KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (Studi Kasus di PT CONDONG GARUT) SKRIPSI PRAMITA UMI HAPSARI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (Studi Kasus di PT CONDONG GARUT) SKRIPSI PRAMITA UMI HAPSARI F"

Transkripsi

1 KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (Studi Kasus di PT CONDONG GARUT) SKRIPSI PRAMITA UMI HAPSARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 STUDY ON CLEANER PRODUCTION IMPLEMENTATION IN RUBBER PROCESSING INDUSTRY A CASE STUDY IN PT CONDONG GARUT Pramita Umi Hapsari dan Anas Miftah Fauzi Departemen of Agroindustry, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone/ fax: , ABSTRACT Rubber processing industry uses the resources of large amounts of water. This causes the rubber industry has to deal with various types of wastes in the form of liquid and solid wastes and the generation of waste gas of pungent odor. Environmental problems, as a result of these activities can be minimized by applying cleaner production. Cleaner production aims to increase the efficient use of raw materials, minimize waste and the risk of direct contamination at the source. The cleaner production alternatives which are potential to be applied are good housekeeping, collects rubber particles in rubber trap, use of coagulant antibacteria, and giving incentive for industry that apply cleaner production. The total investment of these option is Rp ,- with payback period (PBP) of 0,28 bulan. The use Liqiud Smoke may reduce the RSS processing cost around 17,6%, and avoid carbon dioxide pollution. The results of AHP suggests that the environment is the most important factor in the implementation of cleaner production and the most important actor is the industry. Strategy to implement good housekeeping is the most important strategies that are generated from the AHP. This result indicates the similarity of field data analysis and expert survey that good housekeeping is the most important proper strategy for implementing cleaner production at PT Condong Garut. Keyword : cleaner production, rubber industry, AHP ii

3 Pramita Umi Hapsari. F Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih Di Industri Pengolahan Karet (Studi Kasus di PT Condong Garut). Di bawah Bimbingan Anas Miftah Fauzi RINGKASAN Pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah pembangunan, melainkan bencana yang tertunda. Industri pengolahan karet alam termasuk salah satu sektor agroindustri potensial bagi Indonesia, mengingat peranannya yang cukup penting sebagai penghasil devisi subsektor perkebunan. Banyak manfaat dari penggunaan karet, salah satunya adalah untuk bahan baku pembuatan ban. Industri pengolahan karet menggunakan sumber daya berupa air dalam jumlah besar, hal ini menyebabkan industri karet harus menangani berbagai jenis limbah dalam bentuk limbah cair dan padat serta timbulnya limbah gas berupa bau busuk menyengat. Permasalahan lingkungan sebagai dampak dari kegiatan ini dapat ditangani dengan menerapkan produksi bersih. Produksi bersih bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan meminimalisir limbah pencemaran dan resiko langsung pada sumbernya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peluang implementasi penerapan produksi bersih di industri pengolahan karet dilihat dari berbagai aspek seperti aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi serta mendapatkan alternatif strategi. Metodologi yang digunakan adalah mengidentifikasi proses produksi, mengidentifikasi munculnya limbah dan menganalisis penerapan produksi bersih. Ribbed Smoked Sheet (RSS) merupakan lembaran karet yang diolah dengan cara khusus dan dikeringkan dengan cara pengasapan. Proses pengolahan RSS di PT Condong Garut meliputi penerimaan di pabrik, pengenceran lateks, pengumpalan, penggilingan, dan pengasapan. Sedangkan Estate brown crepe merupakan jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potonganpotongan sisa dari RSS atau slab basah. Proses pengolahan estate brown crepe meliputi penerimaan bahan baku, pencucian, sortasi bahan baku, pencacahan. pembentukan, finishing, dan pengeringan. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, limbah padat berupa lump busa, lump basah dan kotoran serta bau busuk menyengat. Alternatif penerapan produksi bersih yang dikaji baik melalui lapangan dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi maupun secara kualitatif dari pendapat pakar, menghasilkan suatu strategi utama yang baik untuk diterapkan di PT Condong Garut. Strategi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan yang dapat diterapkan di PT Condong Garut terdiri dari penerapan good housekeeping dengan cara pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung bokar. mengumpulkan partikel yang terapung dalam rubber trap, penggunaan bahan penggumpal yang anti bakteri serta pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Apabila strategi tersebut dillaksanakan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp ,- dengan pay back period selama 0,28 bulan dan penggunaan koagulan anti bakteria akan menghemat biaya produksi RSS sebanyak 17,6% dibandingkan dengan menggunkana asam format dan dapat mengurangi polusi CO 2. Hasil analisis AHP memperlihatkan bahwa lingkungan merupakan faktor terpenting dalam penerapan produksi bersih di pengolahan karet, diikuti oleh teknis dan ekonomi. Sementara aktor yang yang terpenting dalam pelaksanaan strategi produksi bersih adalah pelaku industri karena pelaku industri sebagai pelaksana komitmen, kepemilikan modal, dan yang mengaplikasikan strategi yang ditawarkan. Secara keseluruhan analisis AHP menghasilkan strategi good housekeeping sebagai pilihan terbaik untuk penerapan produksi bersih, selanjutnya diikuti oleh pemanfaatan partikel karet pada kolam rubber trap, penggantian bahan koagulan anti bakteria, dan pemberian insentif bagi iii

4 pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Hasil dari kajian di lapangan sesuai dengan analisis kualitatif dengan AHP yang berdasarkan dengan pendapat pakar. iv

5 KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET (STUDI KASUS DI PT CONDONG GARUT) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Pramita Umi Hapsari F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 v

6 Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih Di Industri Pengolahan Karet (Studi Kasus di PT Condong Garut) : Pramita Umi Hapsari : F Menyetujui, Pembimbing Skripsi (Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng) NIP Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP Tanggal lulus : vi

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih di Industri Pengolahan Karet (Studi Kasus di PT Condong Garut) adalah hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Yang membuat pernyataan Pramita Umi Hapsari F vii

8 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, Fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya viii

9 RIWAYAT HIDUP Pramita Umi Hapsari, dilahirkan di Semarang pada tanggal 5 Mei 1990 dari pasangan Suyono Haryanto dan Prasetiati Putri Utami. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Bhakti Pratiwi Semarang, kemudian dilanjutkan di SD Negeri Manyaran 02 Semarang, SMP Negeri 1 Semarang dan SMA Negeri 5 Semarang. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui SNMPTN. Pada semester VI penulis melakukan praktek lapangan di PT Indesso Aroma dengan judul Mempelajari Penerapan Produksi Bersih pada Proses Black Tea Extract di PT Indesso Aroma Cileungsi, Bogor. Selama perkuliahan, penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Pertanian departemen Sosial dan Lingkungan serta menjadi anggota di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN). ix

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan kasihnya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, kerabatnya serta pengikutnya hingga akhir Zaman. Penelitian dengan judul Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih di Industri Pengolahan Karet (Studi Kasus di PT Condong Garut) dilaksanakan di PT Condong Garut. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis ingin berterima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing akademik di Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Kedua orang tua (Suyono Haryanto dan Prasetyati Putri Utami) serta saudara-saudaraku tercinta ( mas Andreas Ari Afriansyah, mas Bismark Noor Kudus, mbak Leny Dwi Hapsari, mbak Wuri Indah, dan dek Catur Noor Febriansyah) atas segala doa dan motivasi yang telah diberikan selama proses penelitian dan penulisan skripsi. 3. Sahabat serta teman-teman TIN 45 atas bantuan, dukungan serta semangat yang diberikan selama proses penelitian dan penulisan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak serta turut mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri pertanian. Bogor, Juli 2012 Pramita Umi Hapsari F x

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Tanaman Karet dan Lateks... 3 B. Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe... 5 C. Bau Busuk Bahan Olahan Karet... 5 D. Limbah Industri Karet... 6 E. Produksi Bersih... 7 II.METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data IV.PROFIL INDUSTRI A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan B. Proses Produksi V.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe B. Neraca Massa C. Penanganan Limbah yang diterapkan D. Penerapan Produksi Bersih yang Sudah diterapkan E. Strategi Produksi Bersih yang dapat Diterapkan F. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian Lapangan G. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif H. Implementasi Produksi Bersih VI.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.Pohon Industri Karet... 4 Gambar 2.Teknik Teknik Produksi Bersih... 8 Gambar 3. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP) Gambar 4.Diagram Alir Tahapan Penelitian Gambar 5. Neraca Massa Proses Penerimaan Lateks Gambar 6. Neraca Massa Proses Pengenceran Lateks Gambar 7. Neraca Massa Proses Pembekuan Lateks Gambar 8. Neraca Massa Proses Penggilingan Sheet Gambar 9. Neraca Massa Proses Pengasapan Sheet Gambar 10. Neraca Massa Proses Pencucian Dan Sortasi Bokar Gambar 11. Neraca Massa Proses Pencacahan Bokar Gambar 12.Neraca Massa Proses Pembentukan Crepe Gambar 13.Neraca Massa Proses Finishing Gambar 14.Neraca Massa Proses Pengeringan Gambar 15.Struktur Hirarki dengan AHP Penerapan Produksi Bersih pada Pengolahan Karet Gambar 16.Hasil Perhitungan Bobot Faktor dan Aktor dengan AHP Gambar 17.Hasil Perhitungan bobot Alternatif Strategi Produksi Bersih dengan AHP xii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan Bahan - Bahan dalam Lateks Segar... 3 Tabel 2. Sistem Kesetimbangan Massa Proses Produksi Karet Tabel 3. Karakteristik Limbah Hasil Pengolahan IPAL Tabel 4. Perbedaan Mutu Sheet yang Dihasilkan Antara Asam Format dan Asap Cair Tabel 5. Perbandingan Biaya Penggunaan Koagulan Asap Cair dan Asam Format pada Pengolahan RSS untuk Produksi Empat Ton Karet Kering Tabel 6. Pembobotan Opsi Penerapan Produksi Bersih xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Alur Pembuatan RSS Lampiran 2.Alur Pembuatan Estate Brown Crepe Lampiran 3. Dokumentasi di Lapangan Lampiran 4. Kuesioner AHP xiv

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah pembangunan, melainkan bencana yang tertunda. Untuk itu industri yang ada di Indonesia, termasuk industri pengolahan karet haruslah menjalankan industrinya dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan. Industri pengolahan karet alam termasuk salah satu sektor agroindustri potensial bagi Indonesia, mengingat peranannya yang cukup penting sebagai penghasil devisa subsektor perkebunan. Data International Rubber Study Group (IRSG) menyebutkan, pada tahun 2011 konsumsi karet alam dunia sebesar 11,164 juta ton. Ekspor karet dan barang dari karet Indonesia selama Januari - Maret 2011 mencapai ton. Jumlah tersebut naik 17,2% dibanding periode sama tahun 2010 yang sebesar ton (BPS,2011). Meningkatnya produksi karet alam Indonesia tidak terlepas dari meningkatnya permintaan akan karet alam untuk digunakan sebagai bahan baku pada industri otomotif. Selain itu meningkatnya produksi karet alam Indonesia juga tidak terlepas dari peran perusahaan yang membudidayakan karet dan menghasilkan karet alam olahan. Industri pengolahan karet alam yang diperankan oleh Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) yang biasa dikenal dengan PT. Perkebunan Nusantara, serta Perkebunan Besar Swasta (PBS) membudidayakan tumbuhan karet dan memproduksi berbagai jenis produk karet alam, antara lain Ribbed Smoked Sheet (RSS), lateks pekat, block rubber, tyre rubber, reclaimed rubber, dan crumb rubber atau sering disebut Standard Indonesia Rubber (SIR). Industri pengolahan karet berpotensi menimbulkan pencemaran, karena selama proses produksinya industri karet menghasilkan limbah padat, cair dan gas. Limbah cair merupakan limbah yang terbanyak terbentuk dari ketiga jenis limbah tersebut. Limbah cair industri karet banyak mengandung padatan tersuspensi, terlarut maupun terendap. Peningkatan kadar bahan organik yang diakibatkan limbah industri karet akan mengganggu ekosistem lingkungan yang menerima air buangan, karena oksigen banyak digunakan oleh bakteri pengurai untuk menghancurkan bahan organik tersebut. Kekurangan oksigen, matinya mahluk hidup dan terdapatnya bahan organik di dalam air buangan, mengakibatkan timbulnya berbagai jasad renik yang berpotensi menimbulkan penyakit. Industri pengolahan karet telah melakukan usaha end of pipe untuk mengurangi pencemaran yang ditimbulkan dari proses pengolahannya. Penanganan limbah dengan end of pipe treatment pada industri pengolahan karet dirasa kurang tepat, hal ini disebabkan karena penanganan dengan cara tersebut hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk kebentuk lainnya. Industri pengolahan karet seharusnya mengambil langkah untuk mencegah terbentuknya limbah, bukan lagi hanya mengatasi limbah yang sudah terbentuk. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan strategi produksi bersih. Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah yang bersifat preventif dan terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan. Pendekatan penanganan limbah ini dilakukan melalui penanganan siklus produksi dari penyediaan bahan baku sampai produk, dengan cara reduce, recycle, reuse dan recovery. Dari pendekatan ini akan diperoleh limbah dalam jumlah yang sedikit sehingga akan mengurangi dampak negatif bagi lingkungan. Selain memberikan manfaat bagi lingkungan, 1

16 produksi bersih ini juga dapat menghemat pengeluaran perusahaan karena adanya efisiensi produksi dan pengelolaan limbah. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis peluang implementasi produksi bersih dilihat dari aspek ekonomi, teknik, dan lingkungan serta menentukan alternatif strategi untuk penerapan produksi bersih di industri pengolahan karet. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea Spesies : Hevea brasiliensis Tanaman yang merupakan tanaman daerah tropis ini, cocok ditanam pada zone antara 15 o LS sampai 15 o LU. Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari mm, dan paling optimal antara mm/tahun yang terbagi dalam hari hujan. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter diatas permukaan laut (Setyamidjaja, 2011). Getah dari tanaman karet atau sering disebut sebagai lateks, berpotensi menghasilkan berbagai macam produk, seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Menurut Suwardin (1989), lateks merupakan suatu dispersi partikel karet hidrokarbon dalam fase cair yang disebut sebagai serum. Kandungan karet dalam lateks bervariasi, tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan, musim, dan sistem eksploitasi yang dilakukan. Secara umum komposisi lateks disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar No Komponen Presentasi (%) Kandungan karet Resin Protein Abu Zat gula Air 35,62 1,65 2,03 0,70 0,34 59,62 Sumber : Setyamidjaja (1993) 3

18 Gambar 1. Pohon industri karet (BPTK,2001) Menurut Goutara (1985) umumnya kadar karet di dalam lateks berkisar % dan bentuknya berupa butir yang sangat halus. Masing-masing butir karet diselubungi oleh protein dan lipid serta tersebar dalam serum. Butir-butir karet tersebut bermuatan negatif sehingga saling tolak menolak dan tidak menggumpal. Muatan listrik negatif pada butir karet tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu basa seperti amoniak. Tetapi apabila lateks ditambahkan suatu asam akan mengurangi muatan listrik negatif yang akan menyebabkan lateks menggumpal. Penggumpalan lateks sangat dipengaruhi oleh kandungan protein di dalam lateks. Protein di dalam lateks dapat menstabilkan larutan koloid lateks, karena muatan listrik dalam partikel dapat dipertahankan. Apabila protein dihilangkan maka keseimbangan muatan akan terganggu sehingga partikel karet dalam lateks akan menggumpal. Untuk mencegah penggumpalan sebelum lateks tersebut diolah di pabrik maka pada lateks perlu ditambahkan anti koagulan. Anti koagulan yang banyak digunakan pada industri karet antara lain berupa amoniak, soda, formaldehida, natrium sulfat, boraks dan asam borat. Jumlah anti koagulan yang digunakan tergantung dari 4

19 keadaan lateks. Pada umumnya harus dimulai dengan jumlah serendah mungkin dan bila ternyata belum mencukupi, maka jumlahnya diperbesar. B. Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Karet sheet asap atau yang lebih dikenal Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah lembaran karet yang diolah dengan cara khusus dan dikeringkan dengan cara pengasapan. Mutu karet RSS yang baik adalah yang mempunyai sifat: kering, bersih, terlihat kuat, pengasapan merata sehingga warnanya rata, bebas dari cacat dan bahan-bahan lainnya (Suseno dan Suwari, 1989). Dalam rangkaian pengolahan RSS, pengumpalan lateks, pengasapan dan pengeringan sheet merupakan tahapan penting yang menentukan kualitas RSS. Pada umumnya perkebunan besar pengolahan karet alam menggunakan asam format sebagai bahan koagulan lateks. Asam format (HCOOH) dengan nama sistematis asam metanoat adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam karboksilat merupakan jenis asam lemah, sebab hanya sebagian kecil yang terionisasi apabila dilarutkan ke dalam air (Fessenden, 1986). Di alam, asam format ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak serangga dari ordo hymenoptera, misalnya semut dan lebah. Penggunaan asam format didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan ph lateks. Pengasapan dan pengeringan sheet sampai saat ini masih dilakukan secara konvensional, yaitu langsung dari pembakaran kayu. Perlakuan ini mempunyai kelemahan dalam pengendalian faktor faktor yang berpengaruh terhadap proses pengasapan dan pengeringan seperti; konsentrasi konstituen asap, waktu yang optimal dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan tetap selama pengasapan berlangsung. Disamping itu penggunaan kayu tidak praktis karena harus selalu dijaga agar terus menghasilkan asap dan panas sesuai kebutuhan, proses pengolahan yang memerlukan waktu yang lama, dan kemungkinan terjadi kebakaran, serta isu penting lingkungan saat ini yakni timbulnya pencemaran CO 2 ke udara. Setiap batang kayu karet memiliki kandungan karbon sebanyak 70 kg/pohon dan jika dibakar akan menghasilkan asap dengan konsentrasi CO 2 sebesar 46% b/b (Silvakumaran,et al 2000). Kyoto Protocol tahun 1997 menjelaskan bahwa negara negara industri mempunyai kewajiban untuk megurangi emisi CO 2 di udara oleh mereka atau memberikan proyek kepada negara lain yang dapat mengurangi CO 2 atau dengan membeli sertifikasi pengurangan CO 2 dari negara lain. Estate Brown crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah. Proses pertama adalah penerimaan bahan baku di ruang produksi. Bahan baku brown crepe berasal dari lump mangkok dari perkebunan, lump busa, scrap pohon, dan serpihan sisa pengolahan RSS. C. Bau Busuk Bahan Olahan Karet Selain memberikan dampak positif bagi perkembangan perekonomian Indonesia, di lain pihak industri karet juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat selama proses kegiatan produksinya, salah satunya adalah emisi gas penyebab bau tak sedap (polusi bau). Sumber emisi gas yang menimbulkan bau tak sedap berasal dari beberapa kegiatan pengolahan, salah satunya adalah kegiatan penyimpanan bahan olahan karet yang berupa lump. Lump yang dikumpulkan dan disimpan dalam gudang penyimpanan akan mengalami penumpukan jika tidak dapat diolah pada hari yang sama. Perkebunan besar biasa menyimpan lump karena kapasitas produksi yang terbatas atau digunakan sebagai penyangga bahan baku produksi berikutnya. Selama proses penyimpanan, lump mengalami reaksi aerob dan anaerob akibat aktivitas bakteri yang menguraikan bahan organik serta menghasilkan gas-gas yang berbau busuk dan sangat 5

20 menyengat terutama amoniak, hidrogen sulfida serta senyawa organik lainnya yang mudah menguap (Purwati, 2005). Amoniak adalah senyawa dari nitrogen dan hidrogen dengan formula NH 3 hasil transformasi N-organik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu 1993). Pada suhu dan tekanan standar amoniak berbentuk agas. Amoniak memiliki bau yang tajam, bersifat toksik dan korosif untuk beberapa bahan. Amoniak tidak berwarna dan berbau menyengat. Amoniak dapat mencair pada suhu -33,7 0 C dan menjadi padat pada suhu C berupa masa kristal putih. Gas amoniak sangat berbahaya bagi manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta dapat menurunkan mutu akhir produk yang dihasilkan. Hidrogen sulfida (H 2 S) adalah gas tidak berwarna, toksik, mudah terbakar dan menyebabkan bau busuk. H 2 S dihasilkan ketika bakteri menguraikan bahan protein pada kondisi anaerob. H 2 S mempunyai bau seperti telur busuk dan kadang lebih toksik dibandingkan karbon dioksida (Lens dan Pol, 2000). Pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan diantaranya sakit kepala, mual, dan muntah, pingsan serta pada konsentrasi lebih dari seribu ppm, akan menyebabkan kehilangan kesadaran sampai kematian. D. Limbah Industri Pengolahan Karet Di proses pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga dihasilkan produk lain berupa limbah. Limbah cair merupakan limbah terbesar yang dihasilkan pada industri pengolahan karet. Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat yang digunakan, serta mendinginkan mesin-mesin. Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid, karotenoid, dan garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama pengolahan. Karakteristik limbah cair pabrik karet tersebut yaitu berwarna keruh dan berbau tidak enak. Adanya bahan-bahan organik tersebut menyebabkan nilai BOD dan COD menjadi tinggi. Limbah dengan karakteristik tersebut dapat mencemari lingkungan, baik pencemaran udara maupun pencemaran air (Yulianti et al, 2005). Selain itu, limbah yang dihasilkan pada industri pengolahan karet antara lain serum dari hasil pemggumpalan lateks yang relatif bebas dari butir-butir karet dan limbah berupa lateks yang sangat encer dan biasanya merupakan hasil pencucian tangki pengangkut dan penampung lateks di tempat pengolahan (Nazaruddin dan Paimin,1992). Menurut Sudibyo (1996), mengingat keterbatasan sumber air, baik air permukaan (sungai) maupun air tanah (sumur arteris), maka industri karet sudah saatnya untuk melakukan penghematan penggunaan air dengan cara melakukan kalkulasi menyeluruh kebutuhan air untuk setiap tahapan proses, dan mempertimbangkan kemungkinan penggabungan proses atau menghilangkan proses pencucian yang kurang perlu, serta memanfaatkan air buangan proses (daur ulang air proses) dengan tanpa mengurangi mutu produk yang dihasilkan. Selain keterbatasan sumber air, langkah penghematan air tersebut juga akan mengurangi debit air limbah yang dihasilkan, sehingga secara langsung akan mengurangi beban pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari proses pengolahan. 6

21 E. Produksi Bersih Pada tahun 1989/1990 UNEP (United Nations Environment Program) memperkenalkan konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai : "Suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan." Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada pembuangan limbah dan upaya pengolahannya. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Menurut BAPEDAL (1996) dalam Indrasti dan Fauzi (2009) kendala yang muncul dalam penerapan end of pipe treatment diantaranya adalah : a. Sifat pendekatan adalah reaktif, artinya bereaksi setelah limbah terbentuk. b. Limbah tetap terbentuk sehingga memberi peluang pengembangan teknologi pengolahan limbah, tetapi upaya mengurangi limbah pada sumbernya cenderung tidak dilakukan. c. Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena sering kali kegiatan pengelolaan limbah ini hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain. d. Upaya ini meningkatkan biaya produksi, tetapi tidak setinggi upaya perbaikan kerusakan dan pencemaran. e. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan. Produksi bersih bertujuan mengefisienkan penggunaan sumber daya (bahan baku, energi, dan air) dan mengurangi limbah industri. Teknologi produksi bersih merupakan gabungan antara teknik pengurangan limbah pada sumber pencemar dan teknik daur ulang. Dalam produksi bersih, limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi merupakan indikator ketidakefisienan proses produksi. Oleh karena itu, apabila dilakukan optimasi proses, limbah yang dihasilkan juga akan berkurang (Indrasti dan Fauzi, 2009). Produksi bersih diterapkan antara lain pada : a. Proses produksi meliputi penghematan bahan baku dan energi, penggantian bahan baku yang bersifat racun, dan mengurangi jumlah dan kandungan bahan berbahaya pada limbah dan emisi yang dihasilkan b. Desain dan pengembangan produk meliputi pengurangan dampak negatif yang meliputi siklus hidup dari suatu produk dari bahan baku hingga pembuangan akhir, dan c. Industri jasa meliputi penerapan pertimbangan aspek lingkungan dalam desain dan pengadaan layanan atau jasa (Indrasti dan Fauzi, 2009). Beberapa upaya dan teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan produksi bersih disajikan pada Gambar 2. Menurut Indrasti dan Fauzi (2009), secara garis besar, pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokan menjadi lima bagian, yaitu: a. Good house-keeping Mencakup tindakan prosedural, administratif maupun instutusional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. 7

22 b. Perubahan material input Bertujuan mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang digunakan dalam proses produksi. Perubahan material ini juga termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan. c. Perubahan teknologis Mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi. Selain perubahan peralatan, perubahan teknologi ini juga dapat mencakup perubahan tata letak pabrik, penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses. d. Perubahan produk Meliputi substitusi produk, konservasi produk, dan perubahan komposisi produk. e. On-site reuse Merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah, baik digunakan kembali pada proses awal maupun sebagai material input dalam proses yang lain. TEKNIK PRODUKSI BERSIH Pengurangan Sumber Pencemar Daur Ulang Pengubahan Produk Penggantian produk Pengubahan Komposisi Produk Pengendalian Sumber Pencemar Pengambilan Kembali Diproses untuk: Mendapatkan kembali bahan asal Memperoleh produk samping Penggunaan Kembali Pengembalian ke proses asal Penggantian bahan baku untuk proses lain Pengubahan Material Input Pemurnian material Penggantian material Pengubahan Teknologi Pengubahan Proses Pengubahan tata letak, peralatan atau perpipaan Pengubahan tatanan dan ketentuan operasi Otomatisasi peralatan Tata Cara Operasi Tindakan-tindakan prosedural Pencegahan kehilangan Pemisahan aliran limbah Peningkatan penanganan Penjadwaln produksi Gambar 2. Teknik - Teknik Produksi Bersih Sumber : USAID (1997) 8

23 Penerapan produksi bersih di suatu industri dapat dikatakan pula sebagai upaya minimisasi limbah. Menurut UNEP dan ISWA (2002) dalam Indrasti dan Fauzi (2009), ada tiga tahapan utama dalam penerapan minimisasi limbah pada industri, yaitu: 1. Perencanaan dan struktur organisasi Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah membentuk kesepakatan manajemen, membuat program perencanaan, menentukan tujuan dan prioritas serta membentuk tim audit. 2. Mengidentifikasi limbah Tahapan untuk mengidentifikasi limbah adalah mengidentifikasi proses produksi, menetapkan input proses, menetapkan output proses, membuat neraca massa, mengidentifikasi peluang, dan membuat studi kelayakan. 3. Penerapan, pengawasan dan pengontrolan Hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya adalah menyiapkan rencana pelaksanaan, mengidentifikasi sumber, melaksanakan pengukuran, dan mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan. 9

24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan, dimulai pada bulan April Penelitian dilakukan di industri pengolahan karet PT Condong Garut, Jawa Barat. B. Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan ini merupakan kegiatan menentukan lokasi penelitian, menetapkan tujuan awal dan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan. Pencarian dan pembelajaran jurnal, buku, atau laporan yang berkaitan dengan tema dan aspek-aspek penelitian. 2. Pengumpulan Data Data primer diperoleh dari sumber data dengan menggunakan metode survei, dengan melakukan wawancara secara langsung dan tidak langsung. Metode kedua adalah dengan melakukan observasi, pengambilan data dengan melakukan pengukuran, pengamatan proses produksi dan penggunaan bahan, air, energi secara langsung di lapangan. Metode ketiga adalah metode penyebaran kuisioner kepada pihak-pihak yang bersangkutan seperti manager dan pekerja. Data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, dan data di industri pengolahan karet. Data juga diperoleh dari lembaga-lembaga yang berhubungan dengan industri pengolahan karet seperti pusat penelitian dan pengembangan karet. 3. Identifikasi Proses Produksi dan Analisis Munculnya Limbah Pada tahapan identifikasi proses produksi dilakukan kegiatan menetapkan input produksi, teknologi proses produksi, menetapkan output produksi dan menghitung neraca massa pada setiap stasiun proses. Dari setiap proses produksi tersebut kemudian dilakukan analisis terbentuknya limbah dan menentukan karakteristik secara kuantitas limbah yang dihasilkan setiap proses. 4. Analisis Penerapan Produksi Bersih secara Teknik, Ekonomi dan Lingkungan Analisis teknik menjelaskan mengenai kemudahan dalam segi teknik alternatif yang dipilih. Analisis ekonomi memperkirakan biaya dan kemungkinan penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan pilihan produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri pengolahan karet di Garut. Analisis lingkungan merujuk kepada dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan jika mengambil alternatif yang dipilih. 5. Analisis Penerapan produksi bersih secara kualitatif Analisis penerapan produksi bersih secara kualitatif menggunakan metoda Analytical Hierarchi Process (AHP), untuk mendapatkan prioritas penerapan alternatif produksi bersih pada pengolahan karet. Menurut Marimin (2005), Analytical Hierarchi Process (AHP) adalah metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah yang disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif. Prinsip kerja AHP adalah 10

25 penyederhanaan suatu kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menatanya dalam suatu hirarki. Tingkat kepentingan setiap elemen diberi nilai numerik secara subjektf tentang arti penting elemen tersebut secara relatif dibandingkan dengan elemen yang lain. Sintesa kemudian dilakukan untuk menetapkan elemen yang memiliki prioritas tinggi dan mempengaruhi hasil pada sistem. Software yang digunakan untuk mengolah data nilai tingkat kepentingan dengan metode AHP adalah Expert Choice Gambar 3 menunjukkan bagan struktur hirarki dari AHP yang akan digunakan. Setiap elemen dalam struktur hirarki yang terdiri atas faktor, aktor, dan strategi ditentukan secara mandiri. Responden untuk penelitian ini terdiri dair karyawan industri karet yang mengerti akan proses produksi, pegawai dari Kementerian Lingkungan Hidup, dan Peneliti dari Pusat Penelitian Karet Bogor. Alur penelitian, dapat dilihat pada Gambar 4. TUJUAN Ekonomi Lingkungan Ekonomi Pelaku industri Litbang Lembaga pemerintah Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Gambar 3. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP) Mulai Persiapan Identifikasi Proses Produksi dan Analisis Munculnya Limbah Analisis Penerapan Produksi Bersih secara Teknik, Ekonomi, dan Lingkungan Analisis Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif Selesai Gambar 4. Diagram Alir Tahapan Penelitian 11

26 IV. PROFIL INDUSTRI A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Pada awalnya perkebunan Condong Garut merupakan perkebunan swasta Inggris yang berkedudukan di London, sedangkan kepengurusannya dilaksanakan oleh NV J.A. WATTIE & CO. Ltd yang berkedudukan di Jakarta, perkebunan ini dibuka sejak tahun 1900 namun secara resmi akte pendiriannya baru pada tahun 1910 dengan tanaman karet sebagai tanaman pokok pada saat itu. Sejak tahun 1963 sampai dengan sekarang, perkebunan Condong Garut telah beberapa kali berganti nama serta pemilik. Mulai perkebunan Condong P.P. Dwikora V sampai kini di bawah pemilik PT. Rejosari Bumi dan Hutomo Mandala Putra di bawah pimpinan Bapak H. Herry Sunardi. Komoditas Karet ditanam di atas lahan seluas Ha dan areal lahan pembibitan seluas 9.67 Ha. Pabrik pengolahan dibangun pada tahun 1987 dengan luas pabrik 0.85 Ha, dapat menghasilkan karet kering sebanyak 4-5 ton per hari. Produk yang dihasilkan adalah RSS dan estate brown crepe. Kualitas karet terdiri dari RSS I, RSS II, dan Cutting serta estate brown crepe I, II, III, dan cutting B. Proses Produksi a. Ribbed Smoked Sheet (RSS) Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah salah satu produk yang paling baik dari suatu pabrik pengolahan getah karet atau lateks. Produk ini merupakan lembaran karet tipis, berwarna kuning kecoklatan dan agak transparan serta mempunyai kelenturan yang sangat baik. Proses pengolahan RSS di PT Condong Garut dimulai dengan penerimaan lateks di pabrik. Lateks dari tangki pengangkut dimasukkan ke dalam bak penampung, terlebih dahulu diambil contohnya untuk pembuatan monster atau contoh. Lateks yang telah diterima kemudian dialirkan dari tangki pengangkut ke bak penampungan dan dilakukan penyaringan. Penyaringan lateks ini dilakukan untuk memisahkan lateks dari kotoran-kotoran yang ikut bersama lateks serta memisahkan lateks dari lump busa. Penyaringan dilakukan di atas bak penampung dengan menggunakan saringan kasar (60 mesh). Proses selanjutnya adalah pengenceran yang merupakan perlakuan mengubah kadar karet kering (KKK) kebun menjadi KKK baku yang dikehendaki. Dengan adanya pengenceran ini maka akan diperoleh koagulum yang mempunyai kekuatan yang sama, sehingga penggilingan berjalan lancar. Air yang digunakan pada proses pengenceran ini tergantung kepada kepekatan lateks awal dan kepekatan yang diminta untuk proses pengolahan selanjutnya. Proses selanjutnya pembekuan yang bertujuan untuk mempersatukan butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, sehingga menjadi satu gumpalan atau koagulum. Tingkat kekerasan koagulum tergantung pada KKK, lama pembuatan, dan jumlah asam yang ditambahkan. Semakin tinggi KKK dalam lateks akan semakin keras pula gumpalannya. Semakin lama proses pembekuan berlangsung dan semakin banyak asam yang ditambahkan, akan semakin keras pula koagulum yang dihasilkan Sebelum penambahan asam format, dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan halus 40 mesh, busa yang berada di permukaan lateks dibuang. Pembuangan dengan menggunakan plat aluminium yang dibengkokkan. Sesudah asam format ditambahkan ke dalam lateks kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk. Hasil pengadukan ini 12

27 menimbulkan busa sehingga busa dibuang kembali untuk kedua kalinya. Setelah busa dibuang semua, kemudian dipasang sekat. Sebelum sekat-sekat itu dipasang, sekat dibasahi terlebih dahulu dengan air agar tidak ada udara yang terjepit dan tidak ada gelembung udara dalam RSS yang dihasilkan. Proses pembekuan ini biasanya berlangsung sekitar 1-2 jam. Proses selanjutnya adalah penggilingan yang bertujuan untuk memisahkan sebagian besar air yang terkandung dalam gumpalan. Dengan cara penggilingan permukaan sheet menjadi lebih lebar, sehingga akan mempercepat pengeringan. Dengan adanya alur pada sheet juga akan berpengaruh pada pengemasan, karena sheet tidak mudah melekat antara sheet satu dengan lainnya. Di atas gilingan-gilingan tersebut dilengkapi dengan saluran air bersih yang disemprotkan untuk pencucian lembaran karet selama penggilingan. Lembaran karet setelah digiling, dicuci dalam bak berisi air bersih sehingga lembaran bersih dari serum dan tidak melekat satu sama lainnya, serta untuk menghindarkan penampakan yang menghitam pada karet keringnya dan menghambat pertumbuhan jamur. Pencucian juga dapat menyebabkan warna karet menjadi muda dan jernih. Lembaran karet setelah dicuci digantung untuk membiarkan air menetes paling lama satu jam. Penetesan tidak boleh terlalu lama, sebab dapat mengakibatkan kesalahan-kesalahn seperti timbulnya noda merah pada sheet kering. Penetesan dilakukan pada tempat yang berangin dan teduh. Proses selanjutnya adalah pengasapan dan pengeringan bertujuan agar bahan bahan yang ada di dalam asap yang mempunyai sifat pengawet diserap oleh permukaan karet yang masih basah. Selain sebagai pengawet, asap juga berfungsi sebagai pengering. Mutu sheet yang baik dapat diperoleh dengan cara mengatur jumlah asap, suhu dan sirkulasi udara yang diperlukan dengan baik dan tepat. b. Estate Brown Crepe Estate Brown crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah. Proses pertama adalah penerimaan bahan baku di ruang produksi. Bahan baku brown crepe berasal dari lump mangkok dari perkebunan, lump busa, scrap pohon, dan serpihan sisa pengolahan RSS. Bahan baku tersebut ditimbang terlebih dahulu kemudian bahan baku dimasukkan ke dalam bak yang sebelumnya sudah diisi air untuk dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan berbagai macam kotoran pada bahan baku. Dalam waktu bersamaan, dilakukan juga proses sortasi bahan baku. Proses sortasi bahan baku ini untuk memisahkan bahan baku yang masih dalam kondisi baik dan yang jelek. Bahan baku yang baik biasanya berasal dari lump busa dan sisa pengolahan RSS (slab basah), sedangkan bahan baku yang jelek berasal dari lump mangkok ataupun scraps yang biasanya terkontaminasi oleh daun, ranting ataupun kerikil. Proses selanjutnya adalah proses pencacahan yang bertujuan untuk menghancurkan padatan dan menghancurkan kotoran dan lendir pada bahan baku. Kemudian dilanjutkan proses pembentukan crepe, dimana dibentuk lembaran kasar dengan ketebalan sampai 5 mm. Pada proses pembentukan ini lump cacahan akan dipres dan dibentuk menjadi lembaran setengah jadi (lembaran kasar). Pada proses ini digunakan cairan H 2 SO 4 (Asam Sulfat) untuk membentuk lembaran crepe yang mantap. Kemudian dilanjutkan proses finishing yakni membentuk lembaran dengan penggiling dengan ketebalan 2-5 mm. Setelah semua lembaran crepe selesai terbentuk kemudian ditimbang dan dilakukan proses pengeringan dengan bantuan matahari. Proses pengeringan dilakukan selama

28 hari lamanya. Setelah lembaran crepa kering merata, maka dilakukan sortasi crepe dimana ada tiga mutu yakni brown crepe I, brown crepe II, brown crepe III, dan cutting. 14

29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang sebelumnya dilakukan penyaringan untuk membuang kotorankotoran yang terbawa saat penyadapan. Kemudian lateks yang sudah terkumpul tersebut diukur volumenya dan dimasukkan ke dalam tangki dan dibawa ke pabrik. Setibanya di pabrik, dilakukan pengukuran volume dan selalu terjadi pengurangan volume karena selama di perjalanan terjadi goncangan yang menyebabkan lateks berbusa. Lateks kebun yang memiliki nilai Kadar Karet Kering (KKK) % dilakukan pengenceran. Pengenceran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan nilai KKK hingga mencapai 14% agar warna lateks yang dihasilkan lebih cerah. Pengenceran dengan cara menambahkan air tersebut, bertujuan untuk memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat di dalam lateks, serta dapat melunakkan bekuan lateks sehingga mengurangi tenaga yang diperlukan untuk proses penggilingan. Selama proses pencampuran di tahap ini menghasilkan limbah, limbah terbentuk pada saat penyaringan lateks ke dalam bak pencampuran. Limbah yang dihasilkan berupa lump busa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan estate brown crape. Pada proses pembekuan, lateks yang telah diencerkan, dicampurkan dengan larutan asam format. Banyaknya asam format yang digunakan pada tahap ini, sangat tergantung dari jumlah campuran lateks yang akan dibekukan. Semakin tinggi jumlah lateks yang akan dibekukan semakin tinggi pula larutan asam format yang dibutuhkan untuk membantu mempercepat proses pembekuan. Pada proses ini juga dihasilkan limbah berupa lump busa ketika dilakukan proses pengadukan saat menghomogenkan lateks dan asam format. Proses penggilingan yang bertujuan untuk menipiskan bekuan serta mengeluarkan sisa bahan kimia dan air yang masih terkandung dalam bekuan, dilakukan dengan bantuan dua operator untuk menarik bekuan menuju mesin sheeter. Dalam proses ini memperlihatkan adanya penggunaan air dalam jumlah besar yang bertujuan untuk memudahkan bekuan untuk mengapung, sehingga meringankan tenaga operator dalam menarik bekuan. Air dialirkan melalui talang air menuju bak pembekuan kemudian bekuan diambil dari bak dan dialirkan menuju mesin penggilingan. Proses penggilingan dengan sheeter menghasilkan limbah cair berwarna putih pekat. Air limbah langsung dialirkan menuju kolam IPAL, dimana limbah tersebut terdiri dari air yang digunakan untuk mengapungkan bekuan dan air ataupun bahan kimia yang keluar dari bekuan setelah diberi tekanan oleh sheeter. Sheet tersebut kemudian dimasukkan dalam rumah asap selama 4-6 hari. Dimana suhu dalam rumah asap selalu dikontrol oleh petugas agar proses pengeringan sheet dapat sempurna. Selama di dalam rumah asap sheet akan mengalami penurunan bobot, akibat proses pematangan yang menghilangkan kandungan air yang terkandung dalam sheet. Pada proses produksi estate brown crepe dimulai dari proses pencucian yang dimaksudkan untuk menyingkirkan benda selain bahan baku, misalnya daun, plastik, ranting kayu serta benda dan kotoran lainnya yang terikut dalam tumpukan lump. Pada proses ini lump direndam dalam bak penampungan. Selain itu pada tahap ini lump dikelompokkan, dimana lump yang sudah jelek yang berwarna coklat kehitaman dipisahkan dengan lump yang masih segar yang berwarna putih. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dari air sisa pencucian dan limbah padat. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke saluran IPAL yang berada di samping pabrik. Lump 15

30 yang telah dicuci dan disortasi kemudian dilakukan pencacahan oleh mesin pencacah. Pencacahan ini bertujuan untuk menghancurkan padatan dan menghancurkan kotoran dan lendir yang tidak terambil ketika pencucian di awal. Pada proses ini air harus selalu dialirkan sebagai pendingin dan untuk membersihkan kotoran. Pada proses ini dihasilkan limbah berupa limbah cair dan limbah berupa kotoran. Pada proses pembentukan, lump yang berbentuk bongkahan-bongkahan dibentuk lembaran kasar dengan ketebalan 5 cm dengan menggunakan cairan H 2 SO 4 (asam sulfat) untuk membentuk lembaran crepe yang mantap. Pada proses ini air juga harus terus dialirkan sebagai pendingin agar karet tidak panas dan lengket. Limbah yang dihasilkan adalah limbah cair yang mengandung asam sulfat.. Proses ini membentuk lembaran-lembaran krep yang memiliki ketebalan 5 cm digiling hingga memiliki ketebalan 1-2 cm. Pada proses ini tidak lepas dari penggunaan air untuk menghindari panas yang disebabkan oleh mesin. Oleh karena itu dihasilkan juga limbah cair yang tidak sedikit. Selain limbah cair yang dihasilkan dari mesin, pekerja juga terkadang menyemprotkan air ke lantai untuk mencegah timbulnya bau dan mengeringnya lateks dilantai. Hal ini menyebakan banyak air menggenang di lantai. Crepe yang telah selesai digiling kemudian ditimbang dan dilakukan proses pengeringan. Pengeringan dilakukan secara alami dengan bantuan matahari selama hari. B. Neraca Massa Analisis penerapan produksi bersih bertujuan untuk mengetahui potensi penerapan produksi bersih di PT Condong Garut. Sebelum melakukan analisis, neraca massa harus dihitung dan dikaji terlebih dahulu. Neraca massa dapat membantu untuk mengetahui sumber limbah dan dapat membantu dalam analisis untuk menetukan pilihan produksi bersih yang tepat untuk meminimalkan bahan baku, energi, dan limbah yang terbuang. Perhitungan neraca massa ini dilakukan berdasarkan penelitian dari Samuel Saortua Manullang (2006) dan dari pengamatan di lapangan. a. Ribbed Smoked Sheet 1. Stasiun Penerimaan Lateks Kebun 9000 kg Penerimaan Lateks Bersih 8820 kg Lump Busa (±2% dari lateks kebun) 180 kg Gambar 5. Neraca massa proses penerimaan lateks 16

31 2. Stasiun Pengenceran Lateks Kebun 8820 kg Air 7560 kg Pengenceran Campuran Lateks 16216,4 kg Limbah (±1% dari input) 163,8kg Gambar 6. Neraca massa proses pengenceran lateks 3. Stasiun Pembekuan Campuran Lateks 16216,4 kg Asam Format 32,40 kg Pembekuan Bekuan 16086,31 kg Lump Busa (± 1% dari input) 162,49 kg Gambar 7. Neraca massa proses pembekuan lateks 4. Stasiun Penggilingan Bekuan tebal 16086,31 kg Air 45670,58 kg Sheeter Bekuan tipis 8023,36 kg Air Limbah 53688,53 kg Lump Basah 45 kg Gambar 8. Neraca massa proses penggilingan sheet 5. Stasiun Pengasapan Bekuan tipis 8023,36 kg Ruang Pengasapan RSS 3209,35 kg Uap Air 4814,01 kg Gambar 9. Neraca massa proses pengasapan sheet 17

32 b. Estate Brown Crepe 1. Pencucian dan Sortasi Lump Mangkok,lump busa, scraps dan slab basah 1000 kg Air 850 Kg Pencucian Dan Sortasi Lump bersih 950 kg Limbah cair 850 kg Kotoran 50 kg Gambar 10. Neraca massa proses pencucian dan sortasi bokar 2. Pencacahan Lump bersih 950 kg Air 480 kg Pencacahan Lump cacah 910 kg Limbah cair 520 kg Gambar 11. Neraca massa proses pencacahan bokar 3. Pembentukan Lump cacah 910 kg Air 550 kg H 2 SO 4 3,5 L Pembentukan Crepe tebal 728 kg Limbah cair 732 kg Gambar 12. Neraca massa proses pembentukan crepe 18

33 4. Finishing Crepe tebal 728 kg Air 480 kg Finishing Crepe tipis 532 kg Limbah cair 676 kg Gambar 13. Neraca massa proses finishing 5. Pengeringan Crepe tipis 532 kg Pengeringan Estate Brown Crepe 317 kg Uap air 532 Gambar 14. Neraca massa proses pengeringan Tabel 2. Sistem Kesetimbangan Massa Proses Produksi Karet Proses Input Produk Limbah A. RSS Penerimaan lateks Lateks kebun Lateks bersih Lump busa Sumber Data 2 Pilihan Produksi Bersih Bahan baku EBC Pengenceran Pembekuan Penggilingan Pengeringan Lateks bersih dan air Camp. Lateks dan asam format Bekuan tebal dan Air Bekuan tipis Camp Lateks Bekuan tebal Bekuan tipis RSS Lump busa Lump busa Slabs basah dan air Uap air Bahan baku EBC Bahan baku EBC Bahan baku EBC IPAL B. Estate Brown Crepe Pencucian dan Sortasi Pencacahan Lump, scrap dan slab basah Lump bersih Lump bersih Lump cacah Air dan kotoran Air 2 3 IPAL IPAL Pembentukan Finishing Pengeringan Lump cacah dan asam sulfat Crepe tebal dan asam sulfat Crepe tipis Crepe tebal Crepe tipis Estate brown crepe Air Air Uap Air IPAL IPAL IPAL Keterangan 1. Pengukuran langsung 2. Informasi dari lapangan 3. Studi pustaka 19

34 C. Penanganan Limbah yang Diterapkan Penanganan limbah PT Condong Garut sudah menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Semua limbah cair dari proses produksi akhirnya akan masuk ke IPAL. Limbah cair tersebut diolah sedemikan rupa hingga tidak mencemari sungai ketika dibuang. Proses pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari produksi RSS dan estate brown crape menggunakan sistem pengolahan biologi yang terdiri dari kolam rubber trap, kolam aerasi, kolam pengendapan dan kolam testimoni. Kolam rubber trap digunakan untuk memisahkan padatan dari limbah cair yaitu partikel-partikel karet yang tidak menggumpal pada proses koagulasi. Pengolahan biologi merupakan suatu teknik untuk pengolahan limbah cair yang mengandung senyawa organik dengan memanfaatkan kemampuan purifikasi alamiah oleh mikroba. Sistem proses biologi merupakan cara yang paling luas digunakan untuk mengolah limbah cair yang mengandung senyawa organik dan untuk meningkatkan efektivitas pengolahan limbah (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengolahan biologi yang dilakukan oleh PT Condong Garut dengan menggunakan sistem lumpur aktif. Proses lumpur aktif adalah suatu sistem yang menguraikan senyawa organik dengan menggunakan bakteri atau mikroba pengurai yang bersifat aerob dengan perbandingan keduanya dikontrol agar selalu tetap. Dalam proses penguraian senyawa organik dengan lumpur aktif dibuat bersinggungan dengan waktu yang memadai sambil diberikan pasokan oksigen (udara) sehingga senyawa organik dalam limbah akan terurai. Pada sistem lumpur aktif, berbagai macam bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa hidup dalam kumpulan didalamnya dan membentuk struktur piramida rantai makanan. Sistem lumpur aktif terdiri dari kolam aerasi yaitu tempat lumpur aktif (kumpulan dari mikroba dan bakteri aerob) dan limbah cair bercampur sambil diberi udara (oksigen). Di kolam ini senyawa organik (BOD, COD) diuraikan oleh mikroba aerob. Setelah penguraian senyawa organik di dalam kolam aerasi telah selesai, campuran lumpur dan air dialirkan ke kolam pengendapan untuk dilakukan pemisahan air dan lumpur. Air yang terpisah yang kandungan BODdan COD sudah berkurang dialirkan keluar ke kolam testimoni sedangkan lumpurnya dialirkan kembali ke kolam aerasi. Dari pengolahan limbah cair karet dengan sistem lumpur aktif dihasilkan lumpur berlebih yang berasal dari kolam pengendapan akhir dan padatan terapung (scum). Scum merupakan hasil endapan melayang dari proses penguraian oleh bakteri. Scum tersebut dikeringkan dan diaplikasikan di sekitar tanaman kelapa sawit karena dapat untuk memperbaiki sifat fisik-kimia tanah. D. Prinsip Produksi Bersih yang Sudah Diterapkan Bahan baku berupa lateks kebun hasil sadapan yang diterima oleh pabrik, sebelum dikirim ke pabrik untuk diolah telah mengalami penyaringan di stasiun penerimaan lateks yang berada di areal perkebunan karet. Penyaringan tersebut menyebabkan lateks yang diterima oleh pabrik, telah bebas dari limbah padat berupa ranting, daun ataupun bahan padat lain yang tercampur dalam lateks. Usaha penyaringan lateks di stasiun dapat mengurangi beban limbah yang akan ditangani oleh IPAL pabrik. Selain itu usaha produksi bersih dilakukan dengan cara menggunakan kembali lump mangkok, scraps dan serpihan sisa pengolahan RSS (slab basah) untuk bahan baku pembuatan estate brown crape. Selain itu menggunakan kembali lump busa untuk diolah dan digunakan sebagai pelapis RSS jenis cutting. Selain itu, tata letak di PT Condong Garut sudah sesuai urutan proses produksi sehingga proses produksinya efisien dan lantai produksi juga sudah berupa keramik sehingga keadaan ruangan produksi terlihat bersih. 20

35 Tabel 3. Karakteristik Limbah Hasil Pengolahan IPAL Komponen Satuan Maksimum Sebelum IPAL Setelah IPAL ph BOD COD N-Nitrat NH 3 -N TSS mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l , ,24 5, , ,8 3,6 2,21 18 E. Strategi Produksi Bersih yang Dapat Diterapkan Produksi bersih dapat meningkatkan efisiensi produksi dan memberikan manfaat positif bagi lingkungan. Pada dasarnya PT Condong Garut sudah mengetahui pilihan-pilihan yang dapat memperbaiki produksi karet. Namun hal ini belum dapat dilakukan karena berbagai alasan. Pilihan produksi bersih yang dapat diterapkan oleh PT Condong Garut antara lain penerapan good housekeeping yang meliputi penghematan air dengan adanya pemantauan air dan membuat bak penampungan bahan baku bokar untuk meningkatkan kualitas produk estate brown crepe yang dihasilkan. Produksi bersih juga dilakukan dengan penggantian bahan penggumpal yang alami yakni asap cair yang berasal dari pirolisis cangkang kelapa sawit dan pemanfaatan partikel karet yang terdapat pada kolam rubber trap untuk bahan baku alas kaki. F. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian di Lapangan Analisis alternatif penerapan produksi bersih didasarkan pada peninjauan secara langsung terhadap industri pengolahan karet di PT Condong Garut. Analisis ini ditinjau dari beberapa aspek yakni aspek teknis, aspek lingkungan dan aspek ekonomi. Aspek teknis artinya meninjau dari kemudahan dalam penerapan teknologi dari pilihan yang diberikan. Aspek lingkungan artinya meninjau dampak yang diakibatkan terhadap lingkungan, sedangkan aspek ekonomi adalah meninjau penambahan pemasukan atau penghematan yang diberikan dari penerapan pilihan produksi bersih tersebut. 1. Penerapan Good housekeeping Terdapat beberapa macam pilihan dalam hal penerapan good housekeeping ini, antara lain pemantauan pemakaian air ketika proses produksi berlangsung. Meskipun sumber air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan yang sangat melimpah, namun dengan melakukan good housekeeping ini penggunaan air dapat terkendali. Pembuatan bak penampung bokar juga dapat dilakukan untuk menjaga mutu bokar. Selama ini, bokar yang diangkut dari kebun hanya diletakkan di lantai produksi yang tergenang air. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu bokar dan menyebabkan bau tidak yang tidak enak. Oleh karena itu, perlu adanya penampungan bokar sebelum bokar di cuci. Dari segi teknis, penerapan good housekeeping tersebut mudah dilakukan karena hanya membutuhkan tambahan peralatan yang sederhana dan dibutuhkan pengontrolan produksi yang baik. Penerapan good housekeeping ini akan berdampak pada jumlah limbah cair yang ditangani oleh IPAL akan berkurang, mutu produk akan terjamin, dan kebersihan tempat produksi akan terjaga. Aspek Ekonomi a. Biaya pembelian bak penampung dari aluminium dengan volume 2 m 3 dengan asumsi biaya = Rp ,00 (sumber harga dari PT Condong Garut) 21

36 b. Asumsi dengan adanya bak penampung bokar akan terjadi peningkatan mutu untuk estate brown crepe I sebesar 5% (PT Condong Garut). Peningkatan mutu ini diartikan bokar lebih terjaga kebersihannya sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan mikroba yang menyebabkan penurunan mutu berupa bau dan kerusakan partikel karet di dalam bokar. Pada tahun 2011 PT Condong Garut rata-rata menghasilkan kg estate brown crepe/bulan dengan komposisi 17% mutu I, 51% mutu II, 25% mutu III dan 7% mutu cutting. Peningkatan mutu dari mutu II menjadi mutu I (5%X51%) X kg/bulan = 510 kg/bulan Keuntungan : 510 kg/bulan X Rp 3000,00 (selisih harga mutu I dan II, PT Condong Garut) = Rp /bulan Paybackperiod= = = 0,26 bulan 2. Penggantian Bahan Penggumpal yang Anti Bakteri Proses penggumpalan RSS di PT Condong Garut dilakukan dengan menggunakan zat kimia berupa asam format. Penggunaan asam format tersebut bisa digantikan dengan menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan yakni asap cair atau Deorub. Deorub adalah cairan berwarna cokelat dengan ph sekitar 2,5 yang diproduksi melalui proses pirolisis tempurung kelapa sawit dalam suatu reaktor tertutup pada suhu C selama 8-10 jam (Solichin, 2007). Asam asetat yang terdapat di dalam asap cair dapat digunakan sebagai penggumpal lateks kebun (Solichin, 2003), sedangkan senyawa-senyawa fenolik terbukti sebagai anti oksidan, anti bakteri, dan anti jamur (Darmadji dan Rahardjo, 2002). Sifat anti oksidan yang akan melindungi molekul karet dari oksidasi pada suhu tinggi sehingga nilai PRI akan tetap tinggi. Sifat anti bakteri tidak hanya mencegah pertumbuhan bakteri tetapi juga membunuh bakteri, di dalam lateks atau koagulum, sehingga mencegah terjadinya bau busuk dari koagulum yang diberi koagulum, sementara sifat anti jamur mencegah pertumbuhan jamur pada sheet kering dan senyawa karbonil akan memberikan warna cokelat yang seragam pada sheet kering. Penggantian bahan penggumpal ini cukup memungkinkan diterapkan di industri pengolahan karet PT Condong Garut. Dari segi teknis proses penggantian ini mudah dilakukan karena prosesnya tidak jauh berbeda dengan penggunaan asam format. Penggunaan asap cair ini juga dapat dilakukan untuk mengurangi bau busuk bokar pada saat pengolahan estate brown crepe. Asap cair tersebut hanya disemprotkan saja ke tumpukan bokar. Cairan tersebut dapat mengurangi bau busuk pada bokar karena dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan bakteri yang hidup di bokar. Perbedaan mutu sheet yang dihasilkan antara asam format dan asap cair dapat dilihat pada Tabel 3. Penentuan nilai Plasticity Retention Index (PRI) adalah ukuran dari besarnya sifat keliatan (plastisitas) karet mentah sebelum (Po) dan sesudah (Pa) pengusangan pada suhu C selama 30 menit. Nilai PRI yang tinggi menunjukan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi serta tingkat kekuatan produk. Dengan mengetahui nilai PRI dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet menjadi lengket selama penyimpanan atau jika dipanaskan. Viscositas Rubber (VR) ) merupakan panjangnya rantai molekul karet atau BM serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Semakin tinggi BM hidrokarbon karet 22

37 semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain karetnya semakin viskos dan keras. Tabel 4. Perbedaan mutu sheet yang dihasilkan antara asam format dan asap cair No Parameter Asam format Asap cair Dosis Kecepatan beku Warna bekuan Bau Serum Mutu Po Pa PRI VR Sumber : Balai Penelitian Sumbawa, ml larutan 2% 12 menit Putih Bau busuk Putih ml larutan 5% 16 menit Coklat krem Bau asap Coklat jernih Aspek Ekonomi Keunggulan asap cair untuk penggumpalan lateks pada pengolahan RSS dibandingkan dengan menggunakan asam format adalah dapat mengurangi waktu pengeringan dari jam atau 5 6 hari menjadi jam atau 1,5 2 hari (Solichin, 2007). Penghematan waktu disebabkan karena dengan menggunakan koagulan asap cair maka waktu pengasapan yang berfungsi sebagai proses pengawetan dapat dihilangkan. Proses pengawetan tersebut terjadi pada saat pembekuan sehingga pengasapan hanya berfungsi sebagai pengering sheet saja. Dengan demikian jumlah kayu karet yang digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan asap dan panas dapat dikurangi. Perbandingan biaya pengolahan tersebut adalah seperti dipaparkan pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan biaya penggunaan koagulan asap cair dan asam format pada pengolahan RSS untuk produksi empat ton karet kering di PT Condong Garut menggunakan formula perhitungan menurut Solichin (2007) Uraian Biaya per kg karet kering (Rp) Asap cair Asam format Asam format 6 ml/kg karet kering Rp /liter Asap cair 75 ml/kg karet kering Rp 4.200/liter Kebutuhan kayu karet untuk 6 hari pengeringan (4m 3 /ton karet kering harga Rp /m 3 ) Kebutuhan kayu karet untuk 2 hari pengeringan (1,33m 3 /ton karet kering harga Rp /m 3 ) Jumlah biaya Penghematan biaya/kg karet kering Rp (%) (17,6%) 23

38 3. Pemanfaatan Partikel Partikel Karet pada Kolam Rubber Trap Proses pengolahan limbah cair di IPAL, pada kolam rubber trap masih terkandung partikel-partikel karet yang masih dapat digunakan sebagai bahan baku alas kaki (Utomo, 2006). Partikel-partikel karet tersebut akan terapung di permukaan kolam dan apabila sudah menumpuk, partikel tersebut dapat diambil dan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian dijual ke industri alas kaki. Dari segi teknis pemanfaatan partikel ini mudah dilakukan karena hanya mengambil partikel yang terapung tanpa ada perlakuan yang sulit. Industri yang akan memanfaatkan partikel karet ini akan mendapatkan bahan baku yang lebih bersih karena ada penampungan awal untuk mengumpulkan partikel sehingga terhindar dari kotoran seperti tanah. Penggunaan kembali atau daur ulang partikel karet di kolam rubber trap penting dilakukan karena dengan daur ulang ini akan mengurangi kandungan karet yang terkandung dalam air limbah buangan sehingga bahaya terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Aspek Ekonomi a. Biaya pembelian alat pengutip limbah = Rp ,- (sumber dari alatcleaning.com) b. Biaya pembuatan bak penampung dengan volume 1,5 m 3 dengan asumsi biaya pemasangan batu bata sebesar Rp /m 3. Jadi biaya pembuatan bak sebesar 1,5 m 3 X Rp /m 3. = Rp ,00 (sumber dari narasumber di PT Condong Garut) Total biaya investasi = Rp ,00 c. Biaya pembelian karung = Rp 1000/karung X 8 karung/bulan = Rp 8.000,00 (dengan asumsi seminggu sekali pengambilan limbah dan banyaknya limbah 50 kg dengan ukuran karung 25 kg, harga bersumber dari tokopedia.com) Biaya penjualan limbah partikel karet = Rp 5000/kg X 50 kg/minggu X 4 minggu/bulan = Rp /bulan (harga bersumber dari narasumber di Pusat Penelitian Bogor) Net profit: Rp Rp = Rp Paybackperiod = = = 0,33 bulan 4. Pemberian insentif kepada industri yang menerapkan produksi bersih Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk material atau non material yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi perusahaan kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Pelaksanaan insentif dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas pelaku industri. Insentif adalah dorongan agar seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar dapat mencapai produktivitas yang tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi yang tinggi (Romadoni, 2011) Pemberian insentif bertujuan agar pelaku industri lebih terpacu untuk menerapkan produksi ke arah yang lebih baik. Pemberian insentif bisa berasal dari berbagai pihak. Dukungan dari pemerintah melalui penetapan kebijakan hukum, serta pemberian penghargaan yang tepat terhadap industri yang melakukan pengendalian limbah dan dari tiga opsi produksi bersih di atas. 24

39 G. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif Analisis alternatif penerapan produksi bersih secara kualitatif ini dilakukan menggunakan proses hirarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian dan tertata dalam suatu hierarkhi (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Struktur hirarkhi penerapan produksi bersih yang diambil dari industri pengolahan karet dapat dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 15. menunjukkan struktur hirarki dari kasus permasalahan yang ingin diteliti yakni pemilihan alternatif produksi bersih pada industri pengolahan karet yang berdasarkan tiga faktor yakni lingkungan, ekonomi, dan teknik. Garis garis yang menghubungkan kotak kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan berpasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi. Tujuan yang ingin dicapai adalah penerapan produksi bersih pada pengolahan karet dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap persoalan tersebut yakni lingkungan, teknis dan ekonomi. Aktor yang berpengaruh antara lain pelaku industri, litbang, dan lembaga pemerintahan. Strategi yang ditawarkan antara lain penerapan good housekeeping yang meliputi pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung untuk bokar. Selain itu penggantian bahan penggumpal yang anti bakteri, pemanfaatan partikel-partikel karet yang masih terdapat pada rubber trap, dan pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Karet Ekonomi Lingkungan Teknis Pelaku Industri Litbang Lembaga pemerintahan Penerapan Good Housekeeping Penggunaan koagulan yang mengandung anti bakteri Pemanfaatan partikel karet dalam rubber trap Pemberian Insentif bagi pelaku industri yang menerapkan produksi bersih Gambar 15. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP) Penerapan Produksi Bersih pada Pengolahan Karet Hasil pengolahan pendapat pakar dipaparkan pada Gambar 16, dimana dapat diketahui bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi upaya penerapan produksi bersih, faktor lingkungan merupakan faktor terpenting dengan bobot 0,655, kemudian faktor teknis (0,206) dan ekonomi (0,139). Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam penerapan produksi bersih dalam pengolahan karet. Diharapkan dengan penerapan produksi bersih perbaikan lingkungan dapat dilakukan. Aktor yang berpengaruh dengan nilai bobot terbesar sampai terkecil adalah pelaku industri (0.638), lembaga pemerintahan (0.218), dan litbang (0.142). 25

40 Hal ini menunjukan bahwa pelaku industri memegang peranan penting untuk menunjang terlaksananya produksi bersih pada pengolahan karet. Pelaku industri sebagai pelaksana komitmen, kepemilikan modal, dan yang mengaplikasikan strategi yang ditawarkan. Kepemilikan modal saja tentu tidak akan cukup jika tidak didukung dari segi pengembangan teknologi atau informasi lain terkait penerapan produksi bersih pada pengolahan karet. Sementara itu, lembaga pemerintahan menempati posisi kedua sebagai aktor yang berpengaruh karena menurut pendapat pakar, dukungan yang diberikan pemerintah juga mempengaruhi dalam menjalankan penerapan produksi melalui penilaian terhadap penanganan limbah pada industri. Gambar 16. Hasil perhitungan bobot faktor dan aktor dengan AHP Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2000), pelaksanaan produksi bersih lebih mengarahkan pada pengaturan diri sendiri (self regulation), daripada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk merubah sikap, cara pandang, dan tingkah laku. Synthesis with respect to: Goal: Penerapan produksi bersih pada pengolahan karet Overall Inconsistency =,05 penerapan good housekeeping,277 pemanfaatan partikel karet,272 penggunaan koagulan antibakteria,258 pemberian insentif,194 Gambar 17. Hasil perhitungan bobot alternatif strategi produksi bersih dengan AHP Dari pengolahan data menggunakan Expert Choice 2000, Gambar 17 dapat dilihat sttrategi penerapan good housekeeping menempati posisi pertama dengan bobot 0,277. Dilanjutkan dengan strategi pemanfaatan partikel karet sebesar 0,272, kemudian strategi penggantian koagulan antibakteria sebesar 0,258 dan pemberian insentif bagi pelaku industri sebesar 0,194. Hal ini berarti untuk penerapan produksi bersih dalam pengolahan karet, alternatif strategi yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah penerapan good housekeeping. Hasil AHP dikatakan sudah konsisten jika memiliki nilai ratio konsistensi maksimal 10%. Jika lebih dari 10% maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki. Dari pengolahan data menggunakan expert choice 2000, diperoleh nilai inkonsistensi sebesar 0,05. Hal ini berarti hasil 26

41 yang diperoleh dapat dikatakan sudah konsisten dan cukup akurat karena masih dalam batas rasio konsistensi 10%. H. Implementasi Produksi Bersih Implementasi produksi bersih berupaya memadukan strategi produksi bersih untuk mencapai tujuan yaitu penerapan produksi bersih pada industri pengolahan karet. Setelah menganalisis pilihan produksi bersih dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi maka dapat dilakukan penentuan skala prioritas. Penentuan skala prioritas ini dilakukan dengan pemberian penilaian terhadap masing-masing pilihan. Tabel 5 dipaparkan mengenai urutan prioritas masingmasing pilihan. Tabel 6. Pembobotan pilihan penerapan produksi bersih Pilihan Penerapan Penilaian Produksi bersih Teknis Lingkungan Ekonomi Total Good Housekeeping ( Pemantauan penggunaan air dan pembuatan bak penampungan bokar) Penggantian bahan koagulan anti bakteri Pemanfaatan partikel karet yang terdapat dalam kolam rubber trap Pemberian insentif kepada industri yang menerapkan produksi bersih Prioritas Apabila pilihan produksi bersih penerapan good housekeeping dan pemanfaatan partkel karet dalam kolam rubber trap dilaksanakan maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut : a. Total biaya investasi kedua pilihan tersebut = Rp ,- b. Keuntungan perbulan dari pilihan good housekeeping = Rp ,- c. Net saving pemanfaatan partikel karet dalam kolam rubber trap = Rp ,- PBP = = 0,28 bulan Strategi untuk penerapan produksi bersih pada industri pengolahan karet dengan implementasi produksi bersih diwujudkan dari penggabungan hasil kajian di lapangan yang dikaji secara teknis, ekonomi, dan lingkungan serta dari analisis kualitatif dengan AHP. Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan hasil analisis penerapan produksi bersih secara kajian di lapangan dan secara kualitatif. Secara kajian di lapangan, strategi yang menempati prioritas pertama adalah penerapan good housekeeping begitu juga dengan hasil dengan analisis dengan kualitatif. Namun perbedaan terdapat pada opsi kedua yakni pada kajian di lapangan penggantian bahan koagulan anti bakteri sementara secara kualitatif adalah pemanfaatan partikel partikel karet dalam kolam rubber trap. Strategi penerapan good housekeeping dan penggantian bahan koagulan anti bakteri tersebut memperlihatkan kesamaan dalam hal tujuan yakni untuk menghemat penggunaan sumber daya yang digunakan serta untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Apabila penerapan good housekeeping dilaksanakan akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya air karena dilakukan pemantauan pemakaian air dan akan ada peningkatan pendapatan karena 27

42 terdapat perbaikan mutu estate brown crepe. Apabila strategi penggantian koagulan anti bakteri dilakukan maka akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya kayu yang digunakan untuk proses pengasapan sementara mutu produk RSS yang dihasilkan juga sedikit lebih baik dibandingkan dengan menggunakan koagulan asam format. 28

43 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Industri pengolahan karet PT Condong Garut memproduksi RSS dan estate brown crepe. Bahan baku RSS berupa lateks segar dan bahan baku estate brown crepe berupa scrap,lump busa dan lump mangkok. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan karet tersebut adalah limbah padat, cair, dan gas. Alternatif penerapan produksi bersih yang dikaji baik melalui lapangan dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi maupun secara kualitatif dari pendapat pakar, menghasilkan suatu strategi utama yang baik untuk diterapkan di PT Condong Garut. Strategi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan yang dapat diterapkan di PT Condong Garut terdiri dari penerapan good housekeeping dengan cara pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung bokar. mengumpulkan partikel yang terapung dalam rubber trap, penggantian bahan penggumpal yang anti bakteri serta pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Apabila strategi tersebut dillaksanakan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp ,- dengan pay back period selama 0,28 bulan dan penggantian koagulan anti bakteria akan menghemat biaya produksi RSS sebanyak 17,6% dibandingkan dengan menggunkana asam format dan dapat mengurangi polusi CO 2. Hasil analisis AHP memperlihatkan bahwa lingkungan merupakan faktor terpenting dalam penerapan produksi bersih di pengolahan karet, diikuti oleh teknis dan ekonomi. Sementara aktor yang yang terpenting dalam pelaksanaan strategi produksi bersih adalah pelaku industri karena pelaku industri sebagai pelaksana komitmen, kepemilikan modal, dan yang mengaplikasikan strategi yang ditawarkan. Secara keseluruhan analisis AHP menghasilkan strategi good housekeeping sebagai pilihan terbaik untuk penerapan produksi bersih, selanjutnya diikuti oleh pemanfaatan partikel karet pada kolam rubber trap, penggantian bahan koagulan anti bakteria, dan pemberian insentif bagi pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Hasil dari kajian di lapangan sesuai dengan analisis kualitatif dengan AHP yang berdasarkan dengan pendapat pakar. B. Saran Dalam upaya penerapan produksi bersih diperlukan peran serta pemerintah setempat dalam mengawasi aktifitas masing-masing industri terkait penggunaan air sebagai bahan untuk proses dan memberikan penyuluhan mengenai produksi bersih. 29

44 DAFTAR PUSTAKA Bapedal Panduan Pelatihan Produksi Bersih Untuk Industri dan Jasa. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta. Goutara, B Dasar Pengolahan Karet. Agro Industri Press. Jurusan teknologi Industri Pertanian, FATETA. IPB, Bogor. Indrasti N.S dan Fauzi AM Produksi Bersih. Departemen Teknologi Industri Pertanian: Fateta IPB :Bogor. Jenie, B. S. L. dan Rahayu, W. P Rancangan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta. Kementrian Lingkungan Hidup Produksi Bersih. Jakarta. Lens, P. dan Pol, L. H Environmental Technology to Treat Sulfur Pollution. IWA Publishing, London. Manullang, S Kajian Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Crumb Rubber. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia. Marimin dan Maghfiroh N Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: IPB Press. Metcalf dan Eddy, Wastewater Engineering : Treatment Disposal Reuse. Singapore : McGraw-Hill Book Co. Nazaruddin. dan F.B. Paimin Karet : Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Purwati Rancang Bangun Model Biofilter Pendegradasian Limbah Bau. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Romadoni, A Sistem Insentif untuk Mendorong Inovasi Berdampak Pada Kegiatan Ekonomi Nasional. Terhubung berkala [18 Juli 2012]. Setyamidjaja, D Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta. Silvakumaran, S., Y. F. Kheong, J. Hasan, and Wan A. Rahman Carbon Sequestration in Rubber : implication and economic model to fund continued cultifation. Proc. Indonesian Rubb. Conf. And IRRDB Symposium, Bogor, Indonesia, September 2000, Sudibyo, A Penerepan Teknologi Bersih Pada Industri Karet. Lokakarya Tentang Karet Alam Sebagai Produk Unggulan Ekspor Yang Bersahabat Dengan Lingkungan. Bandar Lampung, 4 Oktober Suseno, R dan Suwari Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sheet yang Diasap. Bogor. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Suwardin, D Teknik Pengendalian Limbah Pabrik Karet. Jurnal. Lateks Wadah Informasi dan Komunikasi Perkebun Karet, 4(2) : Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Karet Remah. Bogor. United Nations Enviroment Programme (UNEP) What is Cleaner Production dalam Cleaner Production Homepage. [10 Juni 2012]. 30

45 UNEP dan ISWA Training Resource Pack for Hazardous Waste Management in Developing Economies. UNEP Divisi teknologi, industri dan ekonomi. Paris ISBN : USAID Panduan Pengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program Kegiatan Pembangunan Depperindag. Jakarta Utomo, T Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah Berbasis Produksi Bersih. Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Yulianti, D., Winarno, K., dan Mudyantini, W Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Karet PTPN IX Kebun Batu Jamus Karanganyar Hasil Fitoremidiasi dengan Azolla microphylla Kaulf untuk Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa Linn). Jurnal Biosmart. 7 (2):

46 LAMPIRAN Lateks Segar Penerimaan Pengenceran Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Pembekuan Penerimaan bahan baku Pencucian bahan baku Penggilingan Sortasi bahan baku Penirisan Bak penampung Sortasi Pencacahan Lampiran 1. Alur Pembuatan RSS Pembentukan Finishing Pengeringan Lampiran 2. Alur Pembuatan Estate Brown Crepe 32

47 Lampiran 3. Dokumentasi di Lapangan Proses pembekuan lateks Proses penggilingan sheet Sheet hasil gilingan Sheet di ruang asap Rumah asap Sheet asap Sheet jenis cutting Bandela-bandela sheet Pembentukan crepe Potongan-potongan crepe Crepe sebelum dikeringkan Pengeringan crep 33 33

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi :

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lateks Segar. Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Penerimaan.

LAMPIRAN. Lateks Segar. Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Penerimaan. LAMPIRAN Lateks Segar Penerimaan Pengenceran Bahan baku Brown Crepe (Compo) Lump mangkok Lump busa Scraps Serpihan sisa pengolahan RSS (Slab Basah) Pembekuan Penerimaan bahan baku Pencucian bahan baku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN Produksi Bersih (PB) United Nation Environmental Programme (UNEP) mendefinisikan produksi bersih sebagai penerapan yang kontinyu dari sebuah strategi pencegahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PENGASAPAN KARET (RIBBED SMOKED SHEET RUBBER) Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kelapa sawit (Elaesis guineesis Jacq.) merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dari pada tanaman penghasil minyak nabati

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting Pemakaian Bahan Baku Exploitasi dan Explorasi Sumber Daya Alam 100% Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui 10-15% Polutan Udara Pencemaran Udara Emisi Gas (CO, CO2, Sox, NOx) Penipisan Lapisan Ozon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi industri pangan mendukung munculnya dampak negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sisa hasil proses

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER Elida Novita*, Iwan Taruna, Teguh Fitra Wicaksono Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan aktivitas industri dan pola hidup masyarakat modern memberikan dampak terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam konsumsi produk barang dan jasa.

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN. Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis])

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Jurnal Agro Industri Perkebunan Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis]) Maryanti 1)* dan Rachmad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah salah satu elemen atau unsur yang berdiri sebagai pemegang tonggak kehidupan makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, oleh karena itu air berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian bahan bakar dan penghasil polusi udara terbesar saat ini. Pada 2005, jumlah kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, terutama setelah berkembangnya kawasan industri baik dari sektor pertanian maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, temuan penelitian, dan pembahasannya. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology)

Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology) Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan Teknologi Bersih (Clean Technology) Pada awalnya Hanya tertuju pada bahan buangannya Daur ulang bahan buangan Penggabungan 3 aspek: Industrialisasi Lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai tahun 2004, produksi karet alam Indonesia 1,905 juta ton, masih menempati nomor 2 setelah Thailand sebesar 2,848 juta ton dari produksi karet alam dunia 8,307

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER

KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER KAJIAN POTENSI PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI CRUMB RUBBER (Studi Kasus : Pabrik SIR 3L/SIR 3WF PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Bandar Lampung) Oleh Samuel Saortua Manullang

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR Nisandi Alumni Mahasiswa Magister Sistem Teknik Fakultas Teknik UGM Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia industri dapat menyebabkan persediaan minyak bumi akan semakin habis karena minyak bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air 1. Pengertian air a. Pengertian air minum Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 8) b. Pengertian air bersih Air bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Kayu Lapis Menurut Tsoumis (1991), kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir. Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT Eli Yulita (1), (2), (2) Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang (1) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK Tentang Batik Cap ISTILAH BATIK (SII.0041-74) Cara pelekatan lilin batik Tulis Adalah bahan kain tekstil hasil pewarnaan menurut corakcorak khas Indonesia, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci