BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Partisipasi Masyarakat Konsep Partisipasi Menurut Sumardjo (2008) dan Chozin et al. (2009) dalam Chozin et al. (2010) dijelaskan bahwa partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan subtansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Partisipasi dibedakan dalam empat tahapan, yaitu: (1) Partisipasi dalam pembuatan keputusan; (2) Partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan; (3) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan; dan (4) partisipasi pada tahap evaluasi. Semua tahapan partisipasi merupakan kesatuan integritas dari aktivitas pengembangan perdesaan, meskipun sebuah siklus konsisten dari kegiatan partisipatoris mungkin dinilai belum biasa (Cohen dan Uphoff 1979). Menurut Chozin et al. (2010) sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih responsif terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Partisipasi masyarakat merupakan suatu cara yang penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang lebih tepat, serta meringankan beban pusat baik dari sisi dana, tenaga, maupun material. Sedangkan, sisi negatif partisipasi adalah partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian pula pelaksanaannya, dan bentuk program juga berbeda-beda karena masyarakat yang beragam. Moejarto (1995) dalam Nugroho (2005) partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam pembangunan, alasan-alasannya adalah: (1) Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan; (2) Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat; (3) Partisipasi menciptakan suatu putaran

2 7 umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan, dan kondisi daerah yang tanpa keberdayaannya akan tidak terungkap; (4) Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; (5) Partisipasi memperluas kawasan penerimaan proyek pembangunan; (6) Memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat; (7) Partisipasi menopang pembangunan; (8) Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; (9) Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah; (10) Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri. Sulaiman (1985) dalam Huraerah (2008) bentuk-bentuk partisipasi sosial sebagai berikut: (1) Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; (2) Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang dalam kegiatan partisipasi, dana, dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiri; (3) Partisipasi dalam bentuk dukungan; (4) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan; dan (5) Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia. Ife dan Tesoriero (2008) menjelaskan kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi: (1) Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting; (2) Orang harus merasa bahwa aksi-aksi mereka akan membuat perubahan; (3) Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai; (4) Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya; (5) Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008) sebagai berikut: (1) Faktor internal, yaitu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. (2) Faktor eksternal, yaitu hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi. Sasaran akan

3 8 dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegitan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Menurut penelitian Kurniantara dan Pratikno (2005) efektivitas partisipasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Basis informasi yang kuat. Sumber informasi dan fasilitas komunikasi yang memadai pada suatu daerah akan menunjang masyarakat dalam memperoleh informasi tentang pembangunan yang dilaksanakan di desanya. Sumber informasi dan fasilitas komunikasi telah ada sejak jaman pemerintahan sentralisasi, tetapi perkembangan tajam terjadi pasca krisis atau di masa otonomi desa. Penguasaan informasi memungkinkan masyarakat bersikap kritis, mampu berinisiatif, berkreasi, dan dinamis serta mampu mengikuti proses perubahan yang terjadi. (2) Kepemimpinan Kepala Desa. Kepemimpinan Kepala Desa memberikan pengaruh yang besar terhadap ketersediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Kepala Desa akan menentukan tipe dan pola kepemimpinan yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan. (3) Peranan organisasi lokal. Peranan organisasi lokal juga berpengaruh dalam pembangunan desa. Lembaga Kemusyawaratan Desa (LKMD) sebagai lembaga korporatis ternyata tidak hanya sebagai lembaga yang mendukung kebijakan pemerintah tetapi juga mampu menyalurkan aspirasi dan mengartikulasikan kepentingan-kepentingan warga masyarakat. Lembaga LKMD jauh lebih berperan dalam pembangunan desa dibandingkan lembaga LKMD pada masa pemerintahan yang sentralistik. (4) Peranan Pemerintah Desa. Peranan pemerintah desa mengalami perubahan pada masa sentralistik dan masa desentralistik. Pada masa otonomi desa, pemerintah lebih mengembangkan pola hubungan yang fasilitatif dengan memberikan ruang publik bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Kesediaan Pemerintah Desa untuk melakukan mediasi, menyampaikan aspirasi

4 9 masyarakat kepada pemerintah supra desa, serta menyerap dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Menurut Sahidu (1998) dalam Lugiarti (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana, dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal, dan pengalaman yang dimiliki Pemberdayaan Masyarakat Konsep dan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah membantu komunitas dengan sumber daya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas (Sumardjo 2008; Chozin et al. 2009; Suharto 2005; dalam Chozin et al. 2010). Menurut Suharto (2005) pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Suharto (1997) dalam Suharto (2005) pengertian pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan menurut berbagai ahli, yaitu: (1) Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah dan tidak beruntung (Ife 1995); (2) Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengotrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya (Persons, et al. 1994); (3) Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial

5 10 (Swift dan Levin 1987); (4) Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkauasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984). Saraswati (1997) dalam Huraerah (2008) pemberdayaan mencakup enam hal sebagai berikut: (1) Learning by doing. Pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan-tindakan konkrit yang terus menerus yang dampaknya dapat dilihat. (2) Problem solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat. (3) Self-evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri. (4) Self-development and coordination. Pemberdayaan dapat mendorong agar mampu malakukan pengembangan diri dan melakukan hubungan koordinasi dengan pihak lain secara lebih luas. (5) Self-selection. Suatu kumpulan yang tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah-langkah ke depan. (6) Self-decisim. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri (self-confidence) dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (self-decisim). Suharto (1997) dalam Suharto (2005) prinsip pemberdayaan masyarakat menurut perspektif pekerjaan sosial, sebagai berikut: (1) Pemberdayaan adalah proses kolaboratif; (2) Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan; (3) Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan; (4) Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat; (5) Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut; (6) Jaringanjaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi

6 11 penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang; (7) Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri; (8) Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan; (9) Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif; (10) Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif: permasalahan selalu memiliki beragam solusi; dan (11) Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel Kewirausahaan Konsep Kewirausahaan Peter F. Drucker (1994) dalam Kasmir (2006) kewirahusaan adalah kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Zimmerer (1996) dalam Kasmir (2006) kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Widodo (2005) wirausaha adalah usaha yang dilaksanakan dengan sifat-sifat kewiraan yaitu berani, percaya diri, siap menanggung resiko, dan berorientasi masa depan dengan memanfaatkan dan mengelola peluang usaha yang ada. Kasmir (2006) wirausaha dapat dijalankan oleh seseorang (individu) atau sekelompok orang. Secara individu artinya membuka usaha dengan inisiatif dan modal sendiri. Sedangkan berkelompok artinya bersama-sama baik dua orang atau lebih dengan cara masing-masing menyetor modal dalam bentuk uang atau keahlian. Masih dalam Kasmir (2006) berwirausaha dapat dilakukan dengan cara: (1) Memiliki modal sekaligus menjadi pengelola. Memiliki modal sekaligus mengelola berarti si pengusaha mengeluarkan modal sendiri untuk memulai dan menjalankan aktivitas usahanya. Pengelolaannya pun dilakukan oleh pengusaha itu sendiri. Pengusaha seperti ini merupakan pemilik modal tunggal sekaligus

7 12 pengelola atau menejemennya dipegang seorang diri; (2) Menyetor modal dan pengelolaan ditangani oleh pihak mitra. Menyetor modal dan pengelolaan ditangani oleh pihak mitra, berarti si pengusaha hanya menyetor sejumlah modal (uang) kepada mitranya. Kemudian modal tersebut dikonversikan ke dalam sejumlah saham sebagai bukti kepemilikan usaha. Manajemen untuk menjalankan usahanya diserahkan kepada pihak lain; dan (3) Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham sebagai bukti kepemilikan usaha. Menyerahkan tenaga, artinya pengusaha tersebut hanya menyumbangkan tenaga atau keahlian sebagai modal. Keahliannya dalam mengelola usaha dikonversikan ke dalam jumlah saham. Kepemilikan usaha dibagi dua, yaitu mereka yang memiliki keahlian dan yang memiliki uang Gambaran PNPM Mandiri Perdesaan Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM Mandiri pada hakikatnya adalah program nasional yang dijalankan oleh semua kalangan untuk menanggulagi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian dalam tujuan peningkatan kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Program ini terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.

8 13 (2) Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal. (3) Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. (4) Menyediakan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. (5) Melembagakan pengelolaan dana bergulir. (6) Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). (7) Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan Sasaran PNPM Mandiri Perdesaan Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan. (2) Kelembagaan masyarakat di perdesaan. (3) Kelembagaan pemerintahan lokal Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan Pelaku-pelaku yang berkedudukan dan berperan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan pada tingkat desa meliputi: (1) Kepala Desa (Kades) Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di desa. Bersama Badan Permusyawarahan Desa (BPD), Kepala Desa menyusun peraturan desa yang relevan dan mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM Mandiri Perdesaan sebagai pola pembangunan partisipatif, serta pengembangan dan pelestarian aset PNPM Mandiri Perdesaan yang telah ada di desa. Kepala Desa juga berperan mewakili desanya dalam pembentukan forum musyawarah atau badan kerja sama antar desa. (2) Badan Permusyawarahan Desa (BPD atau sebutan lainnya) Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, BPD (atau sebutan lainnya) berperan sebagai lembaga yang mengawasi proses dari setiap tahapan PNPM Mandiri Perdesaan, termasuk

9 14 sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian di desa. Selain itu juga berperan dalam melegalisasi atau mengesahkan peraturan desa yang berkaitan dengan pelembagaan dan pelestarian PNPM Mandiri Perdesaan di desa. BPD juga bertugas mewakili masyarakat bersama Kepala Desadalam membuat persetujuan pembentukan badan kerja sama antar desa. (3) Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Tim Pengelola Kegiatan (TPK) terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa yang mempunyai fungsi dan peran untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan PNPM Mandiri Perdesaan. TPK sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Bendahara, dan Sekretaris. (4) Tim Penulis Usulan (TPU) Tim Penulis Usulan (TPU) berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Peran Tim Penulis Usulan adalah menyiapkan dan menyusun gagasan-gagasan kegiatan yang telah ditetapkan dalam musyawarah desa dan musyawarah khusus perempuan, serta dokumen-dokumen yang diperlukan untuk musrenbang reguler, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), dan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDes). Anggota TPU dipilih oleh masyarakat berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan jenis kegiatan yang diajukan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, TPU bekerja sama dengan kader-kader desa yang ada. (5) Tim Pemantau Tim Pemantau menjalankan fungsi pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan yang ada di desa. Keanggotaannya berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Jumlah anggota tim pemantau sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan saat musyawarah. Hasil pemantauan kegiatan disampaikan saat musyawarah desa dan antar desa (jika diperlukan). (6) Tim Pemelihara Tim Pemelihara berperan menjalankan fungsi pemeliharaan terhadap hasilhasil kegiatan yang ada di desa, termasuk perencanaan kegiatan dan pelaporan. Keanggotaannya berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Jumlah anggota tim pemelihara sesuai dengan kebutuhan dan

10 15 kesepakatan saat musyawarah. Hasil laporan pemeliharaan disampaikan saat musyawarah desa dan antar desa (jika diperlukan). Dalam menjalankan fungsinya, tim pemelihara didukung dengan dana yang telah dikumpulkan atau yang berasal dari swadaya masyarakat setempat. (7) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K) adalah warga desa terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan di desa dan kelompok masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pemeliharaan. Sebagai kader masyarakat berperan membantu pengelolaan pembangunan di desa, diharapkan tidak terikat oleh waktu. Jumlah KPMD/K disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan mempertimbangkan keterlibatan atau peran serta kaum perempuan, kemampuan teknik, serta kualifikasi pendampingan kelompok ekonomi dan sebagainya. Namun jumlahnya sekurang-kurangnya dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan. (8) Kelompok Masyarakat (Pokmas) Kelompok Masyarakat (Pokmas) adalah kelompok masyarakat yang terlibat dan mendukung kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan, baik kelompok sosial, kelompok ekonomi maupun kelompok perempuan. Termasuk sebagai kelompok masyarakat misalnya kelompok arisan, pengajian, kelompok ibu-ibu PKK, kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), kelompok usaha ekonomi, kelompok pengelola air, kelompok pengelola pasar desa, dsb Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi: (1) Bertumpu pada pembangunan manusia. Prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia dari pada pembangunan fisik semata.

11 16 (2) Otonomi. Prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab tanpa intervensi negatif dari luar. (3) Desentralisasi. Prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat. (4) Berorientasi pada masyarakat miskin. Prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin. (5) Partisipasi. Prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil. (6) Kesetaraan dan keadilan gender. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik. (7) Demokratis. Prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat. (8) Transparansi dan Akuntabel. Prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif. (9) Prioritas. Prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan. (10) Keberlanjutan. Prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap

12 17 perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan yaitu: (1) Ikut serta dalam musyawarah yang diselenggarakan di tingkat desa maupun antar desa. (2) Ikut serta dalam musyawarah khusus perempuan yang diselenggarakan di tingkat desa untuk membahas gagasan-gagasan yang berasal dari kelompok perempuan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) merupakan penyaluran dana pinjaman bergulir bagi kelompok perempuan dalam skala mikro (mikro finance). Dana yang dialokasikan untuk kegiatan SPP yaitu 25 persen dari total dana Bantuan Langsung Tunai (BLM) per kecamatan. Secara umum kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan kerja. Tujuan khusus kegiatan SPP: (1) Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha/sosial dasar; (2) Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan modal usaha; (3) Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam kaum perempuan. Sasaran kegiatan SPP yaitu Rumah Tangga Miskin (RTM) yang produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha/kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada dimasyarakat. Bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Kriteria kelompok perempuan yang mendapat pinjaman dana yaitu: (1) Kelompok yang dikelola dan anggotanya perempuan, satu sama lain mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurangkurangnya satu tahun; (2) Mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpan dan dana pinjaman yang telah disepakati; (3)

13 18 Mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota; (4) Kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik; (5) Mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana. Tahapan seleksi di tingkat desa untuk memilih kelompok SPP: (1) Penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP; (2) Hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok yang diusulkan dalam paket usulan desa; (3) Penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Sedangkan, syarat penulisan usulan SPP harus memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan kondisi kelompok SPP; (2) Gambaran kegiatan dan rencana yang menjelaskan kondisi anggota, kondisi permodalan, kualitas pinjaman, kondisi operasional, rencana usaha dalam satu tahun yang akan datang, dan perhitungan rencana kebutuhan dana; (3) Daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan dilengkapi dengan peta sosial dan peta rumah tangga miskin. Kelompok wanita harus mengajukan proposal yang ditetapkan melalui jalur Musyawarah Khusus untuk Perempuan (MKP). Penetapan persyaratan pinjaman yang tertuang dalam perjanjian pinjaman paling tidak mencakup hal-hal: (1) Penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan: besar jasa pinjaman ditentukan berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman pada lembaga keuangan pada wilayah masing-masing. Sistem perhitungan pinjaman menurun atau tetap; (2) Jangka waktu pinjaman sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maksimal 12 bulan; (3) Jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur tiga kali angsuran dalam 12 bulan dengan memperlihatkan siklus usaha baik pada tingkat pemanfaat maupun tingkat kelompok; (4) Angsuran langsung dari kelompok ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK). 2.2 Kerangka Pemikiran Sejauh ini telah banyak program pemerintah yang dikeluarkan untuk menangani masalah kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan merupakan program pemerintah yang hadir di tengahtengah masyarakat perdesaan dengan ekonomi lemah. Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja

14 19 masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembangunan sarana desa untuk masyarakat, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan kegiatan dana bergulir. Pada kegiatan dana bergulir dibagi menjadi dua kegiatan yaitu Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Fokus penelitian ini yaitu kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan. Kegiatan ini merupakan peminjaman dana yang dikhususkan untuk para perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Kegiatan SPP didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) ini mendorong anggota untuk aktif terlibat pada setiap tahapan kegiatan. Tingkat partisipasi dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: (1) Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan (perencanaan); (2) Partisipasi dalam tahap pelaksanaan; dan (3) Partisipasi pada menikmati hasil kegiatan; dan (4) Partisipasi dalam tahap evaluasi. Partisipasi perempuan diduga berhubungan dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Umur anggota; (2) Pekerjaan; (3) Tingkat pendapatan; dan (4) Tingkat pendidikan. Diduga faktor internal mempengaruhi hubungan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa, dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD). Diduga faktor eksternal berhubungan dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP. Tingkat partisipasi perempuan diduga akan berhubungan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Perempuan anggota SPP diharapkan terlibat dalam semua tahapan kegiatan SPP. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan anggota terpenuhi, masalah-masalah dapat diidentifikasi, dan cenderung mematuhi peraturan karena peraturan dibuat secara musyawarah. Tingkat keberhasilan kegiatan SPP dapat dilihat dari ketepatan penggunaan pinjaman dan peningkatan pendapatan.

15 20 Gambar 1. Secara sederhana penjelasan dapat digambarkan seperti tersaji pada X1. Faktor Internal: X1.1 Umur X1.2 Tingkat pendidikan X1.3 Jenis Pekerjaan X1.4 Tingkat pendapatan X2. Faktor eksternal : Pengaruh Peran: X2.1 KPMD X2.2 TPK X2.3 Kepala Desa X2.4 BPD Y1. Tingkat Partisipasi pada Tahapan: Y1.1 Perencanaan kegiatan Y1.2 Pelaksanaan kegiatan Y1.3 Menikmati hasil/manfaat Y1.4 Evaluasi kegiatan Keterangan : KPMD : Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa TPK : Tim Pengelola Kegiatan BPD : Badan Permusyawaratan Desa SPP : Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat : Hubungan Mempengaruhi Y2. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Y2.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman Dana Y2.2 Peningkatan pendapatan Gambar 1. Kerangka Pemikiran

16 Hipotesis (1) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor internal (umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). (2) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor eksternal (pengaruh peran: KPMD, TPK, Kepala Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa) dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). (3) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). 2.4 Definisi Operasional Setiap variabel dikategorisasi menjadi skala ordinal berdasarkan simpangan baku dari angka yang diperoleh dan kriteria yang menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut: Rentang kelas = nilai maksimum- nilai minimum Jumlah Kelas X1. Faktor internal adalah karakteristik yang dimiliki perempuan yang dapat mempengaruhi partisipasinya dalam suatu kegiatan. Faktor internal terdiri dari: X1.1 Umur Umur adalah selisih antara tahun perempuan dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi dua kategori: - Dewasa (23 x 45) - Dewasa Lanjut (46 x 67)

17 22 X1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti perempuan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah (tamat atau tidak tamat SD/ sederajatnya ) - Sedang (tamat SMP/ sederajat) - Tinggi (tamat SMA/ sederajat atau pernah mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi) X1.3 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan adalah profesi yang dijalankan perempuan untuk menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang dikategorikan menjadi dua kategori: berdagang dan bukan berdagang. X1.4 Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah besar penghasilan yang diterima perempuan dinyatakan dalam rupiah. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Tidak berpenghasilan = tidak mendapatkan penghasilan - Penghasilan rendah = Rp ,00 Rp ,00 - Penghasilan tinggi = Rp ,00 Rp ,00 X2. Faktor eksternal adalah pihak lain yang dapat mempengaruhi perempuan terhadap partisipasinya dalam suatu kegiatan. Pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD adalah perubahan dalam diri perempuan (sikap dan pengetahuan) yang terjadi karena pengaruh pihak-pihak tertentu. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: rendah, sedang, dan tinggi. Y1. Tingkat Partisipasi Tingkat partisipasi adalah keterlibatan perempuan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Tingkat partisipasi diukur dengan mengakumulasikan skor pada masing-masing tahap kegiatan.

18 23 Y1.1 Tahap Perencanaan Tahap perencanaan adalah keikutsertaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Pada tahap perencanaan yang dinilai yaitu kehadiran, keterlibatan dalam berpendapat, dan keterlibatan dalam pembuatan aturan kegiatan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah = 6,00-8,00 - Sedang = 8,01-10,01 - Tinggi = 10,02-12,00 Y1.2 Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari peminjaman dana, ketepatan dalam penggunaan dana, akses dan kontrol terhadap kegiatan, serta ketepatan dalam pengangsuran dana pinjaman. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah = 7,00-9,33 - Sedang = 9,34-11,67 - Tinggi = 11,68-14,00 Y1.3 Menikmati Hasil Menikmati hasil adalah keterlibatan perempuan dalam memanfaatkan kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari kemudahan akses peminjaman dana. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah = 4,00-5,33 - Sedang = 5,34-6,67 - Tinggi = 6,68-8,00

19 24 Y1.4 Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah keikutsertaan perempuan dalam menilai kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari keterlibatan dalam mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan, terlibatnya responden dalam pelaporan kegitan, dan keterlibatan dalam solusi permasalahan kegiatan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Rendah = 4,00-5,33 - Sedang = 5,34-6,67 - Tinggi = 6,68-8,00 Y2. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Tingkat keberhasilan kegiatan SPP adalah perubahan positif yang dialami perempuan setelah mengikuti kegiatan SPP. Y2.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman Ketepatan penggunaan pinjaman adalah kesesuaian pemanfaatan pinjaman SPP. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Tidak Tepat = semua pinjaman tidak digunakan untuk usaha - Kurang Tepat = sebagian pinjaman digunakan untuk usaha - Tepat = semua pinjaman digunakan untuk usaha Y2.2 Peningkatan Pendapatan Peningkatan pendapatan adalah selisih pertambahan penghasilan perempuan sebelum dan setelah mengikuti kegiatan SPP pada bulan terakhir. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: - Tidak Meningkat = tidak terjadi penambahan - Sedikit Meningkat = Rp ,00 Rp ,00 - Meningkat = Rp ,00 Rp ,00

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI - 1 - SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang

Lebih terperinci

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas)

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas) PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) (Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas) Oleh: Ripna Tri Cahyani I34070006 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN

PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA I. KEBIJAKAN POKOK 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat Menurut Poerwoko (2012:110) Terkait dengan pemberdayaan masyarakat, keberhasilan dapat dilihat dari keberdayaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permasalahan kemiskinan yang cukup komplek membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com

Lebih terperinci

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG W/ W Menimbang Mengingat BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, a. bahwa Kebijakan Pokok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan Umum Pengertian Persepsi Masyarakat. yang sempurna yang diberi akal, maka dengan akal manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan Umum Pengertian Persepsi Masyarakat. yang sempurna yang diberi akal, maka dengan akal manusia dapat 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Umum Pengertian Persepsi Masyarakat Manusia adalah mahluk monodualistik yaitu sebagai mahluk individu yang berarti mempunyai kehendak, cita-cita dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan pada penelitian ini. Ada dua rujukan sebagai berikut: 1. Sari Surya, 2011 Yang pertama adalah penelitian yang

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KABUPATEN NATUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah salah satu program yang dicanangkan mulai tahun 1998 oleh pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Imbas dari keadaan

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan

DAFTAR SINGKATAN. Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan DAFTAR SINGKATAN 1. AD : Anggaran Dasar 2. AP : Administrasi Pusat 3. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 5. ADD : Alokasi Dana Desa 6. ART :

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd DAMPAK PNPM MPd 2007 2014 FOKUS PRIORITAS INDIKATOR IMPACT GOAL Pembangunan Infrastruktur Perdesaan ( Pro Job & Pro poor) Terpenuhinya kebutuhan dan hak

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PENGEMBALIAN DANA PINJAMAN KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) DALAM PROGRAM PNPM- MP DI KECAMATAN ARGAMAKMUR SKRIPSI

ANALISIS EFEKTIFITAS PENGEMBALIAN DANA PINJAMAN KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) DALAM PROGRAM PNPM- MP DI KECAMATAN ARGAMAKMUR SKRIPSI ANALISIS EFEKTIFITAS PENGEMBALIAN DANA PINJAMAN KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) DALAM PROGRAM PNPM- MP DI KECAMATAN ARGAMAKMUR SKRIPSI Oleh JULIUS SIREGAR NPM : C1A009037 UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat,

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN A.1. Pelaksanaan PPK 1. Efektifitas Pemberdayaan dalam PPK a) Kesesuaian Pemberdayaan dengan dimensi Konteks Program pemberdayaan yang dilakukan: untuk penetapan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2012 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 PANDUAN PENGAKHIRAN SERTA PENATAAN DAN PENGALIHAN KEPEMILIKAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. merbau pada saat itu disebut Distrik Merbau dengan Ibu Negerinya Teluk BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Merbau Sebelum Indonesia merdeka Kecamatan Merbau berada dalam lingkungan pemerintahaan kerajaan siak yang berdiri sampai dengan tahun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN 30 BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN A. Gambaran Umum Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) 1. Tempat Penelitian a. Letak Geografis

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa Program Pengembangan Kecamatan;

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1.Kesetaraan Gender Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan tujuan hakiki pembangunan perempuan, maka wajar pemberdayaan perempuan menjadi alat utama untuk mengatasi

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERDESAAN

PNPM MANDIRI PERDESAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN Oleh : DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI PNPM MANDIRI PERDESAAN Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTRAIAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PEDESAAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Dalam Ritzer dan Goodman (2010) penekanan yang terjadi pada teori struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut mencakup

Lebih terperinci

ASESMEN MANDIRI. SKEMA SERTIFIKASI : Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( FPM ) FORM APL-02

ASESMEN MANDIRI. SKEMA SERTIFIKASI : Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( FPM ) FORM APL-02 No. Urut 05 ASESMEN MANDIRI SKEMA SERTIFIKASI : Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( FPM ) FORM APL-02 Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat 2013 Nomor Registrasi Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembuatan kebijakan merupakan semua tahap dalam siklus hidup

BAB II LANDASAN TEORI. Pembuatan kebijakan merupakan semua tahap dalam siklus hidup BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebijakan Pemerintah Pembuatan kebijakan merupakan semua tahap dalam siklus hidup kebijakan.siklus hidup atau tahap-tahap dari suatu kebijakan pada dasarnya yaitu dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wirawan, dalam bukunya yang berjudul Evaluasi, Teori, Model, Standar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wirawan, dalam bukunya yang berjudul Evaluasi, Teori, Model, Standar, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Evaluasi Kegiatan 1. Pengertian Evaluasi Wirawan, dalam bukunya yang berjudul Evaluasi, Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi mendefinisikan evaluasi sebagai riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci