BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kekerasan yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam merupakan salah satu trend yang akhir-akhir ini makin menonjol di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemunculan Ormas-ormas Islam yang dicap radikal karena mengusung penerapan syariat Islam sebenarnya bukanlah sebuah fenomena baru. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat berkembangnya banyak ormas-ormas Islam radikal. Beberapa ormas yang dapat dimasukkan ke dalam kategori radikal antara lain adalah FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), FJI (Front Jihad Islam), GAM (Gerakan Anti Maksiat), FUI (Forum Umat Islam) (Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah) FKAWJ, dan FAKI (Front Anti Komunis Indonesia). Beberapa ormas Islam radikal yang pengaruhnya mencapai tingkat nasional bahkan didirikan di Yogyakarta. Majelis Mujahidin Indonesia dideklarasikan pada Kongres Mujahidin Indonesia I yang berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 5-7 Agustus FPI cabang Yogyakarta juga sudah berdiri sejak tahun Ormas-ormas Islam radikal seperti yang telah disebutkan di atas pada umumnya berlandaskan paham Islam yang puritan/konservatif. Ormas-ormas ini bahkan menggunakan kekerasan di beberapa momen tertentu. Di sisi lain, kelompok-kelompok Islam radikal di Yogyakarta tidak hanya menggunakan kekerasan. Mereka juga menempuh cara-cara nirkekerasan seperti mendirikan lembaga penerbitan, menginisiasi seminar dan forum-forum kajian, serta membuat rilisan-rilisan ke media massa. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Front Pembela Islam (FPI) merupakan dua organisasi Islam radikal yang cukup menonjol. Majelis Mujahidin Indonesia secara terangterangan telah mengklaim tujuannya untuk menegakkan khilafah di wilayah Indonesia. FPI

2 menunjukkan aktivitas-aktivitas berbau kekerasan dengan mengatasnamakan Islam, meskipun FPI sendiri mengaku tidak pernah berniat menegakkan sistem negara Islam. Kedua organisasi ini juga mampu beraktivitas dan menarik pengikutnya di wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi sosial provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang cenderung beragam ternyata tidak menghalangi kedua organisasi ini untuk menyebarkan ideologi yang cenderung anti-keberagaman maupun terlibat dalam aktivitas-aktivitas kekerasan terhadap minoritas. Ormas-ormas Islam radikal bukanlah sebuah fenomena baru di Indonesia. Pada masa-masa sebelumnya, berbagai kelompok-kelompok Islam yang dicap radikal telah bermunculan di Indonesia. Kelompok Darul Islam (DI/TII), Komando Jihad, hingga Jamaah Islamiyah merupakan beberapa contohnya. Kelompok-kelompok ini memiliki pengaruh yang cukup besar, sekaligus jaringan yang cukup kuat di berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga region Asia Tenggara. Kemunculan kelompok-kelompok Islam radikal merupakan ancaman langsung terhadap rezim Orde Baru, sehingga rezim pun mengambil langkah-langkah tegas dengan menekan mereka. Tekanan-tekanan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru memang berhasil mematikan organisasi-organisasi Islam radikal, namun ideologi mereka tidak pernah benar-benar hilang. Ideologi itu terus hidup, dipelihara, dan kemudian diteruskan oleh organisasi-organisasi kontemporer seperti Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Jihad Islam (FJI) dan lain sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut mulai bermunculan setelah Orde Reformasi dimulai. Kebebasan demokrasi yang muncul di negara Indonesia era Orde Reformasi merupakan sebuah momentum yang sangat menentukan dalam perjalanan gerakan-gerakan Islam radikal di Indonesia. Iklim demokrasi yang semakin kondusif membuat masyarakat Indonesia memiliki keleluasaan gerak untuk terlibat dalam proses-proses demokrasi, baik yang bersifat prosedural maupun substantif. Keterlibatan masyarakat Indonesia di dalam proses demokrasi ditandai dengan pembentukan organisasi-organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, kelompok-kelompok berbasis identitas (suku, agama, afiliasi ideologi) dan lain sebagainya. Kelompok-kelompok Islam radikal merupakan salah satu entitas yang memanfaatkan kesempatan ini.

3 Demokratisasi sistem kenegaraan Indonesia pasca-reformasi 1998 turut memberikan ruang gerak bagi keberadaan organisasi-organisasi masyarakat yang mengusung paham radikal. Paham Islam radikal dan kelompok-kelompok yang mengusungnya tidak pernah secara tegas dilarang oleh pemerintah Indonesia, meskipun beberapa di antaranya jelas-jelas mengambil sikap menolak dasar negara seperti Pancasila dan UUD Kebebasan ini disalahgunakan oleh beberapa ormas untuk melakukan tindak kekerasan di tengah-tengah masyarakat. Aksi keekerasan ditujukan kepada kelompok-kelompok minoritas yang berbeda pandangan dan pemahaman keagamaan serta identitas seperti komunitas Syiah, Ahmadiyah, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia. Kekerasan juga diarahkan secara spesifik kepada aktivitas-aktivitas yang dianggap menodai kesucian agama (maksiat) seperti pelacuran, minuman keras atau perjudian. Ormas-ormas Islam yang mengusung paham radikal biasanya menggunakan kekerasan dengan dalih melindungi umat Islam dari keburukan-keburukan yang dapat menodai kesucian agama (amar ma ruf nahi mungkar). Fenomena kemunculan kekerasan oleh ormas Islam radikal di Daerah Istimewa Yogyakarta sangatlah memprihatinkan mengingat wilayah ini dikenal sebagai provinsi yang menjunjung tinggi pluralisme dan toleransi antara warga-warga yang berlainan identitas seperti agama, suku maupun unsur-unsur primordial lainnya. Tingkat toleransi daerah Yogyakarta yang tinggi dapat kita lihat dari keberadaan kelompok-kelompok minoritas tertentu yang berbagi ruang hidup dengan kelompok-kelompok Islam radikal. Kelompok-kelompok ini di antaranya adalah penganut Syiah dan penganut Ahmadiyah. Kelompok ini bukan merupakan kelompok yang baru bermukim di Yogyakarta, namun sudah bertahun-tahun menetap di kota ini. Kelompok-kelompok ini pula yang sering menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan oleh ormasormas Islam radikal. Penelitian ini akan membahas mengenai organisasi-organisasi masyarakat yang cenderung radikal dalam lingkup wilayah kota Yogyakarta. Pemilihan ini didasari asumsi bahwa radikalisme Islam (dan radikalisme dalam bentuk lain) cenderung untuk menafikan adanya perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat. Perbedaan tersebut bisa berupa perbedaan agama, perbedaan mazhab, perbedaan afiliasi politik dan lain sebagaimana. Perbedaan kemudian dipandang sebagai sesuatu yang tak dapat diterima dengan alasan bahwa perbedaan tersebut dapat mengancam dan mengotori kaidah agama Islam. Fenomena ini sangatlah menarik untuk

4 disikapi khususnya dalam konteks kota Yogyakarta yang sebenarnya sangat majemuk. Di kota ini, kelompok-kelompok tersebut hidup dalam sebuah ruang yang sama dengan kelompokkelompok yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran yang mereka yakini seperti kelompok Syiah, Ahmadiyah, penganut agama-agama lain serta kelompok-kelompok inteletual Islam yang sering dituduh sebagai Islam Liberal. Penelitian ini akan mengulas mengenai dua ormas Islam yang dianggap memiliki latar belakang Islam radikal di Yogyakarta : FPI dan MMI. Selain memiliki latar belakang Islam radikal, kedua kelompok ini juga beberapa kali menggunakan tindakan-tindakan kekerasan sepihak (vigilantism) untuk menyuarakan protesnya terhadap isu-isu tertentu serta kelompokkelompok yang dianggap tidak sepaham dengan mereka. FPI dan MMI dapat dianggap sebagai dua ormas yang konsisten dalam menanggapi isu-isu yang terkait dengan Islam sekaligus merupakan ormas-ormas dengan kekuatan terbesar disertai organisasi yang cukup rapi. Berbagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam kemudian menimbulkan asumsi bahwa Islam adalah agama yang identik dengan kekerasan. Ajaran-ajaran Islam diklaim mengandung potensi untuk dijadikan pembenaran terhadap digunakannya kekerasan dalam menyikapi isu-isu tertentu. Pendapat semacam ini tentu saja masih harus dipertanyakan kembali mengingat kekerasan hanya muncul dari segelintir pihak. Sebagian besar umat Muslim Indonesia beserta organisasi-organisasi Islam masih mengambil posisi yang moderat. Organisasi-organisasi Islam yang dicap radikal pun tidak semuanya memilih jalan kekerasan sebagai bagian dari strategi gerakannya. Fenomena ini menimbulkan berbagai pertanyaan bagi kita semua. Kapankah kekerasan dapat muncul dari pihak-pihak yang dicap sebagai fundamentalis Islam? Mengapa ada pihak-pihak yang menggunakan kekerasan sementara pihak-pihak yang lain tidak? Penelitian ini selanjutnya akan diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan riset seperti yang dijabarkan di bawah ini. B. Pertanyaan Penelitian

5 1. Apakah kekerasan yang dilakukan FPI dan MMI merupakan bagian dari strategi gerakan atau hanya merupakan reaksi-reaksi atas kondisi tertentu semata? 2. Kondisi-kondisi apakah yang dapat memunculkan kekerasan dalam aktivitas organsasi FPI dan MMI di kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Memetakan alasan-alasan dan situasi tertentu yang memicu terjadinya kekerasan oleh FPI dan MMI. 2. Memperoleh gambaran tentang posisi kekerasan dalam aktivitas FPI dan MMI, khususnya terkait dengan kekerasan sebagai strategi gerakan atau reaksi terhadap situasisituasi tertentu semata. 3. Mengidentifikasikan alasan-alasan pembenar yang digunakan FPI dan MMI dalam melakukan kekerasan. D. Review Literatur D.1. Peta Perdebatan terhadap isu Radikalisme Islam di Indonesia Isu Radikalisme dalam Islam merupakan salah satu kajian yang paling banyak dilakukan oleh para ahli, khususnya setelah peristiwa 11 September Studi mengenai Radikalisme Islam selama ini terlalu didominasi oleh kajian-kajian mengenai pengaruh ideologi radikal yang dianut oleh organisasi-organisasi Islam radikal terhadap kekerasan yang terjadi. Ideologi menempati peran yang sangat penting dalam memicu kekerasan berbasiskan agama.

6 Kajian lain yang juga dominan adalah studi tentang penyebab kemunculan Radikalisme Islam adalah adanya deprivasi dan marjinalisasi umat Islam oleh paham-paham sekuler seperti liberalisme, komunisme, globalisasi dan kapitalisme. Dominasi paham-paham sekuler ini dianggap telah memasuki berbagai ranah dalam kehidupan manusia, mulai dari pemerintahan hingga kehidupan sehari-hari. Fenomena ini terjadi baik dalam lingkup global maupun di Indonesia. Kajian-kajian lain yang dominan dalam studi gerakan Islam radikal adalah tentang jaringan-jaringan yang dibentuk antara gerakan-gerakan Islam radikal, khususnya antara gerakan Islam radikal lokal dengan gerakan-gerakan Islam radikal di ranah global. Berbagai penelitian berusaha menempatkan gerakan Islam radikal sebagai bagian dari suatu gerakan sosial yang ingin melakukan transformasi sosial di lingkungannya. Pengaruh struktur kesempatan politik yang terbuka pasca keruntuhan rezim yang otoriter merupakan fokus lain yang menjadi perhatian tentang studi-studi gerakan Islam radikal. Berikut ini merupakan penjabaran lebih detil mengenai studi-studi mengenai gerakan Islam radikal : D.1.1. Penelitian tentang ideologi yang dianut oleh organisasi Islam radikal Banyak peneliti yang mengedepankan pentingnya faktor ideologi dalam mengonstuksikan perilaku dari gerakan-gerakan Islam radikal. M. Zaki Mubarrak (2007) membahas mengenai fenomena kemunculan gerakan salafi militan yang menawarkan alternatif sistem-sistem Islami ke dalam sistem hukum dan sosial Indonesia. Gerakan ini muncul dari kelompok-kelompok yang selama ini termarjinalkan oleh negara dan berusaha membalikkan kondisi tersebut dengan menjadikan Islam sebagai solusi. Penelitian ini mengungkap peranan Jemaah Islamiyah sebagai studi kasus untuk menggambarkan sisi ekstrem dari usaha-usaha tersebut. Khamami Zada (2002) mengupas mengenai isu-isu spesifik yang disasar oleh organisasi-organisasi Islam radikal seperti penolakan terhadap presiden wanita, penolakan terhadap demokrasi, pemberlakuan syariat Islam, pendirian negara Islam serta relasi antara

7 negara dan agama khususnya semasa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Tema tentang penerapan syariat Islam di Indonesia dan perbandingannya dengan kecenderungan-kecenderungan di kawasan lain seperti Afrika dan Asia merupakan fokus kajian dari Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean (2004). D.1.2. Penelitian tentang jaringan-jaringan yang dibentuk oleh kelompokkelompok Islam radikal di Indonesia Greg Fealy & Anthony Bubalo (2007) dan M. Imdadun Rahmat (2005) sama-sama mengupas tentang pengaruh pemikiran Islam radikal di Timur Tengah yang sangat signifikan dalam menginspirasi pemikiran sekaligus gerakan serupa di Indonesia. Paham radikalisme Islam seperti yang disebutkan oleh Fealy & Bubalo (atau revivalisme Islam dalam penelitian M. Imdadun Rahman), tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran para tokoh seperti Sayyid Qutb, Hassan al-banna, Abu Ala Maududi dan Abdullah Azzam yang berasal dari Timur Tengah. Pemikiran-pemikiran mereka masuk ke Indonesia melalui berbagai saluran seperti dari jalur pendidikan, dakwah, internet hingga lewat orang-orang Indonesia yang pergi berjihad ke daerah-daerah konflik. Penelitian mereka juga mencakup peranan lembaga-lembaga seperti LIPIA dan Rabithah Al-Islami sebagai lembaga yang dianggap memfasilitasi baik secara langsung maupun tidak langsung masuknya paham radikal ke Indonesia. International Crisis Group (ICG) merupakan lembaga yang secara berkelanjutan mengadakan penelitian mengenai jaringan-jaringan yang dibentuk oleh tokoh-tokoh serta organisasi Islam radikal di Indonesia. ICG (2005) menekankan bahwa telah terjadi daur-ulang di dalam keanggotaan kelompok Jamaah Islamiyah yang melakukan pengeboman terhadap Kedutaan Besar Australia. Penelitian tersebut membeberkan fakta bahwa tokoh-tokoh pimpinan organisasi Islam radikal di Indonesia (termasuk MMI dan Jamaah Islamiyah) memiliki keterkaitan historis dengan lingkar Darul Islam dan organisasi-organisasi turunan -nya seperti Komando Jihad dan kelompok Warman. Penelitian ini turut membahas pentingnya kekerasan sebagai strategi gerakan utama. Ideologi, pola gerakan serta aksi kekerasan yang dilakukan oleh Darul Islam kemudian diwarisi oleh organisasi-organisasi Islam radikal kontemporer.

8 D.1.3. Penelitian yang membahas profil lengkap dari organisasi-organisasi Islam radikal Salah satu penelitian yang paling komprehensif tentang FPI dilakukan oleh Al- Zastrouw Ngatawi (2006). Al Zastrouw berargumen bahwa FPI hanyalah menggunakan Islam sebagai simbol semata dan pada dasarnya merupakan organisasi yang dikontrol oleh kepentingan segelintir pihak khususnya para ulama dan habib yang mendominasi kepemimpinan FPI. Simbolisasi Islam dalam doktrin-doktrin FPI selanjutnya menjadi dasar bagi kekerasan yang menjadi instrumen utama bagi FPI. Kecenderungan penggunaan kekerasan oleh FPI telah dirintis sejak organisasi ini masih bernama PAM Swakarsa seperti yang tertuang di dalam penelitian yang dilakukan oleh Institut Studi Arus Informasi (2005). FPI tidak segan-segan menggunakan kekerasan tanpa khawatir akan tindakan aparat keamanan mengingat organisasi ini diduga mendapatkan patronase dari pihak militer. Organisasi-organisasi Islam radikal khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah banyak yang mengalami transformasi maupun perpecahan secara internal. Studi yang dilakukan oleh SETARA Institute (20012) menunjukkan bahwa dinamika organisasi-organisasi ini turut melibatkan transformasi yang terjadi pada level individu anggota-anggotanya. Transformasi semacam ini seringkali membuat anggota-anggota ormas Islam radikal bergabung dengan kelompok teroris. Perkembangan dari radikalisme menuju terorisme selalu diawali oleh adanya intoleransi yang dilestarikan dan terus dipupuk sehingga menimbulkan komitmen untuk melakukan kekerasan. D.1.4. Studi tentang Gerakan Sosial Gerakan Radikalisme Islam seringkali mengambil bentuk sebagai sebuah gerakan sosial yang bertujuan untuk melakukan perubahan/transformasi sosial di dalam masyarakat. Transformasi yang ingin dicapai oleh gerakan-gerakan Islam radikal berada dalam tataran struktural maupun moral. Strategi-strategi gerakan yang mereka rumuskan dan jalankan pun disesuaikan dengan

9 tujuan-tujuan ini. Abdul Azis (2011) memotret mengenai seluk-beluk Majelis Mujahidin Indonesia, khususnya mengenai strategi-strategi gerakan MMI dalam mempromosikan syariat Islam sebagai solusi atas krisis yang melanda Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ideologi yang dianut oleh MMI adalah ideologi radikal, namun metode-metode gerakan yang mereka gunakan pada dasarnya bersifat moderat. MMI dapat digolongkan sebagai sebuah gerakan sosial yang bertujuan untuk melakukan transformasi sosial. Strategi-strategi gerakan yang MMI terapkan misalnya melalui dakwah, publikasi lewat media massa & percetakan Wihda Press, pendidikan, hingga kegiatan-kegiatan sosial. MMI tidak pernah secara resmi memasukkan kekerasan ke dalam strategi gerakannya. Noorhaidi Hassan (2008) membahas mengenai seluk-beluk organisasi Laskar Jihad yang merupakan sayap militer dari organisasi salafi FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal Jamaah). Laskar Jihad yang selama ini dikenal sebagai pasukan paramiliter yang diterjunkan untuk berperang di Maluku, ternyata melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Laskar Jihad membantu membangun dapur umum, membangun atau memperbaiki masjid yang rusak, menggelar pengajian, membangun radio hingga membuat dapur umum. Fakta ini menunjukkan bahwa kekerasan hanyalah salah satu bagian dari strategi gerakan sosial dari gerakan Islam radikal. Di sisi lain, Laskar Jihad juga menggunakan kekerasan sebagai simbol tuntutannya terhadap penegakan syariat Islam. Simbolisasi tersebut diperlihatkan melalui pelaksanaan hukuman rajam yang dilakukan kepada anggotanya yang didakwa melakukan pemerkosaan di Maluku. Hukuman rajam ini mendapatkan peliputan yang sangat luas dari media dan pihak Laskar Jihad sendiri nampaknya tidak menutup-nutupi kejadian ini. Salah satu studi paling luas tentang gerakan sosial berbasiskan Islam tertuang dalam buku Gerakan Sosial Islam : Teori, Pendekatan, dan Studi Kasus (Wicktorowics-(ed), 2012). Dengan mengambil beberapa contoh kasus dari negara-negara Islam di Timur Tengah, studi ini berusaha memotret strategi-strategi gerakan sosial Islam di tempat-tempat tersebut. Studi ini mengungkap bahwa penggunaan kekerasan sebagai salah satu instumen dalam gerakan sosial merupakan hasil dari pilihan rasional para pelakunya. Kekerasan yang bersifat kolektif adalah hasil dari pembingkaian yang dilakukan oleh para pelaku di dalam gerakan sosial dengan memanfaatkan situasi dan kondisi yang dialami oleh gerakan sosial tersebut. Kekerasan akan muncul khususnya saat gerakan sosial mengalami represi berlebihan dari aparat atau saat semua saluran aspirasi yang ada telah ditutup. Kekerasan akan menyebar

10 luas ke kalangan yang lebih besar di saat biaya yang harus ditanggung apabila bersikap pasif lebih besar dari biaya melakukan kekerasan. D.1.5. Studi tentang Perkembangan Radikalisme Islam di Indonesia pasca-orde Baru c. Perkembangan Radikalisme Islam yang mewujud dalam maraknya kemunculan organisasi-organisasi Islam radikal mulai terjadi setelah rezim Orde Baru runtuh pada tahun Keruntuhan rezim yang sebelumnya bersifat represif menimbulkan ruang di dalam struktur politik Indonesia akibat hilangnya status quo. Ruang ini membuka kesempatan di dalam struktur politik yang sebelumnya monolitik untuk diisi oleh gerakan-gerakan Islam radikal. Gerakangerakan Islam radikal kemudian terlibat lebih jauh ke dalam pertarungan wacana terkait krisis multidimensi yang melanda Indonesia. Martin van Bruinessen et. al (2014) berusaha untuk menggambarkan conservative turn (pembelokan ke arah konservatif) yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Conservative Turn ini ditandai oleh kemunculan organisasi-organisasi yang berusaha menegakkan syariat Islam di daerah-daerah tersebut. Beberapa organisasi tersebut antara lain KPPSI (Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam di Indonesia) di Makassar serta FPIS (Front Pemuda Islam Surakarta) dan Majelis Tafsir Al-Qur an di kota Solo. Conservative turn juga ditengarai terjadi di lembaga-lembaga Islam yang sudah terlebih dahulu eksis seperti Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Disertasi Eric Hiariej (2009) menyoroti kemunculan ideologi radikalisme di dalam lembaga-lembaga seperti pesantren Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Front Pembela Islam (FPI). Disertasi tersebut berargumen bahwa ideologi Islam radikal merupakan sesuatu yang dikonstruksikan untuk melawan gejala konsumerisme dan kapitalisme yang makin berkembang di Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru. Kapitalisme telah masuk hingga ke ranah privat dan berusaha mendefinisikan seluruh segi kehidupan manusia termasuk aspek moral dan relijiusitas. Proses tersebut menyebabkan munculnya represi terhadap identitas umat Islam serta menghilangkan keunikan dan keaslian identitas umat Islam. Ideologi Islam radikal selanjutnya merupakan solusi untuk bertahan dari represi consumer culture sekaligus mempertahankan keunikan identitas Islam di tengah-tengah dunia yang dianggap semakin tercemar oleh kapitalisme.

11 E. Fokus Penelitian Berdasarkan pemetaan terhadap studi-studi di bab sebelumnya, penulis akan memfokuskan studinya pada kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan MMI, khususnya kasuskasus kekerasan yang mendapat peliputan media massa. Meskipun berpandangan cenderung puritan dan radikal, pada dasarnya MMI dan FPI turut memperhitungkan kondisi kota Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya dimana demokratisasi tengah menjadi trend. MMI dan FPI turut menyesuaikan strategi gerakannya dengan fenomena ini. Di sisi lain, baik FPI dan MMI mengalami situasi-situasi tertentu yang menyebabkan keduanya menggunakan kekerasan. Penelitian ini selanjutnya akan berusaha untuk memetakan situasi-situasi yang mendasari munculnya kekerasan sekaligus membahas bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kekerasan dalam strategi gerakan MMI dan FPI. Kedua ormas ini dipilih karena keduanya dapat dikategorikan sebagai ormas yang memiliki sejarah yang cukup panjang di kota ini. Kedua ormas ini masing-masing juga memiliki rekam jejak kekerasan di Yogyakarta, meskipun dengan pola dan intensitas yang berbeda-beda. FPI dan MMI mewakili dua ormas Islam radikal yang memiliki perbedaan dari segi ideologi, struktur organisasi, kepemimpinan, strategi-strategi hingga tujuan gerakan. Perbedaan ini diharapkan dapat memperkaya pembahasan mengenai latar belakang penggunaan kekerasan oleh kedua ormas Islam radikal ini. Penulis akan menelusuri alasan-alasan di balik penggunaan kekerasan oleh FPI dan MMI. Apakah kekerasan merupakan salah satu strategi utama dari struktur gerakan kedua ormas ini atau kekerasan hanya merupakan reaksi sesaat atas kondisi-kondisi tertentu? Penulis akan menelusuri lebih lanjut mengenai faktor-faktor internal (dari dalam organisasi) maupun eksternal (dari luar organisasi) yang memicu penggunaan kekerasan. Faktor lain yang patut dikaji untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kekerasan ormas Islam adalah adanya pembenaran terhadap aksi-aksi kekerasan. Penelitian ini akan mengupas hal-hal yang menjadi sarana pembenaran bagi aksi kekerasan yang dilakukan oleh ormas Islam radikal.

12 Penulis sepakat dengan Quintan Wicktrowicz (Wicktorowickz et.al, 2012) bahwa penggunaan kekerasan merupakan hasil dari pilihan-pilihan rasional yang ditentukan dengan memperhitungkan berbagai faktor di dalam gerakan maupun di masyarakat dan negara. Perspektif semacam ini dapat lebih memberikan kontribusi bagi kita dalam memahami kekerasan tidak semata-mata dari sisi pandang moralis yang berpatokan pada baik dan buruk semata. Kekerasan adalah perilaku yang berasal dari pemikiran rasional dan dilandasi oleh perhitungan yang matang terkait dengan hal-hal yang melatarbelakanginya sekaligus konsekuensi yang menjadi keluaran dari perilaku kekerasan tersebut. Radikalisme Islam merupakan sebuah inisiatif yang muncul di saat kondisi umat Islam mengalami tekanan-tekanan tertentu, baik yang bersumber dari institusi seperti negara maupun dari aliran-aliran pemikiran lain seperti liberalisme, kapitalisme, sosialisme, Marxisme dan lain sebagainya. Radikalisme Islam dapat dipandang sebagai sebuah gerakan tandingan sekaligus gerakan kebangkitan (revivalis) yang berusaha mengembalikan Islam kembali kepada statusnya sebagai satu-satunya sistem yang baik bagi perikehidupan umat Islam bahkan dunia pada umumnya (rahmatan lil alamin). Para pemikir utama dalam ideologi Islam yang dicap radikal seperti Ibnu Taimiyah, Abu a la al-maududi, Hassan al-banna, Sayyid Quthb, Taqiquddin al-nabhani dan Abdullah Azzam telah meletakkan dasar-dasar ideologis tentang konsep-konsep utama dalam gerakan Islam radikal. Konsep-konsep tersebut di antaranya konsep Islam sebagai pedoman hidup menyeluruh bagi umat (din-wa dawlah), supremasi hukum Tuhan di dunia (Hakimiyya), konsep pemimpin umat (khilafah) hingga prinsip perjuangan (jihad). Konsep-konsep tersebut sangat berguna sebagai pedoman dalam memperjuangkan Islam yang kaffah, namun perjuangan dalam mewujudkannya tentunya memerlukan sebuah wadah. Ide-ide yang masih bersifat abstrak memerlukan strategi-strategi tertentu untuk mampu bertahan dan memperluas pengaruhnya. Kebutuhan inilah yang akhirnya memunculkan konsep praksis tentang Islam sebagai gerakan politik dan sosial. Strategi perjuangan yang kerap menjadi acuan bagi kelompok-kelompok Islam radikal adalah gerakan jihad melalui kekerasan. Strategi jihad melalui kekerasan merupakan strategi yang dikembangkan oleh Sayyid Quthb dan Abdullah Azzam. Tujuan utama dari strategi jihad adalah menggantikan secara paksa para pemimpin yang dianggap dholim dan tidak

13 menerapkan sistem Islam di dalam negara. Konsep jihad dengan kekekerasan ini bertolak belakang dengan konsep gerakan sosial moderat ala Ikhwanul Muslimin. Apabila Ikhwanul Muslimin bertujuan untuk melakukan transformasi sosial secara bertahap dari bawah ke atas, maka gerakan jihad bertujuan untuk melakukan transformasi sosial secara radikal dari atas ke bawah. Gerakan-gerakan Islam radikal yang muncul di Indonesia turut mengadopsi tujuan transformasi sosial menuju masyarakat Islami dari gerakan-gerakan Timur Tengah tersebut. Gerakan-gerakan Islam radikal di Indonesia juga mengadopsi strategi-strategi gerakan sosial dari Timur Tengah. Strategi-strategi gerakan tersebut pada akhirnya disesuaikan dengan konteks yang terjadi di negara ini. Strategi-strategi gerakan Islam radikal mencakup strategi yang bersifat moderat hingga ke aksi-aksi kekerasan. Kecenderungan penggunaan kekerasan oleh ormas-ormas Islam radikal di Indonesia merupakan suatu fenomena yang masih harus diteliti secara lebih lanjut. Studi-studi tentang organisasiorganisasi Islam radikal di Indonesia selama ini masih berkutat pada jaringan-jaringan yang mereka bangun (ICG, 2005; Rahmat, 2006; Fealy & Bubalo, 2007), struktur peluang politik pasca-orde Baru yang membuka kesempatan bagi perkembangan ormas-ormas Islam (Van Bruinessen et.al, 2014; Van Bruinessen, 2013) serta pengaruh perkembangan ideologi Islam radikal (Zada, 2002; Mubarrak, 2007; Adnan Amal & Rizal Panggabean, 2004). Kekerasan yang dilakukan oleh ormas Islam radikal sempat disinggung dalam penelitian yang membahas selukbeluk dan kegiatan ormas Islam radikal (Ngatawi, 2006; ISAI, 2005; SETARA Institute, 2012) dan studi mengenai ormas Islam radikal sebagai bentuk gerakan sosial (Azis, 2011; Wicktorowicz et.al, 2012; Hassan, 2008). Penelitian-penelitian tersebut belum mengeksplorasi isu kekerasan sebagai pokok bahasan utama. Kekerasan hanya merupakan bagian kecil dari pembahasan tentang ormas-ormas Islam radikal khususnya sebagai konsekuensi dari ideologi radikal yang mereka anut. F. Kerangka Konseptual F.1. Konsep Cycle of Contention dan Framing

14 Konsep Cycle of Contention (siklus penentangan) dan framing ( pembingkaian isu) merupakan dua dari tiga konsep utama dalam teori gerakan sosial. Satu konsep lagi adalah political opportunity structure (struktur peluang politis). Konsep political opportunity structure terkait dengan gerakan fundamentalis Islam di Indonesia sebelumnya telah dibahas oleh para ahli seperti Robert Hefner dalam Civil Islam (2000), Noorhaidi Hassan dalam Laskar Jihad : Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas Pasca Orde Baru (2008) dan M. Zaki Mubarrak dalam Genealogi Islam Radikal di Indonesia (2007) sehingga penulis tidak akan menguraikannya lebih lanjut. Konsep cycle of contention mengemukakan bahwa terbukanya peluang politik yang muncul akibat keruntuhan rezim akhirnya membuka momentum bagi gerakan-gerakan sosial untuk berkembang dari tahap perencanaan gerakan ke arah pembentukan serta konsolidasi. Proses konsolidasi kemudian ditandai dengan usaha untuk membesarkan gerakan melalui rekrutmen anggota baru, perluasan jaringan dan kontak, serta mobilisasi massa. Pada tahapan ini mulai dilakukan tindakan-tindakan yang disebut sebagai repertoire of contention, yaitu pemakaian bentuk-bentuk aksi kolektif tertentu disertai dengan penggunaan simbol-simbol yang kasar, ritual-ritual agama, dan pertunjukkan seni budaya. 1 Konsep cycle of contention sangat berkaitan dengan konsep framing (pembingkaian). Framing terjadi saat aktor gerakan sosial menciptakan dan menggelindingkan wacana yang dapat bergema di antara mereka yang menjadi target mobilisasi. 2 Proses ini melibatkan sebuah penafsiran atas grievance/ keluhan dari kelompok-kelompok yang menjadi target mobilisasi berdasarkan sebuah bingkai utama (master frame) yang berdasarkan nilai-nilai tertentu. Keberhasilan dari framing ini sangat ditentukan oleh harapan akan keberhasilan yang dijanjikan oleh bingkai utama tersebut. Framing mencakup strategi-strategi untuk mengomunikasikan pesan untuk meraih dukungan massa dan menambah keanggotaan. Framing membutuhkan sebuah kemampuan khusus untuk memilih isu-isu dan simbol yang akan dipilih dan dikontekstualisasikan untuk mencapai frame resonance (gaung bingkai), yaitu respon-respon memadai yang akan mengubah mobilisasi potensial menjadi mobilisasi aktual. 3 Frame 1 Seperti dikemukakan oleh Sidney Tarrow dalam Power in Movement (1998), dikutip dari Laskar Jihad : Islam, Militansi, dan Pergulatan Identitas Pasca Orde Baru (2008) hal David Snow et.al dalam Frame, Alignment Process, Micromobilization and Movement Participation (1986), dikutip dari Ibid, hal Ibid, loc.cit

15 resonance selanjutnya akan menjadi basis bagi pembentukan identitas kolektif dimana identitas kolektif yang kuat selanjutnya akan menentukan keputusan yang diambil oleh para aktor dan cara mereka menyesuaikan kegiatan-kegiatan mereka dengan situasi yang terus berubah. 4 F.2. Vigilantism Vigilantism merupakan sebuah konsep mengenai keterlibatan orang-orang di luar aparat keamanan atau otoritas yang berwajib dalam menegakkan apa yang mereka yakini sebagai hukum dan sekaligus menciptakan ketertiban. Vigilantism berasal dari bahasa Latin vigilant yang dapat diartikan sebagai penjaga atau pengawas. Kamus online Merriam-Webster mendefinisikan vigilantism sebagai a member of a volunteer committee organized to suppress and punish crime summarily (as when the processes of law are viewed as inadequate); broadly : a self-appointed doer of justice. 5 Definisi yang seringkali dijadikan acuan untuk konsep vigilantism adalah definisi yang dirumuskan oleh Rosenbaum & Sederberg. Mereka berdua mendefinisikan vigilantism sebagai simply establishment of violence. It consists of acts or threats of coercion in violation of the formal boundaries of an established sociopolitical order which, however, are intended to the violators to defend that order from some form of subversion. 6 hakim sendiri. unsur masyarakat Dalam bahasa sehari-hari, vigilantism lebih dikenal dengan ungkapan main Fenomena vigilantism merupakan sebuah bentuk tindakan sepihak dari beberapa yang mengambil-alih hukum dari otoritas yang berwenang dan menjadikannya sebagai alat pribadi. Dalam kasus-kasus semacam MMI dan FPI, mereka seringkali berdalih bahwa aparat yang berwenang sama sekali tidak mengambil tindakan atas hal-hal yang mereka anggap telah mengotori akidah Islam dan menimbulkan keresahan umat. Mereka mengklaim bahwa aksi-aksinya mewakili umat Islam sebagai kelompok mayoritas yang terancam baik oleh pencemaran akidah maupun negara yang pasif dalam menindaknya. 4 Alberto Melucci dalam Challenging Codes : Collective Action in the Information Age (1996), dikutip dalam Ibid, hal diakses tanggal 11 Juni 2014 pukul Rosenbaum & Sederberg seperti dikutip dari The Cause of Vigilante Political Violence : The Case of Jewish Settlers hal. 10, diunduh dari tanggal 11 Juni 2014 pukul 18.05

16 Fenomena ketidakmampuan pemerintah dalam menindak hal-hal yang dianggap mencemari nilai-nilai yang dianut oleh kelompok-kelompok fundamentalis ini merupakan salah satu prasyarat paling mendasar dalam terjadinya aksi-aksi vigilante. Rosenbaum dan Sederberg selanjutnya berpendapat bahwa the potential for vigilantism varies positively with the intensity and scope of belief that a regime is ineffective in dealing with the prevailing socio-political order. 7 FPI dan MMI dapat dikategorikan sebagai social-group-control vigilantism apabila meminjam tipologi yang dirumuskan oleh Rosenbaum & Sederberg (1976). Social-groupcontrol vigilantism didefinisikan sebagai establishment violence directed against groups that are competing for, or advocating a redistributing of, values within the system. 8 G. Hipotesis FPI dan MMI menggunakan wacana Islam sebagai unsur pembentuk identitas bagi mereka yang membedakannya dengan mayoritas warga Yogyakarta. Identitas Islam yang spesifik ini turut berfungsi untuk menarik batas yang tegas antara mereka dengan kelompokkelompok minoritas yang dianggap menyimpang. Komitmen terhadap Islam sebagai identitas ditunjukkan melalui penampilan/busana, tingkah-laku bahkan aksi-aksi yang menjurus ke arah kekerasan. Di sisi lain, FPI dan MMI pun akan dituduh sebagai pihak yang menyimpang dan liyan. Polarisasi semacam ini akan dapat kita ketahui dengan mempelajari lebih lanjut mengenai seluk-beluk sejarah FPI dan MMI, komposisi keanggotaannya, mazhab Islam yang dianutnya serta dikaitkan dengan konteks sosial, politik dan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tempat berkembangnya kedua ormas ini. FPI dan MMI dapat dikatakan menggunakan prinsip vigilantism di dalam melaksanakan prinsip-prinsip yang mereka yakini tentang Islam. Kedua ormas ini seringkali melakukan aksi-aksi seperti sweeping terhadap tempat hiburan malam atau lokasi-lokasi yang disinyalir menjadi tempat maksiat lainnya. MMI bahkan tercatat pernah melakukan penyerangan terhadap kantor LKIS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) di daerah Banguntapan Bantul demi 7 Dikutip dari Vigilante Politics (1976) oleh Jon Rosenbaum & Peter.C.Sederberg (.ed) hal 7. 8 Ibid, hal.12.

17 mencegah diskusi buku Allah, Liberty & Love karya penulis feminis Irsyad Manji. 9 Anggotaanggota MMI juga pernah menyerang seniman Bramantyo Prijosusilo yang dianggap memprovokasi MMI dengan mengadakan sebuah pertunjukan seni di dekat markas MMI di daerah Kotagede. 10 Aksi kekerasan menjadi pilihan karena aparat keamanan dianggap tidak mau bertindak tegas. Ketidakmampuan aparat ini seringkali dikaitkan pada ketidak sesuaian antara nilai-nilai yang dianut oleh pemerintah dan ormas-ormas seperti FPI dan MMI. FPI dan MMI mempertanyakan komitmen aparat keamanan terhadap Islam. Alasan untuk menjaga nilai-nilai keislaman dari deprivasi oleh negara maupun aktor-aktor lainnya merupakan salah satu penyebab metode vigilantism dipilih oleh FPI. FPI dan MMI menggunakan kekerasan yang bersifat reaksioner untuk menanggapi kemunculan nilai-nilai baru yang dianggap mengancam nilai-nilai mereka. Kecenderungan penggunaan kekerasan di luar hukum sebagai jalan keluar muncul apabila nilai-nilai yang mereka anut merupakan sesuatu yang final dan tidak dapat diganggugugat lagi, sehingga melahirkan pendekatan zero-sum terkait dengan kemunculan nilai-nilai lain yang dianggap tidak sesuai. H. Metode Penelitian Dalam meneliti tesis berjudul Perbandingan Strategi Gerakan Front Pembela Islam dan Majelis Mujahidin Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Keamanan Daerah Istimewa Yogyakarta ini, penulis akan menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian ini akan menggunakan referensi berupa data-data sekunder dari buku, jurnal, surat kabar, situs-situs internet, majalah dan hasil penelitian dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Data ini akan dilengkapi dengan data primer berupa hasil wawancara dengan tokohtokoh serta anggota dari FPI maupun MMI. Pemilihan responden akan diarahkan pada tokohtokoh yang terlibat langsung di dalam kekerasan maupun tokoh-tokoh yang berperan dalam 9 LKiS, diakses tanggal 11 Juni 2014 pukul diakses tanggal 11 Juni 2014 pukul 15.25

18 memberikan pembenaran terhadap kekerasan. Penulis juga akan mewawancarai pihak-pihak yang pernah menjadi korban aksi kekerasan FPI dan MMI untuk mendapakan gambaran yang lebih lengkap terhadap aksi-aksi kekerasan mereka. I. Sistematika Penulisan Tesis yang berjudul Perbandingan Strategi Gerakan Front Pembela Islam dan Majelis Mujahidin Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Keamanan Daerah Istimewa Yogyakarta ini akan dibagi ke dalam lima bab. Bab Pertama berisikan mengenai pendahuluan. Dalam bab ini Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah serta kerangka konseptual. Pembahasan dalam Bab I ini selanjutnya dengan argumen utama, studi literatur, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab Kedua dari tesis ini akan membahas mengenai seluk-beluk sejarah, latar belakang ideologis, tujuan dan misi utama organisasi, komposisi anggota, komposisi kepengurusan, struktur organisasi serta program-program yang dilaksanakan oleh FPI dan MMI sebagai sebuah gerakan sosial. Bab ini memiliki fokus untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap FPI dan MMI sebagai sebuah organisasi maupun sebuah gerakan sosial. Bab Ketiga dari tesis ini akan mulai membandingkan strategi-strategi gerakan sosial yang dijalankan oleh FPI dan MMI dalam mencapai misi-misi organisasinya. Perbandingan ini dilakukan mulai dari struktur keorganisasiannya, tujuan, latar belakang ajaran/ideologi yang dianut, hingga bentuk-bentuk aksi dan kegiatan yang dilaksanakan oleh kedua organisasi ini untuk mencapai tujuan berdasarkan ideologi yang dianutnya. Perhatian khusus akan ditujukan pada bagaimana kedua ormas ini menarik pengikut-pengikut baru dan memobilisasi massa untuk menyuarakan aspirasinya terhadap suatu isu. Pembahasan di bab ini juga akan mencakup pilihan untuk melakukan tindakan-tindakan sepihak atau kekerasan sebagai salah satu strategi gerakan. Bab Keempat dari tesis ini akan menguraikan seluk-beluk penggunaan kekerasan atau tindakan-tindakan sepihak (vigilantism) dari MMI dan FPI. Bab ini akan mengambil contoh kasus dari berbagai kekerasan yang mereka lakukan untuk menanggapi beberapa isu seperti kemaksiatan, LGBT, penyelewengan akidah yang dilakukan oleh beberapa unsur seperti Islam

19 Liberal (contoh : pembubaran diskusi Irsyad Manji) maupun kelompok-kelompok seperti Ahmadiyah dan Syiah. Bab ini juga akan membahas mengenai dampak kekerasan tersebut baik yang bersifat langsung seperti jatuhnya korban, kerusakan fisik dan material, hingga munculnya rasa takut dari warga sekitar lokasi-lokasi penyerangan. Bab Kelima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya. Pada bab terakhir ini akan diuraikan secara singkat jawaban dari rumusan masalah yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis berharap dapat memberikan masukan dan saran yang bersifat membangun untuk menghindari atau meminimalisir dampak-dampak buruk dari kekerasan yang ditimbulkan oleh pilihan strategi gerakan FPI dan MMI tersebut.

Al Ngatawi, Zastrouw Gerakan Islam Simbolik : Politik Kepentingan FPI. Yogyakarta : LkiS hal Ibid, hal

Al Ngatawi, Zastrouw Gerakan Islam Simbolik : Politik Kepentingan FPI. Yogyakarta : LkiS hal Ibid, hal BAB V KESIMPULAN Organisasi masyarakat yang berbasiskan pandangan Islam radikal seperti FPI dan MMI memiliki pandangan yang sangat kontradiktif tentang kekerasan. Kedua ormas ini memandang bahwa kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Penduduk muslimnya berjumlah 209.120.000 orang atau 13% dari jumlah penduduk Muslim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika gerakan sosial keagamaan di Indonesia sangat menarik untuk dikaji. Dikatakan menarik, karena salah satu agendanya adalah menyebarkan gagasannya dan ingin

Lebih terperinci

Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara

Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara Abdil Mughis Mudhoffir http://indoprogress.com/2016/12/kekerasan-sipil-dan-kekuasaan-negara/ 15 December 2016 IndoPROGRESS KEBERADAAN kelompok-kelompok sipil yang dapat

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa REKONSTRUKSI DATA B. NO Analisa Analisa dan koding tematik Perceive threat Adanya ketidakadilan terhadap pelebelan terorisme yang dirasakan umat Islam FGD.B..8 FGD.B..04 FGD.B.. FGD.B..79 FGD.B..989 Umat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi penguatan gerakan dalam hal menebar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis http://www.sinarharapan.co/news/read/31850/dawam-rahardjo-saya-muslim-dan-saya-pluralis- Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis 03 February 2014 Ruhut Ambarita Politik dibaca: 279 Dawam Rahardjo.

Lebih terperinci

Peristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam?

Peristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam? {mosimage} Hafidz Abdurrahman Ketua DPP HTI Berbagai peristiwa bergulir sepanjang tahun 2009. Putaran roda zaman pun menggilas siapa saja, termasuk umat Islam. Sayangnya umat Islam belum mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP KESIMPULAN

BAB V PENUTUP KESIMPULAN BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Penelitian ini mengambil latar belakang akan adanya keinginan sebagian masyarakat untuk hidup dalam tatanan sistem pemerintahan yang baik dan dapat mengatasi sejumlah persoalan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang

Lebih terperinci

DEMOKRASI DAN RADIKALISME

DEMOKRASI DAN RADIKALISME l i m e m o k r a t i s EMOKRASI AN RAIKALISME i g i t a AGAMA m o k r a t i s. c o m l Rumadi Edisi 009, Agustus 2011 1 emokrasi dan Radikalisme Agama Prof. John O Voll, guru besar sejarah di Georgetown

Lebih terperinci

Indonesia akan menyelenggarakan pilpres setelah sebelumnya pilleg. Akankah ada perubahan di Indonesia?

Indonesia akan menyelenggarakan pilpres setelah sebelumnya pilleg. Akankah ada perubahan di Indonesia? {mosimage} Hafidz Abdurrahman Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Tak lama lagi, rakyat Indonesia akan kembali berpesta dalam demokrasi. Setelah beberapa waktu lalu diminta memilih wakil rakyat, kini rakyat

Lebih terperinci

RADIKALISME AGAMA DALAM KAJIAN SOSIOLOGI

RADIKALISME AGAMA DALAM KAJIAN SOSIOLOGI Radikalisme Agama Dalam Kkajian Sosiologi RADIKALISME AGAMA DALAM KAJIAN SOSIOLOGI Ibnu Hibban Judul Buku : Radikalisme Agama di Indonesia Penulis : Dr. Zuly Qodir Penerbit : Pustaka Pelajar Tahun Terbit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara. Kepercayaan agama tidak hanya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris.

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris. Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris. Tidak pernah ada cerita orang Kristen disebut teroris, meski tindakannya sama persis dengan teroris.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan yang digambarkan dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pengukuhan PAI sebagai bagian dari mata kuliah yang harus

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah pemilik peran penting dalam menyampaikan berbagai informasi pada masyarakat. Media komunikasi massa yaitu cetak (koran, majalah, tabloid), elektronik

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan jumlah penduduk yang besar. Masyarakat Indonesia tinggal di pulau pulau Indonesia, dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) ISLAM DAN KEBANGSAAN Temuan Survey Nasional Jajat Burhanudin Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta 2007 METODOLOGI SURVEI Wilayah: Nasional Metode: multi-stage random sampling Jumlah

Lebih terperinci

Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah.

Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah. Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah. Ideologi tak pernah mati. Begitu juga Islam. Meski telah kehilangan institusinya sejak 3 Maret 1924, ideologi Islam tetap tertanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. BAB I PENDAHULUAN I. 1.Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan tulang punggung dalam demokrasi karena hanya melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan. Kenyataan ini

Lebih terperinci

CITA-CITA NEGARA PANCASILA

CITA-CITA NEGARA PANCASILA CITA-CITA NEGARA PANCASILA Disampaikan Pada Diskusi Harian Pelita di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, 10 Maret 2011 1. Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh

Lebih terperinci

MILAD 100 TAHUN AISYIYAH M AISYIYAH AWAL ABAD KEDUA: MEMULIAKAN MARTABAT UMAT, BERKIPRAH MEMAJUKAN BANGSA

MILAD 100 TAHUN AISYIYAH M AISYIYAH AWAL ABAD KEDUA: MEMULIAKAN MARTABAT UMAT, BERKIPRAH MEMAJUKAN BANGSA MILAD 100 TAHUN AISYIYAH 1917-2017 M AISYIYAH AWAL ABAD KEDUA: MEMULIAKAN MARTABAT UMAT, BERKIPRAH MEMAJUKAN BANGSA A. DASAR PEMIKIRAN 1. Aisyiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang bergerak pada

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute LATAR BELAKANG Kongres Ummat Islam Indonesia (KUII) IV telah menegaskan bahwa syariat Islam adalah satu-satunya solusi bagi berbagai problematika

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas Tunggal Pancasila oleh Nahdlatul Ulama : Latar Belakang dan Proses 1983-1985 yang menjadi bahan

Lebih terperinci

PENUTUP. berbagai belahan dunia, di Malaysia ada Islam Hadhori di bawah pimpinan. Abdullah bin Ahmad Badawi dan di Yordania ada Islam Wasatiyyah yakni

PENUTUP. berbagai belahan dunia, di Malaysia ada Islam Hadhori di bawah pimpinan. Abdullah bin Ahmad Badawi dan di Yordania ada Islam Wasatiyyah yakni 113 PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil kajian ini, pada akirnya peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan terkait dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan, yakni sebagai berikut: 1. wacana gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Bab I Pendahuluan. 10. Bab II Pengertian Manhaj Salaf Ahlussunnah wal Jama ah Salaf.. 19

DAFTAR ISI. Bab I Pendahuluan. 10. Bab II Pengertian Manhaj Salaf Ahlussunnah wal Jama ah Salaf.. 19 DAFTAR ISI Daftar Isi.. 5 Kata Pengantar... 7 Bab I Pendahuluan. 10 Bab II Pengertian Manhaj Salaf... 15 2.1. Ahlussunnah wal Jama ah.... 15 2.2. Salaf.. 19 Bab III Salafi dan Wahabisme.. 22 3.1. Sejarah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SK GUBERNUR NO. 188/94/KPTS/013/2011 DALAM TEORI PERLINDUNGAN EKSTERNAL DAN PEMBATASAN INTERNAL PERSPEKTIF WILL KYMLICKA

BAB V ANALISIS SK GUBERNUR NO. 188/94/KPTS/013/2011 DALAM TEORI PERLINDUNGAN EKSTERNAL DAN PEMBATASAN INTERNAL PERSPEKTIF WILL KYMLICKA BAB V ANALISIS SK GUBERNUR NO. 188/94/KPTS/013/2011 DALAM TEORI PERLINDUNGAN EKSTERNAL DAN PEMBATASAN INTERNAL PERSPEKTIF WILL KYMLICKA A. SK Gubernur dalam Perlindungan Eksternal (External Protection)

Lebih terperinci

Albania Negeri Muslim di Benua Biru?

Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Faktanya banyak sekali hal-hal yang belum kita ketahui tentang agama islam di dunia ini, bagi kalian yang mengaku masyarakat islam hendaklah kita sesekali menilik lebih

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

Kaum Syiah di Indonesia: Perjuangan Melawan Stigma. Zulfan Taufik Dosen STAI Nur El-Ghazy Bekasi

Kaum Syiah di Indonesia: Perjuangan Melawan Stigma. Zulfan Taufik Dosen STAI Nur El-Ghazy Bekasi Zulfan Taufik Dosen STAI Nur El-Ghazy Bekasi Penulis : Zulkifli Judul : The Struggle of the Shi is in Indonesia Penerbit : Australian National University Press Tahun : 2013 Jumlah Halaman : xxiv + 304

Lebih terperinci

Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia

Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia State Islam: Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia 13 September 2017 https://indoprogress.com/2017/09/state-islam-tentang-islam-yang-direstui-oleh-negara-di-indonesia/ Dendy Raditya Atmosuwito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama yang diakui oleh negara,

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama yang diakui oleh negara, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan berbagai komunitas agama. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa agama yang diakui oleh negara, yaitu Hindu, Budha,

Lebih terperinci

[102] Ormas Dalam Bahaya Friday, 19 April :43

[102] Ormas Dalam Bahaya Friday, 19 April :43 Sejak era reformasi pemaksaan setiap ormas untuk mencantumkan Pancasila sebagai asas yang ditetapkan oleh TAP MPR no. II/1978 telah dibatalkan oleh TAP MPR no. XVIII/1998. Gelombang aksi protes menyusul

Lebih terperinci

Grafik 1: Transmisi Pengetahuan Agama 9.6. Grafik 2: Bertetangga dengan orang yang berbeda Suku dan Agama

Grafik 1: Transmisi Pengetahuan Agama 9.6. Grafik 2: Bertetangga dengan orang yang berbeda Suku dan Agama Grafik 1: Transmisi Pengetahuan Agama Orang tua/keluarga 68.1 Pendidikan di sekolah 9.6 Majelis-majelis agama/ pengajian/ kebaktian 19 Tidak tahu/menjawab 3.3 Grafik 2: Bertetangga dengan orang yang berbeda

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah BAB VI KESIMPULAN Sampai pada saat penelitian lapangan untuk tesis ini dilaksanakan, Goenawan Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah Tempo dalam waktu yang relatif lama,

Lebih terperinci

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Survei syariah terbaru yang diselenggarakan SEM Institute menunjukkan mayoritas rakyat Indonesia (72 persen) menginginkan tegaknya syariah hingga level negara. Ini mengkonfirmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu.

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 30 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan penghargaan World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation yang berkedudukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat

Lebih terperinci

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI l ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g D k a a n Arskal Salim Kolom Edisi 002, Agustus 2011 1 Islam di Antara Dua Model Demokrasi Perubahan setting politik pasca Orde Baru tanpa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

Menyoal Kesiapan AMM dalam Upaya Revitalisasi Ideologi dan Reaktualisasi Gerakan Islam yang Berkemajuan

Menyoal Kesiapan AMM dalam Upaya Revitalisasi Ideologi dan Reaktualisasi Gerakan Islam yang Berkemajuan 1 Menyoal Kesiapan AMM dalam Upaya Revitalisasi Ideologi dan Reaktualisasi Gerakan Islam yang Berkemajuan Saleh P. Daulay (Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah) Pengantar Penggunaan istilah Islam yang Berkemajuan,

Lebih terperinci

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Setelah berakhirnya perang dunia kedua, muncul dua kekuatan besar di dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kedua negara ini saling bersaing untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peneliti karena sangat sulit sekali menemukan sumber-sumber yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. peneliti karena sangat sulit sekali menemukan sumber-sumber yang berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Penulisan sejarah Amerika Latin merupakan sebuah tantangan bagi peneliti karena sangat sulit sekali menemukan sumber-sumber yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Mubarak. Berdasarkan dengan pandangan bahwa dalam setiap wilayah ditingkat

BAB V PENUTUP. Mubarak. Berdasarkan dengan pandangan bahwa dalam setiap wilayah ditingkat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini telah menjelaskan mengenai perjuangan Ikhwanul Muslimin (IM) dalam proses Counter Hegemony terhadap sekularisme di masa pemerintahan Hosni Mubarak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia merupakan organisasi gerakan soial baru yang terlihat dari isu-isu yang diperjuangkan oleh LSM ini dan jaringan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai 286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang, dari zaman sebelum Indonesia merdeka, masa Orde Lama, masa

BAB I PENDAHULUAN. panjang, dari zaman sebelum Indonesia merdeka, masa Orde Lama, masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan organisasi keagamaan di Indonesia memang sangat panjang, dari zaman sebelum Indonesia merdeka, masa Orde Lama, masa Orde Baru, pasca-orde Baru hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah unjuk rasa dan demonstrasi mahasiswa (Matulessy, 2005). Mahasiswa telah

BAB I PENDAHULUAN. istilah unjuk rasa dan demonstrasi mahasiswa (Matulessy, 2005). Mahasiswa telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejumlah perubahan di Indonesia, tercatat peran signifikan gerakan mahasiswa di dalamnya. Gerakan mahasiswa (student movement) merupakan salah satu bentuk dari

Lebih terperinci

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia Jakarta, 7 Agustus 2006 METHODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni

Lebih terperinci

PROSPEK ISLAM POLITIK

PROSPEK ISLAM POLITIK PROSPEK ISLAM POLITIK LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI) Jakarta, Oktober 2006 www.lsi.or.id Konseptualisasi Prospek Islam politik Prospek Islam politik adalah kemungkinan menguat atau melemahnya Islam yang

Lebih terperinci

PANCASILA MENGATASI KONFLIK IDEOLOGI-IDEOLOGI NEGARA

PANCASILA MENGATASI KONFLIK IDEOLOGI-IDEOLOGI NEGARA PANCASILA MENGATASI KONFLIK IDEOLOGI-IDEOLOGI NEGARA Dosen Nama : M.Khalis Purwanto, Drs, MM : Dion Indra Mustofa NIM : 10.02.7763 Kelompok Jurusan : A : D3 - Manajemen Informatika SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KERAGAMAN AGAMA DI INDONESIA DAN PERAN FKUB

PENGELOLAAN KERAGAMAN AGAMA DI INDONESIA DAN PERAN FKUB SEMINAR NASIONAL Merawat Toleransi, Demokrasi dan Pluralitas Keberagaman (Mencari Masukan Gagasan untuk Pengembangan Kapasitas Peran FKUB) Royal Ambarrukmo Yogyakarta, 12 September 2017 MAKALAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB III SEJARAH SINGKAT MAJELIS ULAMA INDOSESIA. pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam

BAB III SEJARAH SINGKAT MAJELIS ULAMA INDOSESIA. pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam BAB III SEJARAH SINGKAT MAJELIS ULAMA INDOSESIA A. Sekilas Tentang Berdirinya MUI 1. Sejarah Berdirinya MUI MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu ama yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemuda merupakan suatu generasi bangsa yang akan menentukan perubahan- perubahan dimasa akan datang. Hal ini dapat di pahami, mengingat pemuda berperan sebagai

Lebih terperinci

POLRI KONSITITUSI DAN KEBEBASAN BERAGAMA, BERKEYAKINAN DAN BERIBADAH

POLRI KONSITITUSI DAN KEBEBASAN BERAGAMA, BERKEYAKINAN DAN BERIBADAH SEMINAR Peran Polisi, Masyarakat dan Tokoh Agama dalam Penanggulangan Isu Keamanan: Studi Kasus Kekerasan Bernuansa Keagamaan Jogjakarta Plaza Hotel, 23 September 2013 MAKALAH POLRI KONSITITUSI DAN KEBEBASAN

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam Peta Politik Demokratisasi Indonesia* AE Priyono Peneliti Senior Demos

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam Peta Politik Demokratisasi Indonesia* AE Priyono Peneliti Senior Demos Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam Peta Politik Demokratisasi Indonesia* AE Priyono Peneliti Senior Demos Tulisan ini akan mengulas isu kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam konteks problematik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA Disusun oleh: Nama Mahasiswa : Regina Sheilla Andinia Nomor Mahasiswa : 118114058 PRODI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Peristiwa Bom Thamrin yang terjadi pada tanggal 14 Januari 2016 ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan banyak pihak karena

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat. disimpulkan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah yang rawan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat. disimpulkan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah yang rawan BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Banyuwangi merupakan wilayah yang rawan konflik. Hal ini tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa konflik yang terjadi jauh

Lebih terperinci

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pertama

BAB V PENUTUP Pertama BAB V PENUTUP Tesis ini adalah media sosial sebagai strategi gerakan dalam konteks demokrasi. Peneliti memandang media sosial dengan cara pandang teknorealis. Artinya, media sosial bagai pedang bermata

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Hizbut Tahrir) menjadi sebuah fenomena di tengah-tengah masyarakat. Taqiyyudin An Nabhani, seorang ulama asal palestina.

BAB I PENDAHULUAN. (Hizbut Tahrir) menjadi sebuah fenomena di tengah-tengah masyarakat. Taqiyyudin An Nabhani, seorang ulama asal palestina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pada akhir tahun belakangan ini salah satu organisasi Transnasional (Hizbut Tahrir) menjadi sebuah fenomena di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pasalnya hal

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Berikut ini metode penelitian dalam penelitian ini. Metodologi penelitian meliputi (1) metode penelitian, (2) teknik pengumpulan data, (3) teknik pengolahan data, (4) sumber dan

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi 1 masing-masing yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi 1 masing-masing yang mungkin BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Konflik antar kelompok telah menjadi sebuah fenomena yang tidak dapat terhindarkan dalam suatu negara plural. Hal ini dapat terjadi karena beragamnya etnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa macam suku, adat istiadat, dan juga agama. Kemajemukan bangsa Indonesia ini secara positif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era kontemporer, pendekatan yang diambil Jepang dalam melakukan politik luar negeri dengan Myanmar kerap disebut sebagai critical engagement policy. Pendekatan

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi 6.1. Kesimpulan Melalui berbagai serangkaian aktivitas pelacakan data dan kemudian menganalisisnya dari berbagai perspektif, beberapa pernyataan ditawarkan dalam uraian

Lebih terperinci