). Semakin hasil yang didapat mencapai target tujuan awal yang telah ditetapkan maka semakin efektif. Sedangkan tidak efektif apabila keluaran atau hasil yang dicapai jauh dari masukan atau tujuan awal. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan pemerintah dan adalah bagian dari PNPM Mandiri selain PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat desa. Berbeda dengan Program pengentasan kemiskinan pemerintah sebelumnya yang berbasis

22 37 bantuan atau subsidi, PNPM Mandiri Perdesaan bertujuan memandirikan masyarakat dengan cara menempatkan masyarakat sebagai subyeknya. Masyarakat dituntut untuk berperan lebih aktif dalam proses pemberdayaan dengan tujuan khususnya meliputi : 1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin atau kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. 2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif. 3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. 4. Menyediakan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. 5. Melembagakan pengelolaan dana bergilir. 6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa. 7. Mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan. Efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Tahun 2013 dalam penelitian ini diukur dengan indikator efektivitas menurut M. Steers dimana dalam indikator pencapaian tujuan didalam nya dielaborasi dengan 7 tujuan khusus PNPM Mandiri Perdesaan. Adapun M.Steers dalam Tangkilisan (2005) mengungkapkan 3 indikator untuk mengukur efektivitas yaitu sebagai berikut :

23 38 1. Pencapaian tujuan, yaitu keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Pencapaian tujuan terdiri dari 2 faktor, yaitu : kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkret. 2. Integrasi, yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi atau komunikasi dan pengembangan konsensus. Integrasi menyangkut proses sosialisasi. 3. Adaptasi, yaitu kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berkaitan dengan kesesuaian antara program dengan keadaan di lapangan. Berdasarkan beberapa point diatas maka akan dapat dilihat efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Sukadana Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Tahun Efektif jika pembangunan Jalan Lapen memenuhi indikator Pencapaian tujuan, Integrasi dan Adaptasi. Dinilai tidak efektif apabila pembangunan Jalan Lapen tidak memenuhi indikator Pencapaian tujuan, Integrasi dan Adaptasi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut

24 39 Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan Desa Sukadana Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur Tahun 2013 Indikator efektivitas M. Steers 1. Pencapaian tujuan a. Kurun waktu b. Sasaran c. Tujuan khusus PNPM Mandiri Perdesaan 2. Integrasi 3. Adaptasi Efektif Tidak Efektif Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif metode kualitatif. Penelitian kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif metode kualitatif. Penelitian kualitatif III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permasalahan kemiskinan yang cukup komplek membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini sesuai dengan kondisi wilayah Republik Indonesia sebagai negara agraris. Sektor pertanian memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat Menurut Poerwoko (2012:110) Terkait dengan pemberdayaan masyarakat, keberhasilan dapat dilihat dari keberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Merbau Sebelum Indonesia merdeka Kecamatan Merbau berada dalam lingkungan pemerintahaan kerajaan siak yang berdiri sampai dengan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN 30 BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN A. Gambaran Umum Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) 1. Tempat Penelitian a. Letak Geografis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI - 1 - SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan pada penelitian ini. Ada dua rujukan sebagai berikut: 1. Sari Surya, 2011 Yang pertama adalah penelitian yang

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kemiskinan mempunyai indikator dan faktor penyebab. Mereka adalah sebagian warga miskin kota Depok. Pemerintah Depok menggolongkan mereka ke dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas BAB II LANDASAN_TEORI 2.1. Pengertian Aplikasi Menurut Indrajani (2011), aplikasi adalah suatu program yang menentukan aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas khusus

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wirawan, dalam bukunya yang berjudul Evaluasi, Teori, Model, Standar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wirawan, dalam bukunya yang berjudul Evaluasi, Teori, Model, Standar, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Evaluasi Kegiatan 1. Pengertian Evaluasi Wirawan, dalam bukunya yang berjudul Evaluasi, Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi mendefinisikan evaluasi sebagai riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembuatan kebijakan merupakan semua tahap dalam siklus hidup

BAB II LANDASAN TEORI. Pembuatan kebijakan merupakan semua tahap dalam siklus hidup BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebijakan Pemerintah Pembuatan kebijakan merupakan semua tahap dalam siklus hidup kebijakan.siklus hidup atau tahap-tahap dari suatu kebijakan pada dasarnya yaitu dimulai dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaidar Syaefulhamdi Ependi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaidar Syaefulhamdi Ependi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Maka dari itu, hasil dari pembangunan harus dinikmati oleh seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program bantuan bersyarat dari pemerintah berupa pemberian uang tunaiuntuk masyarakat miskindi Indonesia.

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Implementasi pembangunan di Indonesia merupakan bagian dari strategi untuk mencapai cita-cita nasional dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, makmur

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia merupakan salah satu upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG INTEGRASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Menimbang : a. Bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat,

Lebih terperinci

ANALISIS PROGRAM PNPM MANDIRI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MISKIN DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009

ANALISIS PROGRAM PNPM MANDIRI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MISKIN DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 ANALISIS PROGRAM PNPM MANDIRI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MISKIN DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan Program MBS di Jawa Barat Pendidikan merupakan hal penting bagi perkembangan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik Keuangan desa adalah barang publik (public goods) yang sangat langka dan terbatas, tetapi uang sangat dibutuhkan untuk membiayai banyak

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1.Kesetaraan Gender Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan tujuan hakiki pembangunan perempuan, maka wajar pemberdayaan perempuan menjadi alat utama untuk mengatasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

RENCANA PEMBANGUNAN BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN RENCANA PEMBANGUNAN BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN GAMBARAN UMUM WILAYAH - Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2002 yang disahkan pada tanggal 24-9-

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERDESAAN

PNPM MANDIRI PERDESAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN Oleh : DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI PNPM MANDIRI PERDESAAN Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI

BAB IV VISI DAN MISI BAB IV VISI DAN MISI 4.1. VISI DAN MISI KOTA BOGOR Dalam penyusunan Visi dan Misi Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor tidak terlepas dari Visi dan Misi Kota Bogor, adapun Visi, Misi Kota Bogor adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1.1 Konsep Partisipasi Menurut Sumardjo (2008) dan Chozin et al. (2009) dalam Chozin et al. (2010) dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Imbas dari keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan

I. PENDAHULUAN. individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dengan layak. Kemisikinan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan adalah salah satu masalah yang sering muncul di tengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan secara umum adalah suatu ketidakmampuan individu untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Efektivitas 1. Pengertian Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012) 4.1 Sasaran dan Arahan Tahapan Pencapaian. Bab empat (IV) ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman tahun 2012-2016 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci