ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI
|
|
- Ridwan Kusumo
- 9 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 l ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g D k a a n Arskal Salim Kolom Edisi 002, Agustus
2 Islam di Antara Dua Model Demokrasi Perubahan setting politik pasca Orde Baru tanpa diduga memberi ruang bagi berkembangnya wacana penegakan syariat Islam di Indonesia. Pro dan kontra tentu saja bermunculan. Tiap-tiap kelompok mengajukan argumentasi untuk meneguhkan pendirian mereka. Sayangnya, argumentasi yang dibangun tidak lagi ditujukan untuk berusaha meyakinkan pihak lain, tetapi malah melakukan stigmatisasi satu sama lain. Di mata kelompok pro pelaksanaan syariat, mereka yang menolak syariat dianggap Islamophobia. Sementara kelompok D e m o c r a c y P e r p u s t a 2
3 l P r o j e c t D k a a n i t a i g anti pelaksanaan syariat memandang sebagian kelompok pro pelaksanaan syariat sebagai orang-orang yang hendak melakukan politisasi agama. Tulisan ini mencoba mengamati wacana pro-kontra penerapan syariat dari sudut pandang proses demokratisasi. Dua Model Demokrasi Penjelasan yang diberikan Robert Pinkney (1994) tentang model-model demokrasi barangkali berguna untuk mengamati pro-kontra penerapan syariat di Indonesia. Setidaknya ada dua model demokrasi yang relevan untuk dikemukakan di sini, yaitu demokrasi berwawasan radikal (radical democracy), dan demokrasi berwawasan liberal (liberal democracy). Menurut Pinkney, demokrasi radikal ditandai dengan kuatnya pandangan bahwa hak-hak setiap warga negara dilindungi dengan prinsip persamaan di depan hukum, tetapi perhatian yang diberikan tidaklah sama besar dengan perlindungan 3
4 hak individu di bawah demokrasi liberal berhadapan dengan negara. Hal itu karena kehendak mayoritas dalam demokrasi radikal adalah yang terpenting, sedangkan negara tak lebih dalam posisi melaksanakan kehendak mayoritas itu. Wawasan demokrasi semacam ini, bagi Douglas M. Brown (1988), terlihat cenderung lebih menekankan makna formal demokrasi (the radicalization of formal democracy). Adapun demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat representasi warga negara dan melindunginya dari tindakan kelompok lain ataupun dari negara. Negara dalam hal ini tidak berposisi sebagai operator kehendak mayoritas, karena mungkin saja akan bertabrakan dengan kepentingan minoritas. Negara lebih berfungsi sebagai wasit untuk menjamin terpeliharanya tingkat representasi D e m o c r a c y P e r p u s t a 4
5 l P r o j e c t D k a a n i t a i g dan perlindungan bagi segenap warga negara. Kelompok yang berwawasan demokrasi radikal adalah mereka yang pro syariat. Dengan argumen utama bahwa karena mayoritas warga negara beragama Islam maka sudah sewajarnya pula jika hukum yang diimplementasikan bersumber dari syariat. Namun karena menyadari bahwa implementasi syariat hanya bisa dilakukan melalui mekanisme konstitusional, maka mereka percaya bahwa usaha tersebut baru dapat tercapai jika mereka mampu mendominasi panggung politik. Titik tolak upaya kelompok ini adalah negara, karena negara dengan otoritas yang dimilikinya dipercayai akan mampu mengimplementasikan syariat secara efektif di kalangan umat Islam. Kata kunci demokrasi bagi kelompok ini jelas sekali, yaitu kehendak mayoritas yang diimplementasikan oleh negara. Demokrasi semacam ini, di mata Judith Miller (1993), tampaknya 5
6 merupakan tren umum di hampir semua kalangan Islam politik di dunia Muslim. Berhadapan dengan kelompok di atas, kelompok yang berwawasan demokrasi liberal kurang berminat mendukung perjuangan penerapan hukum Islam. Hal itu karena mereka melihat perjuangan semacam itu akan melanggar prinsip kesetaraan semua warga negara di depan hukum sebagai salah satu pilar demokratisasi. Karena itu, negara tidak boleh mengabulkan tuntutan penegakan syariat dalam sebuah negara yang multi-varian seperti Indonesia. Sebab jika tidak, pemberlakuan syariat akan berakibat uniformisasi dan hal itu akan melanggar kebebasan beragama sebagai bagian dari hakhak asasi setiap manusia. Bagi kelompok ini, dalam sebuah negara dengan kewarganegaraan yang plural, hak-hak harus didistribusikan secara setara dan universal atas basis keanggotaan teritorial politik dan bukan atas dasar keanggotaan dalam suatu komunitas keagamaan. D e m o c r a c y P e r p u s t a 6
7 l P r o j e c t D k a a n i t a i g Pandangan kelompok ini jelas lebih mengutamakan makna substantif demokrasi ketimbang pengertian formalnya yang cenderung bersifat prosedural. Prosedur atau Substansi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana sebetulnya demokrasi berlangsung; apakah lebih mengutamakan prosedur atau substansi? Apakah tuntutan penerapan hukum Islam oleh negara, walaupun disuarakan mayoritas, merupakan langkah tidak demokratis? Apakah memang ada elemen hukum Islam yang anti-demokrasi? Dan, betulkah jika hukum Islam diimplementasikan oleh negara akan membawa implikasi non-demokratis, terutama di negara yang berpenduduk majemuk seperti Indonesia? Sungguhpun dalam ajaran Islam terkandung sangat banyak nilai yang mendukung prinsip demokrasi, ada suatu kondisi yang oleh sementara pengamat dianggap bertentangan dengan demokrasi jika kehendak 7
8 penerapan syariat Islam akan diakomodasi. Kondisi yang dimaksud itu adalah kedudukan syariat yang amat signifikan dalam Islam; yang tentu saja lebih penting dari kehidupan demokrasi itu sendiri. Daniel E. Price (1999) mengungkapkan bahwa banyak kelompok Islam politik di negaranegara Muslim mengklaim bahwa keberadaan negara adalah tak lebih sebagai sarana untuk menerapkan syariat Islam. Karena itu, walaupun suatu negara diperintah oleh rezim otoriter, asalkan mempunyai kebijakan penerapan syariat Islam, akan tetap didukung dan dipertahankan. Pandangan semacam ini tentu saja akan dapat melanggengkan rezim otoriter dan menyulitkan bagi munculnya rezim demokratis. Memang benar bahwa umat Islam merupakan populasi mayoritas bangsa ini. Tapi hal itu tidaklah meniscayakan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia haruslah berasal dari hukum Islam, karena logika D e m o c r a c y P e r p u s t a 8
9 l P r o j e c t D k a a n i t a i g dan prosedur demokrasi bukanlah berdasarkan mayoritas populasi tetapi lebih berdasarkan mayoritas politik (vote). Begitu juga, prinsip dan substansi demokrasi mensyaratkan keharusan adanya persamaan, non-diskriminasi dan kebebasan individu; suatu kondisi yang cukup sulit diciptakan jika penerapan syariat ingin direalisasikan, walaupun khusus diperuntukkan bagi umat Islam Indonesia. Sebab, dalam demokrasi, sungguhpun setiap warga negara berhak dan diperbolehkan untuk mempengaruhi kondisi politik dengan menggunakan persepsi, ideologi dan keyakinan agama yang dianutnya, tidak seorang pun boleh menggunakan negara untuk menjadi instrumen atau aparatus ajaran agama tertentu saja. Hal ini karena melanggar prinsip netralitas negara dalam hal keharusan memberi perlakuan yang sama, tidak hanya kepada kemajemukan agama, tetapi juga terhadap berbagai macam interpretasi yang terdapat dalam 9
10 satu agama, serta kebebasan individu untuk mengikuti pilihan interpretasi yang dikehendakinya Kolom ini diterbitkan oleh Democracy Project, Yayasan Abad Demokrasi. Untuk berlangganan, kunjungi Kode kolom: 002K-ARS001 D e m o c r a c y P e r p u s t a 10
Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA MELALUI PEMANFAATAN PERSPEKTIF AGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT: Pemajuan Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) secara Nasional di Indonesia Oleh: Mashadi Said Disunting oleh: Nancy
Lebih terperinciPedoman Penerapan Pengecualian Informasi
Pedoman Penerapan Pengecualian Informasi 1. Prinsip- prinsip Kerangka Kerja Hukum dan Gambaran Umum Hak akan informasi dikenal sebagai hak asasi manusia yang mendasar, baik di dalam hukum internasional
Lebih terperinciPelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia
Atas Nama Otonomi Daerah: Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia Laporan Pemantauan Kondisi Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Perempuan di 16 Kabupaten/Kota pada 7 Provinsi Komnas
Lebih terperinciNegara Kesejahteraan, dan Ketahanan Masyarakat
Edisi 2/ Agustus/ 2011 Negara Kesejahteraan, dan Ketahanan Masyarakat Agama, Humanisme, dan Relevansi Pancasila Implementasi Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan Pancasila dalam Pemberdayaan Orang Miskin Revitalisasi
Lebih terperinciA. Masyarakat dan Pendidikan Islam di Indonesia
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN PLURALISME AGAMA KH. ABDURRAHMAN WAHID DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Masyarakat dan Pendidikan Islam di Indonesia Masyarakat Indonesia telah sejak berabad-abad yang
Lebih terperinciBERNEGARA ITU TIDAK MUDAH
BERNEGARA ITU TIDAK MUDAH (DALAM PERSPEKTIF POLITIK DAN HUKUM) Yang saya Hormati dan saya Muliakan, Rektor/Ketua Senat Universitas Diponegoro, Sekretaris Senat Universitas Diponegoro, Ketua dan Anggota
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Diadopsi pada 20 Desember 2006 oleh Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/61/177 Mukadimah Negara-negara
Lebih terperinciPENTINGNYA UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN UNTUK MEWUJUDKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
PENTINGNYA UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN UNTUK MEWUJUDKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, SH, MH Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi Negara UNKRIS Anggota Komisi
Lebih terperinciBAB IV PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
BAB IV PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL A. Pengertian Asal Mula Pancasila Kemajuan alam pikir manusia sebagai individu maupun kelompok telah melahirkan persamaan pemikiran dan pemahaman ke arah perbaikan
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA
E/CN.4/2005/WG.22/WP.1/REV.4 23 September 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Naskah Asli dalam Bahasa Prancis) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN
Lebih terperincidicita-citakan, maka struktur organisasi desa harus diberi ruang gerak untuk hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya sendiri.
PROLOGUE Gagasan yang ditawarkan oleh buku ini sangat jelas, yaitu memperkenalkan pemikiran baru perihal konstitusi sosial sebagai suatu konsep tentang sistem rujukan normatif tertinggi dalam peri kehidupan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN
Lebih terperinciAnggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi
Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi 2011 PEMBUKAAN Organisasi Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi didirikan pada 18 Mei 1998
Lebih terperinciLaporan Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Frank La Rue
GE.11-13201 Dewan Hak Asasi Manusia Sesi ke-17 Agenda ke- 3 Pemajuan dan perlindungan keseluruhan hak asasi manusia, hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya termasuk hak atas pembangunan Laporan
Lebih terperinciMEMBEDAH PERS OTORITARIAN PADA REZIM ORDE BARU. Peninjau : Djoko Waluyo Peneliti Komunikasi dan Media Puslitbang Aptika & IKP Balitbang SDM Kominfo
MEMBEDAH PERS OTORITARIAN PADA REZIM ORDE BARU Peninjau : Djoko Waluyo Peneliti Komunikasi dan Media Puslitbang Aptika & IKP Balitbang SDM Kominfo Judul buku : Pers di Masa Orde Baru. Penulis : David T
Lebih terperinciBAB II PEMBERITAAN POLITIK DAN DAN MEDIA MASSA
16 BAB II PEMBERITAAN POLITIK DAN DAN MEDIA MASSA A. Beberapa Konsep Dasar Jurnalistik Dewasa ini sering disebut juga dengan era informasi, di mana kehidupan kita senantiasa ditata dan diatur berdasarkan
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN BERAGAMA 1. Siti Musdah Mulia 2
HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN BERAGAMA 1 Siti Musdah Mulia 2 Pendahuluan HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu konsep etika politik modem dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan terhadap
Lebih terperinciPENDAHULUAN. La Via Campesina
PENDAHULUAN NEO-LIBERALISME telah menjadi ancaman strategis bagi mata pencarian dan kehidupan banyak petani miskin dan tak bertanah, tenaga kerja upahan dan petani kecil baik di negara-negara selatan maupun
Lebih terperinciسيادة القانون دليل للسياسيني. Negara Hukum. Panduan Bagi Para Politisi
1 سيادة القانون دليل للسياسيني Negara Hukum Panduan Bagi Para Politisi 2 Copyright The Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law and the Hague Institute for the Internationalisation
Lebih terperinciPANDUAN "Etika dalam Praktek"
PANDUAN "Etika dalam Praktek" PANDUAN "Etika dalam Praktek" KOMITMEN ETIKA YANG TINGGI 4 Praktek-Praktek Pelaksanaan Etika yang Menyatukan di semua Tingkat 6 BAGAIMANA MENGKOMUNIKASIKAN MASALAH ETIKA
Lebih terperincihttp://www.judiciary.senate.gov/hearings/hearing.cfm?id=8bbe59e76fc0b6747b22c32c9e014187
Negara Hukum dan Peran Hakim dalam Masyarakat Modern Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua hadirin atas kedatangannya pada acara ini, serta atas undangan yang diberikan kepada saya
Lebih terperinciDemokrasi Langsung dalam Masyarakat Sipil dan Komunitas
Donni Edwin Demokrasi Langsung dalam Masyarakat Sipil dan Komunitas Membangun demokrasi langsung (direct democracy) di dalam masyarakat sipil merupakan bentuk gerakan yang banyak dipilih oleh aktivis prodemokrasi.
Lebih terperinciPERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER
PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung
Lebih terperinciPERENCANAAN KOTA YANG MENYELURUH UNTUK MASA DEPAN KOTA YANG LEBIH BAIK Holistic Urban Planning for Better Future of the City ABSTRAK
PERENCANAAN KOTA YANG MENYELURUH UNTUK MASA DEPAN KOTA YANG LEBIH BAIK Holistic Urban Planning for Better Future of the City Teti Handayani* ABSTRAK Tujuan utama dari perencanaan tata ruang daerah adalah
Lebih terperinciKONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL SEBUAH KAJIAN HUKUM TENTANG PENERAPANNYA DI INDONESIA
Seri Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005 KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL SEBUAH KAJIAN HUKUM TENTANG PENERAPANNYA DI INDONESIA Ester Indahyani Jusuf, S.H.
Lebih terperinciHASIL PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA TAHUN 2002
HASIL PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA TAHUN 2002 1 DEFINISI DAN SPEKTRUM MASYARAKAT SIPIL 1.1 Definisi Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, proses pengukuran tingkat kesehatan
Lebih terperinci